Anda di halaman 1dari 5

Isu Diskriminasi gender

Isu diskriminasi gender adalah isu atau permasalahan yang terjadi karena

kebijakan, program, ataupun kegiatan dan juga sikap yang dibuat secara maupun tanpa

disadari yang berakibat meniadakan/mengucilkan/memarjinalisasi ataupun

mengenyampingkan penggunaan hak-hak asasi berdasarkan jenis kelamin (umumnya

terhadap perempuan) di bidang politik, sosial, budaya, maupun di bidang hukum.

2.2 Isu Sub-ordinasi gender

Isu Sub-ordinasi adalah isu/permasalahan yang timbul karena adanya pandangan

ataupun sikap ataupun tindakan yang menempatkan orang lain/pihak lain dalam posisi

lebih rendah atau pada posisi yang kurang penting. Isu sub ordinasi dalam hubungan kekuasaan antara
dua pihak. Hubungan kekuasan ini dapat terjadi dalam hubungan

keluarga seperti orang tua-anak, demikian juga antara suami dan istri Dalam kaitan

dengan gender, maka pada umumnya perempuanlah yang ditempatkan pada posisi lebih

rendah dibandingkan kaum laki-laki, demikian juga yang terjadi di masyarakat. Pada

masyarakat Jawa perempuan dipandang sebagai ”konco wingking” yang berarti berada

di belakang. Hubungan yang bersifat sub ordinasi, khususnya terhadap perempuan tidak

dapat dilepaskan dari nilai-nilai budaya patriarkhi.

2.3 Isu Ketimpangan gender/ketidaksetaraan gender

Isu ketimpangan gender/ketidaksetaraan gender, terjadi erat kaitan dengan isu

diskriminasi gender. Dengan adanya kebijakan, program/kegiatan yang diskriminatif,

khususnya terhadap perempuan dapat mengakibatkan terjadinya isu-isu gender yang

lain, seperti isu ketimpangan maupun ketidak adilan gender. Ketimpangan gender dapat

dilihat jelas secara kuantitatif (dalam bentuk angka), misalnya jumlah perempuan yang

mengikuti pendidikan, khususnya pendidikan tinggi lebih sedikit dibandingkan laki-

laki. Jumlah perempuan yang berhasil duduk di Dewan Perwakilan Rakyat ataupun

yang menduduki jabatan di bidang pemerintahan lebih sedikit dibandingkan laki-laki.

Akan tetapi sebaliknya, angka partisipasi perempuan dalam program KB jauh lebih

tinggi dibandingkan laki-laki.

2.4 Isu Ketidakadilan gender


Isu ketimpangan gender/ketidak-setaraan gender, terjadi erat kaitan dengan isu

diskriminasi gender. Dengan adanya kebijakan, program/kegiatan yang diskriminatif,

khususnya terhadap perempuan dapat mengakibatkan terjadinya isu-isu gender yang

lain, seperti isu ketimpangan maupun ketidak-adilan gender. Ketimpangan gender dapat

dilihat jelas secara kuantitatif (dalam bentuk angka), misalnya jumlah perempuan yang

mengikuti pendidikan, khususnya pendidikan tinggi lebih sedikit dibandingkan laki-

laki. Jumlah perempuan yang berhasil duduk di Dewan Perwakilan Rakyat ataupun

yang menduduki jabatan di bidang pemerintahan lebih sedikit dibandingkan laki-laki.

Akan tetapi sebaliknya, angka partisipasi perempuan dalam program KB jauh lebih tinggi dibandingkan
laki-laki.

2.5 Isu Marjinalisasi gender

Isu marjinalisasi atau terpinggirkan bagi seorang perempuan dapat terjadi dalam

berbagai aspek kehidupan. Dalam bidang politik misalnya kesempatan perempuan untuk

mengisi jabatan-jabatan penting sangatlah sulit walaupun perempuan mempunyai

kemampuan yang sama. Dalam bidang ketenagakerjaan, upah perempuan untuk

pekerjaan yang sama selalu lebih sedikit dibandingkan pekerja laki-laki. Dalam bidang

pendidikan khususnya pada keluarga tidak mampu kesempatan perempuan untuk

mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi sesalu dinomorduakan (dianggap tidak

penting), karena nilai budaya masih memandang perempuan akan meninggalkan rumah

setelah menikah. Sebaliknya dalam hal-hal tersebut di atas laki-laki umumnya

ditempatkan pada posisi garis utama. Oleh karena itu dalam upaya memperjuangkan

kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam memperoleh kesempatan/akses,

berpartisipasi, kontrol maupun memperoleh manfaat dari hasil;-hasil pembangunan

ditempuh strategi yang disebut pengarusutamaan gender (gender mainstream (PUG).

2.6 Isu Pencitraan/Pelabelan Negatip

Pencitraan/pelabelan itu ada dua jenisnya, yaitu pertama pelabelan yang positip,

kedua ada pula pelabelan yang negatif. Penciteraan ini dapat diberikan kepada

perorangan, sekelompok orang ataupun pada sebuah lembaga/institusi tertentu.

Di dalam kehidupan masyarakat ada pelabelan negatif yang khusus ditujukan


kepada perempuan walaupun pekerjaan yang sama juga dilakukan oleh laki-laki, seperti

misalnya istilah “Wanita Tuna Susila” (WTS = pelacur). Mengapa dalam pekerjaan ini

hanya perempuan yang diberi label “tuna susila”, bukankah laki-laki yang berkencan

dengan wanita tuna susila itu juga laki-laki yang tuna susila? Kata-kata makian seperti

“cerewet seperti perempuan” juga patut dipertanyakan karena tidak kurang ada laki-laki

yang juga cerewet?.

2.7 Isu Kekerasan Gender (pisik, psikologis, seksual, ekonomi)

Kekerasan dapat terjadai dimana-mana, artinya bisa terjadi di tempat-tempat

umum (seperti di angkutan kota, di jalan raya,dsb), di sekolah (seperti kekerasan dalam

perpeloncoan, kekerasan guru terhadap murid), dan juga di lingkungan rumahtangga

(seperti ayah memukul anak, suami menganiaya istri, majikan mengancam pembantu,

dsb). Kekerasan dapat terjadi karena tidak berimbangnya kekuasaan dan kekuatan

antara dua pihak. Umumnya yang mempunyai kekuasaan dan kekuatan lebih tinggi/

besar melakukan kekerasan kepada pihak yang kekuasaan/kekuatannnya lebih

rendah/lemah.

2.8 Isu Ekploitasi/Beban yang Berat

Dalam kajian gender istilah ini juga sering digunakan untuk menggambarkan

penggunaan tenaga kerja secara berlebihan tanpa diimbangi pemberian upah yang layak.

Eksploitasi umumnya menimpa tenaga kerja perempuan yang sering dipekerjakan

sampai larut malam dan dibayar murah karena ia itu perempuan. Hal inilah yang

menyebabkan perempuan mendapat beban kerja ganda akan tetapi beban kerja yang

berat.

3. Penutup

Materi kuliah dalam pertemuan keempat ini akan dipaparkan kembali dalam

bentuk rangkuman untuk memudahkan mahasiswa memahami materi secara

konprehensip. Kemudian untuk mengetahui capaian pembelajaran maka pada akhir

perkuliahan ini akan diberikan latihan yang harus dikerjakan oleh mahasiswa.

Rangkuman

Pada perkuliahan keempat telah dibahas tentang beberapa isu gender pada
umumnya, yaitu isu isu diskriminasi gender, isu sub-ordinasi gender, isu ketidak

setaraan gender, isu ketidakadilan gender, isu marjinalisasi gender, isu penciteraan/

pelabelan negatip dan isu kekerasan gender. Pembahasan terhadap berbagai isu gender

tersebut penting dipahami dengan baik supaya memudahkan mahasiswa memahami

berbagai isu gender dalam berbagai bidang hukum yang akan dipaparkan dalam

perkuliahan berikutnya.

Latihan

Jelaskanlah minimal 5 isu gender pada umumnya dari beberapa isu gender yang

dipaparkan dalam perkuliahan keempat ini. Kemudian diskusikan dengan sesama

mahasiswa. Untuk pendalaman lebih lanjut, bacalah beberapa bahan bacaan yang

dijadikan referensi di bawah ini dan beri tambahan informasi yang anda peroleh dari

bahan bacaan yang dibaca.

Bahan Bacaan

Astiti, Tjok Istri Putra, 2001, “Isu Gender dalam Bidang Hukum”, makalah

disampaikan dalam Seminar Gender dalam Hukum, di Denpasar

Astiti, Tjok Istri Putra, “Gender dalam Hukum dan Perundang-undangan” Bahan ajar

dalam bentuk Power Point.

Astiti, Tjok Istri Putra, 2009, ”Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Hukum Adat

Bali”, dalam buku Gender dalam Perspektif Budaya Bali, PSW Unud.

Mansoer Fakih, 1997, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Pustaka Pelajar,

Yogyakarta.

Otje Salman Soemadiningrat, 2002, Rekonseptualisasi Hukum Adat Kontemporer :

Telaah Kritis Hukum Adat Sebagai Hukum Yang Hidup Dalam Masyarakat, PT

Alumni, Bandung.

Sulistyowati Irianto,Dr., 2001, “Bahan Ajaran/Materi tentang Hak Wanita Bagi

Pengajaran di Fakultas Hukum”, Makalah dalam Lokakarya yang diselenggarakan atas

Kerjasama FH UNUD dengan Kelompok Kerja Convention Watch, Program Studi

Kajian Wanita, Program Pascasarjana UI.


Suriada, I Nengah, “Gender dalam Praktek Peradilan”, artikel dalam Seminar.

Undang-Undang RI No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Undang-Undang RI No.7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan

Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan.

Undang-Undang RI No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Undang-Undang RI No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah

Tangga (KDRT).

Undang-Undang Pornograpi dan Porno Aksi.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Kitab Undang-Undang HukumAcara Pidana (KUHAP).

Anda mungkin juga menyukai