Anda di halaman 1dari 59

p-

ISSN2622-
4763
e-
ISSN2622-
2159

J
urna
lRi
setTe
knol
ogida
nInova
siPe
ndi
dika
n
Vol
ume3Nomor2
Juli2020
pp.168-438
PUSAT PENELITIAN & PENGEMBANGAN
REKA KARYA AMERTA (REKARTA) MATARAM
E-mail : jartika.rekarta@gmail.com Website : http://journal-litbang-rekarta.co.id
Alamat : Jln. Darul Hikmah, Geriya Sehati, No. 10, Lombok Barat. Telp. 087763212228, Mataram

SUSUNAN PENGELOLA JURNAL


(EDITORIAL TEAM)

A. Identitas Jurnal
Nama Terbitan : Jurnal Riset Teknologi dan Inovasi Pendidikan (JARTIKA)
ISSN : p-ISSN 2622-4763 | e-ISSN 2622-2159
Website : https://journal-litbang-rekarta.co.id/index.php/jartika
Surel : jartika.rekarta@gmail.com
Berdiri : 2018
B. Editor in Chief : Syaharuddin
C. Managing Editor : Susilahuddin Putrawangsa
D. Reviewer Team (Mitra Bestari)
: Dr. M. Fauzi, M.Pd (Universitas Negeri Jakarta)
: Dr. Alkusaeri, M.Pd (UIN Mataram)
: Dr. Habibi RPN, M.Pd (UIN Mataram)
: Susilahudin Putrawangsa, M.Sc (UIN Mataram)
: Uswatun Hasanah, M.Si (STMIK Bumigora Mataram)
: Muh. Rusmayadi, M.Si (UNW Mataram)
: Agus Setiawan, M.Pd (IAIN Metro Lampung)
: Vera Mandailina, M.Pd (UM Mataram)
: Sri Suryanti (UM Gresik)
: Nanang Rahman, M.Pd (UM Mataram)
E. Editor Team (Dewan Penyunting)
: Malik Ibrahim, M.Pd (Universitas Nahdlatul Ulama Mataram)
: Habib Ratu Perwira Negara, M.Pd (Universitas Bumigora Mataram)
: Samsul Bahri, M.Pd (UNW Mataram)
: Kiki Riska Ayu, M.Pd (UIN Mataram)
: Abdillah, M.Pd (UM Mataram)
F. Administrator, Layouter & Tata Usaha
: Zulhadi, M.Pd
: Nurul Hidayah, M.Pd
: Niken Widiawati, M.Pd
: Eva Hasanatul Khoir, S.Pd
G. Alamat Redaksi
Rekarta Mataram
Jln. Darul Hikmah, Geriya Sehati No. 10, Lombok Barat, NTB
Contact: +62 8786-4003-847
JARTIKA: Jurnal Riset Teknologi dan Inovasi Pendidikan
Vol. 3, No. 2, Juli 2020

DAFTAR ISI

Kajian Kemampuan Self Efficacy Matematis Siswa Dalam Pemecahan Masalah


Matematika
Rosida Marasabessy | 168-183

Pengaruh Berdikari Dalam Belajar, Kondisi Teman Sejawat dan Kinerja Mengajar
Terhadap Motivasi Belajar Ilmu Akuntansi
Dito Aditia Darma Nasution | 184-194

The Effectiveness of Using Bot Telegram in Teaching Reading Narrative Text at the
Tenth Grade of SMAN 1 Grogol Kediri
Irwan Sulistyanto, Nindy Prellany | 195-200

Model Pembelajaran Project Based Learning Dalam Meningkatkan Keterampilan


Berpikir Kreatif dan Komunikasi Matematis Siswa
Joko Krismanto Harianja | 201-214

Pengaruh Kualitas Pembelajaran dan Minat Belajar Terhadap Hasil Belajar Mahasiswa
Akuntansi Pada Mata Kuliah Matematika Ekonomi
Nelly Budiyarti | 215-221

Pengembangan E-modul Berbasis Smartphone Pada Materi Integral Tak Tentu


Berorientasi Keterampilan Abad Ke-21
Veronika Fany Monica Yuniarti, Nurul Anriani, Cecep Anwar H. F. Santosa | 222-233

Sistem Manajemen Perniagaan Kaos Sablon Dengan Metode RAD Berbasis Web
Sismadi | 234-246

Analisa Penerimaan dan Penggunaan Teknologi Google Classroom Dengan Technology


Acceptance Model (TAM)
Indah Purwandani, Nurfia Oktaviani Syamsiah | 247-255

Fabrikasi Panel Surya Buatan Berlapis Ekstraksi Pasta Gigi dengan Sensitized Dye
Klorofil Daun serta Analisis Kapasitansi Listriknya
Mahendra Satria Hadiningrat, Eggi Aunur Rofiq | 256-266

Analisis Penerapan Metode Pembelajaran Sistem Blok di Masa Pandemi COVID-19:


Studi Kasus Politeknik STMI Jakarta
Safril | 267-282

Software Quality Assurance pada Perusahaan Pengembang Perangkat Lunak Skala


Kecil dan Menengah
Hariyanto, Teduh Dirgahayu, Hanson Prihantoro P | 283-294

Smartphone untuk Pembelajaran di Kelas: Perspektif Mahasiswa dan Dosen pada


Perguruan Tinggi
Rizki Setyo Nugroho, Teduh Dirgahayu | 295-311
JARTIKA: Jurnal Riset Teknologi dan Inovasi Pendidikan
Vol. 3, No. 2, Juli 2020

Persepsi Kesesuaian Penempatan Pegawai Dalam Menunjang Peningkatan Kinerja


BBPK Ciloto Tahun 2020
Eddy Siswanto | 312-321

Pengaruh Budaya Organisasi, Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja dan Komitmen


Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan
Tarjo | 322-330

Perbandingan Kehadiran Sosial dalam Pembelajaran Daring Menggunakan Whatsapp


group dan Webinar Zoom Berdasarkan Sudut Pandang Pembelajar Pada Masa
Pandemic COVID-19
Eko Yulianto, Putri Dwi Cahyani, Sofia Silvianita | 331-341

Kaitan Akses Internet dan Penyelesaian Tugas Sekolah Berdasarkan Regresi Kuantil
Menuju Masyarakat 5.0
Suparna Parwodiwiyono | 342-350

Pengaruh Pembelajaran Daring Berbantuan Laboratorium Virtual Terhadap Minat dan


Hasil Belajar Kognitif Fisika
Egidius Dewa, Maria Ursula Jawa Mukin, Oktavina Pandango | 351-359

Simulasi Phet Sebagai Media Pembelajaran Berbasis Komputer Pada Model


Pembelajaran Team Games Tournament Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil
Belajar Fisika Mahasiswa
Oktavianus Ama Ki`i, Egidius Dewa | 360-367

Terjemahan Beranotasi Teks Pedoman Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi


Secara Elektronik (OSS) ke dalam Bahasa Inggris
Ines Nur Irawan, Siti Ansoriyah, Zainal Rafli | 368-381

Gambaran Kesehatan Reproduksi Remaja di Panembong Girang Desa Mekarsari


Cianjur
Helvy Yunida | 382-387

Sistem Pendidikan Jarak Jauh Berbasis e-Learning Pada Mata Kuliah Pendidikan
Matematika I: Studi Kasus di Universitas Terbuka
Khaerul Anam, Raden Sudarwo, Gunawan Wiradharma | 388-395

“New Normal”: Analisis Penerimaan Menggunakan Balance Score Card


Maria Florentina Rumba, Margaretha P.N Rozady, Theresia W. Mado | 396-402

Pembelajaran Daring Struktur Aljabar dan Analisis Real Pada Masa Pandemi
Soraya Djamilah, Ahmad Lazwardi | 403-409

Evaluasi Sistem Dashboard Monitoring Presensi Akademik Mahasiswa


Avid Wijaya | 410-421

Kurikulum Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan di Indonesia Abad 21


Pinton Setya Mustafa, Wasis Djoko Dwiyogo | 422-438
Jurnal Riset Teknologi dan Inovasi Pendidikan (JARTIKA)
https://journal-litbang-rekarta.co.id/index.php/jartika
p-ISSN: 2622-4763 | e-ISSN: 2622-2159 | Vol. 3 No. 2 (Juli) 2020, Hal. 312-321

Persepsi Kesesuaian Penempatan Pegawai Dalam Menunjang


Peningkatan Kinerja BBPK Ciloto Tahun 2020
Eddy Siswanto
Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK) Ciloto Kemenkes RI
siswantoeddy2012@gmail.com

Abstrak: Salah satu bentuk pembinaan pegawai adalah dengan melakukan penempatan sesuai
dengan kompetensi yang dibutuhkan organisasi. Namun demikian, BBPK Ciloto belum pernah
melakukan kajian mengenai penempatan pegawai bila dihubungkan dengan persepsi yang
bersangkutan yang didasarkan pada kompetensi dasar yang dimilikinya. Kajian ini menggunakan
metode deskriptif dengan teknik pengumpulan data secara cross sectional. Kerangka konsep
terkait kajian ini menggunakan pendekatan sistem, yaitu menggunakan bagan input-proses-
output. Sementara pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan susunan pernyataan yang
merunut pada teori Health Belief Model. Data yang terkumpul kemudian diolah secara deskriptif
baik untuk deskripsi persepsi responden, maupun kesesuaian penempatan pegawai. Terdapat 136
responden yang menanggapi 7 pernyataan dengan lengkap atas kuesioner yang diberikan.
Pernyataan no. 5 ditanggapi positif oleh 18 responden. Artinya begitu banyak pegawai yang
merasakan kesenjangan kompetensi terhadap tugas dan beban kinerja pada posisi/ penempatan
saat ini. Sekitar 14 responden tidak memberikan tanggapan yang positif atas penempatan/
posisinya saat ini di tempatnya bekerja. Sebanyak 4 responden (2,94%) menyatakan
ketidaksesuaian penempatan pegawai ini diakibatkan karena kesenjangan/ ketidaksesuaian
kompetensi yang dimiliki dengan sasaran kinerja di posisinya saat ini. Sementara sisanya,
sebanyak 10 responden (7,35%) merasakan perlunya dipindahkan dari tempat tugasnya yang
sekarang, dengan alasan pengembangan kompetensi.
Kata kunci: Penempatan; Pegawai; Pekerjaan; Persepsi

Abstract: Civil servants were not only to just working in stated workplaces, but they should
develop their competencies to increase their work capacities. The most popular technique to coach
them was to conduct employee’s re/placement program. This program was based on competence
need for each job, in each placement, in the institution. BBPK Ciloto had arranged employee’s
placement program but it hadn’t researched further, according to employee’s perception of their
job and their competencies. Descriptive method was conducted in this study. Data was collected by
using cross sectional technique. The conceptual framework of this study was built based on
systemic approach, e.g. Input –Process – Output framework. Collecting data used questionnaires
which was contained several statements, based on Health Belief Model. Collected Data were
analyzed descriptively. It will describe participant’s perception, especially regarding with staff
placement. It’s around 136 of 146 participants who responded to all statements completely. The
statement which had smallest positive responds was the statement number 5. It’s shown that
around 18 of 136 staffs, who felt competence discrepancies related to their job in their workplace.
It’s around 14 respondents who didn’t give positive respond according to their placement. Four of
them (2,94%) stated their displacement according to competence discrepancy. And 10 others
(7,35%) need to be replaced to another workplace, regarding with their competency development.
Human resource development in BBPK Ciloto should overcome this result by reconfirmed to 14
respondents, then made some replacements for those staffs. Or it should give some competency
development programs for those staffs.
Keywords: Placement, Staff, Job, Perception
Article History:
Received: 16-06-2020
Revised : 09-07-2020 This is an open access article under the CC–BY-SA license
Accepted: 09-07-2020
Online : 10-07-2020
Support by:

312
Jurnal Riset Teknologi dan Inovasi Pendidikan (JARTIKA)
Volume 3 Nomor 2 (Juli) 2020, Hal. 312-321

A. Pendahuluan
Menjadi pegawai, terutama Aparatur Sipil Negara (ASN), tidak hanya dituntut untuk
bekerja sesuai dengan Surat Keputusan (SK) penempatannya, namun juga dapat
mengembangkan kompetensi yang dimilikinya demi peningkatan kualitas kinerjanya serta
menunjang efektivitas kinerja organisasi/ institusi yang dia tempati. Sesuai dengan Permenpan
13 tahun 2019, maka ASN perlu meningkatkan kompetensi yang dimilikinya agar selaras
dengan peningkatan kinerja organisasi yang ditempatinya sehingga memiliki daya saing dalam
memenuhi kebutuhan masyarakat (Wulandari & Adianto, 2020), (Suripatty, 2019).
Tentunya dalam mengembangkan kompetensi, ASN membutuhkan pembinaan yang baik
secara sistematik oleh organisasi yang bersangkutan, sehingga tidak salah arah ataupun salah
kelola. Pembinaan ini dimulai sejak penerimaan pegawai, dengan persyaratan-persyaratan
tertentu sesuai dengan kinerja yang dibutuhkan organisasi, sampai pada saat pegawai tersebut
purna tugas (ASN, 2014). Begitu banyak pegawai yang menjadi pengangguran terselubung,
dalam konteks masih berkinerja namun tidak sesuai dengan kompetensi dasar yang
dimilikinya, sehingga kompetensi yang dimilikinya menjadi terkunci dan sulit untuk
dikembangkan, apalagi dihubungkan untuk menunjang kinerja organisasi secara umum
(Simamora, 2018). Sebagian yang lain menjadi salah kelola, di mana kompetensi dasar yang
seharusnya dapat dimanfaatkan secara optimal demi perkembangan organisasi, akhirnya
membeku dan tak termanfaatkan, sebagai akibat dari salah penempatan, di mana pekerjaan
yang dia lakukan tidak sesuai dengan kompetensi dasar yang dia miliki. Coba bayangkan
betapa tidak efisiennya kinerja organisasi karena potensi individual yang harusnya
dikembangkan untuk menunjang kinerja organisasi dalam skala besar, menjadi statis dan tidak
berguna, hanya karena salah penempatan (Muljanto, 2015), (Ardiansyah, 2018). Di sisi lain
ketidakpuasan pegawai atas kinerja yang dilakukannya karena tidak sesuai dengan kompetensi
yang dimilikinya, menjadi masalah yang bermakna baik bagi individu yang bersangkutan
dikarenakan karirnya yang tidak bisa berkembang, dan menjadi masalah bagi pengelolaan
organisasi itu sendiri.
BBPK Ciloto sudah melakukan pengelolaan kepegawaian sejak lama, namun belum pernah
dilakukan kajian secara khusus mengenai penempatan pegawai. Walaupun secara rutin
dilakukan analisis beban kerja untuk setiap pegawai, namun belum bisa menggambarkan
kesesuaian penempatan pegawai bila dihubungkan dengan persepsi yang bersangkutan yang
didasarkan pada kompetensi dasar yang dimilikinya. Oleh karena itu, maka kami berinisiatif
melakukan kajian ilmiah ini sebagai dasar untuk perbaikan pengelolaan kepegawaian di masa
yang akan datang.
Adapun tujuan umum kajian ilmiah ini adalah mendapatkan gambaran mengenai persepsi
pegawai yang bekerja di BBPK Ciloto mengenai posisi dan pekerjaannya. Secara khusus, kajian
ini akan mendapatkan gambaran mengenai: a. Persepsi pegawai terhadap posisi dan
penempatannya, dan b. Kesesuaian penempatan pegawai dengan persepsi pegawai yang
bersangkutan. Sementara manfaat dari kajian ilmiah ini adalah sebagai bahan pertimbangan
perbaikan penempatan pegawai termasuk rolling pegawai agar lebih sesuai dengan kebutuhan
dan persepsi pegawai yang bersangkutan. Manfaat lain adalah sebagai bahan untuk koreksi diri
yang menjadi dasar pengembangan karir pegawai yang bersangkutan.

B. Metode Penelitian
Teori sistem merupakan salah satu teori yang digunakan dalam kajian ini. Aplikasi teori ini
dikenal sebagai analisis sistem. Salah satu alat bantu analisis sistem adalah berfikir sistem.
Secara awam, berfikir sistem adalah sebuah cara membantu seseorang melihat dunia,
termasuk organisasi, dari perspektif yang luas termasuk struktur, pola dan tindakan
dibandingkan melihat sesuatu hal secara khusus. Cara pandang yang luas membantu

313
Eddy Siswanto, Persepsi Kesesuaian Penempatan Pegawai Dalam Menunjang Peningkatan Kinerja BBPK
Ciloto Tahun 2020

menemukenali isu-isu yang mendasar dan tahu cara yang paling tepat mengatasinya. Dalam
kegiatan manajerial, maka pendekatan sistem yang paling umum dilakukan adalah pendekatan
Input-Proses-Output. Sistem adalah elemen atau unsur yang merupakan satu kesatuan yang
utuh yang saling membutuhkan, saling ketergantungan, saling bekerja sama, dan saling
keterkaitan agar tujuan organisasi dapat tercapai (Welda & Minartiningtyas, 2017), (Abdul
Kadir, 2014). Tujuan disini dapat dianggap sebagai output, dan untuk menjadi output
diperlukan input. Input bisa merupakan raw material, sumber daya manusia, uang, informasi
dan lain – lain. Di dalam organisasi terjadi pengubahan dari input menjadi output dan
diperlukan banyak proses yang saling berhubungan dari fungsi – fungsi struktural yang ada
sebagai contoh Produksi, Accounting, Marketing, IT dan lain –lain (Wawan., 2012), (Aulia Faris
Akbar, 2012). Proses yang banyak ini saling berhubungan dan bekerja sama dapat kita
namakan dengan istilah business process. Hal ini akan berkembang terus sejalan dengan
berkembangnya organisasi. Dalam bahasan lain disebutkan bahwa Tujuan dimana goal dari
apa yang kita inginkan sesuai dengan visi misi yang telah kita buat. Sehingga dalam pencapaian
tujuannya ada langkah sederhana tetapi sangat penting menurut Terry, yaitu INPUT, PROSES,
OUTPUT (A. Wawan dan Dewi M, 2016). Sehingga organisasi itu laksana sistem yang terdiri dari
berbagai bentuk proses dengan input bervariasi dan output yang tertentu.
Maka secara singkat pada kajian ini, input-proses-output merupakan pendekatan di mana
pengelolaan kegiatan dibagi menjadi segmen-segmen yang saling berkaitan satu dengan
lainnya, yaitu mekanisme masukan (Input), proses pelaksanaan kegiatan (Proses), dan hasil
dari kegiatan itu sendiri (Output) Menggunakan pendekatan Input-Proses-Output, maka pada
kerangka konsep ini kinerja yang dilakukan pegawai saat ini merupakan hasil adaptasi dari
posisi/ pekerjaan yang dilakukan saat ini oleh pegawai yang bersangkutan, kompetensi yang
sudah dimiliki, serta persepsi yang bersangkutan terkait posisi/ pekerjaan yang dilakukannya
saat ini berikut pengembangannya. Pembinaan kepegawaian dalam bentuk pengembangan
kinerja pegawai tentunya disesuaikan dengan pencapaian kinerja pegawai yang bersangkutan.
Pengembangan kinerja ini tidak selalu dengan peningkatan kompetensi namun juga dengan
penyegaran kinerja melalui sistim rolling (pertukaran pegawai) disesuaikan dengan persepsi
dan kompetensi yang dimilikinya (Sutanja, 2019), (Sulistiawan, Riadi, & Maria, 2018). Secara
singkat, maka kerangka konsep kajian ini dapat dijelaskan pada Gambar 1 di bawah ini:

Gambar 1. Kerangka Konsep

Begitu banyak faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang di unit kerjanya, namun pada
kajian ini difokuskan pada persepsi sebagai dasar motivasi internal untuk berkinerja terkait
dengan posisi dan penempatannya di organisasi. Persepsi (dari bahasa Latin perceptio,
percipio) adalah tindakan menyusun, mengenali, dan menafsirkan informasi sensoris guna

314
Jurnal Riset Teknologi dan Inovasi Pendidikan (JARTIKA)
Volume 3 Nomor 2 (Juli) 2020, Hal. 312-321

memberikan gambaran dan pemahaman tentang lingkungan (Sudarma & Murniasih, 2016).
Sementara itu, definisi persepsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dimaknai dalam dua
pengertian. Pertama, persepsi adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu. Kedua,
persepsi adalah proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya. Wolberg
mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses yang dimulai dari penglihatan hingga terbentuk
tanggapan yang terjadi dalam diri individu sehingga individu sadar akan segala sesuatu dalam
lingkungannya melalui indera-indera yang dimilikinya (Asih & Dewi, 2017). Dengan persepsi,
seseorang akan berpikir dan melakukan tindakan tertentu terhadap diri dan hal lain di
sekitarnya (Teori Prasangka, 2020). Secara sederhana, persepsi dapat didefinisikan sebagai
suatu proses seseorang dalam memberikan pemahaman (interprestasi) atas suatu sumber
berdasarkan informasi yang ditampilkan oleh sumber tersebut (Ciputrauceo, 2016). Persepsi
merupakan sebuah proses internal yang dilakukan oleh manusia ketika mengevaluasi dan
mengorganisasi informasi atas berbagai stimulasi dari indera kita (Wawan, 2010). Begitu
banyak faktor yang membentuk persepsi pada diri seseorang, namun secara sederhana
dikelompokan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal pembentuk
persepsi adalah hal-hal dalam diri tiap individu yang memengaruhinya dalam membentuk
sebuah persepsi, berupa kondisi fisik, psikologis, hingga minat, kebutuhan, dan
pengalamannya selama hidup. Sementara faktor eksternal adalah hal-hal yang terdapat pada
obyek dan lingkungan seseorang yang dapat memengaruhi persepsi terhadap obyek tersebut,
seperti ukuran, warna, keunikan, intensitas, dan motion. Persepsi itu ada karena manusia yang
memiliki kemampuan kognitif untuk memproses informasi yang diperoleh dari lingkungan di
sekelilingnya dengan akal yang dimilikinya, lalu manusia itu membuat penilaian terhadap apa
yang dilihat atau dirasakannya serta berpikir untuk memutuskan apa yang hendak dilakukan
kemudian (Dayong, 2020). Demikian pula halnya pegawai dalam lingkungan organisasi berupa
instansi tempatnya bekerja. Kinerja pegawai tentunya sangat erat dengan persepsi yang
dimilikinya. Berbagai latar belakang kehidupan seseorang sangat mempengaruhi munculnya
persepsi yang beragam. Namun demikian pola persepsi seseorang akan berwujud menjadi
perilakunya sehari-hari, yang terutama berbentuk prestasi/ pencapaian kinerja individual.
Persepsi ini juga terkait kompetensi dasar yang dimiliki oleh masing-masing pegawai.
Namun demikian, persepsi terkait kinerja seseorang itu sangat luas dan kompleks untuk
dideskripsikan karena menyangkut segala aspek kehidupan manusia. Sehingga untuk
mendeskripsikannya, maka peneliti menggunakan Health Belief Model (HBM) (Wikipedia,
2020) sebagai kerangka penapisan. Alasan logis penggunaan HBM dalam menggali persepsi
pegawai terkait dengan penempatannya adalah karena kinerja pegawai akan berkaitan erat
dengan proses pengambilan keputusan untuk berkinerja dalan situasi dan kondisi
penempatannya saat itu. Dan tentunya keputusan tersebut berdasar pada kompetensi yang
dia yakini telah dikuasai, dan persepsi terkait kompetensi yang dibutuhkan untuk mengerjakan
pekerjaan di posisi atau penempatannya saat itu. Persepsi tersebut termasuk juga keyakinan
diri, mampu untuk melakukan kinerja sesuai dengan posisi dan penempatannya, berdasarkan
kemampuan dan kesiapan yang dimiliki. HBM memperjelas lagi komponen persepsi yang
mempengaruhi keputusan seseorang untuk berkinerja sesuai dengan posisi dan
penempatannya saat ini. Komponen dasar HBM, dibagi menjadi 6 teori, dimana empat
persepsi berikut berfungsi sebagai konstruksi utama model HBM ini, yakni: (Academia, 2019)
1. perceived seriousness,
2. perceived susceptibility,
3. perceived benefits,
4. perceived barriers.
Masing-masing persepsi ini, baik secara individu maupun berkombinasi, dapat
digunakan untuk menjelaskan perilaku seseorang yang berimbas pada pencapaian
kinerja seseorang. Baru-baru ini komponen lain telah ditambahkan ke HBM, yakni:

315
Eddy Siswanto, Persepsi Kesesuaian Penempatan Pegawai Dalam Menunjang Peningkatan Kinerja BBPK
Ciloto Tahun 2020

5. cues to action
6. self-efficacy
Perceived seriousness/severity, disebut juga sebagai keparahan yang dirasakan. Keparahan
yang dirasakan bermaksud sebagai persepsi seseorang dalam bentuk kesadaran/ pemahaman
seseorang terhadap tingkat keparahan masalah yang mungkin atau akan dialami (Anies, 2006).
Sehingga perceived seriousness juga memiliki hubungan dengan perilaku positif, jika presepsi
keparahan individu tinggi maka ia akan berperilaku kinerja yang positif (Conner, dkk, 2003).
Seriousness di sini mengacu pada tingkat keparahan kondisi (konsekuensi kerja yang meliputi
terhambatnya karir, penurunan pendapatan, dsb.) dan dampaknya terhadap gaya hidup
(konsekuensi social yang meliputi kemampuan kerja, hubungan social, dan lain-lain)
(Hochbaum, 1958). Contohnya individu percaya bahwa merokok dapat menyebabkan kanker
(Subagiyo, 2014).
Perceived susceptibility, disebut juga sebagai kerentanan yang dirasakan atau sebagai
persepsi subyektif berupa prasyarat kesadaran atau tingkat keyakinan seseorang tentang risiko
rugi atau terkena penyakit (Anies M, 2020). Hal ini mengacu pada keyakinan tentang
kemungkinan mendapatkan suatu masalah, misalnya, seorang wanita pasti percaya ada
kemungkinan mendapatkan penyakit kanker payudara sebelum dia mendapatkan
mammogram (Hayden, 2009).
Perceived benefits, disebut juga sebagai manfaat yang dirasakan. Ini mengacu pada
persepsi seseorang tentang efektivitas berbagai tindakan yang tersedia untuk mengurangi
ancaman penyakit atau penyakit (atau untuk menyembuhkan penyakit) (Lamorte, 2016).
Tentunya penyakit di sini didefinisikan sebagai permasalahan dalam kinerja pegawai. Jalannya
tindakan yang dilakukan seseorang untuk mencegah (atau menyembuhkan) masalah
bergantung pada pertimbangan dan evaluasi dari yang dirasakan dan manfaat yang dirasakan,
sehingga orang tersebut akan menerima dan melakukan perilaku yang disarankan jika
dianggap bermanfaat (Hochbaum, 1958). Ketika seseorang yakin bahwa ia rentan terhadap
sesuatu permasalahan dan risiko, dan juga sudah mengetahui bahayanya, maka ia tidak akan
begitu saja menerima saran untuk mengubah perilakunya, kecuali bila ia yakin bahwa perilaku
tersebut dapat mengurangi ancaman dan ia sanggup melakukannya (Anies, 2006). Contohnya
individu yang sadar akan keuntungan deteksi dini penyakit akan terus melakukan perilaku
sehat seperti pemeriksaan rutin kehamilan. Contoh lain adalah kalau terdapat seseorang tidak
merokok, maka dia tidak akan terkena kanker (Subagiyo, 2014).
Perceived barriers, disebut juga sebagai rintangan yang dirasakan. Ini mengacu pada
perasaan seseorang terhadap hambatan untuk melakukan perilaku yang disarankan (Lamorte,
2016). Ada variasi yang luas dalam perasaan penghalang, atau hambatan, yang menghasilkan
analisis biaya/manfaat. Orang tersebut mempertimbangkan keefektifan tindakan terhadap
persepsi bahwa hal itu mungkin mahal, berbahaya (misalnya, efek samping), tidak
menyenangkan (misalnya menyakitkan), menyita waktu, atau merepotkan (Glanz, 2008).
Contoh dari komponen ini adalah jika terdapat seseorang yang terbiasa merokok, kemudian
tidak merokok, maka pasti merasakan mulut terasa masam. Contoh lain yakni SADARI (periksa
payudara sendiri) untuk permpuan dirasa susah dalam menghitung masa subur, sehingga
membuat perempuan enggan untuk melakukan SADARI (Subagiyo, 2014).
Cues to action, disebut juga sebagai strategi untuk mengaktifkan kesiapan. Inilah
rangsangan/ picuan yang dibutuhkan dalam memicu proses pengambilan keputusan untuk
berperilaku sesuai dengan yang direkomendasikan (Lamorte, 2016). Isyarat ini bisa bersifat
internal (misalnya nyeri dada, mengi, dan lain-lain) atau eksternal (misalnya pesan-pesan
kesehatan melalui media massa, nasihat atau anjuran teman atau konsultasi dengan petugas
kesehatan) (Anies, 2006). Bila seseorang termotivasi dan dapat merasakan tindakan yang
menguntungkan untuk diambil, perubahan aktual sering terjadi bila ada isyarat eksternal atau
internal untuk memicu tindakan. Besarnya isyarat yang dibutuhkan untuk memicu tindakan

316
Jurnal Riset Teknologi dan Inovasi Pendidikan (JARTIKA)
Volume 3 Nomor 2 (Juli) 2020, Hal. 312-321

akan bergantung pada motivasi untuk berubah dan keuntungan yang dirasakan (Hochbaum,
1958). Contoh dari komponen ini salah satunya, saat ini, banyak dokter atau media massa
merekomendasikan bertindak dalam konteks berhenti merokok (Subagiyo, 2014).
Self-efficacy, disebut sebagai keyakinan dalam kemampuan seseorang untuk mengambil
tindakan (Anies, 2006). Dengan kata lain merupakan tingkat kepercayaan diri yang dalam
melakukan perilaku tertentu. Self-efficacy adalah konstruksi dalam banyak teori perilaku
karena berhubungan langsung dengan apakah seseorang melakukan perilaku yang diinginkan
(Lamorte, 2016).
Rumusan persepsi pada kajian ini merunut pada HBM, di mana seseorang akan
berperilaku atau memiliki keputusan untuk berperilaku didasarkan pada persepsi akan dirinya
dan persepsi atas lingkungan yang dihadapinya. Tentunya persepsi itu muncul dikarenakan
kompetensi dasar yang dimilikinya dalam berkinerja di lingkungan tertentu. Secara khusus,
kajian ilmiah ini berfokus pada persepsi pegawai terhadap posisi/ penempatannya di kantor,
dalam hal: (diadopsi dari HBM)
1. persepsi seseorang terhadap kesadaran akan risiko terburuk pada pekerjaan yang dia
lakukan di posisinya saat ini.
2. persepsi subyektif seseorang tentang risiko terkena permasalahan selama bekerja di
posisinya sekarang.
3. persepsi seseorang tentang efektivitas berbagai tindakan yang tersedia untuk
mengurangi permasalahan dalam pekerjaan.
4. perasaan seseorang terhadap hambatan untuk melakukan kinerja yang dibutuhkan
selama bekerja.
5. rangsangan yang dibutuhkan untuk memicu proses pengambilan keputusan untuk
melakukan kinerja yang direkomendasikan selama bekerja
6. keyakinan dalam kemampuan seseorang untuk mengambil tindakan selama berkinerja
di posisi saat ini.
Kajian ini dilakukan secara deskriptif dengan teknik cross sectional terhadap pegawai
BBPK Ciloto dari berbagai penempatan. Responden yang disasar pada kajian ini sebenarnya
seluruh pegawai BBPK Ciloto, namun pada praktiknya hanya sebagian besar pegawai yang
terkumpul saat apel/ briefing pagi di BBPK Ciloto. Tidak ada pembatasan mengenai usia, jenis,
kelamin, pendidikan, dan posisi/ penempatan kerja karena yang dikaji hanyalah persepsi yang
menuju pada kenyamanan bekerja dan kesesuaian penempatan atas kompetensi yang dimiliki
oleh masing-masing pegawai. Alat pengumpul data yang dipergunakan adalah kuesioner yang
berisi beberapa pernyataan singkat untuk ditanggapi dengan mengisi ruang jawaban yang
tersedia dan mudah dipahami oleh responden. Sejumlah pernyataan dimodifikasi agar sesuai
dengan 6 poin penting dalam HBM terkait persepsi responden terhadap penempatan dan
posisi kerjanya selama ini. Pertanyaan tersebut ditambah dengan satu pernyataan penguat
terkait kesesuaian bekerja di posisi/ penempatan saat ini. Beberapa pernyataan dibuat secara
negatif terhadap teori untuk mempertegas persepsi yang dimiliki responden. Kuesioner ini
dirancang agar mudah pada saat pengerjaan dan penyimpulan, karena jawaban responden
yang diharapkan berupa ya dan tidak. Ya berarti responden menyetujui pernyataan yang
diberikan, sementara jika jawabannya tidak maka berarti responden tidak menyetujui
pernyataan tersebut. Semua jawaban yang diisi responden akan mengarahkan pada hasil akhir
berupa kesesuaian responden pada posisi/ penempatan kerjanya di kantor.
Responden secara bersamaan akan mengisi kuesioner yang telah disiapkan oleh tim
kajian, untuk kemudian diisi dan dikumpulkan. Sebelum dianalisis, hasil kuesioner akan dipilih
mana yang lengkap, mana yang kurang lengkap (missing). Hasil kuesioner dikoding sesuai
jawaban responden merunut pada HBM. Jika jawabannya ya maka benilai 1 sementara
sebaliknya bila jawabannya tidak maka akan diberikan nilai 0. Kecuali pada beberapa
pernyataan terakhir yang merupakan pernyataan negatif terhadap teori yang dirunut (pada

317
Eddy Siswanto, Persepsi Kesesuaian Penempatan Pegawai Dalam Menunjang Peningkatan Kinerja BBPK
Ciloto Tahun 2020

matriks rekapan diberi tanda *), maka sistem koding akan dibalik antara jawaban ya dan tidak.
Nilai-nilai tersebut kemudian dijumlah secara numerik perpeserta, yang pada hakekatnya
menunjukkan tingkat positivisme dari persepsi yang ia miliki. Makin tinggi nilai yang ia dapat,
maka makin positif persepsinya terhadap posisi dan penempatannya saat ini. Nilai-nilai yang
terkumpul juga dijumlah per-pernyataan dalam kuesioner untuk mengidentifikasi persepsi
mana yang secara menonjol dimiliki oleh sebagian besar pegawai.
Semuanya kemudian direkap dan ditabulasi secara deskriptif (Laili, 2020). Khusus untuk
menganalisis kesesuaian penempatan pegawai, maka hasil rekap jumlah nilai per peserta,
kemudian dicari nilai-nilai penting seperti nilai total individual, total rata-rata, nilai -2 Standar
Deviasi (-2SD), dan sebagainya. Karena hasil rekapan berupa angka-angka yang terhitung, maka
hasilnya akan diolah merunut pada diagram distribusi normal, di mana responden yang bernilai
di bawah -2 Standar Deviasi, dianggap tidak sesuai penempatan (0). Sementara untuk sisanya
dianggap sudah sesuai dengan penempatan (1). Analisis ini dipertajam dengan pemisahan
responden dengan capaian nilai di bawah -2 SD, antara yang bernilai total di bawah 0,5 x 2SD
dengan di atas 0,5 x 2 SD. Di sini responden dengan nilai minimal dianggap penempatannya
tidak sesuai dengan kompetensi yang dimiliki, namun bila masih bernilai di atas 0,5 x 2 SD
masih termotivasi untuk bekerja di tempat lain dengan alasan pengembangan diri.

C. Temuan dan Pembahasan


Hasil pengumpulan data pada hari Jum’at pagi, tanggal 17 Januari 2020, didapatkan
jumlah responden yang lumayan besar, yaitu 146 responden yang merupakan pegawai di BBPK
Ciloto dengan penempatan/ posisi yang beragam. Masing-masing penempatan membutuhkan
kompetensi yang berbeda sebagai contoh: wisma, ruang makan, administrasi, keuangan, dan
sebagainya. Responden dikumpulkan pada satu ruangan besar, yang kemudian dibagi
kuesioner untuk dikerjakan. Walaupun berhasil menjaring sedemikian banyak responden pada
waktu yang bersamaan, namun masih dapat dimungkinkan didapatkan bias dari hasil
pendataan. Bias tersebut dimungkinkan adanya pengaruh teman duduknya saat pendataan.
Demikian pula dikarenakan terlalu banyak responden dalam satu ruangan, sehingga
pengawasan menjadi kurang dan mendapatkan hasil tidak sesuai harapan. Sebagai contoh:
dari 146 responden yang menjawab kuesioner, masih terdapat 10 orang yang tidak lengkap
mengisi lembar kuesioner, dan setelahnya tidak dapat ditelusur untuk jawaban yang belum
lengkap. Akhirnya data dari 10 responden dianggap missing dan tidak jadi diikutkan dalam
analisis selanjutnya.
1. Persepsi Pegawai terhadap Posisi dan Penempatannya
Setelah dihitung jumlah pencapaian pada masing-masing pertanyaan dan disajikan
dalam bentuk grafik, maka pemetaan persepsi positif terhadap masing-masing pertanyaan
dapat dilihat seperti Gambar 2 di bawah ini:

Gambar 2. Persepsi Positif terhadap Masing-Masing Pertanyaan

318
Jurnal Riset Teknologi dan Inovasi Pendidikan (JARTIKA)
Volume 3 Nomor 2 (Juli) 2020, Hal. 312-321

Dari Gambar 2 di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 5 dari 7 pernyataan mendapat
total nilai di atas rata-rata. Hal ini menunjukkan sebagian besar persepsi positif dimiliki
pegawai BBPK Ciloto atas posisi dan penempatannya. Pernyataan yang mendapat
tanggapan positif tertinggi yaitu pernyataan no.1 sebanyak 132 responden. Pernyataan ini
mengulas ketercapaian kinerja sesuai dengan yang diharapkan posisi/ penempatan saat
ini. Di sini responden berpresepsi bisa melaksanakan kinerja sesuai dengan beban kinerja
di posisi/ penempatan saat ini. Pernyataan yang mendapat tanggapan positif terkecil yaitu
pernyataan no. 5 sebanyak 18 responden. Pernyataan ini menggali kesesuaian kompetensi
yang terjadi saat bekerja di posisi saat ini. Artinya begitu banyak pegawai yang merasakan
kesenjangan kompetensi terhadap tugas dan beban kinerja pada posisi/ penempatan saat
ini. Sementara pernyataan no. 7 yang menekankan bahwa perpindahan posisi tidak hanya
satu-satunya cara untuk pengembangan diri, dihubungkan dengan kinerja saat ini di posisi
sekarang, ternyata hanya mendapat 28 tanggapan positif. Artinya masih banyak pegawai
yang membutuhkan perpindahan posisi sebagai cara pengembangan kompetensinya.

2. Kesesuaian Penempatan Pegawai berdasarkan Persepsi


Dari 136 responden yang menanggapi 7 pernyataan dengan lengkap atas kuesioner
yang diberikan, maka dapat dihitung capaian hasil koding sebagai berikut:
a. Nilai tertinggi :7
b. Nilai terendah :1
c. Rata-rata jawaban : 4.047
d. Standar Deviasi : 1,395
e. -2 SD : 2,790
f. < -2SD : 14 orang
g. < 0,5 x (-2SD) : 4 orang
Dengan menggunakan pendekatan distribusi normal, maka dengan batas -2 SD
didapatkan hasil sebagai berikut:

Gambar 3. Kesesuaian Penempatan Pegawai dengan Persepsi Kompetensi yang


Dimiliki

Dari 136 responden (89,70%), sebanyak 14 responden tidak memberikan tanggapan


yang positif atas penempatan/ posisinya saat ini di tempatnya bekerja. Sebanyak 4
responden (2,94%) menyatakan ketidaksesuaian penempatan pegawai ini diakibatkan
karena kesenjangan/ ketidaksesuaian kompetensi yang dimiliki dengan sasaran kinerja di
posisi/ penempatannya saat ini. Sementara sisanya, sebanyak 10 responden (7,35%)
merasakan perlunya dipindahkan dari tempat tugasnya yang sekarang, dengan alasan
pengembangan kompetensi.

319
Eddy Siswanto, Persepsi Kesesuaian Penempatan Pegawai Dalam Menunjang Peningkatan Kinerja BBPK
Ciloto Tahun 2020

D. Simpulan dan Saran


Secara umum sebagian besar pegawai BBPK Ciloto memiliki persepsi yang positif terhadap
posisi/ penempatannya di BBPK Ciloto. Hal ini dibuktikan dengan sebanyak 5 dari 7 persepsi
memperoleh nilai total di atas rata-rata. Demikian pula penempatan pegawai selama ini dapat
dikatakan sesuai dengan persepsi yang dimiliki oleh pegawai BBPK Ciloto. Hal ini dibuktikan
dengan sebanyak 136 responden (89,70%) yang menyambut baik posisi/ penempatannya di
unit saat ini. Hanya 4 responden (2,94%) menyatakan ketidaksesuaian penempatan dengan
kompetensi yang dimilikinya, sementara 10 responden lainnya (7,35%) menyatakan perlunya
dipindahtugaskan ke posisi lain dengan alasan pengembangan kompetensi.
Pengelola kepegawaian BBPK Ciloto hendaknya menindaklanjuti hasil kajian ini dengan
konfirmasi ulang terhadap 14 responden tersebut, untuk dilakukan verifikasi menggunakan
hasil kajian lain, atau dengan wawancara langsung. Selanjutnya dapat dipindahtugaskan ke
posisi kerja yang sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya, diganti penempatannya secara
bergilir untuk penyegaran (rolling), mendapatkan prioritas untuk pengembangan kompetensi
yang disesuaikan dengan posisi dan penempatannya, atau hal lain sesuai dengan kebijakan
pimpinan yang bersangkutan. Khusus untuk kajian serupa yang melibatkan banyak responden,
alangkah baiknya dicoba pengumpulan data dalam kelompok kecil atau sendiri-sendiri, untuk
membatasi komunikasi antar responden dan juga agar mudah untuk dikelola. Hal ini juga
memperkecil kemungkinan didapatkannya missing data di kajian selanjutnya.

Ucapan Terima Kasih


Penulis ucapkan banyak terima kasih pada kepala BBPK Ciloto atas perkenannya sehingga
kajian ilmiah ini berhasil saya selesaikan. Terima kasih juga saya ucapkan pada Bagian Tata
Usaha BBPK Ciloto, terutama para staff kepegawaian dan Tim Wilayan Bebas dari Korupsi
(WBK), atas bantuan dan perhatiannya sehingga kegiatan pengumpulan data berikut
analisisnya bisa berjalan dengan baik. Saya ucapkan juga banyak terima kasih pada semua
pihak, termasuk para kontributor pustaka yang tidak dapat disebutkan satu persatu karena
sudah menjadi pengetahuan yang mendasari saya menulis kajian ilmiah ini.

Daftar Pustaka
A. Wawan dan Dewi M. (2016). Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia. In
Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia (pp. 19–47).
Abdul Kadir. (2014). Pengenalan Sistem Informasi Edisi Revisi. Edisi Revisi.
Ardiansyah, M. (2018). Produktivitas Aparatur Sipil Negara.
Asih, G. Y., & Dewi, R. (2017). Komitmen karyawan ditinjau dari self efficacy dan persepsi dukungan
organisasi,di cv. Wahyu jaya semarang. Jurnal Dinamika Sosial Budaya, 19(1), 35.
https://doi.org/10.26623/jdsb.v19i1.684
ASN, U. (2014). UU ASN No. 5 tahun 2014. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014
Tentang Aparatur Sipil Negara, 1–105.
Aulia Faris Akbar. (2012). Definisi pengetahuan, sikap, dan perilaku. Definisi Pengetahuan, Sikap, Dan
Perilaku, 1–23.
Muljanto, M. A. (2015). Menumbuhkan Pola Pikir, Sikap, dan Perilaku Positif sebagai Pegawai Negeri
Sipil.
Simamora, B. (2018). Netralitas Aparatur Sipil Negara dalam Pemilihan Gubernur Riau Tahun 2018.
Jurnal Hukum Respublica, 17(2), 215–229. https://doi.org/10.31849/respublica.v17i2.2071
Sudarma, K., & Murniasih, E. (2016). Pengaruh Persepsi Dukungan Organisasi dan Kompensasi pada
Kinerja Karyawan Dimediasi Komitmen Afektif. Management Analysis Journal, 5(1), 24–35.
Sulistiawan, D., Riadi, S. S., & Maria, S. (2018). Pengaruh budaya organisasi dan lingkungan kerja
terhadap kinerja pegawai. KINERJA, 14(2), 61. https://doi.org/10.29264/jkin.v14i2.2480
Suripatty, G. (2019). Standar Prosedur Pelaksanaan Rekrutmen dan Seleksi Aparatur Sipil Negara. Jurnal

320
Jurnal Riset Teknologi dan Inovasi Pendidikan (JARTIKA)
Volume 3 Nomor 2 (Juli) 2020, Hal. 312-321

Sosio Sains.
Sutanja, T. (2019). Pengaruh Motivasi, Kepemimpinan dan Disiplin Pegawai terhadap Kinerja Pegawai.
Journal of Management Review, 3(2), 321–325. https://doi.org/10.25157/mr.v3i2.2514
Wawan. (2012). Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia. In Syafni. https://doi.org/doi:
10.1023/B:HYDR.0000008590.37567.fa
Welda, W., & Minartiningtyas, B. A. (2017). Sistem Informasi Pengelolaan Kerjasama Bidang Humas pada
STMIK STIKOM Indonesia. Jurnal Sisfokom (Sistem Informasi Dan Komputer), 6(2), 86.
https://doi.org/10.32736/sisfokom.v6i2.252
Wulandari, N., & Adianto, A. (2020). Kinerja Komisi Aparatur Sipil Negara Sebagai Lembaga Pengawas
Netralitas Aparatur Sipil Negara. Jurnal Humaniora : Jurnal Ilmu Sosial, Ekonomi Dan Hukum, 4(1),
166–171.

321
Jurnal Riset Teknologi dan Inovasi Pendidikan (JARTIKA)
https://journal-litbang-rekarta.co.id/index.php/jartika
p-ISSN: 2622-4763 | e-ISSN: 2622-2159 | Vol. 3 No. 2 (Juli) 2020, Hal. 322-330

Pengaruh Budaya Organisasi, Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja dan


Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan

Tarjo
Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Setih Setio Muara Bungo, Indonesia
tarjuly4@gmai.com

Abstrak: Penelitian dilakukan bertujuan menganalisis pengaruh budaya organisasi motivasi kerja,
kepuasan kerja dan komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan. Metode penelitian dengan
pendekatan survei, populasi dan sampel karyawan jumah sampel sebanyak 83 responden dengan
tehnik pengambian sampel simpel random sampling dengan rumus slovin. Analisis data regresi liner
berganda dengan software SPSS versi. 20. Hasil penelitian H1: diterima pengaruh budaya organisai
sig. 0.022 < 0.05 dan thitung > ttabel (2.342 > 1.990). H2: diterima pengaruh motivasi kerja terhadap
kinerja karyawan sig. 0.000 < 0.05 dan thitung > ttabel (3.792 > 1.990). H3: ditolak pengaruh
kepuasan Kerja terhadap kineja karyawan sig. 0.278 > 0.05 dan thitung < ttabel (1.093 < 1.990). H4:
diterima pengaruh komitmen organisasi terhadap kineja karyawan sig. 0.045 < 0.05 dan thitung >
ttabel (2.093 > 1.990). H5: diterima secara simultan pengaruh X1, X2, X3 dan X4 terhadap kinerja
karyawan sig. 0.000 < 0.05 dan fhitung > ftabel (40.154 > 2.49).
Kata kunci: Budaya Organisasi, Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasi, Kinerja
Karyawan

Abstract: The study was conducted aimed at analyzing the influence of organizational culture on work
motivation, job satisfaction and organizational commitment on employee performance. The research
method is by survey approach, population and sample number of sample employees are 83
respondents with simple random sampling sampling method with slovin formula. Analysis of multiple
linear regression data with SPSS software version. 20. H1 research results: accepted influence of
organizational culture sig. 0.022 < 0.05 and tcount > t table (2,342 > 1,990). H2: accepted the
influence of work motivation on employee performance sig. 0,000 < 0.05 and tcount > ttable (3,792 >
1,990). H3: rejected the effect of Job satisfaction on employee performance sig. 0.278 > 0.05 and t < t
table (1.093 < 1.990). H4: the effect of organizational commitment is accepted on employee
performance sig. 0.045 < 0.05 and tcount > t table (2.093 > 1.990). H5: Simultaneously accepted the
influence of X1, X2, X3 and X4 on employee performance sig. 0,000 < 0.05 and fcount > ftabel (40154 >
2.49).
Keywords: Organizational Culture, Work Motivation, Job Satisfaction, Organizational Commitmen
Employee performance.

Article History:
Received: 19-06-2020
Revised : 09-07-2020 This is an open access article under the CC–BY-SA license
Accepted: 09-07-2020
Support by:
Online : 10-07-2020

322
Jurnal Riset Teknologi dan Inovasi Pendidikan (JARTIKA)
Volume 3 Nomor 2 (Juli) 2020, Hal. 322-330

A. Pendahuluan
Sumber daya manusia menjadi aset penting bagi perusahaaan, keberadaan sumber daya
manusia atau karyawan menjadi penentu keberhasilan perusahaan. Kinerja perusahaan
ditentukan oleh bagaimana kinerja karyawan itu sendiri. Budaya organisasi yang merupakan
nilai-nilai yang diciptakan dipahami serta dijalankan secara konsiten, budaya organisasi setiap
perusahaan berbeda satu dengan yang lainnya sehingga menjadi ciri khas suatu perusahaan
dan menjadi pembeda organisasi satu dengan yang lainnya. Sumber daya manusia paling
bernilai, dan ilmu perilaku, banyak teknik dan program yang dapat menuntun pemanfaatan
sumber daya manusia secara lebih efektif (Pertiwi & Oka Suryadinata Gorda, 2019)
(Febriantina et al., 2018) (Fauzan & Sumiyati, 2015).
Budaya organisasi menjadikan perusahaan memiliki keunggulan bersaing. Budaya
perusahaan menjadi ciri pembeda dengan organisasi lainnya, oleh sebab itu perusahaan
hendaknya dapat dengan sungguh-sungguh untuk menerapkan budaya yang dimiliki dalam
mewujudkan kinerja karyawan (Febriantina et al., 2018). Budaya organisasi menjadi penentu
paling besar pada peningkatan kinerja (Meutia, 2019). Namun budaya organisasi hendaknya
didukung oleh motivasi kerja untuk meningkatkan kinerja karyawan karena budaya organisasi
masih kecil kontribusinya bagi perusahaan yaitu sebesar 23.9% oleh karena itu membutuhkan
motivasi kerja sebagai salah satu faktor penentunya (Nelfianti et al., 2018) (Indayati et al.,
2012).
Budaya organisasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan, budaya organisasi
mengambarkan suatu keadaan dimana karyawan dapat bekerja dengan aturan-aturan yang
mengikat yang dinamakan sebagai budaya perusahaan, sehingga dengan budaya organisasi
menjadikan nilai dan prinsip dalam menjalankan organisasi (Sugiyarti, 2012).
Motivasi kerja mutlak harus ada dalam diri seseorang untuk melaksanaan dan
menggerakkan seseorang dalam bekerja di sebuah lembaga atau organisasi dalam mencapai
kinerja yang maksimal Hasibuan dalam (Simanjuntak, 2020) selanjutnya Robbins menyatakan
motivasi yang terdapat pada diri setiap orang sebagai pendorong dalam mewujudkan perilaku
untuk mencapai apa yang diharapkan. Sebab motivasi merupakan kondisi dimana orang mau
berupaya sekuat tenaga untuk organisasi dan kepentingan individu itu sendiri (Simanjuntak,
2020).
Jika motivasi karyawan tinggi maka akan menyebabkan kinerjanya juga maksimal, tapi jika
sebaliknya maka kinerja tidak sesuai dengan harapan perusahaan itu sendiri. Tanpa motivasi
kerja perusahaan akan mengalami kesulitan dalam mewujudkan tujuan secara maksimum,
motivasi menyebabkan setiap orang untuk bekerja dengan giat dan tekun. Motivasi seseorang
dapat berasal dari dalam maupun luar. Motivasi kerja timbul karena ada kebutuhan, karena
uang, penghargaan yang dikenal dengan faktor ektrinsik dan intrinsik (Budi, et al., 2019).
Kepuasan kerja adalah perasaaan yang dimiliki sesorang sebagai respon atas lingkungan
yang ada sehingga mendorong seseorang dan menggerakkan serta mengarahkan perilaku
untuk mencapai tujuan (Pertiwi & Oka Suryadinata Gorda, 2019). Kepuasan kerja menjadi
penentu keberhasilan perusahaan. Kepuasan kerja adalah suatu yang berkaitan dengan
pribadi, orang tidak akan sama dalam hal kepuasan kerjanya. Kepuasan merupakan gambaran
keadaan seseorang atas sikap senang atau tidak senang, puas atau tidaknya dalam bekerja,
karyawan yang puas akan melakukan pekerjaaannya dengan senang hati serta sungguh-
sungguh namun jika karyawan tidak puas maka akan melakukan pekerjaan apa adanya tanpa
berupaya untuk melakukan hal yang baik dan banyak kesalahan yang akan terjadi (Tanjung,
2020).
Agar kepuasan kerja karyawan dapat terwujud maka perlu mempertimbangkan variabel
yang menentukan antara lain motivasi kerja budaya organisasi, jika perusahaan dapat
mengkamodir dan karyawan dapat menerima dengan baik maka dapat menciptakan kepuasan

323
Tarjo, Pengaruh Budaya Organisasi, Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi Terhadap
Kinerja Karyawan

kerja, karena kepuasan kerja sangat sulit untuk dicapai, kepuasan kerja adalah apa yang
dirasakan oleh semua karyawan tergantung pada lingkungan sekitar (Rismayadi & Maemunah,
2016).
Komitmen organisasi dari karyawan menjadi salah satu penentu keberhasilan perusahaan.
Komitmen organisasi berarti karyawan memiiki tekat yang kuat dan terlibat langsung untuk
memajukan perusahaan dan ingin selalu menetap di perusahaan karena memiliki keyakinan
dan kepercayaan terhadap tujuan organisasi Gibson dan Mathis dalam (Sudirjo & Pawiyatan,
2006). Orang yang tidak memiliki komitmen akan terlihat dari sikapnya bahwa mereka merasa
bukan bagian dari organisasi, menganggap diri sebagai orang luar sehingga mereka tidak mau
melibatkan dirinya secara total pada organisasi.
Ganesan dan Weitz (1996) menyatakan bahwa komitmen organisasi akan terlihat ciri-
cirinya sebagai berikut: 1. Perasaaan memiliki organisasi 2. Memiliki rasa bangga pada
organisasi 3. Memiliki kepedulian terhadap organisasi 4. Memiliki keinginan kuat bekerja
dalam organisasi 5. Memiliki keyakinan yang kuat pada niai-nilai organisasi dan 6. Memiliki
tekat yang kuat dan berbuat untuk kepentingan organisasi (Indayati et al., 2012)
Komitmen organisasi menurut Luthans (2006) suatu sikap loyal karyawan pada
perusahaan tempat bekerja rasa peduli yang tinggi dan keinginan menyukseskan serta
memajukan organisasi bukan hanya untuk sekarang tetapi juga untuk masa yang akan datang.
Selanjutnya indikator komitmen organisasi tertdiri komitmen afektif, komitmen berkelanjutan
dan komitmen normatif (Hafid, 2019), (Hakim & Hadipapo, 2015) (Nurraeda, Sruati, 2020)
Sedarmayanti (2009) menyatakan kinerja merupakan pencapaian individu atau kelompok
yang didasarkan pada tugas dan wewenang yang telah diberikan oleh organisasi, dilakukan
dengan mematuhi segala aturan yang berlaku, artinya untuk menghasilkan kinerja harus
dilakukan dengan cara-cara yang baik serta tidak terjadi pelanggaran (Nelfianti et al., 2018)
Kinerja karyawan menjadi tolok ukur keberhasilan perusahaan, kinerja karyawan salah
satunya menjalankan budaya organisasi secara konsisten namun karyawan harus memiliki
motivasi dalam bekerja (Sugiyarti, 2012). Lebih lanjut kinerja selain dipengaruhi oleh budaya
namun juga ada faktor lain seperti gaji, gaji menjadi motivasi yang mempengaruhi kinerja
karyawan. Kinerja karyawan dapat dipengaruhi oleh buadaya organisasi dan komitmen
organisasi, oleh karena itu harus tercipta motivasi dalam diri karyawan serta kepuasan
kerjanya
Terdapat gap penelitian sebelumnya yang meneliti tentang budaya organisasi tidak
berpengaruh terhadap kinerja karyawan seperti (Sriekaningsih, 2017), (Haryanti Shinta, 2015),
(Megantara et al ., 2019). Moivasi kerja tidak berpengaruh terhadap kinerja karyawan (Budi et
al ., 2019) (Dewi Shanty, 2017), (Hasmalawati, 2018) dan kepuasan kerja tidak berpengaruh
terhadap kinerja karyawan (Tarjo, 2019b). Sementara komitmen organisasi berpengaruh tidak
signifikan terhadap kinerja karyawan (Dewi Shanty, 2017), (Murty & Hudiwinarsih, 2012)
(Dewi, 2019).
Hasil penelitian terdahulu telah banyak membahas tentang pengaruh budaya orgaisasi,
motivasi kerja, kepuasan kerja dan komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan, namun
masih ditemukan perbedaan antara peneliti yang satu dengan yang lainnya yang telah
disebutkan di atas, sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengkonfirmasi gap hasil
penelitian sebelumnya.

B. Metode Penelitian
Penelitian yang digunakan adalah metode survei, pengumpulan data menggunakan
kuesioner yang dipersiapkan sebelumnya dan didistribusikan kepada responden. Sumber data
terdiri data primer dan data skunder, data primer penelitian berupa kuesioner dan data
skunder dari buku dan jurnal ilmiah. Populasi penelitian ini seluruh karyawan dan sampel

324
Jurnal Riset Teknologi dan Inovasi Pendidikan (JARTIKA)
Volume 3 Nomor 2 (Juli) 2020, Hal. 322-330

penelitian berjumlah 83 responden yang ditentukan menggunakan rumus slovin serta tehnik
pengambilan sampel dengan simple random sampling. Analisis data penelitian menggunakan
regresi linear berganda dengan software IBM Statistik SPSS versi. 20 (Tarjo, 2019a).
Berdasarkan gap penelitian yang dikemukakan diatas dan kajian lieratur, maka kerangka
konsep penelitian ini seperti pada Gambar 1 berikut ini:

Budaya
Organisasi
(X1)

Motivasi Kerja
(X2) Kinerja
Karyawan (Y)
Kepuasan
Kerja (X3)

Komitmen
Organisasi
(X4)

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep penelitian pada gambar. 1 diatas, maka hipotesis dalam
penelitian sebagai berikut:
H1: Apakah Terdapat pengaruh Budaya organisasi terhadap kinerja karyawan.
H2: Apakah Terdapat pengaruh Motivasi Kerja terhadap kinerja karyawan
H3: Apakah terdapat pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan
H4: Apakah terdapat pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja kayawan
H5: Apakah terdapat pengaruh budaya organisasi motivasi kerja kepuasan kerja dan
komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan

C. Temuan dan Pembahasan


Hasil temuan penelitian disajikan dalam Tabel 1, Tabel 2 dan Tabel 3 di bawah ini:

Tabel. 1 Hasil uji statistik T (hasil Uji Parsial)


a
Coefficients
Variabel T Sig
1 Budaya Organisasi 2.342 .022
2 Motivasi Kerja 3.792 .000
3 Kepuasan Kerja 1.093 .278
4 Komitmen Organisasi 2.039 .045

Berdasarkan pada Tabel 1 di atas, nilai koefisiennya sebesar 0.173, dengan signifikan
sebesar 0.022 < 0.05. Hasil uji ini membuktikan bahwa budaya organisasi memiliki pengaruh
terhadap kinerja karyawan. Nilai koefisien 0.661 dengan signiifikan sebesar 0.000 < 0.05 yang
berarti motivasi kerja memiliki pengaruh terhadap kinerja karyawan sedangkan nilai koefien
0.212 dan signifikan 0.045 < 0.05 yang berarti komitmen organisasi memiliki pengaruh
terhadap kinerja karyawan. Berikutnya hasil uji statistik F (secara simultan) terlihat seperti
pada Tabel 2 di bawah ini:

325
Tarjo, Pengaruh Budaya Organisasi, Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi Terhadap
Kinerja Karyawan

Tabel. 2 Hasil uji statistik F (hasil Uji Simultan) Anova


Variabel F Sig
1 X1, X2, X3 dan X4 2.342 .000

Berdasarkan Tabel 2 diatas bahwa variabel budaya organisasi, motivasi kerja, kepuasan
kerja dan kinerja karyawan secara simultan memiliki pengaruh terhadap kinerja karyawan nilai
fhitung sebesar 40.154 dan signifikan 0.000 < 0.05.
Selanjutnya hasil uji statistik koefisien Derterminasi (RSquare) disajikan dalam tabel. 3
dibawah ini:
Tabel 3. Hasil Uji Rsquare (R2) Model Summaryb
R RSquare Adjusted R Std. Error of
Square the Estimate
a
1 .820 .673 .656 3.470

Berdasarkan hasil uji statistik di Tabel 3 nilai R Square sebesar 0.673. Nilai 0.673 x 100%
sebesar 67.3%. Artinya model yang digunakan dalam penelitian dari variabel budaya
organisasi, motivasi kerja, kepuasan kerja dan komitmen organisasi dapat memprediksi dan
menjelaskan pengaruhnya terhadap kinerja karyawan.

H1: Terdapat Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan


Hasil uji statistik H1: diterima, diketahui bahwa nilai thitung > ttabel (2.342 > 1.990) dan
signifikansi 0.000 < 0.05. Artinya budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja
karyawan. Budaya organisasi yang merupakan nilai-nilai yang tertanam pada diri karyawan
memberikan kontribusi dalam meningkatkan kinerja karyawan.
Kinerja karyawan yang semakin baik karena karyawan memiliki cara kerja yang berbeda,
artinya nilai-nilai perusahaan dipahami dengan baik dan dijalankan secara kontinyu sehingga
bekerja sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan sudah menjadi suatu
kebiasaan, sudah mengakar bahkan karyawan tidak perlu diawasi mereka akan bekerja sesuai
tugasnya masing-masing, bukan karena ada atasan karyawan bekerja dengan baik, lebih
dikarenakan rasa tanggung jawabnya terhadap pekerjaan.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh (Febriantina, 2018), (Hafid,
2018), (Indayati, 2012), (Muzaki, 2017), (Rismayadi, 2019), (Sriekaningsih, 2018), (Nelfianti,
2018) dan (Meutia, 2019) bahwa budaya organisasi memberi pengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja karyawan. Karena budaya organisasi yang ada dapat disikapi dengan positif
dan menjadi konsekwensi jika bergabung dengan perusahaan maka menjalankan nilai-nilai
budaya yang berlaku. Namun hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan
oleh (Haryani, 2019), (Ilma Megantara, 2019) bahwa budaya organisasi berpengaruh tidak
signifikan terhadap kinerja karyawan. Artinya budaya yang ada diperusahaan tersebut belum
dijalankan dengan baik oleh seluruh karyawan.

H2: Terdapat Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja Karyawan


Hasil uji statistik H2: diterima, diketahui bahwa nilai thitung > ttabel (3.792 > 1.990) dan
signifikansi 0.000 < 0.05. Artinya motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja karyawan. Karyawan yang memiliki motivasi kerja yang ada didalam diri seseorang akan
mengakibatkan kinerjanya lebih baik atau kinerjanya akan meningkat.
Motivasi kerja merupakan suatu hal yang sangat penting harus dimiliki oleh karyawan,
karyawan yang motivasi kerjanya baik maka akan melaksanakan tugasnya dengan sepenuh
hati, karyawan juga lebih disiplin, karyawan yang memiliki motivasi bisa di sebabkan oleh
beberapa hal misalnya gaji, hubungan kerja sesama karyawan baik bahkan hubungan dengan
atasan bisa dikatakan harmonis. Hasil peneitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh

326
Jurnal Riset Teknologi dan Inovasi Pendidikan (JARTIKA)
Volume 3 Nomor 2 (Juli) 2020, Hal. 322-330

(Dewi.N.N, 2019), (Murti, 2012), (Muzaki, 2019), (Pertiwi, 2019), (Rismayadi, 2016) dan
(Simanjuntak, 2020).
Namun hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Budi,
2019), (Hasmalawati, 2018) dan (Dewi Shanti, 2017) bahwa motivasi kerja berpengaruh tidak
signifikan. Hal ini bisa disebabkan oleh banyak hal antara lain gaji, reward, hubungan sosial
atau faktor keluarga pada karyawan itu sendiri.

H3: Terdapat Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan


Hasil uji statistik H3: Ditolak, diketahui bahwa nilai thitung < ttabel (1.093 < 1.990) dan
signifikansi 0.000 > 0.05. Artinya kepuasan kerja berpengaruh tidak signifikan terhadap kinerja
karyawan. Kepuasan kerja yang merupakan perasaaan yang dimiliki oleh seseorang atas
respon lingkungan yang ada. Kepuasan kerja akan tercipta bisa jadi pekerjaan mereka sendiri,
pekerjaan yang kurang menantang atau pekerjaan yang memiliki risiko tinggi sedangkan
karyawan tidak mampu melaksanakan dengan baik. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan (Tarjo, 2019) bahwa kepuasan kerja berpengaruh tidak signifikan
terhadap kinerja karyawan. Artinya karyawan merasa pekerjaannya kurang tantangan atau
kurang supervisi dari atasan sehingga karyawan stres menghadapi masalah yang timbul dari
pekerjaannya.
Akan tetapi hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Dewi,
2019), (Simanjuntak, 2020), (Sugiyarti, 2012) dan (Tanjung, 2020) bahwa kepuasan kerja dapat
diwujudkan dengan pekerjaan yang sesuai dengan kapasitas dan kemampuan karyawan itu
sendiri. Jadi kepuasan kerja karyawan terutama karena pekerjaan itu sendiri, artinya karyawan
merasakan ada kecocokan dengan tugas yang diembannya. Karyawan yang memiliki tingkat
kepuasan yang dirasakan maka akan memberikan dampak yang baik terhadap kinerjannya.
Karyawan yang puas akan bekerja secara maksimal untuk mencapai tujuan organisasi yang
ditentukan oleh seberapa baik kinerja individu yang telah dicapai.

H4: Terdapat Pengaruh Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Karyawan


Hasil uji statistik H4: diterima, diketahui bahwa nilai thitung > ttabel (2.039 > 1.990) dan
signifikansi 0.000 < 0.05. Artinya komitmen organisasi berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja karyawan. Komitmen organisasi menandakan bahwa karyawan memiliki tekat
yang kuat untuk memajukan perusahaan dimana mereka bekerja. Komitmen karyawan ini
sebagai gambaran bahwa karyawan rasa memiliki terhadap perusahaan termasuk baik,
karyawan ingin tetap bertahan diperusahaan dan tidak ada keinginan untuk berpindah ke
perusahaan lain.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh (Murti, 2012), (Indayati,
2012), (Fauzan, 2015), (Dewi shanti, 2017), (Hafid, 2019), (Meutia, 2019) bahwa komitmen
organisasi memilki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Kierja karyawan
akan ditentukan oleh seberapa besar karyawan bertekat memajukan perusahaannya.
Keberhasilan perusahaan akan ditentukan oleh seberapa kuat tekat karyawan untuk tetap
bertahan, semakin kuat karyawan untuk tetap berkaris jangka panjang demi keberlanjutan
organisasi tersebut maka akan mempengaruhi kinerjaya, tetapi jika karyawan yang memiliki
sifat sebagai kutu loncat maka mereka akan berkeja jika melihat keuntungan yang akan
diperoleh bukan karena perusahaannya supaya berkembang dan lebih maju.
Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Dewi.N.N, 2019),
(Murti, 2012), dan (Dewi Shanti, 2017) bahwa komitmen organisasi berpengaruh tidak
signifikan terhadap kinerja karyawan. Artinya bahwa karyawan tidak memiliki kemauan yang
kuat untuk memajukan perusahaan, karyawan yang tidak memiliki komitmen juga di sebabkan
oleh tingkat kepuasan kerja dan motivasinya yang rendah. Komitmen yang rendah pada diri
karyawan bisa disebabkan oleh persepsi karyawan. Karyawan merasa bahwa dirinya bukanlah

327
Tarjo, Pengaruh Budaya Organisasi, Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi Terhadap
Kinerja Karyawan

bagian dari perusahaan sehingga merasa asing, jika karyawan mempunyai pemeikiran
demikian maka sulit rasanya akan tercipta komitmen dalam diri karyawan. Kalau merasa
sebagai orang luar perusahaan maka dalam pemikiran mereka dalam bekerja tidak
memberikan segala kemampuannya secara total untuk perusahaan.

H5: Terdapat Pengaruh Budaya Organisasi, Mativasi Kerja, Kepuasan Kerja dan Komitmen
Organisasi Terhadap Kinerja karyawan.
Hasil uji statistik H5: diterima, diketahui bahwa nilai fhitung > ftabel (40.154 > 2.49) dan
signifikansi 0.000 < 0.05. Artinya budaya organisasi, motivasi kerja, kepuasan kerja dan
komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Hasil pengujian ini
secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan.
Jadi karyawan yang memahami dengan baik budaya organisasi dimana perusahaan
tempat bekerjanya benar-benar telah dijalankan dan diterima sebagai suatu nilai yang berbeda
dibandingkan dengan perusahaan lain dan merasa bangga bekerja di perusahaan tersebut.
Dengan adanya budaya perusahaan yang mereka sikapi secara positif maka menjadi salah satu
motivasi dalam diri karyawan.
Motivasi kerja akan tercipta seandainya budaya yang ada menjadi daya tarik sendiri, budaya
memberikan peluang untuk menuangkan ide-ide kreatifnya. Kepuasan kerja karyawan bisa
dirasakan karena memiliki penghasilan berupa gaji, hubungan baik sesama karyawan dan
atasan dan juga merasakan apa yang diterima selama ini sesuai dengan harapan karyawan itu
sendiri.
Komitmen organisasi terwujud bahwa karyawan ingin bekerja lebih lama dan memberikan
yang terbaik bagi perusahaan, komitmen organsasi ini terjadi jika perusahaan konsisten
terhadap karyawan sesuatu yang dijanjikan akan memberi tekat yang kuat dalam bekerja harus
baik dan lebih baik. Sehingga ketiga variabel independen ini secara bersama-sama dapat
berpengaruh positif dan signifikan terjadap kinerja karyawan.

D. Simpulan dan Saran


Hasil pengujian statistik H1: diterima, Budaya Organisasi berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja karyawan . H2: diterima, Motivasi Kerja berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja karyawan. Uji statistik H3: ditolak, kepuasan kerja berpengaruh
tidak signifikan terhadap kinerja karyawan.
Hasil uji statistik H4: diterima, Komitmen Oranisasi berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja karyawan. Dan H5: diterima, Budaya Organisasi, motivasi Kerja, Kepuasan
Kerja dan Komitmen Organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.
Saran kepada manajemen untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawan bisa melalui
yang ada kaitan dengan pekerjaannya apakah telah tepat penempatannya. Pekerjaan atau
devisi kerja menjadi melemahkan kepuasan kerja karyawan, ini bisa terjadi karena pekerjaan
yang kurang menantang atau pekerjaan dirasakan berat oleh karyawan tersebut.
Untuk peneliti selanjutnya dapat menambah variabel lingkungan kerja, Gaya
Kepemimpinan dan kompetensi.

Ucapan Terima Kasih


Penelitian ini terlaksana atas dukungan dan izin yang Bapak selaku pimpinan PT. Bungo Limbur
Muara Bungo dan juga kepada Qolbyah Wulandari mahasiswiku yang telah membantu
penelitian, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya semoga perusahaan semakin
maju, berkembang pesat dan sukses selalu.

328
Jurnal Riset Teknologi dan Inovasi Pendidikan (JARTIKA)
Volume 3 Nomor 2 (Juli) 2020, Hal. 322-330

Daftar Pustaka
Budi Arief Setya, Muhammad Rizky Kusumayudha, D. R. (2019). Pengaruh Motivasi dan Lingkungan Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan. Jurnal Kajian Ilmiah, 19, No.3(3).
https://doi.org/10.32493/jjsdm.v3i3.4869
Dewi, N. N. (2019). Pengaruh Motivasi Dan Komitmen Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Dan Kinerja
Karyawan. Jurnal Ecopreneur.12 Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, 2(2), 36–40.
Dewi Shanty, S. M. (2017). Analisis Pengaruh Kompensasi, Motivasi, Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja
karyawan dengan komitmen Organisasi Sebagai Variabel intervening. Jurnal Informasi,
Perpajakan, Akuntasi Dan Keuangan Publik, 12(2), 102–120.
Fauzan, A. H., & Sumiyati. (2015). Pengaruh Komitmen Organisasi Terhadap The Influence Of
Organizational Commitment On Employee Performance Pt . Bank Mandiri . Tbk . Cirebon Area ( Yos
Sudarso ). 1–20.
Febriantina, S., Nur Lutfiani, F., & Zein, N. (2018). Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Guru.
Tadbir Muwahhid, 2(2), 120. https://doi.org/10.30997/jtm.v2i2.1313
Hafid, H. (2019). Pengaruh Budaya Organisasi, Komitmen Organisasi Dan Lingkungan Kerja Terhadap
Kinerja Pegawai Di Dinas Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa Kabupaten Polewali Mandar. Jurnal
Mirai Management, 4(2), 122–136.
Hakim, A., & Hadipapo, A. (2015). Peran Kepemimpinan Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja
Sumber Daya Manusia Di Wawotobi. 1–11.
Haryanti Shinta, M. C. (2015). Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Budaya Organisasi, Dan Kompetensi
Karyawan Terhadap Kinerja Dengan Komitmen Organisasional Sebagai Variabel Mediasi. Jurnal
Bisnis & Manajemen, 15, 33–44.
Hasmalawati, N. (2018). Pengaruh Kualitas Kehidupan Kerja Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja
Karyawan. Intuisi Jurnal Psikologi Ilmiah, 10(1), 26–35.
Ilma Megantara, Suliyanto, R. P. (2019). Pengaruh Budaya Organisasi Dan Rotasi Pekerjaan Terhadap
Motivasi Kerja Untuk Meningkatkan Kinerja Pegawai. Jurnal Ekonomi, Bisnis, Dan Akuntansi (JEBA),
21.
Indayati, N., Armanu, T., & Rofiaty. (2012). Pengaruh Keterlibatan Karyawan, Budaya Organisasi, dan
Gaya Kepemimpinan Terhadap Komitmen Organisasional Dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan:
Studi Pada Universitas Brawijaya (The Influence of Employee Engagement, Organizational Culture,
and Leadership S. Jurnal Aplikasi Manajemen, 10(2), 344–356.
Meutia, K. I. H. C. (2019). Pengaruh Budaya Organisasi Dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja
Karyawan. Jurnal Riset Manajemen Dan Bisnis (JRMB) Fakultas Ekonomi UNIAT, 1(1), 9–25.
https://doi.org/10.36778/jesya.v1i1.7
Murty Aprilia, W., & Hudiwinarsih, G. (2012). Pengaruh Kompensasi, Motivasi Dan Komitmen
Organisasional Terhadap Kinerja Karyawan Bagian Akuntansi (Studi Kasus Pada Perusahaan
Manufaktur Di Surabaya). The Indonesian Accounting Review, 2(2), 215–228.
Muzakki, Wildan, M. A., & Safrizal, H. B. A. (2017). Pengaruh budaya organisasi, motivasi kerja dan. Univ
Trunojoyo, 11(2005), 109–128.
Nelfianti, F., Yuniasih, I., & Wibowo, A. I. (2018). Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja
Karyawan YPI Cempaka Putih Jakarta. Jurnal Kajian Ilmiah, 18(2), 120.
https://doi.org/10.31599/jki.v18i2.202
Nurraeda, Sruati, S. W. (2020). Pengaruh Perilaku Kepemimpinan Dan Team Kerja Terhadap Komitmen
Organisasional Dan Kinerja Pegawai Di Sekretariat Daerah Kabupaten Lombok Utara. 14(11),
3509–3524.
Pertiwi, I., & Oka Suryadinata Gorda, A. A. . (2019). Kepemimpinan, Kompensasi, Disiplin Kerja Motivasi
dan Kinerja Pegawai. Jurnal Manajemen Bisnis, 16(3), 135.
https://doi.org/10.38043/jmb.v16i3.2237
Rismayadi, B., & Maemunah, M. (2016). Pengaruh Motivasi Kerja, Kepemimpinan dan Budaya Organisasi
Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan serta Dampaknya pada Kinerja Perusahaan (Studi kasus pada
PT. Concord Indonesia). Jurnal Manajemen & Bisnis Kreatif, 2(1).
https://doi.org/10.36805/manajemen.v2i1.181
Simanjuntak, P. A. (2020). Pengaruh Etos Kerja, Kepuasan Kerja, Sikap Kerja Dan Motivasi Kerja Terhadap
Kinerja Pegawai Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat. Manajemen Bisnis Jurnal

329
Tarjo, Pengaruh Budaya Organisasi, Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi Terhadap
Kinerja Karyawan

Magister Manajemen, 2(1), 40–47.


Sriekaningsih, A. (2017). Pengaruh Kepemimpinan, Budaya Organisasi Dan Lingkungan Kerja Serta
Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja. Jurnal Borneo Administrator/Volume 13/No. 1/2017, 13(1), 57–
72.
Sudirjo, F., & Pawiyatan. (2006). Pengaruh Budaya Organisasi, Gaya Kepemimpinan Dan Kepuasan Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan Dengan Komitmen Organisasional Sebagai Variabel Interverning
(Studi Pada Rumah Sakit PT VALE Soroako, Sulawesi Selatan). 1–16.
Sugiyarti, G. (2012). Pengaruh Lingkungan Kerja, Budaya Organisasi Dan Kompensasi Terhadap Kepuasan
Kerja Untuk Meningkatkan Kinerja Pegawai. Serat Acitya – Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang, 2(1),
73–80.
Tanjung, N. (2020). Pengaruh kepuasan kerja, lingkungan kerja, kepemimpinan dan stres kerja terhadap
kinerja pegawai pada kantor wilayah djp sumatera utara i. 2(1), 33–39.
Tarjo. (2019a). Metode penelitian Sistem 3x Baca.
https://play.google.com/store/books/details/Tarjo_Metode_Penelitian_Sistem_3x_Baca?id=SizGD
wAAQBAJ
Tarjo. (2019b). Pengaruh Motivasi Kerja dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan (Studi pada
RSUD H. Hanafie Muara Bungo). Jurnal Aplikasi Manajemen Dan Inovasi Bisnis, 7(1), 35–50.
https://doi.org/10.33369/j.akuntansi.7.1.35-50

330
Jurnal Riset Teknologi dan Inovasi Pendidikan (JARTIKA)
https://journal-litbang-rekarta.co.id/index.php/jartika
p-ISSN: 2622-4763 | e-ISSN: 2622-2159 | Vol. 3 No. 2 (Juli) 2020, Hal. 331-341

Perbandingan Kehadiran Sosial dalam Pembelajaran Daring


Menggunakan Whatsapp groupdan Webinar Zoom Berdasarkan Sudut
Pandang Pembelajar Pada Masa Pandemic COVID-19

Eko Yulianto1, Putri Dwi Cahyani2, Sofia Silvianita3


Prodi Manajemen, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta, Indonesia
eko.yulianto@ustjogja.ac.id1, putri.dc@ustjogja.ac.id2, sofiasnita@gmail.com3

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kehadiran sosial dalam pembelajaran daring
menggunakan whatsapp groupdan webinar Zoom, serta mengetahui preferensi mahasiswa terhadap
kedua media pembelajaran tersebut. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
instrument non tes dalam bentuk kuisioner dengan skala likert yang diadaptasi dari Tantri, 2018
untuk mengukur 2 (dua) aspek kehadiran sosial yaitu aspek keterhubungan dan aspek pembelajaran.
Data diperoleh dari 50 mahasiswa Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa program studi akuntansi
yang mengambil mata kuliah Bank dan Lembaga keuangan lainnya dan telah mengikuti perkuliahan
sesuai jadwal menggunakan whatsapp groupmaupun webinar Zoom selama masa pandemi Covid-19.
Data penelitian dianalisis menggunakan statistika deskriptif yaitu: mean (rata-rata) dan persentase.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek keterhubungan dan aspek pembelajaran pada
pembelajaran daring menggunakan whatsapp groupmenurut sudut pandang mahasiswa lebih tinggi
dibandingkan dengan menggunakan webinar Zoom. Selain itu, 98% mahasiswa lebih memilih
menggunakan whatsapp groupuntuk digunakan dalam pembelajaran daring pada masa pandemi
Covid-19.
Kata kunci: pembelajaran daring; whatsapp group; webinar Zoom; kehadiran sosial

Abstract: The purpose of this study was to compare social attendance in online learning using the
Whatsapp groupand Zoom webinar and determine student preferences for the two learning media. In
this study, data collection uses non-test instruments in the form of questionnaires with a Likert scale
adapted from Tantri (2018), to measure 2 (two) aspects of social presence, namely aspects of
connectedness and learning aspects. Data obtained from 50 Sarjanawiyata Tamansiswa University
undergraduated students who took accounting courses in Banks and other financial institutions and
attended classes on a schedule using WhatsApp groups or Zoom webinar during the Covid-19
pandemic. The research data were analyzed using descriptive statistics, namely: mean (average) and
percentage. The results showed that the connectedness and learning aspects of online learning using
the Whatsapp groupaccording to the student's point of view were higher than using Zoom webinar.
Also, 98% of students prefer WhatsApp groups to be used in online learning during the Covid-19
pandemic.
Keywords : online learning; whatsapp group; Zoom webinar; social presence

Article History:
Received: 22-06-2020
Revised : 09-07-2020 This is an open access article under the CC–BY-SA license
Accepted: 09-07-2020
Support by:
Online : 10-07-2020

331
Eko Yulianto, Putri Dwi Cahyani, Sofia Silvianita, Perbandingan Kehadiran Sosial dalam Pembelajaran
Daring Menggunakan Whatsapp groupdan Webinar Zoom Berdasarkan Sudut Pandang Pembelajar Pada
Masa Pandemic COVID-19

A. Pendahuluan
Organisasi kesehatan dunia telah mengumumkan Covid-19 sebagai pandemi (Sohrabi et
al., 2020). Berbagai negara menerapkan upaya untuk mencegah penyebaran Covid-19 antara
lain social distancing (pembatasan jarak sosial) untuk mengurangi interaksi antar individu
dalam komunitas yang lebih luas, di mana individu tersebut mungkin telah tertular namun
belum di isolasi karena belum teridentifikasi (Wilder-Smith & Freedman, 2020). Untuk
mencegah penularan COVID 19 tersebut, presiden Joko Widodo pada tanggal 15-03-2020
meminta masyarakat agar melakukan social distancing yaitu dengan melaksanakan bekerja,
belajar dan beribadah dilaksanakan dirumah (Yasmin, 2020). Selanjutnya pemerintah
mengubah istilah social distancing menjadi physical distancing. (Media, 2020). Kondisi tersebut
memaksa terjadinya perubahan diantaranya pada proses pembelajaran dalam perkuliahan.
Saat pembelajaran yang bersifat tatap muka langsung (face to face) tidak memungkinkan
untuk dilaksanakan namun perkuliahan harus tetap berjalan maka pembelajaran bersifat
daring (online) menjadi suatu kebutuhan.
Perkuliahan daring (online) merupakan salah satu bentuk pemanfaatan internet yang
dapat meningkatkan peran mahasiswa dalam proses pembelajaran (Saifuddin, 2018).
Tantangan yang muncul terkait dengan perkuliahan daring tersebut adalah menentukan
platform yang tepat untuk pengembangan sistem pembelajaran daring tersebut sehingga
dapat mencapai tujuan pembelajaran sebagaimana perkuliahan secara tatap muka langsung
(face to face). Pembelajaran daring dapat menggunakan video conference (webinar Zoom,
Webex), whatsapp maupun aplikasi lainnya.
Pelaksanaan pembelajaran daring yang dianggap mendekati tatap muka langsung (face to
face) yaitu menggunakan aplikasi video conference diantaranya webinar Zoom. Webinar Zoom
merupakan platform tatap muka yang bersifat conference dimana pendidik dan peserta didik
bisa langsung berinteraksi selayaknya bertemu langsung (Wijaya Kusuma & Hamidah, 2020).
Penelitian terhadap penggunaan webinar dalam proses pembelajaran dibandingkan dengan
tatap muka langsung, diperoleh hasil bahwa partisipasi siswa jauh lebih tinggi dalam webinar
Zoom ketika pengajar mendorong siswa untuk berbicara (Weiser et al., 2016). Penelitian
lainnya menunjukkan penggunaan webinar Zoom memberikan hasil yang lebih baik dari pada
kelas yang diberikan perlakuan whatsapp group (Wijaya Kusuma & Hamidah, 2020), yaitu :
1. Mahasiswa lebih mudah memahami materi karena dosen menjelaskan secara langsung
materi yang disampaikan.
2. Mahasiswa dapat bertanya dan berdiskusi secara leluasa seperti perkuliahan di kelas.
3. Pertanyaan mahasiswa dapat direspon langsung sehingga lebih efektif.
4. Mahasiswa tidak merasa bosan dengan materi yang disampaikan karena tatap muka
langsung.
5. Keaktifan mahasiswa dapat dipantau sehingga mendorong mahasiswa lebih fokus.
Namun demikian dijumpai kelemahan saat melakukan pembelajaran dengan webinar Zoom
(Wijaya Kusuma & Hamidah, 2020) antara lain :
1. Mahasiswa yang berada pada lokasi dengan kekuatan sinyal tidak stabil, mengeluhkan
kesulitan untuk bergabung maupun mengikuti proses pembelajaran yang berlangsung.
2. Tidak sedikit mahasiswa yang mengeluhkan borosnya kuota.
3. Tidak bisa mengulang materi yang telah disampaikan.
Kelemahan dalam pembelajaran tersebut juga di alami oleh penulis saat melaksanakan
pembelajaran menggunakan webinar Zoom. Sebagian mahasiswa tidak dapat mengakses
webinar Zoom saat pembelajaran dilaksanakan karena keterbatasan akses internet (sulit
terjangkau sinyal) dan keterbatasan kuota yang dimiliki mahasiswa. Kondisi tersebut
merupakan salah satu dampak dari mahasiswa pulang ke kampung halamannya yang tersebar

332
Jurnal Riset Teknologi dan Inovasi Pendidikan (JARTIKA)
Volume 3 Nomor 2 (Juli) 2020, Hal. 331-341

di seluruh Indonesia sebelum diterapkan pembatasan sosial berskala besar di beberapa


daerah.
Berdasarkan pengamatan penulis saat perkuliahan menggunakan webinar Zoom,
sebagian mahasiswa melakukan upaya untuk mengatasi kendala keterbatasan akses internet
maupun kuota antara lain dengan mendatangi hot spot wifi gratis, mendatangi lokasi diluar
rumah yang terjangkau akses internet maupun bertemu dengan mahasiswa lainnya untuk
berbagi jaringan internet (tethering). Kondisi tersebut mengakibatkan potensi kerumunan dan
tidak sesuai dengan himbauan untuk menerapkan physical distancing dalam upaya mencegah
penularan COVID 19. Untuk itu perlu dilaksanakan pembelajaran menggunakan platform yang
dapat diakses oleh semua mahasiswa yang menggunakan kuota internet yang kecil dan dapat
diakses meskipun pada lokasi dengan akses internet yang terbatas.
WhatsApp dapat digambarkan sebagai alat untuk berinteraksi dengan teman maupun
pengajar tentang topik tertentu, di mana obrolan dan berbagi informasi sebagian besar terjadi
di Whatsapp groupyang dibuat oleh administrator (Najafi & Tridane, 2015). Whatsapp
groupdigunakan sebagian pendidik karena hemat kuota dan dikenal dengan baik oleh
mahasiswa (Wijaya Kusuma & Hamidah, 2020). Whatsapp groupmerupakan salah satu media
pembelajaran yang paling digemari mahasiswa (Zhafira, 2020). Hasil penelitian lain
menunjukkan bahwa kerangka kerja penelitian secara positif mendukung penggunaan
whatsapp untuk tujuan pembelajaran (Zulkanain et al., 2020). Hasil penelitian yang
membandingkan whatsapp groupdan dengan tatap muka langsung (face to face), whatsapp
groupmemiliki rasa kebersamaan yang lebih kuat, namun pembelajaran face to face maupun
whatsapp groupdirasakan sama dalam hal kehadiran sosial dan pembelajaran yang dirasakan.
(Suardika et al., 2020).
Kerangka kerja Community of Inquiry (CoI) yang dikembangkan (Garrison et al., 1999)
sebagaimana pada Gambar 1, memberikan pedoman khusus untuk menciptakan sistem
pembelajaran yang interaktif dan menarik di lingkungan daring. Kerangka kerja ini telah banyak
digunakan dan diteliti (Cho & Tobias, 2016; Choo et al., 2020; Kilis & Yıldırım, 2018; Stewart,
2019; Szeto, 2015). Kerangka kerja CoI didasarkan pada teori pembelajaran konstruktivis sosial
dari ide John Dewey (1938) tentang practical inquiry. Model ini berfokus pada sifat
pembelajaran interaktif dan mengidentifikasi tiga elemen yang saling tergantung dalam
merancang pembelajaran online yaitu kehadiran sosial, kehadiran kognitif dan kehadiran
pengajar (Bowers & Kumar, 2015).

Gambar 1. Community of inquiry model (Garrison et al., 1999).


Source: https://coi.athabascau.ca)

333
Eko Yulianto, Putri Dwi Cahyani, Sofia Silvianita, Perbandingan Kehadiran Sosial dalam Pembelajaran
Daring Menggunakan Whatsapp groupdan Webinar Zoom Berdasarkan Sudut Pandang Pembelajar Pada
Masa Pandemic COVID-19

Garrison dalam (Bowers & Kumar, 2015) mendefinisikan kehadiran sosial sebagai
"kemampuan peserta untuk mengidentifikasi diri dalam lingkungan kelasnya, berkomunikasi
secara sengaja dalam lingkungan yang saling percaya, dan mengembangkan hubungan antar-
pribadi dengan cara memproyeksikan kepribadian masing-masing" (p.352). Kehadiran sosial
terdiri dari tiga dimensi : ekspresi afektif, komunikasi terbuka, dan kohesi kelompok. Ekspresi
afektif merujuk pada ekspresi emosi, humor, dan pengungkapan diri dalam upaya mendukung
hubungan interpersonal.
Penelitian pembelajaran daring yang mengadaptasi konsep Community of Inquiry
dibandingkan pembelajaran tatap muka langsung (face to face), mengindikasikan bahwa
pembelajar merasakan kehadiran sosial dan guru yang lebih kuat pada pembelajaran daring
dibandingkan dengan tatap muka secara langsung. Kehadiran sosial dan kehadiran mengajar
yang kuat dianggap sebagai indikator kualitas untuk pembelajaran daring dan sangat penting
untuk keterlibatan, kesuksesan dan retensi siswa. Desain instruksional yang cermat dan teknik
fasilitasi kursus yang efektif dapat membantu mengembangkan kehadiran sosial dan
pengajaran yang kuat pada pembelajaran online bahkan ketika pengajar tidak terlihat secara
fisik (Bowers & Kumar, 2015). Selain itu, diskusi online yang menerapkan kerangka COI jauh
lebih mudah dipahami dan singkat serta membuat peserta merasa nyaman untuk berbicara
dalam percakapan online (Warner, 2016).
WhatsApp menunjukkan semua karakteristik yang relevan untuk pengembangan
kehadiran sosial (Robinson et al., 2015). WhatsApp dalam pembelajaran mencakup kolaborasi
dan kerja sama antara siswa dan pengajar di kelas atau di rumah (Barhoumi, 2015). Deibert
dalam (Zulkanain et al., 2020) menyatakan, beberapa siswa dapat terdemotivasi dengan
kurangnya respons dari pengajar meskipun pengajar sudah ada di dalam WhatsApp group.
Penelitian lainnya menyatakan bahwa gaya mengajar seorang pengajar akan mempengaruhi
siswa minat belajar (Smit, 2015)
Dari latar belakang yang telah disebutkan diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengukur
kehadiran sosial yaitu aspek keterhubungan dan aspek pembelajaran pada pembelajaran
daring menggunakan whatsapp groupdan webinar Zoom pada aktivitas pembelajaran pada
waktu yang ditentukan, membandingkan hasil keduanya serta mengetahui preferensi
mahasiswa pada pembelajaran daring. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
rekomendasi platform yang dapat digunakan beserta metode pelaksanaan pembelajaran
daring pada masa pandemi COVID 19 terutama untuk kelas yang memiliki keterbatasan akses
dan kuota internet.

B. Metode Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada 50 orang partisipan mahasiswa mewakili 2 kelas mata kuliah
Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (BLKL) yang terlibat dalam pembelajaran daring. Selama
masa pandemi covid-19 ini, partisipan telah mempunyai pengalaman mengikuti pembelajaran
daring baik menggunakan webinar Zoom maupun whatsapps group. Partisipan diminta mengisi
kuisioner yang dibagikan secara daring melalui google form untuk mengidentifikasi sudut
pandang mereka terhadap kehadiran sosial dalam pembelajaran daring yang telah diikuti.
Aktivitas pembelajaran yang dilaksanakan pada penelitian ini sebagaimana yang tercantum
pada Tabel 1.
Tabel 1. Aktivitas Pembelajaran
Aktivitas pembelajaran webinar Zoom Aktivitas pembelajaran Whatsapp group
- Pengajar menyampaikan materi pembelajaran - Pengajar menyampaikan materi
berupa materi power point dan referensi yang pembelajaran berupa materi power point
digunakan satu hari sebelumnya. dan referensi yang digunakan satu hari

334
Jurnal Riset Teknologi dan Inovasi Pendidikan (JARTIKA)
Volume 3 Nomor 2 (Juli) 2020, Hal. 331-341

- Mahasiswa melaksanakan absensi melalui sebelumnya .


portal website dalam 30 menit sebelum - Mahasiswa melaksanakan absensi melalui
perkuliahan dilaksanakan sampai 15 menit portal website dalam 30 menit sebelum
setelah kuliah dimulai. perkuliahan dilaksanakan sampai 15 menit
- Kelompok mahasiswa mempersentasikan setelah kuliah dimulai.
materi kuliah. - Pengajar menyampaikan rekaman suara
- Pengajar memberikan tambahan penjelasan penjelasan materi dalam format voice
materi. note.
- Sesi tanya – jawab dilaksanakan dengan cara - Sesi tanya – jawab dilaksanakan dengan
memberikan kesempatan mahasiswa untuk cara memberikan kesempatan mahasiswa
bertanya untuk selanjutnya ditanggapi oleh untuk bertanya untuk selanjutnya
mahasiswa lainnya terlebih dahulu. ditanggapi oleh mahasiswa lainnya
- Pengajar aktif menjadi moderator dan terlebih dahulu.
memberikan arahan terhadap jalannya diskusi - Mahasiswa dapat menyertakan link yang
serta memberikan apresiasi. digunakan sebagai sumber informasi.
- Aktivitas pembelajaran dilaksanakan sesuai - Pengajar aktif menjadi moderator dan
jadwal perkuliahan yang telah ditetapkan memberikan arahan terhadap jalannya
sebagaimana jadwal perkuliahan tatap muka diskusi serta memberikan apresiasi
langsung. menggunakan fitur emoticon pada
whatsapp.
- Aktivitas pembelajaran dilaksanakan
sesuai jadwal perkuliahan yang telah
ditetapkan sebagaimana jadwal
perkuliahan tatap muka langsung.
- Diskusi dapat dilanjutkan setelah sesi
perkuliahan berakhir.

Pembelajaran daring yang menggunakan webinar Zoom dan whatsapp groupdilaksanakan


pada waktu tertentu sesuai dengan jadwal perkuliahan agar mahasiswa maupun pengajar
dapat menjalankan aktivitas perkuliahan pada waktu tertentu.
Kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini diadaptasi dari (Tantri, 2018) yang telah
mengadopsi instrument (Rovai, 2002) yang mengidentifikasi 3 aspek kehadiran sosial yaitu
aspek keterhubungan, aspek pembelajaran dan aspek socio emotional. Kuisioner terbagi
menjadi 5 bagian. Bagian pertama berisi informasi partisipan : nama, lokasi, metode
pembelajaran yang pernah dikuti, dan kemudahan akses internet. Bagian kedua digunakan
untuk menggali sudut pandang aspek keterhubungan pada pembelajaran daring dengan
menggunakan webinar Zoom. Bagian ketiga digunakan untuk mengekplorasi persepsi
mahasiswa terhadap aspek pembelajaran dengan menggunakan webinar Zoom. Bagian
keempat dan kelima digunakan untuk menggali sudut pandang aspek keterhubungan dan
aspek pembelajaran pada pembelajaran daring menggunakan whatsapp group. Di bagian
terakhir berisi pertanyaan terbuka terkait kendala dan masukan untuk pelaksanaan
pembelajaran ke depan.
Kuisioner bagian dua dan empat berisi 13 pernyataan dimana 10 pernyataan merupakan
pernyataan positif dan 3 pernyataan negatif. Kuisioner untuk bagian tiga dan lima berisi 14
pernyataan dimana 9 pernyataan merupakan pernyataan positif dan 5 pernyataan negatif.
Pernyataan tersebut disajikan dalam skala likert (skala 1 – 5) dimana untuk pernyataan positif
(skala 1 menyatakan sangat tidak setuju, 2 tidak setuju, 3 netral, 4 setuju dan 5 sangat setuju),
sedangkan untuk pernyataan negatif (skala 5 menyatakan sangat tidak setuju, 4 tidak setuju, 3
netral, 2 setuju dan 1 sangat setuju).
Hasil pengisian kuisioner yang telah terkumpul, diolah datanya menggunakan excel untuk
selanjutnya dilakukan interpretasi hasil olah data tersebut.

335
Eko Yulianto, Putri Dwi Cahyani, Sofia Silvianita, Perbandingan Kehadiran Sosial dalam Pembelajaran
Daring Menggunakan Whatsapp groupdan Webinar Zoom Berdasarkan Sudut Pandang Pembelajar Pada
Masa Pandemic COVID-19

C. Temuan dan Pembahasan


1. Analisis Partisipan
Penelitian telah dilaksanakan dengan menyebarkan kuisioner secara daring melalui google
form dan telah diisi oleh partisipan. Latar belakang partisipan disajikan dalam beberapa tabel
berikut ini. Lokasi partisipan disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Lokasi partisipan
Lokasi Jumlah partisipan Prosentase
DIY 32 64%
Jateng 7 14%
Sumatera Selatan 2 4%
Sulteng 1 2%
Sulbar 1 2%
Kalteng 2 4%
Babel 2 4%
NTB 2 4%
NTT 1 2%
Total 50 100%

Dari Tabel 2, sebanyak 32 partisipan (64%) berlokasi di DIY, 18 partisipan lainnya tersebar
di pulau Jawa, Kalimantan, Sumatera, NTB, NTT, Sulawesi dan Bangka Belitung.

Tabel 3. Kemudahan akses internet


Kemudahan Akses pembelajaran daring (skala 1 – 5)
1 2 3 4 5
Media Juml. % Juml. % Juml. % Juml. % Juml. %
Webinar Zoom 3 6% 15 30% 22 44% 7 14% 3 6%
Whatsapp group 0 0% 2 4% 11 22% 21 42% 16 32%

Kemudahan akses partisipan dalam pembelajaran daring menggunakan webinar Zoom


maupun whatsapp groupsebagaimana pada Tabel 3. Partisipan yang mengalami kesulitan
dalam mengakses pembelajaran daring menggunakan webinar Zoom sebanyak 36% dan
sisanya 64% partisipan dapat mengakses pembelajaran dengan baik. Sedangkan untuk
mengakses pembelajaran menggunakan whatsapp groups hanya 4 % partisipan yang
mengalami kesulitan, selebihnya 96% dapat mengakses pembelajaran dengan baik.

Tabel 4. Persepsi partisipan mengenai kemampuannya untuk mengikuti pembelajaran dengan baik
Kemampuan mengikuti pembelajaran daring dengan baik
1 2 3 4 5
Media Juml. % Juml. % Juml. % Juml. % Juml. %
Webinar Zoom 2 4% 15 30% 22 44% 8 16% 3 6%
Whatsapp group 0 0% 1 2% 9 18% 27 54% 13 26%

Tabel 4 di atas menggambarkan persepsi partisipan terhadap kemampuannya mengikuti


pembelajaran daring dengan baik, dengan menggunakan webinar Zoom maupun
menggunakan whatsapp group. Hasilnya, terdapat 34% partisipan yang menyatakan belum
bisa mengikuti pembelajaran dengan baik menggunakan webinar Zoom, sisanya 64% mampu
mengikuti pembelajaran dengan baik. Sedangkan untuk pembelajaran daring menggunakan
whatsapps groups, hanya 2% yang menyatakan belum mampu mengikuti pembelajaran
dengan baik, selebihnya 98% menyatakan mampu mengikuti pembelajaran dengan baik.
Hasil pada Tabel 3 dan Tabel 4 menunjukkan bahwa kemudahan akses internet dalam
pembelajaran daring baik menggunakan webinar Zoom maupun whatsapp

336
Jurnal Riset Teknologi dan Inovasi Pendidikan (JARTIKA)
Volume 3 Nomor 2 (Juli) 2020, Hal. 331-341

groupmempengaruhi kemampuan partisipan dalam mengikuti pembelajaran dengan baik.


Meskipun dipastikan ada faktor lain yang mempengaruhi kemampuan partisipan mengikuti
pembelajaran dengan baik yaitu dari faktor pengajar dan faktor lainnya.

2. Perbandingan Aspek Keterhubungan Pembelajaran Daring menggunakan Webinar Zoom


dan Whatsapp Groups.
Perbandingan persepsi mahasiswa dalam aspek pembelajaran pada pembelajaran daring
menggunakan webinar Zoom dan whatsapp groupsebagaimana pada Tabel 5.

Tabel 5. Persepsi Partisipan Terhadap Aspek Keterhubungan dalam Pembelajaran Daring


Rata-rata Persepsi Participan
( Skala 1 – 5 )
No. Pernyataan Positif Menggunakan Menggunakan
Webinar Zoom Whatsapp group
1. Saya merasa mahasiswa saling peduli satu sama lain dalam 3.2 3.9
pembelajaran daring.
2. Saya merasa sudut pandang saya dipahami oleh mahasiswa lain 3.0 3.5
saat pembelajaran daring.
3. Saya merasakan kekeluargaan dalam pembelajaran daring. 3.2 3.6
4. Saya rasa mahasiswa mempercayai satu sama lain pada saat 3.2 3.7
pelaksanaan pembelajaran daring.
5. Saya merasa bahwa saya bisa bergantung dengan mahasiswa 2.6 2.9
lain saat pembelajaran daring.
6. Saya merasa bahwa mahasiswa lain bergantung pada saya saat 2.5 2.8
pembelajaran daring.
7. Saya merasa percaya diri bahwa mahasiswa lain akan 3.1 3.4
mendukung saya pada saat pembelajaran daring.
8. Saya mempunyai rasa memiliki/keterlibatan dengan mahasiswa 3.2 3.5
lain saat pembelajaran daring.
9. Pembelajaran daring adalah media yang sangat bagus untuk 3.1 3.7
interaksi sosial.
10. Forum diskusi saat pembelajaran daring membantu saya dalam 3.1 3.8
mengembangkan rasa kerjasama.
Rata-rata Persepsi Participan
( Skala 1 – 5 )
No. Pernyataan Negatif Menggunakan Menggunakan
Webinar Whatsapp group
Zoom
11. Saya tidak merasakan semangat kebersamaan saat 3.4 3.5
pembelajaran daring.
12. Saya merasa terasing dalam saat pembelajaran daring. 3.5 3.7
13. Saya tidak yakin dengan mahasiswa lain dalam saat 3.3 3.4
pembelajaran daring.

Dari Tabel 5, rata-rata persepsi partisipan pada keseluruhan pernyataan dalam kuisioner
terkait aspek keterhubungan pembelajaran daring menggunakan whatsapp groups lebih tinggi
daripada pembelajaran menggunakan webinar Zoom. Hal ini diantaranya karena adanya upaya
penyeimbang pelaksanaan perkuliahan menggunakan whatsapp groupatas hal-hal yang
menjadi kelebihan webinar Zoom dibandingkan whatsapp grouppada penelitian sebelumnya
(Wijaya Kusuma & Hamidah, 2020) dengan cara :

337
Eko Yulianto, Putri Dwi Cahyani, Sofia Silvianita, Perbandingan Kehadiran Sosial dalam Pembelajaran
Daring Menggunakan Whatsapp groupdan Webinar Zoom Berdasarkan Sudut Pandang Pembelajar Pada
Masa Pandemic COVID-19

a. Menyampaikan softcopy materi kuliah dan penjelasan dosen terkait materi tersebut
melalui rekaman suara (voice note), sehingga mahasiswa dapat menerima penjelasan
dosen.
b. Mahasiswa diberikan rentang waktu untuk melakukan absensi sebagai upaya
pengkondisian kesiapan mahasiswa untuk mengikuti perkuliahan dilaksanakan pada
jam perkuliahan sesuai jadwal kuliah tatap muka langsung.
c. Pada saat pelaksanaan perkuliahan sesuai jadwal tersebut, mahasiswa dapat bertanya
dan berdiskusi secara leluasa dalam sesi perkuliahan. Pertanyaan mahasiswa
ditanggapi secara langsung oleh mahasiswa lain dan atau dosen.
d. Keaktifan mahasiswa dapat dipantau melalui percakapan, emoticon, rekaman suara
(voice note) yang di sampaikan mahasiswa dalam whatsapp group.
Meskipun dalam pembelajaran daring menggunakan whatsapp group, mahasiswa
maupun pengajar tidak dapat saling melihat secara langsung, aplikasi teori Community of
Inquiry pada pembelajaran ini menunjukkan hasil yang cukup baik dan sesuai dengan hasil
penelitian yang telah dilaksanakan sebelumnya oleh (Bowers & Kumar, 2015).

3. Perbandingan Aspek Pembelajaran dalam pembelajaran daring menggunakan webinar


Zoom dan whatsapp group
Perbandingan persepsi mahasiswa dalam aspek pembelajaran pada pembelajaran daring
menggunakan webinar Zoom dan whatsapp groupsebagaimana pada Tabel 6.

Tabel 6. Persepsi Partisipan Terhadap Aspek Pembelajaran dalam Pembelajaran Daring


Rata-rata Persepsi Partisipan
( Skala 1 – 5 )
No. Pernyataan Positif Menggunakan Menggunakan
Webinar Zoom Whatsapp group
1. Saya merasa didorong untuk bertanya dalam pembelajaran 3.1 3.6
daring.
2. Saya merasa nyaman ketika berkomunikasi dalam pembelajaran 2.9 3.8
daring.
3. Saya merasa nyaman berpartisipasi dalam diskusi pembelajaran 3.1 3.8
daring.
4. Saya merasa nyaman ketika berinteraksi dengan mahasiswa lain 3.1 3.8
saat pembelajaran daring.
5. pembelajaran daring membantu saya mengembangkan rasa 3.1 3.7
kerjasama mahasiswa.
6. Saya merasa menerima umpan balik tepat waktu saat 3.0 3.5
pembelajaran daring.
7. Saya merasa diberikan waktu yang cukup untuk belajar saat 3.0 3.7
pembelajaran daring.
8. Saya merasa nyaman untuk tidak setuju dengan mahasiswa lain 2.9 3.3
dengan tetap mempertahankan rasa percaya saat pembelajaran
daring.
9. Saya dapat memahami dengan baik, teori dalam materi kuliah 3.0 3.5
yang disampaikan dan didiskusikan saat pembelajaran daring.
Rata-rata Persepsi Partisipan
( Skala 1 – 5 )
No. Pernyataan Negatif Menggunakan Menggunakan
Webinar Zoom Whatsapp group
10. Saya merasa enggan untuk berbicara secara terbuka saat 2.9 3.7
pembelajaran daring.
11. Saya merasa mahasiswa lain tidak membantu saya belajar saat 3.5 3.6

338
Jurnal Riset Teknologi dan Inovasi Pendidikan (JARTIKA)
Volume 3 Nomor 2 (Juli) 2020, Hal. 331-341

pembelajaran daring.
12. Saya merasa bahwa kebutuhan pendidikan/keilmuan saya tidak 2.9 3.2
terpenuhi saat pembelajaran daring.
13. Saya merasa bahwa pembelajaran daring ini tidak mendorong 2.9 3.3
keinginan untuk belajar.
14. Saya merasa kesulitan untuk mendapatkan bantuan ketika saya 3.1 3.3
memiliki pertanyaan saat pembelajaran daring.

Dari Tabel 6, rata-rata persepsi partisipan pada keseluruhan pernyataan dalam kuisioner
terkait aspek pembelajaran dalam pembelajaran daring menggunakan whatsapp grouplebih
tinggi daripada pembelajaran menggunakan webinar Zoom. Hasil penelitian ini menunjukkan
dengan pengkondisian kelas dalam pembelajaran daring berbasis text seperti whatsapp
groupjuga dapat menghadirkan pengalaman pembelajaran yang baik dan sejalan dengan hasil
penelitian sebelumnya oleh (Warner, 2016).

4. Preferensi Participan terhadap Pembelajaran Daring menggunakan webinar Zoom dan


Whatsapp Groups
Preferensi partisipan terhadap pembelajaran daring sebagaimana pada Tabel 7 berikut :

Tabel 7. Preferensi Partisipan Terhadap Pembelajaran Daring


Media Pembelajaran Menggunakan Menggunakan
Daring Webinar Zoom Whatsapp Group
Juml. Prosentase Juml. Prosentase
Dipersepsikan lebih efektif. 4 8% 46 92 %
Dipersepsikan lebih disukai. 1 2% 49 98%

Dari Tabel 7 tersebut menunjukkan 98% partisipan lebih menyukai pelaksanaan


pembelajaran menggunakan whatsapp groupdibandingkan dengan webinar Zoom meskipun
terdapat 6,12% yang memilih whatsapp grouptersebut menganggap webinar Zoom lebih
efektif.
Hasil Penelitian ini memberikan rekomendasi bagi pengajar maupun pengambil kebijakan
di lingkungan pendidikan, untuk menerapkan pembelajaran daring menggunakan whatsapp
grouppada masa pandemi COVID-19 ataupun masa normal baru, terutama jika
mahasiswa/siswa mengalami keterbatasan dalam akses internet, dengan menerapkan aktivitas
pembelajaran dalam Tabel 1. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan dengan membandingkan
hasil belajar yang dicapai melalui webinar Zoom dibandingkan dengan whatsapp group,
maupun pengembangan metode pembelajaran menggunakan whatsapp groupdengan
mengaplikasikan konsep Community of Inquiry.

D. Simpulan dan Saran


Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek keterhubungan dan aspek pembelajaran pada
pembelajaran daring menggunakan whatsapp groupdengan menerapkan konsep Community
of Inquiry dirasakan oleh mahasiswa lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan webinar
Zoom. Selain itu, 98% mahasiswa lebih memilih menggunakan whatsapp groupuntuk
digunakan dalam pembelajaran daring pada masa pandemi Covid-19.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk pengembangan
pembelajaran daring selanjutnya dengan melakukan pengukuran pada hasil belajar mahasiswa
yang dicapai melalui webinar Zoom dibandingkan dengan whatsapp groups.

339
Eko Yulianto, Putri Dwi Cahyani, Sofia Silvianita, Perbandingan Kehadiran Sosial dalam Pembelajaran
Daring Menggunakan Whatsapp groupdan Webinar Zoom Berdasarkan Sudut Pandang Pembelajar Pada
Masa Pandemic COVID-19

Daftar Pustaka
Barhoumi, C. (2015). The Effectiveness of WhatsApp Mobile Learning Activities Guided by Activity
Theory on Students’ Knowledge Management. Contemporary Educational Technology, 6(3), 221–
238.
Bowers, J., & Kumar, P. (2015, January 1). Students’ Perceptions of Teaching and Social Presence: A
Comparative Analysis of Face-to-Face and Online Learning Environments [Article]. International
Journal of Web-Based Learning and Teaching Technologies (IJWLTT). www.igi-
global.com/article/students-perceptions-of-teaching-and-social-presence/123160
Cho, M.-H., & Tobias, S. (2016). Should Instructors Require Discussion in Online Courses? Effects of
Online Discussion on Community of Inquiry, Learner Time, Satisfaction, and Achievement.
International Review of Research in Open and Distributed Learning, 17(2), 123–140.
https://doi.org/10.19173/irrodl.v17i2.2342
Choo, J., Bakir, N., Scagnoli, N. I., Ju, B., & Tong, X. (2020). Using the Community of Inquiry Framework to
Understand Students’ Learning Experience in Online Undergraduate Business Courses. TechTrends,
64(1), 172–181. https://doi.org/10.1007/s11528-019-00444-9
Garrison, D. R., Anderson, T., & Archer, W. (1999). Critical Inquiry in a Text-Based Environment:
Computer Conferencing in Higher Education. The Internet and Higher Education, 2(2), 87–105.
https://doi.org/10.1016/S1096-7516(00)00016-6
Kilis, S., & Yıldırım, Z. (2018). Investigation of community of inquiry framework in regard to self-
regulation, metacognition and motivation. Computers & Education, 126, 53–64.
https://doi.org/10.1016/j.compedu.2018.06.032
Media, K. C. (2020, March 23). Pemerintah Ubah Istilah Social Distancing Jadi Physical Distancing.
KOMPAS.com. https://nasional.kompas.com/read/2020/03/23/14332461/pemerintah-ubah-istilah-
social-distancing-jadi-physical-distancing
Najafi, H., & Tridane, A. (2015). Improving Instructor-Student Communication Using Whatsapp: A Pilot
Study. 2015 International Conference on Developments of E-Systems Engineering (DeSE), 171–175.
https://doi.org/10.1109/DeSE.2015.41
Robinson, L., Behi, O., Corcoran, A., Cowley, V., Cullinane, J., Martin, I., & Tomkinson, D. (2015).
Evaluation of Whatsapp for Promoting Social Presence in a First Year Undergraduate Radiography
Problem-Based Learning Group. Journal of Medical Imaging and Radiation Sciences, 46(3), 280–286.
https://doi.org/10.1016/j.jmir.2015.06.007
Rovai, A. P. (2002). Development of an instrument to measure classroom community. The Internet and
Higher Education, 5(3), 197–211. https://doi.org/10.1016/S1096-7516(02)00102-1
Saifuddin, M. F. (2018). E-Learning dalam Persepsi Mahasiswa. Jurnal VARIDIKA, 29(2), 102–109.
https://doi.org/10.23917/varidika.v29i2.5637
Smit, I. (2015). WhatsApp with learning preferences? 2015 IEEE Frontiers in Education Conference (FIE),
1–6. https://doi.org/10.1109/FIE.2015.7344366
Sohrabi, C., Alsafi, Z., O’Neill, N., Khan, M., Kerwan, A., Al-Jabir, A., Iosifidis, C., & Agha, R. (2020). World
Health Organization declares global emergency: A review of the 2019 novel coronavirus (COVID-19).
International Journal of Surgery, 76, 71–76. https://doi.org/10.1016/j.ijsu.2020.02.034
Stewart, M. K. (2019). The Community of Inquiry Survey: An Assessment Instrument for Online Writing
Courses. Computers and Composition, 52, 37–52. https://doi.org/10.1016/j.compcom.2019.01.001
Suardika, I. K., Alberth, Mursalim, Siam, Suhartini, L., & Pasassung, N. (2020, January 1). Using WhatsApp
for Teaching a Course on the Education Profession: Presence, Community and Learning [Article].
International Journal of Mobile and Blended Learning (IJMBL). www.igi-global.com/article/using-
whatsapp-for-teaching-a-course-on-the-education-profession/239543
Szeto, E. (2015). Community of Inquiry as an instructional approach: What effects of teaching, social and
cognitive presences are there in blended synchronous learning and teaching? Computers &
Education, 81, 191–201. https://doi.org/10.1016/j.compedu.2014.10.015
Tantri, N. R. (2018). KEHADIRAN SOSIAL DALAM PEMBELAJARAN DARING BERDASARKAN SUDUT
PANDANG PEMBELAJAR PENDIDIKAN TERBUKA DAN JARAK JAUH. Jurnal Pendidikan Terbuka Dan
Jarak Jauh, 19(1), 19–30. https://doi.org/10.33830/ptjj.v19i1.310.2018

340
Jurnal Riset Teknologi dan Inovasi Pendidikan (JARTIKA)
Volume 3 Nomor 2 (Juli) 2020, Hal. 331-341

Warner, A. G. (2016). Developing a Community of Inquiry in a Face-to-Face Class: How an Online


Learning Framework Can Enrich Traditional Classroom Practice. Journal of Management Education,
40(4), 432–452. https://doi.org/10.1177/1052562916629515
Weiser, O., Blau, I., & Eshet, Y. (2016). THE ROLE OF PEDAGOGY, MEDIA AND STUDENTS’ PERSONALITY
IN SYNCHRONOUS LEARNING: COMPARING FACE-TO-FACE AND VIDEOCONFERENCING
PARTICIPATION. INTED2016 Proceedings, 5005–5005.
Wijaya Kusuma, J., & Hamidah. (2020). PERBANDINGAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN
PENGGUNAAN PLATFORM WHATSAPP GROUPDAN WEBINAR ZOOM DALAM PEMBELAJARAN JARAK
JAUH PADA MASA PANDEMIK COVID 19 | Kusuma | JIPMat.
http://103.98.176.9/index.php/JIPMat/article/view/5942
Wilder-Smith, A., & Freedman, D. O. (2020). Isolation, quarantine, social distancing and community
containment: Pivotal role for old-style public health measures in the novel coronavirus (2019-nCoV)
outbreak. Journal of Travel Medicine, 27(2). https://doi.org/10.1093/jtm/taaa020
Yasmin, P. (2020, March 16). Tentang Social Distance, Cara Pemerintah Cegah Penyebaran Virus Corona.
detiknews. https://news.detik.com/berita/d-4940726/tentang-social-distance-cara-pemerintah-
cegah-penyebaran-virus-corona
Zhafira, N. H. (2020). PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP PERKULIAHAN DARING SEBAGAI SARANA
PEMBELAJARAN. Jurnal Bisnis Dan Kajian Strategi Manajemen, 4(1), Article 1.
https://doi.org/10.35308/jbkan.v4i1.1981
Zulkanain, N. A., Miskon, S., & Syed Abdullah, N. (2020). An adapted pedagogical framework in utilizing
WhatsApp for learning purpose. Education and Information Technologies.
https://doi.org/10.1007/s10639-019-10096-0

341
Jurnal Riset Teknologi dan Inovasi Pendidikan (JARTIKA)
https://journal-litbang-rekarta.co.id/index.php/jartika
p-ISSN: 2622-4763 | e-ISSN: 2622-2159 | Vol. 3 No. 2 (Juli) 2020, Hal. 342-350

Kaitan Akses Internet dan Penyelesaian Tugas Sekolah Berdasarkan


Regresi Kuantil Menuju Masyarakat 5.0
Suparna Parwodiwiyono
Badan Pusat Statistik Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
parno987@gmail.com

Abstrak: Bagi generasi pasca milenial penggunaan internet sangat akrab tetapi dengan berbagai
tujuan penggunaan. Penelitian ini ingin melihat keterkaitan penggunaan internet oleh penduduk yang
sedang sekolah untuk kepentingan penyelesaian tugas sekolah di Indonesia untuk mendapatkan hasil
belajar yang baik. Analisis berdasarkan data sekunder dari Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2018.
Hanya saja data yang didapatkan tidak simetris dengan adanya pencilan. Regresi kuantil digunakan
untuk meminimumkan pengaruh dari pencilan yang ada. Penelitian mendapatkan hasil bahwa
terdapat kaitan yang erat antara akses internet dari penduduk yang sedang sekolah dengan
penyelesaian tugas sekolah. Hasil regresi kuantil menunjukkan bahwa proporsi akses internet untuk
penyelesaian tugas sekolah berbeda antar golongan proporsi penggunaan internet. Proporsi
penggunaan internet yang tinggi akan digunakan untuk penyelesaian tugas sekolah yang lebih tinggi
pula.
Kata kunci: Akses internet, Regresi kuantil, Tugas sekolah

Abstract: For the post millennial generation the use of the internet is very familiar but with various
purposes of use. This study wants to look at the relationship between the use of the internet by
residents who are currently in school for the sake of completing school work in Indonesia to get good
learning outcomes. Analysis based on secondary data from the 2018 National Socio-Economic Survey.
It's just that the data obtained is not symmetrical with outliers. Quantile regression is used to
minimize the effect of outliers. The study found that there was a close relationship between internet
access from residents who were in school and completion of school work. The quantile regression
results show that the proportion of internet access for completing school work differs between groups
of proportions of internet use. A high proportion of internet use will be used for completing higher
school work.
Keywords : Internet access, Quantile regression, School assignment

Article History:
Received: 25-06-2020
Revised : 06-07-2020 This is an open access article under the CC–BY-SA license
Accepted: 09-07-2020
Support by:
Online : 10-07-2020

342
Jurnal Riset Teknologi dan Inovasi Pendidikan (JARTIKA)
Volume 3 Nomor 2 (Juli) 2020, Hal. 342-350

A. Pendahuluan
Society 5.0 adalah masyarakat yang dapat menyelesaikan berbagai tantangan dan
permasalahan sosial dengan memanfaatkan berbagai inovasi yang lahir di era revolusi industri
4.0 seperti Internet on Things, Artificial Intelligence, Big Data, dan robot untuk meningkatkan
kualitas hidup manusia. Internet sebagai salah satu produknya menghadirkan berbagai
kemudahan bagi masyarakat tersebut. Akses internet yang cepat ditambah telepon genggam
berlayar lebar menjadikan semua mudah. Banyak hal bisa dikerjakan menggunakan telepon
genggam terkoneksi internet.
Penduduk menggunakan media internet untuk beragam tujuan, memutuskan media apa
yang akan dikonsumsi, dan efek apa dari media yang ingin mereka peroleh (Griffin, 2012),
(Baran & Davis, 2015). Menurut Guadagno et al., (2013) media komunikasi berbasis internet
mempunyai tiga faktor yang membedakannya dengan media komunikasi lain, yaitu (1)
Menggunakan text based nature saat berinteraksi, menjadikan kehadiran fisik menjadi kurang
penting; (2) Faktor jarak juga tidak lagi menjadi penghalang untuk berinteraksi sehingga media
ini mampu mengumpulkan orang-orang dengan minat yang sama walaupun berasal dari lokasi
yang berjauhan; (3) Individu mempunyai kontrol atas waktu dan tempat saat berinteraksi,
sehingga batasan melakukan pekerjaan/tugas di rumah atau di kantor/sekolah menjadi samar.
Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa telepon genggam dengan akses internet telah
membuat setiap orang, kapan saja dapat berinteraksi dimana saja dan dengan siapa saja
(Temporal & Lee, 2002).
Hal ini berpengaruh pula bagi penduduk pasca milenial (lahir setelah tahun 1995) dimana
untuk melakukan akses internet mereka sudah sangat akrab (Dolot, 2018), (Bencsik et al.,
2016). Sementara itu tantangan agar siswa berhasil dalam belajar perlu mengerjakan tugas
pelajaran dengan sebaik-baiknya. Siswa yang memiliki kemampuan menyelesaikan tugas
pelajaran cenderung mendapatkan hasil belajar yang baik (Farikha et al., 2015). Tugas sekolah
yang diselesaikan siswa akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Apabila siswa menyelesaikan
tugas sekolah dengan baik maka kegiatan belajarnya akan baik begitu juga hasil belajarnya
(Nurlia et al., 2017). Menurut Endriani & Syukur, (2015) pada dasarnya tidak ada tugas sekolah
yang tidak dapat diselesaikan. Jika menemukan tugas yang sukar untuk dikerjakan siswa perlu
memahami contoh yang ada pada buku catatan dan buku teks pelajaran atau mencari sumber
lain yang menyangkut tugas yang sukar tersebut, termasuk lewat akses internet.
Surat edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 9/2018 tentang Pemanfaatan
Rumah Belajar merupakan salah satu upaya kemudahan akses internet untuk kepentingan
mendapatkan materi pembelajaran yang bermutu. Berbagai model pembelajaran, misalnya
Self-Organized Learning Environment (SOLE) atau model Problem Solving berorientasi Higher
Order Thinking Skills (HOTS) sudah menggabungkan kegiatan belajar mengajar dengan
memanfaatkan akses internet sebagai upaya meningkatkan pemahaman dan mencari
informasi sebanyak-banyaknya.
Badan Pusat Statistik (2019) menyebutkan bahwa hampir separuh (49,86%) dari
penduduk yang mengakses internet adalah penduduk usia 5-24 tahun. Kelompok ini ditengarai
didominasi oleh siswa/mahasiswa. Sementara tugas utama seorang siswa adalah untuk belajar.
Sehingga tak heran, jika pada tahun 2018 sekitar 65,48 persen siswa mengakses internet untuk
mengerjakan tugas sekolah/kuliah. Hanya saja kondisinya bervariasi antar provinsi di
Indonesia. Berdasarkan provinsi, persentase siswa yang paling banyak mengakses internet
terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta (73,67%) dan untuk tujuan mengerjakan tugas
sekolah/kuliah sebesar 71,67 persen, sedangkan akses internet siswa paling rendah di Nusa
Tenggara Timur (25,35%) dan untuk tujuan mengerjakan tugas sekolah/kuliah sekitar 75,73
persen. Dengan demikian terdapat pertanyaan apakah akses internet bagi siswa dapat
mendukung untuk kepentingan penyelesaian tugas sekolahnya antar provinsi di Indonesia

343
Suparna Parwodiwiyono, Kaitan Akses Internet dan Penyelesaian Tugas Sekolah Berdasarkan Regresi
Kuantil Menuju Masyarakat 5.0

untuk menyongsong budaya masyarakat 5.0. Diduga terdapat kaitan yang erat antara akses
internet yang dilakukan dengan penyelesaian tugas sekolah/kuliah.
Permasalahan yang timbul adalah data proporsi atau persentase penggunaan internet
oleh siswa/mahasiswa dan akses internet dengan tujuan untuk kepentingan penyelesaian
tugas sekolah antar provinsi datanya tidak simetrik dan terdapat pencilan/outlier. Regresi
kuantil dapat diaplikasikan dan memiliki beberapa kelebihan, salah satunya dapat
meminimumkan pengaruh dari pencilan tersebut (Escanciano & Goh, 2019), (Alhamzawi et al.,
2019), (Wardani, 2018), (Huang et al., 2017), (Staffa et al., 2019). Oleh karena itu penelitian ini
bertujuan untuk melihat kaitan proporsi akses internet siswa dan akses untuk kepentingan
penyelesaian tugas sekolah dengan menggunakan regresi kuantil di Indonesia.

B. Metode Penelitian
Sumber data penelitian berasal dari data sekunder, yaitu hasil Survei Sosial Ekonomi
Nasional (Susenas) Tahun 2018. Susenas rutin dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) setiap
tahun untuk mendapatkan informasi terkait demografi, kesehatan, pendidikan, sosial budaya,
pengeluaran rumah tangga, dan kondisi sosial ekonomi lain. Data mendalam terkait pendidikan
dikumpulkan tiap 3 tahun sekali dan terakhir tahun 2018.
Analisis yang digunakan dengan metode regresi kuantil. Regresi kuantil merupakan
suatu pendekatan untuk menduga berbagai fungsi kuantil dari suatu distribusi Y sebagai
fungsi dari X. Regresi kuantil sangat berguna jika distribusi data tidak homogen dan tidak
berbentuk normal seperti tidak simetris, terdapat ekor pada sebaran, atau truncated
distribution. Model regresi kuantil memungkinkan untuk menghasilkan model regresi dari
beberapa kuantil variabel respon yang diinginkan, sehingga model yang dihasilkan dapat lebih
menggambarkan distribusi data secara lebih lengkap. Adapun model umum regresi kuantil
yakni (Koenker & Hallock, 2001):
( ) ( ) (1)

dimana β(p) merupakan vektor parameter regresi yang tergantung pada kuantil ke-p (0<p<1).
Estimasi parameter pada persamaan (1) dapat diperoleh dengan meminimumkan persamaan
(2) berikut:
∑ ( ( )) (2)

dimana ( ) ( ) disebut sebagai fungsi cek. Penyelesaian permasalahan


minimasi tersebut menggunakan bantuan pemrograman linier.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini mengikuti tahapan-tahapan sebagai
berikut:
1. Melakukan analisis deskriptif terhadap variabel penelitian yaitu persentase
penggunaan internet siswa sekolah dasar sampai perguruan tinggi selama 3 bulan yang
lalu (X) dan persentase penggunaan internet dengan tujuan untuk mengerjakan tugas
sekolah (Y). Yang dimaksud 3 bulan yang lalu adalah jangka waktu dari 3 bulan sampai
sehari sebelum survei dilaksanakan. Adapun yang dimaksud tugas sekolah termasuk
pula tugas perkuliahan.
2. Mengidentifikasi keberadaan pencilan dengan Cook’s distance.
(̂ ̂) (̂ ̂)
( )
(3)
dimana:
̂ i = vektor estimasi parameter regresi ketika pengamatan ke-i dihilangkan
̂ = vektor estimasi parameter regresi
X = matriks variabel prediktor

344
Jurnal Riset Teknologi dan Inovasi Pendidikan (JARTIKA)
Volume 3 Nomor 2 (Juli) 2020, Hal. 342-350

k = banyaknya variabel prediktor


s2 = ragam nilai estimasi variabel respon.
Pengamatan yang memiliki nilai Cook’s distance lebih besar dari 4 kali rata-rata
diklasifikasikan sebagai nilai ekstrim atau pencilan.
3. Mengestimasi kaitan kedua variabel (X dan Y) dalam persamaan garis dengan metode
regresi linier sederhana (OLS) dan regresi kuantil.
Membandingkan hasil estimasi antara regresi linier sederhana dan regresi kuantil
dengan kuantil (p) pada nilai 0,10; 0,25; 0,50; 0,75 dan 0,90. Proses analisis dilakukan
dengan bantuan software R versi 3.6.1.

C. Temuan dan Pembahasan


1. Akses Internet dan Penyelesaian Tugas Sekolah
Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi,
persentase siswa dalam mengakses hal-hal yang berkaitan dengan teknologi tersebut juga
semakin meningkat. BPS (2018) mencatat bahwa di Indonesia proporsi siswa berumur 5-
24 tahun yang melakukan akses internet telah mencapai 53,06 persen. Perkembangan
internet memang diyakini dapat memberikan perubahan mendasar bagi siswa terutama
dalam hal peningkatan kualitas kehidupannya. Akan tetapi, adakalanya terjadi digital
divide, yaitu keberadaan teknologi internet yang baik, cepat, dan murah tidak bisa diakses
secara merata oleh semua lapisan masyarakat (Subiakto, 2013).
Berdasarkan tingkat pendidikan yang sedang diduduki, persentase penggunaan
internet pada tingkat pendidikan SD/sederajat jauh di bawah tingkat pendidikan lainnya.
Pada tahun 2018 siswa SD/sederajat yang mengakses internet dalam tiga bulan terakhir
baru sekitar 16,64 persen, siswa SMP/sederajat 62,77 persen, dan siswa SMA/sederajat
85,52 persen, sementara mahasiswa yang mengakses internet pada periode yang sama
mencapai 94,41 persen. Pada jenjang pendidikan menengah dan tinggi hampir semua
siswa mengakses internet. Hal tersebut menunjukkan semakin tinggi jenjang pendidikan,
maka kebutuhan internet pun semakin tinggi, terutama dalam mendukung pelajaran yang
diberikan sesuai jenjangnya.
Akses internet dari siswa bila dilihat dari tujuan penggunaannya terutama untuk
mendapatkan hiburan (permainan, nonton televisi, film/video, radio, gambar, dan musik)
yang mencapai 76,32 persen. Kemudian diikuti untuk kepentingan sosial media/jejaring
sosial dan mendapatkan informasi/berita yang masing-masing secara berurutan terdapat
75,69 dan 60,06 persen. Sementara untuk kepentingan mengerjakan tugas sekolah
mencapai 65,48 persen. Untuk mengirim/menerima email, pembelian atau penjualan
barang/jasa, mendapatkan informasi barang/jasa,dan lain-lain proporsinya di bawah 16
persen. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa siswa melakukan akses internet
terutama bukan berkaitan dengan kepentingan sekolahnya, tetapi lebih untuk
kepentingan hiburan atau sosial media saja (Tabel 1).

Tabel 1. Persentase Siswa Menurut Tujuan Mengakses Internet


Tujuan akses internet Jenjang pendidikan Total
SD/se- SMP/se- SMA/se- PT
derajat derajat derajat
Informasi/berita 33,57 59,06 70,77 88,33 60,06
Tugas sekolah 48,86 72,03 67,75 79,98 65,48
Mengirim/menerima email 3,79 8,98 15,14 49,81 15,33
Media sosial/jejaring sosial 50,01 80,57 86,80 90,51 75,69
Beli/jual barang/jasa 2,53 5,06 11,03 31,34 10,02
Hiburan 81,36 72,98 73,57 79,17 76,32

345
Suparna Parwodiwiyono, Kaitan Akses Internet dan Penyelesaian Tugas Sekolah Berdasarkan Regresi
Kuantil Menuju Masyarakat 5.0

Fasilitas finansial 0,50 0,53 1,70 12,06 2,53


Informasi barang/jasa 3,27 8,01 13,75 29,86 11,67
Lainnya 3,27 4,36 5,72 7,92 5,01
Sumber: BPS (2019)

Berdasarkan Tabel 1, juga dapat dilihat bahwa ternyata siswa SD/sederajat memiliki
persentase yang paling tinggi dalam tujuan mengakses hiburan di internet (81,36 persen)
dibandingkan jenjang pendidikan lainnya. Sementara itu, siswa SMP/sederajat,
SM/sederajat, dan perguruan tinggi hanya mengakses internet untuk hiburan dengan
persentase sebesar 72,98 persen, 73,57 persen, dan 79,17 persen. Hiburan yang
dimaksud dapat berupa mengakses permainan, menonton televisi, film/video, radio,
gambar, dan mendengarkan musik. Sementara itu tujuan mengakses internet yang lain
menunjukkan pola yang cenderung sama yaitu semakin meningkat seiring dengan
semakin tinggi jenjang pendidikan yang sedang ditempuh siswa. Akses internet untuk
mengerjakan tugas sekolah, siswa SD/sederajat sekitar 48,86 persen sedangkan mereka
yang sedang kuliah mencapai 79,98 persen.
Akses internet untuk kepentingan mengerjakan tugas sekolah bervariasi nilainya antar
provinsi di Indonesia. Persentase siswa melakukan akses internet untuk kepentingan
mengerjakan tugas sekolah/kuliah selama tiga bulan terakhir tertinggi di Nusa Tenggara
Barat yang mencapai 76,19 persen, sedangkan yang persentasenya terendah terdapat di
Sulawesi Utara yang hanya terdapat 52,05 persen. Provinsi lain dengan persentase siswa
melakukan akses internet untuk tujuan mengerjakan tugas sekolah/kuliah lebih dari 75
persen terdapat di Kepulauan Riau, DKI Jakarta, dan Nusa Tenggara Timur. Sementara
akses yang rendah terdapat juga di Provinsi Aceh dan Kalimantan Barat dengan
persentase di bawah 55 persen.

2. Identifikasi Pencilan dengan Cook’s Distance


Gambar 1 menyajikan histogram dari nilai Cook’s Distance setiap pengamatan. Dari
histogram tersebut dapat diidentifikasi apakah terdapat pencilan dari distribusi data yang
kita amati.

Gambar 1. Cook’s Distance Nilai Amatan

Berdasarkan Gambar 1, dapat dilihat bahwa terdapat tiga nilai amatan yang dapat
dikategorikan sebagai pencilan yaitu amatan ke 11, 16, dan 19, di mana kedua
pengamatan ini memiliki nilai Cook’s Distance lebih dari 4 kali nilai rata-rata. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat data pencilan dan penggunaan regresi linier sederhana
tidak dianjurkan karena analisis regresi ini sangat dipengaruhi atau sensitif oleh
keberadaan pencilan.

346
Jurnal Riset Teknologi dan Inovasi Pendidikan (JARTIKA)
Volume 3 Nomor 2 (Juli) 2020, Hal. 342-350

3. Kaitan Akses Internet dengan Penyelesaian Tugas Sekolah Siswa Berdasar Regresi
Linier Sederhana dan Regresi Kuantil.
Ringkasan hasil estimasi parameter dari model keterkaitan proporsi akses internet
siswa terhadap penyelesaian tugas sekolah dengan menggunakan regresi linier sederhana
dan regresi kuantil seperti pada Tabel 2. Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui
bahwa nilai koefisien kemiringan garis dari hasil analisis regresi kuantil 0,5 didapatkan
0,325 yang artinya apabila proporsi akses internet siswa bertambah 1 persen maka akan
mengakibatkan proporsi akses internet untuk penyelesaian tugas sekolah meningkat
sebesar 0,325 persen. Nilai ini menunjukkan bahwa faktor proporsi akses internet siswa
berpengaruh positif terhadap penyelesaian tugas sekolah. Hanya saja pertambahan
proporsi akses internet siswa harus lebih besar daripada pertambahan proporsi akses
internet untuk penyelesian tugas sekolah yang didapatkan. Nilai rata-rata dari proporsi
akses internet siswa lebih besar dari angka mediannya atau nilai kuantil 0,5 (44,52
berbanding 43,07 persen). Hal ini berarti bahwa distribusi data proporsi atau persentase
akses internet siswa tidak simetris sehingga nilai rata-ratanya terangkat, sehingga
distribusinya cenderung menjulur ke atas karena ada pencilan pada nilai akses internet
siswa yang tinggi. Misalnya kita tetap menggunakan analisis regresi linier sederhana maka
akan didapatkan koefisien kemiringan garis yang lebih landai karena didapatkan
konstanta yang lebih tinggi.

Tabel 2. Hasil Estimasi Parameter Model Kaitan Akses Internet


dengan Penyelesaian Tugas Sekolah Siswa
Nilai rata-
Koefisien
Model Konstanta p-value p-value rata/kuantil
X
variabel X
Linier sederhana 56,445 0,000 0,193 0,077 44,52
Kuantil
0,10 51,548 0,001 0,088 0,786 32,05
0,25 53,467 0,000 0,177 0,012 38,58
0,50 50,037 0,000 0,325 0,005 43,07
0,75 57,020 0,000 0,250 0,094 49,71
0,90 72,191 0,000 0,044 0,511 58,26

Di sisi lain, hasil analisis regresi kuantil menunjukkan bahwa kenaikan proporsi akses
internet untuk kepentingan penyelesaian tugas sekolah antar kuantil berbeda-beda, di
mana secara keseluruhan memperlihatkan bahwa akses internet untuk penyelesaian
tugas sekolah berkaitan positif dengan akses internet siswa pada semua kuantil yang
diamati. Hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien kemiringan regresi yang positif. Hasil ini
menunjukkan bahwa kenaikan proporsi akses internet dari siswa akan menyebabkan
kenaikan proporsi akses internet untuk kepentingan penyelesaian tugas sekolah. Untuk
nilai akses yang terlalu tinggi atau terlalu rendah tingkat kemiringannya tidak signifikan,
berarti pada proporsi akses internet yang seperti itu tidak terlihat pengaruhnya untuk
kepentingan penyelesaian tugas sekolah.
Selain itu, dari hasil regresi kuantil tersebut juga dapat dilihat bahwa semakin besar
nilai kuantil maka terdapat pada peningkatan proporsi penyelesaian tugas sekolah
cenderung semakin besar sampai kuantil 0,5 kemudian menurun kembali. Pada
persamaan kuantil 0,5 koefisien kemiringan regresi mencapai 0,325, sementara pada
persamaan kuantil 0,25 atau 0,75 masing-masing secara berurutan diperoleh koefisien
0,177 dan 0,250 dengan tingkat kesalahan 10 persen.

347
Suparna Parwodiwiyono, Kaitan Akses Internet dan Penyelesaian Tugas Sekolah Berdasarkan Regresi
Kuantil Menuju Masyarakat 5.0

Pemodelan persamaan regresi dengan nilai kuantil 0,10 menunjukkan hasil analisis
yang harus dilakukan untuk data proporsi akses internet siswa siswa sekitar 32,06 persen,
kuantil 0,25 untuk data akses internet siswa kurang lebih 38,58 persen, kuantil 0,50
sebesar 43,07 persen, serta kuantil 0,75 diperuntukkan untuk analisis data akses internet
siswa sebesar 49,71 persen. Adapun pemodelan untuk kuantil 0,90 menggunakan data
akses internet siswa kurang lebih 58,26 gram. Semakin besar akses internet siswa setelah
kuantil 0,5 terlihat pengaruhnya terhadap kenaikan akses internet dengan tujuan untuk
penyelesaian tugas sekolah cenderung semakin kecil. Hal ini menunjukkan bahwa
diperlukan pertambahan proporsi akses internet siswa yang harus lebih besar untuk
mendapatkan pertambahan proporsi untuk penyelesaian tugas sekolah agar
mendapatkan hasil belajar yang lebih baik. Kondisi tersebut juga menunjukkan bahwa
kelompok akses internet siswa yang tergolong tinggi lebih rentan terhadap kondisi
lingkungan dibandingkan golongan yang akses internetnya lebih rendah, sehingga
penggunaan internet untuk penyelesaian tugas sekolah kurang optimal. Demikian pula
untuk akses internet yang sangat kecil. Meskipun demikian secara umum dapat dikatakan
bahwa terdapat kaitan positif yang erat (semua nilai kemiringan regresi positif) antara
proporsi akses internet siswa dengan proporsi akses internet dengan tujuan untuk
menyelesaikan tugas sekolah.
Hasil ini seiring dengan temuan Nurlia et al., (2017), Eva, (2013) dan Riva Atul
Aldaniah Wahab, (2012) bahwa akses internet masih perlu ditingkatkan dan hal ini juga
sangat erat kaitannya dengan program pemerintah Indonesia melalui Kementerian
Komunikasi dan Informatika dimana diharapkan penduduk Indonesia mampu menjadi
“Masyarakat Informasi Indonesia”. Diharapkan pemerintah dapat terus melakukan
sosialisasi untuk memasyarakatkan penggunaan internet dalam rangka mewujudkan
program tersebut, termasuk bagi para siswa/mahasiswa. Meskipun infrastruktur telah
disediakan melalui program “Indonesia Connected” namun jika tidak ada minat atau
antusiasme dari masyarakat termasuk para siswa maka program tersebut tidak akan
tercapai. Pada masa mendatang masyarakat perlu membiasakan diri mengakses internet
untuk pemenuhan kepentingan dan kebutuhannya seperti yang diharapkan pada era
Society 5.0.
Hasil ini mendukung pula dengan The Strategic Blue Print of Planning and Developing
The ICT-Literate Human Resources in Indonesia dari Kementerian Komunikasi dan
Informatika Republik Indonesia yang menuliskan bahwa terdapat empat tahapan yang
harus dilalui masyarakat termasuk para siswa untuk sampai ke tingkatan ICT-Literacy
untuk menyongsong era masyarakat 5.0 yaitu: 1) Information Literacy, yaitu kemampuan
mengakses, mengevaluasi, dan menggunakan informasi dari berbagai bentuk seperti
buku, surat kabar, video, CD-ROM, atau Web; 2) Computer Literacy, yaitu kemampuan
menggunakan komputer untuk memenuhi kebutuhan pribadi; 3) Digital Literacy, yaitu
kemampuan memahami dan menggunakan informasi dari berbagai sumber ketika
disajikan melalui alat digital; 4) Internet Literacy, yaitu kemampuan menggunakan
pengetahuan teoritis dan praktis mengenai Internet sebagai suatu media komunikasi dan
informasi bagi manusia yang memerlukannya.
Hanya saja selain memiliki kemampuan literasi informasi, seorang siswa juga harus
membekali dirinya dengan literasi yang lain seperti: a) Literasi visual, berupa kemampuan
seseorang untuk memahami, menggunakan dan mengekspresikan gambar. b) Literasi
media, merupakan kemampuan untuk mengakses, menganalisis, dan menciptakan
informasi untuk hasil yang spesifik. Media tersebut adalah televisi, radio, surat kabar,
film, musik. c) Literasi elektronik, berupa kemampuan untuk membuat dan memanipulasi
dokumen dan data melalui perangkat lunak pangkalan data atau pengolah data dan
sebagainya. d) Literasi digital, merupakan keahlian yang berkaitan dengan penguasaan

348
Jurnal Riset Teknologi dan Inovasi Pendidikan (JARTIKA)
Volume 3 Nomor 2 (Juli) 2020, Hal. 342-350

sumber dan perangkat digital. Beberapa institusi pendidikan menyadari dan melihat hal
ini merupakan cara praktis untuk mengajarkan literasi informasi, salah satunya melaui
tutorial. e) Literasi jaringan, yaitu kemampuan untuk menggunakan, memahami,
menemukan dan memanipulasi informasi dalam jaringan, dalam hal ini artinya internet.
Hal ini sesuai pula dengan apa yang ada pada Personal-Capability Maturity Model (P-
CMM), dimana e-literacy dapat dikembangkan bertahap ke dalam 6 level untuk
menyongsong era masyarakat 5.0:
Level 0: Seorang individu sama sekali tidak tahu dan tidak peduli akan pentingnya
informasi dan teknologi untuk kehidupan sehari-hari.
Level 1: Seorang individu pernah memiliki pengalaman satu dua kali dimana informasi
merupakan sebuah komponen penting untuk pencapaian keinginan dan
pemecahan masalah, dan telah melibatkan teknologi informasi maupun
komunikasi untuk mencarinya.
Level 2: Seorang individu telah berkali-kali menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi untuk membantu aktivitasnya sehari-hari dan telah memiliki pola
keberulangan dalam penggunaannya.
Level 3: Seorang individu telah memiliki standar penguasaan dan pemahaman
terhadap informasi maupun teknologi yang diperlukannya, secara konsisten
mempergunakan standar tersebut sebagai acuan penyelenggaraan aktivitasnya
sehari-hari.
Level 4: Seorang individu telah sanggup meningkatkan secara signifikan (dapat
dinyatakan secara kuantitatif) kinerja aktivitas kehidupannya sehari-hari
melalui pemanfaatan informasi dan teknologi.
Level 5: Seorang individu telah menganggap informasi dan teknologi sebagai bagian
tidak terpisahkan dari aktivitas sehari-hari, dan secara langsung maupun tidak
langsung telah mewarnai perilaku dan budaya hidupnya.

D. Simpulan dan Saran


Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa proporsi akses internet siswa
memiliki kaitan positif yang erat dengan proporsi akses internet dengan tujuan untuk
penyelesaian tugas sekolah berdasarkan hasil regresi linier sederhana maupun regresi kuantil.
Namun, pendekatan dengan regresi linier sederhana kurang tepat diterapkan sebab datanya
mengandung pencilan. Sedangkan hasil analisis dengan regresi kuantil didapatkan hasil kaitan
yang erat antara proporsi akses internet siswa dengan akses untuk tujuan penyelesaian tugas
sekolah. Bila proporsi akses internet lebih besar dari median terlihat bila semakin besar
proporsi akses internet siswa pengaruhnya terhadap peningkatan proporsi akses internet
untuk penyelesaian tugas sekolah semakin kecil. Hal ini dikarenakan persentase akses internet
yang sudah tinggi cenderung lebih rentan terhadap perubahan kondisi lingkungan, sehingga
penggunaan internet untuk penyelesaian tugas sekolah kurang optimal.
Pemerintah diharapkan tanggap terhadap merebaknya akses internet hanya untuk
hiburan dan jejaring sosial oleh siswa. Pemerintah hendaknya melakukan pengawasan
terhadap konten-konten yang beredar di jejaring sosial misalnya dengan melakukan
pemblokiran terhadap konten-konten yang bisa berdampak negatif bagi siswa maupun
masyarakat. Bagi siswa perlu diarahkan agar mengakses internet diutamakan untuk
penyelesaian tugas sekolahnya. Selain itu pemerintah juga diharapkan dapat melakukan
sosialisasi lebih terpadu untuk memasyarakatkan penggunaan internet dalam rangka
mewujudkan Masyarakat Informasi Indonesia, termasuk dalam hal ini para siswa untuk
menghadapi era Society 5.0.

349
Suparna Parwodiwiyono, Kaitan Akses Internet dan Penyelesaian Tugas Sekolah Berdasarkan Regresi
Kuantil Menuju Masyarakat 5.0

Ucapan Terima Kasih


Terima kasih disampaikan ke Badan Pusat Statistik atas perkenan akses datanya dan
mendukung selesainya tulisan ini.

Daftar Pustaka
Alhamzawi, R., Yu, K., & Mallick, H. (2019). Quantile Regression and beyond in Statistical Analysis of
Data. Journal of Probability and Statistics, 2019(1), 1. https://doi.org/10.1155/2019/2635306
Badan Pusat Statistik. (2019). Statistik Penunjang Pendidikan 2018. In BPS. BPS.
Baran, S. J., & Davis, D. K. (2015). Mass Communication Theory: Foundations, Ferment, and Future. In
Cengage Learning (6th ed.). Amazon.com. https://doi.org/10.4135/9781446262467
Bencsik, A., Juhász, T., & Horváth-Csikós, G. (2016). Y and Z Generations at Workplaces. Journal of
Competitiveness, 8(3), 90–106. https://doi.org/10.7441/joc.2016.03.06
Dolot, A. (2018). The characteristics of Generation Z. E-Mentor, 2(74), 44–50.
https://doi.org/10.15219/em74.1351
Endriani, N., & Syukur, Y. (2015). Kesiapan Siswa dalam Menyelesaikan Tugas Sekolah. Konselor, 4(3),
130–135. https://doi.org/10.24036/ 02015446470-0-00
Escanciano, J. C., & Goh, S. C. (2019). Quantile-Regression Inference With Adaptive Control of Size.
Journal of the American Statistical Association, 114(527), 1382–1393. https://doi.org/10.1080/
01621459.2018.1505624
Eva, R. (2013). Pengaruh Minat dan Kebiasaan Belajar Siswa Terrhadap Prestasi Belajar Matematika.
Jurnal Formatif, 2(2), 122–131.
Farikha, L., Redjeki, T., & Utomo, S. (2015). Penerapan Model Pembelajaran Predict Observe Explain
(Poe) Disertai Eksperimen Pada Materi Pokok Hidrolisis Garam Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan
Prestasi Belajar Siswa Kelas Xi Mia 3 Sma Negeri 4 Surakarta Tahun Pelajaran 2014/2015. Jurnal
Pendidikan Kimia, 4(4), 95–102.
Griffin, E. (2012). A First look at commmunication theory. In McGraw-Hill (8th ed.). The MacGraw-Hill
Companies.
Guadagno, R. E., Muscanell, N. L., Rice, L. M., & Roberts, N. (2013). Social influence online: The impact of
social validation and likability on compliance. Psychology of Popular Media Culture, 2(1), 51–60.
https://doi.org/10.1037/a0030592
Huang, Q., Zhang, H., Chen, J., & He, M. (2017). Quantile Regression Models and Their Applications: A
Review. Journal of Biometrics & Biostatistics, 08(03), 1–6. https://doi.org/10.4172/2155-6180.
1000354
Koenker, R., & Hallock, K. F. (2001). Quantile Regression. American Journal of Respiratory and Critical
Care Medicine, 15(4), 143–156. https://doi.org/10.1164/rccm.201012-2095OC
Nurlia, Hala, Y., Muchtar, R., Jumadi, O., & Taiyeb, A. M. (2017). Hubungan Antara Gaya Belajar,
Kemandirian Belajar, dan Minat Belajar dengan Hasil Belajar Biologi Siswa. Jurnal Pendidikan
Biologi, 6(2), 321–328.
Riva Atul Aldaniah Wahab. (2012). Analisis Akses dan Penggunaan Internet Sebagai Evaluasi Tingkat
Literasi Internet Masyarakat di Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Penelitian Komunikasi Dan Opini
Publik, 16(1), 49–68.
Staffa, S. J., Kohane, D. S., & Zurakowski, D. (2019). Quantile Regression and Its Applications: A Primer
for Anesthesiologists. Anesthesia and Analgesia, 128(4), 820–830. https://doi.org/10.1213/ANE.
0000000000004017
Subiakto, H. (2013). Internet untuk pedesaan dan pemanfaatannya bagi masyarakat The usage of
internet for the village and villagers. Masyarakat, Kebudayaan Dan Politik, 26(4), 243–256.
Temporal, P., & Lee, K. C. (2002). Hi-tech hi-touch branding: Creating brand power in the age of
technology: Vol. null (1st ed.). Wiley.
Wardani, R. A. (2018). Pemodelan Regresi Kuantil Spasial Autoregresif (Sarqr) untuk Mengatasi Efek
Spasial Pada Data Yang Mengandung Outlier (Studi Kasus Pada Data Tingkat Kriminalitas Provinsi
Jawa Tengah). Universitas Negeri Semarang.

350
Jurnal Riset Teknologi dan Inovasi Pendidikan (JARTIKA)
https://journal-litbang-rekarta.co.id/index.php/jartika
p-ISSN: 2622-4763 | e-ISSN: 2622-2159 | Vol. 3 No. 2 (Juli) 2020, Hal. 351-359

Pengaruh Pembelajaran Daring Berbantuan Laboratorium Virtual


Terhadap Minat dan Hasil Belajar Kognitif Fisika

Egidius Dewa1, Maria Ursula Jawa Mukin2, Oktavina Pandango3


1,2,3
Universitas Katolik Widya Mandira Kupang, Indonesia
egidiusdewa@gmail.com1, mariamukin@unwira.ac.id2, pandangooktavina@gmail.com3

Abstrak: Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran daring berbantuan
laboratorium virtual terhadap minat belajar fisika peserta didik dan mengetahui pengaruh
pembelajaran daring berbantuan laboratorium virtual terhadap hasil belajar kognitif fisika peserta
didik. Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan desain eksperimen one group pretest
posttest. Sampel penelitian ini adalah peserta didik kelas X MIPA 1 yang berjumlah 33 orang yang
ditentukan dengan teknik simple random sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah tes hasil belajar kognitif dan angket minat belajar peserta didik. Hasil analisis data dapat
disimpulkan bahwa ada pengaruh pembelajaran daring berbantuan laboratorium virtual terhadap
minat belajar peserta didik dengan nilai sig (2-tailed) lebih kecil dari 0,05 (0,0063 < 0,05) dan ada
pengaruh pembelajaran daring berbantuan laboratorium virtual terhadap hasil belajar kognitif
peserta didik dengan nilai sig (2-tailed) lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05).
Kata kunci: Pembelajaran Daring; Laboratorium Virtual; Hasil Belajar Kognitif; Minat Belajar

Abstract: This article aims to determine the influence of online learning with virtual labs on the
learning interest of students ' physics and to know the influence of online learning with virtual labs on
cognitive learning outcomes of student physics. This type of research is a quasi experiment with the
experimental design of one group Pretests posttest. This research sample is a student of class X MIPA
1 which amounted 33 people determined with simple random sampling technique. The instruments
used in this study are cognitive learning results test and Angket learning interest learners. Data
analysis results can be concluded that there is a virtual lab-assisted online learning influence to the
learning interest of learners with a value of sig (2-tailed) smaller than 0.05 (0.0063 < 0.05) and there is
a virtual lab-assisted online learning influence to the outcome of the students ' cognitive learning with
a sig (2-tailed) value smaller than 0.05 (0.000 < 0.05).
Keywords: Online Learning; Virtual Labs; Cognitive Learning Outcomes; Learning Interests

Article History:
Received: 29-06-2020
Revised : 06-07-2020 This is an open access article under the CC–BY-SA license
Accepted: 09-07-2020
Support by:
Online : 10-07-2020

351
Egidius Dewa, Maria Ursula Jawa Mukin, Oktavina Pandango, Pengaruh Pembelajaran Daring
Berbantuan Laboratorium Virtual Terhadap Minat Dan Hasil Belajar Kognitif Fisika

A. Pendahuluan
Dunia saat ini dikejutkan dengan mewabahnya sebuah virus yang bernama corona atau
dikenal dengan istilah covid-19 (corona virus diseases-19). Virus ini yang disinyalir mulai
mewabah di akhir tahun 2019 di kota Wuhan Provinsi Hubei Tiongkok, saat ini menyebar
hampir keseluruh penjuru dunia dengan sangat cepat, sehingga WHO menetapkan wabah ini
sebagai pendemi global. Ratusan ribu manusia terpapar virus ini di seluruh dunia, bahkan
puluhan ribu manusia menjadi korban meninggal. Indonesia merupakan salah satu negara
yang terpapar covid-19 ini. Rumitnya penanganan wabah ini membuat para pemimpin dunia
menerapkan kebijakan yang super ketat untuk memutus mata rantai penyebaran covid-19.
Sosial distancing menjadi pilihan berat bagi setiap negara termasuk indonesia dalam
menerapkan kebijakan untuk pencegahan covid-19, karena kebijakan ini berdampak negatif
terhadap segala aspek kehidupan (Prima, 2020).
UNESCO mengakui bahwa wabah covid-19 telah berdambak besar terhadap sektor
pendidikan, hampir 300 juta peserta didik di seluruh dunia terganggu kegiatan sekolahnya dan
mengancam hak-hak pendidikan peserta didik di masa depan. Sejak pemerintah
mengumumkan kasus covid-19 di Indonesia, masyarakat dihimbau melakukan sosial
distancing, dimana semua kegiatan seperti bekerja, belajar dan beribadah dilakukan di rumah
untuk mencegah penyebaran covid-19. Namun, sistem pembelajaran tatap muka di kelas
dirubah menjadi pembelajaran dalam jaringan atau daring agar proses pembelajaran tetap
berlangsung sehingga terpenuhi hak peseta didik dalam belajar. Menyikapi kondisi tersebut,
guru dituntut untuk mampu menyajikan pembelajaran secara daring. Pembelajaran daring
merupakan salah satu tantangan di era industri 4.0. Pendidikan di Era industri 4.0 merupakan
pendidikan yang bercirikan pada pemanfaatan teknologi digital dalam proses pembelajaran
(Simarmata dkk, 2020), (Lase, 2019).
Situasi pembelajaran yang dituntut peserta didik sudah jauh bergeser dibandingkan
dengan zaman dulu yang cukup diberi materi pelajaran dengan mencatat kemudian
mendapatkan penjelasan dari guru melalui metode ceramah. Saat ini guru dituntut untuk
menyajikan pembelajaran yang kontekstual, kreatif, efisien dan menyenangkan, sehingga guru
harus berupaya mengupdate kemampuannya sesuai tuntutan zaman. Kurikulum pendidikan
2013 merupakan pedoman pembelajaran yang terdiri dari 4 aspek penilaian yaitu
pengetahuan, keterampilan, sosial dan spiritual. Pelajaran yang diterapkan pada kurikulum
2013, lebih mengacu pada aplikasi dalam dunia nyata. Kurikulum 2013 menuntut peserta didik
untuk lebih berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran, sedangkan guru hanya berperan
sebagai fasilitator bagi peserta didik. Tuntutan kurikulum 2013 lainnya yaitu guru dan peserta
didik harus terampil dalam menggunakan teknologi (Wijaya, Sudjimat, & Nyoto, 2016).
Berbicara tentang pendidikan maka tidak lepas dari proses pembelajaran. Proses pembelajaran
di sekolah merupakan kegiatan yang fundamental. Hal ini berarti bahwa pencapaian tujuan
pendidikan bergantung pada proses pembelajaran. Indikasi berhasil tidaknya suatu pendidikan
dapat dilihat nilai kemampuan pemahaman materi pelajaran.
Namun, kenyataan yang terjadi saat ini guru cenderung menggunakan model
pembelajaran konvensional yang monoton, yaitu dengan metode ceraman, dan jarang
melakukan praktikum karena minimnya fasilitas penunjang pembelajaran. Penggunaan model
pembelajaran yang monoton serta minimnya kegiatan praktikum berdampak kepada
rendahnya minat dan motivasi belajar peserta didik sehingga hasil belajar peserta didik
mengalami penurunan. Hal ini terbukti melalui hasil observasi awal yang dilakukan pada salah
satu sekolah negeri yang ada di Kota Kupang yaitu SMA Negeri 4 Kupang, hasil belajar fisika
peserta didik masih rendah. Hasil belajar peserta didik dilihat dari nilai rata-rata ujian akhir
semester yang tergolong rendah. Kelas X MIA 1 mempunyai nilai rata-rata ujian akhir semester
yaitu 32, kelas X MIA 2 mempunyai nilai rata-rata 37. Sedangkan, kelas X MIA 3, X MIA 4, X MIA

352
Jurnal Riset Teknologi dan Inovasi Pendidikan (JARTIKA)
Volume 3 Nomor 2 (Juli) 2020, Hal. 351-359

5 dan X MIA 6 mempunyai nilai rata-rata ujian akhir semester secara berturut yaitu 29, 33, 29,
dan 30. Kondisi riil yang ditemui pada saat observasi awal yaitu banyak peserta didik yang
kurang memperhatikan penjelaskan materi pelajaran yang diberikan oleh guru dan kurangnya
partisipasi dalam mengerjakan latihan dan contoh soal. Hal ini menggambarkan rendahnya
minat belajar peserta didik. Peserta didik yang kurang memperhatikan pelajaran menunjukkan
bahwa peserta didik memiliki minat belajar yang rendah karena minat belajar adalah suatu
ketertarikan atau kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa
kegiatan, dalam hal ini berupa kegiatan belajar (Slameto, 2010).
Mengatasi masalah rendahnya minat belajar dan hasil belajar peserta didik perlu adanya
upaya tindak lanjut yang baik dari guru. Upaya yang dapat dilakukan oleh guru untuk
mengatasi masalah yang terjadi adalah dengan menggunakan pembelajaran yang kini
diterapkan selama pandemi covid-19 yaitu pembelajaran dalam jaringan atau daring.
Pembelajaran daring dimaksudkan agar proses pembelajaran lebih efektif selama masa social
distancing menggunakan aplikasi seperti google classroom untuk penyampaian materi dalam
bentuk teks dan vedeo dan googel form sebagai alat evaluasi. Model pembelajaran daring
telah memberikan pengalaman baru yang lebih menantang daripada model pembelajaran
konvensional (tatap-muka). Tak terbatas waktu dan tempat belajar memberikan siswa
kebebasan untuk memilih saat yang tepat dalam pembelajaran berdasarkan kepentingan
mereka, sehingga kemampuan untuk menyerap bahan pembelajaran menjadi lebih tinggi
daripada belajar di dalam kelas (Kuntarto, 2017).
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi menjadi potensi yang sangat besar
untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Praktikum yang sulit dilakukan di laboratorium real,
yang umumnya disebabkan oleh minimnya alat-alat pratikum, dapat dilakukan dengan
mengunakan media laboratorium virtual. Media virtual merupakan objek multimedia intraktif
yang terdiri dari bermacam format termasuk teks, hiperteks, suara, gambar, animasi, video,
dan grafik (Gunawan, Setiawan, & Widyantoro, 2013). Salah satu aplikasi laboratorium virtual
adalah simulasi Physics Education Technology (PhET). (PhET Tim, 2014) menjelaskan bahwa
PhET adalah situs yang menyediakan simulasi pembelajaran fisika, biologi, kimia dan
matematika, yang diberikan secara gratis oleh Universitas Colorado untuk kepentingan
pembelajaran di kelas atau dapat digunakan untuk kepentingan belajar individu. Simulasi
dirancang secara interaktif, sehingga penggunaannya dapat melakukan pembelajaran secara
langsung.
Simulasi menjadikan lingkungan pekerjaan yang kompleks dapat ditata hingga menyerupai
dunia nyata (Azhar, 2011). Berbeda dengan format simulasi pada umumnya, laboratorium
virtual PhET lebih ditunjukkan pada kegiatan-kegiatan yang bersifat eksperimen, seperti
kegiatan praktikum di laboratorium IPA, Biologi, Fisika dan Kimia. Simulasi PhET menyediakan
serangkaian peralatan dan bahan, sehingga pengguna bisa melakukan percobaan atau
eksperimen sesuai petunjuk dan kemudian mengembangkan eksperimen-eksperimen lain
berdasarkan petunjuk tersebut. Diharapkan pada akhirnya pengguna dapat menjelaskan suatu
konsep atau fenomena tertentu berdasarkan eksperimen yang mereka lakukan secara maya
tersebut (Ekawati, Haris, & Amin, 2015). Oleh karena itu, simulasi PhET sangat cocok bagi
peserta didik zaman sekarang yang lebih suka mencari sesuatu yang bersumber dari media
elektronik dari pada media cetak atau media lainnya.
Hasil penelitian terdahulu oleh (Hermansyah, Gunawan, & Herayanti, 2017), melaporkan
bahwa penggunaan laboratorium virtual dapat meningatkan penguasaan konsep dan
kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi fisika. selain itu, (Ekawati et al., 2015), (Sobron,
Bayu, Rani, & Meidawati, 2019), (Abidin, Rumansyah, & Arizona, 2020) menyatakan bahwa
metode pembelajaran daring berpengaruh terhadap hasil belajar fisika peserta didik. Adapun
(Gunawan et al., 2013) menyatakan bahwa model virtual laboratory fisika modern untuk

353
Egidius Dewa, Maria Ursula Jawa Mukin, Oktavina Pandango, Pengaruh Pembelajaran Daring
Berbantuan Laboratorium Virtual Terhadap Minat Dan Hasil Belajar Kognitif Fisika

meningkatkan keterampilan generik sains calon guru. Beberapa penelitian terdahulu yang
dilakukan menjadi dasar penulis melakukan penelitian dengan perbedaan dimana penulis
melakukan penelitian penerapan pembelajaran daring berbantuan virual laboratorium melalui
aplikasi Google Classrom untuk melihat pengaruh penerapan pembalajaran tersebut terhadap
minat belajar dan hasil belajar kognitif peserta didik. Penyebaran angket minat belajar
menggunakan aplikasi Google Form.

B. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan desain penelitian yang digunakan
yaitu one group pretest-posttest. (Sugiyono, 2017) mengatakan bahwa penelitian quasi
eksperimen merupakan jenis penelitian dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan
tertentu terhadap variabel-variabel yang diteliti dan dalam kondisi yang dikendalikan. Populasi
pada penelitian ini adalah siswa kelas X MIPA semester genap 2019/2020 SMA Negeri 4
Kupang. Banyaknya siswa kelas X MIPA semester genap 2019/2020 SMA Negeri 4 Kupang
adalah 213 siswa yang terbagi dalam 6 kelas.
Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik sampel jenuh. Dalam penelitian ini
digunakan sampel jenuh karena hanya anggota populasi yang memenuhi persyaratan
penelitian yang dijadikan sampel (Sugiyono, 2017). Sehingga anggota populasi yang diambil
sebagai sampel yaitu peserta didik yang mempunyai fasilitas internet dan mengakses Simulasi
PhET dan aplikasi googleclassroom, sehingga sampel dalam penelitian ini adalah kelas X MIPA
1 yang berjumlah 33 orang. Data minat belajar dikumpulkan menggunakan angket dan hasil
belajar kognitif dikumpulkan menggunakan tes yang disebarkan melalui google form.
Angket minat dan tes hasil belajar kognitif diberikan sebelum dan sesudah pembelajaran
daring berbantuan laboratorium virtual berbasis simulasi PhET. Sebelum angket minat dan soal
tes hasil belajar kognitif digunakan terlebih dahulu divalidasi secara isi oleh para ahli
pembelajaran. Data minat dan hasil belajar kognitif yang diperoleh di hitung rata-rata,
persentasi dan dilakukan uji prasyarat yang berupa uji normalitas. Analisis yang digunakan
yaitu analisis deskriptif dan analisis uji t-paired. Uji deskriptif dilakukan untuk mengetahuai
minat belajar dan hasil belajar kognitif peserta didik. Analisis uji t-paired dilakukan untuk
mengetahui pengaruh pembelajaran daring berbantuan laboratorium virtual terhadap minat
belajar dan hasil belajar kognitif peserta didik. Analisis uji t-paired dilakukan dengan
menggunakan aplikasi SPSS.

C. Temuan dan Pembahasan


Berdasarkan hasil analisis deskritif dilakukan dalam penelitian ini maka dapat
dideskripsikan minat dan hasil belajar kognitif fisika peserta didik setelah diberi perlakuan
dengan menerapkan pembelajaran daring berbantuan laboratorium virtual berbasis simulasi
PhET dan analisi uji t-paired untuk mengetahui pengaruh pembelajaran daring berbantuan
laboratorium virtual berbasis simulasi PhET terhadap minat belajar dan hasil belajar kognitif
fisika peserta didik. Berdasarkan hasil analisis angket minat belajar peserta didik terhadap
penerapan pembelajaran daring berbantuan laboratorium virtual berbasis simulasi PhET maka
diperoleh data minat belajar peserta didik seperti pada Tabel 1 dan Tabel 2.

354
Jurnal Riset Teknologi dan Inovasi Pendidikan (JARTIKA)
Volume 3 Nomor 2 (Juli) 2020, Hal. 351-359

Tabel 1. Persentasi Kategori Minat Belajar


Rentang Nilai Minat Awal (%) Minat Akhir (%) Kategori
X > 100 0 0 Sangat Baik
88 < X ≤100 0 0 Baik
67 < X ≤ 88 15 58 Cukup
47 < X ≤ 46 79 42 Kurang Baik
X ≤ 46 6 0 Sangat Kurang

Tabel 2. Hasil Analisis Angket Minat Belajar Peserta Didik


Data Minat Belajar Awal Minat Belajar Akhir
Nilai Tertinggi 79 79
Nilai Terendah 38 51
Rata-rata 60 67
Kategori Kurang Baik Cukup

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilaporkan bahwa persentase ketagori minat belajar peserta
didik sebelum penerapan pembelajaran daring berbantuan laboratorium virtual sebesar 79%
yang berada pada kategori kurang baik atau pada rentang nilai 47 < X ≤ 67. Jumlah peserta
didik yang berada pada ketegori cukup baik sebanyak 5 orang dengan persentasi sebesar 15%,
jumlah peserta didik yang berada pada kategori kategori sangat kurang baik berjumlah 2 orang
dengan persentase sebanyak 6%. Setelah penerapan pembelajaran daring berbantuan
laboratorium virtual terdapat peningkatan persentasi minat belajar peserta didik yaitu dari
15% menjadi 58% pada kategori cukup baik dengan jumlah peserta didik yang berada pada
kategori tersebut 26 orang. Sedangkan, pada kategori kurang baik mengalami penurunan
persentase minat belajar dari 79% menjadi 42%. Namun pada Tabel 2 menunjukkan bahwa
rata-rata minat belajar sebelum dan sesudah penerapan pembelajaran daring berbantuan
laboratorium virtual mengalami peningkatan yaitu dari 60 dengan kategori kurang baik
menjadi 67 dengan kategori cukup baik dan tidak ditemukan peserta didik yang berada pada
kategori baik dan sangat baik. Hal ini disebabkan karena minat belajar peserta didik
dipengaruhi oleh berbagai macam faktor internal maupun eksternal, Sedangkan pembelajaran
daring berbantuan laboratorium virtual merupakan salah satu dari faktor eksternal.
Analisis tes hasil belajar kognitif peserta didik sebelum dan sesudah penerapan
pembelajaran daring berbantuan laboratorium virtual dapat ditunjukkan seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Belajar Kognitif Peserta Didik


Hasil Belajar Hasil Belajar
Data
Kognitif Awal Kognitif Akhir
Nilai Tertinggi 65 85
Nilai Terendah 20 55
Ketuntasan (%) 0 82
Rata-rata 43 74
Kategori Kurang Baik

Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa nilai rata-rata hasil belajar kognitif peserta didik
adalah 74 dengan perincian peserta didik yang memperoleh nilai  66 berjumlah 6 orang dan
peserta didik yang memperoleh nilai ≤ 66 berjumlah 27 orang, sehingga dapat dikategorikan
bahwa 82% peserta didik mencapai kriteria ketuntasan minimum (KKM) dan 18% peserta didik
belum mencapai kriteria ketuntasan minimum (KKM). Berdasarkan hasil analisis yang
dilakukan, maka peserta didik dikatakan berhasil dalam belajar karena mencapai persentasi
80% sesuai dengan pendapat (Djamarah, 2008).

355
Egidius Dewa, Maria Ursula Jawa Mukin, Oktavina Pandango, Pengaruh Pembelajaran Daring
Berbantuan Laboratorium Virtual Terhadap Minat Dan Hasil Belajar Kognitif Fisika

Tabel 4. Paired Samples T-Test


Paired Differences
95%
Std. Confidence
Mean Std. Dev. Error Interval of the t df Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Lower Upper
Tes minatawal
Tes 1.121 12.265 2.135 -3.228 5.470 .525 32 .0063
minat akhir

Berdasarkan pengolahan data analisis paired sample t-test dengan bantuan program SPSS,
diperoleh hasil seperti pada Tabel 4. Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan
paired sample t-test, menyatakan bahwa Ha diterima dan H0 ditolak. Artinya terdapat pengaruh
penerapan pembelajaran daring berbantuan laboratorium virtual terhadap minat belajar
peserta didik. Hal tersebut diketahui dengan nilai Sig (2-tailed) < 0.05. Adanya pengaruh
tersebut terjadi karena penerapan pembelajaran daring berbantuan laboratorium virtual
berbasis simulasi PhET memberikan berbagai kemudahan kepada peserta didik untuk
memahami pelajaran, membaca materi pelajaran, membaca power point, melihat video
simulasi terkait materi pembelajaran sehingga peserta didik bisa belajar dimana saja, tidak
hanya di kelas. Dengan adanya teknologi di bidang pendidikan memberikan kemudahan
kepada peserta didik dan guru dalam kegiatan pembelajaran. Hal tersebut sesuai dengan teori
yang dikemukakan oleh (Djamarah, 2008) yang menyatakan bahwa pembelajaran yang
didukung dengan penggunaan media pembelajaran lebih diutamakan untuk meningkatkan
mutu belajar mengajar dan membantu peserta didik untuk menangkap materi yang diajarkan
guru. Dengan perkataan lain, pembelajaran yang didukung dengan penggunaan media
pembelajaran maka akan meninggkat minat belajar dan hasil belajar peserta didik.
Menurut teori, pembelajaran daring mempunyai kelebihan yaitu menjadikan peserta didik
lebih aktif dan dapat meningkatkan keterlibatan peserta didik. Sedangkan, laboratorium virtual
berupa simulasi PhET sendiri mempunyai kelebihan yang dapat membuat peserta didik lebih
tertarik untuk mempelajari materi karena peserta didik bisa melakukan simulasi virtual tanpa
harus melakakukannya di laboraorium real, sehingga penerapan pembelajaran dengan
bantuan simulasi phet dapat meningkat ketertarikan peserta didik dan lebih aktif untuk
mengikuti proses pembelajaran. Peserta didik yang aktif dalam proses belajar akan mengalami
peningkatan minat belajar. Menurut (Slameto, 2010) peserta didik yang mempunyai
ketertarikan atau kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan, mengenang beberapa
kegiatan dan merupakan peserta didik yang mempunyai minat belajar.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh (Ekawati et al.,
2015) menyatakan bahwa penerapan pembelajaran daring berbantuan simulasi phet
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap minat belajar dan hasil belajar fisika peserta
peserta didik. Hasil analisis di atas mengindikasikan bahwa penerapan pembelajaran daring
berbantuan laboratorium virtual berpengaruh terhadap minat belajar peserta didik.
Berdasarkan pengolahan data analisis paired sample t-test dengan bantuan program SPSS,
diperoleh hasil seperti pada Tabel 5. Hasil pengujian nilai Z sebesar -4.985 dengan nilai Sig (2-
tailed) sebesar 0.000 < 0.05 sehingga keputusan hipotesis yang dapat disimpulkan bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan pembelajaran daring berbantuan laboratorium virtual
berbasis simulasi Phet terhadap hasil belajar peserta didik.

356
Jurnal Riset Teknologi dan Inovasi Pendidikan (JARTIKA)
Volume 3 Nomor 2 (Juli) 2020, Hal. 351-359

Tabel 5. Test Statistics


Post_test - pre_test
Z -4.985a
Asymp. Sig. (2-tailed) .000

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran
daring berbantuan laboratorium virtual yang diterapkan mampu membuat peserta didik aktif
dalam proses pembelajaran dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
menemukan informasi sendiri. Berdasarkan analisis tes hasil belajar kognitif diperoleh nilai
rata-rata peserta didik mengalami peningkatan sebesar 13.94, hal ini menunjukkan bahwa
terjadi perubahan tingkah laku peserta didik secara signifikan. Terjadinya perubahan tingkah
laku peserta didik disebabkan oleh pembelajaran daring yang dipadukan dengan simulasi phet,
karena simulasi phet mampu membuat peserta didik lebih interaktif dan lebih bersemangat
untuk belajar. Selain itu, pembelajaran daring berbantuan laboratorium virtual memberikan
kemudahan kepada peserta didik sehingga mampu meningkatkan hasil belajar peserta didik.
Pembelajaran daring efektif dan efisien dalam mencapai tujuan pembelajaran karena proses
pembelajaran menjadil lebih menarik dan interaktif dan proses pembelajaran dapat terjadi
dimana saja dan kapan saja sehingga dapat meningkat minat dan hasil belajar. Hal ini sesuai
dengan teori yang dikemukakan oleh (Slameto, 2010) yang menyatakan bahwa terdapat faktor
internal dan eksternal dapat mempengaruhi minat dan hasil belajar. Sehingga dapat dikatakan
bahwa minat belajar sangatlah penting dalam menunjang hasil belajar peserta didik. Semakin
tinggi minat belajar peserta didik maka semakin tinggi pula hasil belajar kognitif peserta didik.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Iskandar, 2016),
(Hermansyah et al., 2017), (Ekawati et al., 2015), (Mubarrok & Mulyaningsih, 2013),
(Nurhayati, Fadilah, & Mutmainah, 2014), (Iskandar, 2016) menyatakan bahwa proses
pembelajaran yang menggunakan media laboratorium virtual fisika berpengaruh terhasil
belajar fisika peserta didik, sehingga terjadi peningkatan hasil belajar. Berdasarkan uraian di
atas, maka dapat di simpulkan bahwa penerapan pembelajaran daring berbantuan
laboratorium virtual berbasis simulasi PhET berpengaruh terhadap hasil belajar kognitif
peserta didik

D. Simpulan dan Saran


Rata-rata hasil belajar peserta didik yaitu 74 dengan persentasi ketuntasan sebesar 80%
yang mencapai kriteria ketuntasan minimum dan dalam kategori baik. Sedangkan minat belajar
peserta didik mengalami peningkatan pada kategori cukup baik yaitu dari 15% menjadi 58%
dan mengalami penurunan pada kategori kurang baik dari 79% menjadi 42%. Penerapan
pembelajaran daring berbantuan laboratorium virtual berpengaruh terhadap minat dengan
nilai sig (2-tailed) sebesar 0.0063 < 0.05. Penerapan pembelajaran daring berbantuan
laboratorium virtual berpengaruh terhadap hasil belajar dengan nilai sig (2-tailed) sebesar
0.000 < 0.05.
Guna mewujudkan suasana pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan, maka
beberapa saran dapat diberikan antara lain sebagai berikut: 1). dalam melaksanakan
pembelajaran dengan menerapkan suatu model atau pendekatan pembelajaran, guru harus
memperhatikan pengelolaan waktu dan kerakteristik peserta didik sehingga semua aktivitas
peserta didik benar-benar dikembangkan dan terakomodir, 2). guru harus melatih peserta

357
Egidius Dewa, Maria Ursula Jawa Mukin, Oktavina Pandango, Pengaruh Pembelajaran Daring
Berbantuan Laboratorium Virtual Terhadap Minat Dan Hasil Belajar Kognitif Fisika

didik untuk aktif dan semangat selama proses pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan
hasil belajar peserta didik, 3). guru harus banyak memberikan latihan soal kepada peserta didik
selama kegiatan pembelajaran.

Ucapan Terima Kasih


Terima kasih penulis ucapkan kepada guru mata pelajaran Fisika dan siswa-siswi kelas X
MIPA 1 yang bersedia meluangkan waktu mengikuti pelaksanaan pembelajaran daring
berbantuan laboratorium virtual berbasis simulasi PhET dalam meningkatkan minat dan hasil
belajar kognitif peserta didi sehingga dapat membantu peneliti dalam menyelesaikan paper ini.

Daftar Pustaka
Abidin, Z., Rumansyah, & Arizona, K. (2020). Pembelajaran Online Berbasis Proyek Salah Satu Solusi
Kegiatan Belajar Mengajar Di Tengah Pandemi Covid-19. Jurnal Ilmiah Profesi Pendidikan, 5(1), 64–
70. https://doi.org/https://doi.org/10.29303/JIPP.V5I1.111
Azhar, A. (2011). Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.
Djamarah, S. (2008). PsikologiBelajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Ekawati, Y., Haris, A., & Amin, B. D. (2015). Penerapan Media Simulasi Menggunakan PHET (Physics
Education And Technology) Terhadap Hasil Belajar Fisika Peserta Didik Kelas X SMA
Muhammadiyah Limbung. Urnal Pendidikan Fisika Universitas Muhammadiyah Makassar, 3, 74–
82. https://doi.org/10.26618/jpf.v3i1.254
Gunawan, G., Setiawan, A., & Widyantoro, D. (2013). Model Virtual Laboratory Fisika Modern Untuk
Meningkatkan Keterampilan Generik Sains Calon Guru. Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran
Universitas Negeri Malang, 20(1), 25–32. http://journal.um.ac.id/index.php/pendidikan-dan-
pembelajaran/article/view/3867
Hermansyah, H., Gunawan, G., & Herayanti, L. (2017). Pengaruh Penggunaan Laboratorium Virtual
Terhadap Penguasaan Konsep dan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa pada Materi Getaran dan
Gelombang. Jurnal Pendidikan Fisika Dan Teknologi, 1(2), 97.
https://doi.org/10.29303/jpft.v1i2.242
Iskandar, E. (2016). Pengunaan Multimedia Laboratorium Virtual Fisika Untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa Kelas X SMA N 4 Lahat. Jurnal Inovasi Dan Pembelajaran Fisika, 3(1), 61–65.
https://doi.org/10.36706/jipf.v3i1.3430
Simarmata, J., Hamid, M. A., Ramadhani, R., Chamidah, D., Simanihuruk, L., Safitri, M., Napitupulu, D.,
Iqbal, M., (2020). Pendidikan Di Era Revolusi 4.0: Tuntutan, Kompetensi & Tantangan. Medan:
Yayasan Kita Menulis
Kuntarto, E. (2017). Keefektifan Model Pembelajaran Daring Dalam Perkuliahan Bahasa Indonesia Di
Perguruan Tinggi. Journal Indonesian Language Education and Literature, 3(1), 53–65. Retrieved
from http://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/jeill/%0APEMBELAJARAN
Lase, D. (2019). Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0. SUNDERMANN: Jurnal Ilmiah Teologi,
Pendidikan, Sains, Humaniora Dan Kebudayaan, 1(1), 28–43.
https://doi.org/10.36588/sundermann.v1i1.18
Mubarrok, M. F., & Mulyaningsih, S. (2013). Penerapan Pembelajaran Fisika Pada Materi Cahaya Dengan
Media PhET Simulations Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa Di SMP. Inovasi
Pendidikan Fisika, 3(1), 76–80. https://core.ac.uk/download/pdf/230670436.pdf
Nurhayati, N., Fadilah, S., & Mutmainah, M. (2014). Penerapan Metode Demonstrasi Berbantu Media
Animasi Software PhET Terhadap Hasil Belajar Siswa Dalam Materi Listrik Dinamis Kelas X
Madrasah Aliyah Negeri 1 Pontianak. Jurnal Penelitian Fisika Dan Aplikasinya (JPFA), 4(2), 1.
https://doi.org/10.26740/jpfa.v4n2.p1-7
PhET Tim. (2014). PhET Interactive Simulations. Retrieved from University of Colorado Boulder website:
http://phet.colorado.edu
Prima, E. (2020). AS dan Cina Panas, Beijing Batasi Riset Asal-usul Virus Corona. Tempo.Co, p. 1.
Retrieved from https://tekno.tempo.co/read/1330860/as-dan-cina-panas-beijing-batasi-riset-asal-
usul-virus-corona/full&view=ok#

358
Jurnal Riset Teknologi dan Inovasi Pendidikan (JARTIKA)
Volume 3 Nomor 2 (Juli) 2020, Hal. 351-359

Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Sobron, A. ., Bayu, Rani, & Meidawati. (2019). Persepsi Siswa Dalam Studi Pengaruh Daring Learning
Terhadap Minat Belajar IPA. SCAFFOLDING: Jurnal Pendidikan Islam Dan Multikulturalisme, 1(2),
30–38. https://ejournal.insuriponorogo.ac.id/index.php/scaffolding/article/view/117
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.  Bandung: PT Alfabet.
Wijaya, E. Y., Sudjimat, D. A., & Nyoto, A. (2016). Transformasi Pendidikan Abad 21 Sebagai Tuntutan
Pengembangan Sumber Daya Manusia di Era Global. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan
Matematika, 1, 263–278.

359
Jurnal Riset Teknologi dan Inovasi Pendidikan (JARTIKA)
https://journal-litbang-rekarta.co.id/index.php/jartika
p-ISSN: 2622-4763 | e-ISSN: 2622-2159 | Vol. 3 No. 2 (Juli) 2020, Hal. 360-367

Simulasi Phet Sebagai Media Pembelajaran Berbasis Komputer Pada


Model Pembelajaran Team Games Tournament Untuk Meningkatkan
Aktivitas Dan Hasil Belajar Fisika Mahasiswa
Oktavianus Ama Ki`i1, Egidius Dewa2
Pendidikan Fisika, Universitas Katolik Widya Mandira, Indonesia
oktavianus_a.Kii@unwira.ac.id, egidiusdewa@unwira.ac.id

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengintegrasikan simulasi interaktif PhET pada model
pembelajaran Teams Games Tournament untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar fisika
mahasiswa pada materi listrik dinamis. Penelitian ini menggunakan desain one group pretest-
posttest. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan hasil belajar fisika mahasiswa dengan rata-rata
test awal dan tes akhir masing-masing adalah 53 dan 84. Faktor gain sebesar 0,66 menunjukkan
bahwa hasil belajar fisika siswa meningkat dengan kriteria sedang. Penggunaan simulasi PhET pada
model pembelajaran Teams Games Tournament dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar fisika
mahasiswa.
Kata kunci: Simulasi Phet, Team Games Tournament

Abstract: This study aims to integrate the PhET interactive simulations on the Teams Games
Tournament learning model to enhancement the student physics learning activities and outcomes on
dynamic electric material. This study uses the one group pretest-posttest design. The results showed
an increase in student physics learning outcomes with the means of pretest and posttest is 53 and 84,
respectively. The gain factor of 0.66 shows that the student physics learning outcomes, increase by
medium criteria. The use of PhET simulations on the Teams Games Tournament learning model can
improve student physics learning activities and outcomes.
Keywords : The PhET simulations, Teams Games Tournament

Article History:
Received: 29-06-2020
Revised : 06-07-2020
This is an open access article under the CC–BY-SA license
Accepted: 09-07-2020 Support by:
Online : 11-07-2020

361
Oktavianus Ama Ki`i, Egidius Dewa, Simulasi Phet Sebagai Media Pembelajaran Berbasis Komputer
Pada Model Pembelajaran Team Games Tournament Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar
Fisika Mahasiswa

A. Pendahuluan
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat cepat telah menciptakan
kultur baru di dunia pendidikan dimana efektivitas pembelajaran dapat ditingkatkan dengan
memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi. Perkembangan teknologi informasi (internet)
dalam bidang pendidikan memudahkan setiap individu pembelajar untuk memperoleh
referensi yang banyak dan beragam untuk mendukung proses pembelajarannya.
Permasalahan yang sering terjadi dalam pembelajaran fisika di kelas adalah kejenuhan
mahasiwa dalam mengikuti proses perkuliahan. Cara mengajar pendidik (dosen) yang sering
bersifat satu arah (ceramah/ pembelajaran langsung) menjadikan mahasiswa hanya menerima
apa yang disampaikan oleh dosen sehingga terjadi pembatasan aktivitas mahasiswa karena
informasi hanya berasal dari satu sumber saja. Kondisi ini menjadikan mahasiswa cenderung
merasa bosan sehingga menjadi pasif dan kurang termotivasi untuk mengikuti proses
perkuliahan.
Keaktifan menjadi faktor yang penting dalam pembelajaran, sehingga hendaknya pendidik
(dosen) tidak hanya menekankan aspek kognitif yang meliputi pemahaman bahan
pengetahuan, melainkan juga harus berperan sebagai fasilitator yang mengarahkan,
membimbing, dan memfasilitasi kegiatan belajar mahasiswa.
Pola pembelajaran yang efektif dan menyenangkan dapat dicapai melalui pemilihan
model/ metode pembelajaran yang tepat. Salah satu model pembelajaran yang dapat
digunakan adalah model pembelajaran kooperatif Team Games Tournment (TGT). Model
pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat menciptakan interaksi belajar antar siswa dan
melibatkan siswa secara aktif di dalam proses pembelajaran (Irawan, 2017). Model
pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) juga sangat mudah untuk
diterapkan dan dapat melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status,
melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan
penguatan (Yulianto et al., 2016).
Oleh karena itu aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran
kooperatif model TGT memungkinkan mahasiswa dapat belajar lebih santai serta dapat
menumbuhkan rasa tanggung jawab, kepercayaan diri, menghargai sesama, disiplin,
kompetitif, sportif, kerja sama dan keterlibatan belajar seluruh mahasiswa.
Sintaks kooperatif tipe TGT diuraikan sebagai berikut (Sakdiah & Sasmita, 2018) :
1. Fase Penyajian Kelas, pada fase ini guru menyajikan/ memaparkan materi yang telah
disiapkan dengan menggunakan media power point dan media PhET.
2. Fase Diskusi Kelompok, pada fase ini siswa dibentuk kelompok atau tim secara
heterogen yang terdiri atas 4-5 orang siswa. Secara umum siswa belajar untuk
mendiskusikan masalah, serta dapat mencoba menggunakan simulasi PhET untuk
menyelesaikan soal-soal diskusi.
3. Fase Games, fase ini dilakukan untuk menguji kemampuan siswa dalam memahami
sub-sub pokok bahasan. Pada fase permainan, guru dapat menggunakan media PhET
sebagai media dalam menyelesaikan soal-soal yang dijadikan kuis.
4. Fase Tournament, fase ini dilakukan diakhir pokok bahasan materi. Fase ini memacu
siswa untuk saling berebut mendapatkan posisi terbaik. Pada fase pertandingan guru
dapat menggunakan media PhET untuk memberikan pertanyaan yang bersifat praktek
5. Fase Pemberikan Penghargaan, pada fase ini guru memberikan penghargaan bagi tim
yang mendapat nilai tertinggi atau yang menjadi juara. Bentuk penghargaan dapat
ditentukan oleh guru dengan mempertimbangkan beberapa alas an tertentu.
Penghargaan juga dapat memotivasi siswa yang mendapatkan nilai kurang agar
berusaha lebih baik lagi dalam pertemuan selanjutnya.

362
Jurnal Riset Teknologi dan Inovasi Pendidikan (JARTIKA)
Volume 3 Nomor 2 (Juli) 2020, Hal. 360-367

Simulasi PhET merupakan simulasi yang dikembangkan oleh University of Colorado yang
berisi simulasi pembelajaran fisika, biologi, dan kimia untuk kepentingan pengajaran di kelas
atau belajar individu (Prihatiningtyas et al., 2013). Media PhET menyajikan berbagai macam
simulasi materi sains salah satunya simulasi fisika yang dapat menjeskan berbagai konsep fisika
yang abstrak ataupun materi-materi yang sulit diadakan percobaannya di laboratorium nyata
(Widyaningsih & Yusuf, 2018).
Kelebihan simulasi PhET adalah bersifat media pembelajaran berbasis komputer. Dengan
menggunakan media simulasi PhET, mahasiswa akan mampu mempelajari materi fisika secara
terbimbing ataupun autodidak. Proses pembelajaran tidak lagi terbatas didalam ruang
perkuliahan karena mahasiswa dapat memilih sendiri lingkungan belajar yang sesuai dengan
cara belajarnya.
Pembelajaran dengan media simulasi PhET menciptakan suasana pembelajaran yang
menarik, membuat siswa lebih aktif, dan meningkatkan motivasi siswa untuk memahami ilmu
fisika sehingga dapat membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis
(Fithriani et al., 2016). Penyajian simulasi PhET dapat memberikan kemudahan kepada siswa
untuk mampu mengamati fenomena dengan lebih detail daripada menggunakan peralatan
laboratorium (Hariyanto, 2017). Desain pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran TGT menggunakan media simulasi PhET akan sangat menarik minat belajar dan
meningkatkan aktivitas belajar mahasiswa. Peningkatan aktivitas belajar mahasiswa dan
penyampaian materi ajar yang lebih bervariasi akan mampu meningkatkan kemampuan
mahasiswa dalam menguasai konsep-konsep fisika yang diajarkan dosen. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui peningkatan aktivitas dan hasil belajar mahasiswa melalui
penggunaan simulasi PhET sebagai media pembelajaran dalam model pembelajaran Teams
Games Tournament.

B. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain One-Group Pretest-Posttesst Design dimana subjek
penelitian adalah mahasiswa Pendidikan Fisika UNWIRA semester IV tahun ajaran 2018/2019
yang berjumlah 32 orang. Materi Pokok yang digunakan dalam penelitian ini adalah listrik
dinamis yang yang terangkum dalam mata kuliah elektronika dasar II. Peningkatan hasil belajar
mahasiswa antara pre-test dan post-test dianalisis menggunakan rumus gain dengan
persamaan sebagai berikut (Komyadi & Derlina, 2015):
〈 〉 〈 〉
〈 〉 (1)
〈 〉

dimana 〈 〉 merupakan besarnya factor Gain, 〈 〉 dan 〈 〉 secara berturut-turut


merupakan nilai rata-rata tes awal dan nilai rata-rata tes akhir. Kriteria peningkatan hasil
belajar ditentukan dengan mencocokkan Skor gain dengan tabel kriteria pada Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi Faktor (g)
Interval Faktor (g) Kriteria
> 0,70 Tinggi
0,30 ≤ ( g ) ≤ 0,70 Sedang
( g ) < 0,30 Rendah
Selanjutnya untuk membuktikan pengaruh pengunaan simulasi PhET dalam model
pembelajaran TGT terhadap peningkatan hasil belajar maka akan digunakan Uji-T sampel
berpasangan yang akan dianalisis menggunakan program SPSS. Aktivitas belajar mahasiswa
diukur menggunakan angket aktivitas yang berfokus pada 5 aspek yaitu kemampuan
menggunakan PhET Simulation, sikap antusias, kerjasama dalam kelompok, kemampuan dalam
menjawab lembar kerja, dan partisipasi dalam diskusi (Elisa et al., 2017). Angket aktivitas

363
Oktavianus Ama Ki`i, Egidius Dewa, Simulasi Phet Sebagai Media Pembelajaran Berbasis Komputer
Pada Model Pembelajaran Team Games Tournament Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar
Fisika Mahasiswa

belajar mahasiswa dianalisis dengan menggunakan perhitungan persentase yang


dikembangkan Anas Sudijono (dalam Indah Sari & Asran, 2015) dengan rumus :

(2)

Keterangan :
P : Angka Presentase
f : Frekuensi yang sedang dicari persentasenya
N : Jumlah frekuensi atau banyaknya individu (number of case)

Hasil presentase angket aktivits akan disesuaikan dengan kategori peningkatan menurut
Ngalim Purwanto ( dalam Indah Sari & Asran, 2015) sebagai berikut:
Angka Persentase 86 % ≤ 100 % dengan katagori sangat tinggi
Angka Persentase 76 % ≤ 85 % dengan kataori tinggi
Angka Persentase 60 % ≤ 75 % dengan kataori sedang
Angka Persentase 55 % ≤ 59 % dengan kataori rendah
Angka Persentase 0 % ≤ 54 % dengan kataori sangat rendah

C. Temuan dan Pembahasan


Penggunaan simulasi PhET dalam model pembelajaran teams games tournament sebagai
learning-games media berbasis komputer diterapkan pada mata kuliah komputasi dalam
pembelajaran fisika. Pokok bahasan yang diajarkan dalam model pembelajaran TGT ini adalah
materik listrik dinamis. Mahasiswa semester IV telah memiliki pemahaman dasar tentang
materi listrik dinamis yang dipelajari secara konvensional.
Hasil analisis uji gain yang ditampilkan pada Tabel 2 menunjukan adanya peningkatan
hasil belajar fisika mahasiswa setelah belajar dengan menggunakan simulasi PhET dalam model
pembelajaran TGT dengan kategori peningkatan sedang.
Tabel 2. Analisis Gain Hasil Belajar Mahasiswa
Descriptive Statistics Pre-test Post-test Skor Gain Kriteria
Mean 53 84 0.66 Sedang
Std. Deviation 12 6
N 32 32
Nilai ≥ 60 11 32

Pengaruh pengunaan simulasi PhET sebagai media pembelajaran dalam model


pembelajaran TGT terhadap peningkatan hasil belajar dianalisis menggunakan Uji-T sampel
berpasangan yang hasilnya ditampilkan pada Tabel 3. Nilai sig.(2tailed) 0.000<0.05 yang
diperoleh pada uji T menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil
belajar mahasiswa antara sebelum dan sesudah diajarkan dengan menggunakan simulasi PhET
sebagai media pembelajaran pada model pembelajaran Teams Games Tournament.
Tabel 3. Hasil Analisis Uji-T sampel berpasangan
Paired Samples Test
Tes Awal - Tes Akhir
Paired Differences
Mean -31.25
Std. Deviation 10.999
Std. Error Mean 1.944
95% Confidence Interval of Lower -35.215

364
Jurnal Riset Teknologi dan Inovasi Pendidikan (JARTIKA)
Volume 3 Nomor 2 (Juli) 2020, Hal. 360-367

Paired Samples Test


Tes Awal - Tes Akhir
Paired Differences
the Difference Upper -27.285
T -16.073
Df 31
Sig. (2 tailed) 0

Peningkatan hasil belajar fisika mahasiswa dipengaruhi oleh kreativitas dosen dalam
menerapkan model pembelajaran TGT dan mengoperasikan PhET untuk mensimulasikan
konsep-konsep listrik dinamis dan soal-soal latihan sehingga memudahkan mahasiswa dalam
memahami materi listrik dinamis. Penggunaan media secara kreatif dapat memperlancar dan
meningkatkan efisiensi pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai (Arda,
2013).
Proses pembelajaran diawali dengan dosen menjelaskan konsep listrik dinamis kepada
mahasiswa dengan menggunakan simulasi PhET sebagai media pembelajaran. Dosen juga
menjelaskan/menunjukkan cara menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan materi listrik
dinamis menggunakan simulasi PhET lalu membuktikan penyelesaian soal-soal tersebut
menggunakan rumus-rumus fisika. Penggunaan simulasi PhET dalam tahapan pertama model
pembelajaran TGT memudahkan dosen dalam menjelaskan/menunjukkan proses fisis dari
sebuah konsep fisika kepada mahasiswa.
Ketika mendengarkan pemaparan materi dari dosen, mahasiswa telah berada dalam
kelompok serta ikut mencoba menyelesaikan soal-soal listrik dinamis menggunakan simulasi
PhET. Setiap simulasi yang ditunjukkan oleh dosen langsung dipraktekkan oleh mahasiswa
dalam kelompok masing-masing. Pembentukan kelompok diharapkan dapat meningkatkan
kerja sama serta aktivitas mahasiswa dalam kelas. Mahasiswa yang kurang memahami isi
materi ataupun simulasi PhET dapat bertanya kepada teman-teman kelompoknya.
Proses pembelajaran akan diakhiri dengan melakukan Games dimana materi yang
dilombakan adalah materi yang diajarkan pada pertemuan tersebut. Dosen menyediakan
paket soal dimana setiap kelompok wajib menyelesaikan soal tersebut dengan 2 cara yaitu
menggunakan rumus-rumus fisika dan menggunakan simulasi PhET. Teknik penilaian yang
dilakukan adalah kebenaran jawaban dan ketepatan penggunaan simulasi PhET.
Tahapan tournament diadakan setelah seluruh materi listrik dinamis selesai diajarkan.
Paket soal yang disediakan dirangkum dari seluruh materi listrik dinamis yang telah diajarkan
dari pertemuan pertama. Desain tournament dan Pemberian skor yang digunakan sama
dengan desain dan teknik penilaian dalam tahapan games.
Teknik pemberian skor bagi masing-masing kelompok pada tahapan games dan
tournament dalam model pembelajaran TGT dengan menggunakan simulasi PhET dijabarkan
dalam Tabel 4 untuk beberapa contoh keadaan. Pemberian Skor 2 dan 1 untuk masing-masing
aspek bertujuan agar tidak ada kelompok yang memperoleh nilai 0 dan juga untuk menghargai
usaha/kerja kelompok. Skor ini akan dikumpulkan oleh masing-masing kelompok pada setiap
games yang diadakan. Penghargaan kelompok dilakukan dengan menggabungkan nilai yang
diperoleh masing-masing kelompok pada tahapan games dan tournament. Skor total yang
diperoleh masing-masing kelompok dijadikan sebagai nilai tugas bagi mahasiswa dalam mata
kuliah. Bentuk penghargaan ini dilakukan agar mahasiswa termotivasi dalam mengikuti
pembelajaran, berperan aktif dalam games dan tournament.

365
Oktavianus Ama Ki`i, Egidius Dewa, Simulasi Phet Sebagai Media Pembelajaran Berbasis Komputer
Pada Model Pembelajaran Team Games Tournament Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar
Fisika Mahasiswa

Tabel 4. Teknik Pemberian skor


No Paket Jawaban Simulasi Skor Nilai
Soal Benar Salah Benar Salah Maks Kelompok
1 Soal 1 2 2 20 ((2+2)/4)*20
2 Soal 2 1 1 20 ((1+1)/4)*20
3 Soal 3 2 1 20 ((2+1)/4)*20
4 Soal 4 1 2 20 ((1+2)/4)*20
5 Soal 5 1 1 20 ((1+1)/4)*20

Tahapan games dan tournament pada model pembelajaran TGT yang menyediakan
suasana menyenangkan dan kondusif bagi aktivitas mahasiswa juga berperan penting dalam
Peningkatan hasil belajar fisika mahasiswa. Berjalannya proses belajar dapat dicerminkan dari
adanya aktivitas sehingga meningkatnya aktivitas belajar siswa juga dapat meningkatkan hasil
belajar siswa (Widodo & Widayanti, 2014).
Hal serupa juga dijelaskan oleh Siahaan & Wahyuni, (2018) dimana penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe TGT mampu meningkatkan aktivitas siswa, dan memberikan
peningkatan terhadap hasil belajar siswa. Aktivitas belajar mahasiswa selama mengikuti proses
perkuliahan ditampilkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Aktivitas Belajar Mahasiswa


No Indikator Pre-Test Post-Test
1 Kemampuan menggunakan PhET Simulation 58% 87%
2 Sikap Antusias 61% 82%
3 Kerjasama dalam kelompok 63% 76%
4 Kemampuan dalam menjawab lembar kerja 63% 84%
5 Partisipasi dalam diskusi 62% 79%

Proporsi aktivitas belajar mahasiswa sebelum diajarkan menggunakan simulasi PhET


dalam model pembelajaran TGT berada pada kategori sedang. Penggunaan simulasi PhET
dalam model pembelajaran TGT mampu meningkatan aktivitas belajar mahasiswa dengan
kategori tinggi.

D. Simpulan dan Saran


Penerapan simulasi PhET dalam model pembelajaran TGT sebagai learning-games media
berbasis komputer dilakukan dengan cara mengsimulasikannya materi ajar dan latihan soal
serta menggunakan simulasi PhET sebagai alat dalam tahapan Games dan Tournament.
Penerapan simulasi PhET sebagai media pembelajaran berbasis komputer dalam model
pembelajaran Teams Games Tournament dapat meningkatkan hasil belajar fisika mahasiswa
Pendidikan Fisika semester IV secara signifikan dengan faktor gain (faktor peningkatan)
sebesar 0.66 dengan kategori peningkatan sedang dan peningkatan aktivitas belajar
mahasiswa pada kategori tinggi.

Ucapan Terima Kasih


Terima kasih kepada Universitas Katolik Widya Mandira yang telah mendanai penelitian ini
melalui LPPM yang dibrikan kepada OAK pada tahun anggaran 2019.

Daftar Pustaka
Arda, dkk. (2013). Pengembangan media pembelajaran interaktif berbasis komputer untuk siswa smp
kelas VIII. E-Jurnal Mitra Sains, 3(1), 69–77.
Elisa, E., Mardiyah, A., & Ariaji, R. (2017). Peningkatan pemahaman konsep fisika dan aktivitas mlalui
phet simulation. PeTeKa, 1(No.1), 15–20. https://doi.org/10.31604/ptk.v1i1.15-20

366
Jurnal Riset Teknologi dan Inovasi Pendidikan (JARTIKA)
Volume 3 Nomor 2 (Juli) 2020, Hal. 360-367

Fithriani, S., Halim, A., & Khaldun, I. (2016). Penggunaan media simulasi PhET dengan pendekatan inkuiri
terbimbing untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa pada pokok bahasan kalor di
SMANegeri 12 Banda Aceh. Jurnal Pendidikan Sains Indonesia, 4(2), 45–52.
Hariyanto, A. (2017). Pengaruh discovery learning berbantuan paket program simulasi PhET terhadap
prestasi belajar fisika. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, 1(3), 365–378.
https://doi.org/10.24832/jpnk.v1i3.321
Indah Sari, S., & Asran, M. (2015). Peningkatan motivasi belajar dalam pembelajaran IPS dengan
menggunakan media gambar di kelas IV. Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran Untan, 4(12), 1–11.
Irawan, A. (2017). Model pembelajaran kooperatif tipe team game tournament (TGT) untuk
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika siswa. JURNAL E-DuMath, 3(2), 164–170.
https://doi.org/10.26638/je.461.2064
Komyadi, & Derlina. (2015). Penerapan media simulasi phet untuk meningkatkan aktivitas siswa pada
fase pengumpulan data percobaan dan mengolah serta merumuskan suatu penjelasan dalam
model pembelajaran inquiry training di SMA Negeri 5 Takengon. Jurnal Pendidikan Fisika, 4(1), 1–
9. https://doi.org/10.22611/jpf.v4i1.2562
Prihatiningtyas, S., Prastowo, T., & Jatmiko, B. (2013). Imlementasi simulasi phet dan kit sederhana
untuk mengajarkan keterampilan psikomotor siswa pada pokok bahasan alat optik. Jurnal
Pendidikan IPA Indonesia, 2(1), 18–22. https://doi.org/10.15294/jpii.v2i1.2505
Sakdiah, H., & Sasmita, P. R. (2018). Pengaruh model pembelajaran TGT berbantukan media simulasi
PhET dalam meningkatkan hasil belajar. Jurnal Pendidikan Fisika, 6(2), 65–70.
https://doi.org/10.24252/jpf.v6i2a3
Siahaan, H. R., & Wahyuni, I. (2018). Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe team game
tournament (TGT) terhadap hasil belajar siswa. INPAFI (Inovasi Pembelajaran Fisika), 6(1), 26–33.
https://doi.org/10.24114/inpafi.v6i1.9489
Widodo, & Widayanti, L. (2014). Peningkatan Aktivitas Belajar dan Hasil Belajar Siswa dengan Metode
Problem Based Learning pada Siswa Kelas VIIA MTs Negeri Donomulyo Kulon Progo Tahun
Pelajaran 2012/2013. Jurnal Fisika Indonesia, 17(49), 32–35. https://doi.org/10.22146/jfi.24410
Widyaningsih, S. W., & Yusuf, I. (2018). Penerapan simulasi phet pada mata kuliah fisika II di program
studi ilmu kelautan universitas papua. Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika, 6(2), 180–189.
https://doi.org/10.20527/bipf.v6i2.4908
Yulianto, W. D., Sumardi, K., & Berman, E. T. (2016). Model pembelajaran teams games tournament
untuk meningkatkan hasil belajar siswa SMK. Journal of Mechanical Engineering Education, 1, 323–
330. https://doi.org/10.17509/jmee.v1i2.3820

367

Anda mungkin juga menyukai