Anda di halaman 1dari 171

Syntax Idea, Volume 2 Nomor 6 Juni 2020 ISSN: Print 2684-6853 Online 2684-883X

SYNTAX IDEA

Syntax Idea
Diterbitkan oleh:
Syntax Corporation Indonesia

Alamat Redaksi:

Jalan Pangeran Cakrabuana, Greenland Sendang No. H-01, D-02 & E-06
Sumber Kab.Cirebon 45611, Jawa Bara–Indonesia
Telp. (0231) 322887 Email: syntaxidea@gmail.com

Publisher:

Indexed:

Checked:

Syntax Idea adalah jurnal yang diterbitkan setiap satu bulan sekali oleh CV. Syntax Corporation.
Syntax idea akan menerbitkan artikel-artikel ilmiah dalam cakupan bidang ilmu umum. Artikel yang
dimuat adalah artikel hasil penelitian, kajian atau telaah ilmiah kritis dan komprehensif atas isu penting
dan terkini atau resensi dari buku ilmiah.

i
EDITORIAL TEAM
EDITOR IN CHIEF
Taufik Ridwan, Orcid ID: https://orcid.org/0000-0001-7046-4773, (ID Scopus: 57208041335, Google
Scholar; h-index: 2), Syntax Corporation Indonesia.

ASSOCIATE EDITOR

1. Dedy Setiawan, Orcid ID: https://orcid.org/0000-0003-0756-1321, Syntax Corporation Indonesia


2. Abdurokhim, Orcid ID: https://orcid.org/0000-0002-6009-5318, Syntax Corporation Indonesia
3. Ikhsan Nendi, Orcid ID: https://orcid.org/0000-0001-9895-5865, Syntax Corporation Indonesia
4. Siti Komara, Orcid ID: https://orcid.org/0000-0001-6605-2063, Syntax Corporation Indonesia
5. Saeful Anwar, Orcid ID: https://orcid.org/0000-0002-1401-5137, Syntax Corporation Indonesia
6. Aen Fariah, Orcid ID: https://orcid.org/0000-0003-3875-5137, Syntax Corporation Indonesia
7. Abdullah, Orcid ID: https://orcid.org/0000-0003-4876-3843, Syntax Corporation Indonesia
8. Arif Rahman Hakim, Orcid ID: https://orcid.org/0000-0002-3761-7456, Syntax Corporation Indonesia.

EDITORIAL BOARD

1. Yanto Heryanto, Google Scholar


ID: https://scholar.google.co.id/citations?user=UEPeAYUAAAAJ&hl=en&authuser=1&oi=ao,
Universitas Swadaya Gunung Jati, Indonesia
2. Endang Sutrisno, Google Scholar
ID: https://scholar.google.co.id/citations?hl=en&user=ZqtLKMgAAAAJ, Universitas Swadaya Gunung
Jati, Indonesia
3. Otong Saeful Bahri, Google Scholar
ID: https://scholar.google.co.id/citations?user=QrYpmV0AAAAJ&hl=en&oi=ao, Universitas Muhadi
Setiabudi, Indonesia
4. Muhammad Ridwan, Orcid ID: https://orcid.org/0000-0001-5794-289X, Institut Agama Islam Bunga
Bangsa Cirebon, Indonesia
5. Mahfud, Orcid ID: https://orcid.org/0000-0003-1770-5659, Sekolah Tinggi Ilmu Bahasa Asing Invada
Cirebon, Indonesia
6. Retina Sri Sedjati, Orcid ID: https://orcid.org/0000-0003-4038-7193, STIE Cirebon, Indonesia
7. Ahmad Azrul Zuniarto, Orcid ID: https://orcid.org/0000-0003-3094-0979, STF YPIB Cirebon,
Indonesia
8. Iman Nasrulloh, Institut Pendidikan Indonesia Garut, Indonesia
9. Azwar Muin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Indonesia
10. Leni Pebriantika, Google Scholar
ID: https://scholar.google.com/citations?user=whIVkdAAAAAJ&hl=en&oi=ao, Universitas Baturaja,
Indonesia
11. Yayat Rahmat Hidayat, Google Scholar
ID: https://scholar.google.com/citations?user=bcE5xGgAAAAJ&hl=en&oi=ao Universitas Swadaya
Gunung Jati, Indonesia
12. Fereddy Siagian, Google Scholar
ID: https://scholar.google.com/citations?hl=en&user=HdTvTZYAAAAJ, Akademi Maritim Cirebon,
Indonesia
13. Rusmadi, Orcid ID: https://orcid.org/0000-0001-5855-8953, Akademi Maritim Cirebon, Indonesia
14. Mulyawan S. Nugraha, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Sukabumi, Indonesia
15. Farida Nurfalah, Google Scholar
ID: https://scholar.google.com/citations?hl=en&user=8XPQpGcAAAAJ Universitas Swadaya Gunung
Jati, Indonesia – Ilmu Komunikasi

INTERNATIONAL EDITORIAL BOARD


1. Rohit Kumar Verma, Institute Of Law Jiwaji University India – Ilmu Hukum
2. Muhammad Talhah bin Jima'ain, Universiti Teknologi of Malaysia – Pendidikan Islam

ii
DAFTAR ISI

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN KECANDUAN GAME ONLINE PADA


SISWA 1-8
Ambar Mita Sari dan Kamsih Astuti

ANALISIS PENGARUH HARGA SAHAM TERHADAP PEROLEHAN LABA (STUDI PADA


PERUSAHAN YANG MELAKUKAN STOCK SPLIT YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK
INDONESIA) 9-15
Anggi Pratiwi, Nor Norisanti dan Acep Samsudin

STRATEGI PEMERINTAH KOTA SURABAYA DALAM PENGEMBANGAN KEBIJAKAN


KABUPATEN/KOTA LAYAK ANAK DI KOTA SURABAYA 16–25
Faisea, M Zainudin Maulidi dan Lukman Arif

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN MELALUI PEMBERDAYAAN


UMKM DI KABUPATEN SIDOARJO 26-40
Fidianing Sopah, Winda Kusumawati dan Kalvin Edo Wahyudi

LATIHAN PROPRIOSEPTIF DAN THERABAND EXERCISE LEBIH MENINGKATKAN


STABILITAS DARIPADA LATIHAN PROPRIOSEPTIF DAN ANTERO POSTERIOR GLIDE
PADA PEMAIN BASKET YANG MENGALAMI ANKLE SPRAIN KRONIS 41-55
Futi Nurul Destya

IMPLEMENTASI NILAI KESADARAN BERBANGSA DAN BERNEGARA DI UNIT KEGIATAN


MAHASISWA UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR 56-71
Gedeon Firnandus Ulaan, Nur Aisyah Lusiana dan Kalvin Edo Wahyudi

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)


PERUSAHAAN TERHADAP IMAGE MASYARAKAT SEKITAR (STUDI KASUS PADA PT.
INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK CIREBON) 72-86
Hermansyah

PENGEMBANGAN KARIR DAN INTENSI TURNOVER KARYAWAN MILLENIAL DI PT TEY


YOGYAKARTA 87-93
Irma Suwaning Dyastuti dan Sarsono

KONSEPSI GEMBALA JEMAAT SEBAGAI MENTOR DALAM MELENGKAPI VIKARIS


MENJADI GEMBALA JEMAAT BARU 94-107
Pieter Anggiat Napitupulu

PERAN FLASH SALE DALAM MEMEDIASI HUBUNGAN SALES PROMOTION TERHADAP


KEPUTUSAN BELANJA ONLINE 108-116
Respi Saputri, Asep Muhamad Ramdan dan Nor Norisanti

HUBUNGAN CARING PERAWAT TERHADAP KEPUASAN PASIEN DI RUANG INSTALASI


GAWAT DARURAT (IGD) RUMAH SAKIT TENTARA WIJAYAKUSUMA 117-127
Risza Apriani Fauziyah dan Endiyono

KESIAPSIAGAAN WILAYAH PADA PUSKESMAS SEBAGAI FASYANKES TINGKAT


PERTAMA DALAM MENGHADAPI PANDEMI COVID-19 BERDASARKAN INDIKATOR SDM
DAN SARANA PRASARANA 128-138
Santosa

EFEK PEMBERIAN LATIHAN DENGAN BEBAN DAN TANPA BEBAN TERHADAP


iii
PENGURANGAN NYERI DAN PADA KONDISI PATELLO FEMORALE PAIN SYNDROM
PADA SISWA CAPA TNI AD DI SECAPA LEMBANG 139-147
Sari Hijayanti

KEKUATAN EFEKTIVITAS IKLAN DAN KEPERCAYAAN MEREK DALAM MEMBENTUK


KINERJA MEREK PADA PRODUK KOSMETIK LOKAL 148-155
Siska Oktavia, Asep Muhamad Ramdan dan Nor Norisanti

FORMULASI DAN EVALUASI GEL HAND SANITIZER DENGAN MOISTURIZER ALGA HIJAU
(SPIRULINA PLATENSIS) DAN VITAMIN E 156-163
Yuyun Nailufa

iv
Syntax Idea: p–ISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X
Vol. 2, No. 6, Juni 2020

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN KECANDUAN GAME


ONLINE PADA SISWA

Ambar Mita Sari dan Kamsih Astuti


Universitas Mercubuana Yogyakarta
Email: ambarmita04@gmail.com dan titik.umby@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kontrol diri dan
dengan kecanduan game online pada siswa. Hipotesis dalam penelitian ini terdapat
hubungan negatif antara kontrol diri dengan kecanduan game online. Subjek
penelitian adalah 106 siswa salah satu SMK di Yogyakarta Tahun Ajaran
2018/2019 yang bermain game online lebih dari 4 jam dalam sehari. Alat ukur
yang digunakan adalah skala kecanduan game online dan skala kontrol diri.
analisis data dilakukan dengan analisis korelasi product moment. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada hubungan negatif antara kontrol diri dengan kecanduan
game online pada siswa dengan nilai koefisien korelasi sebesar ¬-0,562 (p<0,01).
Antara kontrol diri dengan kecanduan game online memberikan sumbangan efektif
sebesar 31,5% terhadap kecanduan game online sedangkan sumbangan variabel
lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini sebesar 68,9%. Variabel lain yang tidak
diikutsertakan dalam penelitian ini.

Kata kunci: Kontrol Diri; Kecanduan Game Online

Pendahuluan
Informasi menjadi sebuah kebutuhan yang pokok, agar dapat terus
memperbaharui biasanya mencari dan mendapatkannya melalui media cetak, elektronik
dan internet (Pramadita, 2017). Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi internet
menjadi kegemaran tersendiri bagi pelajar dalam mencari informasi terbaru dan
menjalin hubungan dengan orang lain di dunia maya (Masluchah, 2013). Namun selain
dimanfaatkan untuk kemudahan mengakses informasi dalam bidang akademis, juga
dimanfaatkan oleh sebagian pelajar untuk mengakses sarana hiburan dengan bermain
game online (Young & de Abreu, 2017). Fenomena kecanduan game online marak
terjadi pada anak diusia sekolah. Kecanduaan game online dapat diartikan sebagai
penggunaan permainan game online secara berlebihan yang mengakibatkan munculnya
tanda-tanda atau gangguan kognitif, emosi, dan perilaku termasuk didalamnya adalah
kehilangan kontrol terhadap permainan, toleransi, dan menarik diri (Griffiths, Davies, &
Chappell, 2004)
Menurut (Griffiths et al., 2004) terdapat enam aspek kecanduan game online
yaitu, saliance: individu berfikir tentang game online setiap hari; perubahan suasana
perasaan: mengacu pada perasaan bergairah saat bermain game online; toleransi:
bermain terus menerus untuk mendapatkan kepuasan dalam bermain game online;

1
Ambar Mita Sari dan Kamsih Astuti

withdrawal: perasaan negatif atau sedih ketika dihentikannya kegiatan bermain game
online; konflik interpersonal: perdebatan, pengabaian, dan berbohong kepada orang-
orang disekitar; relapse: kecenderungan untuk kembali bermain game bahkan setelah
periode bermain telah terkontrol.
Peneliti melakukan wawancara di SMK X Yogyakarta pada 10 Desember 2018
dengan menyebar kuesioner kepada 366 siswa terdapat sebanyak 106 siswa
menggunakan game online lebih dari 4 jam dalam sehari, siswa sering membuka gadged
untuk bermain game online meskipun jam belajaran sedang berlangsung, siswa
mengalami kesulitan untuk menghentikan permainan game online yang berdampak pada
kemunduran jam tidur disetiap malamnya, sering memikirkan kegiatan bermaingame
online, dan siswa cenderung untuk kembali bermain game online ketika sedang tidak
melakukan kegiatan baik di rumah maupun di sekolah.
Penelitian yang dilakukan oleh (Young & de Abreu, 2017) diperoleh hasil
subjek merasa gelisah dan lekas marah jika tidak dapat bermain game online, subjek
ingin terus bermain game online hingga merasa puas akibatnya mengurangi aktivitas
penting lainnya untuk dapat bermain game online lebih lama. Survey yang dilakukan
Egger (dalam (Young & de Abreu, 2017) pecandu game online seringkali
membayangkan bermain game online meski sedang tidak melakukan kegiatan bermain
game, merasagelisah ketika tidak dapat bermain, berbohong mengenai penggunaan
permainan game online, mengalami kesulitan dalam membatasi waktu untuk bermain
game online menyebabkan kemunduran di sekolah, hasil pekerjaan, dan sosialisasi
dengan lingkungan sekitar.
Beberapa faktor yang mempengaruhi individu mengalami kecanduan game
online diantaranya adalah kurangnya kontrol diri, rasa bosan yang dialami, serta pola
asuh orangtua yang tidak tepat (Griffiths et al., 2004).
Berdasarkan beberapa faktor diatas peneliti memilih faktor kurangnya kontrol
diri yang mempengaruhi kecanduan game online. menurut (Ghufron., 2014) kontrol diri
sangat berpengaruh terhadap pengendalian tingkah laku individu melalui pertimbangan-
pertimbangan terlebih dahulu sebelum bertindak melakukan sesuatu. Individu dengan
kontrol diri yang baik akan mampu mengontrol perilaku dengan cara menunda
kepuasannya agar dapat mencapai sesuatu yang bermanfaat.
Menurut (Tresna Ayu Puspita, 2017) individu yang memiliki kontrol diri tinggi
akan menggunakan internet untuk bermain game online secara sehat sesuai dengan
keperluan serta mempunyai batas waktu dalam bermain game online sehingga tidak
menyebabkan kecanduan. Bandura dalam (Schunk, 2012) mengemukakan kontrol diri
sebagai metode peneladanan dimana suatu metode untuk menumbuhkan kemampuan
mengontrol diri pada anak. Peneladanan adalah cara belajar dengan menirukan orang
lain, membentuk respon tanpa penguatan langsung (tanpa reward dan punishment)
dimana hal ini sesuai dengan pengajaran kontrol diri. Cara berfikir individu terhadap
stimulus dapat membedakan kemampuan dalam hal mengontrol diri. Individu yang
mempunyai kemampuan berfikir positif dapat menghadapi suatu situasi dengan stimulus
tertentu dan akan lebih mampu mengendalikan dirinya.

2 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Hubungan Antara Kontrol Diri Dengan Kecanduan Game Online Pada Siswa

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kontrol diri dengan
kecanduan game online pada siswa. dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat
memberikan arahan kepada tenaga pengajar, orangtua dan siswa mengenai pentingnya
kontrol diri sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kecanduan
game online pada siswa dengan cara siswa belajar untuk mengontrol perilakunya.
Berdasarkan uraian permasalahan diatas, maka dalam penelitian ini penulis
mengajukan hipotesis sebagai berikut: ada hubungan negatif antara kontrol diri dengan
kecanduan game online pada siswa. artinya semakin rendah kontrol diri maka semakin
tinggi kecanduan game online pada siswa dan begitu juga sebaliknya semakin tinggi
kontrol diri maka semaki rendah kecanduan game online pada siswa.

Metode Penelitian
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
skala yaitu: skala untuk mengukur kecanduan game online dan skala untuk mengukur
kontrol diri.
Skala kontrol diri ini dibuat oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek yang telah
dikemukakan oleh averill yaitu: aspek kontrol perilaku, aspek kognitif dan aspek
pengambilan keputusan. jumlah aitem dalam skala kontrol diri sebanyak 17 item
favourable dan 17 item unfavourable dengan empat alternatif jawaban yaitu STS (sangat
tidak sesuai), TS (tidak sesuai), S (sesuai), SS (sangat sesuai). Skala kecanduan game
online dibuat oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh (Griffiths
et al., 2004) yaitu: aspek saliance, perubahan suasana perasaan, toleransi, withdrawal,
konflik interpersonal dan relapse atau kambuh. jumlah aitem dalam skala kontrol diri
sebanyak 22 aitem dengan enam alternatif jawaban yaitu TP (tidak pernah), JR
(jarang), KD (kadang-kadang), SR (sering), SS (sangat sering), SL (selalu).
Teknik analisis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah uji statistik
korelasi product moment untuk menentukan hubungan antara kontrol diri dengan
kecanduan game online.

Hasil dan Pembahasan


A. Hasil
1. Hasil Uji Statistik Deskriptif
Berdasarkan hasil uji statistik deskriptif diketahui bahwa penelitian ini
melibatkan 106 siswa sebagai subjek penelitian. Pada variabel kontrol diri mean
sebesar 85 dengan nilai minimum 34 dan maksimum sebesar 136. Variabel
kecanduan game onine nilai mean sebesar 55 dengan nilai minimum 22 dan nilai
maksimum 88. Deskripsi data penelitian dapat dilihat pada tabel 1:

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 3


Ambar Mita Sari dan Kamsih Astuti

Tabel 1
Deskriptif Data Penelitian
Variabel Hipotetik Empirik
Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD
KGO 0 110 55 18,33 69 98 79,08 4,54
KD 34 136 85 17 69 119 86,92 7,68
Keterangan: KGO : Kecanduan Game Online
KD : Kontrol Diri

Hasil kategorisasi data kecanduan game online dapat dilihat pada tabel 2:
Tabel 2
Kategori Skor Skala Kecanduan Game Online
Variabel Kategori Rentang Skor Jumlah Persentase
Kecanduan Rendah X < 44 0 0 %
Game Online Sedang 44 ≤ X ≤ 66 0 0%

Tinggi X > 66 106 100 %

Hasil kategorisasi data kontrol diri dapat dilihat pada tabel 3:


Tabel 3
Kategori Subjek pada Variabel Kontrol Diri
Variabel Kategori Rentang Skor Jumlah Persentase
Kontrol Diri Rendah X < 68 0 0 %
Sedang 68 ≤ X ≤ 102 104 98,1%
Tinggi X > 102 2 1,9%

2. Hasil Uji Asumsi


Uji asumsi dalam penelitian ini menggunakan uji normalitas sebaran data
dan uji linearitas hubungan antara variabel independen (kontrol diri) dengan
variabel dependen (kecanduan game online) yang dapat dilihat pada tabel 4:
Tabel 4
Hasil Uji Normalitas
Variabel Nilai Subjek Keterangan
SD p
1,322 0,061 106 Normal
Kecanduan Game Online

Kontrol Diri 1,004 0,266 106 Normal


Ketentuan umum untuk menentukan linearitas variabel-variabel penelitian
adalah bila signifikansi (linearity) kurang dari 0,05 maka dapat dikatakan dua
variabel memiliki hubungan yang linear (Priyatno, 2014). Variabel kontrol diri
mempunyai nilai F sebesar 49,81 dengan signifikansi pada linearity (p<0,05).

4 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Hubungan Antara Kontrol Diri Dengan Kecanduan Game Online Pada Siswa

Sehingga dapat disimpulkan bahwa antara variabel kontrol diri dan kecanduan
game online terdapat hubungan yang linier.

3. Uji Hipotesis
Hasil analisis korelasi product moment dapat dilihat pada tabel 5:
Tabel 5
Hasil Analisis Korelasi Product Moment
Variabel Variabel Nilai Korelasi Sig Keterangan
Dependen Independen Product Moment
Kecanduan Kontrol Diri -0,562 0,00 Signifikan
Game Online

Hasil pengujian hipotesis didapatkan nilai korelasi product moment sebesar


-0,562 dengan p=0,000. Hal ini berarti hipotesis diterima.

B. Pembahasan
Hasil uji korelasi menunjukka bahwa hipotesis yang menyatakan ada
hubungan negatif antara kontrol diri dengan kecanduan game online, diterima. Hasil
analisis penelitian dengan menggunakan teknik korelasi product moment yang
menunjukkan angka korelasi sebesar r=-0,562 dan (p<0,01) hal ini berarti bahwa
tingginya nilai kontrol diri selalu diikuti dengan rendahnya kecanduan game online
pada siswa. demikian pula sebaliknya, rendahnya nilai kontrol diri selalu diikuti
dengan tingginya kecanduan game online pada siswa. Hal ini sesuai dengan hasil uji
deskripsi data kecanduan game online yang menunjukkan rata-rata tingkat
kecanduan game online berada dalam kategori tinggi.
Apabila kontrol diri dihubungkan dengan salah satu aspek kecanduan game
online yaitu individu sering memikirkan tentang kegiatan bermain game online,
disini terlihat bahwa kontrol terhadap pikiran atau kognitif sangat berperan penting
dalam terbentuknya prilaku berlebihan dalam bermain game online. individu yang
memiliki kontrol kognitif yang baik akan mampu mengendalikan perilaku dalam
bermain game online sehingga tidak menjadi kecanduan (Ghufron., 2014). Selain itu
pula kontrol terhadap perilaku juga berperan penting dalam mengarahkan individu
agar dapat menggunakan waktunya kearah yang lebih bermanfaat.
Didukung penelitian yang dilakukan (Tresna Ayu Puspita, 2017) yang
menyatakan bahwa individu yang memiliki kontrol diri tinggi yaitu mampu
mengontrol perilaku dengan cara menunda kepuasan agar dapat mencapai sesuatu
yang lebih bermanfaat, memiliki pertimbangan secara objektif, dan mampu
memberikan penilaian secara subjektif. Dengan demikian individu yang memiliki
kontrol diri tingi tidak akan mudah mengalami kecanduan khususnya terhadap game
online karena individu tersebut mampu mengambil tindakan yang tepat atas masalah
yang dihadapi.
Hasil penelitian yang diperoleh mendukung pendapat (Young & de
Abreu, 2017) yang menggambarkan bahwa kecanduan game online sebagai

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 5


Ambar Mita Sari dan Kamsih Astuti

gangguan mengontrol impuls terhadap permainan game online sehingga individu


yang mengalami kecanduan game online akan memfokuskan diri pada bermain
game dan menelantarkan hal-hal lain seperti tidak mengerjakan tugas sekolah,
mengabaikan pelajaran dan pekerjaan.
Salah satu faktor penyebab kecanduan game online adalah kontrol diri.
Masalah kontrol diri merupakan permasalahan yang melibatkan proses belajar
pengendalian keinginan dari dalam diri individu yang meliputi kemampuan individu
dalam membimbing tingkah laku, mengelola informasi yang diinginkan, dan dapat
memilih suatu tindakan berdasarkan sesuatu yang diyakini (Averill, 1973). Individu
dengan kontrol diri yang tinggi akan mampu mengatur waktu belajar dan
bermainnya agar seimbang sehingga akan mencapai cita-cita yang diinginkan
(Tresna Ayu Puspita, 2017).
Game Online merupakan permainan virtual yang dimainkan melalui jaringan
internet. Game online menawarkan fasilitas berkomunikasi dengan pemain lain
diseluruh penjuru dunia melalui panggilan suara dan chatting (Young & de Abreu,
2017). Individu yang bermain game online akan mengalami keterlibatan mental
yang dalam terhadap permainan game onlinenya sehingga akan membawa dampak
negatif seperti mengganggu aktivitas tidur, belajar, dan hubungan antar kondisi
sosial seseorang serta mengganggu kesehatan mental dan emosi individu (Yee,
2007). Oleh karena itu peran kontrol diri sangat penting dalam membuat seorang
pemain game online mampu menggunakan permainan game dengan wajar dan tidak
berlebihan.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa kontrol diri memberikan sumbangan
efektif terhadap kecanduan game online sebesar 28,6% yang berarti kontrol diri
mempengaruhi kecanduan game online. Hal tersebut senadan dengan penelitian
(Chin-Sheng & Chiou, 2007) yang menyatakan lingkungan maya game online
memungkinkan penekanan yang lebih rendah pada kontrol diri. Kontrol diri yang
dimiliki individu sangat membantu dalam mengatasi masalah yang berhubungan
dengan keinginan atau dorongan sesaat yang bertentangan dengan tingkah laku yang
tidak sesuai dengan norma sosial.
Meskipun demikian, pengaruh kontrol diri terhadap kecanduan game online
hanya sebesar 28,6%, artinya masih ada faktor lain yang mempengaruhi
kecederungan seseorang mengalami kecanduan game online sebesar 71,4%. Faktor-
faktor tersebut antara lain rasa bosan yang dirasakan remaja ketika berada di rumah,
lingkungan teman sebaya, dan interaksi sosial.
(Masya & Candra, 2016) menyatakan bahwa berdasarkan penelitian yang
dilakukan diperoleh hasil bahwa individu yang mudah merasa bosan, kurang mampu
mengatur prioritas, kurang mampu bersosialisasi dengan lingkungan memiliki
kecenderungan yang lebih besar mengalami kecanduan game online.
Ken Dall dalam (Young & de Abreu, 2017) berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan menyebutkan bahwa pemain game online yang mengalami kecanduan
disebabkan karena individu mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan sekitar

6 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Hubungan Antara Kontrol Diri Dengan Kecanduan Game Online Pada Siswa

dan individu yang merasa kesepian. Pemain yang terlibat didalam kelompok
permainan game online seringkali merasa dirinya lebih penting ketika berada dalam
kelompok sosial game online dibanding didalam kelompok sosial kehidupan nyata.

Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
negatif antara kontrol diri dengan kecanduan game online sehingga dapat dikatakan
semain tinggi kontrol diri maka semakin rendah kecanduan game online pada siswa dan
sebaliknya, semakin rendah kontrol diri maka semakin tinggi kecanduan game online
pada siswa.
Sumbangan efektif kontrol diri terhadap kecanduan game online sebesar 28,6%
sedangkan sisanya 71,4% dipengaruhi oleh faktor lain seperti ketidak mampuan
individu dalam mengatur prioritas, pengaruh lingkungan temen sabaya, rasa bosan yang
dirasakan individu ketika berada di rumah dll.
Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa hasil yang diperoleh dalam penelitian
ini masih terbatas pada penggunaan game online yang berlebihan yang mempunyai ciri-
ciri berstatus sebagai siswa SMK X Yogyakarta tahun ajaran 2018/2019 yang masih
masuk dalam kategori remaja. Oleh karena itu perlu kehati-hatian dalam
menggeneralisasikannya terhadap semua pengguna game online. kiranya diperlukan
study lebih lanjut dengan memperbesar jangkauan subjek misalnya penelitian dilakukan
kepada pemain dewasa yang berusia rata-rata diatas 25 tahun. berdasarkan penelitian
yang dikaukan oleh Smahel, Blinka & Ledabyl (2007) diperoleh gambaran bahwa
pemain game online rata-rata berusia 25 tahun ke atas dan lebih banyak pemain dewasa
dibanding remaja.

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 7


Ambar Mita Sari dan Kamsih Astuti

BIBLIOGRAFI

Averill, James R. (1973). Personal control over aversive stimuli and its relationship to
stress. Psychological Bulletin, 80(4), 286.

Chin-Sheng, Wan, & Chiou, Wen Bin. (2007). The motivations of adolescents who are
addicted to online games: A cognitive perspective. Adolescence, 42(165), 179.

Ghufron., &. Risnawita. (2014). Teori-Teori Psikologi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Griffiths, Mark D., Davies, Mark N. O., & Chappell, Darren. (2004). Online computer
gaming: a comparison of adolescent and adult gamers. Journal of Adolescence,
27(1), 87–96.

Masluchah, Nurmandia Wigati. (2013). Hubungan antara kemampuan sosialisasi


dengan kecanduan jejaring sosial. Jurnal Penelitian Psikologi, 4(2).

Masya, Hardiyansyah, & Candra, Dian Adi. (2016). Faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku gangguan kecanduan game online pada peserta didik kelas x di madrasah
aliyah al furqon prabumulih tahun pelajaran 2015/2016. KONSELI: Jurnal
Bimbingan Dan Konseling (E-Journal), 3(2), 97–112.

Pramadita, Indra. (2017). Embedded Graphic Online Service. Syntax Literate; Jurnal
Ilmiah Indonesia, 2(1), 14–20.

Schunk, Dale H. (2012). Learning Theories (Sixth Edit). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tresna Ayu Puspita, Shavira. (2017). Hubungan Antara Kontrol Diri Dengan
Kecanduan Game Online Pada Remaja Akhir. Character: Jurnal Penelitian
Psikologi., 5(1).

Yee, N. (2007). Experimental motives for playing online games. Journal of


CyberPsychology and Behavior, 9(6), 772–775.

Young, Kimberly S., & de Abreu, Cristiano Nabuco. (2017). Kecanduan internet.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

8 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Syntax Idea: p–ISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X
Vol. 2, No. 6, Juni 2020

ANALISIS PENGARUH HARGA SAHAM TERHADAP PEROLEHAN LABA


(STUDI PADA PERUSAHAN YANG MELAKUKAN STOCK SPLIT YANG
TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA )

Anggi Pratiwi, Nor Norisanti dan Acep Samsudin


Universitas Muhammadiyah Sukabumi (UMS)
Email : anggi036@ummi.ac.id, nornorisanti@ummi.ac.id dan
acepsamsudin@ummi.ac.id

Abstrak
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui adanya pengaruh harga
saham terhadap perolehan laba perusahaan, dilakukan pada perusahaan yang
mengalami aksi korporasi stock split ditahun 2016 sebanyak 25 perusahaan.
Metode yang digunakan ialah metode kuantitatif dengan pendekatan deskriptif
asosiatif. Dengan menggunakan teknik sampel nonprobability sampling dengan
jenis purposive sampling sehingga terdapat 25 perusahaan yang melakukan stock
split di tahun 2016 dari 541 perusahaan yang terdaftar di bursa efek indonesia,
dengan teknik pengumpulan data sekunder.Hasil penelitian ini menunjukan tidak
adanya pengaruh antara harga saham terhadap perolehan laba pada perusahaan
yang melakukan stock split di bursa efek Indonesia.

Kata kunci : Harga saham, Perolehan laba, Stock split

PENDAHULUAN
Pertumbuhan pasar modal di Indonesia beberapa tahun terkahir ini sangatlah
begitu pesat, terlihat dari adanya peningkatan jumlah investor yang memilih untuk
berinvestasi di berbagai instrumen pasar modal seperti investasi saham dan surat
berharga lainnya. Saham merupakan surat berharga yang menunjukan bukti kepemilikan
suatu perusahaan. Menurut (Mudiyono, 2012) saham memiliki kepemilikan atau
penyertaan modal pada saham perusahaan milik orang lain, yang bertujuan untuk
mendapatkan keuntungan, sedangkan keuntungan yang diperoleh sesuai dengan
penyertaan modal suatu perusahaan atau individu. Bursa Efek Indonesia (BEI)
menyatakan ada 70 perusahaan terbuka atau emiten yang belum menyampaikan laporan
keuangan kuartal I-2017, Sebelumnya pada 21 Maret 2017, dinyatakan bahwa BEI telah
menghentikan sementara perdagangan saham 27 perusahaan yang melantai di bursa
(Beny Fatahillah AB, 2020).
Sebelum investor menanamkan modalnya, para investor akan terlebih dahulu
memilih perusahaan yang akan mereka pilih, seperti perusahaan yang profit oriented
menjadi salah satu syarat wajib bagi para calon investor untuk memilih perusahaan
tersebut, dapat dipastikan perusahaan tersebut memiliki tujuan utama yaitu
memaksimalkan keuntungan demi keberlangsungan suatu usahanya, selain itu para

9
Anggi Pratiwi, Nor Norisanti dan Acep Samsudin

investor akan memilih perusahaan yang memiliki kinerja kerja yang baik sehingga dapat
menjamin atas keuntungan para penanam modal.
Rata-rata para investor menilai suatu perusahaan dari segi perolehan laba
perusahaan, yang ditentukan oleh kinerja kerja perusahaan itu sendiri, semakin bagus
kinerja kerja yang dilakukan semakin baik pula perolehan yang akan di dapat, termasuk
adanya dorongan dan dukungan dari berbagai pihak manager terhadap bawahannya,
laba itu sendiri dapat diartikan sebagai pencapaian atas kinerja yang telah perusahaan
lakukan. (Denny putri hapsari, 2018) mengemukakan bahwa laba ialah selisih lebih
antara beban perusahaan dan pendapatan perusahaan yang terjadi selama kegiatan
produksi atau kegiatan lain perusahaan selama satu periode.
Untuk mengetahui laba suatu perusahaan dapat dilihat dan dianalisis pada setiap
laporan keuangan yang perusahaan buat di setiap periodenya. Menurut (Anton Trianto,
2017) laporan keuangan ialah penjabaran dari berbagai pos yang ada pada laporan
keuangan menjadi unit yang lebih kecil, sehingga dapat dilihat kegunaan dan
hubungannya antara pos satu dengan pos lainnya agar lebih dapat dipahami oleh
berbagai pihak, tujuan dilakukannya analisis laporan keuangan tidak lain ialah untuk
mengetahui keadaan laporan keuangan perusahaan saat ini, dari itulah para calon
investor bisa mengetahui keadaan perusahaan sebelum menanamkan modalnya.Tidak
hanya perolehan laba, harga suatu sahampun menjadi tolak ukur bagi para penanam
modal.
Pada umumnya, terdapat perbedaan harga saham pada setiap perusahaan. Ada
beberapa perusahaan yang memiliki harga saham yang tinggi dan ada pula perusahaan
yang memiliki harga standar, dengan kondisi harga saham tinggi tentu akan
memperoleh laba yang tinggi ataupun sebaliknya tapi tidak pada setiap perusahaan.
Banyak perusahaan yang memiliki harga tinggi, namun memiliki daya tarik minat
investor yang kurang dengan alasan harga saham terlalu tinggi dan sisi lain perusahaan.
Tidak semua investor yang ingin berinvestasi memiliki modal yang tinggi seperti para
investor ritel misalnya. (Sulia, 2017) menjelaskan bahwa harga saham ialah nilai suatu
harga saham yang perubahannya ditentukan oleh para pelaku pasar dengan kekuatan
penawaran dan permintaan yang terjadi di pasar sekunder atau pasar bursa. Semakin
banyak yang menanamkan modal semakin naik harga jual suatu saham ditandai dengan
kinerja kerja perusahaan yang bagus, begitupun sebaliknya semakin banyak investor
yang melepas sahamnya maka harga suatu saham akan semakin bergerak turun.
Terdapat dua informasi yang dapat mempengaruhi pergerakan harga suatu saham.
Pertama, faktor internal perusahaan yang berkaitan langsung dengan kondisi dasar
perusahaan atau dengan kinerja kerja perusahaan. Kedua, faktor eksternal yang terjadi
diluar faktor-faktor kondisi internal perusahaan atau kondisi diluar perusahaan.
(Agustina & Sumartio, 2014)
Oleh karena itu, untuk menghadapi hal tersebut perusahaan perlu melakukan adanya
aksi korporasi dengan melakukan pemecahan saham atau stock split, dimana selembar
saham dipecah menjadi beberapa bagian lembar saham yang akan menyebabkan
bertambahnya jumlah lembar saham yang beredar. Menurut (Kurniawan Pramudi

10 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Analisis Pengaruh Harga Saham Terhadap Perolehan Laba

Utomo, 2016) stock split merupakan penggantian jumlah saham yang beredar menjadi
jumlah saham yang lebih banyak dari sebelumnya dengan menurunkan nilai per lembar
sahamnya tanpa mengubah modal dan jumlah saldo laba ditahan. Dengan melakukan
stock split, harga lembar saham tentu akan ikut terpecah menjadi lebih murah, sehingga
semua kalangan investor baik investor ritel ataupun besar dapat berinvetasi. Harga
perlembar saham yang baru setelah stock split ialah 1/n harga saham sebelum stock
split, semakin banyak investor yang menanamkan modal maka semakin baik pula
perolehan laba yang akan didapat oleh perusahaan.
Banyak perusahaan yang melakukan stock split pada setiap tahunnya, terhitung
pada tahun 2016 menjadi tahun terbanyak dibandingkan ditahun-tahun sebelumnya
ataupun tahun sesudahnya, perusahaan yang melakukan stock split ingin mendapatkan
perolehan laba yang lebih baik tapi tidak semua perusahaan mengalaminya hal tersebut.
Terdapat 25 perusahaan yang melakukan stock split ditahun 2016 namun 7 diantaranya
mengalami penurunan laba karena beberapa faktor yang terjadi seperti trend dan kondisi
perusahaan itu sendiri, selain dari itu perusahaan mengalami kenaikan laba sesuai
dengan apa yang diinginkan.

Metode Penelitian
Dalam penelitian ini objek penelitian yang dilakukan yaitu pada perusahaan
yang melakukan stock split yang terdaftar di bursa efek Indonesia tahun 2016, dari
banyaknya populasi perusahaan yang terdaftar yaitu 541 perusahaan, terdapat 25
perusahaan yang dijadikan sampel penelitian. Teknik sampel yang digunakan yaitu
teknik nonprobabilaty sampling dengan jenis purposive sampling, dimana untuk
menempatkan sampelnya dengan cara menentukan target dari populasi yang
diperkirakan paling cocok untuk pengumpulan datanya.
Teknis analisis data yang digunakan yaitu dengan teknik analisis asosiatif,
menggunakan perhitungan statistik koefisien determinasi dan regresi menggunakan uji
T.
1. Analisis Koefisien Determinasi
Menurut (Halin, Wijaya, & Yusilpi, 2017) menjelaskan bahwa analisis
koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar dampak pada
sambungan variabel independen secara bersamaan terhadap variabel dependen.
Rumus untuk mengetahui nilaimkoefisien determinasi :

Kd = r2 x 100 %
Keterangan :
kd = Koefisien determinasi
r = Koefisien korelasi
Terdapat kriteria-kriteria yang digunakan untuk koefisien korelasi, kriteria
tersebut yaitu :
1. Jika kd mendekati nol (0), maka pengaruh variabel independent terhadap
variabel dependent lemah.

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 11


Anggi Pratiwi, Nor Norisanti dan Acep Samsudin

2. jika kd mendekati satu (1), maka pengaruh variabel independent terhadap


variabel dependent kuat.
2. Analisis Regresi Sederhana
Analisis regresi sederhana digunakan untuk menguji dari masing-masing
variabel yang digunakan.
Menurut Sugiyono (2014: 270) menuliskan bahwa “regresi linier sederhana
didasarkan pada hubungan fungsional yang saling berhubungan antara satu variabel
independen dengan satu variabel dependen”.
Untuk mengetahui hal tersebut terdapat rumus linier sederhana yaitu :

Y = a + bX

Keterangan :
Y = Subjek dalam variabel dependen yang diprediksikan.
a = Harga Y bila X = 0 (harga kontan).
b = Arah angka atau koefisien regresi yang menunjukan angka peningkatan ataupun
penurunan variabel dependen yang didasarkan pada variabel independen. Bila
b (+) maka naik, namun bila (-) maka penurunan.
X = Subjek pada variabel independen yang mempunyai nilai tertentu.
3. Uji T
“Uji T dilakukan untuk mengetahui signifikansi peran secara parsial antara
variabel independent dengan variabel dependen dengan mengasumsikan variabel
independent dianggap kontsan” Sugiyono (2014: 250) Pengujian ini dilakukan
terhadap koefisien regresi secara menyeluruh.
Rumus untuk pengujian uji t ialah sebagai berikut :

t = Error!
Reference source
not found.
Keterangan :
t = Distribusi t
r = Koefisien korelasi parsial
r2 = Koefisien determinasi
n = Jumlah data
T-test hasil perhitungan yang dihasilkan kemudian dibandingkan dengan t
tabel menggunakan tingkat kesalahan 0,05.
Kriteria yang digunakan dalam pengujian ialah :
H0 diterima jika nilai t hitung ≤ t tabel atau nilai sig > a
H0 diterima jika nilai t hitung ≥ t tabel atau nilai sig < a
Pada penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu data
sekunder, dimana data-data yang dikumpulkan dengan cara tidak langsung

12 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Analisis Pengaruh Harga Saham Terhadap Perolehan Laba

melainkan melalui buku, jejaring sosial, catatan, ataupun arsip yang telah di
publikasikan. Selain itu, dengan studi kepustakaan dan dokumentasi perusahaan.

Hasil dan Pembahasan


A. Uji analisis regresi sederhana
Tabel 1
Regresi Sederhana

Rumus : Y= a + bX
Y = 56277,046 + (-3,796) X
Dapat diterjemahkan bahwa nilai konstanta sebesar 56277,046 maka nilai
variabel perolehan laba ialah 56277,046 selanjutya nilai regresi x yaitu sebesar -
3,796 menyatakan bahwa setiap ada penambahan 1% nilai harga saham maka nilai
perolehan laba bertambah sebesar -3,796 , dinyatakan nilai regresi tersebut bernilai
negatif .
Berdasarkan nilai signifikansi diatas, diperoleh nilai signifikansi sebesar
0,770 > 0,05 sehingga dapat dinyatakan bahwa variabel harga saham tidak
berpengaruh terhadap perolehan laba dan diketahui nilai t hitung sebesar -0.297 < t
tabel 0,770 sehingga variabel harga saham tidak berpengaruh terhadap perolehan
laba.

B. Uji koefisien determinasi


Tabel 2
Koefisien determinasi

Rumus : kd = r² x 100%
= 0,004 x 100%
Dari data diatas menunjukan bahwa nilai koefisien determinasi yang
ditunjukan dari nilai R² ialah sebesar 0,004 atau 0,04% hal ini menunjukan bahwa
harga saham memberikan pengaruh terhadap perolehan laba. seperti pada kriteria
yang digunakan menyebutkan bahwa pengaruh variabel independent terhadap
variabel dependent lemah karena kd mendekati 0.

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 13


Anggi Pratiwi, Nor Norisanti dan Acep Samsudin

C. Uji parsial ( Uji T )


Tabel 3
Uji Parsial

Hasil uji secara parsial (uji-t) untuk laba yang didapat menunjukan nilai t
hitung -0,297< t tabel 2.069 dan nilai signifikansi 0,770 > 0,05 yang berarti tidak
berpengaruh antara harga saham dan perolehan laba.

Kesimpulan
Dari pembahasan dan analisa yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa variabel
X yaitu harga saham tidak berpengaruh terhadap variabel Y perolehan laba. Jadi,
perusahaan yang melakukan stock split pasti memiliki harga jual saham yang baru tidak
menjamin adanya kenaikan laba perusahaan yang disebabkan oleh beberapa faktor
perusahaan dan faktor lain perusahaan.

14 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Analisis Pengaruh Harga Saham Terhadap Perolehan Laba

BIBLIOGRAFI

Agustina, & Sumartio, Fitri. (2014). Analisa faktor-faktor yang memperngaruhi


pergerakan harga saham pada perusahaan pertambangan. Jurnal Wira Ekonomi
Mikroskil, 4(1).

Anton Trianto. (2017). Analisis Laporan Keuangan Sebagai Alat Untuk Menilai Kinerja
Keuangan Perusahaan Pada PT Bukit Asam (persero) TBK Tanjung Enim. Jurnal
Ilmiah Ekonomi Global Masa Kini, 8(3).

Beny Fatahillah AB, Fitriana dan Didin Saepudin. (2020). Pengaruh Profitabilitas,
Likuiditas, Leverage Keuangan, Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Ketepatan
Waktu Pelaporan Keuangan Perusahaan Kontraktor. Jurnal Syntax Idea, 2(2).

Denny putri hapsari. (2018). Analisis penjualan bersih, beban umum & administrasi
terhadap laba tahun berjalan. Jurnal Akuntansi, 5(1).

Halin, Hamid, Wijaya, Hendry, & Yusilpi, Rinda. (2017). pengaruh harga jual kaca
patri jenis silver terhadap nilai penjualan paca CV. Karunia kaca Palembang tahun
2004-2015. Jurnal Ecomect Globar, 2(2).

Kurniawan Pramudi Utomo. (2016). Harga Sebelum dan Sesudah Stock Split Saham
Terhadap Volume Transaksi PT Lippo Karawaci. Jurnal Administrasi Kantor,
4(1).

Mudiyono. (2012). Investasi Dalam Saham & Obligasi dan Meminimalisasi Risiko
Sekuritas pada Pasar Mosal Indonesia. JURNAL STIE SEMARANG, 4(2).

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,


dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sulia. (2017). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi hargsa saham pada perusahaan
LQ45 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Wira Ekonomi Mikroskil,
7(2).

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 15


Syntax Idea : p–ISSN: 2684-6853 e-ISSN : 2684-883X
Vol. 2, No. 6, Juni 2020

STRATEGI PEMERINTAH KOTA SURABAYA DALAM PENGEMBANGAN


KEBIJAKAN KABUPATEN/KOTA LAYAK ANAK DI KOTA SURABAYA

Faisea, M Zainudin Maulidi dan Lukman Arif


Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran, Jawa Timur
Email: faisea1999@gmail.com, udin.zain27@gmail.com dan
lukmanarif.adneg@upnjatim.ac.id

Abstrak
Kebijakan Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak merupakan salah satu
upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk mewujudkan perlindungan
anak melalui pemenuhan hak dan kewajiban anak. Kota Surabaya menjadi salah
satu Kota yang mendapat apresiasi terhadap implementasi kebijakan tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi dan kendala yang
menajadi hambatan Pemerintah Kota Surabaya dalam pengembangan Kota Layak
Anak di Kota Surabaya. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan studi
literatur. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa pemerintah Kota Surabaya
mempunyai 3 (tiga) startegi dalam pengembangan Kota Layak Anak di Kota
Surabaya yaitu : Strategi diverfikasi, Strategi Inovatif dan Strategi Preventif.
Sedangkan kendala yang dialami Pemerintah Kota Surabaya dalam pengembangan
kebijakan tersebut ialah masih kurangnya kualitas sumber daya manusia yang
melaksanakan program-program pengembangan Kota Layak Anak di Kota
Surabaya. Selain itu masih terdapat fasilitas penunjang program tersebut yang
masih belum layak.

Kata kunci: Kabupaten/Kota Layak Anak, Strategi dan Kendala

Pendahuluan
Negara Indonesia adalah negara kepulauan yang mempunyai jumlah penduduk
sangat padat. Menurut data BPS tahun 2010 dalam (Muhammad, 2010) hasil sensus
penduduk Indonesia tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia adalah 237.641.326 jiwa,
dan 34,26% diantaranya atau sebanyak 81.415.918 jiwa dikategorikan sebagai anak.
Dalam rangka pembangunan sumber daya manusia Pemerintah Indonesia
dibawah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sepakat akan
fokus melakukan pembangunan sumber daya manusia pada anak dan perempuan. Hal
itu dikarenakan anak merupakan asset berharga untuk negara dimasa yang akan datang.
Anak ialah penduduk yang berusia di bawah 18 tahun atau yang berusia 0-18
tahun (PERMEN PPPA, 2011). Indonesia sepakat untuk memberikan perlindungan
terhadap anak. Anak-anak adalah salah satu aspek kehidupan bangsa yang perlu
dilindungi. Anak- anak merupakan investasi dalam kehidupan negara di masa
mendatang,

16
Strategi Pemerintah Kota Surabaya dalam Pengembangan Kebijakan Kabupaten/Kota
Layak Anak

Perkembangan anak meliputi segala perubahan yang terjadi pada anak,


baik secara fisik, kognitif, emosi, dan psikososial (Bardja, 2017). Namun seringkali
terjadi kekerasan terhadap anak sehingga berdampak negative terhadap tumbuh
kembang anak. Kekerasan terhadap anak dan remaja meskipun telah memperoleh
visibilitas yang lebih besar dalam beberapa tahun terakhir, tetap sulit untuk diukur
karena dimanifestasikan dalam berbagai cara. Oleh karena itu untuk memahaminya kita
harus mempertimbangkan aspek historis, budaya, ekonomi, hukum, politik, dan
psikososial yang mengatur struktur makro masyarakat (Portella Ribeiro, Santos da
Silva, de Cezar Vaz, Arruda da Silva, & Silva, 2013). Berikut ini merupakan data kasus
kekrasan pada anak di Jawa Timur tahun 2019:

Tabel 1
Data Kasus Kekerasan pada Anak
No. Kota Jumlah
1 Surabaya 97
2 Tulung agung 20
3 Sidoarjo - Mojokerto 16
4 Gresik - Lamongan 11
5 Jombang 10
6 Sumenep 9
Lumajang – Malang –
7 8
Probolinggo - Pasuruan
8 Bojonegoro - Bondowoso 7
9 Jember- Blitar - Kediri 6
10 Bangkalan 5
Jumlah 179

Berdasarkan tabel diatas dengan masih maraknya tindak kekerasan terhadap


anak sehingga Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak mengembangkan Kebijakan Pengembangan Kabupaten /Kota
Layak Anak (KLA). Hal itu tertuang dalam peraturan Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 11 Tahun 2011 tentang Kebijakan
Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak. Dasar pengembangan Kabupaten/Kota
Layak Anak terdapat pada UU 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak yang
kemudian di amandemen menjadi UU No 35 Tahun 2014. Setelah itu dilakukan
amandemen kedua atas UU No 35 Tahun 2014 kedalamPerpuNomor 1 Tahun 2016
yang kemudian ditetapkan menjadi UU dalam UU Nomor 17 Tahun 2016.
Dalam regulasi tersebut khususnya pasal 21, 22, 24 dan 72 bahwasanya
Pemerintah Daerah yang bertindak sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah pusat
mempunyai kewajiban untuk mendukung program pemerintah dalam perlindungan
anak. Hal yang dapat dilakukan pemerintah daerah ialah dengan mengembangkan
Kebijakan Pengembangan Kabupaten /Kota Layak Anak di daerahnya masing-masing.

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 17


Faisea, M Zainudin Maulidi dan Lukman Arif

Selain itu pemerintah daerah juga berkewajiban untuk menyediakan fasilitas/sarana-


prasarana yang mendukung program tersebut, baik fasilitas kesehatan, pendidikan dan
lain sebagainya. Dalam regulasi tersebut juga disebutkan bahwa sektor usaha juga harus
turut menyukseskan program tersebut dengan membuat produk-produk yang aman
untuk anak.
Menurut (PERMEN PPPA, 2011) Kabupaten/Kota Layak Anak yang
selanjutnya disingkat KLA adalah kabupaten/kota yang mempunyai system
pembangunan berbasis hak anak melalui pengintegrasian komitmen dan sumber daya
pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang terencana secara menyeluruh dan
berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk menjamin terpenuhinya hak
anak. Setiap Kabupaten/Kota dikategorikan sebagai KLA apabila telah memenuhi hak
Anak berdasarkan indikator KLA. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak bersama seluruh pemangku kepentingan di tingkat Nasional dan
daerah menetapkan 31 (tiga puluh satu) indikator pemenuhan hak anak. Indikator
tersebut dikelompokkan menjadi 6 (enam) bagian, yaitu bagian penguatan kelembagaan,
dan 5 (lima) klaster hak anak, diantaranya, haksipil dan kebebasan, lingkungan keluarga
dan pengasuhan alternatif, kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan, pemanfaatan
waktul uang, serta kegiatan budaya dan perlindungan khusus.
KLA bertujuan untuk membangun inisiatif pemerintah Kabupaten/Kota yang
mengarah pada upaya transformasi Konvensi Hak-hak Anak (Convention on the Rights
of the Child) dari kerangka hukum ke dalam definisi, strategi, dan intervensi
pembangunan, dalam bentuk kebijakan, program dan kegiatan pembangunan, dalam
upaya pemenuhan hak-hakanak pada suatu dimensi wilayah Kabupaten/Kota (Safitri
Nissa Faradilla, 2012).
Penghargaan KLA terdiri atas lima predikat yaitu Pratama, Madya, Nindya,
Utama dan KLA anak. Dalam 2 tahun berturut turut kota Surabaya berhasil memperoleh
penghargaan sebagai Kota Layak Anak kategori utama dari Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. Pemerintah kota Surabaya
terus memberikan fasilitas dalam menunjang aktivitas dan kesejahteraan anak.
Tujuannya agar anak bisa memperoleh hak pendidikan, kesehatan layak dan hak untuk
bermain.
Pemerintah kota Surabaya dalam mewujudkan kota yang aman dan nyaman bagi
anak-anak mengatur sebuah regulasi yaitu Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 6
tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak. Tujuan dari peraturan tersebut
ialah menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan, diskriminasi dan
pelanggaran hak anak lainnya. Pemerintah kota Surabaya terus berupaya dengan
beberapa strategi untuk mewujudkan Kota Surabaya sebagai Kota Layak Anak. Strategi
adalah suatu rancangan yang disiapkan secara matang dalam mencapai tujuan. Tujuan
tersebut tidak hanya berupa suatu kebijakan melainkan juga berupa aksi nyata dari
pemerintah. Hal itu kemudian dituangkan dalam program-program yang di buat oleh

18 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Strategi Pemerintah Kota Surabaya dalam Pengembangan Kebijakan Kabupaten/Kota
Layak Anak

Pemerintah Kota Surabaya untuk memenuhi hak anak, sehingga terwujudnya sebuah
kota yang layak anak.
Jika dilihat pada tabel sebelumnya terlihat bahwasanya Kota Surabaya masih
menjadi Kota dengan angka kekerasan pada anak yang paling tinggi di provinsi Jawa
Timur. Namun Kota Surabaya masih mendapatkan penghargaan sebagai Kota Layak
Anak. Dari latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang
bagaimana strategi dan hambatan pemerintah Kota Surabaya dalam pengembangan
kebijakan Kota Layak Anak di Kota Surabaya.

Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif
kualitatif dengan pendekatan literature review atau tinjauan pustaka. Menurut (Pitaloka
Priasmoro, 2016). Literature review yaitu sebuah pencarian literatur baik internasional
maupun nasional. Literature review tidak hanya bermakna membaca literatur, tapi lebih
ke arah evaluasi yang mendalam dan kritis tentang penelitian sebelumnya pada suatu
topik. Artikel ini bertujuan melakukan kajian literatur terhadap penelitian-penelitian
terdahulu tentang evaluasi Kebijakan KLA.
Teknik analisis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah model analisis
data yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman. Miles dan Huberman sebagaimana
yang dikutip oleh (Sugiyono, 2017) menyatakan bahwa analisis data terdiri dari empat
tahapan kegiatan yang dimulai dengan pengumpulan data, kondensasi data, penyajian
data, sampai dengan penarikan kesimpulan/ verifikasi data.
Sumber data yang digunakan yakni data sekunder yang didapatkan melalui
dokumen-dokumen penelitian, arsip-arsip, laporan-laporan dan foto-foto yang berada di
media sosial maupun media massa.

Hasil dan Pembahasan


Dalam perlindungan hak asasi pada manusia. Anak merupakan aset yang harus
dilindungi. Maraknya kekerasan terhadap anak membuat tumbuh kembang anak
menjadi terhambat. Anak merupakan investasi di masa yang akan mendatang. Oleh
karena itu negara Indonesia sepakat mewujudkan suatu kebijakan mengenai kabupaten/
kota layak anak. Adanya kebijakan kabupaten/kota layak anak ini bertujuan untuk
memenuhi hak-hak anak.
Wujud nyata adanya implementasi kebijakan kota layak anak diawali pada tahun
2011 yaitu adanya suatu prestasi atau keunggulan yang diraih oleh kota yang memenuhi
indikator kota layak anak. Salah satu kota yang berhasil meraih prestasi pencapaian kota
layak anak adalah kota Surabaya. Dalam pencapaiannya sebagai peraih predikat kota
layak anak Surabaya tentunya memiliki beberapa strategi dan juga kendala.
A. Strategi Diverfikasi
Strategi ini dilakukan dengan membuat program-program, proyek dan
mengatur langkah atau tindakan berbeda dari strategi biasanya di bidang pemerintah
dalam memberikan pelayanan umum dan melaksanakan pembangunan (Rahmayuni,

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 19


Faisea, M Zainudin Maulidi dan Lukman Arif

2014). Sebagaimana yang dimaksud maka dalam hal ini pemerintah memiliki
tindakan yang berbeda dalam mewujudkan suatu kebijakan. Strategi yang dilakukan
merupakan suatu strategi yang berbeda dari yang lain. Dalam hal ini strategi yang
dilakukan oleh pemerintah Kota Surabaya yaitu mewujudkan lingkungan yang
mendukung dan ramah anak.
Adanya program-program dan bentuk kebijakan. seperti kampung pendidikan
kampung e arek suroboyo, kampung literasi, kampung belajar dan kampung aman
Untuk mewujudkan kota layak anak maka pemerintah kota Surabaya mengadakan
suatu lomba. Tujuannya untuk menciptakan kondisi suatu daerah tinggal anak yang
nyaman dan aman bagi proses tumbuh kembang anak dan adanya upaya untuk
perlindungan terhadap anak.
Tabel 2
Program dan kebijakan untuk perwujudan kota layak anak di kota Surabaya
Program Hasil
Kampung Belajar Bertujuan untuk meningkatkan aktvitas
belajar pada anak-anak. Dengan adanya
kegiatan JAMBE (Jam belajar pukul 6-8),
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat dan
Kegiatan Bebas Anak Putus Sekolah)
Kampung Sehat Dengan adanya kegiatan bebas asap
rokok, bebas miras, dan bebas narkoba
Kampung Asuh Pengelohan penitipan anak harus
diketahui oleh RT dan RW. Untuk
memudahkan dalam hal pengawasan
terhadap anak.
Kampung Kreatif Adanya suatu Kegiatan bimbingan belajar
Dan Inovatif TK dan SD secara gratis dan Terarah.
Kampung Aman Bebas Eksploitasi Anak, Bebas dari
Kekerasan, dengan adanya upaya yang
dilakukan untuk menghimbau seluruh
warga agar tidak melakukan tindak
kekerasan
Kampung Literasi Kegiatan Belajar Menari Bersama
merupakan sinergitas RT. 02 dengan RT.
07. Dan hasil binaannya,Kegiatan usaha
dan pemberdayaan anak yang meliputi
kegiatan UKM, Jentik Junior dan
Pelatihan Swadaya akan dilakukan oleh
RT. 05 dan umumnya RW. 03
Sumber : (Mochklas, Rusmawati, Santoso, & Jannah, 2019)

Selain itu pemerintah kota Surabaya juga mewujudkan suatu lingkungan


yang ramah dan nyaman bagi anak anak dengan adanya fasilitas rumah matematika,
rumah bahasa dan Broadband Learning Center. Rumah matematika di kota
Surabaya memiliki fungsi untuk membantu pembelajaran bagi siswa dan siswi.

20 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Strategi Pemerintah Kota Surabaya dalam Pengembangan Kebijakan Kabupaten/Kota
Layak Anak

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka tingkat pengetahuan pelajar


Surabaya mengenai program Rumah Matematika Surabaya melalui media publikasi
didapatkan hasil tingkat pengetahuan yang dimiliki adalah tinggi (Tobing angelita
roosalim nathalia, 2019). Program Rumah Matematika Surabaya banyak diketahui
oleh para kalangan pelajar di Surabaya melalui media publikasi. Melalui media
publikasi ini pelajar juga dengan mudah mengerti pengetahuan tentang produk dan
pemakaiannya.
Selain itu pemerintah kota Surabaya memfasilitasi dengan adanya Broadband
Learning Center Berdasarkan data empiris yang terungkap pada bab sebelumnya
diketahui bahwa program BLC masih belum dapat menjangkau semua lapisan
masyarakat kota Surabaya, seperti yang ditargetkan oleh Dinas Kominfo Pemkot
Surabaya selama ini. Sehingga, pelaksanaan program BLC yang diselenggarakan
oleh Dinas Kominfo Pemkot Surabaya pada periode 2014 sampai bulan April 2015,
masih terdapat beberapa hal yang masih harus diperbaiki kedepannya.
B. Strategi Inovatif
Strategi yang dilakukan adalah dengan adanya pembaharuan maupun
inovasi-inovasi baru yang tentunya dapat memudahkan setiap pelaksanaan program.
Di setiap pelaksanaan program maka perlu adanya pembaharuan yang dituangkan ke
dalam program tersebut. Di dalam suatu program memiliki sebuah inovasi yang unik
sehingga dapat memudahkan berjalannya program tersebut.
Strategi inovatif yang dilakukan pemerintah kota Surabaya dalam
mengentaskan problematika anak melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak yang bekerja sama dengan Pusat Krisis Berbasis Masyarakat dan
Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan dan Anak yaitu pendirian pusat konseling.
Inovasi terobosan pada pusat konseling tersebut ialah Inovasi ini merupakan Layanan
Satu Pintu Keluarga Holistik Integratif. Ini adalah fasilitas bagi warga Surabaya
untuk mendapat pembelajaran keluarga melalui psikoedukasi, konsultasi bagi anak,
diskusi bagi orangtua, kuliah program pranikah (Rachman, 2019) ).
C. Strategi Preventif
Strategi yang dilakukan dengan diarahkan untuk mencegah terjadinya hal-hal
yang tidak diinginkan. Strategi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya yaitu
membuat program dan mengatur nya secara hati hati serta memperhatikan dalam
setiap aspek. Dalam hal ini pemerintah kota Surabaya melakukan berbagai
pencegahan khususnya dalam menjaga hak perlindungan terhadap anak. Pemerintah
kota Surabaya memberikan fasilitas keamanan bagi anak- anak Surabaya dalam
melakukan setiap aktivitas nya.
Demi memberikan perlindungan terhadap anak untuk pencegahan terhadinya
kejahatan terhadap anak Pemerintah kota Surabaya memfasilitasi Bus Sekolah
sebagai alat transportasi pelajar untuk lebih aman menuju ke sekolah. Para pelajar
dalam hal ini sangatlah tertarik dengan adanaya bus sekolah. Para pelajar dapat
menggunakan fasilitas bus sekolah secara gratis sehingga.

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 21


Faisea, M Zainudin Maulidi dan Lukman Arif

Strategi yang diterapkan pemerintah Kota Surabaya dalam pencegahan juga


dilakukan dengan mengeluarkan kebijakan yang mengatur tentang Penyelenggaraan
Perlindungan Anak yang tertuang dalam Peraturah Daerah Nomor 6 Tahun 2011.
Dengan adanya kebijakan tersebut diharapkan dapat mencapai pemenuhan hak-hak
anak sehingga tercapai sebuah kota yang layak dana aman untuk anak.
D. Kendala-Kendala yang dihadapi Pemerintah Kota Surabaya dalam
mewujudkan Kota Layak Anak
Pengembangan program Kota Layak Anak di Kota Surabaya masih ada
beberapa kendala yang kemudian menghambat pelaksanaannya. Adanya kendala
maka dapat menjadi penghambat bukan hanya pada tahap pembuatan program tetapi
juga dalam pelaksanaan program tersebut. Adapun hambatan yang dihadapi
Pemerintah Kota Surabaya dalam pengembangan Kota Layak Anak di Kota
Surabaya ialah sebagai berikut :
1. SDM Pelaksana Program banyak yang belum terlatih. Masih ada beberapa sumber
daya manusia yang melaksanakan program seperti pada klaster pendidikan yang
belum terlatih. Selain itu forum anak juga belum berperan dalam sekolah ramah
anak (Heni & Nawangsari, 2019).
2. Masih enggannya pengguna fasilitas Bus Sekolah Surabaya untuk memanfaatkan
adanya fasilitas tersebut. Hal itu disebabkan bus sekolah ini menggunakan bus tua
dan kuno, sehingga para pelajar terkadang enggan naik dan memanfaatkan bus
tersebut, bus Sekolah sudah tua, kuno dan jelek, hambatan yang terjadi adalah
mengenai armada bus yang sudah tua dan lama (Kusuma, 2015). Para pelajar
sangat antusias dengan adanya bus sekolah namun dalam implementasinya masih
belum optimal.

Kesimpulan
Strategi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya dalam
mengembangakan kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak di Kota Surabaya terdapat 3
(tiga) strategi yaitu: Staretegi diverfikasi yang berupa pembuatan program-program
yang lain daripada yang lain yaitu dengan adanya program yang menciptakan
lingkungan serta kondisi aman dan nyaman bagi anak berupa kampung pendidikan
kampung e arek suroboyo kampung literasi, kampung belajar dan kampung aman. Yang
kedua ialah strategi inovatif Pemerintah Kota Surabaya melakukan adanya
pembaharuan maupun inovasi-inovasi baru yang tentunya dapat memudahkan setiap
pelaksanaan program. Program tersebut berupa Inovasi Layanan Satu Pintu Keluarga
Holistik Integratif
Sedangkan strategi yang ketiga ialah strategi Preventif berupa pembuatan
kebijakan perlindungan anak untuk mencegah terjadinya kekerasan pada anak sekaligus
upaya untuk pemenuhan hak anak dengan adanya transportasi Bus Sekolah dan adanya
trotoar yang nyaman untu menyebrang para pelajar.
Kendala-kendala yang dialami oleh Pemerintah Kota Surabaya dalam
mengembangkan Kota Layak Anak di Kota Surabaya antara lain masih kurangnya

22 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Strategi Pemerintah Kota Surabaya dalam Pengembangan Kebijakan Kabupaten/Kota
Layak Anak

kualitas sumber daya manusia yang melaksanakan program-program dalam upaya


pengembangan Kota Layak Anak. Selain itu juga terdapat kendala lain seperti masih
belum layaknya fasilitas penunjang dari program-program pemenuhan hak anak seperti
bus sekolah.

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 23


Faisea, M Zainudin Maulidi dan Lukman Arif

BIBLIOGRAFI

Bardja, Sutiati. (2017). Pengaruh Penerapan Senam Hook Ups Terhadap Tingkat
Percaya Diri Anak Kelas Dua Min Guwa Kidul. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah
Indonesia, 2(12), 112–122.

Heni, Irawati Putri, & Nawangsari, Rining Ertien. (2019). Implementasi Kebijakan,
Klaster Hak Anak, Kabupaten/Kota Layak Anak. Dinamika Governance: Jurnal
Ilmu Administrasi Negara, 9(2).

Kusuma, oktavianus wijaya ardhya. (2015). Evaluasi Program Bus Sekolah Di Kota
Surabaya. Kebijakan Dan Manajemen Publik, 3, 1–7.

Mochklas, Mochamad, Rusmawati, Zeni, Santoso, Aris, & Jannah, Roudotul. (2019).
Pendampingan Kampung Pendidikan Kampung’E Arek Suroboyo (Kp Kas) Rw 03
Kelurahan Ketintang Surabaya. Jurnal Komunitas : Jurnal Pengabdian Kepada
Masyarakat, 2(1), 51–59. https://doi.org/10.31334/jks.v2i2.470

Muhammad, Setiawan Isnaeni. (2010). Implementasi Peraturan Walikota Semarang


Nomor 20 Tahun 2010 tentang Kebijakan Kota Layak Anak dengan Pendekatan
Kelurahan Ramah Anak an. (2005), 1–12.

Pitaloka Priasmoro, Dian. (2016). Literatur Review:Aplikasi Model Sosial Dalam


Pelayanan Kesehatan Jiwa Pada Ibu Hamil Dengan Hiv/Aids. Jurnal Ilmu
Keperawatan (Journal of Nursing Science), 4(1), 12–19.
https://doi.org/10.21776/ub.jik.2016.004.01.2

Portella Ribeiro, Juliane, Santos da Silva, Mara, de Cezar Vaz, Marta, Arruda da Silva,
Priscila, & Silva, Bárbara. (2013). The protection of children and adolescents from
violence: an analysis of public policies and their relationship with the health sector.
Investigación y Educación En Enfermería, 31(1), 133–141.

Rachman, R. I. O. Febriannur. (2019). Implementasi kebijakan pusat konseling anak


dan remaja di surabaya. 8(2), 77–91.

Rahmayuni, Sri. (2014). Strategi Pemerintah Kota Pekanbaru Dalam Pengembangan


Kota Layak Anak Di Kota Pekanbaru Tahun 2014. JOM Fisip, 4(2), 1–2.
https://doi.org/10.1038/132817a0

RI, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. PERMEN


PPPA Tentang Kebijakan Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak. , 11 §
(2011).

Safitri Nissa Faradilla. (2012). Implementasi Kebijakan Pengembangan Kota Layak


Anak di Kecamatan Semampir Surabaya.

Sugiyono, P. D. (2017). Metode Penelitian Bisnis: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,


Kombinasi, dan R&D. Penerbit CV. Alfabeta: Bandung.

24 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Strategi Pemerintah Kota Surabaya dalam Pengembangan Kebijakan Kabupaten/Kota
Layak Anak

Tobing angelita roosalim nathalia. (2019). Tingkat Pengetahuan Pelajar Surabaya


Mengenai Program Rumah Matematika Surabaya Melalui Media Publikasi.
Universitas Katolik Widya Mandala.

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 25


Syntax Idea: p–ISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X
Vol. 2, No. 6, Juni 2020

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN MELALUI


PEMBERDAYAAN UMKM DI KABUPATEN SIDOARJO

Fidianing Sopah, Winda Kusumawati dan Kalvin Edo Wahyudi


Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran, Jawa Timur
Email: fidianing05@gmail.com, kusumawinda99@gmail.com dan
kalvinedo.adne@upnjatim.ac.id

Abstrak
Fenomena kemiskinan merupakan masalah sosial yang menjadi masalah serius di
negara-negara berkembang, tidak terkecuali Indonesia. Berbagai upaya telah
dijalankan untuk mengentaskan kemiskinan, baik dari pusat maupun daerah. Salah
satunya adalah Kabupaten Sidoarjo yang menangani masalah kemiskinan
didaerahnya dengan menetapkan ladasan hukum berupa Peraturan Daerah Nomor
2 Tahun 2016 tentang Pengentasan Kemiskinan. Penelitian ini menggunakan
metode penelitian kualiatatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data
wawancara, observasi, dan dokumentasi. Fokus penelitian ini ada didalam
Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 02 tahun 2016 pasal 14 pada poin
C yakni pengentasan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha ekonomi mikro.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan implementasi
Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 2 Tahun 2016 Pasal 14 poin C
yakni pemberdayaan usaha ekonomi mikro sebagai upaya pengentasan kemiskinan
di Kabupaten Sidoarjo berdasarkan teori Marilee S. Grindle. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa adanya kekurangan dalam pengimplementasian kebijakan
Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2016 Pasal 14 poin C yang merupakan
kebijakan pengentasan kemiskinan melalui program pemberdayaan UMKM “1000
Wirausaha Baru” kurang berhasil dilaksanakan, diukur berdasarkan teori Marilee
S. Grindle yaitu isi kebijakan dan lingkungan implementasi.

Kata kunci: Kemiskinan, UMKM dan Implementasi

Pendahuluan
Fenomena kemiskinan merupakan masalah sosial yang menjadi masalah serius
di negara-negara berkembang, tidak terkecuali Indonesia. Masalah kemiskinan
merupakan masalah yang kompleks dan bersifat multidimensional yang berkaitan
dengan aspek sosial, budaya, ekonomi dan lain sebagainya. Badan Pusat Statistik pada
tahun 2019 menyebutkan bahwa jumlah penduduk miskin pada September 2019
sebesar 24,79 juta orang. Kemiskinan tersebut mengalami penurunan, Badan Pusat
Statistik (2019) juga menyebutkan kemiskinan pada tahun 2016 berada pada angka
27,77 persen poin, tahun 2017 berada pada angka 26,58 persen poin, tahun 2018 berada
pada angka 25,67 persen poin dan pada tahun 2019 berada pada angka 24,79 persen
poin, sehingga dapat dikatakan bahwa pemerintah Indonesia telah berhasil dalam
mengupayakan pengentasan kemiskinan.

26
Implementasi Kebijakan Pengentasan Kemiskinan Melalui Pemberdayaan UMKM

Permasalahan kemiskinan, harus diselesaikan bersama, baik dari pemerintah


maupun masyarakat. Pemerintah dan masyarakat harus saling bekerjasama dalam
mengentakan kemiskinan. Upaya pengentasan kemiskinan dalam Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 adalah kebijakan dan program pemerintah
dan pemerintah daerah yang dilakukan secara sistematis, terencana, dan bersinergi
dengan dunia usaha dan masyarakat untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dalam
rangka meningkatkan derajat kesejahteraan rakyat (Indonesia, 2010). Upaya
pengentasan kemiskinan di Indonesia dilandasi oleh beberapa landasan hukum yang
mengatur agar kemiskinan di Indonesia tidak semakin meningkat, antara lain sebagai
berikut : (1) UU Nomor 13 Tahun 2011, (2) Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010,
(3) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1981, (5) Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 42 Tahun 2010. Upaya pengentasan kemiskinan juga terdapat dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP-Nas), maupun secara eksplisit terlihat
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
Kemudian pada setiap provinsi dan kabupaten/kota juga memiliki wewenang untuk
berupaya menangani masalah kemiskinan didaerahnya sesuai dengan kondisi yang ada.
Salah satunya keseriusan Kabupaten Sidoarjo dalam menanggulangi kemiskinan
didaerah dengan ditetapkan Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2016 yang didalamnya
terdapat berbagai cara untuk membebaskan daerahnya terhadap kemiskinan. Berbagai
program yang telah di cantumkan berupa (a) kelompok program bantuan sosial terpadu
berbasis keluarga; (b) kelompok program pengentasan kemiskinan berbasis
pemberdayaan masyarakat; (c) kelompok program pengentasan kemiskinan berbasis
pemberdayaan usaha ekonomi mikro, dan; (d) kelompok program-program lainnya yang
baik secara langsung ataupun tidak langsung dapat meningkatkan kegiatan ekonomi dan
kesejahteraan warga miskin (Bupati Sidoarjo, 2016). Program-program tersebut
ditujukan untuk mengurangi kemiskinan dan memenuhi hak-hak dasar masyarakat
Kabupaten Sidoarjo. Di Kabupaten Sidoarjo, penerima program-program selanjutnya
disebut sebagai rumah tangga sasaran atau RTS.
Fokus penelitian ini ada didalam Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor
02 Tahun 2016 Pasal 14 poin C yakni pengentasan kemiskinan berbasis pemberdayaan
usaha ekonomi mikro. Pengentasan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha ekonomi
mikro tersebut dilakukan dengan dengan pemberian bantuan modal usaha yang
meliputi: (a) peningkatan permodalan bagi penduduk miskin; (b) perluasan akses
program pinjaman modal murah; (c) peningkatan pemberian pinjaman dana bergulir;
dan (d) peningkatan sarana dan prasarana usaha. Pemberian bantuan modal yang
disebutkan dijalankan oleh Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Sidoarjo dan
dikoordinasikan oleh Tim Koordinasi Pengentasan Kemiskinan Daerah (TKPKD)
Kabupaten Sidoarjo.
Menempatkan peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia sebagai prioritas
utama dalam pembangunan nasional pada masa periode pemerintahan ini, dilakukan
dengan mengembangkan perekonomian rakyat yang didukung pertumbuhan ekonomi
nasional yang berkelanjutan, menciptakan lapangan kerja yang memadai, serta

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 27


Fidianing Sopah, Winda Kusumawati dan Kalvin Edo Wahyudi

mendorong meningkatnya pendapatan (Tedjasuksmana, 2015). Salah satunya dengan


pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah atau bisa di sebut dengan UMKM.
UMKM berperan dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi sehingga dianggap
mampu mengentaskan kemiskinan maupun pengangguran. Kehadiran UMKM dapat
mengentaskan kemiskinan maupun pengangguran dikarenakan dapat melibatkan banyak
orang dengan berbagai jenis usaha. UMKM merupakan salah satu cara yang dipakai
untuk mengurangi jumlah pengangguran dan mampu menyerap tenaga kerja. Sehingga
masyarakat memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu memenuhi kebutuhan hidup
ataupun meningkatkan taraf hidup melalui UMKM.
Provinsi Jawa Timur menurut data dari Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jawa
Timur berdasarkan Sensus Ekonomi 2016 dan SUTAS 2018, memiliki UMKM
berjumlah 9.782.262 unit dengan Kabupaten Jember yang memiliki UMKM terbanyak
sebesar 647.416 unit, sedangkan Kabupaten Sidoarjo memiliki UMKM sebesar 248.306
unit. Perolehan yang dimiliki Kabupaten Sidoarjo tidak menyurutkan semangat
Pemerintah Daerah Kabupaten Sidoarjo dalam mengembangkan Kabupaten Sidoarjo
menjadi Kabupaten UMKM. Dengan angka 248.206 juga menunjukan betapa tingginya
partisipasi masyarakat yang secara tidak langsung menggerakan sistem perekonomian
Kabupaten Sidoarjo. Saat ini belum diketahui secara rinci jumlah UMKM yang berada
di Provinsi Jawa Timur ataupun Kabupaten Sidoarjo hingga Sensus Penduduk 2020
selesai dilaksanakan.
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) ialah sebuah usaha yang berjalan di
beragam bidang usaha yaitu, usaha perdagangan, usaha pertambangan, usaha industri,
usaha jasa pendidikan, real estate dan lain-lain. Di Indonesia, UMKM adalah salah
satu langkah yang efektif dalam menurunkan angka kemiskinan serta pengangguran.
Dari data statistik yang dilakukan, UMKM mewakili jumlah kelompok usaha terbesar.
UMKM ialah himpunan dari beragam eksekutor ekonomi terbesar dalam perekonomian
di Indonesia dan menjadi aspek perkembangan ekonomi pasca krisis ekonomi. Selain
menjadi penyumbang besar dalam pembangunan nasional, UMKM juga bisa menjadi
kesempatan kerja yang cukup besar untuk tenaga kerja di Indonesia yang pastinya
memerlukan pekerjaan di sulitnya mendapat pekerjaan di era globalisasi ini. UMKM
menjadi perhatian lebih pemerintah untuk lebih lagi mengembangkan unit-unit UMKM.
Karena keberhasilan UMKM memiliki kontribusi yang sangat besar utamanya bagi
perekonomian Indonesia, membuat masyarakat eksekutor UMKM lebih mandiri,
membuat masyarakat lebih aktif serta kreatif dalam berpikir gagasan-gagasan baru
untuk perluasan usahanya (Siagian & Indra, 2019).
Pemberdayaan UMKM di Kabupaten Sidoarjo melalui Dinas Koperasi dan
UKM Kabupaten Sidoarjo salah satunya dengan di adakan Program 1000 Wirausaha
Baru yang telah berjalan dari tahun 2017. Program tersebut telah dijalankan di 7
kecamatan di Kabupaten Sidoarjo yang masuk dalam zona merah kemiskinan, meliputi
Tarik, Prambon, Krembung, Tulangan, Taman, Krian dan Balangbendo. Zona merah
kemiskinan merupakan kawasan dengan tingkat kemiskinan diatas rata-rata 5,56%.

28 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Implementasi Kebijakan Pengentasan Kemiskinan Melalui Pemberdayaan UMKM

Lebih detail mengenai perbandingan persentase kemiskinan per Kecamatan di


Kabupaten Sidoarjo dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

Tabel 1
Presentase RTS Per-Kecamatan di Kabupaten Sidoarjo

10
8
6
4
2 Series 1

(Sumber : LP2KD Bappeda Kabupaten Sidoarjo)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan implementasi


Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 2 Tahun 2016 Pasal 14 Poin C yakni
pemberdayaan usaha ekonomi mikro sebagai upaya pengentasan kemiskinan di
Kabupaten Sidoarjo berdasarkan teori Marilee S. Grindle. Hasil dari penelitian ini
diharapkan dapat menjadi evaluasi dan memberikan saran terkait kebijakan pengentasan
kemiskinan melalui program pemberdayaan UMKM “1000 Wirausaha Baru”.
Menurut (Adimihardja & Hikmat, 2004) menyatakan bahwa masyarakat miskin
memiliki kemampuan yang relatif baik untuk memperoleh sumber melalui kesempatan
yang ada. Kendatipun bantuan luar kadang-kadang digunakan, tetapi tidak begitu saja
dapat dipastikan sehingga masyarakat bergantung pada dukungan dari luar.
Dikatakan bahwa kemiskinan menurut (Windia, 2015) dapat dibedakan menjadi
tiga pengertian, yakni: (i) kemiskinan absolut, (ii) kemiskinan relatif dan (iii)
kemiskinan kultural. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil
pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidup minimum, seperti: pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan.
Selanjutnya, seseorang tergolong miskin relatif apabila seseorang tersebut sebenarnya
telah hidup di atas garis kemiskinan, namun masih berada di bawah kemampuan
masyarakat sekitarnya. Sedangkan seseorang tergolong miskin kultural apabila
seseorang atau sekelompok masyarakat tersebut memiliki sikap tidak mau berusaha
memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang
membantunya. Mereka merasa dirinya tidak miskin.
Secara akademik Heclo dalam (Damayanti, 2000) mendefinisikan kebijakan
sebagai berikut: “A policy may usefully be considered as a course of action or inaction
rather than specific decisions or actions” yang berarti bahwa kebijakan dapat dipandang
sebagai suatu rangkaian tindakan atau tidak bertindak daripada sesuatu keputusan atau
tindakan tertentu.

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 29


Fidianing Sopah, Winda Kusumawati dan Kalvin Edo Wahyudi

Kebijakan publik dalam praktik ketatanegaraan dan kepemerintahan menurut


Nugroho dalam (Sore & Sobirin, 2017) pada dasarnya terbagi dalam tiga prinsip yaitu:
pertama, dalam konteks bagaimana merumuskan kebijakan publik; kedua, bagaimana
kebijakan publik tersebut diimplementasikan; dan ketiga, bagaimana kebijakan publik
tersebut diimplementasikan. Maksud dan tujuan kebijakan publik dibuat adalah untuk
memecahkan masalah publik yang ada dan tumbuh kembang di masyarakat.
Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu
motor penggerak perekonomian Indonesia dan menjadi fokus pemerintah untuk
pengembangannya. Kontribusi sektor UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)
semakin meningkat. Upaya pemberdayaan UMKM telah menjadi prioritas dari program
pemerintah, baik di negara berkembang maupun negara maju, bahkan telah menjadi
perhatian dunia, terutama untuk mengatasi kesenjangan ekonomi antara negara-negara
sedang berkembang dan negara maju dalam mengatasi masalah pengangguran dan
kemiskinan (Suryana, 2019). UMKM merupakan kelompok usaha yang paling
konsisten dalam artian tidak tergoncang walaupun terjadi krisis ekonomi, bahkan
UMKM dapat membantu perekonomian nasional dengan menopang PDB Indonesia.
Pemberdayaan merupakan proses yang dapat dilakukan melalui berbagai upaya,
seperti pemberian wewenang, meningkatkan partisipasi, memberikan kepercayaan,
sehingga setiap orang atau kelompok dapat memahami apa yang akan dikerjakannya,
yang pada akhirnya akan berimplikasi pada peningkatan pencapaian tujuan secara
efektif dan efisien (Kurniawan & Fauziah, 2014). Pemberdayaan UMKM harus terus
dilakukan agar dapat membantu kekuatan ekonomi masyarakat di tingkat kecil.
Berdasarkan (Presiden Republik Indonesia, 2008) Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah, Tujuan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah: a. mewujudkan
struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan berkeadilan; b.
menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
menjadi usaha yang tangguh dan mandiri; dan c. meningkatkan peran Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja,
pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari
kemiskinan.
Menurut (Abdul, 2019) implementasi merupakan salah satu tahap dalam proses
kebijakan publik yang merupakan sebuah proses berjalanya sebuah kebijakan atau tidak.
Implementasi dilaksanakan setelah formulasi kebijakan dibuat dan disahkan menjadi
sebuah kebijakan yang memiliki tujuan yang jelas.
Menurut Marilee S. Grindle (1980) dalam (Supriyadi, 2019), menyatakan bahwa
keberhasilan implementasi kebijakan publik dipengaruhi oleh dua variabel besar, yakni
isi kebijakan (content policy) dan lingkungan implementasi (context of
implementation). Variabel isi kebijakan ini mencakup Wahab dalam (Aziz & Humaizi,
2013): (1) Kepentingan kelompok sasaran. Kepentingan yang terpengaruhi oleh
kebijakan menyangkut sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target groups
termuat dalam isi kebijakan. (2) Tipe manfaat. (3) Derajat perubahan yang diinginkan.
(4) Letak pengambilan keputusan. (5) Pelaksanaan program. Maksudnya apakah sebuah

30 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Implementasi Kebijakan Pengentasan Kemiskinan Melalui Pemberdayaan UMKM

kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci. (6) Sumberdaya yang


dilibatkan.
Sedangkan variabel lingkungan kebijakan meliputi: (1) Seberapa besar
kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam
implementasi kebijakan. (2) Karakteristik lembaga dan penguasa, bagaimanakah
keberadaan institusi dan rezim yang sedang berkuasa. (3) Tingkat kepatuhan dan daya
tanggap (responsifitas) kelompok sasaran.

Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif (qualitative research). Penelitian menggunakan tipe deskriptif kualitatif untuk
memahami dan memaknai sudut pandangan serta kejadian pada subyek penelitian dalam
rangka menggali informasi dasar tentang implementasi Peraturan Daerah Kabupaten
Sidoarjo Nomor 02 Tahun 2016. Lokasi penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sidoarjo
karena kabupaten tersebut merupakan kabupaten dengan angka kemiskinan yang rendah
di Jawa Timur dan merupakan kabupaten yang memiliki julukan sebagai Kabupaten
UMKM. Sumber data diambil dari wawancara secara langsung serta observasi atau
pengamatan secara langsung dan melalui dokumentasi saat melakukan observasi pada
Tim Koordinasi Pengentasan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kabupaten Sidoarjo dan
Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Sidoarjo.

Hasil dan Pembahasan


Dalam pengimplementasian Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 2
Tahun 2016 tentang pengentasan kemiskinan, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo melalui
Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Sidoarjo dan TKPKD Kabupaten
Sidoarjo membuat skala prioritas untuk daerah atau kecamatan yang masuk dalam
kategori zona merah dalam garis kemiskinan. Terdapat 7 kecamatan dalam zona merah
di Kabupaten Sidoarjo, diantaranya Tarik, Prambon, Krembung, Tulangan, Taman,
Krian dan Balangbendo. Dari data yang diperoleh kemudian Bappeda Sidoarjo dan
TKPKD Sidoarjo memberikan data 7 kecamatan zona merah kepada instansi-instansi
terkait yang ikut serta dalam pengentasan kemiskinan, salah satunya adalah Dinas
Koperasi dan UKM.
Kemudian oleh Dinas Koperasi dan UKM, data 7 kecamatan zona merah
dijadikan sebuah patokan dalam usaha pengentasan kemiskinan, salah satunya adalah
pemberdayaan usaha ekonomi mikro. Dalam pengimplementasi pemberdayaan usaha
ekonomi mikro, Dinas Koperasi dan UKM Sidoarjo berpegangan dalam kebijakan
Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 2 Tahun 2016 Pasal 14 Poin C tentang
pemberdayaan ekonomi usaha mikro. Pemberdayaan ekonomi usaha mikro ini
dilakukan dengan cara meningkatkan permodalan, perluasan akses pinjaman modal
dengan bunga ringan, peningkatan pemberian dana bergulir dan peningkatan sarana
prasarana pendukung usaha ekonomi mikro.

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 31


Fidianing Sopah, Winda Kusumawati dan Kalvin Edo Wahyudi

Program 1000 Wirausaha Baru merupakan salah satu program yang digagas oleh
Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Sidoarjo untuk mengajak masyarakat membuka
usaha ekonomi mikro. Program 1000 Wirausaha Baru ini dibentuk dari tahun 2017 dan
telah berjalan hingga saat ini. Program ini mampu membantu Pemerintah Kabupaten
Sidoarjo dalam mengentaskan kemiskinan yang tinggi di 7 kecamatan zona merah
Kabupaten Sidoarjo.
Tabel 2
Tingkat Kemiskinan Kabupaten Sidoarjo

(Badan Pusat Statistik Kabupaten Sidoajo, 2019)

Dilihat dari data pada tahun 2016 - 2019 dapat dikatakan bahwa tingkat
kemiskinan di Kabupaten Sidoarjo mengalami penurunan. Program yang mampu
mengentaskam kemiskinan dengan pesat ini salah satunya adalah pemberdayaan
UMKM dan Program 1000 Wirausaha Baru. Di Kabupaten Sidoarjo, hingga saat ini
terdapat 835 binaan usaha mikro baru oleh Klinik KUM Kabupaten Sidoarjo.

Tabel 3
Data Binaan Usaha Mikro Klinik KUM Kabupaten Sidoarjo

(Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Sidoarjo)

Dari data Pengelolaan UMKM yang ada dari Dinas Koperasi dan UKM
Kabupaten Sidoarjo, pengelolaan UMKM di Kabupaten Sidoarjo terdapat 219 usaha
dikelola secara mandiri, 616 usaha dikelola bersama atau sudah memilki karyawan.

32 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Implementasi Kebijakan Pengentasan Kemiskinan Melalui Pemberdayaan UMKM

A. Tahapan Pemberdayaan UMKM melalui Program 1000 Wirausaha Baru oleh


Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Sidoarjo
1. Pendaftaran
Dinas koperasi dan UKM mengunjungi 7 kecamatan zona merah
kemiskinan untuk melakukan sosialiasi dan membuka pendaftaran untuk
keikutsertaan masyarakat dalam program 1000 wirausaha baru yang hanya
dibatasi 100 orang perkecamatan.
2. Klasifikasi kelas
Setelah pendaftaran, kemudian masyarakat yang ikut serta dalam
program ini akan diklasifikasi kedalam kelas-kelas sesuai dengan keinginan
produk atau jasa apa yang mereka bangun.
3. Produksi
Setelah masuk dalam kelas masing-masing, para peserta program 1000
wirausaha memasuki tahap produksi. Peserta diberi kiat-kiat dalam
memproduksi barang, mulai dari pemilihan barang hingga pembuatan sebuah
packaging, serta di beri bantuan dana oleh Pemerintah Kabupaten Sidoarjo
melalui Dinas Koperasi dan UKM sesuai dengan kebutuhan para peserta.
4. Promosi
Setelah para peserta mampu untuk memproduksi barang atau jasa, maka
akan sampai pada tahap promosi. Para peserta akan diajarkan bagaimana cara
mempromosikan barang dan jasanya, serta akan ikut dalam pameran yang di
adakan oleh Pemerintah Kabupaten Sidoarjo.
5. Final
Setelah para perserta berhasil melalui tahap satu hingga tahap lima, maka
peserta akan lulus dan akan memiliki surat ijin mendirikan UKM ataupun
sertifikat gratis dari Pemerintah Kabupaten Sidoarjo melalui Dinas Koperasi dan
UKM. Peserta yang lulus juga akan tetap mendapatkan pemberdayaan melalui
kelas-kelas dan perkumpulan yang diadakan oleh Dinas Koperasi dan UKM.
(wawancara dengan Bapak Mahfud, Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten
Sidoarjo)

Berdasarkan program 1000 Wirausaha Baru sebagai upaya pengentasan


kemiskinan pada tahun 2017 di Kabupaten Sidoarjo ini dilaksanakan sesuai dengan
beberapa tahapanan. Dari beberapa Pelaku UMKM yang ikut serta dalam program
1000 Wirausaha Baru tidak semuanya yang dapat melakukan tahapan sampai akhir.
Akibatnya terdapat 435 usaha telah memiliki legalitas usaha, sedangkan 400 usaha
lainnya belum memiiki legalitas usaha.

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 33


Fidianing Sopah, Winda Kusumawati dan Kalvin Edo Wahyudi

Tabel 4
Data Jumlah Pegawai UKM
No. Jumlah Karyawan Usaha Mikro
1 0 (dikelola mandiri) 219
2 1 242
3 2 203
4 3 63
5 4 41
6 5-1110 67

Berdasarkan Pasal 26 Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo No. 2 tahun


2016, pengentasan kemiskinan dilaksanakan, secara bertahap, terpadu konsisten
dan keberlanjutan sesuai skala prioritas dengan mempertimbangkan kemampuan
sumber daya Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dan kebutuhan warga miskin (Bupati
Sidoarjo, 2019). Pengukuran tingkat keberhasilan pemberdayaan UMKM sebagai
upaya pengentasan kemiskinan di Kabupaten Sidoarjo menggunakan model teori
implementasi kebijakan (Grindle & Thomas, 1991). Terdapat 2 variabel besar yang
mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi kebijakan, yaitu Isi kebijakan
(Content Policy) dan Lingkungan Implementasi (Context of Implementation). Dua
variabel ini menjabarkan indikator-indikator yang digunakan untuk melihat proses
implementasi kebijakan. Berdasarkan hasil penlitian, maka variabel dan indikator-
indikator yang ada dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Isi Kebijakan
Banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Sidoarjo
untuk mengentaskan kemiskinan. Dalam rangka percepatan pengentasan
kemiskinan di daerah perlu dilakukan koordinasi antar lintas sektor dan lintas
pemangku kepentingan secara terpadu dan berkesinambungan sehingga perlu
menetapkan Keputusan Bupati Sidoarjo tentang Tim Koordinasi Pengentasan
Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kabupaten Sidoarjo. Tugas Tim adalah untuk
melakukan koordinasi pengentasan kemiskinan di Kabupaten Sidoarjo dan
mengendalikan pelaksanaan pengentasan kemiskinan di Kabupaten Sidoarjo, dll
(Bupati Sidoarjo, 2019).
Berdasarkan variabel dan indikator dari teori implememtasi kebijakan
dari Marilee S. Grindle, maka dapat dijelaskan secara mendalam bagaimana
keberhasilan sebuah kebijakan diterapkan. Variabel Isi Kebijakan (Content
Policy) ini diantaranya: Indikator pertama, kepentingan-kepentingan yang
mempengaruhi. Hasilnya menunjukkan bahwa kepentingan kelompok
sasaran/target groups telah terpenuhi. Yang dimaksud sebagai kelompok
sasaran/target groups adalah pengangguran dan penduduk miskin di Kabupaten
Sidoarjo. Kepentingan kelompok sasaran/target groups dalam kebijakan
pengentasan kemiskinan melalui program pemberdayaan UMKM “1000
Wirausaha Baru” sangat diutamakan. Di dalam Peraturan Daerah Kabupaten

34 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Implementasi Kebijakan Pengentasan Kemiskinan Melalui Pemberdayaan UMKM

Sidoarjo Nomor 2 Tahun 2016 dijelaskan bahwa terdapat 9 hak masyarakat yang
didapat dari kebijakan tersebut, salah satunya adalah memperoleh keterampilan
berusaha, peluang pekerjaan dan serta pengembangan usaha. Dalam
pelaksaannya, hak tersebut dilaksanakan dalam berbagai cara, seperti adanya
kelas-kelas pemberdayaan gratis, keikutsertaan kelompok sasaran/target groups
dalam pameran yang menunjang promosi ataupun bantuan dana dari Pemerintah
Kabupaten Sidoarjo untun pengembangan usaha.
Indikator kedua, jenis manfaat yang diterima oleh kelompok
sasaran/target groups pada kebijakan ini sudah terpenuhi. Banyak manfaat yang
telah di peroleh kelompok sasaran/target groups seperti adanya kelas gratis
untuk pemberdayaan UMKM, bantuan dana yang didapat diakses melalui Dinas
Koperasi dan UKM Kabupaten Sidoarjo untuk pengembangan UMKM,
kemudian ikut serta dalam pameran-pameran yang diadakan dalam skala daerah
maupun nasional dengan biaya gratis ditanggung oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten Sidoarjo. Hal ini dilakukan agar tercapainya pengentasan
kemiskinan di Kabupaten Sidoarjo serta tercapainya cita-cita Pemerintah
Kabupaten Sidoarjo menjadikan Sidoarjo sebagai kota UMKM.
Kemudian di indikator ketiga, perubahan yang diinginkan dari sebuah
kebijakan. Perubahan yang diberikan dalam pengimplementasian kebijakan
pengentasan kemiskinan kurang sesuai dengan perubahan yang diinginkan.
Perubahan yang ada sudah mengarah positif, tetapi perubahan tersebut belum
sesuai dengan tujuan kebijakan dan program. Terdapat lima (5) tujuan dalam
Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 2 Tahun 2016, salah satunya yaitu
mewujudkan peningkatan kegiatan ekonomi dan sosial untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat miskin yang masih belum terpenuhi. Bahwa masih
terdapat tujuh (7) kecamatan zona merah kemiskinan, artinya kesejahteraan
ekonomi masyarakat masih jauh tertinggal dari perubahan yang diinginkan dari
sebuah kebijakan.
Indikator keempat adalah letak pengambilan keputusan. Pengambilan
keputusan dalam pelaksanaan kebijakan pengentasan kemiskinan melalui
program pemberdayaan UMKM “1000 Wirausaha Baru” sudah tepat dengan
adanya kerjasama yang baik serta koordinasi yang dilakukan oleh pelaksana
kebijakan dan target sasaran/target groups. Pengambilan keputusan dalam
kebijakan ini dilakukan dari atas ke bawah (top down), pemegang kekuasaan
tertinggi dalam implementasi kebijakan ini adalah Bupati Kabupaten Sidoarjo
yang wewenangnya dilimpahkan pada Tim Koordinasi Pengentasan Kemiskinan
Daerah (TKPKD) Kabupaten Sidoarjo. Kemudian dilaksanakan oleh SKPD
yang berkaitan yaitu Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Sidoarjo. Letak
pengambilan keputusan ini sudah tersistem dari atas berdasarkan regulasi.
Indikator kelima kebijakan adalah pelaksana program (implementator).
Peran pelaksana dalam kebijakan ini sangatlah penting, pelaksana kebijakan ini
tidak hanya dilakukan oleh satu aktor saja melainkan banyak aktor yang terlibat

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 35


Fidianing Sopah, Winda Kusumawati dan Kalvin Edo Wahyudi

dalam pelaksanaa kebijakan. Pelaksana program memiliki peran dan fungsi


masing-masing. Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 2 Tahun
2016 belum tertulis secara rinci siapa saja pelaksana yang akan terlibat dalam
kebijakan. Hanya di sebutkan bahwa pelaksana pengentasan kemiskinan adalah
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Sidoarjo yang mempunyai
kewenangan melaksanakan tugas pokok dan fungsi pengentasan kemiskinan
serta di koordinasikan oleh Tim Koordinasi Pengentasan Kemiskinan Daerah
(TKPKD) Kabupaten Sidoarjo.
Indikator keenam adalah sumber-sumber daya yang memadai. Sumber
daya di bedakan menjadi 2 yaitu sumber daya material dan non material. Sumber
daya non material yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah Sumber Daya
Manusia pelaksana kebijakan yang memadai dan mengertiakan peran dan
fungsinya. Sedangkan sumber daya material yang dimaksudkan dalam kebijakan
ini adalah sumber anggaran yang harus sesuai dengan kebutuhan agar mampu
menunjang implementasi kebijakan. Dalam hal anggaran, Pemerintah Kabupaten
Sidoarjo telah menyiapkan anggaran untuk program-program pengentasan
kemiskinan salah satunya Program 1000 Wirausaha Baru. Anggaran tersebut
digunakan dari tahap awal hingga akhir proses implementasi Program 1000
Wirausaha Baru. Pada poin keenam ini, pengimplementasian kebijakan
pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan UMKM ini sudah didukung
oleh sumber daya yang memadai.
2. Lingkungan Implementasi
Dalam suatu kebijakan, perlu untuk dipertimbangkan akan kekuatan,
kepentingan serta strategi yang digunakan oleh para aktor yang terlibat untuk
memperlancar suatu implementasi kebijakan. Jika hal tersebut tidak
diperhitungkan dengan matang, sangat besar kemungkinan program yang akan
dilaksanakan akan gagal. Dalam variabel lingkungan kebijakan terdapat 3
indikator yang mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi kebijakan.
Indikator pertama kekuasaan, kepentingan & strategi yang dimiliki oleh
para aktor yang terlibat dalam pengimplementasian kebijakan, dalam indikator
ini dapat dikatakan berhasil, kontrol dari implementator sudah berjalan dengan
baik. Pihak berwenang telah melaksanakan tugasnya dengan maksimal.
Kepentingan pribadi aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan
pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan UMKM tidak dilibatkan dalam
pelaksanaan program. Dan juga strategi yang dimiliki oleh implementator
mengikuti kekuasaan yang diberikan. Kekuasaan, kepentingan dan strategi yang
digunakan implementator sangat berpengaruh untuk mencapai keberhasilan dari
sebuah pelaksanaan kebijakan.
Indikator kedua karakteristik institusi dan rezim yang berkuasa,
karakteristik dari lembaga institusi sudah sesuai standar dan kompetensi serta
bisa mengkondisikan segala sesuatu yang sedang dilaksanakan maupun
meminimaisir kegagalan di masa mendatang. Dapat dilihat dari grafik pelaku

36 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Implementasi Kebijakan Pengentasan Kemiskinan Melalui Pemberdayaan UMKM

UMKM yang semakin meningkat, menunjukkan rezim yang berkuasa


demokrasi, partisipatif dan akuntabel. Pemerintah Kabupaten Sidoarjo sangat
mengutamakan ketiga hal tersebut. Partisipasi masyarakat Sidoarjo dalam
perencanaan dan pelaksanaan senantiasa diikutsertakan.
Kemudian indikator ketiga yaitu tingkat kepatuhan dan responsivitas
pelaksana. Kepatuhan dan responsifitas dari pelaksana dinilai cukup baik dilihat
dari seberapa serius mereka menanggapi dan melaksanakan kebijakan
pengentasan kemiskinan melalui program pemberdayaan UMKM “1000
Wirausaha Baru”. Pada setiap pelaksaan program pemberdayaan, pelaksana
telah maksimal dalam memberikan dedikasi terhadap kelompok sasaran/target
groups dan telah menjalankan sesuai dengan peraturan ataupun rencana. Akan
tetapi kepatuhan dan responsifitas dari kelompok sasaran yang dirasa tidak
terpenuhi hingga kurangnya komitmen dan konsistensi dari masyarakat dalam
pelaksanaan program ini mengakibatkan pelaksaan kebijakan kurang berhasil
dilaksanakan. Dalam tahapan implementasi kebijakan pengentasan kemiskinan
melalui program pemberdayaan UMKM “1000 Wirausaha Baru” terdapat
pembagian kelas-kelas yang harus mereka lakukan sesuai tahapam, tetapi tidak
dijalankan hingga tuntas atau terputus di tengah jalan.

Kesimpulan
Implementasi pemberdayaan UMKM sebagai upaya pengentasan kemiskinan di
Kabupaten Sidoarjo dapat dikatakan belum maksimal. Dari dua (2) indikator dengan 9
variabel keberhasilan implementasi kebijakan menurut (Grindle & Thomas, 1991),
masih terdapat tiga (3) indikator yang belum terpenuhi/terlaksana. Dari isi kebijakan
(content policy), terdapat empat (4) indikator yang sudah terlaksana dan dua (2) tidak
terlaksana. Sedangkan dari lingkungan kebijakan (context of implementation) tedapat 2
indikator terlaksana dan 1 indikator belum terlaksana.
Dalam variable isi kebijakan, indikator pertama kepentingan-kepetingan yang
mempengaruhi dinilai cukup baik. Hasilnya menunjukkan bahwa kepentingan
kelompok sasaran/target groups telah terpenuhi dengan terlaksananya 9 hak yang
diperoleh oleh kelompok sasaran/target groups. Indikator kedua, jenis manfaat yang
diterima oleh kelompok sasaran/target groups pada kebijakan ini sudah terpenuhi. Salah
satu manfaat yang diperoleh adalah adanya bantuan dana yang didapat diakses melalui
Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Sidoarjo untuk pengembangan UMKM.
Kemudian di indikator ketiga, perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan
belum tercapai dikarenakan kurang sesuai dengan perubahan yang diinginkan ataupun
sesuai dengan tujuan kebijakan dan program. Bahwa masih terdapat tujuh (7) kecamatan
zona merah kemiskinan, artinya kesejahteraan ekonomi masyarakat masih jauh
tertinggal dari perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan. Indikator keempat
adalah letak pengambilan keputusan dinilai sudah tercapai dengan baik dengan adanya
kerjasama serta koordinasi yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan dan target

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 37


Fidianing Sopah, Winda Kusumawati dan Kalvin Edo Wahyudi

sasaran/target groups. Pengambilan keputusan dalam kebijakan ini dilakukan dari atas
ke bawah (top down).
Indikator kelima kebijakan adalah pelaksana program (implementator). Dalam
Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 2 tahun 2016 belum tertulis secara rinci
siapa saja pelaksana yang akan terlibat dalam kebijakan. Hanya di sebutkan bahwa
pelaksana pengentasan kemiskinan adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
Kabupaten Sidoarjo yang mempunyai kewenangan melaksanakan tugas pokok dan
fungsi pengentasan kemiskinan serta di koordinasikan oleh Tim Koordinasi
Pengentasan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kabupaten Sidoarjo. Indikator keenam
adalah sumber-sumber daya yang memadai dinilai sudah memadai. Sumber Daya
Manusia pelaksana kebijakan yang memadai dan mengerti akan peran dan fungsinya
dan sumber anggaran yang sesuai dengan kebutuhan yang mampu menunjang
implementasi kebijakan.
Didalam variabel lingkungan kebijakan masih belum berjalan dengan maksimal,
indikator pertama kekuasaan, kepentingan dan strategi yang dimiliki oleh para aktor
yang terlibat dalam pengimplementasian kebijakan dapat dikatakan berhasil.
Kepentingan dan strategi yang dimiliki oleh implementator mengikuti kekuasaan yang
diberikan. Indikator kedua karakteristik institusi dan rezim yang berkuasa, sudah sesuai
standar dan kompetensi menunjukkan rezim yang berkuasa demokrasi, partisipatif dan
akuntabel.
Kemudian indikator ketiga yaitu tingkat kepatuhan dan responsifitas pelaksana
dinilai cukup baik dilihat pada setiap pelaksaan program pemberdayaan, pelaksana telah
maksimal dalam memberikan dedikasi terhadap kelompok sasaran/target groups dan
telah menjalankan sesuai dengan peraturan ataupun rencana. Akan tetapi kepatuhan dan
responsifitas dari kelompok sasaran yang dirasa tidak terpenuhi hingga kurangnya
komitmen dan konsistensi dari masyarakat dalam pelaksanaan program ini
mengakibatkan pelaksaan kebijakan pengentasan kemiskinan melalui program
pemberdayaan UMKM “1000 Wirausaha Baru” kurang berhasil dilaksanakan.

38 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Implementasi Kebijakan Pengentasan Kemiskinan Melalui Pemberdayaan UMKM

BIBLIOGRAFI

A., Suryana. (2019). Pengembangan Kewirausahaan Untuk Pemberdayaan UKM


Daerha (1st ed.). Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Abdul, Kartini Maharani. (2019). Implementasi Kebijakan Penataan Pedagang Kaki


Lima (Studi Kasus di Pasar Sore Kota Tanjung Selor Kabupaten Bulungan).
Dinamika Governance : Jurnal Ilmu Administrasi Negara, 9(1).
https://doi.org/10.33005/jdg.v9i1.1420

Adimihardja, A., & Hikmat, H. (2004). Parcipatory Research Appraisal. Bandung:


Humaniora Utama Press.

Aziz, Abdul, & Humaizi. (2013). Implementasi Kebijakan Publik Studi Tentang
Kegiatan Pusat Informasi Pada Dinas Komunikasi Dan Informatika Provinsi
Sumatera Utara Abdul. Journal of Chemical Information and Modeling, 3(1),
1689–1699. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Badan Pusat Statistik Kabupaten Sidoajo. (2019). Jumlah Penduduk Miskin Tahun 2010
- 2019.

Bupati Sidoarjo. Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 2 Tahun 2016 Tentang
Penanggulangan Kemiskinan. , Pub. L. No. 2 (2016).

Bupati Sidoarjo. Keputusan Bupati Sidoarjo. , Pub. L. No. 188/81/432.1.1.3/2019


(2019).

Damayanti, Kania. (2000). Proses Perumusan Kebijaka Publik dan Impliksinya Bagi
Penyelenggaraan Kepemrintahan Yang Baik Di Daerah. 51–59.

Grindle, Marilee S., & Thomas, John W. (1991). Pubic Choice And Developing
Countries. Baltimore: John Hopkins University Press.

Indonesia, Pemerintah Republik. (2010). Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010


tentang Percepatan Penanggulangan Kemisikanan. Jakarta: Presiden Republik
Indonesia.

Kurniawan, Ferry Duwi, & Fauziah, Luluk. (2014). Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil
dan Menengah (UMKM) Dalam Penanggulangan Kemiskinan. JKMP, 2(2), 165–
176.

Presiden Republik Indonesia. UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun


2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. , Pub. L. No. 20 (2008).

Siagian, Ade Onny, & Indra, Natal. (2019). Pengetahuan Akuntansi Pelaku Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Terhadap Laporan Keuangan. Syntax
Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 4(12), 17–35.

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 39


Fidianing Sopah, Winda Kusumawati dan Kalvin Edo Wahyudi

Sore, Uddin B., & Sobirin. (2017). Kebijakan Publik (1st ed.; Dahlan, Ed.). Makassar:
CV Sah Media.

Supriyadi, Adang. (2019). Airmanship. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Tedjasuksmana, Budianto. (2015). Potret UMKM Indonesia Menghadapi Masyrakat


Ekonomi ASEAN 2015. 189–202.

Windia, Wayan. (2015). Sekali Lagi Tentang Pengentasan Kemiskinan (Di Bali).
PIRAMIDA, XI(1), 1–7.

40 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Syntax Idea : p–ISSN: 2684-6853 e-ISSN : 2684-883X
Vol. 2, No. 6, Juni 2020

LATIHAN PROPRIOSEPTIF DAN THERABAND EXERCISE LEBIH


MENINGKATKAN STABILITAS DARIPADA LATIHAN PROPRIOSEPTIF
DAN ANTERO POSTERIOR GLIDE PADA PEMAIN BASKET YANG
MENGALAMI ANKLE SPRAIN KRONIS

Futi Nurul Destya


Universitas Udayana Denpasar
Email: futindestya91@gmail.com

Abstrak
Gangguan stabilitas adalah masalah yang sering terjadi pada pasien yang terkena
ankle sprain kronis. Ketidakstabilan pada ankle sprain kronik merupakan hasil
dari saraf (proprioseptif, refleks, waktu reaksi otot), otot (strength, power, dan
endurance) dan mechanical mechanism (ligamen laxity). Tujuan penelitian untuk
membuktikan latihan proprioseptif dan theraband exercise lebih meningkatkan
stabilitas dibanding latihan proprioseptif dan antero posterior glide pada ankle
sprain kronis. Penelitian ini menggunakan quasi eksperimental dengan rancangan
penelitian pre-test and post-test control group design. Penelitian ini dilakukan
pada 16 orang, kelompok I terdiri dari 8 orang dengan intervensi yang diberikan
adalah latihan proprioseptif dan theraband exercise dan kelompok II yang terdiri
dari 8 orang dengan intervensi yang diberikan adalah latihan proprioseptif dan
antero posterior glide. Stabilitas diukur menggunakan Balance Error Scoring
System (BESS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan
stabilitas pada kelompok perlakuan I dan II. Uji beda menggunakan paired sampel
t-test, pada kelompok I didapatkan nilai rerata pre test 31,25±5,20 dan post test
3,25±1,66, didapatkan hasil p=0,001 (p<0,05), yang berarti ada perbedaan
bermakna nilai stabilitas sebelum dan sesudah latihan pada kelompok I. Serta uji
pada kelompok II didapatkan rerata pre test 29,75±4,26 dan post test 11,87±2,10
didapatkan hasil p=0,001 (p<0,05), yang berarti ada perbedaan bermakna nilai
stabilitas sebelum dan sesudah latihan pada kelompok II. Hasil uji beda kedua
sampel perlakuan menggunakan independent sample t-test selisih pada kelompok I
dan kelompok II didapatkan rerata 28,00±4,34 dan 17,87±2,90 dengan p=0,001
(p<0,05), yang berarti ada perbedaan bermakna nilai stabilitas setelah perlakuan
antara kelompok I dan kelompok II. Disimpulkan bahwa latihan proprioseptif dan
theraband exercise lebih meningkatkan stabilitas dibanding latihan proprioseptif
dan antero posterior glide pada pemain basket yang mengalami ankle sprain
kronis.

Kata kunci: Proprioseptif , Theraband Exercise, Antero Posterior Glide, Ankle Sprain
Kronis

Pendahuluan
Memiliki prestasi dalam bidang olahraga merupakan impian dari para atlet, salah
satunya pada atlet basket. Cedera adalah hal yang paling mereka takutkan, karena
dengan cedera mereka tidak dapat mencapai tujuan prestasi mereka. Banyak beberapa

41
Futi Nurul Destya

cedera yang bisa mengenai pemain basket yaitu ankle sprain, jumper’s knee, anterior
cruciatum ligamen (ACL), posterior cruciatum ligamen (PCL), cedera meniskus, dan
lain-lain. Cedera tersebut mengakibatkan para pemain basket tidak dapat kembali
latihan seperti semula terlebih dengan penanganan yang kurang baik saat terjadi cedera.
Setelah mendapatkan cedera tidak sedikit beberapa atlet di daerah tidak ditangani
dengan baik sehingga menjadi kronis salah satunya pada cedera pergelangan kaki atau
ankle sprain (Hari, 2017) Kesehatan merupakan kebutuhan manusia yang utama dan
menjadi prioritas yang mendasar bagi kehidupan (Rahmat, 2020).
Ankle sprain adalah suatu keadaan dimana terjadi overstretch pada ligamen yang
terjadi secara tiba-tiba dengan posisi inversi dan plantar fleksi. Ankle sprain umumnya
terjadi pada aktivitas yang membutuhkan lompatan, berlari dan atau memotong lateral
eksplosif (Loudon, Reiman, & Sylvain, 2014). Cedera ankle sprain memiliki empat
fase: fase initial akut berlangsung tiga hari setelah cedera, respons inflamasi (fase akut)
berlangsung satu smpai enam hari, fibroblastic repair (fase sub akut) berlangsung lebih
dari hari keempat sampai ke sepuluh setelah cedera, fase kronis (maturation
remodelling) berlangsung lebih dari tujuh hari setelah cedera (Mills et al., 2011).
Data dari Poliklinik KONI Jakarta antara tahun 2009-2012 menunjukkan bahwa
ankle sprain merupakan keluhan yang paling umum ditemui yang mencapai 41.1% dari
seluruh kasus cedera (Kris-Etherton et al., 2004) Dilaporkan bahwa Dengan presentase
hingga 75% dari ankle sprain awal akan mengarah ke repetitive ankle sprain dengan sisa
gejala memiliki gangguan fungsional di ankle sprain (Hubbard, 2010). Menurut
(Eddleston et al., 2002), angka ini telah dilaporkan setinggi 80%. Menurut Pasanen K
et al 78% cedera mempengaruhi anggota tubuh bagian bawah. Ankle sprain 48% dan
lutut 15% adalah hal yang paling sering terkena pada usia remaja. 23% dari cedera
parah menyebabkan lebih dari 28 hari absen dari olahraga. Jumlah cedera berulang
tinggi sekitar (28% dari semua cedera) dan kebanyakan dari mereka adalah ankle sprain
(35 dari 44,79%).
Faktor-faktor yang menyebabkan orang terkena ankle sprain adalah kelemahan
otot, cedera ankle yang berulang, fleksibilitas yang buruk, kurang melakukan
pemanasan dan peregangan saat sebelum olahraga, keseimbangan yang buruk,
permukaan lapangan olahraga yang tidak rata, dan biasa terjadi karena pemakaian
sepatu atau alas kaki tidak tepat (Kurniawan, 2013). Menurut (McKay & Smith, 2005)
terdapat tiga faktor risiko cedera ankle sprain yaitu, pertama pemain dengan riwayat
cedera ankle sprain hampir lima kali lebih mungkin untuk mempertahankan cedera
ankle sprain, kedua pemain yang memakai sepatu sel udara pada tumit 4,3 kali lebih
mungkin cedera daripada mereka yang memakai sepatu tanpa sel udara, dan yang ketiga
pemain yang tidak melakukan peregangan sebelum pertandingan 2,6 kali lebih mungkin
terkena ankle sprain daripada pemain yang melakukannya.
Cedera ankle sprain ini sangat umum dan sering dianggap sebagai hal sepele
oleh atlet dan juga pelatih. Penderita khususnya atlet yang mengalami ankle sprain rata-
rata tidak begitu memperhatikan kondisi yang dialaminya karena hanya merasa nyeri
ringan atau bengkak sehingga tidak dibawa ke medis, menurut (McKay & Smith, 2005)

42 Syntax Idea, Vol. 2, No 6, Juni 2020


Latihan Proprioseptif dan Theraband Exercise Lebih Meningkatkan Stabilitas daripada
Latihan Proprioseptif dan Antero Posterior Glide

lebih dari setengah (56,8%) dari para pemain basket yang terkena ankle sprain tidak
mencari perawatan profesional. Karena kondisinya tidak diperhatikan, pemain basket
tersebut tetap melakukan aktivitas olahraga sehingga dapat terjadi repetitive injury dan
menjadi ankle sprain kronis. Ankle sprain kronis adalah cedera pada ligamen kompleks
lateral yang berlangsung lebih dari tujuh hari. Cedera dengan keluhan nyeri, inflamasi
kronis, dan ketidakstabilan dalam melakukan aktivitas yang disebabkan terjadinya
kelemahan ligamen dan penurunan fungsi termasuk defisit sensorimotor yang dapat
menimbulkan terjadinya kelemahan otot sehingga terjadi penurunan tonus postural,
kekuatan otot, proprioseptif, fleksibilitas, stabilitas dan keseimbangan (Feng, Sun, Wan,
Hu, & Calatayud, 2014).
Salah satu masalah dari ankle sprain yaitu penurunan stabilitas, stabilitas adalah
suatu keadaan dimana ankle dalam keadaan stabil. Komponen dari sebuah kestabilan
sendi ankle merupakan hasil dari saraf (propioseptif, refleks, waktu reaksi otot), otot
(strenght, power, dan endurance) dan mechanical mechanism (ligamen laxity)
(Mattacola & Dwyer, 2002). Apabila dalam salah satu faktor tersebut tidak terpenuhi
maka ankle akan menjadi tidak stabil atau ankle instability. Ankle instability adalah
suatu keadaan dimana ankle tidak dalam keadaan stabil yang disebabkan oleh beberapa
faktor seperti penanganan awal yang buruk pada saat terkena ankle sprain. Ankle
instabilty disebabkan oleh menurunnya fleksibilitas jaringan, peningkatan intensitas
nyeri, ketidakstabilan fungsional, penurunan kekuatan otot, dan penurunan input
proprioseptif akibat ankle sprain (Akre & Kumaresan, 2014). Keadaan seperti ini
menyebabkan terjadi gangguan menumpu, berjalan, dan melompat akibatnya performa
atlet di lapangan tidak maksimal atau bahkan tidak dapat bermain di lapangan lagi. Nilai
stabilitas ankle tersebut dapat diukur menggunakan Balance Error Scoring System
(BESS).
BESS adalah alat ukur yang objektif untuk menilai stabilitas postural statis,
disebutkan bahwa orang dengan ankle yang tidak stabil akan mengalami kontrol
postural yang kurang (CL, 2006). BESS memiliki construct validity yang baik karena
bersifat konsisten dan digunakan sebagai standar dari perbandingan hasil pengukuran
lainnya untuk menilai tingkat kestabilan pada ankle sprain. BESS memiliki hasil
internal consistency yang tinggi dengan nilai cronbach alpha antara 0,76 sampai 0,92
dan test-retest reliability dengan koefisien interclass correlation 0,86 (Kleffelgaard,
Soberg, Langhammer, & Pripp, 2017). Dengan hasil penelitian ini memberikan bukti
bahwa BESS merupakan alat ukur yang valid dan reliabel untuk mengukur stabilitas
pada ankle sprain.
Penanganan pada kasus ankle sprain dapat berupa medikamentosa dan
fisioterapi. Latihan gerak yang paling direkomendasikan secara klinis adalah
proprioseptif dan theraband exercise. Tapi terdapat beberapa penelitian yang
menunjukkan peningkatan stabilitas pada atlet yang terkena ankle sprain dapat diberikan
proprioseptif dan mobilisasi sendi teknik antero posterior glide.
Antero posterior glide merupakan salah satu teknik mobilisasi sendi. Mobilisasi
sendi adalah teknik manual terapi yang terdiri dari rangkaian kemampuan gerak pasif

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 43


Futi Nurul Destya

dari suatu sendi atau jaringan lunak (atau keduanya) yang digerakan dengan kecepatan
dan amplitudo yang bervariasi (Edmond, 2006). Mobilisasi sendi bertujuan untuk
meningkatkan gerakan fisiologis dan aksesori melalui peningkatan kemampuan
ekstensibilitas jaringan kapsuler dan ligamen nonkontraktil dan meningkatkan transmisi
informasi aferen dengan merangsang sendi mechanoreceptors. Mobilisasi sendi yang
diberikan berupa terapi manipulasi memiliki efek pada struktur sendi dan jaringan, yaitu
efek fisik, merangsang aktivitas biologis di dalam sendi melalui gerakan cairan sinovial.
Gerakan cairan sinovial dapat meningkatkan proses pertukaran nutrisi ke permukaan
kartilago sendi dan fibrokartilago. Efek stretching akan mengulur kapsul ligamen
melalui pelepasan abnormal cross link antara serabut-serabut kolagen atau jaringan
fibrous akan berkurang dan meningkatkan elastisitas, fleksibilitas pada otot dan jaringan
lainnya sehingga akan terjadi perbaikan lingkup gerak sendi yang maksimal (Edmond,
2006). Penelitian sebelumnya oleh Weerasekara et al pada tahun 2018 berupa
systemayic review dan meta analysis tentang mobilisasi sendi pada ankle sprain
didapatkan hasil bahwa mobilisasi sendi dapat meningkatkan keseimbangan dinamik
dan juga penambahan ROM dalam jangka pendek, pada jangka panjang belum
diinvestigasi secara memadai.
Proprioseptif adalah kemampuan tubuh untuk mentransmisikan rasa posisi,
menganalisis informasi itu dan bereaksi (sadar atau tidak sadar) terhadap rangsangan
dengan gerakan yang tepat (Houglum, 2005). Latihan proprioseptif adalah suatu latihan
yang dibentuk untuk meningkatkan proprioseptif pada ankle sprain. Mekanisme
proprioseptif dalam meningkatkan stabilitas yaitu dengan proprioseptif menggambarkan
sinyal aferen yang bergerak ke otak dari reseptor dalam tubuh yang memungkinkan otak
untuk mengetahui di mana tubuh berada. Masukan proprioseptif diberikan ke otak
melalui mechanoreceptors, reseptor vestibular dan reseptor visual. Semuanya
diintegrasikan ke dalam sistem saraf pusat. Bersama-sama reseptor-reseptor ini
menstimulasi respon motor eferen yang menghasilkan gerakan tubuh yang tepat (Akre
& Kumaresan, 2014). Pada penelitian sebelumnya oleh Shashwat Prakash dan Varun
Singh pada tahun 2014 tentang efek perbandingan wobble board dan single leg stance
exercise didapatkan hasil bahwa wobble board lebih efektif dari single leg stance
exercise dalam meningkatkan proprioseptif keseimbangan selama 4 minggu.
Theraband adalah alat atau media pembebanan untuk meningkatkan kekuatan,
mobilitas, dan range of motion (ROM). Theraband exercise bertujuan untuk
meningkatkan kekuatan dinamik, endurance, dan kekuatan otot dengan menggunakan
tahanan yang berasal dari external force. Theraband exercise dalam bentuk latihan
isotonik dapat membantu serta memperbaiki kelemahan otot yang di sebabkan
kerusakan ligament lateral kompleks. Peningkatan kekuatan otot didapatkan dengan
pelatihan secara continue sehingga kekuatan otot tonik dapat meningkatkan sirkulasi
pembuluh darah kapiler yang dapat meningkatkan kekuatan otot phasik yang akan
mengakibatkan terjadinya penambahan recuitment motor unit pada otot yang akan
mengaktivasi badan golgi sehingga otot akan bekerja secara optimal, sehingga terbentuk
stabilitas yang baik pada ankle (O’Driscoll & Delahunt, 2011). Pada penelitian

44 Syntax Idea, Vol. 2, No 6, Juni 2020


Latihan Proprioseptif dan Theraband Exercise Lebih Meningkatkan Stabilitas daripada
Latihan Proprioseptif dan Antero Posterior Glide

sebelumnya oleh (G Hari Babu, Bijju Ravindran, V Kiran et al., 2017) membandingkan
antara mobilisasi dan theraband exercise dalam ankle sprain selama 4 minggu di
dapatkan hasil bahwa theraband exercise lebih efektif daripada mobilisasi.
Berdasarkan manfaat-manfaat yang telah dituliskan maka penulis berasumsi
bahwa latihan proprioseptif dan theraband exercise lebih meningkatkan stabilitas
dibanding latihan proprioseptif dan antero posterior glide pada pemain basket yang
mengalami kasus ankle sprain kronis.

Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan menggunakan metode quasi eksperiment dengan
rancangan two group pre and post test design. Pada penelitian ini pengukuran pertama
dilakukan satu hari sebelum diberikan perlakuan pertama, dan pengukuran kedua
dilakukan hari terakhir latihan pada minggu ke-6. Dalam penelitian ini digunakan dua
kelompok yaitu kelompok perlakuan pertama adalah latihan proprioseptif dengan
theraband exercise dan kelompok perlakuan kedua adalah latihan proprioseptif dengan
antero posterior glide. Bentuk rancangan penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:

X1
O1 O3

P S
O2 X2 O4

Gambar 1
Kerangka Penelitian

Keterangan Gambar:
P = Populasi
S = Sampel
X1 = Perlakuan pada kelompok I latihan proprioseptif dan theraband exercise
X2 = Perlakuan pada kelompok II latihan proprioseptif dan antero posterior glide
O1 = Kelompok I sebelum diberi latihan proprioseptif dan theraband exercise
O2 = Kelompok I sesudah diberi latihan proprioseptif dan theraband exercise
O3 = Kelompok II sebelum diberi latihan proprioseptif dan antero posterior glide
O4 = Kelompok II sebelum diberi latihan proprioseptif dan antero posterior glide

Hasil dan Pembahasan


A. Deskripsi Karakteristik Subjek
Karakteristik subjek pada jenis kelamin berdasarkan penelitian sebelumnya
pada sebuah studi menyatakan bahwa ligamen pada wanita lebih terulur daripada
laki-laki setelah cedera ankle, dan ini akan mempengaruhi proses peningkatan
stabilitas pada saat penyembuhan cedera (Mason, 2014). Sejalan dengan penelitian

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 45


Futi Nurul Destya

lain yang menyebutkan remaja wanita menunjukkan keseimbangan postural yang


lebih baik daripada individu laki-laki karena perbedaan karakteristik antropometrik
(Dorneles, Pranke, & Mota, 2013). Hasil penelitian lain menyebutkan bahwa anak
perempuan memiliki stabilitas postur tubuh yang lebih baik daripada anak laki-laki
tetapi lebih dipengaruhi oleh informasi input sensorik yang berubah. Anak
perempuan lebih banyak mampu mengintegrasikan input sensorik mereka, sedangkan
anak laki-laki memperlakukan masing-masing input sensorik secara terpisah dan
lebih mengandalkan pada umpan balik somatosensori pada latihan stabilitas (Andrew
W. Smith, Ulmer, & Wong, 2012).
Hasil penelitian lain juga menunjukkan bahwa anak laki-laki memiliki
parameter segmental yang lebih baik dan dengan demikian status postural yang lebih
baik pada umumnya otot yang lebih kuat dan postur anak laki-laki yang lebih baik
dalam periode ini mungkin alasan untuk hasil ini. Wanita memiliki tingkat kelainan
bentuk kaki yang lebih tinggi seperti varus dan valgus bentuk kaki (Milan Kojić,
2014). Karakterisitik subjek berdasarkan kedua pengelompokan jenis kelamin
menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan memiliki jumlah sampel laki-laki dan
perempuan yang sama, sedangkan pada kelompok II jumlah sampel laki-laki lebih
banyak daripada wanita. Berdasarkan hasil analisis pada jenis kelamin didapatkan
hasil p=0,614 yang berarti bahwa terdapat kesamaan jenis kelamin antara kelompok I
dan kelompok II sebelum diberikan intervensi.
Karakteristik subjek pada usia berdasarkan penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa remaja yang lebih tua memiliki stabilitas postural yang lebih
baik daripada remaja yang lebih muda, hal ini terjadi karena mekanisme
neuromuskuler untuk mengintegrasikan sensorik dan proses motorik untuk kontrol
postural masih berkembang. Mekanisme untuk pengembangan stabilitas postural
yang berkelanjutan ini termasuk kontribusi vestibular, yang telah dispekulasikan
untuk menjadi sistem sensorik paling lambat yang terkait dengan stabilitas postural,
menghasilkan waktu adaptasi yang lebih lama dan respon postural yang lebih besar
(Paniccia et al., 2017). Sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan
bahwa Atlet termuda (10-12 tahun) memiliki jumlah kesalahan rata-rata yang lebih
besar dalam posisi satu kaki dari BESS daripada atlet berusia 13 hingga 15 tahun dan
16 hingga 18 tahun (Breen, 2016). Dari deskripsi diatas menunjukkan bahwa usia
remaja muda memiliki kaitan dengan stabilitas. Karakterisitik subjek berdasarkan
data yang didapatkan menunjukkan bahwa subjek dengan rentang usia antara 12-13
dan 14-15 tahun lebih tinggi. Berdasarkan hasil analisis pada usia didapatkan hasil
p=0,475 yang berarti bahwa terdapat kesamaan usia antara kelompok I dan kelompok
II sebelum diberikan intervensi.
Karakteristik subjek pada IMT berdasarkan penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa laki-laki pubertas yang kelebihan berat badan menunjukkan
kapasitas yang lebih rendah pada beberapa keseimbangan statis dan dinamis serta
keterampilan postural (Hills & Worringham, 2009). Penelitian lain menyebutkan
bahwa sensoris plantar terganggu pada orang gemuk karena tekanan terus-menerus

46 Syntax Idea, Vol. 2, No 6, Juni 2020


Latihan Proprioseptif dan Theraband Exercise Lebih Meningkatkan Stabilitas daripada
Latihan Proprioseptif dan Antero Posterior Glide

mendukung massa yang besar, pada akhirnya berkontribusi terhadap penurunan nilai
stabilitas (Ganesan, Koos, Kruse, & Dell, 2018). Karakterisitik subjek berdasarkan
data yang didapatkan dapat dilihat bahwa IMT dengan kategori berat badan kurang
mendominasi pada setiap kelompok, baik pada kelompok I maupun II. Berdasarkan
hasil analisis pada indeks masa tubuh didapatkan hasil p=0,313 yang berarti bahwa
terdapat kesamaan indeks masa tubuh antara kelompok I dan kelompok II sebelum
diberikan intervensi.
B. Latihan Proprioseptif dan Theraband Exercise dapat Meningkatkan Stabilitas
pada Ankle Sprain Kronik Pemain Basket
Hasil penelitian pada 8 orang subjek penelitian yang dilakukan selama 6
minggu dengan durasi pelatihan 3 hari per minggu, diperoleh hasil pada kelompok
perlakuan yang diberikan latihan proprioseptif dan theraband exercise menunjukkan
rerata stabilitas ankle sebelum diberikan perlakuan yaitu 31,25±5,20 kemudian
setelah diberikan perlakuan, didapatkan rerata 3,25±1,66. Hal ini menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan rerata peningkatan stabilitas pada pemain basket dengan
kondisi ankle sprain kronis sebelum dan setelah diberikan perlakuan.
Peningkatan stabilitas ankle berdasarkan hasil analisis statistik didapatkan
hasil pada kelompok perlakuan yang diberi latihan proprioseptif dan theraband
exercise menunjukkan nilai p = 0,001 (p<0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa
latihan proprioseptif dan theraband exercise dapat meningkatkan stabilitas pada
kondisi ankle sprain pemain basket di SMP 2 Garut.
Berdasarkan penelitian sebelumnya ini dapat terjadi karena latihan
proprioseptif berpengaruh pada beberapa hal karena pada ankle sprain kronik
terjadinya penurunan dari pada fungsi proprioseptif (Sherwood, 2009). Pelatihan
dengan wobble board dapat mengembalikan fungsi dari proprioseptif melalui serabut
saraf afferen akan membawa respon ke sistem saraf pusat (SSP) yang berperan untuk
mempertahankan keseimbangan tubuh tetap dengan posisi stabil. Prinsip dari latihan
ini untuk meningkatkan fungsi dari pengontrol keseimbangan tubuh. Saat latihan
berlangsung rangsangan yang diterima serabut intrafusal dan ekstrafusal
memperkaya input sensoris yang akan dikirim dan diolah di otak untuk diproses
sehingga dapat menentukan seberapa besar kontraksi otot yang dapat diberikan.
Sebagian respon yang dikirim kembali ke ekstrafusal akan mengaktivasi golgi tendon
kemudian akan terjadi perbaikan koordinasi serabut intrafusal (myofibril) dan serabut
ekstrafusal (golgi tendon organ) dengan saraf afferent yang ada di muscle spindle
sehingga terbentuklah proprioceptive yang baik (Miller Jude, 2011).
Ketidakstabilan ankle disebabkan oleh disfungsi neuromuskuler yang terkait
dengan trauma pada ankle (Gutierrez et al., 2013). Juga telah ditemukan itu baik
umpan balik maupun mekanisme kontrol gerak umpan maju diubah dengan
ketidakstabilan ankle, meskipun asal spesifik dari defisit ini tidak diketahui (McKeon
& Hertel, 2008). Karena itu, penting bagian dari rehabilitasi ankle sprain adalah
untuk memperbaiki defisit neuromuskuler yang terjadi untuk cedera. Salah satu cara

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 47


Futi Nurul Destya

terbaik untuk melakukan ini adalah melalui pelatihan dan latihan proprioseptif
(Kaminski et al., 2013).
Sedangkan theraband exercise dapat berpengaruh pada beberapa hal berikut
yaitu latihan ini dapat mengaktifkan otot-otot stabilisator pada ankle yang dapat
meningkatkan kekuatan. Pengaruh dari latihan ini juga dapat meningkatkan
recruitment motorik, meningkatkan peredaran darah pada persendian dan nutrisi
tulang di samping karena meningkatkan perderan darah pada persendian dan nutrisi
tulang di samping karena meningkatkan kekuatan dan fungsi jaringan di sekitar
persendian yang akan mengurangi risiko cedera pada sendi ankle (Mark & Suraj,
2011).
Intervensi theraband exercise yang diberikan untuk meningkatkan stabilitas
pada kondisi ankle sprain kronik akibat dari adanya overstretch dari ligamen akibat
menumpu maka posisi ligamen akan cenderung terulur dan menyebabkan instabilitas
pada ligamen sehingga otot-otot lain akan bekerja secara berlebihan untuk
menstabilkan sendi ankle, dengan latihan proprioseptif dan theraband exercise maka
otot ankle yang termasuk tipe otot tonik (antagonis) dapat meningkatkan sirkulasi
pembuluh darah kapiler sehingga akan meningkatkan kekuatan otot, sedangkan
kekuatan otot agonis akan mengakibatkan terjadinya peningkatan recruitment motor
unit pada otot yang akan mengaktivasi badan golgi, sehingga otot akan bekerja
secara optimal yang terdepolarisasi selama latihan, dengan banyaknya motor unit
yang terdepolarisasi akan menghasilkan kekuatan yang besar. Latihan yang benar
dan teratur akan meningkatkan kekuatan otot-otot stabilisator pada ankle (Bracker D
Mark, Achar A. Suraj, 2011).
Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh (O’Driscoll
& Delahunt, 2011) yang menyatakan bahwa theraband exercise dalam bentuk latihan
isotonik dapat membantu serta memperbaiki kelemahan otot yang disebabkan
kerusakan ligament lateral kompleks. Peningkatan kekuatan otot didapatkan dengan
pelatihan secara kontinyu sehingga kekuatan otot tonik dapat meningkatkan sirkulasi
pembuluh darah kapiler yang dapat meningkatkan kekuatan otot phasik yang akan
mengakibatkan terjadinya penambahan recruitment motor unit pada otot yang akan
mengaktivasi badan golgi sehingga otot akan bekerja secara optimal, dan akan
terbentuk stabilitas yang baik pada ankle.
C. Latihan Proprioseptif dan Antero Posterior Glide dapat Meningkatkan Stabilitas
pada Ankle Sprain Kronik Pemain Basket
Hasil penelitian pada 8 orang subjek penelitian yang dilakukan selama 6
minggu dengan durasi pelatihan 3 hari per minggu, diperoleh hasil pada kelompok
perlakuan yang diberikan latihan proprioseptif dan antero posterior glide
menunjukkan rerata stabilitas ankle sebelum diberikan perlakuan yaitu 29,75±4,26
kemudian setelah diberikan perlakuan, didapatkan rerata 11,87±2,10. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata peningkatan stabilitas pada pemain
basket dengan kondisi ankle sprain kronis sebelum dan setelah diberikan perlakuan.

48 Syntax Idea, Vol. 2, No 6, Juni 2020


Latihan Proprioseptif dan Theraband Exercise Lebih Meningkatkan Stabilitas daripada
Latihan Proprioseptif dan Antero Posterior Glide

Peningkatan stabilitas ankle berdasarkan hasil analisis statistik didapatkan


hasil pada kelompok perlakuan yang diberi latihan proprioseptif dan antero posterior
glide menunjukkan nilai p = 0,001 (p<0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa
latihan proprioseptif dan antero posterior glide dapat meningkatkan stabilitas pada
kondisi ankle sprain pemain basket di SMP 2 Garut.
Menurut (Hupperets, Verhagen, & Van Mechelen, 2009) bahwa pelatihan
proprioceptive dengan wobble board merupakan latihan stabilisasi dinamik pada
posisi tubuh statik yaitu kemampuan tubuh untuk menjaga stabilisasi pada posisi
tetap dengan cara berdiri satu atau dua kaki di atas wobble board. Prinsip dari latihan
ini ialah meningkatkan fungsi dari pengontrol keseimbangan tubuh yaitu sistem
informasi sensorik, central processing, dan effector untuk bisa beradaptasi dengan
perubahan lingkungan. Saat latihan berlangsung rangsangan yang diterima serabut
intrafusal dan ekstrafusal memperkaya input sensoris yang akan dikirim dan diolah di
otak untuk diproses sehingga dapat menentukan seberapa besar kontraksi otot yang
dapat diberikan. Sebagian respon yang dikirim kembali ke ekstrafusal akan
mengaktivasi golgi tendon kemudian akan terjadi perbaikan koordinasi serabut
intrafusal (myofibril) dan serabut ekstrafusal (golgi tendon organ) dengan saraf
afferent yang ada di muscle spindle sehingga terbentuklah proprioceptive yang baik.
Stimulasi yang tidak konsisten akibat ketidakstabilan permukaan yang diterima oleh
otot dan sendi berpengaruh sangat cepat terhadap penangkapan informasi sensoris
dan lebih efisien diproses di sistem saraf pusat sehingga menstimulasi
mekanoreseptor pada sendi.
Antero posterior glide yang diberikan untuk ankle sprain menurut Hoch &
Mckeon (2010), dapat meningkatkan gerakan aksesori dan fisiologis pada sendi
talocrural. Mobilisasi sendi dapat menjadi intervensi yang efektif untuk mengatasi
dorsal fleksi dan defisit talar glide posterior selama rehabilitasi. Teknik ini dapat
meningkatkan gerakan ini karena peningkatan ekstensibilitas dari jaringan kapsul dan
ligamen yang tidak kontraktual.
Mobilisasi sendi antero posterior glide juga meningkatkan transmisi
informasi aferen dengan stimulasi sensoreceptor sendi. Metode ini secara konsisten
mampu untuk meningkatkan ROM dorsal fleksi dan posterior talar glide pada
individu dengan ankle sprain akut atau kronis. Menggabungkan peningkatan
aktivitas aferen dan peningkatan fungsi neuromuskuler otot penstabil sendi
memungkinkan peningkatan kontrol postural dengan menggunakan mobilisasi sendi.
Pemeriksaan dari efek mobilisasi sendi pada kontrol postural dinamis memungkinkan
untuk memahami kemampuannya untuk meningkatkan fungsi sistem sensorimotor
ankle sprain kronik yang tidak stabil (Hoch & Mckeon, 2011).
D. Latihan Proprioseptif dan Theraband Exercise Lebih Meningkatkan Stabilitas
daripada Latihan Proprioseptif dan Antero Posterior Glide pada Ankle Sprain
Kronis Pemain Basket
Setelah melakukan penelitian, pembahasan ilmiah pada kedua kelompok dan
melihat hasil serangkaian uji hipotesis, kedua kelompok perlakuan dinyatakan bahwa

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 49


Futi Nurul Destya

kedua perlakuan dapat meningkatkan stabilitas pada ankle sprain kronis pemain
basket SMP 2 Garut. Apabila dilihat dari nilai rata-rata setiap kelompok, keduanya
memiliki peningkatan stabilitas ankle yang signifikan. Adapun nilai rata-rata serta
standar deviasi selisih perlakuan dari kelompok I 28,00±4,34 sedangkan pada
kelompok II rerata selisih perlakuan yaitu 17,87±2,90. Berdasarkan uji analisis
statistik menggunakan independent sampel t-test didapatkan hasil p=0,001 (<0,05).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa latihan proprioseptif dan theraband exercise
lebih meningkatkan stabilitas daripada latihan proprioseptif dan antero posterior
glide pada kondisi ankle sprain kronis pemain basket.
Kedua kelompok perlakuan sama baiknya, dapat meningkatkan stabilitas pada
ankle sprain kronis pemain basket. Namun, pada kelompok I memiliki keunggulan
secara langsung mengaktifkan otot-otot stabilisator pada ankle yang dapat
memperbaiki kelemahan otot yang disebabkan kerusakan ligament lateral kompleks
sehingga dapat meningkatkan kekuatan otot. Peningkatan kekuatan otot didapatkan
dengan pelatihan secara continue sehingga kekuatan otot tonik dapat meningkatkan
sirkulasi pembuluh darah kapiler yang dapat meningkatkan kekuatan otot phasik
yang akan mengakibatkan terjadinya penambahan recuitment motor unit pada otot
yang akan mengaktivasi badan golgi sehingga otot akan bekerja secara optimal,
sehingga terbentuk stabilitas yang baik pada ankle.
Hal ini juga sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa
latihan kekuatan otot dengan menggunakan proprioseptif dan theraband dapat
meningkatkan perkembangan otot dan meningkatkan kontrol neuromuskuler juga
telah dilaporkan mempengaruhi perekrutan unit motorik, aktivasi selektif dari otot
agonis dan unit motoriknya, dan koaktivasi antagonis. Pelatihan kekuatan enam
minggu secara progresif menggunakan theraband menghasilkan peningkatan baik
dalam arti kekuatan dan posisi sendi di ankle. Peningkatan yang terjadi dikaitkan
dengan sensitivitas spindle otot dan aktivasi aferen hal ini menunjukkan bahwa
dengan kekuatan menggunakan theraband efektif meningkatkan langkah-langkah
proprioseptif dari keseimbangan (Smith et al., 2012).
Latihan theraband dapat meningkatkan kekuatan yang menghasilkan
peningkatan aktivasi gamma-eferen. Spindel menjadi lebih sensitif terhadap
peregangan seketika, menghasilkan ketajaman yang lebih besar dalam merasakan
posisi sendi, juga eferensia gamma yang dinamis meningkatkan kepekaan terhadap
laju perubahan panjang. Theraband elastis telah terbukti dapat meningkatkan
kekuatan, mobilitas, dan fungsi serta mengurangi nyeri sendi. Sejumlah literatur
menunjukkan keuntungan dari awal, dengan menggunakan theraband exercise dapat
membantu dalam meningkatkan ROM, menurunkan nyeri, penghambatan saraf, otot
lebih cepat berfungsi (Babu, Ravindran, V Kiran et al., 2017).
Menurut Hyeyoung (2013) bahwa pencegahan cedera ankle sprain kronis
diperlukan pelatihan khusus untuk menghindari terjadinya cedera ulang karena
secara umum cedera yang terjadi pada ankle adalah sprain. Melalui pelatihan
proprioceptive dan pelatihan penguatan otot ankle dengan karet elastic resistance

50 Syntax Idea, Vol. 2, No 6, Juni 2020


Latihan Proprioseptif dan Theraband Exercise Lebih Meningkatkan Stabilitas daripada
Latihan Proprioseptif dan Antero Posterior Glide

maka keseimbangan dan kontrol neuromuskuler akan membaik sehingga terjadi


penurunan foot and ankle disability dengan kembalinya efesiensi gerakan dan
aktivitas normal.
Mobilisasi sendi antero posterior gliding yang diberikan berupa terapi
manipulasi memiliki efek pada struktur sendi dan jaringan, yaitu efek fisik,
merangsang aktivitas biologis di dalam sendi melalui gerakan cairan sinovial.
Gerakan cairan sinovial dapat meningkatkan proses pertukaran nutrisi ke permukaan
kartilago sendi dan fibrokartilago. Efek stretching akan mengulur kapsul ligamen
melalui pelepasan abnormal cross link antara serabut-serabut kolagen atau jaringan
fibrous akan berkurang dan meningkatkan elastisitas, fleksibilitas pada otot dan
jaringan lainnya sehingga akan terjadi perbaikan lingkup gerak sendi yang maksimal
(Edmond, 2006).
Terapi manual telah dikaitkan dengan perubahan aktivitas otot
(muclerefleksogenik) dan motoneuron pool activity. Secara definisi,
musclereflexogenic merupakan perubahan penurunan hipertonisitas otot-otot.
Dorongan yang terjadi selama manipulasi atau gaya osilasi berulang digunakan
selama mobilisasi untuk mengurangi rasa sakit melalui induksi penghambatan refleks
otot tegang. Penghambatan otot refleksogenik adalah konsekuensi dari rangsangan
pada kulit, otot, dan reseptor sendi artikular. Peran utama kulit, otot, dan sendi
artikular mechanoreceptors adalah untuk mendeteksi kehadiran gerakan atau
masukan energi dan memberikan saraf pusat sistem dengan informasi proprioseptif
atau nociceptif. Lokasi dan desain mechanoreceptor menguraikan peran yang
dimainkannya dalam proprioseptif (Chad E. Cook, 2012)
Sebuah studi oleh Pellow dan Bratingham mempelajari efek dari terapi
manipulasi talocrural anterior posterior glide pada keterbatasan ROM dorsofleksi,
nyeri dan skor fungsional dihasilkan pada follow-up satu bulan peneliti menemukan
perubahan signifikan pada area kaki dalam perawatan kelompok menunjukkan
stabilitas yang baik (Loudon et al., 2014). Penelitian sebelumnya oleh Weerasekara
et al pada tahun 2018 berupa systematic review dan meta analysis tentang mobilisasi
sendi pada ankle sprain didapatkan hasil bahwa mobilisasi sendi dapat meningkatkan
keseimbangan dinamik dan juga penambahan ROM dalam jangka pendek, pada
jangka panjang belum diinvestigasi secara memadai.

Kesimpulan
Berdasarkan analisis penelitian yang telah dilakukan dan pembahasan dapat
disimpulkan bahwa:
1. Latihan proprioseptif dan theraband exercise dapat meningkatkan stabilitas pada
pemain basket yang mengalami ankle sprain kronis.
2. Latihan proprioseptif dan antero posterior glide dapat meningkatkan stabilitas pada
pemain basket yang mengalami ankle sprain kronis.

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 51


Futi Nurul Destya

3. Latihan proprioseptif dan theraband exercise lebih meningkatkan stabilitas daripada


latihan proprioseptif dan antero posterior glide pada pemain basket yang mengalami
ankle sprain kronis.

52 Syntax Idea, Vol. 2, No 6, Juni 2020


Latihan Proprioseptif dan Theraband Exercise Lebih Meningkatkan Stabilitas daripada
Latihan Proprioseptif dan Antero Posterior Glide

BIBLIOGRAFI

Akre, Ambarish, & Kumaresan, Krutika. (2014). Comparison of a strengthening


programme to a proprioceptive training in improving dynamic balance in athletes
with chronic ankle instability (CAI). IOSR J Sports Phys Educ, 1, 18–20.

Bracker D Mark, Achar A. Suraj, Pana L. Andrea. (2011). The 5-minute Sports
Medicine Consult. Philadelphia, Unites States: Lippincott Williams and Wilkins.

Chad E. Cook. (2012). Orthopedic Manual Therapy (2nd editio). Walsh University.

CL, Docherty. (2006). Valovich McLeod TC, Shultz SJ. Postural control deficits in
participants with functional ankle instability as measured by the Balance Error
Scoring System. Clin J Sport Med, 16(3), 203–208.

Dorneles, Paludette, Pranke, Gabriel Ivan, & Mota, Carlos Bolli. (2013). Comparison of
postural balance between female and male adolescents.

Eddleston, Michael, Karalliedde, Lakshman, Buckley, Nick, Fernando, Ravindra,


Hutchinson, Gerard, Isbister, Geoff, Konradsen, Flemming, Murray, Douglas,
Piola, Juan Carlos, & Senanayake, Nimal. (2002). Pesticide poisoning in the
developing world—a minimum pesticides list. The Lancet, 360(9340), 1163–1167.

Edmond, S. .. (2006). Techniques.Joint Mobilization/manipulation, Extremity and


Spinal (Second). New Jersey.

Feng, Zhaozhong, Sun, Jingsong, Wan, Wuxing, Hu, Enzhu, & Calatayud, Vicent.
(2014). Evidence of widespread ozone-induced visible injury on plants in Beijing,
China. Environmental Pollution, 193, 296–301.

G Hari Babu, Bijju Ravindran, V Kiran, Kiran, A. Kiran Kumar, R. Sreekar Kumar
Reddy, & Subbiah. (2017). The Effectiveness of Mobilization and Thera band
Exercises for Ankle Sprain. Jurnal Of Medical Science And Clinical Resarch,
05(06), 23213–23218.

Ganesan, Mohan, Koos, Theresa, Kruse, Bradley, & Dell, Bill O. (2018). Dynamic
Postural Instability in Individuals with High Body Mass Index Journal of Novel
Physiotherapies. J Nov Physiother, 8(2), 387. https://doi.org/10.4172/2165-
7025.1000387

Hills, Andrew P., & Worringham, Charles J. (2009). Balance and postural skills in
normal-weight and overweight prepubertal boys Balance and postural skills in
normal-weight and overweight prepubertal boys. Int J Pediatr Obes, 4(3), 175–
182. https://doi.org/10.1080/17477160802468470

Hoch, Matthew C., & Mckeon, Patrick O. (2010). The Effectiveness of Mobilization
With Movement at Improving Dorsiflexion After Ankle Sprain. J Sport Rehabil,
19(2), 226–232.

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 53


Futi Nurul Destya

Hoch, Matthew C., & Mckeon, Patrick O. (2011). Joint Mobilization Improves
Spatiotemporal Postural Control and Range of Motion in Those with Chronic
Ankle Instability. J Orthop Res, 29(3), 326–332. https://doi.org/10.1002/jor.21256

Houglum, Peggy. (2005). Free Communications, Oral Presentations: Professional


Issues. Journal of Athletic Training, 40(2), S61.

Hupperets, Maarten D. W., Verhagen, Evert A. L. M., & Van Mechelen, Willem.
(2009). Effect of unsupervised home based proprioceptive training on recurrences
of ankle sprain: randomised controlled trial. Bmj, 339, b2684.

Kaminski, Thomas W., Hertel, Jay, Amendola, Ned, Docherty, Carrie L., Dolan,
Michael G., Hopkins, J. Ty, Nussbaum, Eric, Poppy, Wendy, & Richie, Doug.
(2013). National Athletic Trainers’ Association position statement: conservative
management and prevention of ankle sprains in athletes. Journal of Athletic
Training, 48(4), 528–545.

Kleffelgaard, Ingerid, Soberg, Helene L., Langhammer, Birgitta, & Pripp, Are Hugo.
(2017). Dizziness and balance problems after traumatic brain injury (TBI):
Evaluation of an 8-week vestibular rehabilitation (VR) programme. BRAIN
INJURY, 31(6–7), 882. Taylor & Francis Inc 530 Walnut Street, Ste 850,
Philadelphia, PA 19106 USA.

Kris-Etherton, Penny Margaret, Lefevre, M., Beecher, G. R., Gross, M. D., Keen, Carl
L., & Etherton, Terry D. (2004). Bioactive compounds in nutrition and health-
research methodologies for establishing biological function: the antioxidant and
anti-inflammatory effects of flavonoids on atherosclerosis. Annu. Rev. Nutr., 24,
511–538.

Kurniawan, A. (2013). Penyakit Arteri Perifer Pada Diabetes Mellitus Medicinus. 4(3).

Loudon, Janice K., Reiman, Michael P., & Sylvain, Jonathan. (2014). The efficacy of
manual joint mobilisation / manipulation in treatment of lateral ankle sprains : a
systematic review. Br J Sports Med, 365–370. https://doi.org/10.1136/bjsports-
2013-092763

McKay, C. P., & Smith, H. D. (2005). Possibilities for methanogenic life in liquid
methane on the surface of Titan. Icarus, 178(1), 274–276.

McKeon, P. O., & Hertel, J. (2008). Systematic review of postural control and lateral
ankle instability, part II: Is balance training clinically effective. Journal of Athletic
Training, 43(3), 305–315.

Milan Kojić. (2014). Differences in Indicator of Postural Status Betweem Boy and Girls
form Srem. Exercise and Quality of Life Journal, 6(1), 17–22.

Miller Jude. (2011). Proprioceptive Training and Its Implications on Ankle


Rehabilitation. Journal of Athletic Training, 5(2), 163–170.

54 Syntax Idea, Vol. 2, No 6, Juni 2020


Latihan Proprioseptif dan Theraband Exercise Lebih Meningkatkan Stabilitas daripada
Latihan Proprioseptif dan Antero Posterior Glide

Mills, Edward J., Bakanda, Celestin, Birungi, Josephine, Chan, Keith, Ford, Nathan,
Cooper, Curtis L., Nachega, Jean B., Dybul, Mark, & Hogg, Robert S. (2011). Life
expectancy of persons receiving combination antiretroviral therapy in low-income
countries: a cohort analysis from Uganda. Annals of Internal Medicine, 155(4),
209–216.

O’Driscoll, Jeremiah, & Delahunt, Eamonn. (2011). Neuromuscular training to enhance


sensorimotor and functional deficits in subjects with chronic ankle instability: A
systematic review and best evidence synthesis. Sports Medicine, Arthroscopy,
Rehabilitation, Therapy and Technology, 3(1), 19. https://doi.org/10.1186/1758-
2555-3-19

Paniccia, Melissa, Ont, O. T. Reg, Wilson, Katherine E., Hunt, Anne, Ont, O. T. Reg,
Keightley, Michelle, Zabjek, Karl, Taha, Tim, Gagnon, Isabelle, Reed, Nick, &
Ont, O. T. Reg. (2017). Postural Stability in Healthy Child and Youth Athletes :
The Effect of Age , on Performance. 10(2), 175–182.
https://doi.org/10.1177/1941738117741651

Rahmat, Basuki. (2020). Pengaruh Implementasi Kebijakan Jaminan Kesehatan Daerah


Terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin Pada Dinas Kesehatan
Kota Tasikmalaya. Syntax Idea, 2(3), 1–11.

Sherwood, L. (2009). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem (Edisi VI). Jakarta: EGC.

Smith, Andrew W., Ulmer, Franciska F., & Wong, Del P. (2012). Gender Differences in
Postural Stability Among Children. J Hum Kinet., 33(1), 25–32.
https://doi.org/10.2478/v10078-012-0041-5

Smith, Brent I., Docherty, Carrie, Simon, Janet, & Klossner, Joanne. (2012). Ankle
Strength and Force Sense After a Progressive, 6-Week Strength- Training Program
in People With Functional Ankle Instability. J Athl Train, 47(3), 283–288.
https://doi.org/10.4085/1062-6050-47.3.06

Wilkerson, Ricky D., & Mason, Melanie A. (2000). Differences in men’s and women’s
mean ankle ligamentous laxity. Iowa Orthop J, 20, 46–48.

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 55


Syntax Idea: p–ISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X
Vol. 2, No. 6, Juni 2020

IMPLEMENTASI NILAI KESADARAN BERBANGSA DAN BERNEGARA DI


UNIT KEGIATAN MAHASISWA UNIVERSITAS PEMBANGUNAN
NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

Gedeon Firnandus Ulaan, Nur Aisyah Lusiana dan Kalvin Edo Wahyudi
Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran, Jawa Timur
Email: dionfrnds21@gmail.com, aisyahlusi@gmail.com dan
kalvinedo.adne@upnjatim.ac.id

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan nilai kesadaran berbangsa
dan bernegara di kalangan Unit Kegiatan Mahasiswa UPN “Veteran” Jawa
Timur. Kegiatan Unit Kegiatan Mahasiswa merupakan kegiatan ekstrakulikuler
yang ada di kampus UPN “Veteran” Jawa Timur dimana mahasiswa diwajibkan
untuk mengikuti kegiatan ekstrakulikuler adalah wujud implementasi nilai
kesadaran berbangsa dan bernegara. Penelitian ini menggunakan pendekatan dan
jenis deskriptif kualitatif dengan sampel penelitian adalah mahasiswa yang
mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa di UPN “Veteran” Jawa Timur tahun 2020.
Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa implementasi nilai kesadaran
berbangsa dan bernegara belum terimplementasi dengan baik berdasar pada enam
variabel yang mempengaruhi implementasi kebijakan menurut Van Meter dan Van
Horn. Hal ini didasari dengan masih adanya mahasiswa yang tidak mengikuti
kegiatan ekstrakulikuler hingga terbatasnya peran lembaga dalam memberikan
ketegasan terkait implementasi nilai kesadaran berbangsa dan bernegara dalam
indikator mahasiswa wajib mengikuti kegiatan ekstrakulikuler.

Kata kunci: Implementasi, Kesadaran Berbangsa dan Bernegara, Unit Kegiatan


Mahasiswa

Pendahuluan
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, secara geografis
terletak di garis khatulistiwa dan diapit oleh dua benua, yaitu Asia dan Australia serta
dua samudera, yaitu Pasifik dan Hindia. Keadaan tersebut membuat Indonesia dikenal
sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam dan juga kaya akan keberagaman
masyarakatnya. Negara Indonesia adalah salah satu negara multikultur terbesar di dunia,
hal ini dapat terlihat dari kondisi sosiokultural maupun geografis Indonesia yang begitu
kompleks, beragam, dan luas (Lestari, 2015). Republik Indonesia adalah salah satu dari
sekian negara yang memiliki wilayah lautan yang lebih luas dari daratan. Secara
teritoris, wilayah lautan Indonesia mencakup 2/3 dari total luas wilayahnya. Di sisi lain,
letak Indonesia yang ada di antara dua samudra dan benua juga memungkinkan
memiliki sumber daya yang melimpah, iklim yang baik, serta pertumbuhan ekonomi
yang terbilang baik sejak beberapa dekade terakhir. Di sisi lain, keberadaan rangkaian
pulau-pulau cantik yang menjadikan Indonesia sebagai republik dengan wisata maritim

56
Implementasi Nilai Kesadaran Berbangsa dan Bernegara

terbesar di dunia. Tak hanya itu, keberadaan pulau-pulau tersebut juga menjadi magnet
tersendiri dan tempat wisata bagi turis lokal atau pun mancanegara (Simarmata, 2017) .
Indonesia sebagai bangsa yang majemuk, terdiri dari beragam budaya, suku,
agama, ras, etnis, bahasa sangat mudah untuk dipecah belah. Keberagaman yang ada
sering dijadikan sebagai alat untuk memecah persatuan bangsa. Sehingga, banyak sekali
ancaman yang dapat menyerang Indonesia dari luar maupun dalam negeri. It is worth to
highlight how strategic culture can improve the perception of security (Pirnuta, 2018).
Pernyataan tersebut memiliki arti bahwa melalui strategi budaya juga dapat
meningkatkan persepsi keamanan, menunjukan bahwa keberagaman budaya yang ada
bukanlah suatu kelemahan melainkan kekuatan. Oleh karena itu, demi menjaga
kedaulatan bangsa Indonesia agar tidak ada lagi ancaman dari luar maupun dalam
negeri, perlu penguatan intergrasi nasional di masyarakat.
Penguatan pada sistem pertahanan dan keamanan negara harus melibatkan
semua pihak, tidak hanya tentara ataupun polisi melainkan juga melibatkan seluruh
masyarakat atau warga negara. Hal tersebut sejalan dengan peraturan perundangan yang
menyebutkan bahwa masyarakat berhak dan berkewajiban untuk terlibat dalam upaya
pertahanan keamanan negara yang diatur dalam UUD 1945 Pasal 30 Ayat 1 berbunyi
‘tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan
keamanan negara.’ Keterlibatan masyarakat diharapkan dapat menumbuhkan rasa
kesadaran berbangsa dan bernegara dengan sendirinya sehingga masyarakat selalu siap
siaga pada keadaan apapun saat negara membutuhkan. Keterlibatan masyarakat juga
dianggap sebagai upaya dalam meningkatkan pembentukan komponen bela negara.
Selain hal tersebut, beberapa hal perlu ditingkatkan dalam upaya pembangunan bidang
pertahanan dan keamanan menurut Jazuli (2016) adalah profesionalitas personel,
pemodernan alutsista dan non alutsista (darat, laut, dan udara), percepatan pembentukan
komponen bela negara, dan peningkatan pengamanan wilayah perbatasan dan pulau
terdepan (terluar).
Bela negara merupakan sikap atau perilaku masyarakat yang didasari oleh rasa
cinta akan tanah air, sehingga mampu membela dan mempertahankan tanah air.
Dijelaskan pula dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2002
tentang pertahanan negara bahwa upaya bela negara adalah sikap dan perilaku warga
negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjamin
kelangsungan hidup bangsa dan negara. Subagyo (2015) berpendapat dalam Mahbubah
& Wibawani (2019) bahwa nilai-nilai bela negara perlu diimplementasikan secara
menyeluruh oleh setiap masyarakat Indonesia. Pernyataan tersebut sejalan dengan hak
dan kewajiban seluruh masyarakat Indonesia mengenai bela negara yang tercantum
dalam UUD 1945 Pasal 27 Ayat 3 berbunyi ‘setiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam upaya pembelaan negara’. Kemudian, hak dan kewajiban bela negara diatur
lebih lanjut dalam Pasal 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2002
tentang pertahanan negara, yang menyatakan bahwa; setiap warga negara berhak dan
wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 57


Gedeon Firnandus Ulaan, Nur Aisyah Lusiana dan Kalvin Edo Wahyudi

pertahanan negara. Selanjutnya keikutsertaan warga negara diselenggarakan melalui (1)


pendidikan kewarganegaraan, (2) pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, (3)
pengabdian sebagai Tentara Nasional Indonesia (TNI) secara sukarela atau wajib, (4)
pengabdian sesuai profesi. Dalam bela negara sendiri terdapat lima nilai dasar, yang
salah satunya adalah nilai kesadaran berbangsa dan bernegara. Nilai tersebut perlu
ditanamkan pada seluruh masyarakat untuk meningkatkan integrasi nasional dan
mencegah timbulnya disintegrasi bangsa. Integrasi merupakan sebuah proses penyatuan
atau pembauran sekelompok masyarakat dengan latar belakang budaya, ekonomi,
hingga sosial yang berebeda untuk menjadi suatu kesatuan bangsa. Pengertian tersebut
sejalan dengan definisi yang dinyatakan oleh Drake (1989) dalam Sulistiyono (2018)
bahwa konsep integrasi nasional ialah the way people in different areas of a country and
of different ethnic, socio-cultural and economic backgrounds feel themselves to be
united and function as one nation and one identity. Pernyataan Drake tersebut memiliki
arti bahwa integrasi nasional merupakan cara orang di berbagai daerah di suatu negara
dengan berbagai latar belakang etnis, sosial budaya, dan ekonomi merasa dipersatukan
sebagai satu bangsa dan satu identitas. Karenanya, penting untuk menanaman nilai
kesadaran berbangsa dan bernegara sejak dini agar ketika tumbuh nantinya sudah
terbiasa dengan keberagaman yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Kesadaran berbangsa dan bernegara merupakan keadaan dimana seorang
individu mengerti secara sadar serta memiliki rasa tanggung jawab terhadap suatu
bangsa dan negara karena memiliki suatu ikatan sebagai warga negara. Hal tersebut
sejalan dengan pernyataan Rahayu dkk (2019) kesadaran berbangsa dan bemegara
merupakan suatu sikap dan tingkah laku yang sesuai dengan kepribadian bangsa dan
selalu mengkaitkan dirinya dengan cita-cita dan tujuan hidup bangsanya, tumbuh rasa
kesatuan, persatuan bangsa Indonesia, memiliki jiwa besar dan patriotisme serta
memiliki kesadaran atas tanggung jawab sebagai warga negara. Kesadaran berbangsa
dan bernegara masyarakat Indonesia berarti seorang warga negara menyadari bahwa ia
hidup di dalam sebuah bangsa dan negara yang berasas Bhineka Tunggal Ika atau
berbeda-beda namun tetap satu jua. Dengan memiliki rasa sadar warga negara akan
mengetahui bahwa ia hidup dengan masyarakat yang memiliki beragam latar belakang
suku, agama, ras, dan golongan sehingga butuh adanya penyesuaian agar dapat menjalin
kehidupan secara berdampingan, rukun, dan damai.
Menanamkan nilai kesadaran berbangsa dan bernegara sejak dini juga dilakukan
ketika masuk ke dalam perguruan tinggi dengan menjadi mahasiswa. Pada poin ke
empat pada keikutsertaan warga negara dalam penyelenggaraan pertahanan negara
dapat melalui pengabdian sesuai profesi. Hal tersebut menjelaskan bahwa setiap
individu yang memiliki profesi harus menjalankan tugas dan kewajiban dengan sebaik-
baiknya sesuai profesi yang dimiliki. Mahasiswa secara umum dapat diartikan sebagai
seseorang (insan) yang tengah menjalani pendidikan tingkat perguruan tinggi yang
memiliki julukan calon intelektual di masa yang akan datang (Jannah & Wibawani,
2018). Mahasiswa sebagai individu yang sedang menempuh pendidikan di perguruan
tinggi dipercaya sebagai individu yang unggul berprestasi dan diharapkan mampu

58 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Implementasi Nilai Kesadaran Berbangsa dan Bernegara

menjadi penerus bangsa ini dengan sebaik-baiknya. Tujuan utama pendidikan bela
negara adalah untuk menerapkan nilai-nilai bela negara kepada mahasiswa, agar mereka
sadar akan peranannya sebagai ahli waris bangsa (Pitaloka & Wibawani, 2019).
Mahasiswa sebagai calon penerus bangsa tentu harus memiliki rasa nasionalisme dan
integrasi yang tinggi. Kesadaran dan pengetahuan nasionalisme dapat dikembangkan
dari beberapa faktor, termasuk pendidikan. Pendidikan berperan besar dalam
membentuk karakter suatu bangsa melalui pemudanya termasuk menanamkan
kesadaran rasa nasionalisme (Yanti & Jayanti, 2018). Pembelajaran yang dilakukan di
kampus diyakini dapat menumbuhkan dan mengembangkan rasa nasionalisme
mahasiswa. Menurut Rahayu (2012) there is no concept and practice of character
education that can be an instrument for managing diversity (the art of managing
diversity); how various tribes, languages, cultures, religions, and traditions of the
society do not collide with each other but instead complement and complete each other
(Ismawati, 2018). Pernyataan tersebut memiliki arti bahwa tidak ada konsep dan
praktik pendidikan karakter yang dapat menjadi instrumen untuk mengelola
keanekaragaman. Pernyataan tersebut berbanding terbalik dengan pernyataan Setiawati
(2016) bahwa pendidikan multikultural merupakan pendidikan yang menekankan untuk
dapat saling menghargai keanekaragaman budaya. Indonesia sebagai negara dengan
beragam budaya, suku, bangsa, agama, ras, etnis, serta golongan memiliki tingkat
multikulturalisme yang tinggi dan tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia, tidak
terkecuali di lingkungan pendidikan tinggi. Penting menanamkan kesadaran akan
keberagaman dapat menjadikan bangsa yang besar ini hidup berdampingan dengan
damai. Kesadaran berarti melakukan segala sesuatu dengan sadar dan tanpa paksaan.
Kemudian dalam diri akan tumbuh rasa tanggung jawab dalam melakukan berbagai
kegiatan secara sadar. Dewasa ini haruslah menyadari bahwa keberagaman bangsa
Indonesia bukanlah sebagai penghalang bagi kemajuan bangsa, melainkan sebagai
kekayaan untuk pemersatu bangsa melalui rasa nasionalisme.
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur sebagai kampus bela
negara melalui visi dan misinya bertujuan untuk membentuk mahasiswa yang unggul,
berprestasi, dan berkarakter bela negara. Sebagai kampus bela negara, sangat mengerti
pentingnya rasa nasionalisme dan integrasi di kalangan mahasiswa sebagai pengingat
bahwa di tangan merekalah masa depan bangsa ini akan terwujud. Selain, kegiatan
pembelajaran yang dilakukan di lingkungan kampus, berbagai kegiatan mahasiswa di
luar kelas juga memiliki peran yang besar dalam upaya meningkatkan rasa nasionalisme
dan integrasi mahasiswa. Salah satu contoh kegiatan di luar kelas adalah dengan
mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) atau yang biasa dikenal dengan
ekstrakulikuler di lingkungan sekolah. Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) adalah tempat
berhimpunnya para mahasiswa yang memiliki kesamaan minat, kegemaran, kreativitas,
dan orientasi aktivitas penyaluran kegiatan ekstrakulikuler di dalam kampus (Arianto,
2017). Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) merupakan wadah yang diberikan oleh pihak
kampus kepada para mahasiswa yang memiliki kesamaan minat, bakat, dan keahlian
tertentu dapat menyalurkan minat bakat tersebut pada kelompok serta aktivitas yang

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 59


Gedeon Firnandus Ulaan, Nur Aisyah Lusiana dan Kalvin Edo Wahyudi

tepat. Para mahasiswa dari berbagai jurusan juga dapat mengembangkan minat, bakat
serta keahliannya pada kelompok ini. Unit Kegiatan Mahasiswa ialah salah satu
lembaga yang berdiri sendiri atau otonom seperti badan eksekutif mahasiswa. Hermit
(2007) dalam Hidayatullah et al. (2018) berpendapat bahwa Unit Kegiatan Mahasiswa
atau UKM ialah lembaga yang sederajat dengan organisasi kemahasiswaan diintra
kampus seperti badan eksekutif mahasiswa dan senat mahasiswa, baik berasal dari
tingkat progam studi, jurusan, maupun universitas. UKM menjadi kegiatan
ekstrakurikuler di kampus UPN “Veteran” Jawa Timur yang menjadi indikator bagi
penerapan nilai kesadaran berbangsa dan bernegara. Adapun beragam Unit Kegiatan
Mahasiswa, mulai dari Unit Kegiatan Olahraga (UKM Basker, UKM Renang, dll), Unit
Kegiatan Kesenian (UKM Karawitan, UKM Tari, dll), dan berbagai unit kegiatan
lainnya. Mahasiswa secara sadar akan memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan
cita-cita bangsa, termasuk dalam menghadapi ancaman dan tantangan zaman sekarang,
yakni globalisasi. Memudarnya rasa nasionalisme dan disintegrasi dimulai dari adanya
perkembangan teknologi media massa elektronik yang menyebabkan seolah tidak
adanya batas antarnegara, antarbudaya untuk saling berinteraksi. Pengaruh globalisasi
membuat banyak anak muda kehilangan jati diri sebagai bangsa Indonesia (Cahyono,
2018). Oleh karenanya, perlu meningkatkan nilai kesadaran berbangsa dan bernegara
guna mencipatakan rasa nasionalisme dan integrasi pada anak muda atau mahasiswa.
Dalam membentuk mahasiswa berkarakter bela negara Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur telah menanamkan nilai-nilai tersebut
sejak dini. Dalam upaya meningkatkan nilai kesadaran berbangsa dan bernegara di
kalangan mahasiswa, maka ditetapkan suatu persyaratan yang mengharuskan
mahasiswa untuk mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) selama minimal dua
semester. Persyaratan tersebut bertujuan untuk melatih mahasiswa kampus bela negara
untuk saling bertoleransi terhadap keberagaman yang ada di lingkungan kampus di luar
jam perkuliahan. Penanaman integrasi bangsa yang dilakukan dengan menerapkan nilai
kesadaran berbangsa dan bernegara sejak dini melalui keikutsertaan mahasiswa pada
kegiatan kampus sejalan dengan pernyataan Gredinand (2017) untuk meningkatkan
kesadaran berbangsa dan bernegara dapat dilakukan diantaranya ialah tiap mahasiswa
wajib menjadi anggota kegiatan ektrakulikuler atau biasa disebut dengan Unit Kegiatan
Mahasiswa. Dengan sadar berbangsa dan bernegara nantinya akan meningkatkan rasa
nasionalisme serta integrasi di kalangan mahasiswa. Perlu adanya semangat
nasionalisme di kalangan mahasiswa seperti pernyataan Lemhanas dalam Sofyan &
Sundawa (2015) yaitu semangat kebersamaan untuk membangun masa depan yang lebih
sejahtera bagi seluruh warga negara Indonesia, dengan tidak membedakan suku, agama,
ras, warna kulit, gender atau golongan. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan bahwa
kebijakan tersebut belum diikuti oleh semua mahasiswa Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur. Sehingga perlu diketahui implementasi kebijakan
keikutsertaan mahasiswa dalam Unit Kegiatan Mahasiswa. Menurut Agustino (2006)
implementasi menyangkut tiga hal, yaitu adanya tujuan atau sasaran kebijakan, adanya
aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan, dan adanya hasil kegiatan. Oleh karena itu,

60 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Implementasi Nilai Kesadaran Berbangsa dan Bernegara

dalam penelitian ini ingin mengetahui bagaimana bentuk implementasi kesadaran


berbangsa dan bernegara di kampus bela negara UPN "Veteran" Jawa Timur khususnya
pada mahasiswa yang tergabung dalam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) kampus.
Implementasi merupakan suatu kegiatan pelaksanaan dari suatu kebijakan yang
telah ditetapkan. Menurut Anggara (2014) implementasi merupakan suatu kegiatan atau
usaha yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan dengan harapan akan memperoleh suatu
hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran dari suatu kebijakan. Dalam pelaksanaan
suatu kebijakan ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar implementasi kebijakan
dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Seperti dalam penelitian ini yang akan
mengambil fokus pada enam variabel yang mempengaruhi implementasi kebijakan
menurut Van Meter dan Van Horn dalam Anggara (2014), yaitu:
A. Tujuan Kebijakan dan Standar yang Jelas.
Adanya keterangan mengenai tujuan yang ingin dicapai dari sebuah kebijakan.
Pencapaian tujuan tersebut akan dinilai keberhasilannya melalui standar-standar atau
kriteria-kriteria yang telah ditentukan. Dalam penelitian ini akan berfokus pada
tujuan dan standar dari kebijakan mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa. Tujuan dan
standar dari keikutsetaan mahasiswa dalam Unit Kegiatan Mahasiswa. Tujuan dan
standar dari penerapan nilai sadar berbangsa bernegara pada mahasiswa yang
mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa.
B. Sumber Daya.
Implementasi sebuah kebijakan sangat bergantung pada sumber daya yang
tersedia. Kemampuan dalam memanfaatkan sumber daya tersebut sangat
mempengaruhi keberhasilan dari proses implementasi. Dalam penelitian ini akan
berfokus pada sumber daya yang tersedia, berupa sumber daya manusia maupun
sumber daya bukan manusia (sumber daya dana, fasilitas, dan lainnya) dalam
mendukung kebijakan mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa. Keberadaan sumber
daya manusia yang ada ialah seluruh mahasiswa yang berada pada semester muda
hingga menengah. Hal ini berarti sumber daya manusia yang tersedia cukup banyak
dalam proses implementasi kesadaran nilai berbangsa dan bernegara di UKM.
Potensi penanaman nilai kesadaran berbangsa dan bernegara ada pada lebih dari
4000 mahasiswa. Sumber daya selanjutnya ialah fasilitas, dimana fasilitas yang
tersedia masih terbatas. Keberadaan sekretariat tidak dimiliki oleh semua UKM.
Keberadaan sarana dan prasarana pendukung seperti GOR, dan lapangan pun masih
belum memiliki kualitas yang baik dan layak. Hal ini mengakibatkan banyaknya
UKM yang tidak memiliki tempat untuk berkegiatan. Sumber daya dana yang
diberikan oleh lembaga menjadi stimulus bagi UKM dalam melakukan program
kerjanya. Pengajuan dana masih mengalami kesulitan yang dirasakan oleh beberapa
pengurus UKM.
C. Kualitas Hubungan Interorganisasional.
Keberhasilan implementasi sering menutut prosedur dan mekanisme
kelembagaan yang memungkinkan struktur yang lebih tinggi mengontrol agar
implemetasi berjalan sesuai dengan tujuan dan standar yang telah ditetapkan.

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 61


Gedeon Firnandus Ulaan, Nur Aisyah Lusiana dan Kalvin Edo Wahyudi

Komunikasi yang baik antar pihak-pihak yang terlibat akan meningkatkan koordinasi
sehingga dapat meminimalisir kesalahan dalam proses pencapaian tujuan. Dalam
penelitian ini akan berfokus pada komunikasi dan koordinasi yang terjalin dalam
kebijakan mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa. Komunikasi dan koordinasi yang
terjalin pada para pengurus UKM dan lembaga seringkali mengalami kendala, namun
beberapa UKM lainnya tidak mengalami kendala yang berarti. Artinya bahwa
komunikasi dan koordinasi antara pengurus UKM dan lembaga sudah cukup baik.
Komunikasi yang terjalin antar pengurus UKM dinilai cukup baik, hal ini terbukti
dengan adanya solidaritas yang terjalin antar UKM.
D. Karakteristik Lembaga/Organisasi Pelaksana.
Adanya dukungan dan keterlibatan dari lembaga pelaksana sangat
mempengaruhi proses implementasi kebijakan. Selain itu, karakteristik dari lembaga
pelaksana juga harus sesuai dengan kebijakan agar dalam proses implementasi tidak
mengalami hambatan. Sebagai kampus bela negara, UPN “Veteran” Jawa Timur
memiliki karakter yang secara khusus tidak dimiliki oleh perguruan tinggi lain.
Karakteristik lembaga berada dalam fokus bidang akademik. Bidang non akademik
seperti kegiatan ekstrakurikuler masih belum sepenuhnya diperhatikan. Artinya
karakteristik lembaga masih condong ke arah kegiatan akademis, bukan non
akademis. Meski demikian, lembaga minimal memberikan cukup perhatian kepada
UKM-UKM yang ada.
E. Lingkungan Politik, Sosial, dan Ekonomi (Eksternal).
Keadaan lingkungan eksternal dalam hal ini lingkungan politik, sosial, dan
ekonomi juga sangat mempengaruhi proses implementasi kebijakan. Dengan keadaan
lingkungan eksternal yang mendukung, maka akan membantu keberhasilan proses
implementasi. Sebaliknya, jika lingkungan eksternal tidak mendukung, maka proses
implementasi akan terhambat dan dikhawatirkan akan mengalami kegagalan.
Pengaruh lembaga dalam kegiatan UKM merupakan salah satu lingkup lingkungan
politik yang ada di universitas. Keadaan sosial yang ada merupakan lingkungan dari
seputar tenaga pendidik yang berada di lingkup universitas. Kondisi sosial yang ada
masih berwujud heterogen dimana dukungan yang mengalir kepada kegiatan UKM
tidak sepenuhnya. Hanya ada beberapa tenaga pendidik yang mendukung adanya
kegiatan UKM dan turut mengikutinya. Adanya aliran dana dari lembaga merupakan
satu-satunya sumber pemasukan dan merupakan bentuk dukungan dari lembaga
kepada UKM dalam berkegiatan. Sedangkan dari luar lembaga, UKM dapat
mendapat dana dari pihak ketiga pengguna jasa.
F. Disposisi/Tanggapan atau Sikap Para Pelaksana.
Implementasi kebijakan sangat dipengaruhi oleh sikap yang diberikan oleh
para pelaksana. Sikap para pelaksana dinilai dari pemahaman isi dan tujuan
kebijakan, sikap atas kebijakan, dan intensitas sikap. Para pengurus UKM selaku
pelaksana menyikapi secara positif seluruh dukungan dan kebijakan yang diberikan
oleh lembaga. Para pengurus UKM secara sadar melakukan tugasnya untuk
mengharumkan nama baik UKM hingga nama baik universitas melalui setiap

62 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Implementasi Nilai Kesadaran Berbangsa dan Bernegara

kegiatan yang baik diselenggarakan oleh pihak ketiga maupun kegiatan yang
diselenggarakan oleh lembaga. Hal ini berarti bahwa para pengurus mendukung
setiap kegiatan dan arahan lembaga dalam implementasi setiap kegiatan yang secara
tidak langsung melibatkan orang banyak, sehingga anggota-anggota UKM dapat
menanamkan nilai toleransi akan setiap perbedaan yang ada serta berintegrasi demi
nama baik bersama.

Metode Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif.
Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang dilakukan pada situasi yang alami dan
mengharuskan peneliti berinteraksi dalam jarak yang dekat dengan subjek penelitian
(Fibriana, 2018). Peneliti menggunakan jenis penelitian ini dikarenakan peneliti ingin
mendeskripsikan suatu fenomena dengan keadaan yang sebenarnya terjadi. Data yang
digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan melalui teknik
pengumpulan data berupa wawancara dan observasi yang dilakukan secara langsung.
Wawancara merupakan kegiatan percakapan dengan maksud tertentu. Menurut
Moleong (2007) dalam Danniarti (2017) percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu
pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai memberikan
jawaban atas pertanyaan itu. Sedangkan observasi merupakan teknik pengumpulan data
melalui pengamatan secara langsung yang dilakukan oleh peneliti. Menggunakan
metode ini berarti menggunakan mata dan telinga sebagai jendela untuk merekam data
(Suwartono, 2014). Data sekunder di dapat melalui literasi bacaan. Sumber data berasal
dari informan yang sudah ditentukan oleh penulis, yaitu mahasiswa yang tergabung
dalam Unit Kegiatan Mahasiswa di lingkungan kampus Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Hasil dan Pembahasan


Upaya menanamkan nilai kesadaran berbangsa dan bernegara di kalangan
mahasiswa telah dilakukan oleh Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa
Timur yang merupakan kampus bela negara. Selain menanamkan nilai kesadaran
berbangsa dan bernegara dalam perkuliahan, Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur juga berusaha untuk menanamkan nilai tersebut di luar
perkuliahan dengan adanya ketentuan wajib mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa
(UKM). Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Mas Anienda (2013), yakni
mahasiswa tidak dituntut wajib militer dalam mempertahankan negara. Mahasiswa
cukup melakukan perannya sebagai mahasiswa guna menjaga persatuan dan kesatuan
bangsa. Diketahui bahwa keikutsertaan mahasiswa dalam UKM adalah wajib
sebagaimana persyaratan masuk sebagai mahasiswa. Terdapat berbagai macam Unit
Kegiatan Mahasiswa (UKM) dari yang berbasis kebudayaan, kesenian, keilmuan,
olahraga, dan lainnya. Implementasi nilai kesadaran berbangsa dan bernegara menjadi
penting karena mahasiswa mengalami pembelajaran secara langsung pada kegiatan
ekstrakulikuler yang lebih heterogen jika dibandingkan dengan suasana kelas yang

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 63


Gedeon Firnandus Ulaan, Nur Aisyah Lusiana dan Kalvin Edo Wahyudi

cenderung homogen. Adanya perbedaan program studi dan fakultas memungkinkan


mahasiswa lebih rawan dalam melakukan persaingan yang tidak jarang berujung kepada
tindakan anarkis yang merugikan banyak pihak. Dengan mengikuti kegiatan UKM,
mahasiswa diharapkan dapat memiliki kepribadian yang santun, jujur, dan berintegritas
serta rasa toleransi yang tinggi sehingga ketika mahasiswa sudah lulus dapat memiliki
kesadaran bahwa ia hidup di dalam negara yang penuh dengan keberagaman. Hal ini
juga menjadi tujuan agar mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa tidak mudah
terpecah belah.
Hasil penelitian yang mengacu pada enam variabel yang mempengaruhi
implementasi kebijakan menurut Van Meter dan Van Horn menunjukkan bahwa tujuan
dan standar kebijakan mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa belum diterapkan dengan
cukup baik karena belum adanya kebijakan tertulis mengenai kewajiban mahasiswa
untuk mengikuti UKM. Hal tersebut dapat terlihat dari masih banyaknya mahasiswa
yang tidak mengikuti kegiatan UKM dan memilih untuk berkegiatan lain. Sehingga,
masih ada mahasiswa yang tidak benar-benar memahami nilai kesadaran berbangsa dan
bernegara yang tercermin dalam tindakan acuh kepada kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler
yang disediakan oleh lembaga. Sedangkan, tujuan dan standar dari keikutsetaan
mahasiswa dalam UKM serta dari penerapan nilai sadar berbangsa bernegara pada
mahasiswa yang mengikuti UKM sudah cukup terwujud. Hal ini dibuktikan dengan
mahasiswa anggota UKM memahami nilai kesadaran berbangsa dan bernegara dan telah
melakukan berbagai wujud implementasinya di kehidupan masing-masing. Mahasiswa
anggota UKM menyadari bahwa dengan mengikuti UKM, mahasiswa mampu melatih
toleransi guna mencegah disintegrasi bangsa. Pentingnya menetapkan tujuan dan
standar dalam mendukung keberhasilan sebuah implementasi kebijakan sebagaimana
pendapat Winarno (2007) bahwa dalam melakukan studi implementasi, tujuan-tujuan
dan sasaran-sasaran suatu program yang akan dilaksanakan harus diidentifikasi dan
diukur karena implementasi tidak dapat berhasil atau mengalami kegagalan bila tujuan-
tujuan itu tidak di pertimbangkan. Meskipun, kewajiban mengikuti UKM belum
menjadi sebuah kebijakan tertulis, tetapi sebagian mahasiswa telah paham dan sadar
bahwa kewajiban tersebut harus dijalankan.
Jika dilihat melalui sumber daya dalam mendukung kebijakan mengikuti Unit
Kegiatan Mahasiswa belum cukup mendukung. Sehingga mahasiswa merasa percuma
jika mengikuti UKM yang tidak memiliki fasilitas. Hal tersebut dapat terlihat dari masih
kurangnya partisipasi mahasiswa untuk mengikuti UKM karena menganggap UKM
hanya membuang waktu (Saudah, 2018). Mahasiswa hanya mengisi lembar persyaratan
yang kemudian diberikan kepada Universitas tanpa melaksanakan apa yang telah
mereka daftarkan. Banyaknya mahasiswa yang tidak mengikuti UKM dikarenakan
kurangnya ketegasan lembaga dalam implementasi kebijakan ini. Lembaga masih belum
memberikan batas-batas yang tegas untuk mahasiswa dalam proses penanaman nilai
kesadaran berbangsa dan bernegara dengan mengikuti UKM yang ada. Kurangnya
ketegasan dari lembaga menjadikan sebagian mahasiswa merasa tidak penting dalam
mengikuti UKM sehingga sebagian mahasiswa tidak mengimplementasikan nilai

64 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Implementasi Nilai Kesadaran Berbangsa dan Bernegara

kesadaran berbangsa dan bernegara. Lembaga hanya mencantumkan bahwa mahasiswa


baru wajib memilih minimal satu UKM pada pendaftaran mahasiswa baru. Setelah
mahasiswa baru masuk, lembaga tidak melakukan pemantauan pada UKM-UKM yang
ada. Sehingga mahasiswa bisa untuk tidak mengikuti kegiatan UKM pada hari-hari
selanjutnya. Penerapan nilai sadar berbangsa dan bernegara hanya sebatas pada
mahasiswa yang benar-benar mengikuti UKM. Padahal, menurut Agustino (2006)
manusia merupakan sumberdaya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan
proses implementasi. Keberhasilan dari sebuah kebijakan akan sulit terwujud apabila
sumber daya manusia yang ada tidak memiliki kompetensi dan kapabilitas. Selain,
sumber daya manusia terdapat sumber daya berupa fasilitas hingga dana yang tidak
kalah penting untuk mendukung keberhasilan sebuah kebijakan. Walaupun, beberapa
UKM masih belum mendapatkan fasilitas yang memadai, namun fasilitas sebagian
besar UKM telah cukup memadai. Dibuktikan dari tersedianya sekretariat, alat-alat
penunjuang UKM, dan lainnya. Kemudian, terdapat sumber daya dana yang diberikan
oleh pihak lembaga berupa memberikan pembiayaan dalam mendukung kegiatan-
kegiatan dari UKM yang bersifat kreatif dan membangun penerapan nilai kesadaran
berbangsa dan bernegara.
Komunikasi dan koordinasi antar sesama UKM maupun antara UKM dengan
pihak lembaga terjalin cukup baik dan hal tersebut sangat mendukung keberhasilan
implementasi. Komunikasi dan koordinasi antar sesama UKM dapat berjalan dengan
baik dengan adanya koordinator UKM. Sedangkan, komunikasi dan koordinasi dengan
pihak lembaga dihubungkan melalui penanggung jawab UKM yang ada, yaitu Bapak
Mar. Dengan begitu setiap komunikasi dan koordinasi dapat langsung tersampaikan
melalui koordinator dan penanggung jawab UKM tersebut. Hal tersebut terlihat dari
keterlibatan masing-masing pihak pada setiap penyelenggaraan sebuah kegiatan, baik
kegiatan dari pihak lembaga, maupun dari sesama UKM. Komunikasi dan koordinasi
yang terjalin dengan baik juga mendukung keikutsetaan mahasiswa yang terlihat dari
penyelenggaraan bazar dan unjuk gelar UKM. Dalam acara tersebut semua mahasiswa
berkesempatan untuk dapat mengetahui lebih dalam mengenai UKM-UKM yang ada.
Komunikasi dan koordinasi yang terjalin dalam penerapan nilai sadar berbangsa
bernegara pada mahasiswa yang mengikuti UKM sudah terlaksana dengan baik, dapat
terlihat dari keikutsertaan anggota UKM pada setiap acara kampus maupun acara UKM.
Seperti pendapat Nurcholis (2005) dalam Pitaloka & Wibawani (2019) yang
mengungkapkan bahwa dalam pelaksanaan kebijakan, koordinasi antar organisasi
pelaksana amatlah penting. Dengan adanya koordinasi yang baik, maka perwujudan dari
tujuan dan tindakan akan menjadi jelas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada fokus karakteristik dan dukungan
yang diberikan oleh lembaga dalam kebijakan mengikuti UKM sudah cukup
mendukung. Dukungan lembaga terlihat dari adanya UKM yang digunakan sebagai
wadah mahasiswa untuk pembelajaran, mengembangkan potensi sekaligus sebagai
wadah untuk dapat mengimplementasikan nilai kesadaran berbangsa dan bernegara.
Lembaga juga telah memberikan dukungan berupa perhatian kepada masing-masing

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 65


Gedeon Firnandus Ulaan, Nur Aisyah Lusiana dan Kalvin Edo Wahyudi

UKM yang ada melalui dukungan pada setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh masing-
masing UKM, dengan cara memberikan pembiayaan untuk kelancaran kegiatan.
Walaupun, dukungan yang diberikan oleh lembaga dirasa sudah cukup baik, tetapi
dukungan tersebut hanya sebatas teknis dan terdapat beberapa UKM yang diberikan
dukungan penuh oleh pihak lembaga karena sebagai UKM yang mencirikan bela
negara, meliputi Pramuka, Resimen Mahasiswa, dan Pecinta Alam. Selain itu, dukungan
penuh juga diberikan kepada UKM-UKM yang seringkali menyumbangkan prestasi
bagi universitas. Melihat dukungan lembaga dalam meningkatkan keikutsetaan
mahasiswa untuk mengikuti UKM dinilai belum terimplementasi dengan baik, karena
belum adanya ketegasan lembaga pada mahasiswa yang tidak mengikuti kewajiban
mengikuti UKM selama minimal satu semester. Menurut Agustino (2006) kinerja
implementasi kebijakan (publik) akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang
tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya. Maka dari itu, ketegasan pihak
lembaga kepada para mahasiswa harus dibenahi dan ditingkatkan. Dukungan lembaga
dalam meningkatkan keikutsertaan mahasiswa mengikuti UKM hanya melalui
pengadaan unjuk gelar dan bazar untuk menarik minat mahasiswa. Dalam mendukung
penerapan nilai sadar berbangsa bernegara pada mahasiswa yang mengikuti UKM,
bahwa lembaga selalu mendukung berbagai kegiatan yang dilakukan oleh UKM
terutama yang berkaitan dengan nilai tersebut, kreativitas, maupun prestasi melalui
keterlibatan maupun melalui pembiayaan.
Lingkungan eksternal UKM ialah lembaga yang mewadahi UKM-UKM yang
ada. Keadaan lingkungan eksternal UKM dirasakan berbeda oleh anggota dari berbagai
UKM yang ada. Beberapa UKM mengatakan bahwa lembaga cukup memperhatikan
dan mendukung UKM dalam memperoleh prestasi dan penerapan nilai berbangsa dan
bernegara. Namun, beberapa UKM juga merasakan bahwa lembaga tidak memberikan
perhatian secara merata pada seluruh UKM. Artinya ialah lembaga memberikan
perilaku yang berbeda di antara UKM-UKM dengan pertimbangan politis dan
ekonomis. Selain lembaga, pihak tenaga pengajar pun turut andil dalam lingkungan
sosial yang mempengaruhi anggota UKM dalam melakukan kegiatannya di UKM.
Masih adanya tenaga pengajar yang juga acuh kepada mahasiswa yang mengikuti
kegiatan UKM. Hal ini menunjukan bahwa beberapa tenaga pengajar belum memahami
bahwa mahasiswa mengikuti UKM merupakan bentuk implementasi nilai kesadaran
berbangsa dan bernegara. Sehingga tak jarang mahasiswa berselisih paham dengan
tenaga pengajar mengenai perbedaan sudut pandang dan nilai yang dianut. Sikap
intoleran yang diberikan oleh lingkungan eksternal pun ditanggapi positif oleh
mahasiswa anggota UKM. Hal ini menunjukan bahwa mahasiswa anggota UKM
mampu mentoleransi perilaku ketidaktahuan atau ketidakpahaman lingkungan eksternal
terhadap mahasiswa yang mengikuti kegiatan UKM. Inilah proses pembelajaran bagi
mahasiswa bahwa mereka hidup di tengah bangsa yang mudah berselisih paham dan
bagaimana sikap yang harus dilakukan untuk tetap menjaga kesatuan dan persatuan
bangsa.

66 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Implementasi Nilai Kesadaran Berbangsa dan Bernegara

Disposisi atau sikap para pelaksana dinilai dari pemahaman isi dan tujuan
kebijakan, sikap atas kebijakan, dan intensitas sikap. Dilihat dari sisi pemahaman isi dan
tujuan kebijakan mengikuti UKM telah mendapat dukungan dari mahasiswa yang
tergabung sebagai pengurus UKM. Keikutsertaan mahasiswa dalam UKM terkadang
hanya sebatas ikut-ikutan yang menyebabkan keikutsertaan mereka tidak lama. Berbeda
dengan mahasiswa yang mengikuti UKM karena memang ingin mengembangkan
talentanya, karena kesukaan atau lainnya, yang intinya karena didasari oleh minatnya
sendiri akan paham bahwa mengikuti UKM akan memiliki banyak manfaat. Mahasiswa
sebagai pelaksana kebijakan tentu menjadi aktor dalam keberhasilan implementasi
kebijakan tersebut. Kebijakan tersebut juga tidak tepat sasaran jika tidak adanya
pengawasan lebih lanjut dari lembaga terkait implementasi di lapangan. Kebijakan
menjadi hal yang dianggap bias jika tidak adanya dukungan dari tenaga pengajar dan
segenap civitas akademika kepada mahasiswa yang mengikuti UKM. Tak semua
mahasiswa memahami bahwa mengikuti UKM ialah salah satu bentuk implementasi
nilai kesadaran berbangsa dan bernegara. Dimana di dalamnya menjadi proses
pembelajaran bagi mahasiswa dalam menjalankan tak hanya nilai-nilai dari bela negara
melainkan juga tri dharma perguruan tinggi. Hal ini dapat diketahui dari masih adanya
mahasiswa yang tidak mengikuti kegiatan UKM sedari awal. Untuk itu diperlukan
kesadaran bagi mahasiswa yang lain, dukungan dari lingkungan eksternal, serta
pengawasan oleh lembaga dalam implementasinyaa. Penerapan nilai kesadaran
berbangsa dan bernegara sendiri, mahasiswa yang mengikuti UKM sangat paham
bahwa semua mahasiswa dengan keberagamannya masing-masing boleh mengikuti
UKM. Hal tersebut dapat mencapai tujuan dari penerapan kebijakan itu sendiri, yaitu
meningkatkan nilai kesadaran berbangsa dan bernegara. Nantinya, mereka dengan
sendirinya akan melatih rasa toleransi, integrasi dalam UKM. Dilihat dari sikap
terhadap kebijakan, mahasiswa yang mendukung kebijakan belum sepenuhnya
menunjukan sikap dukungan tersebut, meskipun mendukung banyak dari mahasiswa
justru mengabaikan kebijakan mengikuti UKM. Sementara itu, keikutsertaan mahsiswa
dalam UKM dapat dilihat dari keaktifan mahasiswa pada kegiatan-kegiatan yang
diadakan oleh UKM. Meskipun, mahasiswa tersebut termasuk dalam anggota UKM
tidak menjamin mahasiswa bersikap secara aktif mengikuti berbagai kegiatan yang
diselenggarakan oleh UKM. Hal tersebut menyebabkan penerapan nilai kesadaran
berbangsa dan bernegara tidak diterapkan oleh mahasiswa yang mengikuti UKM.
Dilihat dari sisi intensitas sikap atau keseriusan mahasiswa mengenai kebijakan
mengikuti UKM cenderung mendukung kebijakan tersebut. Namun, karena tidak
adanya kebijakan tertulis dari lembaga menyebabkan keseriusan mahasiswa hanya
bertahan sementara. Keseriusan dalam menerapkan nilai kesadaran berbangsa dan
bernegara pada mahasiswa yang mengikuti UKM telah terimplementasi dengan cukup
baik terlihat dari kerja sama antar setiap anggota UKM dalam penyelenggaraan setiap
kegiatannya. Mahasiswa bertindak adil, sama rata, dan tidak membeda-bedakan antara
satu dengan yang lain, bertanggung jawab, inspiratif, jujur dan berdedikasi tinggi
(Gredinand, 2017). Apabila semua komponen mampu melakukan perannya dengan

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 67


Gedeon Firnandus Ulaan, Nur Aisyah Lusiana dan Kalvin Edo Wahyudi

baik, maka mencetak generasi muda yang unggul berkarakter bela negara dapat
terwujud. Sehingga generasi muda calon pemimpin bangsa dapat menjadi pribadi yang
mencintai negara dan bangsanya.

Kesimpulan
Kesimpulan hasil penelitian implementasi nilai kesadaran berbangsa dan
bernegara di Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jawa Timur belum terimplementasi dengan baik, berdasar pada enam variabel yang
mempengaruhi implementasi kebijakan menurut Van Meter dan Van Horn.
Tujuan kebijakan dan standar yang jelas dalam implementasi nilai kesadaran
berbangsa dan bernegara di Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur cukup mendukung implementasi dilihat dari
keikutsertaan mahasiswa pada UKM dan pemahaman mengenai nilai kesadraan
berbangsa dan bernegara. Meskipun, belum adanya kebijakan tertulis mengenai
kewajiban mengikuti UKM.
Sumber daya dalam implementasi nilai kesadaran berbangsa dan bernegara di
Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
belum cukup mendukung. Dilihat dari masih minimnya sarana dan prasarana yang
tersedia sehingga mempengaruhi keikutsertaan mahasiswa dalam UKM.
Kualitas hubungan interorganisasional dalam implementasi nilai kesadaran
berbangsa dan bernegara di Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur sudah cukup mendukung. Hal tersebut dilihat dari
komunikasi dan koordinasi yang terjalin dengan baik antar UKM, maupun antara UKM
dengan pihak lembaga.
Lingkungan politik, sosial, dan ekonomi (eksternal) dalam implementasi nilai
kesadaran berbangsa dan bernegara di Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur belum cukup mendukung dalam
implementasi nilai kesadaran berbangsa dan bernegara di Unit Kegiatan Mahasiswa
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Karena tidak adanya
ketegasan pihak lembaga terhadap para mahasiswa yang tidak mengikuti UKM
Disposisi atas tanggapan atau sikap para pelaksana dalam implementasi nilai
kesadaran berbangsa dan bernegara di Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur menunjukan bahwa para pengurus UKM
merespons positif setiap arahan dari lembaga salah satunya dengan menjadi penerus
kepengurusan di UKM.
Beberapa saran agar implementasi nilai kesadaran berbangsa dan bernegara di
Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
dapat terwujud dengan baik antara lain adalah:
1. Bentuk dukungan lembaga kepada UKM seharusnya dapat bersifat universal kepada
seluruh UKM, seperti pemberian fasilitas sekretariat per UKM sesuai kebutuhan dan
kondisi UKM guna memudahkan UKM dalam kegiatan administrasi, memperbaiki

68 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Implementasi Nilai Kesadaran Berbangsa dan Bernegara

atau menambah fasilitas tempat untuk UKM berkegiatan, seperti GOR dan lapangan
outdoor.
2. Mahasiswa anggota UKM harus lebih aktif dalam melakukan kegiatan yang
mencerminkan nilai-nilai bela negara, khususnya nilai kesadaran berbangsa dan
bernegara.
3. Lembaga juga harus memberikan standar dan penanaman nilai bela negara di seluruh
tenaga kependidikan dan karyawan. Hal ini agar tidak terjadi penolakan terhadap
nilai bela negara di lingkungan kampus dengan membuat peraturan tertulis mengenai
kebijakan mengikuti UKM.

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 69


Gedeon Firnandus Ulaan, Nur Aisyah Lusiana dan Kalvin Edo Wahyudi

BIBLIOGRAFI

Agustino, L. (2006). Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Alfabeta.

Anggara, S. (2014). Kebijakan Publik. CV Pustaka Setia.

Arianto, J. (2017). Pengaruh Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Pramuka terhadap


Pembentukan Karakter Jujur Mahasiswa Universitas Riau. Perspektif Pendidikan
Dan Keguruan, VIII(1), 90–101.

Cahyono. (2018). Dampak Perkembangan Sosial Budaya Terhadap Nasionalisme


Mahasiswa. Pendidikan Kewarganegaraan, 2(1), 39–49.

Danniarti, R. (2017). Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Pendukung Tumbuh


Kembang Wawasan Kebangsaan Pada Mata Pelajaran PPKN di SMP Negeri 7
Palembang. Jurnal Manajemen, Kepemimpinan, Dan Supervisi Pendidikan, 2(2),
187–203.

Fibriana, R. M. (2018). Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pembelajaran Bela


Negara Pada Mahasiswa Universitas Kahuripan Kediri. Pendidikan Kahuripan,
1(1), 1–10.

Gredinand, D. (2017). Penerapan Pendidikan Bela Negara di Perguruan Tinggi. Prodi


Strategi Pertahanan Darat, 3(2), 1–27.

Hidayatullah, M. A. Y., Imron, A., & Bafadal, I. (2018). Perbedaan Motivasi dan
Prestasi Belajar antara Pengurus Harian dan Anggota Unit Kegiatan Mahasiswa
(UKM). Jurnal Administrasi Dan Manajemen Pendidikan, 1(4), 454–466.

Ismawati, E. (2018). Nationalism in Indonesian Literature as Active Learning Material.


International Journal of Active Learning, 3(1), 33–48.

Jannah, R., & Wibawani, S. (2018). Penerapan Nilai-Nilai Cinta Tanah Air di Kalangan
Mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Jurnal
Dinamika Governance FISIP UPN “Veteran” Jatim, 8(2), 129–137.

Jazuli, A. (2016). Pembangunan Pertahanan dan Keamanan demi Penegakan Hukum di


Indonesia: Kewibawaan Suatu Negara. Jurnal Penelitian Hukum De Jure, 16(740),
187–199.

Lestari, G. (2015). Bhinnekha Tunggal Ika: Khasanah Multikultural Indonesia Di


Tengah Kehidupan Sara. Jurnal Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan,
28(1), 31–37.

Mahbubah, R., & Wibawani, S. (2019). Faktor– Faktor yang Mempengaruhi Penerapan
Nilai–Nilai Cinta Tanah Air pada Mahasiswa di Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur. Public Administration Journal, 2(4), 124–135.

70 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Implementasi Nilai Kesadaran Berbangsa dan Bernegara

Mas Anienda Tien F, Eko Wahyudi, G. S. (2013). Perspektif Peran Mahasiswa Dalam
Bela Negara. Perspektif Hukum, 13(1), 20–30.

Pirnuta, O. A. G. (2018). Security Perceived As A Cultural Concept: The American


Political Culture. Journal of Defense Resources Management, 9(2), 75–92.

Pitaloka, A. R., & Wibawani, S. (2019). Implementasi Kebijakan Pembangunan


Karakter Bela Negara Melalui Mata Kuliah Pendidikan Bela Negara di Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Dinamika Governance FISIP UPN
“Veteran” Jatim, 9(1), 69–77.

Rahayu, M., Farida, R., & Apriana, A. (2019). Kesadaran Bela Negara Pada Mahasiswa.
Epigram, 16(2), 175–180.

Saudah, S. (2018). Unit Kegiatan Mahasiswa ( UKM ) Sebagai Salah Satu Upaya
Pengembangan Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi. Conference on
Innovation and Application of Science and Technology (CIASTECH 2018), 237–
244.

Setiawati, D. (2016). Revitalisasi Kesadaran Berbangsa Melalui Pendidikan Berbasis


Multikultural. Jurnal Paradigma, 22(1), 44–58.

Simarmata, P. (2017). Hukum Zona Ekonomi Eksklusif dan Hak Indonesia Menurut
Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1983. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah
Indonesia, 2(2), 108–123.

Sofyan, F. S., & Sundawa, D. (2015). Hubungan Mata Kuliah Pendidikan


Kewarganegaraan dengan Peningkatan Wawasan Kebangsaan dan Semangat
Nasionalisme Mahasiswa. Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, 24(2), 185–208.

Sulistiyono, S. T. (2018). Nasionalisme, Negara-Bangsa, dan Integrasi Nasional


Indonesia: Masih Perlukah? Jurnal Sejarah Citra Lekha, 3(1), 3–12.

Suwartono. (2014). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian. CV Andi Offset.

Winarno, B. (2007). Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Media Pressindo.

Yanti, F., & Jayanti, T. (2018). Rasa Nasionalisme Mahasiswa Pendidikan Sejarah
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau Kepulauan. Cahaya
Pendidikan, 4(2), 2–10.

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 71


Syntax Idea: p–ISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X
Vol. 2, No. 6, Juni 2020

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN CORPORATE SOCIAL


RESPONSIBILITY (CSR) PERUSAHAAN TERHADAP IMAGE
MASYARAKAT SEKITAR (STUDI KASUS PADA PT. INDOCEMENT
TUNGGAL PRAKARSA TBK CIREBON)

Hermansyah
Universitas Swadaya Gunung Jati (UGJ) Cirebon
Email: hermansyah.mpd@yahoo.com

Abstrak
Program Corporate Social Responsibility (CSR) yang dilakukan oleh PT.
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Cirebon berdampak positif bagi masyarakat
sekitarnya, dari dampak tersebut maka PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
Cirebon mempunyai citra yang positif dikalangan masyarakat sekitar. PT
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Cirebon berupaya untuk menjadi perusahaan
yang lebih maju dan memberikan manfaat bagi masyarakat sekitarnya. Tujuan
penelitian adalah untuk menganalisis bagaimana pengaruh CSR terhadap persepsi
Masyarakat di sekitar industri. Penelitian ini menggunakan metode eksplanatory
research atau penjelasan. Berdasarakan hasil penelitian, penerapan program CSR
menurut pendapat masyarakat desa gempol yang menjadi desa binaan PT.
Indocement dapat digambarkan melalui tingkat kepuasan masyarakat desa binaan
atas keberhasilan pengaruh penerapan program CSR yang telah dijalankan, hal ini
dapat didukung dengan skor rata-rata hasil kuisioner pelaksanaan program CSR
PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Cirebon yang tergolong baik sehingga
dengan adanya CSR tersebut dapat diterima baik oleh masyarakat.

Kata kunci: Penerapan, Corporate Social Responsibility (CSR), Image Masyarakat.

Pendahuluan
Tanggung jawab sosial instansi bukan lagi hanya menjadi bentuk Filantropi dari
perusahaan itu semata, namun sekarang tanggung jawab sosial atau yang dimaksud
dengan Corporate Social Responsibility (CSR) sudah menjadi sebuah strategi dalam
berbisnis. Di Indonesia tanggung jawab sosial sudah diwajibkan bagi semua perusahaan
baik dalam negeri maupun luar negeri. Selain melaksanakan kewajiban kepada negara,
tanggung jawab sosialpun dilakukan sebagai suatu strategi bisnis untuk tetap eksis atau
bertahan dalam sebuah persaingan. Sebuah perusahaan melaksanakan tanggung jawab
sosial sehingga respon yang diterima oleh perusahaan yaitu nama baik perusahaan
dimata masyarakat dan konsumen yakni telah memenuhi peraturan negara.
Perusahaan merupakan suatu organisasi ketika sumber daya (input), seperti
bahan baku serta tenaga kerja diproses agar memproduksi barang serta jasa (output)
untuk pelanggan. Suatu perusaan dalam melaksanakan kegiatannya akan berusaha
meraih tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya. Keberhasilan beragam kegiatan di
dalam perusahaan dalam meraih tujuan bukan sekadar tergantung terhadap keunggulan

72
Analisis Pengaruh Penerapan Corporate Social Responsibility (CSR) Perusahaan
Terhadap Image Masyarakat Sekitar

teknologi, dana operasi, fasilitas/infrastruktur yang dimiliki, tetapi juga berkaitan pada
aspek sumber daya manusia (Afriandi, 2017). Garis besar sebuah perusahaan yaitu
untuk memperoleh keuntungan ekonomi secara maksimal dan sedapat mungkin
mencegah kerugian. Perusahaan dapat dikatakan sebagai salah satu penopang atau
penggerak roda pere1konomian nasional. Oleh karena itu perusahaan mempunyai peran
yang sangat penting dalam peningkatan dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Dalam hal ini perusahaan ialah entitas ekonomi yang bertanggung jawab bukan
hanya untuk para shareholder melainkan juga untuk masyarakat luas (Kurniawan, n.d.).
Bisnis yang beroperasi oleh perusahaan tidak hanya berguna bagi pemilik modal saja
tetapi bermanfaat juga untuk masyarakat sekitar maupun bagi masyarakat luas.
Setiap perusahaan akan melakukan berbagai macam kegiatan yang terencana
untuk dapat meningkatkan eksistensi perusahaan dan menjadi perusahaan Good
Bussiness. Salah satunya dengan cara menerapkan kegiatan Corporate Social
Responsibility (CSR). Corporate Social Responsibility (CSR) adalah sebuah konsep
ataupun tindakan yang dilaksanakan oleh instansi sebagai rasa tanggung jawab
perusahaan bagi sosial serta lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berdiri, seperti
melaksanakan suatu aktivitas yang dapat mengeskalasi kesejahteraan masyarakat dan
menjaga lingkungan sekitar, menyerahkan beasiswa bagi anak yang kurang mampu di
daerah itu, dana untuk preservasi prasarana umum, sumbangan untuk membangun
desa/fasilitas masyarakat bersifat sosial serta bermanfaat bagi masyarakat banyak, yaitu
masyarakat yang berada disekitar perusahaan. Corporate Social Responsibility (CSR)
adalah kejadian serta siasat yang dipakai perusahaan untuk menakomodasi keperluan
serta kepentingan stakeholder-nya. Corporate Social Responsibility (CSR) dimulai
ketika era dimana kesadaran terhadap sustainability perusahaan jangka panjang ialah
lebih penting dibandingkan sekadar profitability perusahaan.
Terlebih program Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan salah satu
kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perusahaan sesuai dengan isi pasal 74 Undang-
Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, debut CSR di Tanah Air
semakin menguat. Hal ini disebabkan, UU tersebut menyebutkan secara tegas bahwa
CSR telah menjadi kewajiban perusahaan. Bunyi pasal yang menyebutkan kewajiban
tersebut adalah, “Perseroan Terbatas (PT) yang menjalankan usaha di bidang dan
bersangkutan dengan sumber daya alam menjalankan tanggung jawab sosial &
lingkungan” (Pasal 74 ayat 1).
Tujuan tanggung jawab sosial telah diatur di dalam pasal Pasal 1 butir 3
Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas adalah untuk
meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat bagi perseroan itu
sendiri, komunitas setempat dan masyarakat pada umumnya.
Perdebatan mulai muncul menyangkut besaran biaya dan sanksi. Terlebih UU
PT tidak menyebutkan secara rinci berapa besaran biaya yang harus dikeluarkan
perusahaan untuk CSR serta sanksi bagi yang melanggar. Pada ayat 2, 3, dan 4 hanya
disebutkan bahwa CSR “dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang
pelaksanaanya dilakukan dengan memperhatikan keputusan dan kewajaran”.

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 73


Hermansyah

PT yang tidak melakukan CSR akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan
dan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai CSR ini baru akan diatur
oleh Peraturan Pemerintah, yang hingga kini sepengetahuan penulis, belum dikeluarkan.
Undang-undang No. 40 Tahun 2007 mengatur tentang Corporate Social
Responsibility (CSR), menunjukan bahwa Corporate Social Responsibility (CSR) yang
saat ini dilakukan bukan lagi bersifat sukalera melainkan besifat wajib bagi perusahaan.
Menurut (Binoto, 2012) berasumsi bahwa secara umum Corporate Social
Responsibility (CSR) dibagi menjadi dua bagian yaitu ke dalam perusahaan itu sendiri
(internal), misalnya bagi pegawai serta ke luar lingkungan perusahaan (eksternal),
misalnya penyedia lapangan pekerjaan untuk masyarakat, pengeskalasian kesejahteraan
masyarakat serta melindungi lingkungan untuk generasi di masa mendatang.
Tujuan Corporate Social Responsibility (CSR) adalah untuk mengeskalasi
kualitas kehidupan serta lingkungan yang berfungsi untuk perusahaan itu sendiri,
komunitas setempat serta masyarakat secara umum. Binoto Nadapdap berasumsi bahwa
ketetapan terkait Corporate Social Responsibility (CSR) dimaksudkan agar mendukung
relasi perusahaan yang serasi, selaras, seimbang, juga sesuai dengan lingkungan, nilai,
norma, serta budaya masyarakat tersebut.
Corporate Social Responsibility (CSR) yang bagi banyak perusahaan dan
pengamat hanya menekankan pada aspek sosial semata, namun demikian pada sebagian
besar literatur sudah bersepakat bahwa CSR mencakup aspek ekonomi, sosial, dan
lingkungan. Tanggung jawab itu menjadi tiga aspek ekonomi, sosial, lingkungan dan
kerap dikenal dengan konsep Triple Bottom Line (Kartini, 2009).
Salah satu perusahaan yang menerapkan Corporate Social Responsibility (CSR)
adalah PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Cirebon merupakan perusahaan yang
berkiprah di bidang penghasil semen. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Cirebon
atau Indocement menjalankan program 5 pilar Corporate Social Responsibility (CSR)
yaitu yang pertama Pendidikan adalah dimana perusahaan PT Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk Cirebon mengadakan program beasiswa sekolah untuk siswa yang tidak
mampu atau siswa yang pandai dalam pelajaran, yang kedua kesehatan yaitu PT
Indocement mengadakan program kesehatan untuk masyarakat setempat guna
mendapatkan pengobatan gratis, yang ke tiga ekonomi jadi PT Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk Cirebon itu memberikan dana kepada desa untuk dipergunakan dalam hal-
hal yang mencakup kebutuhan masyarakat setempat, dan uang tersebut digunakan untuk
membuka usaha seperti home industri di masyarakat sekitar, yang ke empat adalah
sosial budaya, dan yang kelima adalah keamanan serta program pengembangan
masyarakat secara berkelanjutan (Sustainable Development Program/SDP) untuk
mendorong tercapainya masyarakat mandiri.
Program Corporate Social Responsibility (CSR) yang dilakukan oleh PT
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Cirebon berdampak positif bagi masyarakat
sekitarnya, dari dampak tersebut maka PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Cirebon
mempunyai citra yang positif dikalangan masyarakat sekitar. PT Indocement Tunggal

74 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Analisis Pengaruh Penerapan Corporate Social Responsibility (CSR) Perusahaan
Terhadap Image Masyarakat Sekitar

Prakarsa Tbk Cirebon berupaya untuk menjadi perusahaan yang lebih maju dan
memberikan manfaat bagi masyarakat sekitarnya.
Berikut adalah manfaat CSR untuk masyarakat: meningkatnya kesejahteraan
masyarakat sekitar serta kelestarian lingkungan, terdapatnya beasiswa bagi anak yang
kurang mampu didaerah tersebut, meningkatnya pemeliharaan fasilitas umum, adanya
pembangunan desa atau prasarana masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk
masyarakat banyak khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut
berada.
Berikut ialah manfaat CSR untuk perusahaan: meningkatkan representasi
perusahaan, menumbuhkan kolaborasi dengan perusahaan lain, memperkokoh brand
merk perusahaan dipandangan masyarakat, membedakan perusahaan tersebut dengan
para pesainnya, dan memberikan inovasi untuk perusahaan.
Menurut (Wibisono, 2007), penerapan program-program Corporate Social
Responsibility begitu berkaitan terhadap cara tiap-tiap perusahaan mempersepsi arti
ataupun motivasi perusahaan dalam melakukan tanggung jawab sosial perusahaan.
Realitanya, adanya perusahaan yang hanya melihat program-program Corporate Social
Responsibility dari pandangan ekonomi, maka aktivitas itu diartikan menjadi program-
program yang menghabiskan dana perusahaan saja. Namun, adapula perusahaan yang
memandang program-program Corporate Social Responsibility dengan perspektif
goodwill yang mengartikan tiap-tiap aktivitas berorientasi masyarakat yang didanai
instansi menjadi program yang dapat menarik serta menumbuhkan simpati dari
shareholders, investor, masyarakat luas, juga pihak-pihak lain yang berkaitan dalam
aktivitas bisnis perusahaan itu.
PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (selanjutnya disebut PT. Indocement)
merupakan salah satu perusahaan semen terbesar di Indonesia, yang jika didasarkan atas
data prestasi yang telah diraih, maka dapat dikatakan telah melaksanakan CSR dengan
baik. Prestasi terbaru yang diraih oleh PT. Indocement pada bulan oktober 2009 adalah
Peringkat Emas PROPER dari KLH yang dinilai telah melakukan pengelolaan
lingkungan lebih dari dipersyaratkan, dan telah melakukan upaya 3R (Reuse, Recyle,
Recovery), menerapkan sistem pengelolaan lingkungan yang berkesinambungan, serta
melakukan upaya-upaya yang berguna bagi kepentingan masyarakat dalam jangka
panjang.
PT. Indocement melaksanakan program CSR di dua belas desa binaan, salah
satunya adalah Desa Nambo yang memiliki relasi dengan PT. Indocement dalam
kerangka CSR. Hal ini dikarenakan PT. Indocement mendirikan infrastruktur dan
memanfaatkan sumberdaya alam (Quary C) dari Desa Nambo, sehingga masyarakat
Desa Nambo berhak untuk mendapatkan manfaat dari perusahaan (pemberdayaan
masyarakat).
Dalam penelitian ini PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Mengkonsepkan
perusahaannya sebagai perusahaan yang peduli pada lingkungan serta keberlanjutan
lingkungan, yaitu “Green Company”. Konsep diri ini terbentuk tidak saja untuk
memenuhi harapan komunitas dan stakeholder lainnya dimana sebagai perusahaan

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 75


Hermansyah

pertambangan dan industri semen sangat identik dengan pengerusakan alam. Konsep ini
juga merupakan hasil “bercermin” perusahaan yang memiliki etika bisnis sehingga
merancang setiap tindakannya tidak terlepas dari gambarannya dirinnya ini.
Program CSR merupakan program yang mempunyai kepentingan untuk
memperhatikan keuntungan bagi masyarakat banyak dan bukan untuk kepentingan
perusahaan semata. CSR dapat digunakan perusahaan sebagai strategi pencitraan bagi
perusahaan. Tanggung jawab sosial perusahaan dilakukan bagi masyarakat khususnya
masyarakat di sekitar area perusahaan. Bagi perusahaan-perusahaan yang memiliki
usaha cukup dikenal masyarakat luas, bentuk kepedulian sosial sangat diharapkan oleh
masyarakat, pada dasarnya adanya kepedulian perusahaan akan program CSR sangat
diperlukan demi terjaganya hubungan baik antara perusahaan dengan masyarakat di
sekitar lingkungan perusahaan.
Salah satu contoh yang sudah menerapkan CSR yaitu PT. indocement Tunggal
Prakarsa Tbk Cirebon yang lebih dikenal sebagai PT. Indocement Tbk, merupakan salah
satu produsen Semen. PT. Indocement memproduksi semen yang dihasilkan dari batu
kapur dan pasir 90% dari bahan baku pembuatan semen dan diolah difasilitas
penambangan dan pengolahan terpadu yang terletak di daerah Gempol Palimanan.
Corporate Social Responsibility (CSR) yang dilakukan PT Indocement untuk
masyarakat sekitar sudah diterapkan dengan baik yaitu memberikan santunan dana
berupa materil setiap satu tahun sekali kepada masyarakat yang ada didaerah sekitar PT
Indocement, adapun masalah yang dilakukan oknum yang tidak bertanggung jawab
dalam melakukan pembagian dana yang tidak merata misalkan orang yang mampu itu
mendapatkan dana sedangkan orang yang tidak mampu tidak mendapatkan dana
tersebut, agar tidak terjadi ketimpangan dan tidak sesuai dengan harapan masyarakat,
maka salah satu orang dari perusahaan tersebut ikut serta membagikan dana secara
merata dan tepat sasaran, kemudian dana itu digunakan masyarakat untuk memenuhi
kebutuhannya.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa
penelitian ini berjudul “Analisis Pengaruh Penerapan Corporate Social Responsibility
(CSR) Perusahaan Terhadap Image Masyarakat Sekitar (Studi Kasus Pada PT
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Cirebon).

Metode Penelitian
Suatu penelitian diperlukan adanya desain penelitian. Desain penelitian ini
berfungsi membantu jalannya penelitian agar berjalan secara sistematis. Desain
penelitian dapat diartikan sebagai rancangan atau gambaran penelitian, hal ini sangat
penting karena desain penelitian dapat berfungsi sebagai arahan yang dapat membantu
pelaksanaan penelitian. Menurut (Arikunto, 2010) menyatakan bahwa “desain penelitian
adalah rencana atau rancangan yang dibuat oleh peneliti, sebagai ancar-ancar kegiatan,
yang akan dilaksanakan”. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode
eksplanatory research atau penelitian penjelasan. Menurut (Singarimbun & Effendi,
1982), eksplanatory research merupakan penelitian yang menjelaskan hubungan kausal

76 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Analisis Pengaruh Penerapan Corporate Social Responsibility (CSR) Perusahaan
Terhadap Image Masyarakat Sekitar

antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis. Penelitian eksplanatori digunakan


untuk mendapatkan gambaran mengenai pengaruh antara variabel CSR terhadap
variabel citra perusahaan.
populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalahDesa Binaan PT.
Indocement yangberada di Desa Gempol Kecamatan Gempol Kabupaten Cirebon.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik teknik probability
samplingkarena semua unsur/anggota populasi memiliki kemungkinan yang sama untuk
dipilih menjadi anggota sampel. Sedangkan metode pengambilan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah simple random sampling.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini dengan
menggunakan rumus Slavin yang dikutip dalam bukunya (Riduwan, 2015), adalah
sebagai berikut:
Dimana: n = Jumlah sampel
N = Jumlah Populasi
= Presisi yang ditetapkan

Diketahui jumlah populasi keseluruhan masyarakat desa Gempol sejumlah N=


3.439 dan tingkat presisiyang ditetapkan sebesar = 10%.
Berdasarkan rumus tersebut, diperoleh jumlah sampel (n) untuk masyarakat
Desa Gempol adalah:
n

3439.0,01+1
3439+1

Jadi sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 97 responden, dimana
jumlah keseluruhan populasi tersebut didapat dari masyarakat yang ada di Desa
Gempol. Untuk itu sampel ini akan disebarkan kepada masyarakat yang berada di Desa
Gempol. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari sumber data
primer dan sumber data sekunder.

Hasil dan Pembahasan


A. Analisis Data
1. Pengaruh Corporate Social Responsibility (CSR)
Berdasarkan rumusan masalah nomor satu, mengenai Bagaimana
Pelaksanaan CSR PT. Indocement Tunggal Prakarsa maka implikasi penelitian
analisis pengaruh penerapan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan
dibagi menjadi beberapa program, seperti tabel dibawah;

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 77


Hermansyah

Tabel 1
Pengaruh Corporate Social Responsibility (CSR)
Realisasi Jumlah
Realisasi Dana
Program
Pilar
2011 2012 2013
2011 2012 2013
(Milyar) (Milyar) (Milyar)
Pendidikan 0.6 0.7 0.3 56 102 52
Kesehatan 0.2 0.2 0.1 48 40 17
Ekonomi 0.2 0.4 0 10 25 4
Sosbudagor 1 1.1 0.1 34 79 20
Keamanan 0.3 0.4 0.2 12 12 15
SDP 0.9 1 0.5 30 59 28
Total 3.2 3.8 1.2 190 317 136

Menurut narasumber hasil interview dengan orang terkait mengenai dunia


pendidikan di sekitar masyarakat.

“lingkungan di masyarakat sekitar perusahaan minim dengan fasilitas


pendidikan yang layak dan sebagai perusahaan besar yang berdiri ditengah
peradaban penduduk, sudah seharusnya perusahaan memberikan bantuan
yang konkrit dan membantu menaikan sdm masyarakat sekitar”

Berdasarkan jawaban diatas, narasumber mengatakan bahwa sebuah


perusahaan besar harus mampu mengembangkan orang-orang yang disekitarnya
sejak dini, dan sadar betul bahwasanya pendidikan itu adalah penting.
Selanjutnya ketika ditanya mengenai kesehatan.

“Perusahaan kami terbilang mengeluarkan limbah yang cukup banyak dan


agak sedikit berbahaya, oleh karena itu kami berusaha untuk menyokong
kesehatan masyarakat sekitar dengan berbagai bantuan dan program bagi
yang terkena ataupun tidak terkena imbas dari limbah hasil perusahaan,
namun dari kami sendiri, berusaha keras untuk meminimalisir hasil limbah
perusahaan agar tidak berbahaya”

Berdasarkan Jawaban diatas, narasumber mengatakan bahwa


PT.Indocement memang memperhatikan kesehatan masyarakat dengan serius,
menyusul hasil limbah yang dihasilkan PT. Indocement yang banyak, tapi mereka
pun berusaha untuk mengurangi limbah tersebut dari tahun ke tahun.
Adapun beberapa program CSR yang dilaksanakan seperti dibawah ini:

78 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Analisis Pengaruh Penerapan Corporate Social Responsibility (CSR) Perusahaan
Terhadap Image Masyarakat Sekitar

2. Program Unggulan
Tabel 2
Data Program Unggulan Pemberderdayaan CSR
No Kegiatan Satuan Tahun
Jan-Jun
2011 2012
2013
1 Sekolah Magang Indocement orang 73 86 49
Pembinaan seni & budaya
2 Jenis 3 4 4
(jenis)
3 Pembinaan olah raga (cabang) cabang 2 4 4
Perbaikan rumah tidak layak
4 orang 12 12 8
huni (Rutilahu)
5 Perbaikan gizi buruk (balita) balita 7 7 31
Inkubator ternak domba
6 orang 9 9 13
(orang)
7 Pertanian terpadu (petani) petani 6 8 6
Pengolahan sampah - biomas
8 Ton 338 339 200
+ kompos (ton)
Kunjungan puskesmas
9 pasien 10,261 8,566 3,984
keliling (orang)
Kunjungan Wisata Banyu
10 orang 9,037 7,534 7,871
Panas (orang)

Beberapa unggulan program pemberdayaan adalah sbb :

Tabel 3
Rekapitulasi Perkembangan UMKM Tahap 1-VII
Jumlah
Jumlah (Riil)
(Transaksi)
Tahap Periode
Kredit (Rp) BANK
UMKM Anggota UMKM Anggota
Agustus 2005 -
I 57 385 57 385 745,000,000 BRI
Juli 2008
Januari 2007 -
II 52 396 39 298 675,900,000 BRI
Desember 2008
Desember 2007
III - November 91 645 47 325 1,220,750,000 BRI
2009
Desember 2008
IV - November 89 555 38 231 943,000,000 BRI
2010
Desember 2009
V 44 275 24 154 498,000,000 MANDIRI
- November

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 79


Hermansyah

2010
April 2010 –
V 60 315 7 31 605,000,000 BRI
Maret 2011
Februari 2011 -
VI 20 119 18 109 213,500,000 BRI
Januari 2012
Februari 2012 -
VI 43 305 41 200 442,500,000 MANDIRI
Januari 2013
April 2012 –
VII 20 91 10 45 197,900,000 BRI
Maret 2013
TOTAL 476 3086 281 1778 5,541,550,000

Parameter pendapatan, omzet, asset dan modal merupakan indikator dari


keberhasilan pengembangan usaha UMKM. Sebagai sampel diambil 20% dari
jumlah anggota UMKM lancar 181 anggota dari 41 jenis usaha. Pengembalian
dana bergulir 91%
a. Rumah Tidak Layak Huni (Kelompok Rentan)
Program perbaikan rumah tidak layak huni diselenggarakan di setiap
desa dengan jumlah 2kepala keluarga/desa/tahun. Adapaun tujuan kegiatan ini
adalah membantu mendapatkantempat hunian yang layak dan sehat. Jumlah
rumah tidak layak huni yang telah diperbaiki dari tahun 2010–Juni 2013
mencapai 44 KK.

Sebelum Proses Sesudah


Gambar 1
Rumah Tidak Layak Huni

b. Pembinaan Seni dan Budaya Lokal


Sejak tahun 2010, Indocement telah melakukan pembinaan 4 jenis seni
dan budaya lokal: tari topeng, lukis kaca, rampak gendang dan batik tulis, Pada
bulan April 2012 tim tari topeng berhasil meraih juara I Tingkat Kabupaten
Cirebon dalam rangka Pelestarian Seni Budaya Daerah.

Tari topeng Lukis kaca Batik tulis Rampak gendang


Gambar 2
Pembinaan Seni dan Budaya Lokal

80 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Analisis Pengaruh Penerapan Corporate Social Responsibility (CSR) Perusahaan
Terhadap Image Masyarakat Sekitar

c. Program Magang Indocement


Tujuan meningkatkan ketrampilan para peserta pada bidang yang
diminati sehingga dapat menjadi bekal dalam memasuki dunia kerja atau
wirausaha dengan jenis pelatihan agrbisnis, otomotif, las listrik, alat berat,
batako dan menjah.
Tabel 4
Addisionialitas Program
Data Addisionialitas Program Pemberderdayaan CSR
Tahun
Jan-
No Kegiatan Satuan Jun
2011 2012
201
3
1 Batik Tulis Pewarna Alam
Ciwaringin
- Pembentukan kelompok kelompo 6 8 8
(UMKM) k
- Produksi bersih Unit 0 0 1
- Pembentukan Koperasi Unit 0 0 1
2 Pengelolaan Sampah Mandiri
Ramah Lingkungan Desa Cupang
- Lubang resapan biopori Unit 0 0 100
- Tempat pemilahan sampah Unit 0 0 120
rumah tangga
- Tempat pembuangan sampah Unit 0 0 1
sementara (TPS)
- Anggota bank sampah (KK) Orang 0 0 39
3 Persiapan menuju Sekolah
Adiwiyata SMPN I Gempol
- Lubang resapan biopori Unit 0 0 100
- Tempat pemilahan sampah Unit 0 0 30
- Tempat pembuangan sampah Unit 0 0 1
sementara (TPS)
- Nursery Unit 0 0 1
- Kolam ikan Unit 0 0 3
- Penanaman tanaman obat Jenis 0 0 7
keluarga
- Penanaman pohon Bibit 0 0 200
Sumber: www.indocement.co.id

Menurut Data diatas hasil Interview, Kajian Pustaka, dan Observasi.


Penulis dapat menyimpulkan bahwa pelaksanaan Corporate Social
Responsibility (CSR) PT. Indocement sudah dilakukan sebagaimana
seharusnya, dengan penggunaan dana yang transparan dan pengalokasian yang

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 81


Hermansyah

merata, mereka mampu menaikan image masyarakat sekitar perusahaan dengan


baik melalui berbagai program unggulan yang mereka buat.
3. Wujud Peradaban Masyarakat Sekitar Perusahaan Sebelum dan Sesudah
Munculnya Program CSR
Tabel 5
Kuisioner
Pernyataan Sesudah
No Pernyataan Ya Tidak Tidak Ya Tidak Tidak
Tahu Tahu
1 Kehidupan masyarakat
sudah sejahtera
2 Sekolah fasilitasnya
lengkap
3 Struktur bangunan
sekolah sudah bagus
4 Sistem pendukung
pertanian masyarakat
memadai
5 Pemberian modal usaha
sudah merata dan
terorganisir
6 Sudah adakah bentuk
dari pengembangan
usaha tani
7 Kebutuhan masyarakat
tentang keseharian
mudah diakses dan
terpenuhi
8 Sudah adanya aksi
sosial di tengah
masyarakat
9 Pemukiman penduduk
sudah layak huni
10 Sudah adanya pelatihan
untuk pengembangan
sumber daya manusia di
tiap Desa

Untuk menjawab rumusan masalah nomor dua, Penulis menggunakan


kuisioner berupa beberapa pernyataan yang dapat di pilih oleh responden,
Random Sample digunakan oleh Penulis untuk menjaga kenaturalan isi data.
Poin-poin kuisioner yang akan diberikan adalah sebagai berikut;

82 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Analisis Pengaruh Penerapan Corporate Social Responsibility (CSR) Perusahaan
Terhadap Image Masyarakat Sekitar

Tabel 6
Hasil kuisioner dari 50 Responden acak.
Sebelum Sesudah
No Pernyataan Tidak Tidak
Ya Tidak Ya Tidak
Tahu Tahu
Kehidupan masyarakat sudah
1 21 9 20 36 4 10
sejahtera
2 Sekolah fasilitasnya lengkap 5 7 38 45 5 0
Struktur bangunan sekolah
3 0 6 44 50 0 0
sudah bagus
Sistem pendukung pertanian
4 3 13 34 37 13 0
masyarakat memadai
Pemberian modal usaha
5 20 1 19 26 0 14
sudah merata dan terorganisir
Sudah adakah bentuk dari
6 11 10 29 22 10 18
pengembangan usaha tani
Kebutuhan masyarakat
7 tentang kesehatan mudah 0 4 46 37 0 13
diakses dan terpenuhi
Sudah adanya aksi sosial di
8 22 2 26 44 2 4
tengah masyarakat
Pemukiman penduduk sudah
9 4 1 45 50 0 0
layak huni
Sudah adanya pelatihan untuk
10 pengembangan sumber daya 2 1 47 46 1 3
manusia di tiap Desa

Menurut hasil kuisioner diatas, pada poin pertama. Kehidupan masyarakat


sekitar perusahaan sebelum munculnya program CSR sudah bisa terbilang cukup
sejahtera terbukti dengan jumlah responden yang mengatakan ya sebanyak 21
suara, dan hanya 20 suara yang mengatakan tidak sedangkan sisanya tidak tahu
sebanyak 9 suara, Penulis menyimpulkan bahwa masyarakat menyatakan bahwa
mereka sudah sejahtera sebelum munculnya CSR dikarenakan mayoritas dari
mata pencaharian mereka adalah wiraswasta dan bertani, sehingga mereka tidak
memiliki standar yang bisa dikatakan sejahtera, dan ketika program CSR berjalan,
sebanyak 36 suara mengatakan mereka sejahtera. Nilai tersebut terbilang
berkembang dikarenakan masyarakat sekitar saat ini mampu mengukur standar
kesejahteraan sebuah keluarga.
Pada poin kedua dan ketiga, berkaitan dengan pendidikan di masyarakat
sekita perusahaan. Secara keseluruhan, Sarana dan Prasarana sekolah sebelum
adanya program CSR masih belum layak ataupun memadai pendidikan peserta
didik di masyarakat sekitar, ini terbukti dengan 38 suara yang mengatakan
fasilitas sekolah belum lengkap dan 44 suara yang mengatakan bangunan sekolah
belum dikatakan berstandar layak. Banyaknya kelas yang bocor dan alat praktek

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 83


Hermansyah

serta komputer yang belum memadai, menghambat siswa untuk belajar


mengembangkan ilmu teori yang diterima, ujar salah satu guru yang bertempat
tinggal di dekat perusahaan. Tapi setelah program CSR berjalan, tahap demi tahap
fasilitas pendidikan disekitar perusahaan menjadi lebih baik dan layak untuk
menyokong masa depan putra-putri masa depan bangsa.
Untuk poin keempat, kelima dan keenam, dimana berkaitan dengan
Ekonomi dan Mata Pencaharian Masyarakat. Sebagian masyarakat sekitar sudah
menjadi wirausaha sejak lama dan petani pun sudah mandiri sejak lama, hanya
saja ketika disinggung mengenai sistem pendukung pertanian dan pembagian
modal usaha, masyarakat nampaknya belum merasakan sentuhan modernisasi dan
masih bekerja secara tradisional. Hal ini terlihat sebanyak 39 suara berkata sistem
pertanian belum memadai dan 29 suara mengatakan belum adanya pengembangan
usaha tani, sedangkan dalam pemberian modal usaha bagi usahawan pemula,
sebanyak 20 suara mengatakan pembagian modal sudah terorganisir dan 19
mengatakan belum terorganisir, adanya setengah suara yang berlawanan membuat
penulis beranggapan bahwa pembagian modal tidak merata walaupun dikatakan
terorganisir, untuk mengatasi problem yang muncul di kehidupan ekonomi
masyarakat CSR membuat program yang diperuntukan untuk menyejahterakan
masyarakat sekitar, dan terbukti mayoritas masyarakat sekitar puas dengan
program CSR PT. Indocement.
Untuk poin ketujuh, dan kedelapan adalah mengenai kesadaran masyarakat
tentang kesehatan. Kesehatan masyarakat menjadi sorotan utama di poin ini,
karena sebelum adanya CSR, masyarakat merasa kesulitan mengakses instansi
kesehatan seperti puskesmas ataupun apotek, dikarenakan jarak dan jalur yang
jauh dan berlubang. Hal ini dibuktikan dengan 46 suara yang mengatakan
kesulitan mengakses, disatu sisi lain, sudah adanya penyuluhan kesehatan seperti
imunisasi dan lainnya dari puskesmas terdekat ke desa menjadi satu hal yang
melegakan, dibuktikan dengan 22 suara yang mengatakannya. Setelah Program
CSR terbit, akses ke puskesmas bertahap menjadi mudah diakses dan aksi sosial
seperti penyuluhan lebih sering dan terjadwal agar kesehatan masyarakat
termonitor dengan baik.
Untuk poin kesembilan dan kesepuluh adalah mengenai sosial dan SDM
masayarakat. Kehidupan masyarakat disekitar PT. Indocement sebelum muncul
CSR dapat terbilang kurang, hal ini dinyatakan oleh 45 suara yang berkata bahwa
hunian warga kurang layak dan tidak adanya pelatihan untuk pengembangan SDM
masyarakat sebanyak 47 suara yang setuju. Setelah CSR dicanangkan, hunian
warga secara berkala diperbaiki dan diadakannya pelatihan dan kursus untuk
meningkatkan mutu hidup dan SDM masyarakat agar lebih cerdas.

84 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Analisis Pengaruh Penerapan Corporate Social Responsibility (CSR) Perusahaan
Terhadap Image Masyarakat Sekitar

Kesimpulan
Pelaksanaan CSR amat sangat membantu masyarakat dalam mengembangkan
kesejahteraan dan pengembangan SDM masyarakat sekitar. Berdasarakan hasil
penelitian, penerapan program CSR menurut pendapat masyarakat desa gempol yang
menjadi desa binaan PT. Indocement dapat digambarkan melalui tingkat kepuasan
masyarakat desa binaan atas keberhasilan pengaruh penerapan program CSR yang telah
dijalankan, hal ini dapat didukung dengan skor rata-rata hasil kuisioner pelaksanaan
program CSR PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Cirebon yang tergolong baik
sehingga dengan adanya CSR tersebut dapat diterima baik oleh masyarakat.

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 85


Hermansyah

BIBLIOGRAFI

Afriandi, Suhendra. (2017). Meningkatkan Produktivitas Kerja Di Perusahaan Jasa


Survey. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(2), 133–143.

Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Pendidikan Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta: Rineka Cipta.

Binoto, Nadapdap. (2012). Hukum Perseroan Terbatas. Permata Aksara, Jakarta.

Kartini, Dwi. (2009). Corporate social responsibility: transformasi konsep


sustainability management dan implementasi di Indonesia. Refika Aditama.

Kurniawan, Chandra. (n.d.). Studi Tentang Penerapan dan Pelaporan Corporate Social
Responsibility (CSR) pada PT. Semen Gresik (Persero) Tbk.

Riduwan. (2015). Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Singarimbun, Masri, & Effendi, Sofian. (1982). Metode penelitian survai.

Wibisono, Yusuf. (2007). Membedah konsep & aplikasi CSR: corporate social
responsibility. Fascho Pub.

86 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Syntax Idea: p–ISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X
Vol. 2, No. 6, Juni 2020

PENGEMBANGAN KARIR DAN INTENSI TURNOVER KARYAWAN


MILLENIAL DI PT TEY YOGYAKARTA

Irma Suwaning Dyastuti dan Sarsono


Universitas Mercubuana Yogyakarta
Email: irma.widyastuty@gmail.com dan sarsono41@gmail.com

Abstrak
Dibalik potensi sumber daya manusia yang dimiliki, perusahaan di indonesia
mempunyai acuan untuk mengelola sumber daya manusia khususnya generasi Y
atau milenial. Semakin meningkatnya pertumbuhan dan perkembangan perusahaan
di Indonesia berdampak positif bagi masyarakat dengan semakin meluasnya
peluang kerja sehingga akan mengurangi tingkat pengangguran. Namun hal ini
akan berakibat semakin besar kompetisi antar perusahaan. Hal ini mengakibatkan
perusahaan yang ingin bertahan dalam persaingan menuntut karyawannya untuk
bisa memberikan kontribusi maksimal untuk perusahaan tempatnya bekerja.
Permasalahan terbesar Perusahaan-perusahaan masa sekarang ialah bagaimana
cara menjaga, mempertahankan serta menekan intensi turnover. Satu diantara
upaya mempertahankan karyawan yakni perusahaan harus memperhatikan
pengembangan karir bagi setiap karyawannya, terutama untuk karyawan generasi
milenial yang mempunyai kinerja yang baik. Terdapat macam-macam persoalan
dalam proses pengembangan karir di perusahaan yang menjadi objek penelitian,
karyawan yang tidak bisa mengembangkan karirnya di perusahaan tempat dia
bekerja, padahal karyawan merasa telah melaksanakan pekerjaannya dengan baik
(sumber karyawan TEY). Metode Penelitian : metode penelitian dalam penelitian
ini ialah metode observasi dan wawancara serta memberikan kuisioner kepada
subjek penelitian, subjek penelitian dalam penelitian ini yakni karyawan generasi
milenial di PT TEY . penelitian dilakukan 29 juni 2019 – 1 juli 2019
Hasil penelitian : hasil penelitian ini memperihatkan yakni pengembangan karir
mempunyai peran penting untuk karyawan.

Kata kunci: karyawan millennials, intensi turnover dan pengembangan karir

Pendahuluan
Sumber daya manusia dipandang sebagai aset perusahaan yang penting, karena
manusia merupakan sumber daya yang dinamis dan selalu dibutuhkan dalam setiap
proses produksi barang maupun jasa (Dessler, 2008). Proses pengembangan SDM
adalah salah satu kunci dari keberhasilan perusahaan. Walaupun sebetulnya banyak
faktor yang bisa meningkatkan daya saing perusahaan, namun pengelolaan sumber daya
manusia adalah bagian dari standar operasional perusahaan jika perusahaannya
menginginkan brandnya meningkat. Banyak hal yang bisa dicapai ketika perusahaan
dapat mengembangkan dan memberdayakan SDM. Misalnya saja pada aspek tujuan
organisasi, pencapaiannya bisa lebih maksimal. Karena dalam tujuan organisasi
melingkupi societal objective (tujuan sosial masyarakat), organizational objective

87
Irma Suwaning Dyastuti dan Sarsono

(tujuan organisasi), functional objective (tujuan fungsional), serta personal objective


(tujuan personal). Dengan demikian pemberdayaan SDM memiliki cakupan yang lebih
luas dalam meningkatkan daya saing perusahaan. Secara keseluruhan perusahaan dapat
bersaing secara baik sehingga menghasilkan produk yang bagus dari segala sisi
(Saridawati, 2018).
Perusahaan harus dapat mempertahankan karyawan selama mungkin, terlebih
bila karyawan tersebut membawa dampak yang positif bagi perusahaan. Harapan
berpindah seseorang berhubungan erat dengan peluang karier, kepuasan gaji, kepuasan
kerja, hubungan kerja, baik lingkungan kerja ataupun beban kerja (Zeffane, 1994).
Mondy menegaskan bahwa manusia adalah sumber daya yang berperan penting
dalam bidang industri serta organisasi, oleh sebab itu pengelolaan sumber daya meliputi
penyediaan tenaga kerja yang bermutu, mempertahankan kualitas dan mengendalikan
biaya ketenagakerjaan. (Mondy, 2008). Disamping sumber daya alam dan sumber daya
modal, sumber daya manusia juga memiliki peran yang penting guna mencapai tujuan
dan kesuksesan perusahaan. Fenomena yang muncul serta sering terjadi dalam
perusahaan ialah jikalau kinerja perusahaan yang sudah baik dapat menjadi rusak atau
bahkan buruk, baik secara tidak lagsung ataupun secara langsung oleh berbagai
kompleknya perilaku karyawan.
Wujudnya dari perilaku itu merupakan keinginan pindah/keluar dari pekerjaan
(turnover intention) karena berbagai macam alasan serta sebab. Beberapa kasus yang
terjadi mendadak karyawan yang paling loyal serta berkompeten di perusahaan secara
tiba-tiba menyatakan keinginannya untuk pindah atau keluar dari pekerjaan. Tentu hal
ini menjadi permasalahan bagi para pengusaha ataupun jajaran manajer sumber daya
manusia (SDM) perusahaan, baik perusahaan kecil ataupun perusahaan besar yang
pernah mengalami karyawannya dengan tiba-tiba mengajukan surat pindah atau keluar
dengan mendadak. Pertanyaan besar yang sering muncul berkaitan dengan hal ini ialah
apakah soal ini semata hanya karena soal uang atau finansial. Kenyataan yang sering
kita lihat dari para pengusaha ataupun manajer sumber daya manusia (SDM) di
perusahaan, terkadang lebih memilih untuk menaikan gaji atau tunjangan untuk
karyawan. Terkadang tak disadari bahwa tidak hanya karena faktor finansial namun
banyak karyawan melakukan pindah atau keluar disebabkan dari faktor-faktor non-
finansial.
Menurut Tower Watson dengan penelitiannya yang pernah dilakukan 2013 silam
di salah satu perusahaan konsultan ternama berbasis di New York Amerika Serikat,
mengatakan 80% karyawan resign atau berhenti dengan alasan berupa non-finansial,
dengan macam-macam bentuk mulai dari hubungan kepada atasan, pelanggan
(customer), antar rekan kerja, tidak ada ruang pengembangan karir bagi karyawan,
suasana atau lingkungan kerja yang kurang mendukung, adanya tantangan baru serta
berbagai alasan lainnya.
Saat ini generasi yang sering menjadi sorotan dalam manajemen sumber daya
manusia (MSDM) adalah generasi Millenial. Menurut (Korn, 2010), terdapat empat
generasi angkatan kerja dalam perusahaan, yaitu: matures yang lahir antara tahun 1920

88 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Pengembangan Karir dan Intensi Turnover Karyawan Millenial

hingga 1939, Boomers lahir tahun 1940 hingga 1959, Xers lahir tahun 1960 hingga
1979 dan Generation Y atau milenial yang lahir tahun 1980 hingga akhir tahun 2000.
Generasi Y terkenal dengan sebutan generasi millenial atau millennium, ungkapan
generasi Y mulai digunakan pada editorial koran besar Amerika Serikat Agustus 1993
silam. Generasi ini banyak memanfaatkan teknologi komunikasi instan misalnya email,
SMS, instant messaging dan media sosial seperti facebook dan twitter, dengan kata lain
generasi Y merupakan generasi yang tumbuh pada era internet booming (Lyons, 2004).
Berdasarkan definisi tersebut bisa ditarik kesimpulan bahwa generasi milenial
merupakan generasi yang lahir diantara tahun 1980-2000 saat terjadi kemajuan
teknologi yang pesat. Apabila dilihat dari kelompok umur, generasi milenial adalah
generasi yang kini berusia kisaran 19–39 tahun.
Dari potensi sumber daya manusia yang mereka miliki, perusahaan di Indonesia
mempunyai tantangan dalam mengelola sumber daya manusia khususnya generasi Y
atau milenial. Tantangan terbesar perusahaan-perusahaan sekarang yakni bagaimana
cara menjaga, mempertahankan serta menekan intensi turnover. Menurut (Zeffane,
1994) turnover intention merupakan kecondongan atau niat karyawan dalam berhenti
bekerja dari pekerjaannya. Intensi merupakan niat atau keinginan yang muncul dalam
diri individu guna melakukan sesuatu, sedangkan turnover ialah berhentinya atau
penarikan diri seseorang karyawan dari tempat bekerja.
Pergantian karyawan adalah persoalan yang penting baik untuk perusahaan
ataupun karyawan. Dari sudut pandang perusahaan, pergantian karyawan bisa
memberikan gambaran berkenaan dengan biaya yang tidak sedikit perihal nilai
perekrutan, pelatihan serta biaya yang sudah dikeluarkan guna mengatasi pergantian
karyawan serta berbagai biaya tidak langsung seperti kehilangan karyawan yang sudah
mengerti tentang berbagai pekerjaan dalam perusahaan tersebut. Dari sudut pandang
karyawan, pergantian karyawan bisa menyebabkan konsekuensi positif ataupun negatif
(Wahyuni, Zaika, & Anwar, 2015).
Faktor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan yaitu pengembangan karir.
menurut (Hani, 2008) mengemukakan bahwa pengembangan karir merupakan upaya-
upaya yang dilakukan pribadi seorang karyawan guna tercapainya suatu rencana karir.
Pada dasarnya pengembangan karir berorientasi dalam perkembangan perusahaan atau
organisasi dalam menjawab tantangan bisnis di masa yang akan datang. Setiap
organisasi harus menerima kenyataan, yakni ekstensinya di masa depan bergantung
pada SDM yang kompetitif, suatu organisasi akan mengalami kemunduran serta
akhirnya bisa tersisih karena ketidakmampuan menghadapi pesaing. Kondisi seperti ini
mengharuskan organisasi untuk melakukan pembinaan karier untuk pekerja, yang harus
dilakukan secara berencana serta berkelanjutan. Dengan kata lain, pembinaan karier
merupakan salah satu kegiatan menejemen SDM, harus dilakukan sebagai kegiatan
formal yang dilaksanakan secara terintegrasi dengan kegiatan SDM yang lain.
Akan tetapi tidak semua perusahaan memikirkan bahwa pengembangan karir
karyawan adalah sesuatu hal yang harus dipikirkan, karena salah satu yang mendasari
kemajuan serta perkembangan perusahaan dipengaruhi oleh pengembangan karir

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 89


Irma Suwaning Dyastuti dan Sarsono

karyawan-karyawannya. Agar pengembangan karir karyawan dapat dipenuhi oleh


perusahaan maka perusahaan harus memiliki personalia yang baik dalam menilai kinerja
karyawannya, sehingga karyawan berlomba-lomba untuk menghasilkan kinerja yang
baik agar bisa mendapatkan reward berupa pengembangan karir.
Dari penelitian awal yang dilakukan dengan mewawancarai beberapa orang
karyawan PT. TEY, ditemukan beberapa faktor yang sedang menjadi isu di dalam
perusahaan yang kemungkinan berpengaruh terhadap besarnya turnover yang terjadi di
PT. TEY. Dari beberapa isu tersebut yang paling menonjol dan yang menimbulkan
ketidakpuasan karyawan yaitu pengembangan karir karyawan.
Adapun tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui apakah pengembangan
karir berperan penting bagi intensi turnover pada karyawan generasi milenial di PT.
TEY

Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT TEY dengan subjek karyawan generasi milenial
sebanyak 95 orang. Metode yang dilakukan adalah dengan metode observasi,
wawancara, dan pengisian kuisioner yang diisi oleh subjek penelitian. Hasil yang
didapat dari kuisioner diubah menjadi bentuk angka-angka kemudian diolah
menggunakan SPSS

Hasil dan Pembahasan


A. Hasil deskriptif data
Tabel 1
Descriptive Statistics
Std.
N Minimum Maximum Mean Deviation Variance
IT 95 51 75 63.16 4.702 22.113
PK 95 55 86 72.55 5.779 33.399
Valid N
95
(listwise)

Analisis statistik deskriptif menunjukan bahwa skor rata-rata intensi


turnover adalah 63,16 dan skor rata-rata pengembangan karir adalah 72,55

90 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Pengembangan Karir dan Intensi Turnover Karyawan Millenial

B. Uji Asumsi
1. Uji Normalitas
Tabel 2
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
IT PK
N 95 95
Normal Parametersa Mean 1.29 9.38
Std. Deviation 0.989 0.989
Most Extreme Absolute .092 .064
Differences Positive .092 .058
Negative -.077 -.064
Kolmogorov-Smirnov Z .897 .627
Asymp. Sig. (2-tailed) .597 .826
a. Test distribution is Normal.

a. Hasil Uji normalitas untuk turnover intention (Y) diperoleh nilai P sebesar
0.597 dinyatakan normal karena nilai p>0,05
b. Hasil Uji normalitas untuk pengembangan karir (x) diperoleh nilai P
sebesar 0.826 dinyatakan normal karena nilai p>0,05

2. Uji Linearitas
Tabel 3
ANOVA Table

Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
IT * Between (Combined) 528.496 24 22.021 .994 .000
PK Groups Linearity 9.778 1 9.778 9.778 .000
Deviation from
518.718 23 22.553 1.018 .000
Linearity
Within Groups 1550.136 70 22.145
Total 2078.632 94

Tabel 4
Measures of Association
Eta
R R Squared Eta
Squared
IT *
-.869 .755 .504 .254
PK

Dari output diatas dapat diketahui bahwa nilai F variabel pengembangan


karir sebesar 9,778 dan nilai (p) sebesar 0,00. Dari data output ini terlihat bahwa

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 91


Irma Suwaning Dyastuti dan Sarsono

tingkat signifikansi pada linearity kurang dari 0,05 (p < 0,05) sehingga dapat
disimpulkan bahwa antara variabel intensi turnover dan pengembangan karir
terdapat hubungan yang linear

C. Uji Hipotesis
Tabel 5
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 6.445 9.294 7.365 .000
PK .856 .085 -.849 .565 .000

Dependent Variable: IT

Pengembangan karir nilai T 0,565 dengan nilai sig. adalah sebesar 0,000.,
maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh pengembangan karir terhadap intensi
turnover secara mandiri atau parsial cukup meyakinkan atau signifikan

Kesimpulan
Dari hasil penelitian tentang pengembangan karir pada karyawan millenial di PT
TEY didapatkan hasil bahwa pengembangan karir berperan penting bagi karyawan.
(Marihot Tua Efendi Hariandja, 2002) mengatakan bila seorang karyawan merasa
pengembangan karirnya terhambat dan tidak berkembang sehingga tujuan karirnya tidak
mungkin dicapainya dalam perusahaan tersebut maka karyawan tersebut mungkin tidak
akan memiliki semangat kerja yang tinggi, tidak termotivasi untuk bekerja, dan bahkan
akan berkeinginan untuk mengundurkan diri atau keluar dari perusahaan.
Pengembangan karir sebagai derajat persepsi karyawan tentang adanya program
perencanaan karir untuk membantu anggotanya mencapai tujuan karir mereka.
Kepercayaan pada organisasi memiliki pengaruh negatif terhadap tunrover intention.
Penelitian dilakukan oleh (Hafiz, Parizade, & Hanafi, 2016) dengan judul pengaruh
pengembangan karir terhadap turnover intention, dengan hasil penelitian ada pengaruh
antara pengembangan karir dengan intensi turnover.

92 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Pengembangan Karir dan Intensi Turnover Karyawan Millenial

BIBLIOGRAFI

Dessler, Garry. (2008). Human Resource Management Edisi Sebelas. Pearson


Education, Inc. New Jersey.

Hafiz, Jauhari, Parizade, Badia, & Hanafi, Agustina. (2016). Pengaruh Pengembangan
Karir Terhadap Keinginan Berpindah (Turnover Intention)(Studi Kasus Pada
Karyawan PT. BFI Finance. Tbk Cabang Palembang). Jembatan: Jurnal Ilmiah
Manajemen, 13(2), 103–112.

Hani, Handoko T. (2008). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, edisi
kedua. Penerbit: BPFE, Yogyakarta.

Korn, Kevin J. Mlodzik. (2010). A second look at generational differences in the


workforce: Implications for HR and talent management. People and Strategy,
33(2), 50.

Lyons, Sean. (2004). An exploration of generational values in life and at work. Carleton
University.

Marihot Tua Efendi Hariandja, Hariandja. (2002). Manajemen sumber daya manusia.
Grasindo.

Mondy, R. Wayne. (2008). SDM Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Kesepuluh.
Penerbit Erlangga, Jakarta.

Saridawati, Saridawati. (2018). Pengelolaan Dan Pengembangan Sumber Daya Manusia


Pada Pt. Atmoni Shamasta Prezki. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 3(9),
107–122.

Wahyuni, Ana Sri, Zaika, Yulvi, & Anwar, Ruslin. (2015). Analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi turnover intention (keinginan berpindah) karyawan pada perusahan
jasa konstruksi. Rekayasa Sipil, 8(2), 89–95.

Zeffane, Rachid M. (1994). Understanding employee turnover: The need for a


contingency approach. International Journal of Manpower.

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 93


Syntax Idea : p–ISSN: 2684-6853 e-ISSN : 2684-883X
Vol. 2, No. 6, Juni 2020

KONSEPSI GEMBALA JEMAAT SEBAGAI MENTOR DALAM


MELENGKAPI VIKARIS MENJADI GEMBALA JEMAAT BARU

Pieter Anggiat Napitupulu


STT STAPIN Majalengka
Email: pieternapitupulu@yahoo.co.id

Abstrak
Salah satu tri tugas gereja adalah pelayanan marturia (kesaksian) yang berujung
dengan membuka jemaat yang baru. Seorang gembala di jemaat yang baru
menjadi penentu maju atau tidaknya pelayanan tersebut. Penempatan vikaris (yang
baru lulus Sarjana Teologi) sebagai gembala jemaat baru tanpa
pendampingan/mentoring dari gembala senior, seringkali mengalami kesulitan
dalam menjalankan tugas tanggungjawabnya khususnya dalam mengembangkan
jemaat tersebut. Dengan demikian betapa pentingnya seorang gembala yang baru
mendapatkan mentoring dari gembala senior demi keberlangsungan dan
pertumbuhan jemaat yang baru.

Kata kunci: Jemaat, gembala, mentoring, vikaris.

Pendahuluan
Agama ialah satu dari sekian unsur terpenting dalam masyarakat karena agama
merupakan pedoman bagi manusia dalam menjalani kehidupan di masyarakat. Sehingga
kebebasan bagi masyarakat untuk beragama harus dihargai, dijamin dan dilindungi
(Lala, 2017). Gereja yang bertumbuh tidak terlepas dari ketekunannya melakukan tugas
marturia (kesaksian) yang merupakan Amanat Agung dari Tuhan Yesus (Mat. 28:19-
20). Pelayanan marturia biasanya akan berujung dengan pembentukan jemaat baru di
satu daerah. Ketika jemaat baru terbentuk, maka akan membutuhkan seorang gembala
untuk memelihara jemaat dan mengarahkan kepada perkembangan selanjutnya.
Lulusan sarjana teologi biasanya ditempatkan sebagai vikaris di dalam suatu
gereja lokal yang kemudian bisa dipromosikan menjadi gembala di suatu jemaat baru.
Jika penempatan sebagai gembala tanpa pendampingan (mentoring) dari gembala
senior, maka bisa jadi akan mengalami banyak kesulitan. Kompleksitas penggembalaan,
dari melakukan tugas-tugas rutin memberi makanan rohani dan pengayoman kepada
jemaat, juga merencanakan perkembangan selanjutnya, merupakan tugas yang tidak
ringan bagi seorang gembala yang baru. Dengan demikian mentoring akan dilakukan
selagi tugas vikariat di suatu gereja, yang kemudian dapat juga berlanjut ketika sudah
menerima pentahbisan sebagai gembala jemaat.
Proses mentoring akan dapat berhasil jika dilaksanakan secara terprogram, di
mana konsep mentoring telah disediakan dengan baku untuk diterapkan kepada vikaris.
Seorang gembala senior tentu terlebih dahulu dilengkapi sebelum mementor vikaris.
Keberhasilan mentoring ini juga tidak terlepas dari kesediaan seorang vikaris mengikuti

94
Konsepsi Gembala Jemaat Sebagai Mentor Dalam Melengkapi Vikaris Menjadi
Gembala Jemaat Baru

dengan tekun proses yang sudah diprogramkan. Dengan menyelenggarakan proses


mentoring secara bertanggung jawab terhadap vikaris, diharapkan akan menghasilkan
lebih banyak jumlah gembala jemaat baru dengan kualitas kepemimpinan yang lebih
baik.

Metode Penelitian
Dalam hal ini peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif literatur yang
berusaha mengeksplorasi prinsip-prinsip mentoring yang diterapkan oleh gembala
kepada vikaris untuk mempersiapkannya menjadi seorang gembala di jemaat yang baru.
Metode deskriftif juga digunakan untuk memberi gambaran tentang jemaat dari
berbagai segi, tugas dan tanggungjawab gembala yang kelak akan diemban vikaris
ketika menjadi gembala ditempat yang baru.

Hasil dan Pembahasan


A. Pengertian Gereja
Kata Inggris untuk gereja adalah church berhubungan dengan kata Scottish
kirk dan kirche dalam bahasa Jerman. Semua istilah ini berasal dari kata Yunani
kuriakon. Bentuk ajektif netral dari kurios (Lord) berarti ‘milik dari Tuhan’ (Saucy,
1974). Kata dalam bahasa Yunani, ekklesia, yang berasal dari kata ek berarti “keluar
dari”, dan kaleo yang berarti “memanggil.” Jadi gereja adalah “suatu kelompok yang
dipanggil keluar.” Ekklesia muncul 114 kali di Perjanjian Baru, 3 kali di Injil, dan
111 kali di surat-surat. Hal ini menolong untuk menyatakan bahwa gereja dimulai
setelah peristiwa kenaikan Yesus ke sorga sebagaimana yang dicatat di Kisah Para
Rasul dan secara khusus dalam doktrin tulisan Paulus.
Namun demikian, kata ekklesia tidak mengindentifikasikan natur dari
kelompok yang dipanggil keluar, kata itu dapat digunakan dalam suatu pengertian
teknis dari gereja Perjanjian Baru, atau kata itu dapat digunakan dalam pengertian
yang non teknis dari grup manapun. Misalnya di Kisah Para Rasul 7:38, kata itu
menunjuk pada jemaat yang terdiri dari orang Israel sebagai ekklesia (diterjemahkan
“jemaat”). Di Kisah Para Rasul 19:32, kata itu menunjuk pada gerakan di Efesus
yang marah pada Paulus (di sini diterjemahkan “jemaat”). Namun demikian,
kebanyakan kata itu digunakan dalam pengertian teknis yang ditujukan pada gereja
Perjanjian Baru, yaitu suatu kelompok orang percaya yang dipanggil keluar dalam
Yesus Kristus.
Penggunaan yang paling umum dari kata gereja di Perjanjian Baru ditujukan
pada sekelompok orang percaya yang diidentifikasi sebagai “gereja lokal,” seperti
gereja di Yerusalem (Kis. 8:1; 11:22), di Asia Kecil (Kis. 16:5), di Roma (Rm. 16:5),
di Korintus (1 Kor. 1:2; 2 Kor. 1:1), di Galatia (Gal. 1:2), di Tesalonika (I Tes. 1:1)
dan di rumah Filemon (Fil: 2). Orang percaya yang mula-mula ini tidak memiliki
gedung khusus untuk bertemu, oleh karena itu mereka berkumpul di rumah-rumah
(Rm. 16:5; Fil: 2). Orang percaya mula-mula berkumpul untuk beribadah (1 Kor.
11:18), persekutuan (Kis. 2:45-46; 4:31), instruksi atau pengajaran (Kis. 2:42, 11:26;

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 95


Pieter Anggiat Napitupulu

I Kor. 4:17), dan untuk pelayanan seperti mengutus misionari (Kis. 13:2; 15:3).
Akibatnya banyak orang terus menerus diselamatkan (Kis. 2:47).
Gereja lokal melihat gereja sebagai orang percaya yang berkumpul di lokasi
tertentu, sedangkan “gereja universal” dipandang sebagai keduanya, pada zaman ini,
dilahirkan dari Roh Allah dan oleh Roh yang sama telah dibaptis ke dalam Tubuh
Kristus (1 Kor. 12:13; I Pet. 1:3; 22-25) (Thiessen, 1979). Kumpulan orang percaya
inilah yang dijanjikan oleh Kristus untuk dibangun (Mat. 16:18) untuk Tubuh inilah
Kristus telah mati (Ef. 5:25) dan Dia adalah Kepala atasnya, dan memberikan arah
kepadanya. (Ef. 1 :22-23; Kol. 1:18). Di Efesus 1:23, gereja disebut sebagai “Tubuh-
Nya.” Hal itu tidak dapat disebut sebagai jemaat lokal, tetapi merupakan badan
universal dari orang percaya (Kol. 1:18). Penekanan khusus dari gereja universal
adalah kesatuannya, baik Yahudi atau non Yahudi, semuanya membentuk suatu
tubuh, dalam kesatuan yang dihasilkan oleh Roh Kudus (Gal. 3:28; Ef. 4:4). “Gereja
universal” kadang-kadang disebut sebagai gereja yang tidak kelihatan dan “gereja
lokal” sebagai gereja yang kelihatan (Milliard, 1965), (meskipun sebagian orang
menyangkali kesetaraan ini). Orang seperti Augustine, Luther dan Calvin semua
mengajarkan perbedaan ini, yang mengatakan bahwa gereja yang tidak kelihatan
menekankan natur yang sempurna, benar dan rohani dari sebuah gereja. Sedangkan
gereja yang kelihatan dikenali sebagai jemaat lokal dan orang-orang yang percaya
dengan ketidaksempurnaannya dan bahkan orang yang tidak percaya dapat menjadi
anggota gereja lokal. Istilah tidak kelihatan juga digunakan untuk
mengidentifikasikan bahwa keanggotaan pastinya tidak dapat diketahui. Dalam
realitasnya, para anggotanya secara keseluruhan dapat dilihat (Saucy, 1974).
B. Mendirikan Gereja Lokal Baru Merupakan Tugas Marturia Gereja
Marturia merupakan salah satu pelayanan gereja yang penting, karena melalui
marturia orang lain dapat mendengar berita tentang Yesus dan percaya kepada-Nya.
Jadi gereja terpanggil bukan untuk mengakui saja tetapi juga untuk menyaksikan
terhadap dunia. Karena Tuhan menghendaki supaya orang lain memperoleh
keselamatan.
Bersaksi merupakan amanat Yesus Kristus kepada gereja yang telah
mengakuinya sebagai Tuhan, walaupun pada awal hidup gereja (gereja Perjanjian
Baru) dunia dilihat terutama sebagai sesuatu yang harus dihindari. (SJ, n.d.). (Baar,
1983) mengatakan: ”Gerejalah yang diharuskan berbicara berhadapan dengan situasi
modern.” Gereja percaya tentang Dia dan memuliakan-Nya kepada dunia, baik
melalui nyanyian pujian, melalui doa, pengucapan syukur, pengenalan Alkitab,
kebaktian koor dan pemberitaan Injil.
Injil merupakan pokok gereja dan inti dari pada Injil adalah penyataan tentang
kasih Allah yang menyelamatkan manusia dari kuasa maut. Gereja yang ditempatkan
Allah di tengah-tengah dunia ini harus menjadi saksi hidup. Dengan demikian
rencana Allah dalam dunia ini akan terwujud. Tugas bersaksi akhirnya adalah tugas
semua anggota jemaat kepada semua orang tentang kasih Kristus. (Narromore, 1961)
mengatakan tugas bersaksi itu juga termasuk anak-anak. Kesaksian bukan saja

96 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Konsepsi Gembala Jemaat Sebagai Mentor Dalam Melengkapi Vikaris Menjadi
Gembala Jemaat Baru

melalui perkatan, tetapi juga melalui perbuatan baik di tengah keluarga yang belum
kenal kasih Kristus, yang bukan saja di sini tetapi juga melalui perbuatan baik di
tengah keluarga yang belum kenal kasih Kristus, yang bukan saja di sini tetapi di
manapun juga. Dengan demikian akan memungkinkan gereja bertumbuh.
Dalam misi marturia, di mana banyak jiwa akhirnya percaya kepada Tuhan
Yesus Kristus, perlu diwadahi di suatu tempat yang disebut “gereja lokal.” Dengan
demikian berdirilah gereja lokal yang baru. Pendirian gereja lokal ini biasanya
bertahap. Ada yang dimulai dari ibadah keluarga lebih dahulu. Berkembang menjadi
Pos Penginjilan, kemudian meningkat menjadi Bakal Jemaat, yang akhirnya menjadi
jemaat yang dewasa. Pada tingkat jemaat yang sudah dewasa inilah yang disebut
gereja lokal. Pendirian gereja lokal ini merupakan pewujudan tugas marturia gereja.
Pada proses pendirian gereja lokal ini, disinilah fungsi gembala jemaat
mementor vikaris untuk dipersiapkan menjadi gembala di jemaat lokal yang baru.
Dengan proses waktu yang sudah ditentukan, maka sang vikarispun bisa ditahbiskan
menjadi gembala di gereja lokal yan baru.
C. Gembala Sebagai Mentor Bagi Vikaris.
Ada beberapa kali kata “gembala” ditemui dalam Alkitab, misalnya dalam 1
Samuel 16:11, mengungkapkan bahwa Daud sebelum menjadi raja, bekerja sebagai
gembala. Allah sebagai gembala yang memelihara domba-Nya diceritakan dalam
Mazmur 23. Demikian juga, Yesus Kristus mengkontekstualisasikan diri-Nya
sebagai Gembala yang baik (Yoh. 10:11). (Wongso, 1999) menyebutkan sebutan
gembala pertama kali dipakai oleh Habel (Kej. 4:2). Dalam Yohanes 21:15-16,
Yesus menginstruksikan kepada Petrus untuk menggembalakan domba-domba Allah.
Agar lebih jelas pengertian tentang gembala berdasarkan konteks sosiologi dan
teologis, maka berikut penulis mencoba menjelaskan pengertian gembala secara
singkat dan sederhana menurut Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
Penggembalaan Dalam Perjanjian Lama. Pada umumnya di Timur Tengah
mata pencarian orang adalah beternak, baik ternak sapi, domba, kambing, unta dan
kuda. Bagi orang Timur Tengah pada umumnya dan di kalangan orang Israel pada
khususnya bahwa beternak adalah bagian integral dalam kehidupan masyarakat yang
di dalamnya selalu ada seorang gembala yang memelihara dan menjaga kawanan
domba ternak itu. Konteks ini dialihkan dalam hubungan masyarakat Israel yang
dalam persekutuan masyarakat adalah pembinaan dan pengamanan yang
dilaksanakan oleh seorang pemimpin yang dikonteksualisasikan kepada gembala
dalam kaitannya dengan tugas penggembalaan kawanan ternak. (Baker, 2014)
menyebutkan kata “gembala” dalam konteks Perjanjian Lama berasal dari bahasa
Ibrani “syamar” artinya memelihara, menjaga. Bangsa Israel secara teokratis
digembalakan (dipimpin, dipelihara, diberi petunjuk) oleh Allah langsung.
Dalam konteks bangsa Israel, kata “gembala” dilihat dari sudut pandang
sebagai petunjuk jalan, memberi makan, merawat dan melindungi. Fakta ini tercatat
dalam Yehezkiel pasal 34, yang menyatakan kesetiaan dalam kesempurnaan
pertolongan Tuhan bagi umat-Nya. Gembala dalam arti harafiah menyerukan suatu

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 97


Pieter Anggiat Napitupulu

panggilan tugas yang banyak tuntutannya (Kej. 4:2). Ensiklopedi Alkitab Masa Kini
Jilid I menjelaskan, gembala harus mencari rumput dan air di daerah kering dan
berbatu-batu, harus melindung kawanan domba gembalaannya.
Menurut (Storm, 1988) menjelaskan, memang di negeri Israel pada zaman
Alkitab ditulis dan saat Yesus berada di bumi ini, pekerjaan sebagai gembala adalah
biasa dan sering terlihat. Pengertian gembala menurut konteks Yehezkiel pasal 34
mengacu kepada suatu gambaran tentang Allah adalah pemimpin, penuntun,
pemelihara umat Israel, yang menegur para pemimpin Israel yang tidak
memperhatikan umat Allah, serta tidak bekerja secara professional dalam suatu
tanggung jawab, tetapi hanya memperhatikan kepentingan diri sendiri saja.
Mazmur 23, mengungkapkan pimpinan Tuhan kepada umat manusia
bagaikan pelayanan seorang gembala yang sangat baik dan penuh perhatian, dan
pengertian dengan berkata ,” Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau,
ia membimbing aku ke air yang tenang, ia menyegarkan jiwaku, ia menuntun aku ke
jalan yang benar… Engkau besertaku, menghibur aku, Engkau menyediakan
hidangan bagiku.” Sifat kepemimpinan Tuhan penuh dengan perhatian dan
kepedulian terhadap umat-Nya bagaikan seorang gembala (Ashfield et al., 1994).
Kemudian ditegaskan lebih dalam lagi dalam Yehezkiel 34 yaitu, Aku sendiri akan
menggembalakan domba-domba-Ku dan Aku akan membiarkan mereka berbaring,
demikian firman Tuhan Allah, yang hilang akan Ku cari, yang tersesat akan Ku bawa
pulang, dan yang luka akan Ku balut, yang sakit akan Ku kuatkan serta yang gemuk
dan yang kuat akan Ku lindungi, Aku akan menggembalakan mereka sebagaimana
mestinya.”(Yeh. 34:15-16). Selanjutnya penulis Ensoklopedi Alkitab Masa Kini, jilid
I mengatakan:
“Perjanjian lama berulang-ulang melukiskan Allah sebagai gembala Israel
(Kej. 49:24; Maz. 23:1; 80:2), lemah lembut dalam pengasuhan-Nya (Yes.
40:11), tetapi kadang-kadang membina kawanan domba-Nya dengan
kemarahan-Nya, lalu dengan pengampunan mengumpulkan kembali.” (Yer.
31:10).
Jelas di sini bahwa dalam Perjanjian Lama, Allah memberikan suatu
gambaran dasar tentang pelayanan dan tanggung jawab seorang gembala. Allah
sebagai Gembala sering ditemukan dalam Perjanjian Lama, yang secara langsung
memimpin umat-Nya, sehingga dalam Mazmur 23, Allah disebut sebagai gembala
yang sempurna dan baik. Guthrie menjelaskan, ”Allah sebagai Gembala yang
membaringkan, menuntun, menyegarkan, menyertai, menyediakan hidangan dan
mengurapi.” (Guthrie, 1996).
Penggembalaan Dalam Perjanjian Baru. Dalam pelaksanaan tugas terdapat
dua peranan gembala. Pertama adalah menggembalakan ternak (pemelihara ternak)
dan yang kedua adalah seorang pejabat rohaniah yang mengasuh, membina secara
rohani. Secara rohani dari sudut pandang agama, gembala bersifat ilahi. Selanjutnya
dalam bahasa Inggris disebut “shepherd” atau “herdsman” artinya gembala. Secara
khusus dalam Yohanes 10:11, dijelaskan tentang Yesus sendiri menjadi Gembala.

98 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Konsepsi Gembala Jemaat Sebagai Mentor Dalam Melengkapi Vikaris Menjadi
Gembala Jemaat Baru

Dalam Perjanjian Baru tugas Mesias adalah menjadi gembala bahkan Gembala
Agung (Ibr. 13:30; I Pet. 2:25; 5:4) Hal ini diuraikan secara rinci dalam Yohanes
pasal 10, dan rincinya sepadan dengan Yehezkiel 34. Dalam bahasa Yunani
diterjemahkan dengan kata poimen artinya gembala, gembala kawanan ternak,
sedangkan kata boskon / boske artinya gembala yang memelihara ternak.
Dari beberapa arti dan pengertian gembala di atas, menjadi dasar untuk
menguraikan pengertian gembala secara benar. Menurut (Bons-Storm, 1989), kata
gembala dalam bahasa Latin ialah “pastor” dan dalam bahasa Yunani “Poimen”
oleh sebab itu penggembalaan juga dapat disebut poimenika atau pastoralia. Pelayan
pastoral disebut penggembalaan. Jadi gembala adalah seorang yanag memiliki
kehidupan rohani dan keahlian dalam mendamaikan, serta mengerti keadaan.
Alasstair V. Campbell mengatakan:

“The care of the bereaved inevitably means that the pastor’s craft is to bring
together theology and spirituality with a proper understanding of sociological
and psychological pricinples of growth, development and mental health. In
care for the bereaved of the pastor is required to develop skills in all these
areas, whilst being faithfull to his or her own humanity, limitations and
personal experience of loss and grief.”

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa seorang gembala jemaat


harus dapat melindungi anggotanya dari setiap ancaman dan godaan yang mungkin
datang setiap saat. Berdasarkan beberapa pengertian dari Perjanjian Baru, dapat
dikatakan bahwa Gembala adalah seorang yang rela berkorban memberikan
nyawanya dan menyelamatkan domba-dombanya dari jalan yang tersesat.
William Berclay menjelaskan, ”Yesus adalah gembala yang baik. Dia adalah
Gembala yang bersedia mengorbankan hidup-Nya untuk mencari dan
menyelamatkan domba-Nya yang tersesat (Lukas, n.d.). Dengan demikian pengertian
gembala dalam Perjanjian Baru dapat disimpulkan, bahwa seorang gembala adalah
seorang yang rela berkorban bagi domba-dombanya dalam arti segala sesuatu
diberikan demi domba-dombanya. Dia bersedia memelihara, mengarahkan dan
menuntun domba-dombanya.
Dari prinsip yang nyata dalam pengertian di atas menunjukkan adanya
kesamaan dalam Yehezkiel pasal 34 dan Yohanes pasal 10.
Dalam tugas, seorang gembala bertanggung jawab untuk menuntun,
memimpin dan mengarahkan jemaat kepada Allah, selanjutnya seorang gembala
mengenal dan mengasihi semua dombanya. M. Bons-Storm menyatakan: ”Antara
gembala dan domba ada hubungan yang baik, domba mengenal gembalanya (Yoh.
10:3-5,14) dan gembala mengasihi setiap dombanya. Ingatlah kegembiraan seorang
gembala, yang mencari dan menemukan seekor dombanya yang hilang” (Mat. 16:12-
14), keselamatan domba-domba ada dalam tanggung jawab gembala.

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 99


Pieter Anggiat Napitupulu

D. Rancangan Kode
Pada umumnya vikaris adalah lulusan Sekolah Tinggi Teologi yang
ditempatkan di suatu gereja lokal di bawah pembinaan gembala jemaat yang kelak
akan menjadi pendeta atau gembala jemaat setelah ditahbiskan. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, vikaris artinya pembantu (pengganti) di jabatan pimpinan
gereja (Pendidikan & Kebudayaan, n.d.). Menurut Kamus Istilah Teologi karangan
R Soedarmo, vikaris artinya pengganti (Soedarmono, 1988). Menurut Pedoman
Peraturan Sinode tentang Mahasiswa Teologi dan Vikaris Gereja Kristen Pasundan,
pengertian vikaris adalah lulusan Lembaga Perguruan Tinggi Teologi yang telah
mengikuti proses sebagaimana diatur dalam tata-cara penyiapan vikaris dan oleh
Majelis Pusat Sinode dinyatakan siap untuk memasuki masa vikariat sebagai proses
penyiapan diri memangku jabatan pendeta GKP.
Yosua adalah salah satu contoh positif sebagai tokoh kitab Perjanjian Lama
yang harus menjalani persiapan-persiapan dalam waktu bertahun-tahun. Hal ini
merupakan proses yang juga dialami oleh para pemimpin. Kitab yang lain, misalnya
persiapan Elisa sebagai asisten Elia. Ujian terbesar bagi Yosua adalah dalam
mempersiapkan diri sebagai pemimpin bangsa Israel adalah saat dia diutus sebagai
mata-mata untuk mengintai Tanah Kanaan. Ketika kedua belas mata-mata itu
kembali dari pengintaian mereka, hanya Yosua dan Kaleb yang memiliki pandangan
positif tentang Tanah Kanaan, sama seperti yang Tuhan janjikan. Pengintai-pengintai
lain sangat ketakutan melihat kota yang demikian kuat dengan tentara-tentaranya
yang gagah perkasa dan mereka memasukkan ketakutan mereka ke dalam hati
seluruh bangsa Israel. Tak terelakkan lagi, seluruh bangsa Israel berontak melawan
Musa dan Harun.
Pada waktu itulah kualitas iman Yosua tampak sangat nyata dibanding waktu-
waku sebelumnya. Dia bersama dengan Kaleb, berani menantang Bangsa Israel
dengan berkata :” Negeri yang kami lalui untuk diintai itu adalah luar biasa baiknya.
Jika Tuhan berkenan kepada kita, maka Ia akan membawa kepada kita, suatu negeri
yang berlimpah susu dan madunya. Hanya janganlah memberontak kepada Tuhan,
dan janganlah takut kepada bangsa negeri itu, sebab mereka akan kita telan habis.
Yang melindungi mereka sudah meninggalkan mereka, sedang Tuhan menyertai kita;
janganlah takut kepada mereka.” (Bil. 14:7-9).
Pengalaman Yosua sebagai pengintai memberi pelajaran penting dan berarti
dalam pendidikan yang telah Tuhan persiapkan sendiri selama di padang gurun.
Menurut pandangan Allah, Yosua berhasil mengatasi ujian-ujian yang dialami dan
pada waktu 40 tahun kemudian dia menjadi seorang pemimpin bangsa Israel menuju
ke Tanah Kanaan.
Rasul Paulus menyurati Timotius tentang sebuah rumusan untuk menjadikan
murid Kristus yang juga merupakan sebuah rumusan revolusioner untuk membina
pemimpin.“ Apa yang telah engkau dengar daripadaku di depan banyak saksi,
percayakanlah itu kepada orang-orang yang dapat dipercayai, yang juga cakap

100 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Konsepsi Gembala Jemaat Sebagai Mentor Dalam Melengkapi Vikaris Menjadi
Gembala Jemaat Baru

mengajar orang lain” (Fee, 2011). Jadi, Timotius adalah pembantu Rasul Paulus dan
juga sebagai pemimpin bagi orang-orang yang dapat dipercaya.
E. Tugas Gembala Jemaat Mementor Vikaris
Kata “mentor” dalam kamus yan ditulis Peter Salim diterjemahkan sebagai
penasehat yang bijaksana. Dalam Kamus Bahasa Indonesia secara umum mentor
diterjemahkan sebagai pembimbing atau pengasuh yang biasanya digunakan untuk
membimbing mahasiswa. Jika melihat kembali timbulnya penggunaan istilah mentor,
maka tugas mentor dimaksudkan untuk mendidik, melatih, dan mengembangkan
seseorang untuk memenuhi hak azasinya dan kelak menjadi pemimpin. Istilah
mentor sering juga dihubungkan dengan seseorang yang bertindak sebagai sahabat,
pembimbing, guru, penasehat dan penolong kepada orang yang dipercaya. Dengan
demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa mentor adalah seseorang yang memiliki
potensi untuk menolong orang lain, menjadi orang yang dipercaya demi
pengembangan orang lain untuk mencapai tujuan tertentu, atau seseorang yang
bertanggungjawab akan kemajuan dan keberhasilan orang lain. Maka mentor tidak
pernah bekerja sendiri, karena kata mentor selalu mengarah pada arti penasehat dan
pembimbing. Itu berarti bahwa seseorang mentor selalu berhubungan dengan orang
lain. Gordon F. Shea merumuskan satu definisi mentoring sebagai berikut:
“Suatu hubungan pengembangan yang memperdulikan, menjaga,
menggunakan bersama dan membantu, dimana seseorang menggunakan waktu,
pengetahuan dan upaya untuk meningkatkan pertumbuhan pengetahuan dan keahlian
seseorang , dan tanggap terhadap kebutuhan orang itu dengan cara menyiapkan orang
itu dengan produktivitas yang lebih besar atau keberhasilan di masa depan”
Seorang mentor memiliki pengaruh yang besar untuk mengubah gaya hidup
atau gaya yang bermanfaat bagi orang lain. Hal itu terjadi akibat hubungan secara
pribadi dengan pribadi yang lain yang didalamnya mentor berusaha untuk
menawarkan pengetahuan, pemahaman yang mendalam, memaparkan suatu
perspektif atau kebijakan yang dapat membantu orang lain untuk mengembangkan
diri. Paul Stanley dan Robert Clinton mengatakan bahwa mentor sebagai
pembimbing adalah suatu dinamika posistif yang memungkinkan manusia untuk
mengembangkan potensi.
Pembimbingan yang dimaksud adalah suatu pengalaman yang menyangkut
hubungan yang melaluinya seseorang memberikan kemampuan kepada orang lain
dengan cara membagikan keterampilan yang dikaruniakan oleh Allah kepadanya.
Jadi mentor adalah seorang yang memiliki potensi untuk menjadikan
seseorang pembimbing atau penolong bagi orang lain. Hal itu dilaksanakan dengan
sukarela dengan suatu kesadaran bahwa apa yang akan dibagikan kepada orang lain
merupakan pemberian Allah semata.
Kriteria seorang mentor bagi vikaris: Pertama, memiliki karakter kristiani.
Seorang mentor yang memiliki karakter kristiani, akan menjadikan Alkitab sebagai
standar dalam mementor vikaris. Sikap mentor terhadap Alkitab sebagai kebenaran
yang obyektif, absolut dan mutlak seperti tertulis dalam 2 Tim 3:16-17. Bergantung

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 101


Pieter Anggiat Napitupulu

kepada kuasa Roh Kudus (2 Kor.3:5). Berdasarkan kasih Allah yang bersifat
universal, mendorong mentor untuk mengasihi dan membimbing vikaris. Kedua,
memiliki kualitas sebagai Pembimbing. Sebagai seorang mentor, seharusnya
memiliki kerohanian yang sehat. Menurut David Viscott, adapun yang dimaksudkan
dengan kerohanian yang sehat adalah demikian: “Kehidupan yang seimbang, sebab
yang paling merusak kehidupan rohani adalah ketidakseimbangan teologi sama
dengan kebodohan dalam doktrin.
Penerapan yang tidak seimbang akan ajaran-ajaran alkitab akan
mengakibatkan kehidupan Kristen yang tidak seimbang dan penekanan yang
berlebihan soal pengakuan dosa akan mengakibatkan instropeksi yang tidak sehat.
Keseimbangan adalah kunci menuju kehidupan rohani yang praktis dan sehat”
(Viscott, 1992).
Ketiga, memiliki hikmat Ilahi, yaitu suatu kombinasi kemampuan oleh Roh
Kudus, penjernihan pengetahuan oleh firman Allah dan pengenalan akan situasi yang
konkrit (Gunarsa, 1992). Hikmat berarti mengerti situasi dan mengetahui dengan
tepat apa yang harus dilakukan. Keempat, memiliki kemampuan yang positif.
Seorang mentor harus benar-benar menjadi pribadi yang utuh untuk memenuhi
potensi-potensi yang harus dimiliki sebagai seorang pembimbing. Mentor harus
memiliki kemampuan untuk mengenal diri sendiri dan menaruh empati terhadap
vikaris. Kemampuan mengenal diri sendiri menjadi modal untuk mengenal orang
lain. Pengenalan diri mendasar untuk mulai mengasihi sesama, memiliki kepekaan
etis bahkan rela berkorban bagi orang lain. Kelima, dapat dipercaya dan
bertanggungjawab. Mentor harus dapat meyakinkan bahwa informasi yang
disampaikan menjadi rahasia berdua saja. Informasi-informasi pribadi kadang-
kadang dapat merusak reputasi, status dan relasi dengan orang-orang penting dalam
hidup vikaris. Keenam, memahami prinsip dasar mentoring. Mengenal identitas
vikaris yang dimentornya, sehingga memudahkan dia untuk dapat membimbing dan
mengarahkannya. Seorang mentor tidak hanya mengajar, namun yang lebih
mempengaruhi vikaris, adalah membimbing dengan teladan, serta memberi jalan
keluar dalam berbagai persoalan hidup vikaris khususnya dalam melengkapi vikaris
sebagai calon gembala jemaat. Ketujuh, berupaya mengembangkan pengaruh dan
peran kepemimpinan vikaris ke arah efektivitas tinggi.
Tugas seorang mentor, di antaranya sebagai pendorong semangat. Dasar
pemberian motivasi adalah karena adanya titik kelemahan atau potensi yang
terpendam yang tidak pernah dimanfaatkan, sekalipun ada daya untuk
memanfaatkannya. Maka harus diberi dorongan semangat agar termotivasi untuk
mengupayakan potensi yang terpendam, dan dorongan itu selalu diarahkan pada
pengupayaan potensi tersebut. Semakin giat diupayakan potensi yang ada pada diri,
semakin pesat potensi itu berkembang. Demikian Alkitab mencatat tentang
memanfaatkan talenta yang dipercayakan oleh Allah. Motivasi adalah rangsangan
dari dalam yang mengerahkan untuk bertindak dan semakin besar motivasi semakin
kuat rangsangannya (Rush, 1986).

102 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Konsepsi Gembala Jemaat Sebagai Mentor Dalam Melengkapi Vikaris Menjadi
Gembala Jemaat Baru

Motivasi atau dorongan harus mempunyai suatu sasaran dan selalu dipimpin
ke arah suatu tindakan khusus. Suatu tujuan tidak pernah menjadi kenyataan tanpa
adanya tingkat dorongan yang tepat. Maka pada saat memberi dorongan semangat
harus mengarahkan perhatian pada tujuan. Untuk menimbulkan dorongan maka
tujuan harus memenuhi kebutuhan, berhasil memanfaatkan seluruh kesanggupan
seseorang dan harus dapat dicapai. Jika seseorang dituntut bertindak ke arah tujuan
yang tidak memenuhi kebutuhan, maka hal itu akan cenderung melemahkan
semangat.
Seorang mentor harus mengabdikan diri untuk menolong, membina, untuk
mencapai sasaran dengan memanfaatkan kesanggupan atau potensi yang ada pada
individu, sebab setiap individu ingin merasa dibutuhkan dan memberi sambangan
yang berati bagi kepentingan gereja. Seorang mentor memiliki sarana sebagai
pendorong semangat yakni bertitik tolak dari sudut pandang Alkitab.
Seorang mentor juga adalah sebagai “pengevaluasi utama” artinya mentor
beranggungjawab atas kegagalan dan keberhasilan perkembangan vikaris, walaupun
tidak secara mutlak. Setiap pelaksanaan kegiatan harus ada evaluasi guna mengukur
keberhasilan dan kegagalan dalam mencapai sasaran. Evaluasi juga penting untuk
meneliti faktor-faktor penyebab kegagalan dan keberhasilan sehingga dapat
dijadikan sebagai bahan pelajaran proses selanjutnya. Suatu kegiatan tanpa evaluasi
bisa mengakibatkan pekerjaan tidak terarah. Ngalim purwanto menjelaskan empat
prinsip evaluasi: “penilaian bersifat objektif tanpa dipengaruhi penilai. Penilaian
yang objektif prinsip integritas artinya bahwa yang dievaluasi bukan hasilnya saja,
tetapi keseluruhan bersama-sama dengan pribadi individu. Prinsip kontiniutas yaitu
bahwa evaluasi yang baik tidak dilakukan secara insidentil saja, tetapi harus secara
kontiniu, sehingga didapatkan gambaran yang jelas mengenai perkembangan,
prinsip objektivitas artinya adalah setiap penilaian yang didasarkan atas kenyataan
yang sesunggungnya. Prinsip kooperatif yaitu penilaian yang dilaksanakan secara
bersama-sama.” (Poerwanto, n.d.).
Mentor juga sebagai pemberi perspektif. Setiap tindakan manusia berawal
dari pikiran. Dengan kata lain, bahwa setiap tingkah laku terdorong dari cara berpikir
seseorang. Bagaimana seseorang berpikir, maka pola pikir itulah yang terpantul
dalam tingkah laku. Dough Hooper mengatakan bahwa:
“Seseorang berubah dalam batinnya yang dimulai dengan perubahan dalam
pemikirannya, maka keadaan luarnya pasti berubah. Dia akan segera mendapatkan
diri terlibat dalam kegiatan yang sama sekali berbeda dengan apa saja yang
sebelumnya dilakukan.” (Tomatala, 1998).
Tugas mentor yang lain adalah sebagai pemberi nasihat khusus. Dalam surat-
surat Paulus penuh dengan nasehat. Itu membuktikan bahwa nasehat sangat penting
dalam kehidupan manusia. Nasehat itu tidak sekedar ungkapan penghiburan, tetapi
di dalamnya mengandung makna yang bertujuan untuk menolong, membangkitkan
orang lain dari kelemahan dan kegagalannya. Nasehat itu adalah kasih yang timbul

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 103


Pieter Anggiat Napitupulu

dari hati yang suci, dari hati nurani yang murni dan iman yang tulus iklas (1
Tim.1:5).
Dengan demikian tugas gembala dalam hal mementor vikaris, akan
melengkapinya sehingga pada saatnya seorang vikaris akan mampu menjadi gembala
jemaat di lokasi yang baru. Pengorbanan seorang mentor akan menentukan
keberhasilan vikaris dalam mengemban tugas penggembalaan kelak. Selain
pengorbanan mentor, tentu saja keberhasilan proses mentoring juga ditentukan oleh
vikaris yang bersedia diarahkan, dibimbing, dilengkapi untuk menjadi gembala
jemaat. Ketaatan dan ketundukan kepada mentor merupakan modal keberhasilan
dalam proses mentoring.
F. Konsepsi mentoring vikaris, sebagai persiapan menjadi gembala jemaat
Pemahaman pentingnya mentoring bagi vikaris, akan diwujudkan dengan
menetapkan tim perumus mentoring vikaris. Sebaiknya para gembala senior di mana
suka duka dan pengalaman mementor vikaris secara otodidak atau terprogram telah
mereka miliki. Tim Perumus akan merumuskan semua sistem mentoring vikaris
dalam kurun waktu yang ditetapkan.
Selanjutnya para gembala dilengkapi sebagai mentor bagi vikaris. Mengapa
seseorang bersedia melakukan mentoring? Ada banyak alasan yang membuat
seseorang melakukan proses mentoring. Dr. Robby Chandra menuliskan mengapa
orang bersedia melakukan mentoring, sebagai berikut:
“Pertama, Orang tersebut pernah mengalami sebuah hubungan yang positif
dengan seorang mentor dan merasa mendapatkan suatu manfaat atau rahmat;
Kedua, Kematangan dan kebijaksanaan dalam diri seorang pemimpin
memampukan dia untuk mengenali potensi-potensi laten dalam diri orang lain;
Ketiga, Orang tersebut terbeban untuk melihat orang lain bertumbuh secara
spiritual, emosional, dan sosial.” (Dr. Robby I Chandra., 2006)
Materi mentoring kepada vikaris perlu dipersiapkan dengan baik di antaranya:
mengenal tugas dan tanggungjawab seorang gembala jemaat, materi keahlian
kepemimpinan (leadership skill), materi keahlian berkomunikasi (communication
skill), manajemen penggembalaan, administrasi gereja lokal, memimpin rapat yang
efektif, materi pelatihan dan konseling (couching and conseling), materi membangun
tim (team building), materi membangun karakter (build the character).

Kesimpulan
Jemaat yang adalah tubuh Kristus dan yang mewakili Kristus di dunia ini diberi
amanat untuk bersaksi sehingga melalui tugas marturia ini diharapkan akan berdiri
gereja-gereja lokal yang baru. Tiap jemaat baru membutuhkan gembala untuk dapat
memimpin dan mengayomi jemaat serta mengarahkan kepada pertumbuhan selanjutnya.
Sebelum seorang gembala ditempatkan di satu gereja lokal, hendaknya dimentor
selagi masa vikariat untuk siap menjadi seorang gembala kelak. Proses mentoring
gembala terhadap vikaris hendaknya dilakukan secara terprogram.
Mentor memiliki kriteria khusus yang mutlak ada padanya dalam melakukan
tugas mentoring. Kriteria tersebut tidak bersumber dari pengetahuan dan pengalaman

104 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Konsepsi Gembala Jemaat Sebagai Mentor Dalam Melengkapi Vikaris Menjadi
Gembala Jemaat Baru

saja, tetapi ada unsur yang melibatkan oknum Allah, nilai lebih ini yang memampukan
gembala jemaat sebagai mentor untuk bertindak secara bijak dalam mengarahkan
vikaris. Dalam hal ini sangat ditekankan keutuhan pribadi seorang mentor sebagai
gembala jemaat.
Keberhasilah mentoring lebih bergantung pada kualitas mentor, dengan
kecermatan menggunakan tekhnik mentoring. Di sisi lain juga diharapkan ketaatan dan
ketundukan vikaris selama proses mentoring. Dengan demikian di masa yang akan
datang vikaris akan muncul menjadi gembala jemaat yang mampu menggembalakan
dengan baik.

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 105


Pieter Anggiat Napitupulu

BIBLIOGRAFI

Ashfield, R., Patel, A. J., Bossone, S. A., Brown, H., Campbell, R. D., Marcu, K. B., &
Proudfoot, N. J. (1994). MAZ‐dependent termination between closely spaced
human complement genes. The EMBO Journal, 13(23), 5656–5667.

Baar, J. (1983). Alkitab di dunia Modern. BPK Gunung Mulia.

Baker, A. D. L. (2014). Abnormal magnetic-resonance scans of the lumbar spine in


asymptomatic subjects. A prospective investigation. In Classic papers in
orthopaedics (pp. 245–247). Springer.

Bons-Storm, M. (1989). Hoe gaat het met jou?: Pastoraat als komen tot verstaan. Kok.

Dr. Robby I Chandra. (2006). Pemimpin dan Mentoring Dalam Organisasi. Penerbit
Generasi Info Media.

Fee, G. D. (2011). 1 & 2 Timothy, Titus (Understanding the Bible Commentary Series).
Baker Books.

Gunarsa, S. D. (1992). Konseling dan Psikoterapi, Jakarta, PT. BPK. Gunung Mulia.

Guthrie, D. (1996). Tafsiran Alkitab masa kini. Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF.

Lala, A. (2017). Analisis Tindak Pidana Penistaan Agama Dan Sanksi Bagi Pelaku
Perspektif Hukum Positif Di Indonesia. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia,
2(3), 28–39.

Lukas, M. (n.d.). Perumpamaan tentang Domba yang Hilang Matius 18: 12-14.

Milliard, J. E. (1965). Christian Theology. 3, 44.

Narromore, C. M. (1961). Menolong Anak Anda Bertumbuh Dalam Iman. Yayasan


Kalam Hidup.

Pendidikan, D., & Kebudayaan, T. P. K. P. P. (n.d.). Pengembangan Bahasa. 1989.


Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Poerwanto, N. (n.d.). Administrasi pendidikan. Mutiara Sumber Widya.

Rush, M. (1986). Pemimpin Baru. Immanuel.

Saucy, R. L. (1974). The church in God’s program. Moody Publishers.

SJ, J. B. (n.d.). Gereja dan Masyarakat. Penerbit Kanisius.

Soedarmono. (1988). Kamus Istilah Theologia. BPK Gunung Mulia.

106 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Konsepsi Gembala Jemaat Sebagai Mentor Dalam Melengkapi Vikaris Menjadi
Gembala Jemaat Baru

Storm, M. B. (1988). Apakah Penggembalaan Itu. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Thiessen, H. C. (1979). Lectures in systematic theology. Wm. B. Eerdmans Publishing.

Tomatala, Y. (1998). Manusia sukses. Gandum Mas.

Viscott, D. (1992). Mendewasakan Hubungan antar Pribadi. Kanisius.

Wongso, P. (1999). Obrolan Seorang Gembala. Malang: Departemen Literatur Saat.

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 107


Syntax Idea: p–ISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X
Vol. 2, No. 6, Juni 2020

PERAN FLASH SALE DALAM MEMEDIASI HUBUNGAN SALES


PROMOTION TERHADAP KEPUTUSAN BELANJA ONLINE

Respi Saputri, Asep Muhamad Ramdan dan Nor Norisanti


Universitas Muhammadiyah Sukabumi (UMMI)
Email: Respi047@ummi.ac.id, amr37ramdan@ummi.ac.id dan
nornorisanti@ummi.ac.id

Abstrak
Keputusan belanja online masih banyak menarik perhatian peneliti untuk terus
mengkaji dalam bidang ini. hal ini dibuktikan dengan beberapa tahun terakhir
masih banyak artikel yang membahas mengenai belanja online. Keputusan
belanja online merupakan dampak dari perkembangan pengguna internet.
Belanja online semakin diminati oleh masyarakat Indonesia karena
kemudahannya dalam bertransaksi. Perkembangan internet yang semakin pesat
memudahkan masyarakat dalam melakukan belanja online.Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh sales promotion terhadap keputusan
belanja online pada pengguna Shopee di Kota Sukabumi melalui Flash Sale.
Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah
menggunakan metode kausalitas dan metode cluster sampling dengan melakukan
penyebaran kuesioner sebanyak 223 responden mahasiswa pengguna Shopee di
Kota Sukaumi. Teknik analisis data yang digunakan peneliti adalah menggunakan
teknik path analysis atau analisis jalur dengan bantuan pengolahan data AMOS
24. Hasil dari penelitian ini menunjukan sales promotion berpengaruh secara
positif dan signifikan terhadap flash sale, flash sale berpengaruh secara positif
dan signifikan terhadap keputusan belanja online dan flash sale memediasi
secara positif dan signifikan sales promotion terhadap keputusan belanja online.

Kata kunci: Flash sale, sales promotion, belanja online

Pendahuluan
Keputusan belanja online masih banyak menarik perhatian peneliti untuk terus
mengkaji dalam bidang ini. hal ini dibuktikan dengan beberapa tahun terakhir masih
banyak artikel yang membahas mengenai belanja online (Assidqi, 2019; Harahap, 2018;
Sari, 2015; Sekar, Wing, & Rizal, 2017). Keputusan belanja online merupakan dampak
dari perkembangan pengguna internet (Muliyana & Elissa, 2013). Belanja online
semakin diminati oleh masyarakat Indonesia karena kemudahannya dalam bertransaksi.
Perkembangan internet yang semakin pesat memudahkan masyarakat dalam melakukan
belanja online (Marsya, Asep, & Faizal, 2019).
Informasi menjadi sebuah kebutuhan yang pokok, agar dapat terus
memperbaharui biasanya mencari dan mendapatkannya melalui media cetak, elektronik
dan internet. Seperti halnya makhluk hidup yang membutuhkan makan, maka informasi
juga sudah menjadi kewajiban untuk segera dipenuhi, jika tidak terpenuhi maka bisa

108
Peran Flash Sale Dalam Memediasi Hubungan Sales Promotion terhadap Keputusan
Belanja Online

berpengaruh buruk bagi penggunanya. Di antara media yang telah disebutkan, internet
menjadi sebuah alternatif pilihan yang tepat untuk mendapatkan data yang dibutuhkan
dengan mudah dan cepat. Media internet sudah menyebar luas ke segala lapisan
masyarakat perkotaan sampai ke lapisan pedesaan. Juga layanan internet yang semakin
mudah dengan sinyal wireless, yang bisa ditangkap dengan PC, Laptop, PDA bahkan
Handphone, tanpa perlu lagi menggunakan kabel. Tidaklah heran bahwa banyak sekali
orang yang memanfaatkan layanannya (Pramadita, 2017).
Di Indonesia perkembangan internet di mulai sejak awal tahun 1990-an yang
dinamakan dengan paguyuban network (Cellphone & Manado, 2015). Sampai saat ini
pengguna internet di Indonesia mencapai sebanyak 171 juta pengguna atau mengalami
kenaikan seanyak 10,2% dari tahun sebelumnya. Penggunaan internet seharusnya
berdampak pula kepada perilaku belanja online. Namun faktanya hanya ada 60% saja
yang melakukan belanja online di marketplace online. Banyak hal yang menjadi
persoalan dalam hal ini salah satunya adalah laporan yang dihimpun oleh YLKI
menyatakan bahwa sebanyak 39% dari 542 aduan menyatakan barang yang dipesan
belum diterima ditangan konsumen. Secara ekonomi keputusan belanja online
berdampak positif dibuktikan dengan perputaran uang hasil penjualan dan belanja
online mencapai 27 miliar pada tahun 2018 dan hal ini menjadikan Indonesia sebagai
negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Asia Tenggara (Katadata.id, 2018).
Melakukan belanja online didasari dengan adanya keperluan yang dimiliki oleh
individual (Riana, Asep, & Dicky, 2019). Ketika melakukan pembelian biasanya
konsumen dipengaruhi oleh diskon yang sering dilakukan oleh penjual (Ostapenko,
2013). Survei menyatakan rata – rata yang membuat konsumen melakukan belanja
online adalah soal promo dan potongan harga (Rossa, 2019). Untuk menarik perhatian
calon pembeli, banyak perusahaan yang menggelar promosi. Salah satunya adalah sales
promosion yang memberikan promosi seperti potongan harga, buy one get one free,
kupon dan masih banyak lainnya. Hasil temuan peneliti terdapat dua kesenjangan dalam
beberapa penelitian terdahulu, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Kurniasih dan Rizky
Ageng pada tahun 2018 menyatakan bahwa pengaruh sales promotion terhadap
keputusan pembelian hasilnya positif, sementara penelitian yang pernah dilakukan oleh
Roza Azizah Primatika dan Sri Rahayu Tri Astuti pada tahun 2018 menyatakan bahwa
pengaruh sales promotion terhadap keputusan pembelian hasilnya negatif.
Selain sales promotion yang dapat membantu meningkatkan belanja online yang
sering dilakukan di marketplace online adalah flash sale. Flash sale merupakan
penjualan kilat yang memberikan promosi seperti potongan harga namun dengan waktu
yang singkat (Agrawal & Sareen, 2016). Tujuan utama Flash sale adalah menjual
produk dalam jumlah besar dengan harga yang relatif rendah (Ostapenko, 2013).
Penjualan yang dilakukan di Flash sale tentunya akan memangkas harga seminimal
mungkin, bahkan Flash sale juga disebut “cuci gudang” karena memang mengeluarkan
barang – barang yang sudah lama tak terjual (Agrawal & Sareen, 2016). Marketplace
online di Indonesia kerap kali menggelar flash sale untuk menarik perhatian konsumen
dalam melakukan belanja online. Penelitian yang dilakukan oleh Kaur Vineet tahun

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 109


Respi Saputri, Asep Muhamad Ramdan dan Nor Norisanti

2017 menyatakan bahwa flash sale memiliki pengaruh yang kuat terhadap keputusan
belanja online, namun penelitian yang dilakukan oleh Zakiyyah pada tahun 2018
menyatakan bahwa flash sale memilikii pengaruh yang negative terhdap keputusan
belanja online. Penelitian ini berperan untuk mengkaji peran flash sale didalam
memediasi hubungan sales promotion terhadap belanja online.
A. Sales promotion
(Kotler & Amstrong, 2018) menjelaskan pengertian sales promotion
merupakan sekumpulan alat alat yang digunakan oleh penjual atau perusahaan dalam
jangka waktu yang pendek atau singkat yang bertujuan untuk merangsang konsumen
melakukan pembelian. Selain itu (Diah, 2016) juga menjelaskan mengenai sales
promotion, yaitu aktivitas promosi yang dilakukan oleh penjual dalam jangka waktu
yang pendek untuk penjualan maupun pembelian baik produk maupun jasa.
Sementara (Abdurrahman, 2015) mendefinisikan Promosi penjualan atau sales
promotion merupakan rangsangan promosi jangka pendek agar konsumen dapat
melakukan pembelian baik jasa maupun produk. Beberapa peneliti lain menjelaskan
mengenai dimensi dalam sales promotion, menurut (Kotler & Amstrong, 2018)
dimensi sales promotion diantaranya kupon, refunds, dan price packs. Sementara
menurut (Philip Kotler & Amstrong, 2012) dimensi sales promotion ialah sampel,
bonus packs, premi, barang khusus dan kupon. Dalam penelitian ini dimensi yang
pilih adalah price packs (Solenski, 2017; Wahyudi, 2017), refunds (Buwana &
Suryawardani, 2017; Patricia & ELsie, 2019), premi (Kurniasih, 2018; Santoso,
2016) dan bonus packs (Della & Ikhwan, 2018; Kurniawati & Restuti, 2014). Untuk
meningkatkan penjualan maka strategi sales promotion yang dilakukan harus
menarik sehingga konsumen mampu melakukan pembelian. Salah satunya yang
sering digandrungi adalah flash sale (Syakilla, 2019).
B. Flash sale
Flash sale merupakan penawaran produk dengan potongan harga dan
kuantitas yang terbatas dalam waktu singkat. Flash sale atau yang juga disebut
“daily deal”, bagian dari promosi penjualan yang memberi pelanggannya penawaran
khusus atau diskon untuk produk tertentu untuk waktu yang terbatas (Agrawal &
Sareen, 2016). Menurut (Piccoli & Dev, 2012) Flash sale sering disebut sebagai
transaksi harian atau deal-of-the day. Penjualan ini adalah model bisnis e-Commerce
di mana situs menawarkan pilihan produk tunggal atau terbatas dengan harga diskon
selama periode waktu yang singkat. Penjualan biasanya berlangsung di mana saja
antara hanya beberapa jam hingga 24-36 jam.
Dimensi flash sale yang dikemukakan oleh (Vineet, 2017) diantaranya
kupon, buy one get one free, dan price discount. Sementara yang dikemukakan oleh
(Agrawal & Sareen, 2016) diantaranya waktu yang terbatas dan diskon. Dalam
penelitian ini dimensi yang digunakan adalah kupon, buy one get one free, waktu
yang terbatas dan diskon. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Kaur Vineet
hasilnya menunjukan adanya pengaruh positif antara flash sale terhadap keputusan
pembelian. Sementara Penelitian yang pernah dilakukan oleh Zakiyyah tahun 2018

110 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Peran Flash Sale Dalam Memediasi Hubungan Sales Promotion terhadap Keputusan
Belanja Online

hasilnya adalah flash sale tidak berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Belanja
online di dasari dengan adanya keperluan yang dimiliki oleh masing – masing
individu. Belanja online yaitu kegiatan transaksi jual beli tanpa bertatap muka
langsung yang artinya hanya melalui media perantara internet untuk melancarkan
transaksi ini (Sari, 2015)s. Tujuan utama flash sale adalah menjual produk dalam
jumlah besar dengan harga yang relatif rendah (Ostapenko, 2013).
C. Keputusan Belanja online
Menurut Philip Kotler (Kotler & Amstrong, 2018) Keputusan belanja atau
keputusan pembelian yaitu keputusan untuk dapat meneruskan suatu pembelian atau
tidak. Keputusan pembelian adalah titik dimana seseorang dapat mengevaluasi dari
berbagai pilihan alternatif untuk memutuskan apa yang akan dipilihnya. Kotler juga
menyatakan bahwa seorang konsumen dalam menentukan pilihannya dengan
mempertimbangkan berbagai macam tindakan, yaitu seperti pilihan produk, pilihan
penyalur, pilihan merek, pilihan methode pembayaran, pilihan waktu.. Peneliti
menggunakan dimensi tersebut selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh (Dewi
& Kusumawati, 2018; Katrin, Setyorini, & Masharyono, 2017; Sunarto, 2018;
Tousalwa & Pattipeilohy, 2017; Zulaicha & Irawati, 2016). Keputusan belanja online
dipengaruhi oleh promosi (Rossa, 2019). Hasil temuan penulis terdapat dua
kesenjangan dalam penelitian terdahulu, Penelitian yang dilakukan oleh Kurniasih
dan Rizky Ageng pada tahun 2018 menyatakan bahwa pengaruh sales promotion
terhadap keputusan pembelian hasilnya positif, sementara penelitian yang dilakukan
oleh Roza Azizah Primatika dan Sri Rahayu Tri Astuti pada tahun 2018 menyatakan
bahwa pengaruh sales promotion terhadap keputusan pembelian hasilnya negatif.
Berdasarkan hal itu penulis ingin mengkaji peran flash sale didalam memediasi sales
promotion terhadap keputusan belanja online.

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kausalitas dengan pendekatan kuantitatif.
Dalam menentukan sampel peneliti menggunakan teknik cluster sampling dengan
menyebarkan kuesioner kepada 223 mahasiswa pengguna shopee di Kota Sukabumi.
Penelitian ini menggunakan teknik analisa sata Path Analysis atau analisis jalur dan
menggunakan bantuan pengolahan data softwaew AMOS 24.

Hasil dan Pembahasan


A. Analisis Data
1. Uji Kesesuaian Model
Pengolahan data menggunakan AMOS 24 untuk uji kesesuaian model
dapat dilihat dari model fit untuk mendapatkan goodness-of-fit index. Adapun
hasil pengolahan datanya sebagai berikut:

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 111


Respi Saputri, Asep Muhamad Ramdan dan Nor Norisanti

Tabel 1
Hasil uji kesesuaian model
Goodness-of-fit Standar Model Ket.
DF + 155 Diterima
Chi-Square Kecil 163,402 Diterima
Probability >0,05 0,306 Diterima
CMIN/DF <2,00 1,054 Diterima
GFI >0,90 0,926 Diterima
RMSEA <0,05 0,016 Diterima
AGFI >0,90 0,90 Diterima
TLI >0,90 0,948 Diterima
PNFI Besar 0,471 Diterima
PGFI 0-1 0,684 Diterima

Dari hasil uji kesesuaian model, keseluruhan model dinyatakn fit karena
memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh Ghazali (2017). Peneliti
menggunakan model generalized least square (GLS) karena jumlah respondennya
sebanyak 223 mahasiswa

Tabel 2
Construct Reliability and Convergent Validity
Variabel Indikator Loadings Error AVE CR
X2 0,643 0,532
X2 0,64 0,587
X2 0,64 0,547
Flash Sale X2 0,627 0,741 14,516 0,811
X2 0,58 0,555
X2 0,68 0,402
X2 0,737 0,189
X1 0,638 0,168
X1 0,621 0,157
Sales Promotion 17,189 0,942
X1 0,823 0,383
X1 0,752 0,144
Y 0,575 0,673
Y 0,596 0,516
Y 0,571 0,566
Y 0,645 0,616
Keputusan Y 0,722 0,47
34,609 0,871
Belanja Online Y 0,693 0,444
Y 0,703 0,567
Y 0,657 0,807
Y 0,721 0,454
Y 0,575 0,673

Dari data diatas menunjukan bahwa semua pernyataan dalam kuesioner


dinyatakan valid karena semua hasil menunjukan <0,05 sebagaimana syarat yang
telah ditentukan. Uji reliabilitas menggunakan rumus variance extracted (AVE)

112 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Peran Flash Sale Dalam Memediasi Hubungan Sales Promotion terhadap Keputusan
Belanja Online

dan constract reliability (CR). Menurut (Ghazali, 2017) sebuah variabel


dinyatakan reliable adalah jika nilai AVE ≥ 0,05 dan CR ≥ 0,07. Berdasarkan
pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa semua variabel dinyatakan reliable.
Setelah melakukan uji normalitas menggunakan AMOS 24 dan data telah melalui
outlier. Pengujian normalitas menggunakan uji bootstrap, dari 223 responden
dinyatakan berdistribusi normal.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh sales
promotion terhadap keputusan belanja online melalui flash sale sebagai variabel
mediasi. temuan penelitian ini menunjukan bahwa adanya mediasi yang
dibuktikan dengan pengujian menggunakan kalkulator Sobel Tes Daniel Soper
dan menunjukan hasil yang signifikan yakni 9,892 > 1,96. Oleh karena itu
menurut hasil penghitungan bahwa pengaruh sales promotion terhadap keputusan
belanja online dimediasi oleh flash sale. Hasil pengujian hipotesis ditemukan
bahwa variabel sales promotion dan flash sale mempengaruhi keputusan belanja
online sebesar 64,9%. Berikut hasil dari path analysis :

Tabel 3
Pengaruh sales promotion dan flash sale terhadap keputusan belanja online
Path Estimate CR Standarized Sig. Ket
Regression
Weight
Flash Sale 1,015 8,681 0,503 *** Signifikan
Sales Promotion
Keputusan Belanja 1,086 0,7111 0,7111 *** Signifikan
Online

Flash Sale
Keputusan Belanja 0,53 0,163 0,163 *** Signifikan
Online

Sales Promotion

Kesimpulan
Gambaran sales promotion dan flash sale merupakan sebagian faktor yang
mempengaruhi keputusan belanja online yang dilakukan oleh pengguna Shopee di Kota
Sukabumi. Penelitian ini menyimpulkan bahwa sales promotion berpengaruh terhadap
flash sale pada pengguna Shopee di Kota Sukabumi secara positif dan signifikan. Serta
flash sale dapat mempengaruhi keputusan belanja online pada pengguna Shopee di kota
Sukabumi. Pengaruh sales promotion terhadap keputusan belanja online dimediasi oleh
flash sale yang memiliki pengaruh positif dan signifikan.

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 113


Respi Saputri, Asep Muhamad Ramdan dan Nor Norisanti

BIBLIOGRAFI

Abdurrahman, Nana Herdiana. (2015). Manajemen Strategi Pemasaran. Bandung: CV


Pustaka Setia.

Agrawal, Supriti, & Sareen, S. Abhinav. (2016). Flash Sales – The Game Changer in
Indian E-Commerce Industry. International Journal of Advance Research and
Innovation, 4(1), 192–195.

Assidqi. (2019). Faktor - faktor yang mempengaruhi keputusan belanja online.

Buwana, Mohammad Habibi Surya, & Suryawardani, Bethani. (2017). Analisis Promosi
Penjualan Dapur Bebek Bojongsoang Bandung Tahun 2017. Universiats Telkom.

Cellphone, Xiaomi, & Manado, D. I. (2015). the Influence of Consumer Behavior on


Purchase Decision Xiaomi Cellphone in Manado. Jurnal EMBA: Jurnal Riset
Ekonomi, Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi, 3(2), 917–927.

Della, Ruslimah Sari, & Ikhwan, Faisal. (2018). Pengaruhprice Discount, Bonus
Pack,Dan In-Store Display Terhadap Keputusan Impulse Buying Pada Giant
Ekstra Banjar. Universitas Lambung Mangkurat.

Dewi, Indri Kartika, & Kusumawati, Andriani. (2018). Pengaruh Diskon Terhadap
Keputusan Pembelian dan Kepuasaan Pelanggan Bisnis Online (Survei pada
Mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Angkatan
2013/2014 Konsumen Traveloka). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB), 56(1), 1.

Diah, Siti Utami. (2016). Pengaruh Sales Promotion, Website Quality, dan Gren
Marketing Terhadap Minat Beli Konsumen The Body Shop. Universitas Islam
Negri Syarif Hidayatullah Syarif.

Ghazali, Imam. (2017). Model Persamaan Struktural Konsep dan Aplikasi Dengan
Program AMOS 24. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Harahap, Dedy Ansari. (2018). Perilaku Belanja Online Di Indonesia: Studi Kasus.
JRMSI - Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia, 9(2), 193–213.
https://doi.org/10.21009/jrmsi.009.2.02

Katadata.id. (2018). Perekonomian Indonesia Terbesar di Asia Tenggara.

Katrin, Intan Lina, Setyorini, Diyah, & Masharyono. (2017). Pengaruh Promosi
Terhadap Keputusan Pembelian di Restoran Javana Bistro Bandung.

Kotler, Philip, & Amstrong, Gary. (2018). Marekting Principle.

Kurniasih, Rizky Ageng. (2018). Pengaruh sales promotion Media Instagram Wardah
Beauty House Surabaya Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen. Universitas

114 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Peran Flash Sale Dalam Memediasi Hubungan Sales Promotion terhadap Keputusan
Belanja Online

Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Kurniawati, Devi, & Restuti, Sri. (2014). Pengaruh Sales Promotion Dan Store
Atmosphere Terhadap Shopping Emotion Dan Impulse Buying Pada Giant
Pekanbaru. Jurnal Tepak Manajemen Bisnis, VI(3).

Marsya, Elmekka, Asep, Muhamad Ramdan, & Faizal, Mulia. (2019). Daya Tarik
Testimonial di Sosial Media dan Citra Merek terhadap Keputusan Pembelian.
Journal of Economic, Business and Accounting.

Muliyana, & Elissa, Ingge. (2013). Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi


Keputusan Pembelian Via Internet Pada Toko Online. Universitas Gunadarma2.

Ostapenko, Dr. Nikolai. (2013). Online Discount Luxury: In Search of Guilty


Customers. International Journal of Business and Social Research, 3(2), 60–68.
https://doi.org/10.18533/IJBSR.V3I2.230

Patricia, Felita, & ELsie, Oktivera. (2019). Pengaruh Sales Promotion Shopee Indonesia
Terhadap Impulsive Buying Konsumen Studi Kasus : Impulsive Buying Pada
Mahasiswa STIKS Tarakanita. STIKS Tarakanita.

Philip Kotler, & Amstrong, Gary. (2012). Prinsip-prinsip Pemasaran (13th ed.).
Jakarta: Erlangga.

Piccoli, Gabriele, & Dev, Chekitan S. (2012). Emerging Marketing Channels in


Hospitality: A Global Study of Internet-Enabled Flash Sales and Private Sales.
Cornell Hospitality Report, 12(5), 6–18.

Pramadita, Indra. (2017). Embedded Graphic Online Service. Syntax Literate; Jurnal
Ilmiah Indonesia, 2(1), 14–20.

Riana, Afriansyah, Asep, Muhamad Ramdan, & Dicky, Jhoansyah. (2019). Analisis
Kelompok Referensi, Keluarga, serta Peran dan Status dalam Membentuk
Keputusan Pembelian Secara Onlinepada Pengguna Lazada di Kota Sukabumi.
Universitas Muhammadiyah Sukabumi.

Rossa, Vania. (2019). Survei : Pesta Belanja Online Bikin Konsumen Indonesia Kian
Konsumtif.

Santoso, Muhammad Heri. (2016). Pengaruh Promosi, Premi, Pendapatan Nasabah,


Dan Tingkat Pendidikan Nasabah Terhadap Permintaan Asuransi Pada PT
Takaful Cabang Gedong Kuning. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta.

Sari, Chacha Andira. (2015). Perilaku Berbelanja Online di Kalangan Mahasiswi


Antropologi Universitas Airlangga. Jurnal Antro Unair, 4(2), 205–216.

Sekar, Arum Lestari, Wing, Wahyu Winarno, & Rizal, M. Nur. (2017). Analisis Faktor-

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 115


Respi Saputri, Asep Muhamad Ramdan dan Nor Norisanti

faktor yang Mempengaruhi Keputusan Belanja Online. Universitas Gadjah Mada.

Solenski, Vikario. (2017). Influence Of Price Discount And Sales Promotion Onimpulse
Buying Azwa Perfume Pekanbaru. Faculty of Social and Political SciencesRiau
University.

Sunarto. (2018). Analisis Perilaku Konsumen Terhadap Keputusan Pembelian


Handphone Xiaomi Redmi 3s. Universitas Gunadarma.

Syakilla, Febriana. (2019). 9 Strategi Promosi Penjualan untuk Meningkatkan Profit.

Tousalwa, Carla, & Pattipeilohy, Victor. (2017). Variabel Penentu Keputusan


Pembelian Minyak Kayu Putih Cap MP di Kota Ambon. Politeknik Negeri Ambon.

Vineet, Kaur. (2017). Impact of flash sale on Consumer Behaviour in Marketplace’s


India. India.

Wahyudi, Septian. (2017). Pengaruh Price Discount Terhadapimpulse Buying. Islamic


UniversityOf Riau.

Zulaicha, Santri, & Irawati, Rusda. (2016). Pengaruh Produk dan Harga Terhadap
Keputusan Pembelian Konsumen di Morning Bakery Batam.

116 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Syntax Idea : p–ISSN: 2684-6853 e-ISSN : 2684-883X
Vol. 2, No. 6, Juni 2020

HUBUNGAN CARING PERAWAT TERHADAP KEPUASAN PASIEN DI


RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD) RUMAH SAKIT TENTARA
WIJAYAKUSUMA

Risza Apriani Fauziyah dan Endiyono


Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP)
Email: riszaapriani573@gmail.com dan endiyono@ump.ac.id

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan caring perawat terhadap
kepuasan pasien di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Tentara
Wijayakusum. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analitik,
pendekatan cross-sectional bersifat correlational, mencari hubungan antara
variable bebas dan terikat dengan uji chi-square dengan 99 responden di IGD
Rumah Sakit Tentara Wijayakusum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Caring
perawat diruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Tentara Wijayakusuma
sebagian besar pada kategori baik yaitu sebanyak 53 orang (53,5%) dan lainnya
pada kategori buruk sebanyak 46 orang (46,5%). Kepuasan Pasien di Instalasi
Gawat Darurat RST Wijayakusuma sebagian pada kategori tidak puas sebanyak 48
orang (48,5%), merasa puas sebanyak 51 orang (51,5%). Terdapat hubungan
antara caring perawat terhadap kepuasan pasien diruang Instalasi Gawat Darurat
(IGD) Rumah Sakit Tentara Wijayakusuma p value = 0,002.

Kata kunci: Caring perawat, Kepuasan Pasien, Instalasi Gawat Darurat

Pendahuluan
Pelayanan Kesehatan merupakan salah satu hak mendasar masyarakat yang
penyediaannya wajib diselenggarakan oleh pemerintah. Sebagai salah satu bentuk
fasilitas pelayanan kesehatan untuk masyarakat, mutu pelayanan keperawatan sangat
mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan bahkan menjadi salah satu factor
penentu citra institusi pelayanan kesehatan salah satunya dirumah sakit (RI, 2018).
Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit terjadi karena adanya perjanjian antara
Pasien dan Rumah Sakit tentang pelayanan kesehatan. Selain itu pelayanan kesehatan
yang diberikan oleh Rumah Sakit harus senantiasa memperhatikan peraturan
perundangan yang berlaku. Baik perjanjian yang telah dibuat maupun perundangan
yang berlaku wajib ditaati oleh kedua belah pihak. Salah satu hal
yang perlu diperhatikan dalam perjanjian dan peraturan perundang-undangan yaitu
hak serta kewajiban parapihak. Pasien dan Rumah Sakit memiliki hak serta
kewajibannya masing-masing sebagaimana diatur dalam perjanjian yang telah dibuat
serta peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang kesehatan (Lambok &
Asyiafa, 2019).
Hasil studi di negara maju seperti Amerika Serikat (AS), Inggris (UK) dan
Kanada telah menunjukkan pentingnya kepuasan pasien sebagai indikator kualitas inti,

117
Risza Apriani Fauziyah dan Endiyono

khususnya di bidang asuhan keperawatan. Perawat adalah orang-orang garis depan yang
bertemu pasien, menghabiskan jumlah waktu tertinggi dengan dan mengandalkan untuk
pemulihan selama rawat inap mereka. Asuhan keperawatan memainkan peran penting
dalam menentukan kepuasan keseluruhan pasien pengalaman rawat inap (Soliman,
Hanan Mohamed Mohamed & Kassam, 2015).
Caring bertujuan untuk memberikan asuhan fisik dan memperhatikan emosi
sambil meningkatkan rasa aman dan keselamatan pasien. Perawat menunjukkan sikap
ini melalui kejujuran, kepercayaan, dan niat baik. Perilaku caring perawat akan
menolong pasien meningkatkan perubahan positif dalam aspek fisik, psikologis,
spiritual, dan sosial. Seorang perawat harus memiliki kesadaran tentang asuhan
keperawatan dalam memberikan bantuan bagi klien dalam mencapai atau
mempertahankan kesehatan dengan segala pengetahuan, keterampilan dan sikap yang
akan memberikan dorongan positif terhadap pasien dan keluarganya (SUROSO, 2016).
Caring bisa dipelajari oleh semua perawat dan bukan merupakan sifat bawaan.
Perawat memahami caring dalam kategori deskriptif ini sebagai observasi dan tindakan
yang sabar dan penuh perhatian yang menyebabkan kelegaan atau pengentasan gejala
dan kenyamanan yang meningkat. Memahami gejala penyakit pasien dan bahasa tubuh
mereka melalui caring dan penilaian fungsi vital. Mengintegrasikan gejala subyektif
dengan data lainnya (Jarosova, 2016).
Perawat Amerika mendefinisikan asosiasi tentang kepuasan pasien dengan
keperawatan, pendapat pasien tentang perawatan diterima perawat selama rawat inap,
untuk penelitian. Kepuasan pasien dengan asuhan keperawatan memiliki komponen:
harapan, fisik rumah sakit, lingkungan, komunikasi dan informasi, partisipasi dan
keterlibatan, hubungan interpersonal, dan kompetensi (Sharew, Bizuneh, Assefa, &
Habtewold, 2018).
Rendahnya angka kepuasan pasien akan berdampak terhadap perkembangan
rumah sakit. Pada pasien yang merasa tidak puas terhadap layanan kesehatan yang
diterima, maka pasien memutuskan akan pindah ke rumah sakit lain yang dapat
memberikan pelayanan yang lebih baik (Sitzman et al., 2019).
Menilai kepuasan pasien dengan asuhan keperawatan adalah penting dalam
mengevaluasi apakah kebutuhan pasien memenuhi dan kemudian memfasilitasi dalam
perencanaan serta menerapkan intervensi keperawatan yang tepat untuk pasien. Faktor-
faktor penentu berkontribusi paling besar terhadap kepuasan pasien dapat membantu
perawat dalam meningkatkan kualitas asuhan keperawatan. Oleh karena itu, kepuasan
pasien dengan perawatan adalah faktor penentu kualitas perawatan khususnya dalam
pengaturan fasilitas klinis / kesehatan (Soliman, Hanan Mohamed Mohamed & Kassam,
2015).
Berdasarkan data survei indeks kepuasan pasien Di RST Wijayaksuma dengan
sasaran instalasi gawat darurat menggunakan indeks kepuasan masyarakat data yang
peneliti dapatkan di Ruang Instalasi Gawat Darurat RST Wijayakusuma pada 30 orang
diperoleh hasil bahwa 25 orang mengatakan puas 5 kurang puas atas pelayanan perawat

118 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Hubungan Caring Perawat terhadap Kepuasan Pasien

dengan kritik terkadang perawat tidak memperkenalkan diri terlebih dahulu, kurang
ramah, kurang berempati dan kurang care pada saat melakukan tindakan keperawatan.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang “Hubungan Caring Perawat terhadap Kepuasan Pasien di Ruang Instalasi
Gawat Darurat (IGD) RST Wijayakusuma”.

Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif, penelitian ini menggunakan metode
deskriptif analitik, pendekatan cross-sectional bersifat correlational. mencari hubungan
antara variable bebas dan terikat melalui pendekatan cross-sectional dimana dalam
system ini variable-variabelnya diukur dalam waktu yang bersamaan. Merekrut
sejumlah 99 pasien dan 12 perawat dari ruang Instalasi Gawat Darurat RST
Wijayakusuma. Dengan kriteria inklusi Perawat IGD 1)Pasien di Instalasi Gawat
Darurat RST Wijayakusuma 2) Pasien dapat membaca dan menulis 3) Pasien sudah bisa
memutuskan 4) Glasgow Coma Scale (GCS) 14–15. 5) Bersedia menjadi responden
6)Pasien belum dipindah diruang perawatan (rawat inap) atau pulang. Dengan kriteria
ekslusi 1) Pasien yang sedang merintih kesakitan atau mengalami gangguan pernafasan
2) Pasien maternitas 3) Pasien kategori triage merah. Lokasi penelitian dilaksanakan
diruang Instalasi Gawat RST Wijayakusuma, waktu penelitian pada Desember 2019.

Hasil dan Pembahasan


A. Analisis Univariat
1. Gambaran Perawat IGD RST Wijayakusuma
Kegiatan pelayanan medis dan keperawatan salah satunya Instalasi
Gawat Darurat (IGD) dengan jumlah perawat sebanyak 12 orang perawat yang
terbagi dalam 3 shift dalam sehari.
Tabel 1
Gambaran Perawat IGD RST Wijayakusuma
Jenis Kelamin Frekuensi %
Laki-laki 10 83,3%
Perempuan 2 16,7%
Umur Perawat
26 – 35 6 50%
36 - 45 tahun 3 25%
46 - 55 tahun 3 25%
Golongan
Honor 7 58,3%
TNI 2 16,7%
PNS AD 3 25,0%
Pendidikan
DIII 10 83.3%
S1 1 8.3%
S1 NERS 1 8.3%
Lama Bekerja di IGD

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 119


Risza Apriani Fauziyah dan Endiyono

< 5 tahun 5 41,7%


6 - 10 tahun 3 25,0%
11 -15 tahun 3 25,0%
16 - 20 tahun 1 8.3%

Dari uraian table diatas, memperlihatkan kemungkinan besar menjadi


factor yang mempengaruhi caring perawat di IGD. Pada kategori jenis kelamin
sebanyak 10 orang (83,3%) didominasi laki-laki dan 2 orang perempuan
(16,7%). Pada kategori umur perawat dengan umur 26 – 35 tahun sebanyak 6
orang (50%), 36 – 45 tahun sebanyak 3 orang (25%), 46 – 55 tahun sebanyak 3
orang (25%).
Tingkat golongan perawat di IGD RST Wijayakusuma honor 7 orang
(58,3%), TNI 2 orang (16,7%), PNS AD 3 orang (25,0%). Pendidikan perawat
D3 sebanyak 10 orang (83,3%), S1 sebanyak 1 orang (8,3%), S1 Ners sebanyak
1 orang (8,3%). Adapunaa bekerja di IGD ada yang < 5 tahun sebanyak 5 orang
(41,7%), 6 – 10 tahun sebanyak 3 orang (25,0%), 11 – 15 tahun sebanyak 3
orang (25,0%), 16 – 20 tahun sebanyak 1 orang (8,3%).
2. Karakteristik Responden
Tabel 2
Karakteristik responden pasien diruang IGD RST Wijayakusuma tahun
2019
Jenis Kelamin Frekuensi %
Laki-laki 42 42,2%
Perempuan 57 57,6%
Umur Responden
17-25 Tahun 45 45,5%
26-35 Tahun 21 21,2%
36-45 Tahun 13 13,1%
46-55 Tahun 7 7,1%
56-65 Tahun 9 9,1%
4 4,0%
Status Menikah
Menikah 56 56,6%
Belum Menikah 43 43,4%
Pendidikan Terakhir
SD 7 7,1%
SMP 8 8,1%
SMA 42 42,4%
DIII 14 14,1%
SARJANA 28 28,3%
Pekerjaan Responden
PNS 11 11,1%
SWASTA 31 31,3%
PENSIUNAN 4 4%
IRT 15 15,2%
Lainnya (Pelajar) 38 38,4%

120 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Hubungan Caring Perawat terhadap Kepuasan Pasien

Pada table diatas menunujukan responden laki-laki sebanyak 42 orang


(42,2%) perempuan 57 orang (57,6%), Umur 17-25 tahun responden sebanyak
45 orang (45,5%), 26 – 35 tahun sebanyak 21 orang (21,2%), 36-45 tahun
sebanyak 13 orang (13,1%), 36-45 tahun sebanyak 7 orang (7,1%), 46-55 tahun
sebanyak 9 orang (9,1%), 56-65 tahun sebanyak 4 orang (4,0%). Mengenai
status sipil diketahui menikah sebanyak 56 orang (56,6%) dan belum menikah
sebanyak 43 orang (43,3%). Tingkat pendidikan terakhir SD sebanyak 7 orang
(7,1%), SMP sebanyak 8 orang (8,1%), SMA sebanyak 42 orang (42,4%), DIII
sebanyak 14 orang (14,1%), dan Sarjana/DIV sebanyak 28 orang (28,3%).
Pekerjaan Responden PNS sebanyak 11 orang (11,1%), Swasta sebanyak
31orang (31,3%), pensiunan sebanyak 4 orang (4,0%), IRT (ibu rumah tangga)
sebanyak 15 orang (15,2%), lainnya pelajar sebanyak 38 orang (38,4%).
3. Caring Perawat
Tabel 3
Distribusi frekuensi perilaku caring perawat
Caring Perawat Frekuensi %
Buruk 46 46,5%
Baik 53 53,5%
Total 99 100%

Tabel memperlihatkan caring perawat dalam memberikan pelayanan


kepada pasien di IGD RST Wijayakusuma sebagian besar terdistribusi pada
kategori buruk sebanyak 46 orang (46,5%) dan dalam kategori baik sebanyak 53
orang (53,5%).
Periaku caring perawat di instalasi gawat darurat RST Wijayakusuma
yang sebagian besar sudah baik (53,3%), pada aspek assurance of human
presence perawat sering mendatangi pasien dan berinteraksi dengan pasien tanpa
harus diminta, perawat sering berbicara dengan pasien dengan tutur kata yang
sopan dan baik, perawat sering mendorong dan mempersilakan pasien untuk
memanggil jika ada masalah, perawat sering mampu membantu mengurangi rasa
sakit pada pasien, perawat sering menanggapi panggilan pasien dengan cepat
atau kurang dari 5 menit, perawat sering bersikap manusiawi dan tidak kasar,
perawat sering tidak membeda- bedakan pasien dan berlaku adil.
Aspek respectfull deference perawat sering mendengarkan keluhan
pasien dengan sungguh sungguh, perawat sering menghormati pasien dan
keluarga pasien, memberikan dukungan dan motivasi untuk sembuh,
mempersilakan pasien untuk mengungkapkan keluhan- keluhannya dan perawat
sering memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-niai budaya, adat
istiadat dankeangsungan beragama pasien.
Pada aspek professional skill and knowledge perawat sering mengetahui
bagaimana memberikan suntikan dan infus dll.,perawat sering bersikap percaya
diri dalam merawat pasien, perawat sering menjelaskan tindakan medis yang
akan dilakukan, perawat sering mengelola peralatannya secara terampil dan
menjaga kerahasiaan informasi pasien, perawat sering memberitahukan rencana
perawatannya kepada pasien dan keluarga, perawat menggunakan bahasa yang
sederhana dan mudah dimengerti, perawat sering bertanggungjawab atas pasien
yang membutuhkan asuhan keperawatan.

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 121


Risza Apriani Fauziyah dan Endiyono

Aspek positive connectedness perawat sering meluangkan waktunya


dengan pasien untuk berbincang, responden sering percaya kepada perawat,
karena perawat juga sering sabra atau tak kenal lelah terhadap pasien sehingga
pasien sering merasa nyaman untuk berbicara kepada perawat, perawat sering
memberikan harapan pasien untuk sembuh.
Aspek attentive to others perawat sering menjadikan pasien sebagai
prioritas utama dan sering mendengarkan pengalaman- pengalaman pasien.
Perawat sering bersikap ramah dan mempersilakan pasien mengekspresikan
perasaannya. Sehingga pasien memberikan penilaian baik. Tetapi perawat
kadang- kadang menyapa pasien dan kadang kadang mengajak pasien bercanda
saat pelayanan sehingga pasien menilai buruk. Perawat harus mempunyai
pengetahuan dan keterampilan khusus dalam penerapan caring perawat,
sehingga dapat mudah diterima oleh pasien. Semakin tinggi nilai caring perawat
yang diterapkan maka pasien akan merasa puas dengan pelayanan yang
diberikan (Weyant, Clukey, Roberts, & Henderson, 2017).
Caring dapat diterapkan dengan baik bila perawat memiliki pemahaman
yang tinggi tentang perilaku caring tersebut (Elbahnasawy, Lawend, &
Mohammed, 2016). Bahwa seorang perawat harus memiliki caring dalam
pelayanannya terhadap pasien, karena hubungan antara caring perawat
merupakan factor yang mempengaruhi proses kepuasan dan kesembuhan pasien.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian (Rahayu, 2018) yang memiliki
nilai perilaku caring yang baik sebanyak 25 orang (92,5%) dan sebanyak 2 orang
(7,4%) yang memiliki perilaku caring yang kurang. Hasil uji statistik chi square
dengan tingkat kepercayaan 95%.
4. Kepuasan pasien di Instalasi Gawat Darurat RST Wijayakusuma disajikan pada
table
Tabel 4
Distribusi frekuensi kepuasan pasien
Kepuasan Pasien Frekuensi %
Tidak Puas 48 48,5%
Puas 51 51,5%
Jumlah 99 100%

Tabel memperlihatkan kepuasan pasien di Instalasi Gawat Darurat RST


Wijayakusuma sebagian besar terdistribusi pada kategori tidak puas sebanyak 48
orang (48,5%), merasa puas sebanyak 51 orang (51,5%).
Pasien atau klien merupakan individu terpenting di rumah sakit sebagai
konsumen sekaligus sasaran produk rumah sakit. Pasien akan senantiasa
mengevaluasi produk maupun jasa yang telah diterimanya dari rumah sakit. Dari
hasil evaluasi ini akan menghasilkan perasaan puas ataupun tidak puas. Rowland
(1992) dalam (Kalsum, 2016) mengatakan bahwa kepuasan pasien merupakan
aspek yang paling menonjol dalam tingkat operasional pelayanan rumah sakit.
Bila pelanggan tidak puas maka dia akan menghentikan hubungannya dengan
pihak penyedia.

122 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Hubungan Caring Perawat terhadap Kepuasan Pasien

Kepuasan Pasien di Instalasi Gawat Darurat RST Wijayakusuma


sebagian terdistribusi pada kategori tidak puas dan kategori puas. Tabel
memperlihatkan kepuasan pasien di Instalasi Gawat Darurat RST Wijayakusuma
sebagian besar terdistribusi pada kategori tidak puas sebanyak 48 orang (48,5%),
merasa puas sebanyak 51 orang (51,5%).
Kepuasan pasien terhadap caring perawat di IGD RST Wijayakusuma
hanya tidak puas oleh responden disebabkan oleh perawat tidak langsung
menanggapi keluhan pasien di IGD RST Wijayakusuma. Sehingga pasien dapat
memahami dengan jelas maksud dan tujuan pemberian tindakan atau layanan
kesehatan.
Menurut (Nursalam, 2014), kepuasan pelanggan ialah suatu keadaan di
mana kebutuhan, keinginan dan harapan pasien dapat dipenuhi melalui produk
atau jasa yang dikonsumsi. Oleh karena itu kepuasan pasien adalah rasio kualitas
yang dirasakan oleh pasien dibagi dengan kebutuhan, keinginan dan harapan
pasien.
Hasil penelitian ini sejalan dengan (Shirley Teng & Norazliah, n.d.)
Tingkat kepuasan sedang (rata- rata = 61,40, SD = 14.58 dan sangat puas dengan
cara perawat dalam menjalani pekerjaannya (rata- rata = 31,65%), SD = 0,88.
Namun, mereka paling tidak puas dengan jumlah waktu yang dihabiskan
perawat dengan mereka (rata – rata = 6,95%) SD = 0,82. Berbeda jumlah
sampel, tempat penelitian dan pengkategoriannya. Perilaku caring perawat
dijadikan penilaian kinerja untuk memenuhi kepuasan pasien.
Penelitian ini sejalan dengan peneitian Suweko (2019) Kepuasan pasien
“tidak puas” sebanyak 2 orang (4%), “cukup puas” sebanyak 10 orang (20%),
“puas” sebanyak 17 orang (34%), “sangat puas” sebanyak 21 orang (42%),
Esghi (2017) menyatakan perilaku penjaga darurat (70,6%) dan
menanggapi keberatan dan keluhan (63,1%) berada pada tingkat sedang. Total
nilai rata-rata untuk kepuasan pasien adalah 17,43 ± 1,56. Untuk
membandingkan kepuasan pasien dengan perawatan dihari libur, uji chi-square
digunakan. Kasus signifikan termasuk perawatan dokter (0,005), perilaku dokter
(0,001), dan perilaku perawat care (0,038) ada hubungan yang signifikan.
Dengan menggunakan variable yang berbeda dan metode yang berbeda.
B. Analisis Bivariat
1. Hubungan caring perawat terhadap kepuasan pasien di Instalasi Gawat Darurat
RST Wijayakusuma
Hubungan caring perawat terhadap kepuasan pasien di IGD RST
Wijayakusuma dilakukan analisis dengan menggunakan Uji rank spearman yang
hasilnya disajikan pada tabel berikut:

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 123


Risza Apriani Fauziyah dan Endiyono

Tabel 5
Analisis hubungan caring perawat terhadap kepuasan pasien di IGD RST
Wijayakusuma.
Kepuasan Pasien
Caring Ρ
Tidak Puas Puas Total RP(95%CI)
Perawat value
N % n % n %
34,80 4 100
Buruk 30 65,20% 16
% 6 % 3,646 (1,587
0,002
5 100 – 8,373)
Baik 18 34% 35 66%
3 %
51,50 9 100
Total 48 48,50% 51
% 9 %

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang menilai


caring perawat buruk ditujukan kepada pasien dan merasa tidak puas (65,20%)
lebih besar daripada responden yang menilai caring perawat baik dan pasien
merasa tidak puas sebesar (34%). Responden yang menilai caring perawat baik
dan puas (66%) lebih besar daripada responden yang menilai caring perawat
buruk dan puas (34,8%).
Nilai pearson chi square sebesar 0,002 < 0,05. Hal ini berarti ada
hubungan antara tingkat caring perawat terhadap kepuasan pasien. Nilai Rasio
Prevalensi (95% Confidance Interval) = 3,646 (1,587 – 8,373) berarti caring
perawat yang tingkat caringnya buruk berpeluang 3,646 kali mengakibatkan
pasien tidak puas daripada perawat yang caringnya baik.
Pada analisis hubungan caring perawat terhadap kepuasan pasien dapat
diketahui bahwa caring perawat yang buruk sebagian merasa tidak puas
(65,2%) dan caring perawat yang buruk merasa puas sebanyak (34,8%).
Menurut Juwariyah (2014) menyatakan bahwa caring manifestasi dari perhatian
kepada orang lain, berpusat pada orang lain, menghormati harga diri dan
kemanusiaan, komitmen untuk mencegah terjadinya suatu yang memburuk,
memberi perhatian dan konsen, menghormati kepada orang lain dan kehidupan
manusia, cinta dan ikatan, otoritas dan keberadaan, selalu bersama, empati,
pengetahuan, penghargaan dan menyenangkan.
Hasil uji pearson product moment diperoleh nilai P value = 0,002 yang
lebih kecil dari ɑ = 0,05. Nilai Rasio Prevalensi (95% Confidance Interval) =
3,646 (1,587 – 8,373) berarti caring perawat yang tingkat caringnya buruk
berpeluang 3,646 kali mengakibatkan pasien tidak puas daripada perawat yang
caringnya baik. Artinya ada hubungan caring perawat terhadap kepuasan pasien
di Instalasi Gawat Darurat RST Wijayakusuma.
Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa perilaku caring perawat
dengan kepuasan pasien sangat erat hubungannya karena perlakuan perawat
sebagai provider dimana pelayanan perawat harus dapat dirasakan dan memberi
dampak yang positif terhadap pasien sebagai customer (pelanggan) pelayanan
keperawatan di rumah sakit (Rangkuti & Psi, 2017).
Hasil penelitian lain (Ginting, 2016) menunjukkan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara caring perawat dengan tingkat kepuasan pasien, namun
masih terdapat 6,2% yang kurang puas dengan perilaku caring perawat. Hal ini

124 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Hubungan Caring Perawat terhadap Kepuasan Pasien

dapat disebabkan oleh pengalaman dan faktor demografi responden dalam


pelayanan care perawat. Pernyataan ini didukung teori yang dikemukakan oleh
(Singgih & Yulia, 2012).
Perilaku caring perawat dengan kepuasan pasien sangat erat
hubungannya karena perlakuan perawat sebagai provider dimana pelayanan
perawat harus dapat dirasakan dan memberi dampak yang positif terhadap
pasien sebagai customer (pelanggan) pelayanan keperawatan di rumah sakit
(Sitorus & Panjaitan, 2011).
Sejalan dengan penelitian (Ríos-Risquez & García-Izquierdo, 2016), Ada
hubungan signifikan tingkat kepuasan pasien antara / di antara subkelompok
sosial-demografi termasuk etnis, jenis kelamin, alasan masuk dan disiplin
ilmu. Pasien Cina paling tidak puas dengan perawat. Para pasien paling puas
dengan 'Menghormati perasaan pasien' (rata-rata = 82,29, SD = 14,50) dan
paling tidak puas dengan 'Komunikasi dan partisipasi' (rata-rata = 62,00,
SD = 16,46). memperkuat kebutuhan untuk lebih memperhatikan penyediaan
informasi pasien dan komunikasi yang efektif, yang dapat meningkatkan
kepuasan pasien.
Penelitian ini sejalan dengan (Mubita, Richardson, & Briggs, 2020)
Mubita (2019) 10 pasien berpartisipasi dalam penelitian ini dan tiga tema
muncul dari analisis. Temuan penelitian ini menyatakan bahwa untuk mencapai
kepuasan dengan manajemen rasa sakit, perawatan pasien harus mencakup
pengiriman informasi yang tepat waktu dan memadai sesuai dengan kebutuhan
individu pasien, perawat harus memiliki sikap care dan rasa sakit harus
dikontrol dengan baik yang mengungkapkan adanya hubungan sebagai factor
untuk mencapai kepuasan pasien.

Kesimpulan
Data demografi karakteristk responden disebutkan bahwa pada jenis kelamin
didominasi oleh perempuan sebanyak 57 orang (57,6%) dengan umur rentang 17- 25
tahun sebanyak 45 orang (45,5%) status menikah (56,6%), pendidikan terakhir SMA
sebanyak 42 orang (42,4%) pekerjaan lainnya (pelajar) sebanyak 38 orang (38,4%).
Caring perawat diruang IGD RST Wijayakusuma sebagian besar pada kategori baik
yaitu sebanyak 53 orang (53,5%) dan lainnya pada kategori buruk sebanyak 46 orang
(46,5%). Kepuasan Pasien di IGD RST Wijayakusuma pada kategori tidak puas
sebanyak 48 orang (48,5%), merasa puas sebanyak 51 orang (51,5%). Ada hubungan
caring perawat terhadap kepuasan pasien Instalasi Gawat Darurat RST Wijayakusuma
(p value = 0,002).

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 125


Risza Apriani Fauziyah dan Endiyono

BIBLIOGRAFI

Elbahnasawy, H. T., Lawend, J., & Mohammed, E. (2016). Application of Watson


caring theory for nurses in pediatric critical care unit. IOSR Journal of Nursing and
Health Science, 5(4), 56–67.

Ginting, Suriani. (2016). Hubungan Perilaku Caring Perawat Terhadap Kepuasan Pasien
Di Ruangan Penyakit Dalam Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2016.
Jurnal Ilmiah Pannmed (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwivery,
Environment, Dentist), 11(1), 51–55.

Jarosova, Darja. (2016). Concept Caring In Nursing. Retrieved from


http://cejnm.osu.cz/pdfs/cjn/2016/02/07.pdf

Kalsum, Umi. (2016). Hubungan Perilaku Caring Perawat dengan Kepuasan Pasien di
Ruang Perawatan Teratai Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati tahun 2016.

Lambok, Betty Dina, & Asyiafa, Agina Putri. (2019). Pertanggungjawaban Hukum
Tenaga Medis Dalam Tindakan Pemasangan Alat Pernapasan Lewat Mulut
(Ventilator) Pada Pasien di Rumah Sakit. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia,
4(12), 74–86.

Mubita, Womba Musumadi, Richardson, Cliff, & Briggs, Michelle. (2020). Patient
satisfaction with pain relief following major abdominal surgery is influenced by
good communication, pain relief and empathic caring: a qualitative interview
study. British Journal of Pain, 14(1), 14–22.

Nursalam. (2014). Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan


Profesional (Edisi 4). Jakarta: Salemba Medika.

Rahayu, Sri. (2018). Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Perilaku Caring Perawat
di Rumah Sakit. Faletehan Health Journal, 5(2), 77–83.

Rangkuti, Anna Armeini, & Psi, S. (2017). Statistika Inferensial untuk Psikologi dan
Pendidikan. Kencana.

RI, Kemenkes. (2018). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 47


Tahun 2018 Tentang Pelayanan Kegawatdaruratan.

Ríos-Risquez, Ma Isabel, & García-Izquierdo, Mariano. (2016). Patient satisfaction,


stress and burnout in nursing personnel in emergency departments: A cross-
sectional study. International Journal of Nursing Studies, 59, 60–67.

Sharew, Nigussie Tadesse, Bizuneh, Hailegiorgis Teklegiorgis, Assefa, Hilina Ketema,


& Habtewold, Tesfa Dejenie. (2018). Investigating admitted patients’ satisfaction
with nursing care at Debre Berhan Referral Hospital in Ethiopia: a cross-sectional
study. BMJ Open, 8(5), e021107.

126 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Hubungan Caring Perawat terhadap Kepuasan Pasien

Shirley Teng, K. Y., & Norazliah, S. (n.d.). Surgical Patients’ Satisfaction of Nursing
Care at the Orthopedic Wards in Hospital Universiti Sains Malaysia (HUSM).

Singgih & Yulia. (2012). Psikologi Keperawatan. Jakarta: Libri.

Sitorus, Ratna, & Panjaitan, Rumondang. (2011). Manajemen keperawatan: manajemen


keperawatan di ruang rawat. Jakarta: CV Sagung Seto.

Sitzman, Kathleen, PhD, R. N., CNE, ANEF, Watson, Jean, PhD, R. N., & AHN-BC,
FAAN. (2019). Assessing and Measuring Caring in Nursing and Health Sciences.
Springer Publishing Company.

Soliman, Hanan Mohamed Mohamed & Kassam, Awatef Hassan. (2015). Correlation
between Patients’ Satisfaction and Nurses’ Caring Behaviors. Retrieved from
https://www.researchgate.net/publication/281038352_Correlation_Between_Nurse
s’_Caring_Behaviors_and_Patients’_Satisfaction

SUROSO, JEBUL. (2016). Pengembangan Instrumen Caring Pelayanan Keperawatan


Gawat Darurat Rumah Sakit. Universitas Gadjah Mada.

Weyant, Ruth A., Clukey, Lory, Roberts, Melanie, & Henderson, Ann. (2017). Show
your stuff and watch your tone: Nurses’ caring behaviors. American Journal of
Critical Care, 26(2), 111–117.

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 127


Syntax Idea : p–ISSN: 2684-6853 e-ISSN : 2684-883X
Vol. 2, No. 6, Juni 2020

KESIAPSIAGAAN WILAYAH PADA PUSKESMAS SEBAGAI FASYANKES


TINGKAT PERTAMA DALAM MENGHADAPI PANDEMI COVID-19
BERDASARKAN INDIKATOR SDM DAN SARANA PRASARANA

Santosa
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM), Jawa Tengah
Email: sekarlangits@yahoo.co.id

Abstrak
Coronavirus Disease (COVID-19) merupakan jenis virus baru yang belum pernah
ditelaah sebelumnya. Dalam Penelitian sebelumnya, SARS ditularkan dari kucing
luwak (civet cats) pada manusia serta MERS melalui unta ke manusia. Penularan
manusia ke manusia sangat terbatas. Penghambatan serta penanggulangan
COVID-19 perlu dijadikan prioritas yang teresensial dalam setiap peraturan
pemerintahan. Lembaga pelayanan kesehatan di semua tingkatan/level diharapkan
mematuhi indikator pemerintah pusat dan daerah setempat serta wajib menguatkan
asas kinerja penghambatan serta penanggulangan epidemi local serta membentuk
kelompok yang ahli dibidang penghambatan serta penanggulangan COVID-19
dengan melibatkan pemangku kepentingan terkait. Pusat Kesehatan Masyarakat
(Puskesmas) merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan yang penting bagi
penduduk di Indonesia. Puskesmas merupakan fasyankes yang berada di daerah
tingkat pertama yang senagian besar masyarakat memanfaatkan pelayanan
tersebut,. Metode penelitian menggunakan deskriptif eksploratif dengan desain
penelitian cross sectional study melalui kuesioner yang dibagikan menggunakan
google form dengan link http://bit.ly/KuesSantFKTP yang di sebarkan melalui
Whatsapp dan Facebook ke seluruh Puskesmas sebagai Fasyankes Tingkat
Pertama. Penelitian ini menggunakan total sampel responden yang telah mengisi
kuesioner yang dibagikan menggunakan google form sejumlah 216 responden.
Kesimpulan rata rata SDM Puskesmas sudah disiapkan oleh Puskesmas dimana
Prosentase diatas 84,3%. sedangkan SDM yang belum disiapkan di Puskesmas
dalam Menghadapi Pandemi COVID-19 ini Prosentasenya 15%. Puskesmas
sebagai Fasyankes tingkat pertama masih ada yang belum siap dalam hal sarana
pelayanan kesehatan yang meliputi ruang isolasi yang belum tersedia guna
melakukan tatalaksana, kebutuhan alat-alat kesehatan, dan sebagainya dalam
menghadapi Pandemi COVID-19 dengan prosentase mencapai 65,3% atau
sejumlah 141 Puskemas dari 216 Puskesmas yang disurvey.

Kata kunci: Puskesmas, Kesiapsiagaan Wilayah, Pandemi,COVID-19

Pendahuluan
Coronavirus (CoV) merupakan keluarga besar virus yang mengakibatkan
penyakit dengan ditandai dari gejala ringan hingga gejala yang berat. Ada dua tipe
coronavirus yang dikenal mampu sebabkan penyakit yang memicu gejala berat seperti
halnya Middle East Respiratory Syndrome (MERS) serta Severe Acute Respiratory

128
Kesiapsiagaan Wilayah pada Puskesmas sebagai Fasyankes Tingkat Pertama dalam
Menghadapi Pandemi Covid-19

Syndrome (SARS). Dalam penelitian sebelumnya mengatakan bahwa SARS ditularkan


dari kucing luwak (civet cats). Gejala akan muncul dalam kurun waktu 2-14 hari
sesudah paparan. Tanda klinis secara umum pada infeksi coronavirus adalah gejala
gangguan pernapasan yang mendadak disertai demam, batuk dan gangguan pernapasan.
Pada kasus yang sulit bisa mengakibatkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal
ginjal, bahkan kematian. Berdasarkan data WHO disebutkan bahwa kasus COVID-19
semakin meningkat serta telah terjadi transmisi ke luar wilayah Wuhan beserta negara
lainnya. Data yang ada hingga tanggal 16 Februari 2020, dilaporkan bahwa 51.857
kasus konfimasi di 25 negara dengan 1.669 kematian (CFR 3,2%). Rincian negara serta
jumlah kasus adalah China 51.174 kasus konfirmasi dengan 1.666 kematian, Jepang
(53 kasus, 1 Kematian serta 355 kasus di cruise ship Pelabuhan Jepang), Thailand (34
kasus), Korea Selatan (29 kasus), Vietnam (16 kasus), Singapura (72 kasus), Amerika
Serikat (15 kasus), Kamboja (1 kasus), Nepal (1 kasus), Perancis (12 kasus), Australia
(15 kasus), Malaysia (22 kasus), Filipina (3 kasus, 1 kematian), Sri Lanka (1 kasus),
Kanada (7 kasus), Jerman (16 kasus), Perancis (12 kasus), Italia (3 kasus), Rusia (2
kasus), United Kingdom (9 kasus), Belgia (1 kasus), Finlandia (1 kasus), Spanyol (2
kasus), Swedia (1 kasus), UEA (8 kasus), dan Mesir (1 Kasus). Beberapa kasus itu
sudah ada sebagian pekerja kesehatan yang terpapar ((P2P). 2020).
WHO merekomendasikan bahwa protokol standart untuk pencegahan sebaran
infeksi adalah dengan cuci tangan pakai sabun atau desinfektan dengan teratur,
mengimplemantasikan etika batuk dan bersin yang benar serta tidak melakukan kontak
langsung dan menjaga jarak dengan orang yang mengindikasikan gejala penyakit
pernapasan semisal batuk atau bersin. Disamping itu, pentingnya penerapan cegahan
serta penanggulangan Infeksi (PPI) ketika di Fasyankes (fasilitas pelayanan kesehatan)
terutama UGD ((P2P)., 2020).
Sebuah penelitian yang dilakukan secara observasional terhadap jenis penularan
yang dilakukan pada sembilan ibu post partum, ternyata tidak temukan penularan
vertikal dari ibu ke bayi yang baru lahir. Juga, pada penelitian deskriptif di Wuhan tidak
menemukan bukti penularan virus melalui hubungan seks, melainkan sebagian ahli
mengatakan bahwa penularan ketika hubungan seks bisa terjadi dengan rute lain
(Kementrian Dalam Negeri, 2020).
COVID-19 harus dilakukan pencegahan serta pengendalian ditempat tempat
pada prioritas utama dalam segala hal memlalui kebijakan pemerintahan. Pada semua
tingkatan Institusi kesehatan diharapkan mengikuti petunjuk dari pemerintah
pusat/daerah setempat dengan tetap menguatkan asas kinerja penghambatan serta
penanggulangan epidemi local serta membangun kelompok ahli penghambatan serta
penanggulangan COVID-19 yang mengikutsertakan para ahli dan pemangku
kepentingan terkait. Konsolidasi penghambatan serta penanggulangan, asas ilmiah,
pengobatan tepat waktu, prinsip kinerja, institusi-institusi berkaitan perlu diatur untuk
merancang serta mengeskalasi kinerja serta solusi teknologi agar pencegahan COVID-
19 dapat terpadu. Negara Indonesia menganggap perlu dilakukan percepatan
penanganan COVID-19 menggunakan langkah sigap, sesuai, fokus, sistematis, juga

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 129


Santosa

sinergis di tiap kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Sesuai dengan evaluasi,


Presiden Joko Widodo menentukan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 7 Tahun
2020 perihal Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019
(COVID-19). Dalam melakukan tugas, Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-
19 dengan bantuan Sekretariat yang berada di Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) (RI, 2016). Gubernur dan Bupati/Wali Kota wajib membangun Gugus Tugas
Percepatan Penanggulangan COVID-I9 Daerah dengan mempertimbangan kondisi di
daerah. Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, dalam melakukan
tugasnya bisa mengikutsertakan/berkolaborasi dengan kementerian/intitusi Pemerintah
non kementerian, instansi pemerintah baik pusat atau daerah, swasta, serta lain pihak
yang dirasa penting (Kementrian Dalam Negeri, 2020).
Kesehatan merupakan kebutuhan manusia yang utama dan menjadi prioritas
yang mendasar bagi kehidupan (Rahmat, 2020). Pemerintah Daerah Kabupaten atau
Kota, berkewajiban untuk mengoptimalkan penyelenggaraan dibidang pelayanan
kesehatan termasuk menjaga mutu pelayanan kesehatan dengan melakukan pelatihan
pelatihan terhadap staf medis dan unsur yang terkait untuk mencegah dan
mengendalikan adanya resiko infeksi nosokomial ditempat kerjanya. Pemerintah Daerah
melalui Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) diharapkan mampu menentukan kebijakan
pembangunan kesehatan di daerah diantaranya adalah pembinaan terhadap Unit
Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Puskesmas yang menjadi bagian tanggungjawab teknis
DKK untuk membina puskesmas agar bermutu sehingga dipercaya oleh masyarakat
(JUNAIDI, 2009).
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan sarana dan prasarana
pelayanan kesehatan yang sangat penting bagi penduduk di wilayah Indonesia.
Puskesmas merupakan sarana kesehatan level pertama bagi sebagian besar masyarakat,
terutama di daerah. Profil Kesehatan Kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa
kuantitas Puskesmas di Indonesia yaitu 9.993 unit di tahun 2018. Dari jumlah tersebut,
sebanyak 3.623 unit (36%) telah memiliki layanan rawat inap. Jawa Barat merupakan
provinsi dengan jumlah Puskesmas terbanyak, yakni mencapai 1.069 unit. Kemudian
diikuti Jawa Timur dengan 967 unit di urutan kedua dan Jawa Tengah dengan 881 unit
di posisi ketiga. Jumlah penduduk yang begitu banyak di ketiga provinsi tersebut
membutuhkan sarana kesehatan yang banyak pula. Sedangkan jumlah Puskesmas di
Kalimantan Utara hanya 56 unit, paling sedikit di Indonesia. Sementara berdasarkan
rasio jumlah Puskesmas di setiap Kecamatan, wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta
menduduki peringkat pertama. Di Ibu Kota negara tersebut memiliki rasio 7,3
Puskesmas di setiap Kecamatan. Di urutan kedua Bali dengan rasio 2,11 dan ketiga,
Kalimantan Timur dengan rasio 1,78 Puskesmas di setiap Kecamatan. Secara nasional,
rasio Puskesmas sebesar 1,39 di setiap kecamatan. Sebagai provinsi dengan rasio
terendah, yaitu 0,7 Puskemas di setiap kecamatan adalah Papua dan Papua Barat.
Artinya, belum semua kecamatan di kedua provinsi tersebut memiliki Puskesmas
((Kemenkes), 2018).

130 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Kesiapsiagaan Wilayah pada Puskesmas sebagai Fasyankes Tingkat Pertama dalam
Menghadapi Pandemi Covid-19

Puskesmas merupaka sarana pelayanan kesehatan yang mengadakan upaya


kesehatan masyarakat serta kesehatan perseorangan level pertama, serta lebih
mementingkan upaya promotif juga preventif, agar meraih kualitas kesehatan
masyarakat yang maksimal di area kinerjanya. Dalam mengimplementasikan tugasnya,
Puskesmas mengadakan fungsi yakni Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) serta Upaya
kesehatan mayarakat (UKM level awal di area kerja. Dalam keberlangsungan fungsinya,
Puskesmas berwenang untuk melakukan perencanaan sesuai analisis persoalan
kesehatan masyarakat serta analisis kebutuhan pelayanan yang dibutuhkan sampai
dengan memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk
dalam hal ini adalah dukungan bagi sistem kehati-hatian dini serta feedback
penanggulangan penyakit (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75
Tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, n.d.).
Visi dan Misi pembangunan kesehatan yang semestinya dilaksanakan oleh
Puskesmas ialah pembangunan kesehatan yang berdasarkan dengan arketipe sehat,
pertanggungjawaban wilayah, kemandirian masyarakat, pemerataan, teknologi tepat
guna serta integrasi dan kesinambungan. Pada misi pembangunan kesehatan yang perlu
dilaksanakan oleh Puskesmas ialah mendukung tercapainya visi pembangunan
kesehatan nasional. Misi tersebut adalah mampu mendorong semua pemangku
kepentingan untuk bertanggungjawab dalam upaya mencegah juga mengurangi resiko
kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok atau masyarakat sampai dengan
upaya mengintegrasi serta mengatur pelaksanaan UKM serta UKP lintas program juga
lintas sektor serta melaksanakan Sistem Rujukan yang dengan dukungan dari
manajemen Puskesmas (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75
Tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, n.d.).
Puskesmas dikelompokan sesuai ciri wilayah kerja serta keahlian
penyelenggaran. Sesuai ciri wilayah kerja, Puskesmas dibedakan: Puskesmas kawasan
perkotaan, Puskesmas kawasan pedesaan, Puskesmas kawasan terpencil atau sangat
terpencil. Berdasarkan kemampuan pelaksanaan, Puskesmas dikelompokkan menjadi
Puskesmas non rawat inap serta Puskesmas rawat inap. Puskesmas non rawat inap ialah
Puskesmas yang tidak melaksanakan pelayanan rawat inap, melainkan bantuan
persalinan normal. Puskesmas rawat inap merupakan Puskesmas yang diberi tambahan
sumber daya supaya menyelenggarakan pelayanan rawat inap, berdasar pertimbangan
keperluan pelayanan kesehatan (RI, 2016).
Pedoman pelaksanakan kesiapsiagaan menghadapi COVID-19 di Indonesia telah
disusun oleh Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P)
Kementerian Kesehatan RI berdasarkan rekomendasi WHO sehubungan dengan adanya
kasus COVID-19 di Wuhan, China. mencakup surveilans dan respon KLB/wabah,
pengelolaan klinis, pemeriksaan laboratorium, pencegahan serta pengendalian infeksi,
pemeriksaan laboratorium dan kontak risiko ((P2P)., 2020).
Buku Pedoman yang ada memuat beberapa hal tentang deteksi dini di wilayah
kerja Puskesmas melalui peningkatan kegiatan surveilans rutin dan surveilans berbasis
kejadian yang dilakukan secara aktif maupun pasif. Kegiatan dilakukan mengandung

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 131


Santosa

maksud untuk mendapatkan keberadaan indikasi pasien dengan pengawasan COVID-19


yang perlu cepat ditanggapi. Adapun kegiatan bentuk respon bisa berbentuk verifikasi,
rujukan kasus, investigasi, pemberitahuan, serta tanggapan penanggulangan. Bentuk
kegiatan verifikasi dan investigasi adalah penyelidikan epidemiologi. Sedangkan,
kegiatan tanggapan penanggulangan antara lain penelaahan serta pemantauan kontak,
rujukan, komunikasi risiko dan pemutusan rantai penularan. Termasuk dalam hal ini
adalah kesiapsiagaan menghadapi infeksi COVID-19 maka Pemerintah Pusat dan
Dinkes melaksanakan kesiapan sumber daya yaitu Sumber Daya Manusia (SDM)
,kesiapan Sarana dan Prasarana dan juga kesiapan Pembiayaan bagi pasien dalam
pengawasan yang dirawat di RS ((P2P)., 2020).
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, peneliti tertarik untuk
menganalisis bagaimana Kesiapsiagaan Wilayah pada Puskesmas sebagai Fasyankes
Tingkat Pertama dalam Menghadapi Pandemi COVID-19 di Indonesia berdasarkan
pada pedoman Kesiapsiagaan Deteksi Dini Wilayah yang didalamnya ada indikator
Sumber Daya Manusia (SDM) dan Sarana Prasarana Puskesmas di wilayah kerjanya.

Metode Penelitian
Metode yang digunakan yaitu deskriptif eksploratif dengan desain penelitian
cross sectional study melalui kuesioner yang dibagikan menggunakan google form
dengan link http://bit.ly/KuesSantFKTP yang di sebarkan melalui Whatsapp dan
Facebook ke seluruh Puskesmas sebagai Fasyankes Tingkat Pertama selama satu
minggu. Metode pengambilan sampel adalah probability sampling. Populasi dalam
penelitian ini adalah semua Puskesmas sebagai Fasyankes Tingkat Pertama yang dapat
mengakses google form. Sampel dalam penelitian ini yaitu total sampel responden yang
telah mengisi kuesioner yang dibagikan menggunakan google form sejumlah 216
responden

Hasil dan Pembahasan


A. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Puskesmas
Tabel 1
Distribusi Frekuensi berdasar Karakteristik Puskesamas dengan n (216)
Karakteristik
Frekuensi (n) Prosentase
Puskesmas
Puskesmas Rawat Jalan 110 50,9%
Puskesms Rawat Inap 106 49,1%
Total 216 100%
Sumber: Data 2020

Penjelasan Tabel 1 diatas adalah Puskesmas Rawat Jalan lebih banyak


jumlahnya dari Puskesmas Rawat Inap sejumlah 110 (50,9%).

132 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Kesiapsiagaan Wilayah pada Puskesmas sebagai Fasyankes Tingkat Pertama dalam
Menghadapi Pandemi Covid-19

Tabel 2
Distribusi Frekuensi berdasar Karakteristik Wilayah Puskesamas dengan n
(216)
Karakteristik Wilayah
Frekuensi (n) Prosentase
Puskesmas
Puskesmas Pedesaan 138 63,9%
Puskesmas Perkotaan 75 34,7%
Puskesmas Daerah
Terpencil atau Sangat 3 1,4%
Terpencil
Total 216 100%

Penjelasan Tabel 2 diatas adalah Pukesmas Wilayah Daerah Terpencil


atau Sangat Terpencil sejumlah 3 (1,4%) dan Puskesmas Wilayah Pedesaan
sejumlah 138 (63,9%).

Tabel 3
Distribusi Frekuensi berdasar Status Akreditasi Puskesamas dengan n (216)
Status Akreditasi
Frekuensi (n) Prosentase
Puskesmas
Belum Terakreditasi 4 1,9%
Sudah Terakreditasi 212 98,1%
Total 85 100%
Sumber: Data 2020

Penjelasan Tabel 3 diatas adalah Pukesmas yang belum terakreditasi


sejumlah 4 (1,9%) dan Puskesmas yang sudah terakreditasi sejumlah 212 (98,1%).
2. Sebaran Jawaban Berdasar Kesiapsiagaan Wilayah Puskesmas sebagai Fasyankes
Tingkat Pertama dalam Menghadapi Pandemi COVID-19. berdasar Indikator
SDM dan Sarana Prasarana
Tabel 4
Sebaran Jawaban Berdasar Kesiapsiagaan Wilayah Puskesmas sebagai
Fasyankes Tingkat Pertama dalam Menghadapi Pandemi COVID-19
berdasar Indikator SDM
No Komponen Survey Ya % Tidak %

B Kesiapsiagaan Sarana Prasarana


4 Kesiapan alat transportasi (ambulans) serta
menjamin bisa berfungsi dengan baik 189 87,5% 27 12,5%
untuk menagacu pada kasus.
5 Kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan
diantaranya mencakup tersedianya ruang
75 34,7% 141 65,3%
isolasi untuk melaksanakan tatalaksana,
instrumen kesehatan dsb.

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 133


Santosa

6 Kesiapan ketersediaan serta fungsi alat


komunikasi penyelarasan dengan unit-unit 200 92,6% 16 7,4%
terkai
7 Kesiapan barang penunjang pelayanan
kesehatan yang diperlukan antara lain
obat-obat suportif (lifesaving), alat-alat 155 71,8% 61 28,2%
kesehatan, APD serta melengkapi logistik
lainnya.
8 Kesiapan bahan-bahan KIE antara lain
brosur, banner, leaflet serta media untuk
200 92,6% 16 7,4%
melakukan komunikasi risiko terhadap
masyarakat.
9 Kesiapan pedoman kesiapsiagaan
menghadapi COVID-19 untuk petugas
188 87% 28 13,0%
kesehatan, termasuk mekanisme atau
prosedur tata laksana dan rujukan RS.
Sumber: Data 2020

Penjelasan Pada Tabel.4 Diatas bahwa Kesiapsiagaan Wilayah Puskesmas


sebagai Fasyankes Tingkat Pertama dalam Menghadapi Pendemi COVID-19
berdasarkan Indikator Sumber Daya Manusia (SDM) didapatkan rata rata SDM
Puskesmas sudah disiapkan oleh Puskesmas dimana Prosentase diatas 84,3%.
sedangkan SDM yang belum disiapkan di Puskesmas dalam Menghadapi Pandemi
COVID-19 ini Prosentasenya 15%.

Tabel 5
Sebaran Jawaban Berdasar Kesiapsiagaan Wilayah Puskesmas sebagai
Fasyankes Tingkat Pertama dalam Menghadapi Pandemi COVID-19
berdasar Indikator Sarana Prasarana
A Kesiapasiagaan SDM
1 Membentuk atau mengaktifkan
198 91,7% 18 8,3%
TGC di Provinsi dan Kab/Kota.
2 Meningkatkan kapabilitas SDM
dalam kesiagaan menangani
COVID-19 dengan melakukan 182 84,3% 34 15,7%
sosialisasi, table top exercises
/drilling serta simulasi COVID-19
3 Meningkatkan jaringan kinerja
surveilans dengan lintas program 211 97,7% 5 2,3%
serta sektor terkait

Penjelasan Pada Tabel 5 Diatas bahwa Kesiapsiagaan Wilayah Puskesmas


sebagai Fasyankes Tingkat Pertama dalam Menghadapi Pendemi COVID-19
berdasarkan Indikator Sarana Prasarana didapatkan rata rata sarana prasarananya
sudah disiapkan oleh Puskesmas dimana Prosentase diatas 87% , namun demikian
ternyata Puskesmas sebagai Fasyankes tingkat pertama masih ada yang belum

134 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Kesiapsiagaan Wilayah pada Puskesmas sebagai Fasyankes Tingkat Pertama dalam
Menghadapi Pandemi Covid-19

siap dalam hal kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan diantaranya mencakup


adanya ruang isolasi untuk melaksanakan tatalaksana, instrumen kesehatan dsb.
dalam menghadapi Pandemi COVID-19 dengan prosentase mencapai 65,3% atau
sejumlah 141 Puskemas dari 216 Puskesmas yang disurvey. Selain itu juga
Kesiapan logistik penopang pelayanan kesehatan yang diperlukan antara lain
obat-obat suportif (lifesaving), alat-alat kesehatan, APD serta melengkapi logistik
lainnya di puskesmas dirasa masih belum disiapkan dalam menghadapi Pandemi
COVID-19 ini dengan prosentase 28% atau sejumlah 16 Puskesmas dari 216
Puskesmas yang disurvey.
B. Pembahasan
Merujuk pada penanganan wabah COVID-19 di China, Departemen Kesehatan
di tingkat kabupaten harus memanjamen dan mengimplementasikan pelacakan serta
manajemen kontak dekat dengan institusi terkait. Orang-orang yang sudah kontak
dekat dengan orang yang suspek serta kasus yang terdiagnosis secara klinis (hanya
di Provinsi Hubei), atau kasus yang sudah diverifikasi, atau pembawa (carrier)
tanpa gejala harus mendapatkan observasi isolasi medis terpusat. Daerah yang tidak
sesuai persyaratan bisa mengadopsi observasi medis isolasi berbasis rumah. Upaya
dini untuk memantau temperatur tubuh paling kminim 2 kali sehari serta pantau
apakah kontak dekat mengindikasi adanya gejala serangan akut pernapasan maupun
gejala lainnya serta memantau perkembangan penyakit. Periode observasi untuk
kontak dekat yakni 14 hari setelah kontak terakhir dengan kasus COVID-19 atau
pembawa (carrier) tanpa gejala (Kementrian Dalam Negeri, 2020).
Pelacakan kontak dekat digunakan untuk mengidentifikasi memiliki hubungan
dekat dengan seseorang yang didiagnosis dengan penyakit Coronavirus (COVID-
19). Seseorang dari unit kesehatan umum setempat akan menghubungi kontak dekat
setiap hari saat individu berisiko terinfeksi untuk memantau gejala-gejalanya.
Kontak terdekat yang memiliki riwayat kontak dengan penderita harus mengisolasi
diri di rumah yaitu 14 hari setelah kontak terakhir dengan kasus yang dikonfirmasi.
Orang-orang yang direkomendasikan untuk diisolasi tidak diperbolehkan berada
ditempat-tempat umum, semisal pekerjaan, sekolah, penitipan anak maupun
universitas. Jangan izinkan pengunjung masuk ke rumah. Tidak harus memakai
masker di rumah. Jika dip[erbolehkan, hubungi orang lain seperti teman/keluarga,
yang tidak diharuskan terisolasi, untuk mendapatkan makanan atau keperluan lain.
Jika harus meninggalkan rumah, seperti mencari perawatan medis, diwajibkan
mengenakan masker bedah.
Mengacu dari tahapan pelaksanaan Pandemi COVID-19 di China, bahwa di
Indonesia ada institusi layanan kesehatan dasar yang disebut Puskesmas.
Puskesmas sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan tingkat pertama yang bisa
diakses serta terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya yang secara
adil tanpa memdiferensiasi status sosial, ekonomi, agama, budaya serta
kepercayaan, juga mampu menggunakan teknologi tepat guna yang berdasarkan
dengan kebutuhan pelayanan, mudah dimanfaatkan juga tidak berpengaruh buruk

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 135


Santosa

bagi lingkungan serta mampu memadukan serta mengoordinasikan


penyelenggaraan UKM juga UKP lintas program serta lintas sektor juga melakukan
Sistem Rujukan yang didukung dengan manajemen Puskesmas menjadi sangat
penting disiapkan sebagai layanan tingkat pertama dalam menghadapi Pandemi
COVID-19 yang dampaknya sangat luar biasa.
Pemerintah dalam hal ini Kementrian Kesehatan telah membekali Puskesmas
dengan standar opersional yang ada dalam bentuk Pedoman pelaksanakan
kesiapsiagaan menghadapi COVID-19 di Indonesia yang telah disusun oleh
Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian
Kesehatan RI, bahkan training dan simulasi penanganan pandemi COVID-19 di
Indonesia telah dilakukan bekerja sama dengan Gugus Tugas sesuai dengan
Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas
Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Meskipun demikian berdasarkan penelitian diatas didapatkan bahwa masih ada
puskesmas yang belum menyiapkan SDM nya dalam hal peningkatkan kapabilitas
SDM dalam kesiagaan menangani COVID-19 dengan melaksanakan sosialisasi,
table top exercises/drilling juga simulasi COVID-19 sejumlah 15% atau 34
Puskesmas dari 216 Puskesmas yang disurvey, hal ini dikarenakan waktu
penyebaran COVID-19 ini sangat cepat sehingga ada beberapa Puskesmas yang
menjadi responden penelitian ini belum sempat melakukan peningkatan kapasitas
SDM dalam kesiapsiagaan menangani COVID-19 dengan sosialisasi, table top
exercises /drilling dan simulasi COVID-19 di wilayah kerjanya.
Sedangkan pada Indikator Sarana dan Prasarana dari enam komponen survey
didapatkan bahwa Puskesmas sebagai Fasyankes tingkat pertama masih ada yang
belum siap dalam hal kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan diantaranya mencakup
tersedianya ruang isolasi untuk melaksanakan tatalaksana, instrumen kesehatan dsb
dalam menghadapi Pandemi COVID-19 dengan prosentase mencapai 65,3% atau
sejumlah 141 Puskemas dari 216 Puskesmas yang disurvey.Hal ini terjadi karena
selama ini Konsep Puskesmas seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat, tidak mewajibkan adanya ruang isolasi dengan jumlah besar baik itu
Puskesmas dengan Rawat maupun Rawat Jalan sehingga disaat kejadian pandemi
seperti saat ini rata rata puskesmas tidak siap begitu juga alat kesehatan yang
mendukung penanganan wabah COVID-19 karena Puskesmas tidak disiapkan
untuk pelayanan kesehatan lanjutan atau rujukan. Selain itu juga Kesiapan logistik
penunjang pelayanan kesehatan yang dibutuhkan antara lain obat-obat suportif
(lifesaving), alat-alat kesehatan, APD serta melengkapi logistik lainnya
dipuskesmas dirasa masih belum disiapkan dalam menghadapi Pandemi COVID-19
ini dengan Prosentase 28% atau sejumlah 16 Puskesmas dari 216 Puskesmas yang
disurvey. Hal ini terjadi karena ketersedian logostik terutama APD (Alat Pelindung
Diri) di awal penangan wabah COVID-19 sangat sangat terbatas, mengingat
kebutunan APD dipenyedia Alkes juga sangat kekurangan persedian dikarenakan

136 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Kesiapsiagaan Wilayah pada Puskesmas sebagai Fasyankes Tingkat Pertama dalam
Menghadapi Pandemi Covid-19

permintaan yang sangat besar baik untuk konsumsi APD bagi tenaga medis dan
kesehatan di Puskesmas seperti Masker Bedah, Baju Hazmat, Masker N95 dan alat
kesehatan lainnya. Pemenuhan kebutuhan yang membutuhkan waktu inilah yang
menyebabkan kebutuhan APD mengalami kekurangan di Fasyankes sehinga
Pemerintah Daerah selaku pengendali Gugus Tugas COVID-19 di daerah harus
berupaya pengadaan segera guna memenuhi APD di Fasyankes dalam penangan
wabah COVID-19 tersebut, karena APD merupakan bagian terpenting dalam
mencegah proses penularan dari pasien ke petugas kesehatan ataupun petugas
Puskesmas yang melayani pelayanan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya.

Kesimpulan
Kesiapsiagaan Wilayah Puskesmas sebagai Fasyankes Tingkat Pertama dalam
Menghadapi Pendemi COVID-19 berdasarkan Indikator Sumber Daya Manusia (SDM)
didapatkan rata rata SDM Puskesmas sudah disiapkan oleh Puskesmas dimana
Prosentase diatas 84,3%. Sedangkan SDM yang belum disiapkan di Puskesmas dalam
Menghadapi Pandemi COVID-19 ini Prosentasenya 15%.
Kesiapsiagaan Wilayah Puskesmas sebagai Fasyankes Tingkat Pertama dalam
Menghadapi Pendemi COVID-19 berdasarkan Indikator Sarana Prasarana didapatkan
rata rata sarana prasarananya sudah disiapkan oleh Puskesmas dimana Prosentase diatas
87% , namun demikian ternyata Puskesmas sebagai Fasyankes tingkat pertama masih
ada yang belum siap dalam hal kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan diantaranya
mencakup tersedianya ruang isolasi untuk melakukan tatalaksana, alat-alat kesehatan
dan sebagainya dalam menghadapi Pandemi COVID-19 dengan prosentase mencapai
65,3% atau sejumlah 141 Puskemas dari 216 Puskesmas yang disurvey.
Kesiapan logistik penunjang pelayanan kesehatan yang diperlukan antara lain
obat-obat suportif (lifesaving), alat-alat kesehatan, APD serta melengkapi logistik
lainnya dipuskesmas dirasa masih belum disiapkan dalam menghadapi Pandemi
COVID-19 ini dengan Prosentase 28% atau sejumlah 16 Puskesmas dari 216 Puskesmas
yang disurvey.

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 137


Santosa

BIBLIOGRAFI

(Kemenkes), Data Kementrian Kesehatan. (2018). Data Kementrian Kesehatan


(Kemenkes). (2018).

(P2P)., Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian


Penyakit. (2020). Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Coronavirus Disesase
(Covid-19). Jakarta.

Junaidi, Nasrun. (2009). Hubungan Status Akreditasi Pusat Kesehatan Masyarakat


(Puskesmas) Dengan Tingkat Kepuasan Pasien. Universitas Muhammadiyah
Surakarta.

Kementrian Dalam Negeri. (2020). Pedoman Umum menghadapi Pandemi COVID 19


Bagi Pemerintah Daerah, Pencegahan,Pengendalian,Diagnosis dan Manajemen.
Jakarta.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat. (n.d.).

Rahmat, Basuki. (2020). Pengaruh Implementasi Kebijakan Jaminan Kesehatan Daerah


Terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin Pada Dinas Kesehatan
Kota Tasikmalaya. Syntax Idea, 2(3), 1–11.

RI, Kementrian Kesehatan. (2016). Data Dasar Puskesmas, Kondisi Desember 2015.
Jakarta.

138 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Syntax Idea: p–ISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X
Vol. 2, No. 6, Juni 2020

EFEK PEMBERIAN LATIHAN DENGAN BEBAN DAN TANPA BEBAN


TERHADAP PENGURANGAN NYERI DAN PADA KONDISI PATELLO
FEMORALE PAIN SYNDROM PADA SISWA CAPA TNI AD DI SECAPA
LEMBANG

Sari Hijayanti
Akademi Fisioterapi, RS. Dustira Cimahi
Email: sari.fishijayanti@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini menerapkan desaign pretest posttest control group pada dua
kelompok yang mempelajari efek pemberian latihan dengan beban dan latihan
tanpa beban terhadap pengurangan nyeri lutut pada kasus patello femorale pain
syndroma. Dalam penelitian sampel dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok
perlakuan I yang terdiri dari 10 orang diberikan intervensi latihan dengan beban
dan kelompok perlakuan II terdiri dari 10 orang diberikan intervensi latihan tanpa
beban. Untuk mengetahui adanya penurunan nyeri lutut akibat patello femorale
pain syndroma dilakukan 6 kali intervensi. Tehnik pengambilan sampel dilakukan
berdasarkan purposive sampling. Pengolahan data dan analisa data menggunakan
jaringan lunak komputer untuk mengetahui kemaknaan perlakuan. Adapun hasil uji
hipotesis I pada kelompok perlakuan I sebelum dan sesudah intervensi dengan
menggunakan Paired Sample t- Test didapatkan nilai p = 0,000 (p < 0,05) yang
berarti bahwa ada efek pemberian latihan beban terhadap pengurangan nyeri lutut
akibat pattelo femorale pain syndrome. Adapun hasil uji hipotesis II pada
kelompok perlakuan II sebelum dan sesudah intervensi dengan menggunakan
Paired Sample t-test didapatkan nilai p = 0.000 (p<0,05) yang berarti bahwa ada
efek pemberian latihan tanpa beban terhadap pengurangan nyeri lutut akibat
pattelo femorale pain syndrome. Sedangkan pada uji hipotesis III kelompok
perlakuan I sesudah intervensi dan kelompok perlakuan II sesudah intervensi
dengan menggunakan Independent Sample t-test didapatkan nilai p = 0,002 (p <
0,05) yang berarti bahwa Ada perbedaan efek pemberian latihan dengan beban
dan tanpa beban terhadap pengurangan nyeri lutut akibat pattelo femorale pain
syndrome.

Kata kunci: PFPS, Latihan dengan beban, Tanpa Beban

Pendahuluan
Republik Indonesia adalah salah satu dari sekian negara yang memiliki wilayah
lautan yang lebih luas dari daratan. Secara teritoris, wilayah lautan Indonesia mencakup
2/3 dari total luas wilayahnya (Simarmata, 2017). Negara Indonesia merupakan Negara
kepulauan yang luas mulai dari Sabang sampai Merauke dan keadaan medannya yang
terdiri dari hutan, gunung, sungai, rawa, lembah tebing dan pulau-pulau yang
merupakan hambatan dan rintangan bagi setiap prajurit TNI AD dalam melaksanakan
tugas untuk mendukung tugas tersebut, setiap prajurit TNI AD dituntut memiliki

139
Sari Hijayanti

kemampuan fisik yang prima. Pembinaan jasmani bagi seorang prajurit dalam
pelaksanaan tugasnya baik tugas pendidikan latihan maupun tugas operasi, prajurit
dituntut adanya kondisi fisik jasmani yang optimal, agar dapat melaksanakan taktik dan
teknis yang harus dikuasai dengan baik. Disadari bahwa setiap taktik yang harus
dilaksanakan secara baik dan disempurnakan didukung oleh kemampuan jasmani yang
tinggi sehingga dapat melaksanakan tugas pokoknya. Berkaitan pembinaan jasmani oleh
sebagian Prajurit TNI sebagai kendala, hal ini dapat di lihat pada saat latihan jasmani
atau tes kesemaptaan jasmani sebagai suatu paksaan sehingga apabila tidak
memperhatikan ketentuan-ketentuan atau aturan mainnya bisa berakibat kecelakaan, dan
hal tersebut kerap sering terjadi di lembaga-lembaga pendidikan militer yang memang
dituntut untuk melakukan pembinaan fisik secara maksimal.
Di dalam sistem rekruitmen Prajurit TNI AD, Jasmani militer TNI AD berperan
dalam mendukung penyediaan tenaga melalui kegiatan pemeriksaan atau seleksi bidang
jasmani untuk mendapatkan calon prajurit yang memenuhi persyaratan kemampuan
jasmani, meliputi postur tubuh, kesegaran dan ketangkasan. Persyaratan tersebut
diperlukan untuk mengetahui kemampuan awal jasmani calon prajurit serta
kemungkinan pengembangan mencapai standard kemampuan jasmani militer yang
diperlukan oleh prajurit
Bagi para calon prajurit yang sudah diterima secara resmi oleh Negara untuk di
jadikan prajurit TNI AD baik golongan Tamtama, Bintara dan Perwira maka perlu
pembentukan kesamaptaan jasmani yang perlu di berikan terhadap calon-calon prajurit
TNI AD baik pria maupun wanita pada saat mengikuti pendidikan pertama kali di
militer yang diarahkan untuk mewujudkan kesamaptaan jasmani seorang prajurit TNI
AD.
Ketentuan pokok penyelenggaraan jasmani militer pada dasarnya yaitu
dilaksanaka secara bertahap, bertingkat dan berlanjut untuk mewujudkan kesemaptaan
jasmani prajurit yang meliputi postur tubuh, kesegaran dan ketangkasan jasmani sesuai
norma atau standard yang ditentukan. Penyelenggaraan jasmani militer dilaksanakan
secara rutin dan terus menerus yang diberikan kepada prajurit sejak mengikuti
pendidikan pertama, selama melaksanakan dinas aktif sampai berakhir masa dinas.
Berbagai macam jenis kegiatan yang wajib dilakukan sehari-hari secara
bertahap, bertingkat dan berlanjut dan dilaksanakan secara rutin dan terus menerus yang
diberikan kepada prajurit sejak mengikuti pendidikan pertama adalah lari dengan
perlengkapannya dengan berbagai kondisi geografis di lapangan. Macam bentuk
latihan dan beban yang digunakan tersebut bertujuan untuk pembentukan postur tubuh,
kesegaran jasmani dan ketangkasan agar menciptakan gerakan yang cepat, tepat,
tangkas dan trengginas dengan tehnik gerakan yang benar.
Dengan demikian untuk melakukan kegiatan latihan militer tersebut
membutuhkan kekuatan otot-otot tungkai yang sempurna dan ini tidaklah mudah bagi
seorang calon prajurit yang baru pertama kali melakukan latihan tersebut dan butuh
penyesuaian. Untuk itu diperlukan persiapan-persiapan yang baik untuk mendapatkan
hasil yang baik .

140 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Efek Pemberian Latihan dengan Beban dan Tanpa Beban Terhadap Pengurangan Nyeri
dan Pada Kondisi Patello Femorale Pain Syndrom

Dalam mempersiapkan pembinaan fisik peran fisioterapi sangatlah tepat, sesuai


dengan surat Kep. Men Kes. RI no: 1363/MENKES/SK/XII/2001 tentang Registrasi
dan Izin Praktek Fisioterapi Bab I KETENTUAN UMUM Pasal 1 ayat 2 Fisioterapi
adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok
untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang
daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak,
peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan fungsi, komunikasi. Dengan
demikian fisioterapi sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan berperan aktif
dalam memberikan kontribusi terhadap upaya pencapaian derajat kesehatan yang
optimal yang dibutuhkan baik individu maupun kelompok.
Untuk melaksankan latihan-latihan militer yang lumayan cukup berat diperlukan
otot-otot dan stabilitas sendi yang baik terutama pada bagian anggota gerak bawah.
Pada sendi lutut bukan merupakan sendi yang sangat stabil, menurut Dr. Don
O’Donoghue, yang berspesialisasi selama operasi sendi lutut. “ Ia hanya merupakan dua
tulang panjang kesatuannya dipertahankan oleh ligament-ligament. Paling sedikit ada
lima tempat di mana lutut dapat cedera : tulang rawan, ligament , otot di sekitar sendi
lutut, tulang tempurung lutut (patella) dan tendon patella. Ada beberapa cara yang
berguna untuk membantu melindungi diri dari cedera sendi lutut diantara salah satunya
dengan latihan otot-otot di sekitar sendi lutut. Ada bukti bahwa latihan-latihan ini dapat
mempertebal ligament-ligament dan membuat meraka lebih tahan terhadap cidera. Salah
satu penanganan fisioterapinya dengan latihan penguatan otot Quadriceps.
Pada kondisi Sindrom nyeri patellofemoral (PFPS) adalah penyakit umum dari
lutut. Ini adalah salah satu keluhan yang paling sering presentasi di ortopedi dan klinik
kedokteran olahraga, baik dalam population. PFPS atletik dan nonathletic ditandai
dengan nyeri retropatellar dan peripatellar menyebar dihasilkan dari perubahan fisik dan
biomekanik mengubah stres dan pemuatan sendi Gejala patellofemoral diperburuk oleh
kegiatan yang berat sendi patellofemoral, seperti memanjat tangga, jongkok, berlari, dan
kneeling. Jadi, ini kondisi umum mempengaruhi banyak aspek kehidupan sehari-hari.

Metode Penelitian
Penelitian ini di susun dengan desaign pre test post test control group pada dua
kelompok. Untuk mempelajari efek pemberian latihan dengan beban dan latihan tanpa
beban terhadap pengurangan nyeri lutut pada kasus patellofemorale pain syndroma.
Pada penelitian ini subyek penelitian berjumlah 20 orang yang terbagi dalam dua
kelompok. Kelompok pertama berjumlah 10 orang diberikan latihan dengan beban.
Sedangkan kelompok kedua juga berjumlah 10 orang yang diberikan latihan tanpa
beban. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat efek pemberian latihan pada
masing-masing kelompok. Kelompok perlakuan I dibe rikan latihan dengan beban dan
kelompok perlakuan II dibe rikan latihan tanpa beban, terhadap pengurangan nyeri lutut
pada kasus patellofemorale pain syndrome intensitas nyeri pengukuran Visual Analogue
Scale. Hasil pengukuran intensitas nyeri tersebut kemudian dianalisa dan dibandingkan
antara kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II.

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 141


Sari Hijayanti

Kelompok perlakuan I
Pada kelompok perlakuan I ini obyek penelitian di berikan latihan dengan beban
sebelum perlakuan dilakukan pengukuran nyeri lutut pada patellofemorale pain
syndroma dengan menggunakan Visual Analogue Scale untuk mengetahui tingkat nyeri
lutut pada patellofemorale pain syndroma. Tes provokasi nyeri yang dilakukan kita
meminta kepada obyek penelitian untuk, sambil berdiri pada salah satu kaki, pelan-
pelan menekuk lututnya. Sementara itu kita memberikan tekanan pada patella memakai
telapak tangan kita (fisioterapist). Biasanya terasa kalau ada krepitasi dan obyek
penelitian akan menunjukan rasa sakit seperti biasa yang dialaminya sehari-hari,
kemudian obyek penelitian diminta untuk memberikan tanda rasa nyeri pada formulir
yang berisi instrumen Visual Analogue Scale. setelah pengukuran selesai, kelompok
perlakuan dilanjutkan dengan pemberian latihan dengan beban. Selanjutnya obyek
penelitian diminta untuk melakukan 3 kali seminggu selama 2 minggu.

Latihan Dengan
Beban
Nyei Lutut depan akibat Pengurangan Nyeri Lutut
PFPS Sebelum Intervensi depan akibat PFPS
Sesudah Intervensi
Latihan Tanpa Beban
Skema 1
Model Kelompok Perlakuan I

Pada kelompok perlakuan II ini obyek penelitian penelitian diberikan latihan


tanpa beban sebelum perlakuan dilakukan pengukuran nyeri lutut pada patellofemorale
pain syndroma dengan menggunakan Visual Analogue Scale untuk mengetahui tingkat
nyeri lutut pada patellofemorale pain syndroma. Tes provokasi nyeri yang dilakukan
kita meminta kepada obyek penelitian untuk, sambil berdiri pada salah satu kaki, pelan-
pelan menekuk lututnya. Sementara itu kita memberikan tekanan pada patella memakai
telapak tangan kita (fisioterapist). Biasanya terasa kalau ada krepitasi dan obyek
penelitian akan menunjukan rasa sakit seperti biasa yang dialaminya sehari-hari,
kemudian obyek penelitian diminta untuk memberikan tanda rasa nyeri pada formulir
yang berisi instrumen Visual Analogue Scale. setelah pengukuran selesai, kelompok
kontrol dilanjutkan dengan pemberian latihan tanpa beban. Selanjutnya obyek penelitian
diminta untuk melakukan 3 kali seminggu selama 2 minggu.

Hasil dan Pembahasan


Penyebab patello femorale pain syndroma yang paling sering terjadi pada
remaja dan dewasa muda, faktor lain yang dapat menyebabkan patello femorale pain
syndrome diantaranya adalah kerusakan pada jaringan sekitarnya, seperti tulang rawan
dibagian bawah patella itu sendiri, ketidak seimbangan yang dapat mengakibatkan

142 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Efek Pemberian Latihan dengan Beban dan Tanpa Beban Terhadap Pengurangan Nyeri
dan Pada Kondisi Patello Femorale Pain Syndrom

pelacakan mal – patella, selain itu nyeri ini dapat terjadi setelah cedera lutut, jika otot –
otot paha depan (terutama VMO) menjadi terhambat atau sangat lemah.
Dengan berbagai penyebab tersebut diatas, pada patofisiologi Sindrom nyeri
patellofemoral adalah penyebab umum nyeri disekitar patella, yang kadang-kadang
disebut sebagai ‘Nyeri Lutut Anterior’. Ketika lutut diluruskan, meluncur lutut di alur
khusus pada tulang paha disebut ‘alur patellofemorale’, dikendalikan oleh quadriceps
(paha) otot. Namun, untuk beberapa alasan mungkin menyimpang dari jalan ini
(biasanya menjelang luar lutut). Ini disebut Maltracking patellofemorale dan
menghasilkan tekanan abnormal pada permukaan bawah patella yang dapat
menyebabkan nyeri lutut.
Dengan maltracking patellofemorale, tekanan abnormal diletakan pada
permukaan bawah dari tutup lutut yang dapat menyebabkan sakit. Jika diperbolehkan
untuk kemajuan, ini menekankan dapat menyebabkan kerusakan pada kartilago articular
pada lutu (suatu kondisi yang disebut Chondromalacia patella) dan tulang paha.
Dalam penelitian ini sampel dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok
perlakuan I untuk menurunkan nyeri lutut akibat patello femorale pain syndrome
dengan memberikan intervensi latihan beban dan kelompok perlakuan II untuk
menurunkan nyeri lutut akibat patello femorale pain syndrome dengan memberikan
intervensi latihan tanpa beban.
Dari hasil penelitian tersebut akan menjawab hipotesis pada bab sebelimnya
yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Hasil Uji Hipotesis I
Hipotesis I: ada penurunan nyeri lutut akibat patello femorale pain syndrome
dengan intervensi latihan beban.
Untuk menguji Hipotesis I ini digunakan uji t-test related, menunjukan adanya
penurunan nyeri lutut pada kelompok perlakuan I sebelum dan sesudah
intervensi,dimana sebelum intervensi didapat nilai Mean sebesar 5,40 dan SD 1,075
dan pada akhir intervensi didapat nilai Mean 2,20 dan SD 1,033 dengan demikian
didapat nilai selisih sebesar 3,20 dan SD 0,632, dengan nilai p = 0,000 ( p<0,05 )
yang berarti ada pengaruh pemberian latihan beban terhadap penururnan nyeri lutut
akibat patello femorale pain syndrome.
Penurunan nyeri lutut diakibatkan patello femorale pain syndrome tersebut
dikarenakan bertujuan agar m.quadriceps kuat sehingga hal ini dapat mengurangi
nyeri pada lutut depan. Bila m. quadriceps kekuatannya stabil kembali maka akan
mengurangi gesekan yang berlebihan pada sudut tarik m.quadriceps terhadap patella.
Bentuk latihan yang diberikan dengan gerakan pada kontraksi eksentrik terjadi ketika
aktivitas kontraktil melawan peregangan yang dilihat ketika otot quadriceps
menurunkan beban. Selama gerakan ini otot memanjang tetapi tetap berkontraksi
melawan peregangan, ketegangan ini terjadi karena otot quadriceps menahan beban
berat tungkai. Sehingga selama berkontraksi eksentrik kekuatan otot yang dihasilkan
dari otot lebih tinggi.

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 143


Sari Hijayanti

Selama kontraksi eksentrik, didalilkan bahwa gerakan crossbridge dan


penggabungan bisa bekerja pada tingkat lebih cepat, menyebabkan berkurangnya
kebutuhan energy dari sistem oksigen. Adaptasi kerja otot eksentrik menghasilkan
suatu lampiran optimal antar unsur-unsur aktin dan myosin, yang pada gilirannya
akan meningkatkan potensi kekuatan puncak. Dalam hal ini terjadi peningkatan
rekruitmen motor unit yang terdepolarisasikan sehingga terjadi peningkatan diameter
serabut otot dan jumlah myofibril yang terdepolarisasi, yang pada akhirnya
menyebabkan terjdinya peningkatan kekuatan otot. Jadi, selama kontraksi eksentrik
kekuatan otot yang dihasilkan dari otot lebih tinggi.
2. Hasil Uji Hipotesis II
Uji Hipotesis II: Ada pengaruh pemberian latihan tanpa beban terhadap
penurunan nyeri lutu akibat patello femorale pain syndrome, menunjukan adanya
penurunan nyeri lutut yang diakibatkan patello femoral pain syndrome, dimana
sebelum intervensi didapat nilai Mean sebesar 5,70 dan SD 1,050 dan pada akhirnya
intervensi didapat nilai Mean 3,60 dan SD 0,699 dengan demikian didapatkan nilai
selisih sebesar 2,10 dan SD 0,738 dengan nilai p = 0,000 (p<0,05) yang berarti
bahwa ada pengaruh pemberian latihan tanpa beban terhadap penururnan nyeri lutut
akibat patello femorale pain syndrome.
Dengan memeberikanlatihan tanpa beban pada nyeri lutut akibat patello
femorale pain syndrome ini akan meningkatkan elastisitas jaringan karena adanya
latihan static isometric yang dilakukan pada saat otot berkontraksi tanpa terjadi
perubahan panjang dan tanpa adanya gerakan pada sendi. Otot dapat menghasilkan
tegangan yang lebih besar ketika melakukan kontraksi isometrik maksimal. Karena
tidak ada gerakan sendi, maka kekuatan otot meningkat sesuai dengan beban yang
diberikan juga dibentuk oleh panjang otot saat latihan.
Dalam latihan isometrik akan terjadi kontraksi jaringan kontraktil pada otot
menjadi lebih kuat akibatnya akan terjadi hypertropi pada serabut otot dan
peningkatan rekruitmen motor nit pada otot. Pada peningkatan kekuatan otot akan
terjadi fase-fase pada awal latihan dan itu disebabkan karena saat otot berkontraksi
maka akan terjadi perubahan pada serabut otot dan adanya adaptasi neurologik yaitu
meningkatkan koordinasi dan rekruitmen motor unit dan jika kontraksi dilakukan
secara rutin dan spesifik maka akan meningkatkan kekuatan otot.
Sebagai contoh pada kelompok perlakuan II rata-rata derajat penurunan nyeri
lutut berkurang sesudah intervensi kedua, hal tersebut karena mereka tersebut rajin
dan rutin mengikuti anjuran kami, yaitu untuk selalu mentaati jadwal terapi,
melakukan gerakan pada latihan tanpa beban sesuai dengan anjuran peneliti serta
bersungguh-sungguh dalam mengikuti setiap sesi latihan.
3. Hasil Uji Hipotesa III
Uji Hipotesa III: Ada perbedaan pengaruh pemberian latihan beban dan tanpa
beban terhadap penurunan nyeri otot yang diakibatkan patella femorale pain
syndrome, menunjukan hasil pengukuran penurunan nyeri lutut patella femorale pain
syndrome pada kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II. Sehingga dapat

144 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Efek Pemberian Latihan dengan Beban dan Tanpa Beban Terhadap Pengurangan Nyeri
dan Pada Kondisi Patello Femorale Pain Syndrom

terbaca nilai selisih antara sebelum dan sesudah perlakuan ke dua kelompok tersebut,
dimana terdpat nilai selisih sesudah intrvensi kelompok perlakuan I dengan Mean
sebesar 3,20 dengan SD sebesar 0,623, nilai Mean sesudah intervensi pada kelompok
pelakuan II sebesar 2,10 dengan SD 0,738. Dari uji hipotesis III dengan
menggunakan Independent Sample t-test didapatkan nilai p=0,002 (p≤0,05 yang
berarti bahwa perbedaan pengaruh pemberian latihan dengan beban dan tanpa beban
terhadap penurunan nyeri lutut akibat patella femorale pain syndrome.
Hal tersebut didukung dengan teori yang menyatakan bahwa latihan beban
latihan rantai tertutup lebih baik karena meniru aktivitas hidup sehari-hari, yang
berarti mereka meningkatkan “fungsional” kebugaran kita. Para untuk atlit juga
membutuhkan beberapa gerakan sendi dan otot terjadi sekaligus. Sangat sedikit
dalam kehidupan nyata atau dalam atletik mengisolasikan hanya satu gerak sendi dan
satu kontraksi otot saja seperti pada latihan rantai terbuka.

Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan uraian pembahasan, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Ada efek pemberian latihan beban terhadap pengurangan nyeri lutut akibat patella
femorale pain syndrome pada CAPA TNI AD di SECAPA Lembang.
2. Ada efek pemberian latihan tanpa beban terhadap pengurangan nyeri lutut akibat
patella femorale pain syndrome pada SECAPA TNI AD di SECAPA Lembang.
3. Ada pemberian efek pemberian latihan dengan beban dan tanpa beban terhadap
pengurangan nyeri lutut akibat patella femorale pain syndrome pada CAPA TNI AD
di SECAPA Lembang.

BIBLIOGRAFI

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 145


Sari Hijayanti

A.N de Wolf. Dan J.M.A, Mens, Pemeriksa Alat Penggera Tubuh,


Houten/Zaventen 1994

C.K.Giam,MAj,PPA at all,Ilmu Kedokteran Olah Raga, Jakarta 1993

DuniaFitnes.com on Oct 14, 2011 Bagaimana Menurunkan Berat Badan Jika Anda
Mengalami Nyeri Lutut

Elninosky, 2011, Latihan Stabilisasi (open chain stabilization dan close chain
stabilization exercise) file://C:/Users/1/Downloads/latihan-stabilisasi-open-
chain.html

http://www.physioroom.com/injuries/knee/patellofemoral_maltracking_full.php,diambil
tanggal 16 Desember 2011

Ikatan Fisioterapi Indonesia, Pengantar Ilmu Bedah (Volume 09 No.2 Oktober 2009)

Indra Lesmana Syahmirza & Armen, Differential Diagnosis, (Kumpulan Makalah


TITAFI XV : Semarang, 2-4 Oktober 2000)

Jasmani militer, Buku Petunjuk Induk Mabesad, (Skep KASAD


Nomor Skep/350/X/2002 tanggal 11 Oktober 2002)

Journal of orthopaedic & sports phisycal therapy, │april 2007 │volume 37│number
4│160

Kurniawan Hadi Sp.RM, Latihan Penguatan Otot Kuadriseps pada pasien Osteoartritis
lutut, seri majalah kasih senin 21 Agustus 2011 edisi 9,
http://MajalahKasih.pantiwilasa.com di ambil 3-11-2011

Latihan untuk Nyeri Lutut 20 Wednesday Apr 2011 Posted by Raymond


Posuman in physical Medicine and Rehabilitation.

Medis Multimedia Group, LLC : 1-406-721-3072 C Copright


2009-2011, eorthopod.com, diambil tanggal 19 Desember 2011.

Naskah Departemen No. 53-07-C1-A0101, Pengetahuan Binjasmil, (Pusdikjas Kep.


Danpusdikjas Nomor Kep /06/VIII/2007 tanggal 17 juli 2007)

Nicole Nicholes 2008/10/3., Latihan Rantai Terbuka dan Tertutup


editor@dailySpark.com

Pusdikjasmil, Subajsmil, (Cimahi, November 2010)

Richard S Snell, Clinical Anatomy For Medical Student, (USA: Lippicott Williams &
Wilkin, 2006)

Rasjad Chairudin, Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi, Ujung Pandang 1998

146 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Efek Pemberian Latihan dengan Beban dan Tanpa Beban Terhadap Pengurangan Nyeri
dan Pada Kondisi Patello Femorale Pain Syndrom

Simarmata, Parihutantua. (2017). Hukum Zona Ekonomi Eksklusif dan Hak Indonesia
Menurut Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1983. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah
Indonesia, 2(2), 108–123.

S Snell Richard, Clinical Anatomy For Medical Student, (USA: Lippicott Williams &
Wilkin, 2006)

Sumosardjuno Sadoso, Kesehatan Olah Raga, Jakarta 1984

Thomas Souza, DC, DACBSP Dinamis Chiropractic-Desember 14 Agustus 2000, Vol.


18, Edisi 26

Yantika Delyuzir Nindi & Indra Lesmana Syahmirza, Perbedaan pengaruh pemberian
MWD, US, latihan eksentrik quadriceps dengan MWD, US, latihan statistic
isometric quadriceps terhadap peningkatan kekuatan otot quadriceps pada
tendinitis patelaris, (Jurnal Fisioterapi Vol 9 no 2, Oktober 2009)

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 147


Syntax Idea: p–ISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X
Vol. 2, No. 6, Juni 2020

KEKUATAN EFEKTIVITAS IKLAN DAN KEPERCAYAAN MEREK DALAM


MEMBENTUK KINERJA MEREK PADA PRODUK KOSMETIK LOKAL

Siska Oktavia, Asep Muhamad Ramdan dan Nor Norisanti


Universitas Muhammadiyah Sukabumi (UMMI)
Email: siskaoktav14@ummi.ac.id, amr37ramdan@ummi.ac.id, dan
nornorisanti@umm.ac.id

Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur berapa besar pengaruh Efektivitas
Iklan dan Kepercayaan merek terhadap Kinerja Merek. Variabel pada penelitian
adalah Efektivitas Iklan (X1), Kepercayaan Merek (X2) dan Kinerja Merek (Y).
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan metode
kuantitatif dengan pendekatan assosiatif dengan melakukan penyebaran kuesioner
kepada 131 responden wanita yang berusia 14 – 25 tahun. Teknik analisis data
yang digunakan yaitu regresi linear berganda dilihat dari nilai Adjusted R Square
sebesar 0,693 diarti bahwa pengaruh Efektivitas Iklan dan Kepercayaan Merek
terhadap Kinerja Merek sebesar 69,3% sisanya 30,7% adalah dipengaruhi oleh
faktor lain yang tidak ada dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil uji koefiesien
kolerasi dilihat dari nilai R menunjukan hasil sebesar 0,835 yang berarti adanya
hubungan Efektivitas Iklan dan Kepercayaan Merek terhadap Kinerja Merek. Dari
variabel Efektivitas Iklan dan Kepercayaan Merek seluruhnya berpengaruh positif
terhadap Kinerja Merek.

Kata kunci: Efektivitas iklan, kepercayaan merek dan kinerja merek.

Pendahuluan
Proses kewirausahaan menuntut kemauan untuk mengambil resiko dengan
penuh perhitungan sehingga dapat mengatasi rintangan untuk mencapai kesuksesan
yang diharapkan (Zaelani, 2017). Bisnis kosmetik masih sangat diminati mengingat
jumlah pasar di Indonesia yang menggiurkan seperti pada penjualan pasar kosmetik
Indonesia merupakan satu yang terdepan dengan pertumbuhan tahunan diharapkan
mengalami kenaikan sebesar 7% hingga tahun 2023 (Cekindo.com, 2019). Namun
berbeda dengan perkiraan kenaikan kosmetik di Indonesia saat ini produk kosmetik
lokal mengalami penurunan yang signifikan yaitu 15% setiap tahunnya dikarenakan
untuk bersaing dengan produk import di pasar dalam negeri perusahaan brand lokal
harus memikirkan bagaimana produknya bisa murah sehingga produk luar tidak masuk.
Selain berkurangnya daya beli saat ini banyak kosmetik ilegal yang di pasarkan
sehingga pasar nasional mengalami penurunan penjuaan (Sopyan, 2017).
Produk kosmetik harus memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan
primer bagi konsumen yang seringkali menjadi identitas dirinya secara sosial dimata
masyarakat, bahkan dalam persaingan bisnis kosmetik harus mampu memenuhi
kebutuhan konsumen (Gunawan dan Susanti, 2015). Salah satu upaya yang harus

148
Kekuatan Efektivitas Iklan dan Kepercayaan Merek dalam Membentuk Kinerja Merek

dilakukan produk kosmetik lokal adalah dengan membentuk identitas produk melalui
persaingan merek, karena semakin baik tingkat kinerja merek maka akan semakin yakin
konsumen untuk menggunakan produk yang dihasilkan maka perusahaan akan mampu
bersaing dengan produk serupa yang dihasilkan oleh perusahaan lain (Dwi, Pangestuti,
Deasyana, & Devita, 2018).
Efektivitas iklan sangat penting bagi perusahaan untuk mempromosikan produk
karena jika iklan yang ditampilkan di kemas dengan menarik dimanfaatkan secara
efektif untuk membangun citra jangka panjang sehingga mampu menarik minat
konsumen untuk membeli produk yang ditawarkan maka perusahaan akan mampu terus
bersaing dengan perusahaan lain (Prasetya, 2016).
Perusahaan harus dapat membangun kepercayaan merek yang mempengaruhi
terhadap kesediaan konsumen untuk mempercayai suatu produk yang dihasilkan
perusahaan dengan segala resikonya karena harapan dibenak konsumen bahwa merek
tersebut akan memberikan hasil yang positif sehingga akan menimbulkan kesetiaan
terhadap suatu merek (Sari & Widowati, 2014).
Untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan suatu produk dengan
menggunakan harga dirasa kurang tepat sehingga konsumen diduga kurang tertarik
menggunakan kosmetik lokal, maka hal ini berpengaruh terhadap kinerja merek suatu
produk (M.Shariq B.khan & A.Rizvi, 2016).
Pada penelitian ini yang dijadikan variabel yaitu efektivitas iklan, kepercayaan
merek, dan kinerja merek berdasarkan latar belakang masalah diatas peneliti tertari
menggambil judul “Kekuatan Efektivitas Iklan dan Kepercayaan Merek dalam
membentuk Kinerja Merek pada Kosmetik Lokal”.
Efektivitas iklan adalah salah satu cara yang digunakan perusahaan untuk
menginformasikan produk atau jasa menggunakan media iklan yang mampu menarik
perhatian, pemahaman dan dimengerti dalam benak konsumen agar dapat dicerna dari
sudut pandang yang benar (Gunawan, 2015; Wijaya & Dharmayanti, 2014; Yuwono,
2010).
Dimensi efektivitas iklan yaitu: 1) empaty atau memahami isi iklan dengan sudut
pandang yang benar (Hasanah, Nugroho, & Nugroho, 2016). 2) persuasi (persuation)
atau kepercayaan konsumen mengenai iklan yang ditampilkan (Hasanah et al., 2016). 3)
dampak (impact) atau iklan yang ditampilkan memberikan informasi yang baik terhadap
produk (Hasanah et al., 2016). 4) komunikasi (communication) atau pemahaman
konsumen mengenai kesan iklan yang disampaikan (Hasanah et al., 2016). 5) audience
attentiveness and responsiveness to advertising atau perhatian dan respon terhadap iklan
(Tommy, 2016).
H1 = Ada pengaruh Efektivitas Iklan terhadap Kinerja Merek.
Kepercayaan merek merupakan kemampuan suatu merek yang dibangun oleh
konsumen atau pelanggan untuk mempercayai merek tersebut dengan resiko yang akan
di hadapi dalam mempercayai pihak lain (Ahmed, Rizwan, Ahmad, & Haq, 2014;
Ballester & E.Delgado, 2014; Putra, 2017).

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 149


Siska Oktavia, Asep Muhamad Ramdan dan Nor Norisanti

Dimensi kepercayaan merek yaitu: 1) Dimension of Viability Dimensi ini


merupakan sebuah persepsi terhadap merek mampu memenuhi dan memuaskan
kebutuhan dan nilai konsumen. Dimensi ini dapat diukur melalui indikator kepuasan
dan nilai (Sari & Widowati, 2014). 2) Dimension of Intentionality merupakan perasaan
aman dari konsumen terhadap suatu merek. Dimensi ini dapat diukur melalui indikator
security dan trust (Sari & Widowati, 2014). 3) Their view of brand trust focuses on the
perceived performance of the brand atau pandangan mereka tentang kepercayaan merek
berfokus pada kinerja merek (Ballester & E.Delgado, 2014).
H2 = Ada pengaruh Kepercayaan Merek terhadap Kinerja Merek.
Kinerja merek (Brand Performance) merupakan sebuah tingkat keberhasilan
dari merek atau jasa dalam memenuhi kebutuhan konsumen yang digunakan untuk
mengevaluasi keberhasilan strategi merek (Kotler & Keller, 2009; Limanto &
Dharmayanti, 2019; willianto.k & Semuel.H, 2005). “Brand performance is that how
successful a brand is in the market and its purpose is to evaluate the strategic success of
a brand” yang dimaksud dengan Kinerja merek adalah “seberapa sukses suatu merek di
pasar dan bertujuan untuk mengevaluasi keberhasilan strategis suatu merek” (Taleghani,
Moghadam, & Chirani, 2012).
Dimensi Kinerja merek (Brand Performance) yaitu: 1) Product Performance
merupakan kualitas yang berkaitan dengan karakterisitik utama produk (G.Bhimhrao,
2008). 2) Service Performance atau karakteristik pelayanan (G.Bhimhrao, 2008). 3)
Customer Care atau layanan yang memperhatikan kebutuhan konsumen (G.Bhimhrao,
2008). 4) Style and design merupakan asosiasi dengan produk yang melampaui aspek
fungsional untuk pertimbangan estetika lebih seperti ukuran, bentuk, bahan, dan warna
pada produk (Kotler & Keller, 2009). 5) Price atau harga (Kotler & Keller, 2009)
Berdasarkan hipotesis diatas model penelitian model penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut:

X1
H1
Y
X2 H2

Metode Penelitian
Pada penelitian ini dilakukan pada pengguna kosmetik Kmina Kota Sukabumi
yang di khususkan bagi wanita berusia 14 – 25 tahun. Metode yang digunakan
Assosiatif dengan menggunakan Sofware IBM SPSS 23. Populasi yang digunakan
dalam peneitian ini yaitu wanita berusia 14 – 25 tahun, dengan menggunakan Cluster

150 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Kekuatan Efektivitas Iklan dan Kepercayaan Merek dalam Membentuk Kinerja Merek

Hasil dan Pembahasan


A. Uji Kelayakan Model
Untuk mengetahui apakah model yang diteliti memiliki kelayakan yang
tinggi dimana variabel yang diteliti mampu menjelaskan permasalahan yang diteliti.
Adapun hasil penggolahan data yaitu sebagai berikut:

Tabel 1
Hasil Uji F
ANOVAa
Sum of Mean
Model Squares Df Square F Sig.
1 Regression 1632,104 2 816,052 147,684 ,000b
Residual 707,285 128 5,526
Total 2339,389 130
a. Dependent Variable: Kinerja Merek(Y)
b. Predictors: (Constant), Efektivitas Iklan(X1), Kepercayaan Merek(X2)

Hasil Uji F pada penelitian ini adalah Fhitung 147,684 > Ftabel 3,09 dapat
disimpulkan bahwa hipotesis ini dapat diterima dan dinyatakan layak untuk
menjelaskan variabel dependen yang dianalisis karena Fhitung > Ftabel.

Tabel 2
Hasil koefisien determinasi
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
a
1 ,835 ,698 ,693 2,35067
a. Predictors: (Constant), Efektivitas Iklan(X1), Kepercayaan Merek(X2)

Hasil R menunjukan hasil sebesar 0,835 yang berarti adanya hubungan antara
Efektivitas Iklan dan Kepercayaan merek terhadap Kinerja merek. Adapun nilai R
Square bernilai sebesar 0,693 yang berarti bahwa pengaruh Efektivitas Iklan dan
Kepercayaan Merek terhadap Kinerja Merek sebesar 69,3% sedangkan sisanya
30,7% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

B. Regresi Linear Berganda


Analisis regresi linier berganda dilakukan peneliti untuk mengukur hubungan
secara linear antara dua atau lebih variabel.

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 151


Siska Oktavia, Asep Muhamad Ramdan dan Nor Norisanti

Tabel 3
Hasil regresi linear berganda
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 5,736 ,908 6,315 ,000
Efektivitas Iklan ,198 ,077 ,209 2,584 ,011
Kepercayaan
,578 ,071 ,658 8,123 ,000
Merek
a. Dependent Variable: Kinerja Merek(Y)

Dari tabel diatas telah didapatkan hasil penggolahan data, dan hasil tersebut
dirumuskan sesuai dengan model persamaan refresi linear berganda yaitu sebagai
berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + e
Y = 5,736 + 0,198 + 0,578 + ε
Y = Kinerja Merek
X1 = Efektivitas Iklan
X2 = Kepercayaan Merek

1. Konstanta (a) mempunyai nilai sebesar 5,736 yang berarti menunjukan nilai
Kinerja Merek yaitu sebesar 5,736
2. Variabel X1 mempunyai nilai koefisien regresi positif sebesar 0,198, hasil ini
menunjukan bahwa setiap kenaikan 1% nilai Efektivitas Iklan maka nilai
partisipasi naik 0.198. hal tersebut menunjukan bahwa Efektivitas Iklan terhadap
Kinerja Merek berpengaruh positif.
3. Variabel X2 mempunyai nilai koefisien regresi positif sebesar 0,578, hasil ini
menunjukan bahwa setiap kenaikan 1% nilai Kepercayaan Merek maka nilai
partisipasi naik 0,578. Hal tersebut menunjukan bahwa Kepercayaan Merek
terhadap Kinerja Merek berpengaruh positif.

C. Pengujian Hipotesis
Tabel 4
Uji T
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 5,736 ,908 6,315 ,000
Efektivitas Iklan ,198 ,077 ,209 2,584 ,011
Kepercayaan
,578 ,071 ,658 8,123 ,000
Merek
b. Dependent Variable: Kinerja Merek

152 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Kekuatan Efektivitas Iklan dan Kepercayaan Merek dalam Membentuk Kinerja Merek

Dari tabel diatas dapat di simpulkan bahwa variabel Efektivitas Iklan hasil t
hitung yaitu sebesar 2,584 dengan nilai signifikansi sebesar 0,011 yang artinya H 1
ada pengaruh positif dan signifikan antara Efektivitas Iklan terhadap Kinerja Merek
pada produk kosmetik lokal, diterima. Dikarenakan t hitung > ttabel yaitu 2,584 > 1,980
dengan nilai signifikan 0.011 < 0,05. Variabel Kepercayaan Merek hasil t hitung 8,123
dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 yang artinya H2 ada pengaruh positif dan
signifikan antara Kepercayaan Merek terhadap Kinerja Merek pada produk kosmetik
lokal, diterima. Dikarenakan t hitung > ttabel yaitu 8,123 > 1,980 dengan nilai
signifikansi 0.000 < 0,05.

Efektivitas 2,584
Iklan
Kinerja
Merek
8,123
Kepercayaan
Merek

Kesimpulan
Dari penelitian yang dilakukan, hasil penelitian ini menunjukan bahwa
Efektivitas Iklan dan Kepercayaan Merek sangat berpengaruh penting untuk
membentuk Kinerja Merek pada produk kosmetik lokal.teknik analisis data yang
digunakan yaitu regresi lienear berganda dilihat dari nilai Adjusted R Square sebesar
0,693 diarti bahwa pengaruh Efektivitas Iklan dan Kepercayaan Merek terhadap Kinerja
Merek sebesar 69,3% sisanya 30,7% adalah dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak ada
dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil uji koefiesien kolerasi dilihat dari nilai R
menunjukan hasil sebesar 0,835 yang berarti adanya hubungan Efektivitas Iklan dan
Kepercayaan Merek terhadap Kinerja Merek. Dari variabel efektivitas iklan dan
kepercayaan merek seluruhnya memiliki pengaruh positif terhadap kinerja merek.

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 153


Siska Oktavia, Asep Muhamad Ramdan dan Nor Norisanti

BIBLIOGRAFI

Ahmed, Zohaib, Rizwan, Muhammad, Ahmad, Mukhtar, & Haq, Misbahul. (2014).
Effect of brand trust and customer satisfaction on brand loyalty in Bahawalpur.
Journal of Sociological Research, 5(1), 306–326.
https://doi.org/10.5296/jsr.v5i1.6568

Ballester & E.Delgado. (2014). Brand Trust Scale Elena Delgado-Ballester. (October
2011).

Cekindo.com. (2019). Penjualan Kosmetik Indonesia.

Dwi, Rima, Pangestuti, Anggraeni Edriana, Deasyana, Lussy, & Devita, Rahma. (2018).
Pengaruh Endorsement Beuty Vloger terhadap Minat beli Make Up Brand Lokal
(Survey pada Peminat Kosmetik LT Pro yang Dipengaruhi oleh Video Vlog Ini
Vindy di Kota Malang ). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol, 60(1), 155–162.

G.Bhimhrao. (2008). No Title. Product Dan Brand Management.

Gunawan dan Susanti. (2015). Pengaruh Bauran Promosi Dan Harga Terhadap
Keputusan Pembelian Produk Kosmetik Maybelline. Jurnal Manajemen Dan
Bisnis Indonesia, 9.

Gunawan, Lisa. (2015). Efektivitas Iklan Televisi Suzuki Karimun Wagon R di


Masyarakat Surabaya. Pneumologie, 2(3), 537.

Hasanah, Nur, Nugroho, Lukito Edi, & Nugroho, Eko. (2016). Analisis Efektivitas Iklan
Jejaring Sosial sebagai Media Promosi Menggunakan EPIC Model. Scientific
Journal of Informatics, 2(2), 99. https://doi.org/10.15294/sji.v2i2.5075

Kotler, Philip, & Keller, Kevin Lane. (2009). Manajemen pemasaran Jilid 1. In Jakarta.
Limanto, Jimmy, & Dharmayanti, Diah. (2019). Analisa Pengaruh Market Orientation
Terhadap Purcahase Intention Dengan Brand Image dan Brand Performance
Sebagai Variabel Intervening Pada PT Vista International Corporation. Journal of
Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

M.Shariq B.khan & A.Rizvi. (2016). An Exploratory Analysis of Marketing Elements


and Brand Equity in the An Exploratory Analysis of Marketing Elements and
Brand Equity in the UAE FMCG Category. (November 2017).
https://doi.org/10.1177/2278682115593436

Prasetya, Adi Ericho. (2016). Pengaruh Kreativitas Iklan, Unsur Humor, Dan Kualitas
Pesan Ikla Terhadap Efektivitas Iklan Televisi Aqua “Versi Ada Aqua.” 5(3), 144–
153.

Putra, Algamar. (2017). No Titl. Pengaruh Iklan Dan Kepercayaan Merek Terhadap
Minat Beli Konsumen (Studi Pada Texas Chicken Pekanbaru)Onsumen (Studi

154 Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020


Kekuatan Efektivitas Iklan dan Kepercayaan Merek dalam Membentuk Kinerja Merek

Pada Texas Chicken Pekanbaru), 4(1), 1–11.

Sari, Niken Permata, & Widowati, Retno. (2014). Hubungan Antara Kesadaran Merek,
Kualitas Persepsian, Kepercayaan Merek Dan Minat Beli Produk Hijau. Jurnal
Manajemen Bisnis, 5(1), 59–79.

Sopyan, Sholihin. (2017). Disapu produk impor, kinerja industri kosmetik lokal kurang
kinclong.

Taleghani, Mohammad, Moghadam, Nasim Esmailie, & Chirani, Ebrahim. (2012).


Brand Performance and Brand Equity. 1033–1036.

Tommy, Hämäläinen. (2016). Brand Management Of Licensed Innovation X Degree


Programme In International Business.

Wijaya, Noviany, & Dharmayanti, Diah. (2014). Analisa Efektivitas Iklan Kosmetik
Wardah Dengan Menggunakan Consumer Decision Model (Cdm). Jurnal
Manajemen Pemasaran Petra, 2(1).

willianto.k & Semuel.H. (2005). Analisa Pengaruh Brand Performance Terhadap


Repurchase Intention Dengan Competitive Advantage Sebagai Variabel Mediasi
Pada Erha Dermatology Surabaya. Analisa Pengaruh Brand Permormance
Terhadap Repurchase Intention Dengan Competitive Advantage Sebagai Variabel
Mediasi Pada Erha Dematology Surabaya.

Yuwono, Revica. (2010). Efektivitas Iklan Jayanata Di Surat Kabar Jawa Pos Terhadap
Masyarakat Surabaya. Jurnal E-Komunikasi.

Zaelani, Ahamad. (2017). Pengaruh Kepribadian Wirausaha, Pengetahuan


Kewirausahaan, dan Lingkungan terhadap Minat Berwirausaha Mahasswa/I
Akademi Minyak Dan Gas Balongan Indramayu Jawa Barat. Syntax Literate;
Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(10), 1–6.

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 155


Syntax Idea: p–ISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X
Vol. 2, No. 6, Juni 2020

FORMULASI DAN EVALUASI GEL HAND SANITIZER DENGAN


MOISTURIZER ALGA HIJAU (SPIRULINA PLATENSIS) DAN VITAMIN E

Yuyun Nailufa
Universitas Hang Tuah Surabaya
Email: yuyun.nailufa@hangtuah.ac.id

Abstrak
Penyebaran virus Covid 19 disaat pandemi Covid 19 dapat dicegah dengan pola
hidup bersih. Salah satu cara yang paling efektif untuk memutus mata rantai
penyebaran virus Covid 19 adalah dengan sering mencuci tangan menggunakan
sabun atau dengan menggunakan hand sanitizer. Hand sanitizer merupakan suatu
pembersih tangan yang mengandung antiseptik yang dapat membunuh bakteri dan
virus. Antiseptik yang dapat digunakan untuk membunuh bakteri dan virus antara
lain alkohol dan isopropanol. Alkohol lebh efektif untuk membunuh virus sedangkan
isoproponal lebih efektif untuk membunuh bakteri Alkohol memberikan efektifitas
sebagai antibakteri paling optimal pada konsentrasi 60-85%. Penggunaan hand
sanitizer dengan bahan aktif alkohol dapat menyebabkan kulit menjadi kering
sehingga perlu ditambahkan humektan dan moisturizer untuk mencegah kulit kering.
Oleh karena itu perlu dilakukan inovasi produk hand sanitizer yang tetap menjaga
kelembaban kulit sekaligus nyaman digunakan sepanjang hari. Pada penelitian ini
bertujuan membuat formula hand sanitizer dengan antiseptik alkohol 70% dengan
menambahkan alga hijau (spirulina platensis) yang dikenal mengandung fukosantin
yang tinggi antioksidan dan dapat melembabkan kulit serta menambahkan vitamin E
yang juga memiliki aktivitas antioksidan. Sediaan gel dipengaruhi oleh gelling agent
dan konsentrasi gelling agent yang digunakan. Pada penelitian ini digunakan gelling
agent carbopol 940 dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 0,3%, 0,6% dan 0,9%
untuk mengetahui pengaruh konsentrasi carbopol 940 terhadap karakteristik fisik
dan stabilitas fisik sediaan gel hand sanitizer dengan moisturizer alga hijau
(spirulina platensis) dan vitamin E. Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa
formula F1 memiliki karakteristik fisik sediaan gel yang paling optimal dan nyaman
digunakan sepanjang hari. Pada formula F1 tampak jernih, tidak lengket, mudah
menyebar dan ada rasa sensasi dingin saat digunakan. Pada formula F2 warna
jernih, sedikit berkabut, mudah menyebar, lengket, dingin saat digunakan.
Timbulnya rasa lengket saat digunakan membuat kurang nyaman. Pada formula F3
warna jernih ada bintik-bintik putih dari carbopol yang kurang homogen, daya
sebar rendah yaitu 4,18 ± 0,312, lengket saat diaplikasikan dan terasa dingin.
Ketiga formula memiliki pH yang tidak berbeda bermakna yaitu antara 6,11-6,22.
Ketiga formula juga stabil setelah dilakukan uji stabilitas dengan metode
sentrifugasi.

Kata kunci: Hand sanitizer, spirulina platensis., alga hijau, vitamin E, gel, moisturizer,
antioksidan.

156
Formulasi dan Evaluasi Gel Hand Sanitizer dengan Moisturizer Alga Hijau
(Spirulina Platensis) dan Vitamin E

Pendahuluan
Saat ini dunia termasuk indonesia sedang mengalami pandemi virus covid 19
atau lebih dikenal dengan virus corona. Severe acute respiratory syndrome coronavirus
2 (SARS-CoV-2) yang lebih dikenal dengan nama virus corona adalah jenis baru
dari coronavirus yang menular ke manusia. Virus tersebut dapat menyerang siapapun,
baik bayi, anak-anak, dewasa, lansia, ibu hamil, maupun ibu menyusui. Infeksi virus ini
telah diberi nama oleh WHO untuk penyakit tersebut yaitu COVID-19 serta pertama
kali ditemukan di kota Wuhan, Cina, pada akhir Desember 2019 (Santosa, 2020). Virus
ini mudah sekali menyebar karena dapat berpindah tempat dengan mudah melalui media
tangan yang terpapar virus covid 19 ini. Orang yang sudah terinfeksi virus ini akan
sangat mudah menularkannya pada orang lain melalui droplet air liur ketika berbicara,
bersin ataupun batuk. Droplet air liur tersebut dapat berpindah tempat ketika ada yang
menyentuhnya dan kemudian memegang benda-benda disekitarnya. Hal yang paling
efektif untuk menghindari tertularnya virus covid 19 ini adalah dengan sering mencuci
tangan pakai sabun apabila kita berada di tempat yang terjangkau air. Namun, ketika
kita jauh dari air dikarenakan aktivitas yang padat atau sulit mendapatkan air, maka kita
bisa menggantinya dengan menggunakan hand sanitizer.
Hand sanitizer merupakan suatu pembersih tangan yang mengandung antiseptik
yang dapat membunuh bakteri dan virus (Sari & Isadiartuti, 2006). Hand sanitizer ini
ada yang berbentuk sediaan spray dan ada yang berupa sediaan gel. Hand sanitizer yang
mengandung bahan antiseptik alkohol lebih dari 60% dapat membunuh bakteri ataupun
virus yang menempel pada permukaan tangan ((CDC, 2013). Etanol atau sering disebut
alkohol memberikan efektifitas sebagai antibakteri paling optimal pada konsentrasi 60-
85% (Gold NA., 2020). Alkohol lebh efektif untuk membunuh virus sedangkan
isoproponal lebih efektif untuk membunuh bakteri (Gold NA., 2020). Penggunaan hand
sanitizer dengan bahan aktif alkohol dapat menyebabkan kulit menjadi kering sehingga
perlu ditambahkan humektan seperti gliserin dan moisturizer untuk mencegah kulit
kering (Rai, Knighton, Zabarsky, & Donskey, 2017). Untuk menghindari hal tersebut
perlu dibuat suatu formulasi hand sanitizer yang tetap menjaga kelembaban kulit
meskipun digunakan berkali-kali.
Alga hijau (spirulina platensis) merupakan organisme multisel yang memiliki
banyak manfaat dalam bidang farmasetik ataupun kosmetik. Manfaat alga hijau
(spirulina platensis) diantaranya adalah melindungi tubuh dari radiasi UV, whitening
agent, antioksidan, antibakteri, sintesis kolagen, mouisturizing agent dan antikanker
(Dahms, Dobretsov, & Lee, 2011; Phang, 2010). Fukosantin merupakan senyawa yang
terdapat di dalam alga hijau (spirulina platensis) dan memiliki aktivitas antioksidan,
whitening agent dan mouisturizing agent (Heo et al., 2008; Shimoda, Tanaka, Shan, &
Maoka, 2010; Thomas & Kim, 2013).
Vitamin E merupakan vitamin yang mengandung antioksidan. Antioksidan dapat
mengurangi akumulasi peroksida oksidatif pada kulit (Chun, Kim, & Lee, 2003).
Antioksidan dapat melindungi kulit dari kerusakan radikal bebas yang diakibatkan oleh
paparan sinar UV ataupun paparan bahan kimia yang dapat merusak kulit (Angerhofer,

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 157


Yuyun Nailufa

Maes, & Giacomoni, 2009). Oleh karena itu pada penelitian ini bertujuan untuk
memformulasi sediaan gel hand sanitizer yang mengandung alga hijau (spirulina
platensis) dan vitamin E sehingga didapatkan sediaan gel hand sanitizer yang efektif,
stabil dan tidak membuat kulit kering serta nyaman digunakan sepanjang hari.
Bahan aktif yang digunakan pada pembuatan gel hand sanitizer adalah Etanol
96% pa. dengan penambahan moisturizer dari alga hijau (spirulina platensis) dan
vitamin E. Vitamin E yang digunakan pada penelitian ini adalah vitamin E yang berupa
granul yang akan terpenetrasi ke dalam kulit setelah dioleskan dan diratakan pada kulit.
Vitamin E yang berupa granul ini akan memberikan kesan mewah dan unik.
Menurut (Lachman L & Lieberman H.A., 1994) pembuatan gel dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu polimer pembentuk basis gel (gelling agent), konsentrasi basis gel
(gelling agent), pemilihan komponen dalam formula dan pengawet yang digunakan.
Basis gel yang digunakan dalam penelitian ini adalah carbopol 940. Carbopol 940
merupakan basis gel yang bersifat stabil dan dapat larut baik dalam air dan etanol
Carbopol 940 juga termasuk basis gel yang banyak digunakan pada sediaan gel karena
memberikan hasil yang jernih (Rowe R.C., Sbeskey P.J., 2006).
Konsentrasi gelling agent merupakan faktor penting yang mempengaruhi
karakteristik fisik gel (Lachman L & Lieberman H.A., 1994). Pada penelitian ini
peneliti ingin mengetahui pengaruh konsentrasi gelling agent yang digunakan yaitu
carbopol 940 terhadap karakteristik fisik gel hand sanitizer dengan moisturizer alga
hijau spirulina platensis dan vitamin E. Konsentrasi carbopol 940 yang digunakan yaitu
0,3%, 0.6% dan 0,9%. Evaluasi karakteristik fisik dilakukan dengan beberapa parameter
yaitu organoleptis, homogenitas, uji pH, uji daya sebar, viskositas dan uji stabilitas (Mc
Donnell G, 2009).

Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kuantitatif dengan
pengumpulan data menggunakan teknik penelitian eksperimental. Sumber data yang
diperoleh dalam penelitian ini adalah sumber primer. Adapun Objek dari penelitian ini
formula sediaan dengan variabel bebasnya adalah konsentrasi gelling agent yaitu
carbomer yg digunakan.

Hasil dan Pembahasan


A. Organoleptis
Berdasarkan pengamtan organoleptis dihasilkan gel dengan ciri sebagaimana
berikut pada tabel 2 :

Tabel 1
Hasil Pengamatan Organoleptis
Formula Warna Bau Bentuk Sensasi rasa
F1 Jernih Harum Gel Dingin & tidak lengket
F2 sedikit berkabut Harum Gel Dingin & sedkit lengket
F3 Berkabut Harum Gel Dingin & lengket

158 Syntax Idea, Vol. 2, No 6, Juni 2020


Formulasi dan Evaluasi Gel Hand Sanitizer dengan Moisturizer Alga Hijau
(Spirulina Platensis) dan Vitamin E

(a) (b) (c)


Gambar 1
Pengamatan organoleptis formula F1(a), F2(b) dan F3(c)
B. Homogenitas
Berdasarkan hasil pengamatan uji homogenitas didapatkan hasil yang dapat
dilihat pada tabel 3 :
Tabel 2
Hasil Pengamatan Uji Homogenitas
Formula Homogenitas
F1 Homogen
F2 Homogen
F3 Tidak homogen, ada putih-putih

C. pH
Pengukuran pH dilakukan selama 3 bulan dan diukur pada awal bulan.
Berdasarkan hasil uji pH didapatkan hasil pada tabel 4. Pada penelitian ini
berdasarkan hasil uji pH didapatkan kesimpulan bahwa dari ketiga formula tersebut
memberikan nilai pH yang tidak berbeda bermakna.

Tabel 3
Hasil Uji pH
Hasil Pengukuran pH
Formula
Bulan ke 0 Bulan ke 1 Bulan 2 Bulan ke 3
F1 6,11 6,29 6,26 6,22
F2 6,22 6,14 6,18 6,15
F3 6,17 6,12 6,20 6,18

D. Daya Sebar
Uji daya sebar dilakukan untuk mengetahui bahwa sediaan tersebut mudah
diratakan (Ningsih, Zusfahair, Kartika, & Fatoni, 2017). Daya sebar dipengaruhi oleh
viskositas suatu sediaan. Semakin tinggi viskositas sediaan maka semakin sulit untuk
menyebar dan diratakan ke permukaan kulit (Sukmawati, Arisanti, & Wijayanti,
2013). Pada hasil penelitian di dapatkan bahwa dari ketiga formula terdapat
perbedaan yang bermakna pada uji daya sebar dan dapat diambil kesimpulan

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 159


Yuyun Nailufa

semakin tinggi konsentrasi carbopol 940 maka semakin kecil daya sebar yang
dihasilkan. Daya sebar dikatakan optimal apabila nilai daya sebar > 5 cm. Dari ketiga
formula tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa formula F1 & F2 memiliki daya
sebar yang baik dan lebih akseptabel dalam pemakaian (Kumesan, Yamlean, &
Supriati, 2013).

Tabel 5
Hasil Uji Daya Sebar
Formula Daya Sebar (cm)
F1 8,12 ± 0,035
F2 5,91 ± 0,092
F3 4,18 ± 0,312

E. Viskositas
Uji viskositas dilakukan dengan menggunakan viskosimeter brookfield
dengan menggunakan spindel No. 63 dengan kecepatan 15 rpm. Pengujian viskositas
dilakukan 2 kali yaitu saat awal dan setelah penyimpanan 3 bulan atau 12 minggu.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa ada perbedaan
bermakna pada ketiga formula gel yang diuji, dimana semakin tinggi konsentrasi
carbopol 940 maka viskositas yang didapatkan semakin tinggi. Viskositas suatu
sediaan akan mempengaruhi daya sebar suatu sediaan. Dari hasil penelitian ini
membuktikan bahwa formula 3 dengan konsentrasi carbopol 940 yang paling tinggi
yaitu 0,9% memberikan viskositas yang paling tinggi dan daya sebar yang paling
kecil. Hasil pengujiaan viskositas dapat dilihat pada tabel 6 dibawah ini :
Tabel 6
Hasil Uji Viskositas
Viskositas Sediaan (cP)
Formula
Hari ke 0 Setelah penyimpanan 3 Bulan atau 12 minggu
F1 550 560
F2 820 840
F3 880 895

F. Stabilitas
Berdasarkan hasil uji stabilitas dapat diambil kesimpulan bahwa ketiga
formula tidak mengalami perubahan karakteristik fisik secara bermakna sehingga
dapat diambil kesimpulan bahwa ketiga formula tersebut stabil setelah dilakukan uji
stabilitas.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa carbopol 940
sangat akseptebel untuk dijadikana sebagai basis gel karena jernih, memberi sensasi rasa
dingin dan mudah dicuci dengan air. Semakin tinggi konsentrasi carbopol 940 maka
viskositas gel menjadi semakin tinggi dan daya sebar semakin menurun. Berdasarkan
hasil uji stabilitas fisik seluruh formula F1, F2 dan F3 stabil. Berdasarkan akseptabilitas

160 Syntax Idea, Vol. 2, No 6, Juni 2020


Formulasi dan Evaluasi Gel Hand Sanitizer dengan Moisturizer Alga Hijau
(Spirulina Platensis) dan Vitamin E

formula F1 lebih akseptebel karena jernih, homogen, dingin, lebih mudah diratakan
karena daya sebar lebih baik dan tidak lengket. Pada formula F2 sediaan homogen,
berkabut, mudah diratakan karena daya sebar cukup baik dan terasa lengket sesudah
diaplikasikan. Pada formula F3 sediaan kurang homogen, berkabut, daya sebar rendah
dan lengket saat dan sesudah diaplikasikan.

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 161


Yuyun Nailufa

BIBLIOGRAFI

(CDC, Centers for Disease Control and Prevention. (2013). Prevention and control of
seasonal influenza with vaccines. Recommendations of the Advisory Committee
on Immunization Practices--United States, 2013-2014. MMWR. Recommendations
and Reports: Morbidity and Mortality Weekly Report. Recommendations and
Reports, 62(RR-07), 1.

Angerhofer, Cindy K., Maes, Daniel, & Giacomoni, Paolo U. (2009). The use of natural
compounds and botanicals in the development of anti-aging skin care products. In
Skin aging handbook (pp. 205–263). Elsevier.

Chun, Ock Kyoung, Kim, Dae Ok, & Lee, Chang Yong. (2003). Superoxide radical
scavenging activity of the major polyphenols in fresh plums. Journal of
Agricultural and Food Chemistry, 51(27), 8067–8072.

Dahms, Hans U., Dobretsov, Sergey, & Lee, Jae Seong. (2011). Effects of UV radiation
on marine ectotherms in polar regions. Comparative Biochemistry and Physiology
Part C: Toxicology & Pharmacology, 153(4), 363–371.

Gold NA., Avva U. (2020). Alcohol Sanitizer. In: StatPearls. Treasure Island (FL).

Heo, Soo Jin, Ko, Seok Chun, Kang, Sung Myung, Kang, Hahk Soo, Kim, Jong Pyung,
Kim, Soo Hyun, Lee, Ki Wan, Cho, Man Gi, & Jeon, You Jin. (2008).
Cytoprotective effect of fucoxanthin isolated from brown algae Sargassum
siliquastrum against H 2 O 2-induced cell damage. European Food Research and
Technology, 228(1), 145–151.

Kumesan, Yuni Arista N., Yamlean, Paulina V. Y., & Supriati, Hamidah S. (2013).
Formulasi dan uji aktivitas gel antijerawat ekstrak umbi Bakung (Crinum asiaticum
L.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus secara in vitro. Pharmacon, 2(2).

Lachman L & Lieberman H.A. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri (Edisi
Kedua, ed.). Jakarta: UI Press.

Mc Donnell G, Russel D. (2009). Antiseptic and Disinfectants : Avtivity, Action, and


Resistence, Clinical Microbiology Review. 12(1), 147–179.

Ningsih, Dian Riana, Zusfahair, Zusfahair, Kartika, Dwi, & Fatoni, Amin. (2017).
Formulation of handsanitizer with antibacterials substance from n-hexane extract
of soursop leaves (Annona Muricata Linn). Malaysian Journal of Fundamental
and Applied Sciences, 13(1).

Phang, Siew Moi. (2010). Potential products from tropical algae and seaweeds,
especially with reference to Malaysia. MJS, 29(2), 160–166.

Rai, Herleen, Knighton, Shanina, Zabarsky, Trina F., & Donskey, Curtis J. (2017).
Comparison of ethanol hand sanitizer versus moist towelette packets for mealtime

162 Syntax Idea, Vol. 2, No 6, Juni 2020


Formulasi dan Evaluasi Gel Hand Sanitizer dengan Moisturizer Alga Hijau
(Spirulina Platensis) dan Vitamin E

patient hand hygiene. American Journal of Infection Control, 45(9), 1033–1034.

Rowe R.C., Sbeskey P.J., and Owen S. C. (2006). Handbook of Pharmaceutical


Exipients, Pharmaceutical Press, American Pharmaceutical Association (5th
editio).

Santosa, Santi Puspa Ariyani dan. (2020). Analisis Pengaruh Social Distancing Dalam
Pencegahan Penyebaran Virus Corona Dengan Pelaksanaan Sholat Fardhu
Berjamaah Di Masjid Al Ikhlas Desa Sukoharjo Kecamatan Margorejo Kabupaten
Pati Jawa Tengah. Jurnal Syntax Idea, 2(5).

Sari, Retno, & Isadiartuti, Dewi. (2006). Studi efektivitas sediaan gel antiseptik tangan
ekstrak daun sirih (Piper betle Linn). Majalah Farmasi Indonesia, 17(4), 163–169.

Shimoda, Hiroshi, Tanaka, Junji, Shan, Shao‐Jie, & Maoka, Takashi. (2010).
Anti‐pigmentary activity of fucoxanthin and its influence on skin mRNA
expression of melanogenic molecules. Journal of Pharmacy and Pharmacology,
62(9), 1137–1145.

Sukmawati, N. M. A., Arisanti, C. I. S., & Wijayanti, NPAD. (2013). Pengaruh Variasi
Konsentrasi PVA, HPMC, dan Gliserin terhadap Sifat Fisika Masker Wajah Gel
Peel Off Ekstrak Etanol 96% Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.).
Jurnal Farmasi Udayana.

Thomas, Noel Vinay, & Kim, Se Kwon. (2013). Beneficial effects of marine algal
compounds in cosmeceuticals. Marine Drugs, 11(1), 146–164.

Syntax Idea, Vol. 2, No. 6, Juni 2020 163


SYNTAX IDEA

ALAMAT REDAKSI:

Greenland Sendang No H-01, D-02 & E-06 Sumber Cirebon


Telp. (0231) 322887 Email: syntaxidea@gmail.com

UNTUK BERLANGGANAN HUBUNGI:

Marketing:
+62 838-7915-4522 (Abdullah)
Email: abdullahkhudori62@gmail.com

UNTUK MENGIRIMKAN NASKAH HUBUNGI:

Editor:
+62 822-1401-8102 (Aen Fariah)
Email: aenfariah1995@gmail.com

REKENING

BERLANGGANAN:

No Rek:131801003235533
An: CV. Syntax Computama
INDEKS PENGARANG
SYNTAX IDEA

Volume 2 Nomor 6 Juni 2020

Ambar Mita Sari dan Kamsih Astuti 1


Anggi Pratiwi, Nor Norisanti dan Acep Samsudin 9
Faisea, M Zainudin Maulidi dan Lukman Arif 16
Fidianing Sopah, Winda Kusumawati dan Kalvin Edo Wahyudi 26
Futi Nurul Destya 41
Gedeon Firnandus Ulaan, Nur Aisyah Lusiana dan Kalvin Edo Wahyudi 56
Hermansyah 72
Irma Suwaning Dyastuti dan Sarsono 87
Pieter Anggiat Napitupulu dan Slamet Bambang Riono 94
Respi Saputri, Asep Muhamad Ramdan dan Nor Norisanti 108
Risza Apriani Fauziyah dan Endiyono 117
Santosa 128
Sari Hijayanti 139
Siska Oktavia, Asep Muhamad Ramdan dan Nor Norisanti 148
Yuyun Nailufa 156

Anda mungkin juga menyukai