SYNTAX IDEA
Syntax Idea
Diterbitkan oleh:
Syntax Corporation Indonesia
Alamat Redaksi:
Jalan Pangeran Cakrabuana, Greenland Sendang No. H-01, D-02 & E-06
Sumber Kab.Cirebon 45611, Jawa Bara–Indonesia
Telp. (0231) 322887 Email: syntaxidea@gmail.com
Publisher:
Indexed:
Checked:
Syntax Idea adalah jurnal yang diterbitkan setiap satu bulan sekali oleh CV. Syntax Corporation.
Syntax idea akan menerbitkan artikel-artikel ilmiah dalam cakupan bidang ilmu umum. Artikel yang
dimuat adalah artikel hasil penelitian, kajian atau telaah ilmiah kritis dan komprehensif atas isu penting
dan terkini atau resensi dari buku ilmiah.
i
EDITORIAL TEAM
EDITOR IN CHIEF
Taufik Ridwan, Orcid ID: https://orcid.org/0000-0001-7046-4773, (ID Scopus: 57208041335, Google
Scholar; h-index: 2), Syntax Corporation Indonesia.
ASSOCIATE EDITOR
EDITORIAL BOARD
ii
DAFTAR ISI
FORMULASI DAN EVALUASI GEL HAND SANITIZER DENGAN MOISTURIZER ALGA HIJAU
(SPIRULINA PLATENSIS) DAN VITAMIN E 156-163
Yuyun Nailufa
iv
Syntax Idea: p–ISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X
Vol. 2, No. 6, Juni 2020
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kontrol diri dan
dengan kecanduan game online pada siswa. Hipotesis dalam penelitian ini terdapat
hubungan negatif antara kontrol diri dengan kecanduan game online. Subjek
penelitian adalah 106 siswa salah satu SMK di Yogyakarta Tahun Ajaran
2018/2019 yang bermain game online lebih dari 4 jam dalam sehari. Alat ukur
yang digunakan adalah skala kecanduan game online dan skala kontrol diri.
analisis data dilakukan dengan analisis korelasi product moment. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada hubungan negatif antara kontrol diri dengan kecanduan
game online pada siswa dengan nilai koefisien korelasi sebesar ¬-0,562 (p<0,01).
Antara kontrol diri dengan kecanduan game online memberikan sumbangan efektif
sebesar 31,5% terhadap kecanduan game online sedangkan sumbangan variabel
lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini sebesar 68,9%. Variabel lain yang tidak
diikutsertakan dalam penelitian ini.
Pendahuluan
Informasi menjadi sebuah kebutuhan yang pokok, agar dapat terus
memperbaharui biasanya mencari dan mendapatkannya melalui media cetak, elektronik
dan internet (Pramadita, 2017). Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi internet
menjadi kegemaran tersendiri bagi pelajar dalam mencari informasi terbaru dan
menjalin hubungan dengan orang lain di dunia maya (Masluchah, 2013). Namun selain
dimanfaatkan untuk kemudahan mengakses informasi dalam bidang akademis, juga
dimanfaatkan oleh sebagian pelajar untuk mengakses sarana hiburan dengan bermain
game online (Young & de Abreu, 2017). Fenomena kecanduan game online marak
terjadi pada anak diusia sekolah. Kecanduaan game online dapat diartikan sebagai
penggunaan permainan game online secara berlebihan yang mengakibatkan munculnya
tanda-tanda atau gangguan kognitif, emosi, dan perilaku termasuk didalamnya adalah
kehilangan kontrol terhadap permainan, toleransi, dan menarik diri (Griffiths, Davies, &
Chappell, 2004)
Menurut (Griffiths et al., 2004) terdapat enam aspek kecanduan game online
yaitu, saliance: individu berfikir tentang game online setiap hari; perubahan suasana
perasaan: mengacu pada perasaan bergairah saat bermain game online; toleransi:
bermain terus menerus untuk mendapatkan kepuasan dalam bermain game online;
1
Ambar Mita Sari dan Kamsih Astuti
withdrawal: perasaan negatif atau sedih ketika dihentikannya kegiatan bermain game
online; konflik interpersonal: perdebatan, pengabaian, dan berbohong kepada orang-
orang disekitar; relapse: kecenderungan untuk kembali bermain game bahkan setelah
periode bermain telah terkontrol.
Peneliti melakukan wawancara di SMK X Yogyakarta pada 10 Desember 2018
dengan menyebar kuesioner kepada 366 siswa terdapat sebanyak 106 siswa
menggunakan game online lebih dari 4 jam dalam sehari, siswa sering membuka gadged
untuk bermain game online meskipun jam belajaran sedang berlangsung, siswa
mengalami kesulitan untuk menghentikan permainan game online yang berdampak pada
kemunduran jam tidur disetiap malamnya, sering memikirkan kegiatan bermaingame
online, dan siswa cenderung untuk kembali bermain game online ketika sedang tidak
melakukan kegiatan baik di rumah maupun di sekolah.
Penelitian yang dilakukan oleh (Young & de Abreu, 2017) diperoleh hasil
subjek merasa gelisah dan lekas marah jika tidak dapat bermain game online, subjek
ingin terus bermain game online hingga merasa puas akibatnya mengurangi aktivitas
penting lainnya untuk dapat bermain game online lebih lama. Survey yang dilakukan
Egger (dalam (Young & de Abreu, 2017) pecandu game online seringkali
membayangkan bermain game online meski sedang tidak melakukan kegiatan bermain
game, merasagelisah ketika tidak dapat bermain, berbohong mengenai penggunaan
permainan game online, mengalami kesulitan dalam membatasi waktu untuk bermain
game online menyebabkan kemunduran di sekolah, hasil pekerjaan, dan sosialisasi
dengan lingkungan sekitar.
Beberapa faktor yang mempengaruhi individu mengalami kecanduan game
online diantaranya adalah kurangnya kontrol diri, rasa bosan yang dialami, serta pola
asuh orangtua yang tidak tepat (Griffiths et al., 2004).
Berdasarkan beberapa faktor diatas peneliti memilih faktor kurangnya kontrol
diri yang mempengaruhi kecanduan game online. menurut (Ghufron., 2014) kontrol diri
sangat berpengaruh terhadap pengendalian tingkah laku individu melalui pertimbangan-
pertimbangan terlebih dahulu sebelum bertindak melakukan sesuatu. Individu dengan
kontrol diri yang baik akan mampu mengontrol perilaku dengan cara menunda
kepuasannya agar dapat mencapai sesuatu yang bermanfaat.
Menurut (Tresna Ayu Puspita, 2017) individu yang memiliki kontrol diri tinggi
akan menggunakan internet untuk bermain game online secara sehat sesuai dengan
keperluan serta mempunyai batas waktu dalam bermain game online sehingga tidak
menyebabkan kecanduan. Bandura dalam (Schunk, 2012) mengemukakan kontrol diri
sebagai metode peneladanan dimana suatu metode untuk menumbuhkan kemampuan
mengontrol diri pada anak. Peneladanan adalah cara belajar dengan menirukan orang
lain, membentuk respon tanpa penguatan langsung (tanpa reward dan punishment)
dimana hal ini sesuai dengan pengajaran kontrol diri. Cara berfikir individu terhadap
stimulus dapat membedakan kemampuan dalam hal mengontrol diri. Individu yang
mempunyai kemampuan berfikir positif dapat menghadapi suatu situasi dengan stimulus
tertentu dan akan lebih mampu mengendalikan dirinya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kontrol diri dengan
kecanduan game online pada siswa. dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat
memberikan arahan kepada tenaga pengajar, orangtua dan siswa mengenai pentingnya
kontrol diri sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kecanduan
game online pada siswa dengan cara siswa belajar untuk mengontrol perilakunya.
Berdasarkan uraian permasalahan diatas, maka dalam penelitian ini penulis
mengajukan hipotesis sebagai berikut: ada hubungan negatif antara kontrol diri dengan
kecanduan game online pada siswa. artinya semakin rendah kontrol diri maka semakin
tinggi kecanduan game online pada siswa dan begitu juga sebaliknya semakin tinggi
kontrol diri maka semaki rendah kecanduan game online pada siswa.
Metode Penelitian
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
skala yaitu: skala untuk mengukur kecanduan game online dan skala untuk mengukur
kontrol diri.
Skala kontrol diri ini dibuat oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek yang telah
dikemukakan oleh averill yaitu: aspek kontrol perilaku, aspek kognitif dan aspek
pengambilan keputusan. jumlah aitem dalam skala kontrol diri sebanyak 17 item
favourable dan 17 item unfavourable dengan empat alternatif jawaban yaitu STS (sangat
tidak sesuai), TS (tidak sesuai), S (sesuai), SS (sangat sesuai). Skala kecanduan game
online dibuat oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh (Griffiths
et al., 2004) yaitu: aspek saliance, perubahan suasana perasaan, toleransi, withdrawal,
konflik interpersonal dan relapse atau kambuh. jumlah aitem dalam skala kontrol diri
sebanyak 22 aitem dengan enam alternatif jawaban yaitu TP (tidak pernah), JR
(jarang), KD (kadang-kadang), SR (sering), SS (sangat sering), SL (selalu).
Teknik analisis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah uji statistik
korelasi product moment untuk menentukan hubungan antara kontrol diri dengan
kecanduan game online.
Tabel 1
Deskriptif Data Penelitian
Variabel Hipotetik Empirik
Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD
KGO 0 110 55 18,33 69 98 79,08 4,54
KD 34 136 85 17 69 119 86,92 7,68
Keterangan: KGO : Kecanduan Game Online
KD : Kontrol Diri
Hasil kategorisasi data kecanduan game online dapat dilihat pada tabel 2:
Tabel 2
Kategori Skor Skala Kecanduan Game Online
Variabel Kategori Rentang Skor Jumlah Persentase
Kecanduan Rendah X < 44 0 0 %
Game Online Sedang 44 ≤ X ≤ 66 0 0%
Sehingga dapat disimpulkan bahwa antara variabel kontrol diri dan kecanduan
game online terdapat hubungan yang linier.
3. Uji Hipotesis
Hasil analisis korelasi product moment dapat dilihat pada tabel 5:
Tabel 5
Hasil Analisis Korelasi Product Moment
Variabel Variabel Nilai Korelasi Sig Keterangan
Dependen Independen Product Moment
Kecanduan Kontrol Diri -0,562 0,00 Signifikan
Game Online
B. Pembahasan
Hasil uji korelasi menunjukka bahwa hipotesis yang menyatakan ada
hubungan negatif antara kontrol diri dengan kecanduan game online, diterima. Hasil
analisis penelitian dengan menggunakan teknik korelasi product moment yang
menunjukkan angka korelasi sebesar r=-0,562 dan (p<0,01) hal ini berarti bahwa
tingginya nilai kontrol diri selalu diikuti dengan rendahnya kecanduan game online
pada siswa. demikian pula sebaliknya, rendahnya nilai kontrol diri selalu diikuti
dengan tingginya kecanduan game online pada siswa. Hal ini sesuai dengan hasil uji
deskripsi data kecanduan game online yang menunjukkan rata-rata tingkat
kecanduan game online berada dalam kategori tinggi.
Apabila kontrol diri dihubungkan dengan salah satu aspek kecanduan game
online yaitu individu sering memikirkan tentang kegiatan bermain game online,
disini terlihat bahwa kontrol terhadap pikiran atau kognitif sangat berperan penting
dalam terbentuknya prilaku berlebihan dalam bermain game online. individu yang
memiliki kontrol kognitif yang baik akan mampu mengendalikan perilaku dalam
bermain game online sehingga tidak menjadi kecanduan (Ghufron., 2014). Selain itu
pula kontrol terhadap perilaku juga berperan penting dalam mengarahkan individu
agar dapat menggunakan waktunya kearah yang lebih bermanfaat.
Didukung penelitian yang dilakukan (Tresna Ayu Puspita, 2017) yang
menyatakan bahwa individu yang memiliki kontrol diri tinggi yaitu mampu
mengontrol perilaku dengan cara menunda kepuasan agar dapat mencapai sesuatu
yang lebih bermanfaat, memiliki pertimbangan secara objektif, dan mampu
memberikan penilaian secara subjektif. Dengan demikian individu yang memiliki
kontrol diri tingi tidak akan mudah mengalami kecanduan khususnya terhadap game
online karena individu tersebut mampu mengambil tindakan yang tepat atas masalah
yang dihadapi.
Hasil penelitian yang diperoleh mendukung pendapat (Young & de
Abreu, 2017) yang menggambarkan bahwa kecanduan game online sebagai
dan individu yang merasa kesepian. Pemain yang terlibat didalam kelompok
permainan game online seringkali merasa dirinya lebih penting ketika berada dalam
kelompok sosial game online dibanding didalam kelompok sosial kehidupan nyata.
Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
negatif antara kontrol diri dengan kecanduan game online sehingga dapat dikatakan
semain tinggi kontrol diri maka semakin rendah kecanduan game online pada siswa dan
sebaliknya, semakin rendah kontrol diri maka semakin tinggi kecanduan game online
pada siswa.
Sumbangan efektif kontrol diri terhadap kecanduan game online sebesar 28,6%
sedangkan sisanya 71,4% dipengaruhi oleh faktor lain seperti ketidak mampuan
individu dalam mengatur prioritas, pengaruh lingkungan temen sabaya, rasa bosan yang
dirasakan individu ketika berada di rumah dll.
Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa hasil yang diperoleh dalam penelitian
ini masih terbatas pada penggunaan game online yang berlebihan yang mempunyai ciri-
ciri berstatus sebagai siswa SMK X Yogyakarta tahun ajaran 2018/2019 yang masih
masuk dalam kategori remaja. Oleh karena itu perlu kehati-hatian dalam
menggeneralisasikannya terhadap semua pengguna game online. kiranya diperlukan
study lebih lanjut dengan memperbesar jangkauan subjek misalnya penelitian dilakukan
kepada pemain dewasa yang berusia rata-rata diatas 25 tahun. berdasarkan penelitian
yang dikaukan oleh Smahel, Blinka & Ledabyl (2007) diperoleh gambaran bahwa
pemain game online rata-rata berusia 25 tahun ke atas dan lebih banyak pemain dewasa
dibanding remaja.
BIBLIOGRAFI
Averill, James R. (1973). Personal control over aversive stimuli and its relationship to
stress. Psychological Bulletin, 80(4), 286.
Chin-Sheng, Wan, & Chiou, Wen Bin. (2007). The motivations of adolescents who are
addicted to online games: A cognitive perspective. Adolescence, 42(165), 179.
Griffiths, Mark D., Davies, Mark N. O., & Chappell, Darren. (2004). Online computer
gaming: a comparison of adolescent and adult gamers. Journal of Adolescence,
27(1), 87–96.
Masya, Hardiyansyah, & Candra, Dian Adi. (2016). Faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku gangguan kecanduan game online pada peserta didik kelas x di madrasah
aliyah al furqon prabumulih tahun pelajaran 2015/2016. KONSELI: Jurnal
Bimbingan Dan Konseling (E-Journal), 3(2), 97–112.
Pramadita, Indra. (2017). Embedded Graphic Online Service. Syntax Literate; Jurnal
Ilmiah Indonesia, 2(1), 14–20.
Schunk, Dale H. (2012). Learning Theories (Sixth Edit). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tresna Ayu Puspita, Shavira. (2017). Hubungan Antara Kontrol Diri Dengan
Kecanduan Game Online Pada Remaja Akhir. Character: Jurnal Penelitian
Psikologi., 5(1).
Young, Kimberly S., & de Abreu, Cristiano Nabuco. (2017). Kecanduan internet.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Abstrak
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui adanya pengaruh harga
saham terhadap perolehan laba perusahaan, dilakukan pada perusahaan yang
mengalami aksi korporasi stock split ditahun 2016 sebanyak 25 perusahaan.
Metode yang digunakan ialah metode kuantitatif dengan pendekatan deskriptif
asosiatif. Dengan menggunakan teknik sampel nonprobability sampling dengan
jenis purposive sampling sehingga terdapat 25 perusahaan yang melakukan stock
split di tahun 2016 dari 541 perusahaan yang terdaftar di bursa efek indonesia,
dengan teknik pengumpulan data sekunder.Hasil penelitian ini menunjukan tidak
adanya pengaruh antara harga saham terhadap perolehan laba pada perusahaan
yang melakukan stock split di bursa efek Indonesia.
PENDAHULUAN
Pertumbuhan pasar modal di Indonesia beberapa tahun terkahir ini sangatlah
begitu pesat, terlihat dari adanya peningkatan jumlah investor yang memilih untuk
berinvestasi di berbagai instrumen pasar modal seperti investasi saham dan surat
berharga lainnya. Saham merupakan surat berharga yang menunjukan bukti kepemilikan
suatu perusahaan. Menurut (Mudiyono, 2012) saham memiliki kepemilikan atau
penyertaan modal pada saham perusahaan milik orang lain, yang bertujuan untuk
mendapatkan keuntungan, sedangkan keuntungan yang diperoleh sesuai dengan
penyertaan modal suatu perusahaan atau individu. Bursa Efek Indonesia (BEI)
menyatakan ada 70 perusahaan terbuka atau emiten yang belum menyampaikan laporan
keuangan kuartal I-2017, Sebelumnya pada 21 Maret 2017, dinyatakan bahwa BEI telah
menghentikan sementara perdagangan saham 27 perusahaan yang melantai di bursa
(Beny Fatahillah AB, 2020).
Sebelum investor menanamkan modalnya, para investor akan terlebih dahulu
memilih perusahaan yang akan mereka pilih, seperti perusahaan yang profit oriented
menjadi salah satu syarat wajib bagi para calon investor untuk memilih perusahaan
tersebut, dapat dipastikan perusahaan tersebut memiliki tujuan utama yaitu
memaksimalkan keuntungan demi keberlangsungan suatu usahanya, selain itu para
9
Anggi Pratiwi, Nor Norisanti dan Acep Samsudin
investor akan memilih perusahaan yang memiliki kinerja kerja yang baik sehingga dapat
menjamin atas keuntungan para penanam modal.
Rata-rata para investor menilai suatu perusahaan dari segi perolehan laba
perusahaan, yang ditentukan oleh kinerja kerja perusahaan itu sendiri, semakin bagus
kinerja kerja yang dilakukan semakin baik pula perolehan yang akan di dapat, termasuk
adanya dorongan dan dukungan dari berbagai pihak manager terhadap bawahannya,
laba itu sendiri dapat diartikan sebagai pencapaian atas kinerja yang telah perusahaan
lakukan. (Denny putri hapsari, 2018) mengemukakan bahwa laba ialah selisih lebih
antara beban perusahaan dan pendapatan perusahaan yang terjadi selama kegiatan
produksi atau kegiatan lain perusahaan selama satu periode.
Untuk mengetahui laba suatu perusahaan dapat dilihat dan dianalisis pada setiap
laporan keuangan yang perusahaan buat di setiap periodenya. Menurut (Anton Trianto,
2017) laporan keuangan ialah penjabaran dari berbagai pos yang ada pada laporan
keuangan menjadi unit yang lebih kecil, sehingga dapat dilihat kegunaan dan
hubungannya antara pos satu dengan pos lainnya agar lebih dapat dipahami oleh
berbagai pihak, tujuan dilakukannya analisis laporan keuangan tidak lain ialah untuk
mengetahui keadaan laporan keuangan perusahaan saat ini, dari itulah para calon
investor bisa mengetahui keadaan perusahaan sebelum menanamkan modalnya.Tidak
hanya perolehan laba, harga suatu sahampun menjadi tolak ukur bagi para penanam
modal.
Pada umumnya, terdapat perbedaan harga saham pada setiap perusahaan. Ada
beberapa perusahaan yang memiliki harga saham yang tinggi dan ada pula perusahaan
yang memiliki harga standar, dengan kondisi harga saham tinggi tentu akan
memperoleh laba yang tinggi ataupun sebaliknya tapi tidak pada setiap perusahaan.
Banyak perusahaan yang memiliki harga tinggi, namun memiliki daya tarik minat
investor yang kurang dengan alasan harga saham terlalu tinggi dan sisi lain perusahaan.
Tidak semua investor yang ingin berinvestasi memiliki modal yang tinggi seperti para
investor ritel misalnya. (Sulia, 2017) menjelaskan bahwa harga saham ialah nilai suatu
harga saham yang perubahannya ditentukan oleh para pelaku pasar dengan kekuatan
penawaran dan permintaan yang terjadi di pasar sekunder atau pasar bursa. Semakin
banyak yang menanamkan modal semakin naik harga jual suatu saham ditandai dengan
kinerja kerja perusahaan yang bagus, begitupun sebaliknya semakin banyak investor
yang melepas sahamnya maka harga suatu saham akan semakin bergerak turun.
Terdapat dua informasi yang dapat mempengaruhi pergerakan harga suatu saham.
Pertama, faktor internal perusahaan yang berkaitan langsung dengan kondisi dasar
perusahaan atau dengan kinerja kerja perusahaan. Kedua, faktor eksternal yang terjadi
diluar faktor-faktor kondisi internal perusahaan atau kondisi diluar perusahaan.
(Agustina & Sumartio, 2014)
Oleh karena itu, untuk menghadapi hal tersebut perusahaan perlu melakukan adanya
aksi korporasi dengan melakukan pemecahan saham atau stock split, dimana selembar
saham dipecah menjadi beberapa bagian lembar saham yang akan menyebabkan
bertambahnya jumlah lembar saham yang beredar. Menurut (Kurniawan Pramudi
Utomo, 2016) stock split merupakan penggantian jumlah saham yang beredar menjadi
jumlah saham yang lebih banyak dari sebelumnya dengan menurunkan nilai per lembar
sahamnya tanpa mengubah modal dan jumlah saldo laba ditahan. Dengan melakukan
stock split, harga lembar saham tentu akan ikut terpecah menjadi lebih murah, sehingga
semua kalangan investor baik investor ritel ataupun besar dapat berinvetasi. Harga
perlembar saham yang baru setelah stock split ialah 1/n harga saham sebelum stock
split, semakin banyak investor yang menanamkan modal maka semakin baik pula
perolehan laba yang akan didapat oleh perusahaan.
Banyak perusahaan yang melakukan stock split pada setiap tahunnya, terhitung
pada tahun 2016 menjadi tahun terbanyak dibandingkan ditahun-tahun sebelumnya
ataupun tahun sesudahnya, perusahaan yang melakukan stock split ingin mendapatkan
perolehan laba yang lebih baik tapi tidak semua perusahaan mengalaminya hal tersebut.
Terdapat 25 perusahaan yang melakukan stock split ditahun 2016 namun 7 diantaranya
mengalami penurunan laba karena beberapa faktor yang terjadi seperti trend dan kondisi
perusahaan itu sendiri, selain dari itu perusahaan mengalami kenaikan laba sesuai
dengan apa yang diinginkan.
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini objek penelitian yang dilakukan yaitu pada perusahaan
yang melakukan stock split yang terdaftar di bursa efek Indonesia tahun 2016, dari
banyaknya populasi perusahaan yang terdaftar yaitu 541 perusahaan, terdapat 25
perusahaan yang dijadikan sampel penelitian. Teknik sampel yang digunakan yaitu
teknik nonprobabilaty sampling dengan jenis purposive sampling, dimana untuk
menempatkan sampelnya dengan cara menentukan target dari populasi yang
diperkirakan paling cocok untuk pengumpulan datanya.
Teknis analisis data yang digunakan yaitu dengan teknik analisis asosiatif,
menggunakan perhitungan statistik koefisien determinasi dan regresi menggunakan uji
T.
1. Analisis Koefisien Determinasi
Menurut (Halin, Wijaya, & Yusilpi, 2017) menjelaskan bahwa analisis
koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar dampak pada
sambungan variabel independen secara bersamaan terhadap variabel dependen.
Rumus untuk mengetahui nilaimkoefisien determinasi :
Kd = r2 x 100 %
Keterangan :
kd = Koefisien determinasi
r = Koefisien korelasi
Terdapat kriteria-kriteria yang digunakan untuk koefisien korelasi, kriteria
tersebut yaitu :
1. Jika kd mendekati nol (0), maka pengaruh variabel independent terhadap
variabel dependent lemah.
Y = a + bX
Keterangan :
Y = Subjek dalam variabel dependen yang diprediksikan.
a = Harga Y bila X = 0 (harga kontan).
b = Arah angka atau koefisien regresi yang menunjukan angka peningkatan ataupun
penurunan variabel dependen yang didasarkan pada variabel independen. Bila
b (+) maka naik, namun bila (-) maka penurunan.
X = Subjek pada variabel independen yang mempunyai nilai tertentu.
3. Uji T
“Uji T dilakukan untuk mengetahui signifikansi peran secara parsial antara
variabel independent dengan variabel dependen dengan mengasumsikan variabel
independent dianggap kontsan” Sugiyono (2014: 250) Pengujian ini dilakukan
terhadap koefisien regresi secara menyeluruh.
Rumus untuk pengujian uji t ialah sebagai berikut :
t = Error!
Reference source
not found.
Keterangan :
t = Distribusi t
r = Koefisien korelasi parsial
r2 = Koefisien determinasi
n = Jumlah data
T-test hasil perhitungan yang dihasilkan kemudian dibandingkan dengan t
tabel menggunakan tingkat kesalahan 0,05.
Kriteria yang digunakan dalam pengujian ialah :
H0 diterima jika nilai t hitung ≤ t tabel atau nilai sig > a
H0 diterima jika nilai t hitung ≥ t tabel atau nilai sig < a
Pada penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu data
sekunder, dimana data-data yang dikumpulkan dengan cara tidak langsung
melainkan melalui buku, jejaring sosial, catatan, ataupun arsip yang telah di
publikasikan. Selain itu, dengan studi kepustakaan dan dokumentasi perusahaan.
Rumus : Y= a + bX
Y = 56277,046 + (-3,796) X
Dapat diterjemahkan bahwa nilai konstanta sebesar 56277,046 maka nilai
variabel perolehan laba ialah 56277,046 selanjutya nilai regresi x yaitu sebesar -
3,796 menyatakan bahwa setiap ada penambahan 1% nilai harga saham maka nilai
perolehan laba bertambah sebesar -3,796 , dinyatakan nilai regresi tersebut bernilai
negatif .
Berdasarkan nilai signifikansi diatas, diperoleh nilai signifikansi sebesar
0,770 > 0,05 sehingga dapat dinyatakan bahwa variabel harga saham tidak
berpengaruh terhadap perolehan laba dan diketahui nilai t hitung sebesar -0.297 < t
tabel 0,770 sehingga variabel harga saham tidak berpengaruh terhadap perolehan
laba.
Rumus : kd = r² x 100%
= 0,004 x 100%
Dari data diatas menunjukan bahwa nilai koefisien determinasi yang
ditunjukan dari nilai R² ialah sebesar 0,004 atau 0,04% hal ini menunjukan bahwa
harga saham memberikan pengaruh terhadap perolehan laba. seperti pada kriteria
yang digunakan menyebutkan bahwa pengaruh variabel independent terhadap
variabel dependent lemah karena kd mendekati 0.
Hasil uji secara parsial (uji-t) untuk laba yang didapat menunjukan nilai t
hitung -0,297< t tabel 2.069 dan nilai signifikansi 0,770 > 0,05 yang berarti tidak
berpengaruh antara harga saham dan perolehan laba.
Kesimpulan
Dari pembahasan dan analisa yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa variabel
X yaitu harga saham tidak berpengaruh terhadap variabel Y perolehan laba. Jadi,
perusahaan yang melakukan stock split pasti memiliki harga jual saham yang baru tidak
menjamin adanya kenaikan laba perusahaan yang disebabkan oleh beberapa faktor
perusahaan dan faktor lain perusahaan.
BIBLIOGRAFI
Anton Trianto. (2017). Analisis Laporan Keuangan Sebagai Alat Untuk Menilai Kinerja
Keuangan Perusahaan Pada PT Bukit Asam (persero) TBK Tanjung Enim. Jurnal
Ilmiah Ekonomi Global Masa Kini, 8(3).
Beny Fatahillah AB, Fitriana dan Didin Saepudin. (2020). Pengaruh Profitabilitas,
Likuiditas, Leverage Keuangan, Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Ketepatan
Waktu Pelaporan Keuangan Perusahaan Kontraktor. Jurnal Syntax Idea, 2(2).
Denny putri hapsari. (2018). Analisis penjualan bersih, beban umum & administrasi
terhadap laba tahun berjalan. Jurnal Akuntansi, 5(1).
Halin, Hamid, Wijaya, Hendry, & Yusilpi, Rinda. (2017). pengaruh harga jual kaca
patri jenis silver terhadap nilai penjualan paca CV. Karunia kaca Palembang tahun
2004-2015. Jurnal Ecomect Globar, 2(2).
Kurniawan Pramudi Utomo. (2016). Harga Sebelum dan Sesudah Stock Split Saham
Terhadap Volume Transaksi PT Lippo Karawaci. Jurnal Administrasi Kantor,
4(1).
Mudiyono. (2012). Investasi Dalam Saham & Obligasi dan Meminimalisasi Risiko
Sekuritas pada Pasar Mosal Indonesia. JURNAL STIE SEMARANG, 4(2).
Sulia. (2017). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi hargsa saham pada perusahaan
LQ45 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Wira Ekonomi Mikroskil,
7(2).
Abstrak
Kebijakan Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak merupakan salah satu
upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk mewujudkan perlindungan
anak melalui pemenuhan hak dan kewajiban anak. Kota Surabaya menjadi salah
satu Kota yang mendapat apresiasi terhadap implementasi kebijakan tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi dan kendala yang
menajadi hambatan Pemerintah Kota Surabaya dalam pengembangan Kota Layak
Anak di Kota Surabaya. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan studi
literatur. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa pemerintah Kota Surabaya
mempunyai 3 (tiga) startegi dalam pengembangan Kota Layak Anak di Kota
Surabaya yaitu : Strategi diverfikasi, Strategi Inovatif dan Strategi Preventif.
Sedangkan kendala yang dialami Pemerintah Kota Surabaya dalam pengembangan
kebijakan tersebut ialah masih kurangnya kualitas sumber daya manusia yang
melaksanakan program-program pengembangan Kota Layak Anak di Kota
Surabaya. Selain itu masih terdapat fasilitas penunjang program tersebut yang
masih belum layak.
Pendahuluan
Negara Indonesia adalah negara kepulauan yang mempunyai jumlah penduduk
sangat padat. Menurut data BPS tahun 2010 dalam (Muhammad, 2010) hasil sensus
penduduk Indonesia tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia adalah 237.641.326 jiwa,
dan 34,26% diantaranya atau sebanyak 81.415.918 jiwa dikategorikan sebagai anak.
Dalam rangka pembangunan sumber daya manusia Pemerintah Indonesia
dibawah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sepakat akan
fokus melakukan pembangunan sumber daya manusia pada anak dan perempuan. Hal
itu dikarenakan anak merupakan asset berharga untuk negara dimasa yang akan datang.
Anak ialah penduduk yang berusia di bawah 18 tahun atau yang berusia 0-18
tahun (PERMEN PPPA, 2011). Indonesia sepakat untuk memberikan perlindungan
terhadap anak. Anak-anak adalah salah satu aspek kehidupan bangsa yang perlu
dilindungi. Anak- anak merupakan investasi dalam kehidupan negara di masa
mendatang,
16
Strategi Pemerintah Kota Surabaya dalam Pengembangan Kebijakan Kabupaten/Kota
Layak Anak
Tabel 1
Data Kasus Kekerasan pada Anak
No. Kota Jumlah
1 Surabaya 97
2 Tulung agung 20
3 Sidoarjo - Mojokerto 16
4 Gresik - Lamongan 11
5 Jombang 10
6 Sumenep 9
Lumajang – Malang –
7 8
Probolinggo - Pasuruan
8 Bojonegoro - Bondowoso 7
9 Jember- Blitar - Kediri 6
10 Bangkalan 5
Jumlah 179
Pemerintah Kota Surabaya untuk memenuhi hak anak, sehingga terwujudnya sebuah
kota yang layak anak.
Jika dilihat pada tabel sebelumnya terlihat bahwasanya Kota Surabaya masih
menjadi Kota dengan angka kekerasan pada anak yang paling tinggi di provinsi Jawa
Timur. Namun Kota Surabaya masih mendapatkan penghargaan sebagai Kota Layak
Anak. Dari latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang
bagaimana strategi dan hambatan pemerintah Kota Surabaya dalam pengembangan
kebijakan Kota Layak Anak di Kota Surabaya.
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif
kualitatif dengan pendekatan literature review atau tinjauan pustaka. Menurut (Pitaloka
Priasmoro, 2016). Literature review yaitu sebuah pencarian literatur baik internasional
maupun nasional. Literature review tidak hanya bermakna membaca literatur, tapi lebih
ke arah evaluasi yang mendalam dan kritis tentang penelitian sebelumnya pada suatu
topik. Artikel ini bertujuan melakukan kajian literatur terhadap penelitian-penelitian
terdahulu tentang evaluasi Kebijakan KLA.
Teknik analisis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah model analisis
data yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman. Miles dan Huberman sebagaimana
yang dikutip oleh (Sugiyono, 2017) menyatakan bahwa analisis data terdiri dari empat
tahapan kegiatan yang dimulai dengan pengumpulan data, kondensasi data, penyajian
data, sampai dengan penarikan kesimpulan/ verifikasi data.
Sumber data yang digunakan yakni data sekunder yang didapatkan melalui
dokumen-dokumen penelitian, arsip-arsip, laporan-laporan dan foto-foto yang berada di
media sosial maupun media massa.
2014). Sebagaimana yang dimaksud maka dalam hal ini pemerintah memiliki
tindakan yang berbeda dalam mewujudkan suatu kebijakan. Strategi yang dilakukan
merupakan suatu strategi yang berbeda dari yang lain. Dalam hal ini strategi yang
dilakukan oleh pemerintah Kota Surabaya yaitu mewujudkan lingkungan yang
mendukung dan ramah anak.
Adanya program-program dan bentuk kebijakan. seperti kampung pendidikan
kampung e arek suroboyo, kampung literasi, kampung belajar dan kampung aman
Untuk mewujudkan kota layak anak maka pemerintah kota Surabaya mengadakan
suatu lomba. Tujuannya untuk menciptakan kondisi suatu daerah tinggal anak yang
nyaman dan aman bagi proses tumbuh kembang anak dan adanya upaya untuk
perlindungan terhadap anak.
Tabel 2
Program dan kebijakan untuk perwujudan kota layak anak di kota Surabaya
Program Hasil
Kampung Belajar Bertujuan untuk meningkatkan aktvitas
belajar pada anak-anak. Dengan adanya
kegiatan JAMBE (Jam belajar pukul 6-8),
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat dan
Kegiatan Bebas Anak Putus Sekolah)
Kampung Sehat Dengan adanya kegiatan bebas asap
rokok, bebas miras, dan bebas narkoba
Kampung Asuh Pengelohan penitipan anak harus
diketahui oleh RT dan RW. Untuk
memudahkan dalam hal pengawasan
terhadap anak.
Kampung Kreatif Adanya suatu Kegiatan bimbingan belajar
Dan Inovatif TK dan SD secara gratis dan Terarah.
Kampung Aman Bebas Eksploitasi Anak, Bebas dari
Kekerasan, dengan adanya upaya yang
dilakukan untuk menghimbau seluruh
warga agar tidak melakukan tindak
kekerasan
Kampung Literasi Kegiatan Belajar Menari Bersama
merupakan sinergitas RT. 02 dengan RT.
07. Dan hasil binaannya,Kegiatan usaha
dan pemberdayaan anak yang meliputi
kegiatan UKM, Jentik Junior dan
Pelatihan Swadaya akan dilakukan oleh
RT. 05 dan umumnya RW. 03
Sumber : (Mochklas, Rusmawati, Santoso, & Jannah, 2019)
Kesimpulan
Strategi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya dalam
mengembangakan kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak di Kota Surabaya terdapat 3
(tiga) strategi yaitu: Staretegi diverfikasi yang berupa pembuatan program-program
yang lain daripada yang lain yaitu dengan adanya program yang menciptakan
lingkungan serta kondisi aman dan nyaman bagi anak berupa kampung pendidikan
kampung e arek suroboyo kampung literasi, kampung belajar dan kampung aman. Yang
kedua ialah strategi inovatif Pemerintah Kota Surabaya melakukan adanya
pembaharuan maupun inovasi-inovasi baru yang tentunya dapat memudahkan setiap
pelaksanaan program. Program tersebut berupa Inovasi Layanan Satu Pintu Keluarga
Holistik Integratif
Sedangkan strategi yang ketiga ialah strategi Preventif berupa pembuatan
kebijakan perlindungan anak untuk mencegah terjadinya kekerasan pada anak sekaligus
upaya untuk pemenuhan hak anak dengan adanya transportasi Bus Sekolah dan adanya
trotoar yang nyaman untu menyebrang para pelajar.
Kendala-kendala yang dialami oleh Pemerintah Kota Surabaya dalam
mengembangkan Kota Layak Anak di Kota Surabaya antara lain masih kurangnya
BIBLIOGRAFI
Bardja, Sutiati. (2017). Pengaruh Penerapan Senam Hook Ups Terhadap Tingkat
Percaya Diri Anak Kelas Dua Min Guwa Kidul. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah
Indonesia, 2(12), 112–122.
Heni, Irawati Putri, & Nawangsari, Rining Ertien. (2019). Implementasi Kebijakan,
Klaster Hak Anak, Kabupaten/Kota Layak Anak. Dinamika Governance: Jurnal
Ilmu Administrasi Negara, 9(2).
Kusuma, oktavianus wijaya ardhya. (2015). Evaluasi Program Bus Sekolah Di Kota
Surabaya. Kebijakan Dan Manajemen Publik, 3, 1–7.
Mochklas, Mochamad, Rusmawati, Zeni, Santoso, Aris, & Jannah, Roudotul. (2019).
Pendampingan Kampung Pendidikan Kampung’E Arek Suroboyo (Kp Kas) Rw 03
Kelurahan Ketintang Surabaya. Jurnal Komunitas : Jurnal Pengabdian Kepada
Masyarakat, 2(1), 51–59. https://doi.org/10.31334/jks.v2i2.470
Portella Ribeiro, Juliane, Santos da Silva, Mara, de Cezar Vaz, Marta, Arruda da Silva,
Priscila, & Silva, Bárbara. (2013). The protection of children and adolescents from
violence: an analysis of public policies and their relationship with the health sector.
Investigación y Educación En Enfermería, 31(1), 133–141.
Abstrak
Fenomena kemiskinan merupakan masalah sosial yang menjadi masalah serius di
negara-negara berkembang, tidak terkecuali Indonesia. Berbagai upaya telah
dijalankan untuk mengentaskan kemiskinan, baik dari pusat maupun daerah. Salah
satunya adalah Kabupaten Sidoarjo yang menangani masalah kemiskinan
didaerahnya dengan menetapkan ladasan hukum berupa Peraturan Daerah Nomor
2 Tahun 2016 tentang Pengentasan Kemiskinan. Penelitian ini menggunakan
metode penelitian kualiatatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data
wawancara, observasi, dan dokumentasi. Fokus penelitian ini ada didalam
Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 02 tahun 2016 pasal 14 pada poin
C yakni pengentasan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha ekonomi mikro.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan implementasi
Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 2 Tahun 2016 Pasal 14 poin C
yakni pemberdayaan usaha ekonomi mikro sebagai upaya pengentasan kemiskinan
di Kabupaten Sidoarjo berdasarkan teori Marilee S. Grindle. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa adanya kekurangan dalam pengimplementasian kebijakan
Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2016 Pasal 14 poin C yang merupakan
kebijakan pengentasan kemiskinan melalui program pemberdayaan UMKM “1000
Wirausaha Baru” kurang berhasil dilaksanakan, diukur berdasarkan teori Marilee
S. Grindle yaitu isi kebijakan dan lingkungan implementasi.
Pendahuluan
Fenomena kemiskinan merupakan masalah sosial yang menjadi masalah serius
di negara-negara berkembang, tidak terkecuali Indonesia. Masalah kemiskinan
merupakan masalah yang kompleks dan bersifat multidimensional yang berkaitan
dengan aspek sosial, budaya, ekonomi dan lain sebagainya. Badan Pusat Statistik pada
tahun 2019 menyebutkan bahwa jumlah penduduk miskin pada September 2019
sebesar 24,79 juta orang. Kemiskinan tersebut mengalami penurunan, Badan Pusat
Statistik (2019) juga menyebutkan kemiskinan pada tahun 2016 berada pada angka
27,77 persen poin, tahun 2017 berada pada angka 26,58 persen poin, tahun 2018 berada
pada angka 25,67 persen poin dan pada tahun 2019 berada pada angka 24,79 persen
poin, sehingga dapat dikatakan bahwa pemerintah Indonesia telah berhasil dalam
mengupayakan pengentasan kemiskinan.
26
Implementasi Kebijakan Pengentasan Kemiskinan Melalui Pemberdayaan UMKM
Tabel 1
Presentase RTS Per-Kecamatan di Kabupaten Sidoarjo
10
8
6
4
2 Series 1
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif (qualitative research). Penelitian menggunakan tipe deskriptif kualitatif untuk
memahami dan memaknai sudut pandangan serta kejadian pada subyek penelitian dalam
rangka menggali informasi dasar tentang implementasi Peraturan Daerah Kabupaten
Sidoarjo Nomor 02 Tahun 2016. Lokasi penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sidoarjo
karena kabupaten tersebut merupakan kabupaten dengan angka kemiskinan yang rendah
di Jawa Timur dan merupakan kabupaten yang memiliki julukan sebagai Kabupaten
UMKM. Sumber data diambil dari wawancara secara langsung serta observasi atau
pengamatan secara langsung dan melalui dokumentasi saat melakukan observasi pada
Tim Koordinasi Pengentasan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kabupaten Sidoarjo dan
Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Sidoarjo.
Program 1000 Wirausaha Baru merupakan salah satu program yang digagas oleh
Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Sidoarjo untuk mengajak masyarakat membuka
usaha ekonomi mikro. Program 1000 Wirausaha Baru ini dibentuk dari tahun 2017 dan
telah berjalan hingga saat ini. Program ini mampu membantu Pemerintah Kabupaten
Sidoarjo dalam mengentaskan kemiskinan yang tinggi di 7 kecamatan zona merah
Kabupaten Sidoarjo.
Tabel 2
Tingkat Kemiskinan Kabupaten Sidoarjo
Dilihat dari data pada tahun 2016 - 2019 dapat dikatakan bahwa tingkat
kemiskinan di Kabupaten Sidoarjo mengalami penurunan. Program yang mampu
mengentaskam kemiskinan dengan pesat ini salah satunya adalah pemberdayaan
UMKM dan Program 1000 Wirausaha Baru. Di Kabupaten Sidoarjo, hingga saat ini
terdapat 835 binaan usaha mikro baru oleh Klinik KUM Kabupaten Sidoarjo.
Tabel 3
Data Binaan Usaha Mikro Klinik KUM Kabupaten Sidoarjo
Dari data Pengelolaan UMKM yang ada dari Dinas Koperasi dan UKM
Kabupaten Sidoarjo, pengelolaan UMKM di Kabupaten Sidoarjo terdapat 219 usaha
dikelola secara mandiri, 616 usaha dikelola bersama atau sudah memilki karyawan.
Tabel 4
Data Jumlah Pegawai UKM
No. Jumlah Karyawan Usaha Mikro
1 0 (dikelola mandiri) 219
2 1 242
3 2 203
4 3 63
5 4 41
6 5-1110 67
Sidoarjo Nomor 2 Tahun 2016 dijelaskan bahwa terdapat 9 hak masyarakat yang
didapat dari kebijakan tersebut, salah satunya adalah memperoleh keterampilan
berusaha, peluang pekerjaan dan serta pengembangan usaha. Dalam
pelaksaannya, hak tersebut dilaksanakan dalam berbagai cara, seperti adanya
kelas-kelas pemberdayaan gratis, keikutsertaan kelompok sasaran/target groups
dalam pameran yang menunjang promosi ataupun bantuan dana dari Pemerintah
Kabupaten Sidoarjo untun pengembangan usaha.
Indikator kedua, jenis manfaat yang diterima oleh kelompok
sasaran/target groups pada kebijakan ini sudah terpenuhi. Banyak manfaat yang
telah di peroleh kelompok sasaran/target groups seperti adanya kelas gratis
untuk pemberdayaan UMKM, bantuan dana yang didapat diakses melalui Dinas
Koperasi dan UKM Kabupaten Sidoarjo untuk pengembangan UMKM,
kemudian ikut serta dalam pameran-pameran yang diadakan dalam skala daerah
maupun nasional dengan biaya gratis ditanggung oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten Sidoarjo. Hal ini dilakukan agar tercapainya pengentasan
kemiskinan di Kabupaten Sidoarjo serta tercapainya cita-cita Pemerintah
Kabupaten Sidoarjo menjadikan Sidoarjo sebagai kota UMKM.
Kemudian di indikator ketiga, perubahan yang diinginkan dari sebuah
kebijakan. Perubahan yang diberikan dalam pengimplementasian kebijakan
pengentasan kemiskinan kurang sesuai dengan perubahan yang diinginkan.
Perubahan yang ada sudah mengarah positif, tetapi perubahan tersebut belum
sesuai dengan tujuan kebijakan dan program. Terdapat lima (5) tujuan dalam
Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 2 Tahun 2016, salah satunya yaitu
mewujudkan peningkatan kegiatan ekonomi dan sosial untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat miskin yang masih belum terpenuhi. Bahwa masih
terdapat tujuh (7) kecamatan zona merah kemiskinan, artinya kesejahteraan
ekonomi masyarakat masih jauh tertinggal dari perubahan yang diinginkan dari
sebuah kebijakan.
Indikator keempat adalah letak pengambilan keputusan. Pengambilan
keputusan dalam pelaksanaan kebijakan pengentasan kemiskinan melalui
program pemberdayaan UMKM “1000 Wirausaha Baru” sudah tepat dengan
adanya kerjasama yang baik serta koordinasi yang dilakukan oleh pelaksana
kebijakan dan target sasaran/target groups. Pengambilan keputusan dalam
kebijakan ini dilakukan dari atas ke bawah (top down), pemegang kekuasaan
tertinggi dalam implementasi kebijakan ini adalah Bupati Kabupaten Sidoarjo
yang wewenangnya dilimpahkan pada Tim Koordinasi Pengentasan Kemiskinan
Daerah (TKPKD) Kabupaten Sidoarjo. Kemudian dilaksanakan oleh SKPD
yang berkaitan yaitu Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Sidoarjo. Letak
pengambilan keputusan ini sudah tersistem dari atas berdasarkan regulasi.
Indikator kelima kebijakan adalah pelaksana program (implementator).
Peran pelaksana dalam kebijakan ini sangatlah penting, pelaksana kebijakan ini
tidak hanya dilakukan oleh satu aktor saja melainkan banyak aktor yang terlibat
Kesimpulan
Implementasi pemberdayaan UMKM sebagai upaya pengentasan kemiskinan di
Kabupaten Sidoarjo dapat dikatakan belum maksimal. Dari dua (2) indikator dengan 9
variabel keberhasilan implementasi kebijakan menurut (Grindle & Thomas, 1991),
masih terdapat tiga (3) indikator yang belum terpenuhi/terlaksana. Dari isi kebijakan
(content policy), terdapat empat (4) indikator yang sudah terlaksana dan dua (2) tidak
terlaksana. Sedangkan dari lingkungan kebijakan (context of implementation) tedapat 2
indikator terlaksana dan 1 indikator belum terlaksana.
Dalam variable isi kebijakan, indikator pertama kepentingan-kepetingan yang
mempengaruhi dinilai cukup baik. Hasilnya menunjukkan bahwa kepentingan
kelompok sasaran/target groups telah terpenuhi dengan terlaksananya 9 hak yang
diperoleh oleh kelompok sasaran/target groups. Indikator kedua, jenis manfaat yang
diterima oleh kelompok sasaran/target groups pada kebijakan ini sudah terpenuhi. Salah
satu manfaat yang diperoleh adalah adanya bantuan dana yang didapat diakses melalui
Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Sidoarjo untuk pengembangan UMKM.
Kemudian di indikator ketiga, perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan
belum tercapai dikarenakan kurang sesuai dengan perubahan yang diinginkan ataupun
sesuai dengan tujuan kebijakan dan program. Bahwa masih terdapat tujuh (7) kecamatan
zona merah kemiskinan, artinya kesejahteraan ekonomi masyarakat masih jauh
tertinggal dari perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan. Indikator keempat
adalah letak pengambilan keputusan dinilai sudah tercapai dengan baik dengan adanya
kerjasama serta koordinasi yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan dan target
sasaran/target groups. Pengambilan keputusan dalam kebijakan ini dilakukan dari atas
ke bawah (top down).
Indikator kelima kebijakan adalah pelaksana program (implementator). Dalam
Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 2 tahun 2016 belum tertulis secara rinci
siapa saja pelaksana yang akan terlibat dalam kebijakan. Hanya di sebutkan bahwa
pelaksana pengentasan kemiskinan adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
Kabupaten Sidoarjo yang mempunyai kewenangan melaksanakan tugas pokok dan
fungsi pengentasan kemiskinan serta di koordinasikan oleh Tim Koordinasi
Pengentasan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kabupaten Sidoarjo. Indikator keenam
adalah sumber-sumber daya yang memadai dinilai sudah memadai. Sumber Daya
Manusia pelaksana kebijakan yang memadai dan mengerti akan peran dan fungsinya
dan sumber anggaran yang sesuai dengan kebutuhan yang mampu menunjang
implementasi kebijakan.
Didalam variabel lingkungan kebijakan masih belum berjalan dengan maksimal,
indikator pertama kekuasaan, kepentingan dan strategi yang dimiliki oleh para aktor
yang terlibat dalam pengimplementasian kebijakan dapat dikatakan berhasil.
Kepentingan dan strategi yang dimiliki oleh implementator mengikuti kekuasaan yang
diberikan. Indikator kedua karakteristik institusi dan rezim yang berkuasa, sudah sesuai
standar dan kompetensi menunjukkan rezim yang berkuasa demokrasi, partisipatif dan
akuntabel.
Kemudian indikator ketiga yaitu tingkat kepatuhan dan responsifitas pelaksana
dinilai cukup baik dilihat pada setiap pelaksaan program pemberdayaan, pelaksana telah
maksimal dalam memberikan dedikasi terhadap kelompok sasaran/target groups dan
telah menjalankan sesuai dengan peraturan ataupun rencana. Akan tetapi kepatuhan dan
responsifitas dari kelompok sasaran yang dirasa tidak terpenuhi hingga kurangnya
komitmen dan konsistensi dari masyarakat dalam pelaksanaan program ini
mengakibatkan pelaksaan kebijakan pengentasan kemiskinan melalui program
pemberdayaan UMKM “1000 Wirausaha Baru” kurang berhasil dilaksanakan.
BIBLIOGRAFI
Aziz, Abdul, & Humaizi. (2013). Implementasi Kebijakan Publik Studi Tentang
Kegiatan Pusat Informasi Pada Dinas Komunikasi Dan Informatika Provinsi
Sumatera Utara Abdul. Journal of Chemical Information and Modeling, 3(1),
1689–1699. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Badan Pusat Statistik Kabupaten Sidoajo. (2019). Jumlah Penduduk Miskin Tahun 2010
- 2019.
Bupati Sidoarjo. Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 2 Tahun 2016 Tentang
Penanggulangan Kemiskinan. , Pub. L. No. 2 (2016).
Damayanti, Kania. (2000). Proses Perumusan Kebijaka Publik dan Impliksinya Bagi
Penyelenggaraan Kepemrintahan Yang Baik Di Daerah. 51–59.
Grindle, Marilee S., & Thomas, John W. (1991). Pubic Choice And Developing
Countries. Baltimore: John Hopkins University Press.
Kurniawan, Ferry Duwi, & Fauziah, Luluk. (2014). Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil
dan Menengah (UMKM) Dalam Penanggulangan Kemiskinan. JKMP, 2(2), 165–
176.
Siagian, Ade Onny, & Indra, Natal. (2019). Pengetahuan Akuntansi Pelaku Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Terhadap Laporan Keuangan. Syntax
Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 4(12), 17–35.
Sore, Uddin B., & Sobirin. (2017). Kebijakan Publik (1st ed.; Dahlan, Ed.). Makassar:
CV Sah Media.
Windia, Wayan. (2015). Sekali Lagi Tentang Pengentasan Kemiskinan (Di Bali).
PIRAMIDA, XI(1), 1–7.
Abstrak
Gangguan stabilitas adalah masalah yang sering terjadi pada pasien yang terkena
ankle sprain kronis. Ketidakstabilan pada ankle sprain kronik merupakan hasil
dari saraf (proprioseptif, refleks, waktu reaksi otot), otot (strength, power, dan
endurance) dan mechanical mechanism (ligamen laxity). Tujuan penelitian untuk
membuktikan latihan proprioseptif dan theraband exercise lebih meningkatkan
stabilitas dibanding latihan proprioseptif dan antero posterior glide pada ankle
sprain kronis. Penelitian ini menggunakan quasi eksperimental dengan rancangan
penelitian pre-test and post-test control group design. Penelitian ini dilakukan
pada 16 orang, kelompok I terdiri dari 8 orang dengan intervensi yang diberikan
adalah latihan proprioseptif dan theraband exercise dan kelompok II yang terdiri
dari 8 orang dengan intervensi yang diberikan adalah latihan proprioseptif dan
antero posterior glide. Stabilitas diukur menggunakan Balance Error Scoring
System (BESS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan
stabilitas pada kelompok perlakuan I dan II. Uji beda menggunakan paired sampel
t-test, pada kelompok I didapatkan nilai rerata pre test 31,25±5,20 dan post test
3,25±1,66, didapatkan hasil p=0,001 (p<0,05), yang berarti ada perbedaan
bermakna nilai stabilitas sebelum dan sesudah latihan pada kelompok I. Serta uji
pada kelompok II didapatkan rerata pre test 29,75±4,26 dan post test 11,87±2,10
didapatkan hasil p=0,001 (p<0,05), yang berarti ada perbedaan bermakna nilai
stabilitas sebelum dan sesudah latihan pada kelompok II. Hasil uji beda kedua
sampel perlakuan menggunakan independent sample t-test selisih pada kelompok I
dan kelompok II didapatkan rerata 28,00±4,34 dan 17,87±2,90 dengan p=0,001
(p<0,05), yang berarti ada perbedaan bermakna nilai stabilitas setelah perlakuan
antara kelompok I dan kelompok II. Disimpulkan bahwa latihan proprioseptif dan
theraband exercise lebih meningkatkan stabilitas dibanding latihan proprioseptif
dan antero posterior glide pada pemain basket yang mengalami ankle sprain
kronis.
Kata kunci: Proprioseptif , Theraband Exercise, Antero Posterior Glide, Ankle Sprain
Kronis
Pendahuluan
Memiliki prestasi dalam bidang olahraga merupakan impian dari para atlet, salah
satunya pada atlet basket. Cedera adalah hal yang paling mereka takutkan, karena
dengan cedera mereka tidak dapat mencapai tujuan prestasi mereka. Banyak beberapa
41
Futi Nurul Destya
cedera yang bisa mengenai pemain basket yaitu ankle sprain, jumper’s knee, anterior
cruciatum ligamen (ACL), posterior cruciatum ligamen (PCL), cedera meniskus, dan
lain-lain. Cedera tersebut mengakibatkan para pemain basket tidak dapat kembali
latihan seperti semula terlebih dengan penanganan yang kurang baik saat terjadi cedera.
Setelah mendapatkan cedera tidak sedikit beberapa atlet di daerah tidak ditangani
dengan baik sehingga menjadi kronis salah satunya pada cedera pergelangan kaki atau
ankle sprain (Hari, 2017) Kesehatan merupakan kebutuhan manusia yang utama dan
menjadi prioritas yang mendasar bagi kehidupan (Rahmat, 2020).
Ankle sprain adalah suatu keadaan dimana terjadi overstretch pada ligamen yang
terjadi secara tiba-tiba dengan posisi inversi dan plantar fleksi. Ankle sprain umumnya
terjadi pada aktivitas yang membutuhkan lompatan, berlari dan atau memotong lateral
eksplosif (Loudon, Reiman, & Sylvain, 2014). Cedera ankle sprain memiliki empat
fase: fase initial akut berlangsung tiga hari setelah cedera, respons inflamasi (fase akut)
berlangsung satu smpai enam hari, fibroblastic repair (fase sub akut) berlangsung lebih
dari hari keempat sampai ke sepuluh setelah cedera, fase kronis (maturation
remodelling) berlangsung lebih dari tujuh hari setelah cedera (Mills et al., 2011).
Data dari Poliklinik KONI Jakarta antara tahun 2009-2012 menunjukkan bahwa
ankle sprain merupakan keluhan yang paling umum ditemui yang mencapai 41.1% dari
seluruh kasus cedera (Kris-Etherton et al., 2004) Dilaporkan bahwa Dengan presentase
hingga 75% dari ankle sprain awal akan mengarah ke repetitive ankle sprain dengan sisa
gejala memiliki gangguan fungsional di ankle sprain (Hubbard, 2010). Menurut
(Eddleston et al., 2002), angka ini telah dilaporkan setinggi 80%. Menurut Pasanen K
et al 78% cedera mempengaruhi anggota tubuh bagian bawah. Ankle sprain 48% dan
lutut 15% adalah hal yang paling sering terkena pada usia remaja. 23% dari cedera
parah menyebabkan lebih dari 28 hari absen dari olahraga. Jumlah cedera berulang
tinggi sekitar (28% dari semua cedera) dan kebanyakan dari mereka adalah ankle sprain
(35 dari 44,79%).
Faktor-faktor yang menyebabkan orang terkena ankle sprain adalah kelemahan
otot, cedera ankle yang berulang, fleksibilitas yang buruk, kurang melakukan
pemanasan dan peregangan saat sebelum olahraga, keseimbangan yang buruk,
permukaan lapangan olahraga yang tidak rata, dan biasa terjadi karena pemakaian
sepatu atau alas kaki tidak tepat (Kurniawan, 2013). Menurut (McKay & Smith, 2005)
terdapat tiga faktor risiko cedera ankle sprain yaitu, pertama pemain dengan riwayat
cedera ankle sprain hampir lima kali lebih mungkin untuk mempertahankan cedera
ankle sprain, kedua pemain yang memakai sepatu sel udara pada tumit 4,3 kali lebih
mungkin cedera daripada mereka yang memakai sepatu tanpa sel udara, dan yang ketiga
pemain yang tidak melakukan peregangan sebelum pertandingan 2,6 kali lebih mungkin
terkena ankle sprain daripada pemain yang melakukannya.
Cedera ankle sprain ini sangat umum dan sering dianggap sebagai hal sepele
oleh atlet dan juga pelatih. Penderita khususnya atlet yang mengalami ankle sprain rata-
rata tidak begitu memperhatikan kondisi yang dialaminya karena hanya merasa nyeri
ringan atau bengkak sehingga tidak dibawa ke medis, menurut (McKay & Smith, 2005)
lebih dari setengah (56,8%) dari para pemain basket yang terkena ankle sprain tidak
mencari perawatan profesional. Karena kondisinya tidak diperhatikan, pemain basket
tersebut tetap melakukan aktivitas olahraga sehingga dapat terjadi repetitive injury dan
menjadi ankle sprain kronis. Ankle sprain kronis adalah cedera pada ligamen kompleks
lateral yang berlangsung lebih dari tujuh hari. Cedera dengan keluhan nyeri, inflamasi
kronis, dan ketidakstabilan dalam melakukan aktivitas yang disebabkan terjadinya
kelemahan ligamen dan penurunan fungsi termasuk defisit sensorimotor yang dapat
menimbulkan terjadinya kelemahan otot sehingga terjadi penurunan tonus postural,
kekuatan otot, proprioseptif, fleksibilitas, stabilitas dan keseimbangan (Feng, Sun, Wan,
Hu, & Calatayud, 2014).
Salah satu masalah dari ankle sprain yaitu penurunan stabilitas, stabilitas adalah
suatu keadaan dimana ankle dalam keadaan stabil. Komponen dari sebuah kestabilan
sendi ankle merupakan hasil dari saraf (propioseptif, refleks, waktu reaksi otot), otot
(strenght, power, dan endurance) dan mechanical mechanism (ligamen laxity)
(Mattacola & Dwyer, 2002). Apabila dalam salah satu faktor tersebut tidak terpenuhi
maka ankle akan menjadi tidak stabil atau ankle instability. Ankle instability adalah
suatu keadaan dimana ankle tidak dalam keadaan stabil yang disebabkan oleh beberapa
faktor seperti penanganan awal yang buruk pada saat terkena ankle sprain. Ankle
instabilty disebabkan oleh menurunnya fleksibilitas jaringan, peningkatan intensitas
nyeri, ketidakstabilan fungsional, penurunan kekuatan otot, dan penurunan input
proprioseptif akibat ankle sprain (Akre & Kumaresan, 2014). Keadaan seperti ini
menyebabkan terjadi gangguan menumpu, berjalan, dan melompat akibatnya performa
atlet di lapangan tidak maksimal atau bahkan tidak dapat bermain di lapangan lagi. Nilai
stabilitas ankle tersebut dapat diukur menggunakan Balance Error Scoring System
(BESS).
BESS adalah alat ukur yang objektif untuk menilai stabilitas postural statis,
disebutkan bahwa orang dengan ankle yang tidak stabil akan mengalami kontrol
postural yang kurang (CL, 2006). BESS memiliki construct validity yang baik karena
bersifat konsisten dan digunakan sebagai standar dari perbandingan hasil pengukuran
lainnya untuk menilai tingkat kestabilan pada ankle sprain. BESS memiliki hasil
internal consistency yang tinggi dengan nilai cronbach alpha antara 0,76 sampai 0,92
dan test-retest reliability dengan koefisien interclass correlation 0,86 (Kleffelgaard,
Soberg, Langhammer, & Pripp, 2017). Dengan hasil penelitian ini memberikan bukti
bahwa BESS merupakan alat ukur yang valid dan reliabel untuk mengukur stabilitas
pada ankle sprain.
Penanganan pada kasus ankle sprain dapat berupa medikamentosa dan
fisioterapi. Latihan gerak yang paling direkomendasikan secara klinis adalah
proprioseptif dan theraband exercise. Tapi terdapat beberapa penelitian yang
menunjukkan peningkatan stabilitas pada atlet yang terkena ankle sprain dapat diberikan
proprioseptif dan mobilisasi sendi teknik antero posterior glide.
Antero posterior glide merupakan salah satu teknik mobilisasi sendi. Mobilisasi
sendi adalah teknik manual terapi yang terdiri dari rangkaian kemampuan gerak pasif
dari suatu sendi atau jaringan lunak (atau keduanya) yang digerakan dengan kecepatan
dan amplitudo yang bervariasi (Edmond, 2006). Mobilisasi sendi bertujuan untuk
meningkatkan gerakan fisiologis dan aksesori melalui peningkatan kemampuan
ekstensibilitas jaringan kapsuler dan ligamen nonkontraktil dan meningkatkan transmisi
informasi aferen dengan merangsang sendi mechanoreceptors. Mobilisasi sendi yang
diberikan berupa terapi manipulasi memiliki efek pada struktur sendi dan jaringan, yaitu
efek fisik, merangsang aktivitas biologis di dalam sendi melalui gerakan cairan sinovial.
Gerakan cairan sinovial dapat meningkatkan proses pertukaran nutrisi ke permukaan
kartilago sendi dan fibrokartilago. Efek stretching akan mengulur kapsul ligamen
melalui pelepasan abnormal cross link antara serabut-serabut kolagen atau jaringan
fibrous akan berkurang dan meningkatkan elastisitas, fleksibilitas pada otot dan jaringan
lainnya sehingga akan terjadi perbaikan lingkup gerak sendi yang maksimal (Edmond,
2006). Penelitian sebelumnya oleh Weerasekara et al pada tahun 2018 berupa
systemayic review dan meta analysis tentang mobilisasi sendi pada ankle sprain
didapatkan hasil bahwa mobilisasi sendi dapat meningkatkan keseimbangan dinamik
dan juga penambahan ROM dalam jangka pendek, pada jangka panjang belum
diinvestigasi secara memadai.
Proprioseptif adalah kemampuan tubuh untuk mentransmisikan rasa posisi,
menganalisis informasi itu dan bereaksi (sadar atau tidak sadar) terhadap rangsangan
dengan gerakan yang tepat (Houglum, 2005). Latihan proprioseptif adalah suatu latihan
yang dibentuk untuk meningkatkan proprioseptif pada ankle sprain. Mekanisme
proprioseptif dalam meningkatkan stabilitas yaitu dengan proprioseptif menggambarkan
sinyal aferen yang bergerak ke otak dari reseptor dalam tubuh yang memungkinkan otak
untuk mengetahui di mana tubuh berada. Masukan proprioseptif diberikan ke otak
melalui mechanoreceptors, reseptor vestibular dan reseptor visual. Semuanya
diintegrasikan ke dalam sistem saraf pusat. Bersama-sama reseptor-reseptor ini
menstimulasi respon motor eferen yang menghasilkan gerakan tubuh yang tepat (Akre
& Kumaresan, 2014). Pada penelitian sebelumnya oleh Shashwat Prakash dan Varun
Singh pada tahun 2014 tentang efek perbandingan wobble board dan single leg stance
exercise didapatkan hasil bahwa wobble board lebih efektif dari single leg stance
exercise dalam meningkatkan proprioseptif keseimbangan selama 4 minggu.
Theraband adalah alat atau media pembebanan untuk meningkatkan kekuatan,
mobilitas, dan range of motion (ROM). Theraband exercise bertujuan untuk
meningkatkan kekuatan dinamik, endurance, dan kekuatan otot dengan menggunakan
tahanan yang berasal dari external force. Theraband exercise dalam bentuk latihan
isotonik dapat membantu serta memperbaiki kelemahan otot yang di sebabkan
kerusakan ligament lateral kompleks. Peningkatan kekuatan otot didapatkan dengan
pelatihan secara continue sehingga kekuatan otot tonik dapat meningkatkan sirkulasi
pembuluh darah kapiler yang dapat meningkatkan kekuatan otot phasik yang akan
mengakibatkan terjadinya penambahan recuitment motor unit pada otot yang akan
mengaktivasi badan golgi sehingga otot akan bekerja secara optimal, sehingga terbentuk
stabilitas yang baik pada ankle (O’Driscoll & Delahunt, 2011). Pada penelitian
sebelumnya oleh (G Hari Babu, Bijju Ravindran, V Kiran et al., 2017) membandingkan
antara mobilisasi dan theraband exercise dalam ankle sprain selama 4 minggu di
dapatkan hasil bahwa theraband exercise lebih efektif daripada mobilisasi.
Berdasarkan manfaat-manfaat yang telah dituliskan maka penulis berasumsi
bahwa latihan proprioseptif dan theraband exercise lebih meningkatkan stabilitas
dibanding latihan proprioseptif dan antero posterior glide pada pemain basket yang
mengalami kasus ankle sprain kronis.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan menggunakan metode quasi eksperiment dengan
rancangan two group pre and post test design. Pada penelitian ini pengukuran pertama
dilakukan satu hari sebelum diberikan perlakuan pertama, dan pengukuran kedua
dilakukan hari terakhir latihan pada minggu ke-6. Dalam penelitian ini digunakan dua
kelompok yaitu kelompok perlakuan pertama adalah latihan proprioseptif dengan
theraband exercise dan kelompok perlakuan kedua adalah latihan proprioseptif dengan
antero posterior glide. Bentuk rancangan penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:
X1
O1 O3
P S
O2 X2 O4
Gambar 1
Kerangka Penelitian
Keterangan Gambar:
P = Populasi
S = Sampel
X1 = Perlakuan pada kelompok I latihan proprioseptif dan theraband exercise
X2 = Perlakuan pada kelompok II latihan proprioseptif dan antero posterior glide
O1 = Kelompok I sebelum diberi latihan proprioseptif dan theraband exercise
O2 = Kelompok I sesudah diberi latihan proprioseptif dan theraband exercise
O3 = Kelompok II sebelum diberi latihan proprioseptif dan antero posterior glide
O4 = Kelompok II sebelum diberi latihan proprioseptif dan antero posterior glide
mendukung massa yang besar, pada akhirnya berkontribusi terhadap penurunan nilai
stabilitas (Ganesan, Koos, Kruse, & Dell, 2018). Karakterisitik subjek berdasarkan
data yang didapatkan dapat dilihat bahwa IMT dengan kategori berat badan kurang
mendominasi pada setiap kelompok, baik pada kelompok I maupun II. Berdasarkan
hasil analisis pada indeks masa tubuh didapatkan hasil p=0,313 yang berarti bahwa
terdapat kesamaan indeks masa tubuh antara kelompok I dan kelompok II sebelum
diberikan intervensi.
B. Latihan Proprioseptif dan Theraband Exercise dapat Meningkatkan Stabilitas
pada Ankle Sprain Kronik Pemain Basket
Hasil penelitian pada 8 orang subjek penelitian yang dilakukan selama 6
minggu dengan durasi pelatihan 3 hari per minggu, diperoleh hasil pada kelompok
perlakuan yang diberikan latihan proprioseptif dan theraband exercise menunjukkan
rerata stabilitas ankle sebelum diberikan perlakuan yaitu 31,25±5,20 kemudian
setelah diberikan perlakuan, didapatkan rerata 3,25±1,66. Hal ini menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan rerata peningkatan stabilitas pada pemain basket dengan
kondisi ankle sprain kronis sebelum dan setelah diberikan perlakuan.
Peningkatan stabilitas ankle berdasarkan hasil analisis statistik didapatkan
hasil pada kelompok perlakuan yang diberi latihan proprioseptif dan theraband
exercise menunjukkan nilai p = 0,001 (p<0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa
latihan proprioseptif dan theraband exercise dapat meningkatkan stabilitas pada
kondisi ankle sprain pemain basket di SMP 2 Garut.
Berdasarkan penelitian sebelumnya ini dapat terjadi karena latihan
proprioseptif berpengaruh pada beberapa hal karena pada ankle sprain kronik
terjadinya penurunan dari pada fungsi proprioseptif (Sherwood, 2009). Pelatihan
dengan wobble board dapat mengembalikan fungsi dari proprioseptif melalui serabut
saraf afferen akan membawa respon ke sistem saraf pusat (SSP) yang berperan untuk
mempertahankan keseimbangan tubuh tetap dengan posisi stabil. Prinsip dari latihan
ini untuk meningkatkan fungsi dari pengontrol keseimbangan tubuh. Saat latihan
berlangsung rangsangan yang diterima serabut intrafusal dan ekstrafusal
memperkaya input sensoris yang akan dikirim dan diolah di otak untuk diproses
sehingga dapat menentukan seberapa besar kontraksi otot yang dapat diberikan.
Sebagian respon yang dikirim kembali ke ekstrafusal akan mengaktivasi golgi tendon
kemudian akan terjadi perbaikan koordinasi serabut intrafusal (myofibril) dan serabut
ekstrafusal (golgi tendon organ) dengan saraf afferent yang ada di muscle spindle
sehingga terbentuklah proprioceptive yang baik (Miller Jude, 2011).
Ketidakstabilan ankle disebabkan oleh disfungsi neuromuskuler yang terkait
dengan trauma pada ankle (Gutierrez et al., 2013). Juga telah ditemukan itu baik
umpan balik maupun mekanisme kontrol gerak umpan maju diubah dengan
ketidakstabilan ankle, meskipun asal spesifik dari defisit ini tidak diketahui (McKeon
& Hertel, 2008). Karena itu, penting bagian dari rehabilitasi ankle sprain adalah
untuk memperbaiki defisit neuromuskuler yang terjadi untuk cedera. Salah satu cara
terbaik untuk melakukan ini adalah melalui pelatihan dan latihan proprioseptif
(Kaminski et al., 2013).
Sedangkan theraband exercise dapat berpengaruh pada beberapa hal berikut
yaitu latihan ini dapat mengaktifkan otot-otot stabilisator pada ankle yang dapat
meningkatkan kekuatan. Pengaruh dari latihan ini juga dapat meningkatkan
recruitment motorik, meningkatkan peredaran darah pada persendian dan nutrisi
tulang di samping karena meningkatkan perderan darah pada persendian dan nutrisi
tulang di samping karena meningkatkan kekuatan dan fungsi jaringan di sekitar
persendian yang akan mengurangi risiko cedera pada sendi ankle (Mark & Suraj,
2011).
Intervensi theraband exercise yang diberikan untuk meningkatkan stabilitas
pada kondisi ankle sprain kronik akibat dari adanya overstretch dari ligamen akibat
menumpu maka posisi ligamen akan cenderung terulur dan menyebabkan instabilitas
pada ligamen sehingga otot-otot lain akan bekerja secara berlebihan untuk
menstabilkan sendi ankle, dengan latihan proprioseptif dan theraband exercise maka
otot ankle yang termasuk tipe otot tonik (antagonis) dapat meningkatkan sirkulasi
pembuluh darah kapiler sehingga akan meningkatkan kekuatan otot, sedangkan
kekuatan otot agonis akan mengakibatkan terjadinya peningkatan recruitment motor
unit pada otot yang akan mengaktivasi badan golgi, sehingga otot akan bekerja
secara optimal yang terdepolarisasi selama latihan, dengan banyaknya motor unit
yang terdepolarisasi akan menghasilkan kekuatan yang besar. Latihan yang benar
dan teratur akan meningkatkan kekuatan otot-otot stabilisator pada ankle (Bracker D
Mark, Achar A. Suraj, 2011).
Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh (O’Driscoll
& Delahunt, 2011) yang menyatakan bahwa theraband exercise dalam bentuk latihan
isotonik dapat membantu serta memperbaiki kelemahan otot yang disebabkan
kerusakan ligament lateral kompleks. Peningkatan kekuatan otot didapatkan dengan
pelatihan secara kontinyu sehingga kekuatan otot tonik dapat meningkatkan sirkulasi
pembuluh darah kapiler yang dapat meningkatkan kekuatan otot phasik yang akan
mengakibatkan terjadinya penambahan recruitment motor unit pada otot yang akan
mengaktivasi badan golgi sehingga otot akan bekerja secara optimal, dan akan
terbentuk stabilitas yang baik pada ankle.
C. Latihan Proprioseptif dan Antero Posterior Glide dapat Meningkatkan Stabilitas
pada Ankle Sprain Kronik Pemain Basket
Hasil penelitian pada 8 orang subjek penelitian yang dilakukan selama 6
minggu dengan durasi pelatihan 3 hari per minggu, diperoleh hasil pada kelompok
perlakuan yang diberikan latihan proprioseptif dan antero posterior glide
menunjukkan rerata stabilitas ankle sebelum diberikan perlakuan yaitu 29,75±4,26
kemudian setelah diberikan perlakuan, didapatkan rerata 11,87±2,10. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata peningkatan stabilitas pada pemain
basket dengan kondisi ankle sprain kronis sebelum dan setelah diberikan perlakuan.
kedua perlakuan dapat meningkatkan stabilitas pada ankle sprain kronis pemain
basket SMP 2 Garut. Apabila dilihat dari nilai rata-rata setiap kelompok, keduanya
memiliki peningkatan stabilitas ankle yang signifikan. Adapun nilai rata-rata serta
standar deviasi selisih perlakuan dari kelompok I 28,00±4,34 sedangkan pada
kelompok II rerata selisih perlakuan yaitu 17,87±2,90. Berdasarkan uji analisis
statistik menggunakan independent sampel t-test didapatkan hasil p=0,001 (<0,05).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa latihan proprioseptif dan theraband exercise
lebih meningkatkan stabilitas daripada latihan proprioseptif dan antero posterior
glide pada kondisi ankle sprain kronis pemain basket.
Kedua kelompok perlakuan sama baiknya, dapat meningkatkan stabilitas pada
ankle sprain kronis pemain basket. Namun, pada kelompok I memiliki keunggulan
secara langsung mengaktifkan otot-otot stabilisator pada ankle yang dapat
memperbaiki kelemahan otot yang disebabkan kerusakan ligament lateral kompleks
sehingga dapat meningkatkan kekuatan otot. Peningkatan kekuatan otot didapatkan
dengan pelatihan secara continue sehingga kekuatan otot tonik dapat meningkatkan
sirkulasi pembuluh darah kapiler yang dapat meningkatkan kekuatan otot phasik
yang akan mengakibatkan terjadinya penambahan recuitment motor unit pada otot
yang akan mengaktivasi badan golgi sehingga otot akan bekerja secara optimal,
sehingga terbentuk stabilitas yang baik pada ankle.
Hal ini juga sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa
latihan kekuatan otot dengan menggunakan proprioseptif dan theraband dapat
meningkatkan perkembangan otot dan meningkatkan kontrol neuromuskuler juga
telah dilaporkan mempengaruhi perekrutan unit motorik, aktivasi selektif dari otot
agonis dan unit motoriknya, dan koaktivasi antagonis. Pelatihan kekuatan enam
minggu secara progresif menggunakan theraband menghasilkan peningkatan baik
dalam arti kekuatan dan posisi sendi di ankle. Peningkatan yang terjadi dikaitkan
dengan sensitivitas spindle otot dan aktivasi aferen hal ini menunjukkan bahwa
dengan kekuatan menggunakan theraband efektif meningkatkan langkah-langkah
proprioseptif dari keseimbangan (Smith et al., 2012).
Latihan theraband dapat meningkatkan kekuatan yang menghasilkan
peningkatan aktivasi gamma-eferen. Spindel menjadi lebih sensitif terhadap
peregangan seketika, menghasilkan ketajaman yang lebih besar dalam merasakan
posisi sendi, juga eferensia gamma yang dinamis meningkatkan kepekaan terhadap
laju perubahan panjang. Theraband elastis telah terbukti dapat meningkatkan
kekuatan, mobilitas, dan fungsi serta mengurangi nyeri sendi. Sejumlah literatur
menunjukkan keuntungan dari awal, dengan menggunakan theraband exercise dapat
membantu dalam meningkatkan ROM, menurunkan nyeri, penghambatan saraf, otot
lebih cepat berfungsi (Babu, Ravindran, V Kiran et al., 2017).
Menurut Hyeyoung (2013) bahwa pencegahan cedera ankle sprain kronis
diperlukan pelatihan khusus untuk menghindari terjadinya cedera ulang karena
secara umum cedera yang terjadi pada ankle adalah sprain. Melalui pelatihan
proprioceptive dan pelatihan penguatan otot ankle dengan karet elastic resistance
Kesimpulan
Berdasarkan analisis penelitian yang telah dilakukan dan pembahasan dapat
disimpulkan bahwa:
1. Latihan proprioseptif dan theraband exercise dapat meningkatkan stabilitas pada
pemain basket yang mengalami ankle sprain kronis.
2. Latihan proprioseptif dan antero posterior glide dapat meningkatkan stabilitas pada
pemain basket yang mengalami ankle sprain kronis.
BIBLIOGRAFI
Bracker D Mark, Achar A. Suraj, Pana L. Andrea. (2011). The 5-minute Sports
Medicine Consult. Philadelphia, Unites States: Lippincott Williams and Wilkins.
Chad E. Cook. (2012). Orthopedic Manual Therapy (2nd editio). Walsh University.
CL, Docherty. (2006). Valovich McLeod TC, Shultz SJ. Postural control deficits in
participants with functional ankle instability as measured by the Balance Error
Scoring System. Clin J Sport Med, 16(3), 203–208.
Dorneles, Paludette, Pranke, Gabriel Ivan, & Mota, Carlos Bolli. (2013). Comparison of
postural balance between female and male adolescents.
Feng, Zhaozhong, Sun, Jingsong, Wan, Wuxing, Hu, Enzhu, & Calatayud, Vicent.
(2014). Evidence of widespread ozone-induced visible injury on plants in Beijing,
China. Environmental Pollution, 193, 296–301.
G Hari Babu, Bijju Ravindran, V Kiran, Kiran, A. Kiran Kumar, R. Sreekar Kumar
Reddy, & Subbiah. (2017). The Effectiveness of Mobilization and Thera band
Exercises for Ankle Sprain. Jurnal Of Medical Science And Clinical Resarch,
05(06), 23213–23218.
Ganesan, Mohan, Koos, Theresa, Kruse, Bradley, & Dell, Bill O. (2018). Dynamic
Postural Instability in Individuals with High Body Mass Index Journal of Novel
Physiotherapies. J Nov Physiother, 8(2), 387. https://doi.org/10.4172/2165-
7025.1000387
Hills, Andrew P., & Worringham, Charles J. (2009). Balance and postural skills in
normal-weight and overweight prepubertal boys Balance and postural skills in
normal-weight and overweight prepubertal boys. Int J Pediatr Obes, 4(3), 175–
182. https://doi.org/10.1080/17477160802468470
Hoch, Matthew C., & Mckeon, Patrick O. (2010). The Effectiveness of Mobilization
With Movement at Improving Dorsiflexion After Ankle Sprain. J Sport Rehabil,
19(2), 226–232.
Hoch, Matthew C., & Mckeon, Patrick O. (2011). Joint Mobilization Improves
Spatiotemporal Postural Control and Range of Motion in Those with Chronic
Ankle Instability. J Orthop Res, 29(3), 326–332. https://doi.org/10.1002/jor.21256
Hupperets, Maarten D. W., Verhagen, Evert A. L. M., & Van Mechelen, Willem.
(2009). Effect of unsupervised home based proprioceptive training on recurrences
of ankle sprain: randomised controlled trial. Bmj, 339, b2684.
Kaminski, Thomas W., Hertel, Jay, Amendola, Ned, Docherty, Carrie L., Dolan,
Michael G., Hopkins, J. Ty, Nussbaum, Eric, Poppy, Wendy, & Richie, Doug.
(2013). National Athletic Trainers’ Association position statement: conservative
management and prevention of ankle sprains in athletes. Journal of Athletic
Training, 48(4), 528–545.
Kleffelgaard, Ingerid, Soberg, Helene L., Langhammer, Birgitta, & Pripp, Are Hugo.
(2017). Dizziness and balance problems after traumatic brain injury (TBI):
Evaluation of an 8-week vestibular rehabilitation (VR) programme. BRAIN
INJURY, 31(6–7), 882. Taylor & Francis Inc 530 Walnut Street, Ste 850,
Philadelphia, PA 19106 USA.
Kris-Etherton, Penny Margaret, Lefevre, M., Beecher, G. R., Gross, M. D., Keen, Carl
L., & Etherton, Terry D. (2004). Bioactive compounds in nutrition and health-
research methodologies for establishing biological function: the antioxidant and
anti-inflammatory effects of flavonoids on atherosclerosis. Annu. Rev. Nutr., 24,
511–538.
Kurniawan, A. (2013). Penyakit Arteri Perifer Pada Diabetes Mellitus Medicinus. 4(3).
Loudon, Janice K., Reiman, Michael P., & Sylvain, Jonathan. (2014). The efficacy of
manual joint mobilisation / manipulation in treatment of lateral ankle sprains : a
systematic review. Br J Sports Med, 365–370. https://doi.org/10.1136/bjsports-
2013-092763
McKay, C. P., & Smith, H. D. (2005). Possibilities for methanogenic life in liquid
methane on the surface of Titan. Icarus, 178(1), 274–276.
McKeon, P. O., & Hertel, J. (2008). Systematic review of postural control and lateral
ankle instability, part II: Is balance training clinically effective. Journal of Athletic
Training, 43(3), 305–315.
Milan Kojić. (2014). Differences in Indicator of Postural Status Betweem Boy and Girls
form Srem. Exercise and Quality of Life Journal, 6(1), 17–22.
Mills, Edward J., Bakanda, Celestin, Birungi, Josephine, Chan, Keith, Ford, Nathan,
Cooper, Curtis L., Nachega, Jean B., Dybul, Mark, & Hogg, Robert S. (2011). Life
expectancy of persons receiving combination antiretroviral therapy in low-income
countries: a cohort analysis from Uganda. Annals of Internal Medicine, 155(4),
209–216.
Paniccia, Melissa, Ont, O. T. Reg, Wilson, Katherine E., Hunt, Anne, Ont, O. T. Reg,
Keightley, Michelle, Zabjek, Karl, Taha, Tim, Gagnon, Isabelle, Reed, Nick, &
Ont, O. T. Reg. (2017). Postural Stability in Healthy Child and Youth Athletes :
The Effect of Age , on Performance. 10(2), 175–182.
https://doi.org/10.1177/1941738117741651
Sherwood, L. (2009). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem (Edisi VI). Jakarta: EGC.
Smith, Andrew W., Ulmer, Franciska F., & Wong, Del P. (2012). Gender Differences in
Postural Stability Among Children. J Hum Kinet., 33(1), 25–32.
https://doi.org/10.2478/v10078-012-0041-5
Smith, Brent I., Docherty, Carrie, Simon, Janet, & Klossner, Joanne. (2012). Ankle
Strength and Force Sense After a Progressive, 6-Week Strength- Training Program
in People With Functional Ankle Instability. J Athl Train, 47(3), 283–288.
https://doi.org/10.4085/1062-6050-47.3.06
Wilkerson, Ricky D., & Mason, Melanie A. (2000). Differences in men’s and women’s
mean ankle ligamentous laxity. Iowa Orthop J, 20, 46–48.
Gedeon Firnandus Ulaan, Nur Aisyah Lusiana dan Kalvin Edo Wahyudi
Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran, Jawa Timur
Email: dionfrnds21@gmail.com, aisyahlusi@gmail.com dan
kalvinedo.adne@upnjatim.ac.id
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan nilai kesadaran berbangsa
dan bernegara di kalangan Unit Kegiatan Mahasiswa UPN “Veteran” Jawa
Timur. Kegiatan Unit Kegiatan Mahasiswa merupakan kegiatan ekstrakulikuler
yang ada di kampus UPN “Veteran” Jawa Timur dimana mahasiswa diwajibkan
untuk mengikuti kegiatan ekstrakulikuler adalah wujud implementasi nilai
kesadaran berbangsa dan bernegara. Penelitian ini menggunakan pendekatan dan
jenis deskriptif kualitatif dengan sampel penelitian adalah mahasiswa yang
mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa di UPN “Veteran” Jawa Timur tahun 2020.
Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa implementasi nilai kesadaran
berbangsa dan bernegara belum terimplementasi dengan baik berdasar pada enam
variabel yang mempengaruhi implementasi kebijakan menurut Van Meter dan Van
Horn. Hal ini didasari dengan masih adanya mahasiswa yang tidak mengikuti
kegiatan ekstrakulikuler hingga terbatasnya peran lembaga dalam memberikan
ketegasan terkait implementasi nilai kesadaran berbangsa dan bernegara dalam
indikator mahasiswa wajib mengikuti kegiatan ekstrakulikuler.
Pendahuluan
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, secara geografis
terletak di garis khatulistiwa dan diapit oleh dua benua, yaitu Asia dan Australia serta
dua samudera, yaitu Pasifik dan Hindia. Keadaan tersebut membuat Indonesia dikenal
sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam dan juga kaya akan keberagaman
masyarakatnya. Negara Indonesia adalah salah satu negara multikultur terbesar di dunia,
hal ini dapat terlihat dari kondisi sosiokultural maupun geografis Indonesia yang begitu
kompleks, beragam, dan luas (Lestari, 2015). Republik Indonesia adalah salah satu dari
sekian negara yang memiliki wilayah lautan yang lebih luas dari daratan. Secara
teritoris, wilayah lautan Indonesia mencakup 2/3 dari total luas wilayahnya. Di sisi lain,
letak Indonesia yang ada di antara dua samudra dan benua juga memungkinkan
memiliki sumber daya yang melimpah, iklim yang baik, serta pertumbuhan ekonomi
yang terbilang baik sejak beberapa dekade terakhir. Di sisi lain, keberadaan rangkaian
pulau-pulau cantik yang menjadikan Indonesia sebagai republik dengan wisata maritim
56
Implementasi Nilai Kesadaran Berbangsa dan Bernegara
terbesar di dunia. Tak hanya itu, keberadaan pulau-pulau tersebut juga menjadi magnet
tersendiri dan tempat wisata bagi turis lokal atau pun mancanegara (Simarmata, 2017) .
Indonesia sebagai bangsa yang majemuk, terdiri dari beragam budaya, suku,
agama, ras, etnis, bahasa sangat mudah untuk dipecah belah. Keberagaman yang ada
sering dijadikan sebagai alat untuk memecah persatuan bangsa. Sehingga, banyak sekali
ancaman yang dapat menyerang Indonesia dari luar maupun dalam negeri. It is worth to
highlight how strategic culture can improve the perception of security (Pirnuta, 2018).
Pernyataan tersebut memiliki arti bahwa melalui strategi budaya juga dapat
meningkatkan persepsi keamanan, menunjukan bahwa keberagaman budaya yang ada
bukanlah suatu kelemahan melainkan kekuatan. Oleh karena itu, demi menjaga
kedaulatan bangsa Indonesia agar tidak ada lagi ancaman dari luar maupun dalam
negeri, perlu penguatan intergrasi nasional di masyarakat.
Penguatan pada sistem pertahanan dan keamanan negara harus melibatkan
semua pihak, tidak hanya tentara ataupun polisi melainkan juga melibatkan seluruh
masyarakat atau warga negara. Hal tersebut sejalan dengan peraturan perundangan yang
menyebutkan bahwa masyarakat berhak dan berkewajiban untuk terlibat dalam upaya
pertahanan keamanan negara yang diatur dalam UUD 1945 Pasal 30 Ayat 1 berbunyi
‘tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan
keamanan negara.’ Keterlibatan masyarakat diharapkan dapat menumbuhkan rasa
kesadaran berbangsa dan bernegara dengan sendirinya sehingga masyarakat selalu siap
siaga pada keadaan apapun saat negara membutuhkan. Keterlibatan masyarakat juga
dianggap sebagai upaya dalam meningkatkan pembentukan komponen bela negara.
Selain hal tersebut, beberapa hal perlu ditingkatkan dalam upaya pembangunan bidang
pertahanan dan keamanan menurut Jazuli (2016) adalah profesionalitas personel,
pemodernan alutsista dan non alutsista (darat, laut, dan udara), percepatan pembentukan
komponen bela negara, dan peningkatan pengamanan wilayah perbatasan dan pulau
terdepan (terluar).
Bela negara merupakan sikap atau perilaku masyarakat yang didasari oleh rasa
cinta akan tanah air, sehingga mampu membela dan mempertahankan tanah air.
Dijelaskan pula dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2002
tentang pertahanan negara bahwa upaya bela negara adalah sikap dan perilaku warga
negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjamin
kelangsungan hidup bangsa dan negara. Subagyo (2015) berpendapat dalam Mahbubah
& Wibawani (2019) bahwa nilai-nilai bela negara perlu diimplementasikan secara
menyeluruh oleh setiap masyarakat Indonesia. Pernyataan tersebut sejalan dengan hak
dan kewajiban seluruh masyarakat Indonesia mengenai bela negara yang tercantum
dalam UUD 1945 Pasal 27 Ayat 3 berbunyi ‘setiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam upaya pembelaan negara’. Kemudian, hak dan kewajiban bela negara diatur
lebih lanjut dalam Pasal 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2002
tentang pertahanan negara, yang menyatakan bahwa; setiap warga negara berhak dan
wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan
menjadi penerus bangsa ini dengan sebaik-baiknya. Tujuan utama pendidikan bela
negara adalah untuk menerapkan nilai-nilai bela negara kepada mahasiswa, agar mereka
sadar akan peranannya sebagai ahli waris bangsa (Pitaloka & Wibawani, 2019).
Mahasiswa sebagai calon penerus bangsa tentu harus memiliki rasa nasionalisme dan
integrasi yang tinggi. Kesadaran dan pengetahuan nasionalisme dapat dikembangkan
dari beberapa faktor, termasuk pendidikan. Pendidikan berperan besar dalam
membentuk karakter suatu bangsa melalui pemudanya termasuk menanamkan
kesadaran rasa nasionalisme (Yanti & Jayanti, 2018). Pembelajaran yang dilakukan di
kampus diyakini dapat menumbuhkan dan mengembangkan rasa nasionalisme
mahasiswa. Menurut Rahayu (2012) there is no concept and practice of character
education that can be an instrument for managing diversity (the art of managing
diversity); how various tribes, languages, cultures, religions, and traditions of the
society do not collide with each other but instead complement and complete each other
(Ismawati, 2018). Pernyataan tersebut memiliki arti bahwa tidak ada konsep dan
praktik pendidikan karakter yang dapat menjadi instrumen untuk mengelola
keanekaragaman. Pernyataan tersebut berbanding terbalik dengan pernyataan Setiawati
(2016) bahwa pendidikan multikultural merupakan pendidikan yang menekankan untuk
dapat saling menghargai keanekaragaman budaya. Indonesia sebagai negara dengan
beragam budaya, suku, bangsa, agama, ras, etnis, serta golongan memiliki tingkat
multikulturalisme yang tinggi dan tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia, tidak
terkecuali di lingkungan pendidikan tinggi. Penting menanamkan kesadaran akan
keberagaman dapat menjadikan bangsa yang besar ini hidup berdampingan dengan
damai. Kesadaran berarti melakukan segala sesuatu dengan sadar dan tanpa paksaan.
Kemudian dalam diri akan tumbuh rasa tanggung jawab dalam melakukan berbagai
kegiatan secara sadar. Dewasa ini haruslah menyadari bahwa keberagaman bangsa
Indonesia bukanlah sebagai penghalang bagi kemajuan bangsa, melainkan sebagai
kekayaan untuk pemersatu bangsa melalui rasa nasionalisme.
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur sebagai kampus bela
negara melalui visi dan misinya bertujuan untuk membentuk mahasiswa yang unggul,
berprestasi, dan berkarakter bela negara. Sebagai kampus bela negara, sangat mengerti
pentingnya rasa nasionalisme dan integrasi di kalangan mahasiswa sebagai pengingat
bahwa di tangan merekalah masa depan bangsa ini akan terwujud. Selain, kegiatan
pembelajaran yang dilakukan di lingkungan kampus, berbagai kegiatan mahasiswa di
luar kelas juga memiliki peran yang besar dalam upaya meningkatkan rasa nasionalisme
dan integrasi mahasiswa. Salah satu contoh kegiatan di luar kelas adalah dengan
mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) atau yang biasa dikenal dengan
ekstrakulikuler di lingkungan sekolah. Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) adalah tempat
berhimpunnya para mahasiswa yang memiliki kesamaan minat, kegemaran, kreativitas,
dan orientasi aktivitas penyaluran kegiatan ekstrakulikuler di dalam kampus (Arianto,
2017). Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) merupakan wadah yang diberikan oleh pihak
kampus kepada para mahasiswa yang memiliki kesamaan minat, bakat, dan keahlian
tertentu dapat menyalurkan minat bakat tersebut pada kelompok serta aktivitas yang
tepat. Para mahasiswa dari berbagai jurusan juga dapat mengembangkan minat, bakat
serta keahliannya pada kelompok ini. Unit Kegiatan Mahasiswa ialah salah satu
lembaga yang berdiri sendiri atau otonom seperti badan eksekutif mahasiswa. Hermit
(2007) dalam Hidayatullah et al. (2018) berpendapat bahwa Unit Kegiatan Mahasiswa
atau UKM ialah lembaga yang sederajat dengan organisasi kemahasiswaan diintra
kampus seperti badan eksekutif mahasiswa dan senat mahasiswa, baik berasal dari
tingkat progam studi, jurusan, maupun universitas. UKM menjadi kegiatan
ekstrakurikuler di kampus UPN “Veteran” Jawa Timur yang menjadi indikator bagi
penerapan nilai kesadaran berbangsa dan bernegara. Adapun beragam Unit Kegiatan
Mahasiswa, mulai dari Unit Kegiatan Olahraga (UKM Basker, UKM Renang, dll), Unit
Kegiatan Kesenian (UKM Karawitan, UKM Tari, dll), dan berbagai unit kegiatan
lainnya. Mahasiswa secara sadar akan memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan
cita-cita bangsa, termasuk dalam menghadapi ancaman dan tantangan zaman sekarang,
yakni globalisasi. Memudarnya rasa nasionalisme dan disintegrasi dimulai dari adanya
perkembangan teknologi media massa elektronik yang menyebabkan seolah tidak
adanya batas antarnegara, antarbudaya untuk saling berinteraksi. Pengaruh globalisasi
membuat banyak anak muda kehilangan jati diri sebagai bangsa Indonesia (Cahyono,
2018). Oleh karenanya, perlu meningkatkan nilai kesadaran berbangsa dan bernegara
guna mencipatakan rasa nasionalisme dan integrasi pada anak muda atau mahasiswa.
Dalam membentuk mahasiswa berkarakter bela negara Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur telah menanamkan nilai-nilai tersebut
sejak dini. Dalam upaya meningkatkan nilai kesadaran berbangsa dan bernegara di
kalangan mahasiswa, maka ditetapkan suatu persyaratan yang mengharuskan
mahasiswa untuk mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) selama minimal dua
semester. Persyaratan tersebut bertujuan untuk melatih mahasiswa kampus bela negara
untuk saling bertoleransi terhadap keberagaman yang ada di lingkungan kampus di luar
jam perkuliahan. Penanaman integrasi bangsa yang dilakukan dengan menerapkan nilai
kesadaran berbangsa dan bernegara sejak dini melalui keikutsertaan mahasiswa pada
kegiatan kampus sejalan dengan pernyataan Gredinand (2017) untuk meningkatkan
kesadaran berbangsa dan bernegara dapat dilakukan diantaranya ialah tiap mahasiswa
wajib menjadi anggota kegiatan ektrakulikuler atau biasa disebut dengan Unit Kegiatan
Mahasiswa. Dengan sadar berbangsa dan bernegara nantinya akan meningkatkan rasa
nasionalisme serta integrasi di kalangan mahasiswa. Perlu adanya semangat
nasionalisme di kalangan mahasiswa seperti pernyataan Lemhanas dalam Sofyan &
Sundawa (2015) yaitu semangat kebersamaan untuk membangun masa depan yang lebih
sejahtera bagi seluruh warga negara Indonesia, dengan tidak membedakan suku, agama,
ras, warna kulit, gender atau golongan. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan bahwa
kebijakan tersebut belum diikuti oleh semua mahasiswa Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur. Sehingga perlu diketahui implementasi kebijakan
keikutsertaan mahasiswa dalam Unit Kegiatan Mahasiswa. Menurut Agustino (2006)
implementasi menyangkut tiga hal, yaitu adanya tujuan atau sasaran kebijakan, adanya
aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan, dan adanya hasil kegiatan. Oleh karena itu,
Komunikasi yang baik antar pihak-pihak yang terlibat akan meningkatkan koordinasi
sehingga dapat meminimalisir kesalahan dalam proses pencapaian tujuan. Dalam
penelitian ini akan berfokus pada komunikasi dan koordinasi yang terjalin dalam
kebijakan mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa. Komunikasi dan koordinasi yang
terjalin pada para pengurus UKM dan lembaga seringkali mengalami kendala, namun
beberapa UKM lainnya tidak mengalami kendala yang berarti. Artinya bahwa
komunikasi dan koordinasi antara pengurus UKM dan lembaga sudah cukup baik.
Komunikasi yang terjalin antar pengurus UKM dinilai cukup baik, hal ini terbukti
dengan adanya solidaritas yang terjalin antar UKM.
D. Karakteristik Lembaga/Organisasi Pelaksana.
Adanya dukungan dan keterlibatan dari lembaga pelaksana sangat
mempengaruhi proses implementasi kebijakan. Selain itu, karakteristik dari lembaga
pelaksana juga harus sesuai dengan kebijakan agar dalam proses implementasi tidak
mengalami hambatan. Sebagai kampus bela negara, UPN “Veteran” Jawa Timur
memiliki karakter yang secara khusus tidak dimiliki oleh perguruan tinggi lain.
Karakteristik lembaga berada dalam fokus bidang akademik. Bidang non akademik
seperti kegiatan ekstrakurikuler masih belum sepenuhnya diperhatikan. Artinya
karakteristik lembaga masih condong ke arah kegiatan akademis, bukan non
akademis. Meski demikian, lembaga minimal memberikan cukup perhatian kepada
UKM-UKM yang ada.
E. Lingkungan Politik, Sosial, dan Ekonomi (Eksternal).
Keadaan lingkungan eksternal dalam hal ini lingkungan politik, sosial, dan
ekonomi juga sangat mempengaruhi proses implementasi kebijakan. Dengan keadaan
lingkungan eksternal yang mendukung, maka akan membantu keberhasilan proses
implementasi. Sebaliknya, jika lingkungan eksternal tidak mendukung, maka proses
implementasi akan terhambat dan dikhawatirkan akan mengalami kegagalan.
Pengaruh lembaga dalam kegiatan UKM merupakan salah satu lingkup lingkungan
politik yang ada di universitas. Keadaan sosial yang ada merupakan lingkungan dari
seputar tenaga pendidik yang berada di lingkup universitas. Kondisi sosial yang ada
masih berwujud heterogen dimana dukungan yang mengalir kepada kegiatan UKM
tidak sepenuhnya. Hanya ada beberapa tenaga pendidik yang mendukung adanya
kegiatan UKM dan turut mengikutinya. Adanya aliran dana dari lembaga merupakan
satu-satunya sumber pemasukan dan merupakan bentuk dukungan dari lembaga
kepada UKM dalam berkegiatan. Sedangkan dari luar lembaga, UKM dapat
mendapat dana dari pihak ketiga pengguna jasa.
F. Disposisi/Tanggapan atau Sikap Para Pelaksana.
Implementasi kebijakan sangat dipengaruhi oleh sikap yang diberikan oleh
para pelaksana. Sikap para pelaksana dinilai dari pemahaman isi dan tujuan
kebijakan, sikap atas kebijakan, dan intensitas sikap. Para pengurus UKM selaku
pelaksana menyikapi secara positif seluruh dukungan dan kebijakan yang diberikan
oleh lembaga. Para pengurus UKM secara sadar melakukan tugasnya untuk
mengharumkan nama baik UKM hingga nama baik universitas melalui setiap
kegiatan yang baik diselenggarakan oleh pihak ketiga maupun kegiatan yang
diselenggarakan oleh lembaga. Hal ini berarti bahwa para pengurus mendukung
setiap kegiatan dan arahan lembaga dalam implementasi setiap kegiatan yang secara
tidak langsung melibatkan orang banyak, sehingga anggota-anggota UKM dapat
menanamkan nilai toleransi akan setiap perbedaan yang ada serta berintegrasi demi
nama baik bersama.
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif.
Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang dilakukan pada situasi yang alami dan
mengharuskan peneliti berinteraksi dalam jarak yang dekat dengan subjek penelitian
(Fibriana, 2018). Peneliti menggunakan jenis penelitian ini dikarenakan peneliti ingin
mendeskripsikan suatu fenomena dengan keadaan yang sebenarnya terjadi. Data yang
digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan melalui teknik
pengumpulan data berupa wawancara dan observasi yang dilakukan secara langsung.
Wawancara merupakan kegiatan percakapan dengan maksud tertentu. Menurut
Moleong (2007) dalam Danniarti (2017) percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu
pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai memberikan
jawaban atas pertanyaan itu. Sedangkan observasi merupakan teknik pengumpulan data
melalui pengamatan secara langsung yang dilakukan oleh peneliti. Menggunakan
metode ini berarti menggunakan mata dan telinga sebagai jendela untuk merekam data
(Suwartono, 2014). Data sekunder di dapat melalui literasi bacaan. Sumber data berasal
dari informan yang sudah ditentukan oleh penulis, yaitu mahasiswa yang tergabung
dalam Unit Kegiatan Mahasiswa di lingkungan kampus Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur.
UKM yang ada melalui dukungan pada setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh masing-
masing UKM, dengan cara memberikan pembiayaan untuk kelancaran kegiatan.
Walaupun, dukungan yang diberikan oleh lembaga dirasa sudah cukup baik, tetapi
dukungan tersebut hanya sebatas teknis dan terdapat beberapa UKM yang diberikan
dukungan penuh oleh pihak lembaga karena sebagai UKM yang mencirikan bela
negara, meliputi Pramuka, Resimen Mahasiswa, dan Pecinta Alam. Selain itu, dukungan
penuh juga diberikan kepada UKM-UKM yang seringkali menyumbangkan prestasi
bagi universitas. Melihat dukungan lembaga dalam meningkatkan keikutsetaan
mahasiswa untuk mengikuti UKM dinilai belum terimplementasi dengan baik, karena
belum adanya ketegasan lembaga pada mahasiswa yang tidak mengikuti kewajiban
mengikuti UKM selama minimal satu semester. Menurut Agustino (2006) kinerja
implementasi kebijakan (publik) akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang
tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya. Maka dari itu, ketegasan pihak
lembaga kepada para mahasiswa harus dibenahi dan ditingkatkan. Dukungan lembaga
dalam meningkatkan keikutsertaan mahasiswa mengikuti UKM hanya melalui
pengadaan unjuk gelar dan bazar untuk menarik minat mahasiswa. Dalam mendukung
penerapan nilai sadar berbangsa bernegara pada mahasiswa yang mengikuti UKM,
bahwa lembaga selalu mendukung berbagai kegiatan yang dilakukan oleh UKM
terutama yang berkaitan dengan nilai tersebut, kreativitas, maupun prestasi melalui
keterlibatan maupun melalui pembiayaan.
Lingkungan eksternal UKM ialah lembaga yang mewadahi UKM-UKM yang
ada. Keadaan lingkungan eksternal UKM dirasakan berbeda oleh anggota dari berbagai
UKM yang ada. Beberapa UKM mengatakan bahwa lembaga cukup memperhatikan
dan mendukung UKM dalam memperoleh prestasi dan penerapan nilai berbangsa dan
bernegara. Namun, beberapa UKM juga merasakan bahwa lembaga tidak memberikan
perhatian secara merata pada seluruh UKM. Artinya ialah lembaga memberikan
perilaku yang berbeda di antara UKM-UKM dengan pertimbangan politis dan
ekonomis. Selain lembaga, pihak tenaga pengajar pun turut andil dalam lingkungan
sosial yang mempengaruhi anggota UKM dalam melakukan kegiatannya di UKM.
Masih adanya tenaga pengajar yang juga acuh kepada mahasiswa yang mengikuti
kegiatan UKM. Hal ini menunjukan bahwa beberapa tenaga pengajar belum memahami
bahwa mahasiswa mengikuti UKM merupakan bentuk implementasi nilai kesadaran
berbangsa dan bernegara. Sehingga tak jarang mahasiswa berselisih paham dengan
tenaga pengajar mengenai perbedaan sudut pandang dan nilai yang dianut. Sikap
intoleran yang diberikan oleh lingkungan eksternal pun ditanggapi positif oleh
mahasiswa anggota UKM. Hal ini menunjukan bahwa mahasiswa anggota UKM
mampu mentoleransi perilaku ketidaktahuan atau ketidakpahaman lingkungan eksternal
terhadap mahasiswa yang mengikuti kegiatan UKM. Inilah proses pembelajaran bagi
mahasiswa bahwa mereka hidup di tengah bangsa yang mudah berselisih paham dan
bagaimana sikap yang harus dilakukan untuk tetap menjaga kesatuan dan persatuan
bangsa.
Disposisi atau sikap para pelaksana dinilai dari pemahaman isi dan tujuan
kebijakan, sikap atas kebijakan, dan intensitas sikap. Dilihat dari sisi pemahaman isi dan
tujuan kebijakan mengikuti UKM telah mendapat dukungan dari mahasiswa yang
tergabung sebagai pengurus UKM. Keikutsertaan mahasiswa dalam UKM terkadang
hanya sebatas ikut-ikutan yang menyebabkan keikutsertaan mereka tidak lama. Berbeda
dengan mahasiswa yang mengikuti UKM karena memang ingin mengembangkan
talentanya, karena kesukaan atau lainnya, yang intinya karena didasari oleh minatnya
sendiri akan paham bahwa mengikuti UKM akan memiliki banyak manfaat. Mahasiswa
sebagai pelaksana kebijakan tentu menjadi aktor dalam keberhasilan implementasi
kebijakan tersebut. Kebijakan tersebut juga tidak tepat sasaran jika tidak adanya
pengawasan lebih lanjut dari lembaga terkait implementasi di lapangan. Kebijakan
menjadi hal yang dianggap bias jika tidak adanya dukungan dari tenaga pengajar dan
segenap civitas akademika kepada mahasiswa yang mengikuti UKM. Tak semua
mahasiswa memahami bahwa mengikuti UKM ialah salah satu bentuk implementasi
nilai kesadaran berbangsa dan bernegara. Dimana di dalamnya menjadi proses
pembelajaran bagi mahasiswa dalam menjalankan tak hanya nilai-nilai dari bela negara
melainkan juga tri dharma perguruan tinggi. Hal ini dapat diketahui dari masih adanya
mahasiswa yang tidak mengikuti kegiatan UKM sedari awal. Untuk itu diperlukan
kesadaran bagi mahasiswa yang lain, dukungan dari lingkungan eksternal, serta
pengawasan oleh lembaga dalam implementasinyaa. Penerapan nilai kesadaran
berbangsa dan bernegara sendiri, mahasiswa yang mengikuti UKM sangat paham
bahwa semua mahasiswa dengan keberagamannya masing-masing boleh mengikuti
UKM. Hal tersebut dapat mencapai tujuan dari penerapan kebijakan itu sendiri, yaitu
meningkatkan nilai kesadaran berbangsa dan bernegara. Nantinya, mereka dengan
sendirinya akan melatih rasa toleransi, integrasi dalam UKM. Dilihat dari sikap
terhadap kebijakan, mahasiswa yang mendukung kebijakan belum sepenuhnya
menunjukan sikap dukungan tersebut, meskipun mendukung banyak dari mahasiswa
justru mengabaikan kebijakan mengikuti UKM. Sementara itu, keikutsertaan mahsiswa
dalam UKM dapat dilihat dari keaktifan mahasiswa pada kegiatan-kegiatan yang
diadakan oleh UKM. Meskipun, mahasiswa tersebut termasuk dalam anggota UKM
tidak menjamin mahasiswa bersikap secara aktif mengikuti berbagai kegiatan yang
diselenggarakan oleh UKM. Hal tersebut menyebabkan penerapan nilai kesadaran
berbangsa dan bernegara tidak diterapkan oleh mahasiswa yang mengikuti UKM.
Dilihat dari sisi intensitas sikap atau keseriusan mahasiswa mengenai kebijakan
mengikuti UKM cenderung mendukung kebijakan tersebut. Namun, karena tidak
adanya kebijakan tertulis dari lembaga menyebabkan keseriusan mahasiswa hanya
bertahan sementara. Keseriusan dalam menerapkan nilai kesadaran berbangsa dan
bernegara pada mahasiswa yang mengikuti UKM telah terimplementasi dengan cukup
baik terlihat dari kerja sama antar setiap anggota UKM dalam penyelenggaraan setiap
kegiatannya. Mahasiswa bertindak adil, sama rata, dan tidak membeda-bedakan antara
satu dengan yang lain, bertanggung jawab, inspiratif, jujur dan berdedikasi tinggi
(Gredinand, 2017). Apabila semua komponen mampu melakukan perannya dengan
baik, maka mencetak generasi muda yang unggul berkarakter bela negara dapat
terwujud. Sehingga generasi muda calon pemimpin bangsa dapat menjadi pribadi yang
mencintai negara dan bangsanya.
Kesimpulan
Kesimpulan hasil penelitian implementasi nilai kesadaran berbangsa dan
bernegara di Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jawa Timur belum terimplementasi dengan baik, berdasar pada enam variabel yang
mempengaruhi implementasi kebijakan menurut Van Meter dan Van Horn.
Tujuan kebijakan dan standar yang jelas dalam implementasi nilai kesadaran
berbangsa dan bernegara di Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur cukup mendukung implementasi dilihat dari
keikutsertaan mahasiswa pada UKM dan pemahaman mengenai nilai kesadraan
berbangsa dan bernegara. Meskipun, belum adanya kebijakan tertulis mengenai
kewajiban mengikuti UKM.
Sumber daya dalam implementasi nilai kesadaran berbangsa dan bernegara di
Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
belum cukup mendukung. Dilihat dari masih minimnya sarana dan prasarana yang
tersedia sehingga mempengaruhi keikutsertaan mahasiswa dalam UKM.
Kualitas hubungan interorganisasional dalam implementasi nilai kesadaran
berbangsa dan bernegara di Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur sudah cukup mendukung. Hal tersebut dilihat dari
komunikasi dan koordinasi yang terjalin dengan baik antar UKM, maupun antara UKM
dengan pihak lembaga.
Lingkungan politik, sosial, dan ekonomi (eksternal) dalam implementasi nilai
kesadaran berbangsa dan bernegara di Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur belum cukup mendukung dalam
implementasi nilai kesadaran berbangsa dan bernegara di Unit Kegiatan Mahasiswa
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Karena tidak adanya
ketegasan pihak lembaga terhadap para mahasiswa yang tidak mengikuti UKM
Disposisi atas tanggapan atau sikap para pelaksana dalam implementasi nilai
kesadaran berbangsa dan bernegara di Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur menunjukan bahwa para pengurus UKM
merespons positif setiap arahan dari lembaga salah satunya dengan menjadi penerus
kepengurusan di UKM.
Beberapa saran agar implementasi nilai kesadaran berbangsa dan bernegara di
Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
dapat terwujud dengan baik antara lain adalah:
1. Bentuk dukungan lembaga kepada UKM seharusnya dapat bersifat universal kepada
seluruh UKM, seperti pemberian fasilitas sekretariat per UKM sesuai kebutuhan dan
kondisi UKM guna memudahkan UKM dalam kegiatan administrasi, memperbaiki
atau menambah fasilitas tempat untuk UKM berkegiatan, seperti GOR dan lapangan
outdoor.
2. Mahasiswa anggota UKM harus lebih aktif dalam melakukan kegiatan yang
mencerminkan nilai-nilai bela negara, khususnya nilai kesadaran berbangsa dan
bernegara.
3. Lembaga juga harus memberikan standar dan penanaman nilai bela negara di seluruh
tenaga kependidikan dan karyawan. Hal ini agar tidak terjadi penolakan terhadap
nilai bela negara di lingkungan kampus dengan membuat peraturan tertulis mengenai
kebijakan mengikuti UKM.
BIBLIOGRAFI
Hidayatullah, M. A. Y., Imron, A., & Bafadal, I. (2018). Perbedaan Motivasi dan
Prestasi Belajar antara Pengurus Harian dan Anggota Unit Kegiatan Mahasiswa
(UKM). Jurnal Administrasi Dan Manajemen Pendidikan, 1(4), 454–466.
Jannah, R., & Wibawani, S. (2018). Penerapan Nilai-Nilai Cinta Tanah Air di Kalangan
Mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Jurnal
Dinamika Governance FISIP UPN “Veteran” Jatim, 8(2), 129–137.
Mahbubah, R., & Wibawani, S. (2019). Faktor– Faktor yang Mempengaruhi Penerapan
Nilai–Nilai Cinta Tanah Air pada Mahasiswa di Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur. Public Administration Journal, 2(4), 124–135.
Mas Anienda Tien F, Eko Wahyudi, G. S. (2013). Perspektif Peran Mahasiswa Dalam
Bela Negara. Perspektif Hukum, 13(1), 20–30.
Rahayu, M., Farida, R., & Apriana, A. (2019). Kesadaran Bela Negara Pada Mahasiswa.
Epigram, 16(2), 175–180.
Saudah, S. (2018). Unit Kegiatan Mahasiswa ( UKM ) Sebagai Salah Satu Upaya
Pengembangan Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi. Conference on
Innovation and Application of Science and Technology (CIASTECH 2018), 237–
244.
Simarmata, P. (2017). Hukum Zona Ekonomi Eksklusif dan Hak Indonesia Menurut
Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1983. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah
Indonesia, 2(2), 108–123.
Yanti, F., & Jayanti, T. (2018). Rasa Nasionalisme Mahasiswa Pendidikan Sejarah
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau Kepulauan. Cahaya
Pendidikan, 4(2), 2–10.
Hermansyah
Universitas Swadaya Gunung Jati (UGJ) Cirebon
Email: hermansyah.mpd@yahoo.com
Abstrak
Program Corporate Social Responsibility (CSR) yang dilakukan oleh PT.
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Cirebon berdampak positif bagi masyarakat
sekitarnya, dari dampak tersebut maka PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
Cirebon mempunyai citra yang positif dikalangan masyarakat sekitar. PT
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Cirebon berupaya untuk menjadi perusahaan
yang lebih maju dan memberikan manfaat bagi masyarakat sekitarnya. Tujuan
penelitian adalah untuk menganalisis bagaimana pengaruh CSR terhadap persepsi
Masyarakat di sekitar industri. Penelitian ini menggunakan metode eksplanatory
research atau penjelasan. Berdasarakan hasil penelitian, penerapan program CSR
menurut pendapat masyarakat desa gempol yang menjadi desa binaan PT.
Indocement dapat digambarkan melalui tingkat kepuasan masyarakat desa binaan
atas keberhasilan pengaruh penerapan program CSR yang telah dijalankan, hal ini
dapat didukung dengan skor rata-rata hasil kuisioner pelaksanaan program CSR
PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Cirebon yang tergolong baik sehingga
dengan adanya CSR tersebut dapat diterima baik oleh masyarakat.
Pendahuluan
Tanggung jawab sosial instansi bukan lagi hanya menjadi bentuk Filantropi dari
perusahaan itu semata, namun sekarang tanggung jawab sosial atau yang dimaksud
dengan Corporate Social Responsibility (CSR) sudah menjadi sebuah strategi dalam
berbisnis. Di Indonesia tanggung jawab sosial sudah diwajibkan bagi semua perusahaan
baik dalam negeri maupun luar negeri. Selain melaksanakan kewajiban kepada negara,
tanggung jawab sosialpun dilakukan sebagai suatu strategi bisnis untuk tetap eksis atau
bertahan dalam sebuah persaingan. Sebuah perusahaan melaksanakan tanggung jawab
sosial sehingga respon yang diterima oleh perusahaan yaitu nama baik perusahaan
dimata masyarakat dan konsumen yakni telah memenuhi peraturan negara.
Perusahaan merupakan suatu organisasi ketika sumber daya (input), seperti
bahan baku serta tenaga kerja diproses agar memproduksi barang serta jasa (output)
untuk pelanggan. Suatu perusaan dalam melaksanakan kegiatannya akan berusaha
meraih tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya. Keberhasilan beragam kegiatan di
dalam perusahaan dalam meraih tujuan bukan sekadar tergantung terhadap keunggulan
72
Analisis Pengaruh Penerapan Corporate Social Responsibility (CSR) Perusahaan
Terhadap Image Masyarakat Sekitar
teknologi, dana operasi, fasilitas/infrastruktur yang dimiliki, tetapi juga berkaitan pada
aspek sumber daya manusia (Afriandi, 2017). Garis besar sebuah perusahaan yaitu
untuk memperoleh keuntungan ekonomi secara maksimal dan sedapat mungkin
mencegah kerugian. Perusahaan dapat dikatakan sebagai salah satu penopang atau
penggerak roda pere1konomian nasional. Oleh karena itu perusahaan mempunyai peran
yang sangat penting dalam peningkatan dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Dalam hal ini perusahaan ialah entitas ekonomi yang bertanggung jawab bukan
hanya untuk para shareholder melainkan juga untuk masyarakat luas (Kurniawan, n.d.).
Bisnis yang beroperasi oleh perusahaan tidak hanya berguna bagi pemilik modal saja
tetapi bermanfaat juga untuk masyarakat sekitar maupun bagi masyarakat luas.
Setiap perusahaan akan melakukan berbagai macam kegiatan yang terencana
untuk dapat meningkatkan eksistensi perusahaan dan menjadi perusahaan Good
Bussiness. Salah satunya dengan cara menerapkan kegiatan Corporate Social
Responsibility (CSR). Corporate Social Responsibility (CSR) adalah sebuah konsep
ataupun tindakan yang dilaksanakan oleh instansi sebagai rasa tanggung jawab
perusahaan bagi sosial serta lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berdiri, seperti
melaksanakan suatu aktivitas yang dapat mengeskalasi kesejahteraan masyarakat dan
menjaga lingkungan sekitar, menyerahkan beasiswa bagi anak yang kurang mampu di
daerah itu, dana untuk preservasi prasarana umum, sumbangan untuk membangun
desa/fasilitas masyarakat bersifat sosial serta bermanfaat bagi masyarakat banyak, yaitu
masyarakat yang berada disekitar perusahaan. Corporate Social Responsibility (CSR)
adalah kejadian serta siasat yang dipakai perusahaan untuk menakomodasi keperluan
serta kepentingan stakeholder-nya. Corporate Social Responsibility (CSR) dimulai
ketika era dimana kesadaran terhadap sustainability perusahaan jangka panjang ialah
lebih penting dibandingkan sekadar profitability perusahaan.
Terlebih program Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan salah satu
kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perusahaan sesuai dengan isi pasal 74 Undang-
Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, debut CSR di Tanah Air
semakin menguat. Hal ini disebabkan, UU tersebut menyebutkan secara tegas bahwa
CSR telah menjadi kewajiban perusahaan. Bunyi pasal yang menyebutkan kewajiban
tersebut adalah, “Perseroan Terbatas (PT) yang menjalankan usaha di bidang dan
bersangkutan dengan sumber daya alam menjalankan tanggung jawab sosial &
lingkungan” (Pasal 74 ayat 1).
Tujuan tanggung jawab sosial telah diatur di dalam pasal Pasal 1 butir 3
Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas adalah untuk
meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat bagi perseroan itu
sendiri, komunitas setempat dan masyarakat pada umumnya.
Perdebatan mulai muncul menyangkut besaran biaya dan sanksi. Terlebih UU
PT tidak menyebutkan secara rinci berapa besaran biaya yang harus dikeluarkan
perusahaan untuk CSR serta sanksi bagi yang melanggar. Pada ayat 2, 3, dan 4 hanya
disebutkan bahwa CSR “dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang
pelaksanaanya dilakukan dengan memperhatikan keputusan dan kewajaran”.
PT yang tidak melakukan CSR akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan
dan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai CSR ini baru akan diatur
oleh Peraturan Pemerintah, yang hingga kini sepengetahuan penulis, belum dikeluarkan.
Undang-undang No. 40 Tahun 2007 mengatur tentang Corporate Social
Responsibility (CSR), menunjukan bahwa Corporate Social Responsibility (CSR) yang
saat ini dilakukan bukan lagi bersifat sukalera melainkan besifat wajib bagi perusahaan.
Menurut (Binoto, 2012) berasumsi bahwa secara umum Corporate Social
Responsibility (CSR) dibagi menjadi dua bagian yaitu ke dalam perusahaan itu sendiri
(internal), misalnya bagi pegawai serta ke luar lingkungan perusahaan (eksternal),
misalnya penyedia lapangan pekerjaan untuk masyarakat, pengeskalasian kesejahteraan
masyarakat serta melindungi lingkungan untuk generasi di masa mendatang.
Tujuan Corporate Social Responsibility (CSR) adalah untuk mengeskalasi
kualitas kehidupan serta lingkungan yang berfungsi untuk perusahaan itu sendiri,
komunitas setempat serta masyarakat secara umum. Binoto Nadapdap berasumsi bahwa
ketetapan terkait Corporate Social Responsibility (CSR) dimaksudkan agar mendukung
relasi perusahaan yang serasi, selaras, seimbang, juga sesuai dengan lingkungan, nilai,
norma, serta budaya masyarakat tersebut.
Corporate Social Responsibility (CSR) yang bagi banyak perusahaan dan
pengamat hanya menekankan pada aspek sosial semata, namun demikian pada sebagian
besar literatur sudah bersepakat bahwa CSR mencakup aspek ekonomi, sosial, dan
lingkungan. Tanggung jawab itu menjadi tiga aspek ekonomi, sosial, lingkungan dan
kerap dikenal dengan konsep Triple Bottom Line (Kartini, 2009).
Salah satu perusahaan yang menerapkan Corporate Social Responsibility (CSR)
adalah PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Cirebon merupakan perusahaan yang
berkiprah di bidang penghasil semen. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Cirebon
atau Indocement menjalankan program 5 pilar Corporate Social Responsibility (CSR)
yaitu yang pertama Pendidikan adalah dimana perusahaan PT Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk Cirebon mengadakan program beasiswa sekolah untuk siswa yang tidak
mampu atau siswa yang pandai dalam pelajaran, yang kedua kesehatan yaitu PT
Indocement mengadakan program kesehatan untuk masyarakat setempat guna
mendapatkan pengobatan gratis, yang ke tiga ekonomi jadi PT Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk Cirebon itu memberikan dana kepada desa untuk dipergunakan dalam hal-
hal yang mencakup kebutuhan masyarakat setempat, dan uang tersebut digunakan untuk
membuka usaha seperti home industri di masyarakat sekitar, yang ke empat adalah
sosial budaya, dan yang kelima adalah keamanan serta program pengembangan
masyarakat secara berkelanjutan (Sustainable Development Program/SDP) untuk
mendorong tercapainya masyarakat mandiri.
Program Corporate Social Responsibility (CSR) yang dilakukan oleh PT
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Cirebon berdampak positif bagi masyarakat
sekitarnya, dari dampak tersebut maka PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Cirebon
mempunyai citra yang positif dikalangan masyarakat sekitar. PT Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk Cirebon berupaya untuk menjadi perusahaan yang lebih maju dan
memberikan manfaat bagi masyarakat sekitarnya.
Berikut adalah manfaat CSR untuk masyarakat: meningkatnya kesejahteraan
masyarakat sekitar serta kelestarian lingkungan, terdapatnya beasiswa bagi anak yang
kurang mampu didaerah tersebut, meningkatnya pemeliharaan fasilitas umum, adanya
pembangunan desa atau prasarana masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk
masyarakat banyak khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut
berada.
Berikut ialah manfaat CSR untuk perusahaan: meningkatkan representasi
perusahaan, menumbuhkan kolaborasi dengan perusahaan lain, memperkokoh brand
merk perusahaan dipandangan masyarakat, membedakan perusahaan tersebut dengan
para pesainnya, dan memberikan inovasi untuk perusahaan.
Menurut (Wibisono, 2007), penerapan program-program Corporate Social
Responsibility begitu berkaitan terhadap cara tiap-tiap perusahaan mempersepsi arti
ataupun motivasi perusahaan dalam melakukan tanggung jawab sosial perusahaan.
Realitanya, adanya perusahaan yang hanya melihat program-program Corporate Social
Responsibility dari pandangan ekonomi, maka aktivitas itu diartikan menjadi program-
program yang menghabiskan dana perusahaan saja. Namun, adapula perusahaan yang
memandang program-program Corporate Social Responsibility dengan perspektif
goodwill yang mengartikan tiap-tiap aktivitas berorientasi masyarakat yang didanai
instansi menjadi program yang dapat menarik serta menumbuhkan simpati dari
shareholders, investor, masyarakat luas, juga pihak-pihak lain yang berkaitan dalam
aktivitas bisnis perusahaan itu.
PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (selanjutnya disebut PT. Indocement)
merupakan salah satu perusahaan semen terbesar di Indonesia, yang jika didasarkan atas
data prestasi yang telah diraih, maka dapat dikatakan telah melaksanakan CSR dengan
baik. Prestasi terbaru yang diraih oleh PT. Indocement pada bulan oktober 2009 adalah
Peringkat Emas PROPER dari KLH yang dinilai telah melakukan pengelolaan
lingkungan lebih dari dipersyaratkan, dan telah melakukan upaya 3R (Reuse, Recyle,
Recovery), menerapkan sistem pengelolaan lingkungan yang berkesinambungan, serta
melakukan upaya-upaya yang berguna bagi kepentingan masyarakat dalam jangka
panjang.
PT. Indocement melaksanakan program CSR di dua belas desa binaan, salah
satunya adalah Desa Nambo yang memiliki relasi dengan PT. Indocement dalam
kerangka CSR. Hal ini dikarenakan PT. Indocement mendirikan infrastruktur dan
memanfaatkan sumberdaya alam (Quary C) dari Desa Nambo, sehingga masyarakat
Desa Nambo berhak untuk mendapatkan manfaat dari perusahaan (pemberdayaan
masyarakat).
Dalam penelitian ini PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Mengkonsepkan
perusahaannya sebagai perusahaan yang peduli pada lingkungan serta keberlanjutan
lingkungan, yaitu “Green Company”. Konsep diri ini terbentuk tidak saja untuk
memenuhi harapan komunitas dan stakeholder lainnya dimana sebagai perusahaan
pertambangan dan industri semen sangat identik dengan pengerusakan alam. Konsep ini
juga merupakan hasil “bercermin” perusahaan yang memiliki etika bisnis sehingga
merancang setiap tindakannya tidak terlepas dari gambarannya dirinnya ini.
Program CSR merupakan program yang mempunyai kepentingan untuk
memperhatikan keuntungan bagi masyarakat banyak dan bukan untuk kepentingan
perusahaan semata. CSR dapat digunakan perusahaan sebagai strategi pencitraan bagi
perusahaan. Tanggung jawab sosial perusahaan dilakukan bagi masyarakat khususnya
masyarakat di sekitar area perusahaan. Bagi perusahaan-perusahaan yang memiliki
usaha cukup dikenal masyarakat luas, bentuk kepedulian sosial sangat diharapkan oleh
masyarakat, pada dasarnya adanya kepedulian perusahaan akan program CSR sangat
diperlukan demi terjaganya hubungan baik antara perusahaan dengan masyarakat di
sekitar lingkungan perusahaan.
Salah satu contoh yang sudah menerapkan CSR yaitu PT. indocement Tunggal
Prakarsa Tbk Cirebon yang lebih dikenal sebagai PT. Indocement Tbk, merupakan salah
satu produsen Semen. PT. Indocement memproduksi semen yang dihasilkan dari batu
kapur dan pasir 90% dari bahan baku pembuatan semen dan diolah difasilitas
penambangan dan pengolahan terpadu yang terletak di daerah Gempol Palimanan.
Corporate Social Responsibility (CSR) yang dilakukan PT Indocement untuk
masyarakat sekitar sudah diterapkan dengan baik yaitu memberikan santunan dana
berupa materil setiap satu tahun sekali kepada masyarakat yang ada didaerah sekitar PT
Indocement, adapun masalah yang dilakukan oknum yang tidak bertanggung jawab
dalam melakukan pembagian dana yang tidak merata misalkan orang yang mampu itu
mendapatkan dana sedangkan orang yang tidak mampu tidak mendapatkan dana
tersebut, agar tidak terjadi ketimpangan dan tidak sesuai dengan harapan masyarakat,
maka salah satu orang dari perusahaan tersebut ikut serta membagikan dana secara
merata dan tepat sasaran, kemudian dana itu digunakan masyarakat untuk memenuhi
kebutuhannya.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa
penelitian ini berjudul “Analisis Pengaruh Penerapan Corporate Social Responsibility
(CSR) Perusahaan Terhadap Image Masyarakat Sekitar (Studi Kasus Pada PT
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Cirebon).
Metode Penelitian
Suatu penelitian diperlukan adanya desain penelitian. Desain penelitian ini
berfungsi membantu jalannya penelitian agar berjalan secara sistematis. Desain
penelitian dapat diartikan sebagai rancangan atau gambaran penelitian, hal ini sangat
penting karena desain penelitian dapat berfungsi sebagai arahan yang dapat membantu
pelaksanaan penelitian. Menurut (Arikunto, 2010) menyatakan bahwa “desain penelitian
adalah rencana atau rancangan yang dibuat oleh peneliti, sebagai ancar-ancar kegiatan,
yang akan dilaksanakan”. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode
eksplanatory research atau penelitian penjelasan. Menurut (Singarimbun & Effendi,
1982), eksplanatory research merupakan penelitian yang menjelaskan hubungan kausal
3439.0,01+1
3439+1
Jadi sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 97 responden, dimana
jumlah keseluruhan populasi tersebut didapat dari masyarakat yang ada di Desa
Gempol. Untuk itu sampel ini akan disebarkan kepada masyarakat yang berada di Desa
Gempol. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari sumber data
primer dan sumber data sekunder.
Tabel 1
Pengaruh Corporate Social Responsibility (CSR)
Realisasi Jumlah
Realisasi Dana
Program
Pilar
2011 2012 2013
2011 2012 2013
(Milyar) (Milyar) (Milyar)
Pendidikan 0.6 0.7 0.3 56 102 52
Kesehatan 0.2 0.2 0.1 48 40 17
Ekonomi 0.2 0.4 0 10 25 4
Sosbudagor 1 1.1 0.1 34 79 20
Keamanan 0.3 0.4 0.2 12 12 15
SDP 0.9 1 0.5 30 59 28
Total 3.2 3.8 1.2 190 317 136
2. Program Unggulan
Tabel 2
Data Program Unggulan Pemberderdayaan CSR
No Kegiatan Satuan Tahun
Jan-Jun
2011 2012
2013
1 Sekolah Magang Indocement orang 73 86 49
Pembinaan seni & budaya
2 Jenis 3 4 4
(jenis)
3 Pembinaan olah raga (cabang) cabang 2 4 4
Perbaikan rumah tidak layak
4 orang 12 12 8
huni (Rutilahu)
5 Perbaikan gizi buruk (balita) balita 7 7 31
Inkubator ternak domba
6 orang 9 9 13
(orang)
7 Pertanian terpadu (petani) petani 6 8 6
Pengolahan sampah - biomas
8 Ton 338 339 200
+ kompos (ton)
Kunjungan puskesmas
9 pasien 10,261 8,566 3,984
keliling (orang)
Kunjungan Wisata Banyu
10 orang 9,037 7,534 7,871
Panas (orang)
Tabel 3
Rekapitulasi Perkembangan UMKM Tahap 1-VII
Jumlah
Jumlah (Riil)
(Transaksi)
Tahap Periode
Kredit (Rp) BANK
UMKM Anggota UMKM Anggota
Agustus 2005 -
I 57 385 57 385 745,000,000 BRI
Juli 2008
Januari 2007 -
II 52 396 39 298 675,900,000 BRI
Desember 2008
Desember 2007
III - November 91 645 47 325 1,220,750,000 BRI
2009
Desember 2008
IV - November 89 555 38 231 943,000,000 BRI
2010
Desember 2009
V 44 275 24 154 498,000,000 MANDIRI
- November
2010
April 2010 –
V 60 315 7 31 605,000,000 BRI
Maret 2011
Februari 2011 -
VI 20 119 18 109 213,500,000 BRI
Januari 2012
Februari 2012 -
VI 43 305 41 200 442,500,000 MANDIRI
Januari 2013
April 2012 –
VII 20 91 10 45 197,900,000 BRI
Maret 2013
TOTAL 476 3086 281 1778 5,541,550,000
Tabel 6
Hasil kuisioner dari 50 Responden acak.
Sebelum Sesudah
No Pernyataan Tidak Tidak
Ya Tidak Ya Tidak
Tahu Tahu
Kehidupan masyarakat sudah
1 21 9 20 36 4 10
sejahtera
2 Sekolah fasilitasnya lengkap 5 7 38 45 5 0
Struktur bangunan sekolah
3 0 6 44 50 0 0
sudah bagus
Sistem pendukung pertanian
4 3 13 34 37 13 0
masyarakat memadai
Pemberian modal usaha
5 20 1 19 26 0 14
sudah merata dan terorganisir
Sudah adakah bentuk dari
6 11 10 29 22 10 18
pengembangan usaha tani
Kebutuhan masyarakat
7 tentang kesehatan mudah 0 4 46 37 0 13
diakses dan terpenuhi
Sudah adanya aksi sosial di
8 22 2 26 44 2 4
tengah masyarakat
Pemukiman penduduk sudah
9 4 1 45 50 0 0
layak huni
Sudah adanya pelatihan untuk
10 pengembangan sumber daya 2 1 47 46 1 3
manusia di tiap Desa
Kesimpulan
Pelaksanaan CSR amat sangat membantu masyarakat dalam mengembangkan
kesejahteraan dan pengembangan SDM masyarakat sekitar. Berdasarakan hasil
penelitian, penerapan program CSR menurut pendapat masyarakat desa gempol yang
menjadi desa binaan PT. Indocement dapat digambarkan melalui tingkat kepuasan
masyarakat desa binaan atas keberhasilan pengaruh penerapan program CSR yang telah
dijalankan, hal ini dapat didukung dengan skor rata-rata hasil kuisioner pelaksanaan
program CSR PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Cirebon yang tergolong baik
sehingga dengan adanya CSR tersebut dapat diterima baik oleh masyarakat.
BIBLIOGRAFI
Kurniawan, Chandra. (n.d.). Studi Tentang Penerapan dan Pelaporan Corporate Social
Responsibility (CSR) pada PT. Semen Gresik (Persero) Tbk.
Wibisono, Yusuf. (2007). Membedah konsep & aplikasi CSR: corporate social
responsibility. Fascho Pub.
Abstrak
Dibalik potensi sumber daya manusia yang dimiliki, perusahaan di indonesia
mempunyai acuan untuk mengelola sumber daya manusia khususnya generasi Y
atau milenial. Semakin meningkatnya pertumbuhan dan perkembangan perusahaan
di Indonesia berdampak positif bagi masyarakat dengan semakin meluasnya
peluang kerja sehingga akan mengurangi tingkat pengangguran. Namun hal ini
akan berakibat semakin besar kompetisi antar perusahaan. Hal ini mengakibatkan
perusahaan yang ingin bertahan dalam persaingan menuntut karyawannya untuk
bisa memberikan kontribusi maksimal untuk perusahaan tempatnya bekerja.
Permasalahan terbesar Perusahaan-perusahaan masa sekarang ialah bagaimana
cara menjaga, mempertahankan serta menekan intensi turnover. Satu diantara
upaya mempertahankan karyawan yakni perusahaan harus memperhatikan
pengembangan karir bagi setiap karyawannya, terutama untuk karyawan generasi
milenial yang mempunyai kinerja yang baik. Terdapat macam-macam persoalan
dalam proses pengembangan karir di perusahaan yang menjadi objek penelitian,
karyawan yang tidak bisa mengembangkan karirnya di perusahaan tempat dia
bekerja, padahal karyawan merasa telah melaksanakan pekerjaannya dengan baik
(sumber karyawan TEY). Metode Penelitian : metode penelitian dalam penelitian
ini ialah metode observasi dan wawancara serta memberikan kuisioner kepada
subjek penelitian, subjek penelitian dalam penelitian ini yakni karyawan generasi
milenial di PT TEY . penelitian dilakukan 29 juni 2019 – 1 juli 2019
Hasil penelitian : hasil penelitian ini memperihatkan yakni pengembangan karir
mempunyai peran penting untuk karyawan.
Pendahuluan
Sumber daya manusia dipandang sebagai aset perusahaan yang penting, karena
manusia merupakan sumber daya yang dinamis dan selalu dibutuhkan dalam setiap
proses produksi barang maupun jasa (Dessler, 2008). Proses pengembangan SDM
adalah salah satu kunci dari keberhasilan perusahaan. Walaupun sebetulnya banyak
faktor yang bisa meningkatkan daya saing perusahaan, namun pengelolaan sumber daya
manusia adalah bagian dari standar operasional perusahaan jika perusahaannya
menginginkan brandnya meningkat. Banyak hal yang bisa dicapai ketika perusahaan
dapat mengembangkan dan memberdayakan SDM. Misalnya saja pada aspek tujuan
organisasi, pencapaiannya bisa lebih maksimal. Karena dalam tujuan organisasi
melingkupi societal objective (tujuan sosial masyarakat), organizational objective
87
Irma Suwaning Dyastuti dan Sarsono
hingga 1939, Boomers lahir tahun 1940 hingga 1959, Xers lahir tahun 1960 hingga
1979 dan Generation Y atau milenial yang lahir tahun 1980 hingga akhir tahun 2000.
Generasi Y terkenal dengan sebutan generasi millenial atau millennium, ungkapan
generasi Y mulai digunakan pada editorial koran besar Amerika Serikat Agustus 1993
silam. Generasi ini banyak memanfaatkan teknologi komunikasi instan misalnya email,
SMS, instant messaging dan media sosial seperti facebook dan twitter, dengan kata lain
generasi Y merupakan generasi yang tumbuh pada era internet booming (Lyons, 2004).
Berdasarkan definisi tersebut bisa ditarik kesimpulan bahwa generasi milenial
merupakan generasi yang lahir diantara tahun 1980-2000 saat terjadi kemajuan
teknologi yang pesat. Apabila dilihat dari kelompok umur, generasi milenial adalah
generasi yang kini berusia kisaran 19–39 tahun.
Dari potensi sumber daya manusia yang mereka miliki, perusahaan di Indonesia
mempunyai tantangan dalam mengelola sumber daya manusia khususnya generasi Y
atau milenial. Tantangan terbesar perusahaan-perusahaan sekarang yakni bagaimana
cara menjaga, mempertahankan serta menekan intensi turnover. Menurut (Zeffane,
1994) turnover intention merupakan kecondongan atau niat karyawan dalam berhenti
bekerja dari pekerjaannya. Intensi merupakan niat atau keinginan yang muncul dalam
diri individu guna melakukan sesuatu, sedangkan turnover ialah berhentinya atau
penarikan diri seseorang karyawan dari tempat bekerja.
Pergantian karyawan adalah persoalan yang penting baik untuk perusahaan
ataupun karyawan. Dari sudut pandang perusahaan, pergantian karyawan bisa
memberikan gambaran berkenaan dengan biaya yang tidak sedikit perihal nilai
perekrutan, pelatihan serta biaya yang sudah dikeluarkan guna mengatasi pergantian
karyawan serta berbagai biaya tidak langsung seperti kehilangan karyawan yang sudah
mengerti tentang berbagai pekerjaan dalam perusahaan tersebut. Dari sudut pandang
karyawan, pergantian karyawan bisa menyebabkan konsekuensi positif ataupun negatif
(Wahyuni, Zaika, & Anwar, 2015).
Faktor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan yaitu pengembangan karir.
menurut (Hani, 2008) mengemukakan bahwa pengembangan karir merupakan upaya-
upaya yang dilakukan pribadi seorang karyawan guna tercapainya suatu rencana karir.
Pada dasarnya pengembangan karir berorientasi dalam perkembangan perusahaan atau
organisasi dalam menjawab tantangan bisnis di masa yang akan datang. Setiap
organisasi harus menerima kenyataan, yakni ekstensinya di masa depan bergantung
pada SDM yang kompetitif, suatu organisasi akan mengalami kemunduran serta
akhirnya bisa tersisih karena ketidakmampuan menghadapi pesaing. Kondisi seperti ini
mengharuskan organisasi untuk melakukan pembinaan karier untuk pekerja, yang harus
dilakukan secara berencana serta berkelanjutan. Dengan kata lain, pembinaan karier
merupakan salah satu kegiatan menejemen SDM, harus dilakukan sebagai kegiatan
formal yang dilaksanakan secara terintegrasi dengan kegiatan SDM yang lain.
Akan tetapi tidak semua perusahaan memikirkan bahwa pengembangan karir
karyawan adalah sesuatu hal yang harus dipikirkan, karena salah satu yang mendasari
kemajuan serta perkembangan perusahaan dipengaruhi oleh pengembangan karir
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT TEY dengan subjek karyawan generasi milenial
sebanyak 95 orang. Metode yang dilakukan adalah dengan metode observasi,
wawancara, dan pengisian kuisioner yang diisi oleh subjek penelitian. Hasil yang
didapat dari kuisioner diubah menjadi bentuk angka-angka kemudian diolah
menggunakan SPSS
B. Uji Asumsi
1. Uji Normalitas
Tabel 2
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
IT PK
N 95 95
Normal Parametersa Mean 1.29 9.38
Std. Deviation 0.989 0.989
Most Extreme Absolute .092 .064
Differences Positive .092 .058
Negative -.077 -.064
Kolmogorov-Smirnov Z .897 .627
Asymp. Sig. (2-tailed) .597 .826
a. Test distribution is Normal.
a. Hasil Uji normalitas untuk turnover intention (Y) diperoleh nilai P sebesar
0.597 dinyatakan normal karena nilai p>0,05
b. Hasil Uji normalitas untuk pengembangan karir (x) diperoleh nilai P
sebesar 0.826 dinyatakan normal karena nilai p>0,05
2. Uji Linearitas
Tabel 3
ANOVA Table
Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
IT * Between (Combined) 528.496 24 22.021 .994 .000
PK Groups Linearity 9.778 1 9.778 9.778 .000
Deviation from
518.718 23 22.553 1.018 .000
Linearity
Within Groups 1550.136 70 22.145
Total 2078.632 94
Tabel 4
Measures of Association
Eta
R R Squared Eta
Squared
IT *
-.869 .755 .504 .254
PK
tingkat signifikansi pada linearity kurang dari 0,05 (p < 0,05) sehingga dapat
disimpulkan bahwa antara variabel intensi turnover dan pengembangan karir
terdapat hubungan yang linear
C. Uji Hipotesis
Tabel 5
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 6.445 9.294 7.365 .000
PK .856 .085 -.849 .565 .000
Dependent Variable: IT
Pengembangan karir nilai T 0,565 dengan nilai sig. adalah sebesar 0,000.,
maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh pengembangan karir terhadap intensi
turnover secara mandiri atau parsial cukup meyakinkan atau signifikan
Kesimpulan
Dari hasil penelitian tentang pengembangan karir pada karyawan millenial di PT
TEY didapatkan hasil bahwa pengembangan karir berperan penting bagi karyawan.
(Marihot Tua Efendi Hariandja, 2002) mengatakan bila seorang karyawan merasa
pengembangan karirnya terhambat dan tidak berkembang sehingga tujuan karirnya tidak
mungkin dicapainya dalam perusahaan tersebut maka karyawan tersebut mungkin tidak
akan memiliki semangat kerja yang tinggi, tidak termotivasi untuk bekerja, dan bahkan
akan berkeinginan untuk mengundurkan diri atau keluar dari perusahaan.
Pengembangan karir sebagai derajat persepsi karyawan tentang adanya program
perencanaan karir untuk membantu anggotanya mencapai tujuan karir mereka.
Kepercayaan pada organisasi memiliki pengaruh negatif terhadap tunrover intention.
Penelitian dilakukan oleh (Hafiz, Parizade, & Hanafi, 2016) dengan judul pengaruh
pengembangan karir terhadap turnover intention, dengan hasil penelitian ada pengaruh
antara pengembangan karir dengan intensi turnover.
BIBLIOGRAFI
Hafiz, Jauhari, Parizade, Badia, & Hanafi, Agustina. (2016). Pengaruh Pengembangan
Karir Terhadap Keinginan Berpindah (Turnover Intention)(Studi Kasus Pada
Karyawan PT. BFI Finance. Tbk Cabang Palembang). Jembatan: Jurnal Ilmiah
Manajemen, 13(2), 103–112.
Hani, Handoko T. (2008). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, edisi
kedua. Penerbit: BPFE, Yogyakarta.
Lyons, Sean. (2004). An exploration of generational values in life and at work. Carleton
University.
Marihot Tua Efendi Hariandja, Hariandja. (2002). Manajemen sumber daya manusia.
Grasindo.
Mondy, R. Wayne. (2008). SDM Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Kesepuluh.
Penerbit Erlangga, Jakarta.
Wahyuni, Ana Sri, Zaika, Yulvi, & Anwar, Ruslin. (2015). Analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi turnover intention (keinginan berpindah) karyawan pada perusahan
jasa konstruksi. Rekayasa Sipil, 8(2), 89–95.
Abstrak
Salah satu tri tugas gereja adalah pelayanan marturia (kesaksian) yang berujung
dengan membuka jemaat yang baru. Seorang gembala di jemaat yang baru
menjadi penentu maju atau tidaknya pelayanan tersebut. Penempatan vikaris (yang
baru lulus Sarjana Teologi) sebagai gembala jemaat baru tanpa
pendampingan/mentoring dari gembala senior, seringkali mengalami kesulitan
dalam menjalankan tugas tanggungjawabnya khususnya dalam mengembangkan
jemaat tersebut. Dengan demikian betapa pentingnya seorang gembala yang baru
mendapatkan mentoring dari gembala senior demi keberlangsungan dan
pertumbuhan jemaat yang baru.
Pendahuluan
Agama ialah satu dari sekian unsur terpenting dalam masyarakat karena agama
merupakan pedoman bagi manusia dalam menjalani kehidupan di masyarakat. Sehingga
kebebasan bagi masyarakat untuk beragama harus dihargai, dijamin dan dilindungi
(Lala, 2017). Gereja yang bertumbuh tidak terlepas dari ketekunannya melakukan tugas
marturia (kesaksian) yang merupakan Amanat Agung dari Tuhan Yesus (Mat. 28:19-
20). Pelayanan marturia biasanya akan berujung dengan pembentukan jemaat baru di
satu daerah. Ketika jemaat baru terbentuk, maka akan membutuhkan seorang gembala
untuk memelihara jemaat dan mengarahkan kepada perkembangan selanjutnya.
Lulusan sarjana teologi biasanya ditempatkan sebagai vikaris di dalam suatu
gereja lokal yang kemudian bisa dipromosikan menjadi gembala di suatu jemaat baru.
Jika penempatan sebagai gembala tanpa pendampingan (mentoring) dari gembala
senior, maka bisa jadi akan mengalami banyak kesulitan. Kompleksitas penggembalaan,
dari melakukan tugas-tugas rutin memberi makanan rohani dan pengayoman kepada
jemaat, juga merencanakan perkembangan selanjutnya, merupakan tugas yang tidak
ringan bagi seorang gembala yang baru. Dengan demikian mentoring akan dilakukan
selagi tugas vikariat di suatu gereja, yang kemudian dapat juga berlanjut ketika sudah
menerima pentahbisan sebagai gembala jemaat.
Proses mentoring akan dapat berhasil jika dilaksanakan secara terprogram, di
mana konsep mentoring telah disediakan dengan baku untuk diterapkan kepada vikaris.
Seorang gembala senior tentu terlebih dahulu dilengkapi sebelum mementor vikaris.
Keberhasilan mentoring ini juga tidak terlepas dari kesediaan seorang vikaris mengikuti
94
Konsepsi Gembala Jemaat Sebagai Mentor Dalam Melengkapi Vikaris Menjadi
Gembala Jemaat Baru
Metode Penelitian
Dalam hal ini peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif literatur yang
berusaha mengeksplorasi prinsip-prinsip mentoring yang diterapkan oleh gembala
kepada vikaris untuk mempersiapkannya menjadi seorang gembala di jemaat yang baru.
Metode deskriftif juga digunakan untuk memberi gambaran tentang jemaat dari
berbagai segi, tugas dan tanggungjawab gembala yang kelak akan diemban vikaris
ketika menjadi gembala ditempat yang baru.
I Kor. 4:17), dan untuk pelayanan seperti mengutus misionari (Kis. 13:2; 15:3).
Akibatnya banyak orang terus menerus diselamatkan (Kis. 2:47).
Gereja lokal melihat gereja sebagai orang percaya yang berkumpul di lokasi
tertentu, sedangkan “gereja universal” dipandang sebagai keduanya, pada zaman ini,
dilahirkan dari Roh Allah dan oleh Roh yang sama telah dibaptis ke dalam Tubuh
Kristus (1 Kor. 12:13; I Pet. 1:3; 22-25) (Thiessen, 1979). Kumpulan orang percaya
inilah yang dijanjikan oleh Kristus untuk dibangun (Mat. 16:18) untuk Tubuh inilah
Kristus telah mati (Ef. 5:25) dan Dia adalah Kepala atasnya, dan memberikan arah
kepadanya. (Ef. 1 :22-23; Kol. 1:18). Di Efesus 1:23, gereja disebut sebagai “Tubuh-
Nya.” Hal itu tidak dapat disebut sebagai jemaat lokal, tetapi merupakan badan
universal dari orang percaya (Kol. 1:18). Penekanan khusus dari gereja universal
adalah kesatuannya, baik Yahudi atau non Yahudi, semuanya membentuk suatu
tubuh, dalam kesatuan yang dihasilkan oleh Roh Kudus (Gal. 3:28; Ef. 4:4). “Gereja
universal” kadang-kadang disebut sebagai gereja yang tidak kelihatan dan “gereja
lokal” sebagai gereja yang kelihatan (Milliard, 1965), (meskipun sebagian orang
menyangkali kesetaraan ini). Orang seperti Augustine, Luther dan Calvin semua
mengajarkan perbedaan ini, yang mengatakan bahwa gereja yang tidak kelihatan
menekankan natur yang sempurna, benar dan rohani dari sebuah gereja. Sedangkan
gereja yang kelihatan dikenali sebagai jemaat lokal dan orang-orang yang percaya
dengan ketidaksempurnaannya dan bahkan orang yang tidak percaya dapat menjadi
anggota gereja lokal. Istilah tidak kelihatan juga digunakan untuk
mengidentifikasikan bahwa keanggotaan pastinya tidak dapat diketahui. Dalam
realitasnya, para anggotanya secara keseluruhan dapat dilihat (Saucy, 1974).
B. Mendirikan Gereja Lokal Baru Merupakan Tugas Marturia Gereja
Marturia merupakan salah satu pelayanan gereja yang penting, karena melalui
marturia orang lain dapat mendengar berita tentang Yesus dan percaya kepada-Nya.
Jadi gereja terpanggil bukan untuk mengakui saja tetapi juga untuk menyaksikan
terhadap dunia. Karena Tuhan menghendaki supaya orang lain memperoleh
keselamatan.
Bersaksi merupakan amanat Yesus Kristus kepada gereja yang telah
mengakuinya sebagai Tuhan, walaupun pada awal hidup gereja (gereja Perjanjian
Baru) dunia dilihat terutama sebagai sesuatu yang harus dihindari. (SJ, n.d.). (Baar,
1983) mengatakan: ”Gerejalah yang diharuskan berbicara berhadapan dengan situasi
modern.” Gereja percaya tentang Dia dan memuliakan-Nya kepada dunia, baik
melalui nyanyian pujian, melalui doa, pengucapan syukur, pengenalan Alkitab,
kebaktian koor dan pemberitaan Injil.
Injil merupakan pokok gereja dan inti dari pada Injil adalah penyataan tentang
kasih Allah yang menyelamatkan manusia dari kuasa maut. Gereja yang ditempatkan
Allah di tengah-tengah dunia ini harus menjadi saksi hidup. Dengan demikian
rencana Allah dalam dunia ini akan terwujud. Tugas bersaksi akhirnya adalah tugas
semua anggota jemaat kepada semua orang tentang kasih Kristus. (Narromore, 1961)
mengatakan tugas bersaksi itu juga termasuk anak-anak. Kesaksian bukan saja
melalui perkatan, tetapi juga melalui perbuatan baik di tengah keluarga yang belum
kenal kasih Kristus, yang bukan saja di sini tetapi juga melalui perbuatan baik di
tengah keluarga yang belum kenal kasih Kristus, yang bukan saja di sini tetapi di
manapun juga. Dengan demikian akan memungkinkan gereja bertumbuh.
Dalam misi marturia, di mana banyak jiwa akhirnya percaya kepada Tuhan
Yesus Kristus, perlu diwadahi di suatu tempat yang disebut “gereja lokal.” Dengan
demikian berdirilah gereja lokal yang baru. Pendirian gereja lokal ini biasanya
bertahap. Ada yang dimulai dari ibadah keluarga lebih dahulu. Berkembang menjadi
Pos Penginjilan, kemudian meningkat menjadi Bakal Jemaat, yang akhirnya menjadi
jemaat yang dewasa. Pada tingkat jemaat yang sudah dewasa inilah yang disebut
gereja lokal. Pendirian gereja lokal ini merupakan pewujudan tugas marturia gereja.
Pada proses pendirian gereja lokal ini, disinilah fungsi gembala jemaat
mementor vikaris untuk dipersiapkan menjadi gembala di jemaat lokal yang baru.
Dengan proses waktu yang sudah ditentukan, maka sang vikarispun bisa ditahbiskan
menjadi gembala di gereja lokal yan baru.
C. Gembala Sebagai Mentor Bagi Vikaris.
Ada beberapa kali kata “gembala” ditemui dalam Alkitab, misalnya dalam 1
Samuel 16:11, mengungkapkan bahwa Daud sebelum menjadi raja, bekerja sebagai
gembala. Allah sebagai gembala yang memelihara domba-Nya diceritakan dalam
Mazmur 23. Demikian juga, Yesus Kristus mengkontekstualisasikan diri-Nya
sebagai Gembala yang baik (Yoh. 10:11). (Wongso, 1999) menyebutkan sebutan
gembala pertama kali dipakai oleh Habel (Kej. 4:2). Dalam Yohanes 21:15-16,
Yesus menginstruksikan kepada Petrus untuk menggembalakan domba-domba Allah.
Agar lebih jelas pengertian tentang gembala berdasarkan konteks sosiologi dan
teologis, maka berikut penulis mencoba menjelaskan pengertian gembala secara
singkat dan sederhana menurut Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
Penggembalaan Dalam Perjanjian Lama. Pada umumnya di Timur Tengah
mata pencarian orang adalah beternak, baik ternak sapi, domba, kambing, unta dan
kuda. Bagi orang Timur Tengah pada umumnya dan di kalangan orang Israel pada
khususnya bahwa beternak adalah bagian integral dalam kehidupan masyarakat yang
di dalamnya selalu ada seorang gembala yang memelihara dan menjaga kawanan
domba ternak itu. Konteks ini dialihkan dalam hubungan masyarakat Israel yang
dalam persekutuan masyarakat adalah pembinaan dan pengamanan yang
dilaksanakan oleh seorang pemimpin yang dikonteksualisasikan kepada gembala
dalam kaitannya dengan tugas penggembalaan kawanan ternak. (Baker, 2014)
menyebutkan kata “gembala” dalam konteks Perjanjian Lama berasal dari bahasa
Ibrani “syamar” artinya memelihara, menjaga. Bangsa Israel secara teokratis
digembalakan (dipimpin, dipelihara, diberi petunjuk) oleh Allah langsung.
Dalam konteks bangsa Israel, kata “gembala” dilihat dari sudut pandang
sebagai petunjuk jalan, memberi makan, merawat dan melindungi. Fakta ini tercatat
dalam Yehezkiel pasal 34, yang menyatakan kesetiaan dalam kesempurnaan
pertolongan Tuhan bagi umat-Nya. Gembala dalam arti harafiah menyerukan suatu
panggilan tugas yang banyak tuntutannya (Kej. 4:2). Ensiklopedi Alkitab Masa Kini
Jilid I menjelaskan, gembala harus mencari rumput dan air di daerah kering dan
berbatu-batu, harus melindung kawanan domba gembalaannya.
Menurut (Storm, 1988) menjelaskan, memang di negeri Israel pada zaman
Alkitab ditulis dan saat Yesus berada di bumi ini, pekerjaan sebagai gembala adalah
biasa dan sering terlihat. Pengertian gembala menurut konteks Yehezkiel pasal 34
mengacu kepada suatu gambaran tentang Allah adalah pemimpin, penuntun,
pemelihara umat Israel, yang menegur para pemimpin Israel yang tidak
memperhatikan umat Allah, serta tidak bekerja secara professional dalam suatu
tanggung jawab, tetapi hanya memperhatikan kepentingan diri sendiri saja.
Mazmur 23, mengungkapkan pimpinan Tuhan kepada umat manusia
bagaikan pelayanan seorang gembala yang sangat baik dan penuh perhatian, dan
pengertian dengan berkata ,” Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau,
ia membimbing aku ke air yang tenang, ia menyegarkan jiwaku, ia menuntun aku ke
jalan yang benar… Engkau besertaku, menghibur aku, Engkau menyediakan
hidangan bagiku.” Sifat kepemimpinan Tuhan penuh dengan perhatian dan
kepedulian terhadap umat-Nya bagaikan seorang gembala (Ashfield et al., 1994).
Kemudian ditegaskan lebih dalam lagi dalam Yehezkiel 34 yaitu, Aku sendiri akan
menggembalakan domba-domba-Ku dan Aku akan membiarkan mereka berbaring,
demikian firman Tuhan Allah, yang hilang akan Ku cari, yang tersesat akan Ku bawa
pulang, dan yang luka akan Ku balut, yang sakit akan Ku kuatkan serta yang gemuk
dan yang kuat akan Ku lindungi, Aku akan menggembalakan mereka sebagaimana
mestinya.”(Yeh. 34:15-16). Selanjutnya penulis Ensoklopedi Alkitab Masa Kini, jilid
I mengatakan:
“Perjanjian lama berulang-ulang melukiskan Allah sebagai gembala Israel
(Kej. 49:24; Maz. 23:1; 80:2), lemah lembut dalam pengasuhan-Nya (Yes.
40:11), tetapi kadang-kadang membina kawanan domba-Nya dengan
kemarahan-Nya, lalu dengan pengampunan mengumpulkan kembali.” (Yer.
31:10).
Jelas di sini bahwa dalam Perjanjian Lama, Allah memberikan suatu
gambaran dasar tentang pelayanan dan tanggung jawab seorang gembala. Allah
sebagai Gembala sering ditemukan dalam Perjanjian Lama, yang secara langsung
memimpin umat-Nya, sehingga dalam Mazmur 23, Allah disebut sebagai gembala
yang sempurna dan baik. Guthrie menjelaskan, ”Allah sebagai Gembala yang
membaringkan, menuntun, menyegarkan, menyertai, menyediakan hidangan dan
mengurapi.” (Guthrie, 1996).
Penggembalaan Dalam Perjanjian Baru. Dalam pelaksanaan tugas terdapat
dua peranan gembala. Pertama adalah menggembalakan ternak (pemelihara ternak)
dan yang kedua adalah seorang pejabat rohaniah yang mengasuh, membina secara
rohani. Secara rohani dari sudut pandang agama, gembala bersifat ilahi. Selanjutnya
dalam bahasa Inggris disebut “shepherd” atau “herdsman” artinya gembala. Secara
khusus dalam Yohanes 10:11, dijelaskan tentang Yesus sendiri menjadi Gembala.
Dalam Perjanjian Baru tugas Mesias adalah menjadi gembala bahkan Gembala
Agung (Ibr. 13:30; I Pet. 2:25; 5:4) Hal ini diuraikan secara rinci dalam Yohanes
pasal 10, dan rincinya sepadan dengan Yehezkiel 34. Dalam bahasa Yunani
diterjemahkan dengan kata poimen artinya gembala, gembala kawanan ternak,
sedangkan kata boskon / boske artinya gembala yang memelihara ternak.
Dari beberapa arti dan pengertian gembala di atas, menjadi dasar untuk
menguraikan pengertian gembala secara benar. Menurut (Bons-Storm, 1989), kata
gembala dalam bahasa Latin ialah “pastor” dan dalam bahasa Yunani “Poimen”
oleh sebab itu penggembalaan juga dapat disebut poimenika atau pastoralia. Pelayan
pastoral disebut penggembalaan. Jadi gembala adalah seorang yanag memiliki
kehidupan rohani dan keahlian dalam mendamaikan, serta mengerti keadaan.
Alasstair V. Campbell mengatakan:
“The care of the bereaved inevitably means that the pastor’s craft is to bring
together theology and spirituality with a proper understanding of sociological
and psychological pricinples of growth, development and mental health. In
care for the bereaved of the pastor is required to develop skills in all these
areas, whilst being faithfull to his or her own humanity, limitations and
personal experience of loss and grief.”
D. Rancangan Kode
Pada umumnya vikaris adalah lulusan Sekolah Tinggi Teologi yang
ditempatkan di suatu gereja lokal di bawah pembinaan gembala jemaat yang kelak
akan menjadi pendeta atau gembala jemaat setelah ditahbiskan. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, vikaris artinya pembantu (pengganti) di jabatan pimpinan
gereja (Pendidikan & Kebudayaan, n.d.). Menurut Kamus Istilah Teologi karangan
R Soedarmo, vikaris artinya pengganti (Soedarmono, 1988). Menurut Pedoman
Peraturan Sinode tentang Mahasiswa Teologi dan Vikaris Gereja Kristen Pasundan,
pengertian vikaris adalah lulusan Lembaga Perguruan Tinggi Teologi yang telah
mengikuti proses sebagaimana diatur dalam tata-cara penyiapan vikaris dan oleh
Majelis Pusat Sinode dinyatakan siap untuk memasuki masa vikariat sebagai proses
penyiapan diri memangku jabatan pendeta GKP.
Yosua adalah salah satu contoh positif sebagai tokoh kitab Perjanjian Lama
yang harus menjalani persiapan-persiapan dalam waktu bertahun-tahun. Hal ini
merupakan proses yang juga dialami oleh para pemimpin. Kitab yang lain, misalnya
persiapan Elisa sebagai asisten Elia. Ujian terbesar bagi Yosua adalah dalam
mempersiapkan diri sebagai pemimpin bangsa Israel adalah saat dia diutus sebagai
mata-mata untuk mengintai Tanah Kanaan. Ketika kedua belas mata-mata itu
kembali dari pengintaian mereka, hanya Yosua dan Kaleb yang memiliki pandangan
positif tentang Tanah Kanaan, sama seperti yang Tuhan janjikan. Pengintai-pengintai
lain sangat ketakutan melihat kota yang demikian kuat dengan tentara-tentaranya
yang gagah perkasa dan mereka memasukkan ketakutan mereka ke dalam hati
seluruh bangsa Israel. Tak terelakkan lagi, seluruh bangsa Israel berontak melawan
Musa dan Harun.
Pada waktu itulah kualitas iman Yosua tampak sangat nyata dibanding waktu-
waku sebelumnya. Dia bersama dengan Kaleb, berani menantang Bangsa Israel
dengan berkata :” Negeri yang kami lalui untuk diintai itu adalah luar biasa baiknya.
Jika Tuhan berkenan kepada kita, maka Ia akan membawa kepada kita, suatu negeri
yang berlimpah susu dan madunya. Hanya janganlah memberontak kepada Tuhan,
dan janganlah takut kepada bangsa negeri itu, sebab mereka akan kita telan habis.
Yang melindungi mereka sudah meninggalkan mereka, sedang Tuhan menyertai kita;
janganlah takut kepada mereka.” (Bil. 14:7-9).
Pengalaman Yosua sebagai pengintai memberi pelajaran penting dan berarti
dalam pendidikan yang telah Tuhan persiapkan sendiri selama di padang gurun.
Menurut pandangan Allah, Yosua berhasil mengatasi ujian-ujian yang dialami dan
pada waktu 40 tahun kemudian dia menjadi seorang pemimpin bangsa Israel menuju
ke Tanah Kanaan.
Rasul Paulus menyurati Timotius tentang sebuah rumusan untuk menjadikan
murid Kristus yang juga merupakan sebuah rumusan revolusioner untuk membina
pemimpin.“ Apa yang telah engkau dengar daripadaku di depan banyak saksi,
percayakanlah itu kepada orang-orang yang dapat dipercayai, yang juga cakap
mengajar orang lain” (Fee, 2011). Jadi, Timotius adalah pembantu Rasul Paulus dan
juga sebagai pemimpin bagi orang-orang yang dapat dipercaya.
E. Tugas Gembala Jemaat Mementor Vikaris
Kata “mentor” dalam kamus yan ditulis Peter Salim diterjemahkan sebagai
penasehat yang bijaksana. Dalam Kamus Bahasa Indonesia secara umum mentor
diterjemahkan sebagai pembimbing atau pengasuh yang biasanya digunakan untuk
membimbing mahasiswa. Jika melihat kembali timbulnya penggunaan istilah mentor,
maka tugas mentor dimaksudkan untuk mendidik, melatih, dan mengembangkan
seseorang untuk memenuhi hak azasinya dan kelak menjadi pemimpin. Istilah
mentor sering juga dihubungkan dengan seseorang yang bertindak sebagai sahabat,
pembimbing, guru, penasehat dan penolong kepada orang yang dipercaya. Dengan
demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa mentor adalah seseorang yang memiliki
potensi untuk menolong orang lain, menjadi orang yang dipercaya demi
pengembangan orang lain untuk mencapai tujuan tertentu, atau seseorang yang
bertanggungjawab akan kemajuan dan keberhasilan orang lain. Maka mentor tidak
pernah bekerja sendiri, karena kata mentor selalu mengarah pada arti penasehat dan
pembimbing. Itu berarti bahwa seseorang mentor selalu berhubungan dengan orang
lain. Gordon F. Shea merumuskan satu definisi mentoring sebagai berikut:
“Suatu hubungan pengembangan yang memperdulikan, menjaga,
menggunakan bersama dan membantu, dimana seseorang menggunakan waktu,
pengetahuan dan upaya untuk meningkatkan pertumbuhan pengetahuan dan keahlian
seseorang , dan tanggap terhadap kebutuhan orang itu dengan cara menyiapkan orang
itu dengan produktivitas yang lebih besar atau keberhasilan di masa depan”
Seorang mentor memiliki pengaruh yang besar untuk mengubah gaya hidup
atau gaya yang bermanfaat bagi orang lain. Hal itu terjadi akibat hubungan secara
pribadi dengan pribadi yang lain yang didalamnya mentor berusaha untuk
menawarkan pengetahuan, pemahaman yang mendalam, memaparkan suatu
perspektif atau kebijakan yang dapat membantu orang lain untuk mengembangkan
diri. Paul Stanley dan Robert Clinton mengatakan bahwa mentor sebagai
pembimbing adalah suatu dinamika posistif yang memungkinkan manusia untuk
mengembangkan potensi.
Pembimbingan yang dimaksud adalah suatu pengalaman yang menyangkut
hubungan yang melaluinya seseorang memberikan kemampuan kepada orang lain
dengan cara membagikan keterampilan yang dikaruniakan oleh Allah kepadanya.
Jadi mentor adalah seorang yang memiliki potensi untuk menjadikan
seseorang pembimbing atau penolong bagi orang lain. Hal itu dilaksanakan dengan
sukarela dengan suatu kesadaran bahwa apa yang akan dibagikan kepada orang lain
merupakan pemberian Allah semata.
Kriteria seorang mentor bagi vikaris: Pertama, memiliki karakter kristiani.
Seorang mentor yang memiliki karakter kristiani, akan menjadikan Alkitab sebagai
standar dalam mementor vikaris. Sikap mentor terhadap Alkitab sebagai kebenaran
yang obyektif, absolut dan mutlak seperti tertulis dalam 2 Tim 3:16-17. Bergantung
kepada kuasa Roh Kudus (2 Kor.3:5). Berdasarkan kasih Allah yang bersifat
universal, mendorong mentor untuk mengasihi dan membimbing vikaris. Kedua,
memiliki kualitas sebagai Pembimbing. Sebagai seorang mentor, seharusnya
memiliki kerohanian yang sehat. Menurut David Viscott, adapun yang dimaksudkan
dengan kerohanian yang sehat adalah demikian: “Kehidupan yang seimbang, sebab
yang paling merusak kehidupan rohani adalah ketidakseimbangan teologi sama
dengan kebodohan dalam doktrin.
Penerapan yang tidak seimbang akan ajaran-ajaran alkitab akan
mengakibatkan kehidupan Kristen yang tidak seimbang dan penekanan yang
berlebihan soal pengakuan dosa akan mengakibatkan instropeksi yang tidak sehat.
Keseimbangan adalah kunci menuju kehidupan rohani yang praktis dan sehat”
(Viscott, 1992).
Ketiga, memiliki hikmat Ilahi, yaitu suatu kombinasi kemampuan oleh Roh
Kudus, penjernihan pengetahuan oleh firman Allah dan pengenalan akan situasi yang
konkrit (Gunarsa, 1992). Hikmat berarti mengerti situasi dan mengetahui dengan
tepat apa yang harus dilakukan. Keempat, memiliki kemampuan yang positif.
Seorang mentor harus benar-benar menjadi pribadi yang utuh untuk memenuhi
potensi-potensi yang harus dimiliki sebagai seorang pembimbing. Mentor harus
memiliki kemampuan untuk mengenal diri sendiri dan menaruh empati terhadap
vikaris. Kemampuan mengenal diri sendiri menjadi modal untuk mengenal orang
lain. Pengenalan diri mendasar untuk mulai mengasihi sesama, memiliki kepekaan
etis bahkan rela berkorban bagi orang lain. Kelima, dapat dipercaya dan
bertanggungjawab. Mentor harus dapat meyakinkan bahwa informasi yang
disampaikan menjadi rahasia berdua saja. Informasi-informasi pribadi kadang-
kadang dapat merusak reputasi, status dan relasi dengan orang-orang penting dalam
hidup vikaris. Keenam, memahami prinsip dasar mentoring. Mengenal identitas
vikaris yang dimentornya, sehingga memudahkan dia untuk dapat membimbing dan
mengarahkannya. Seorang mentor tidak hanya mengajar, namun yang lebih
mempengaruhi vikaris, adalah membimbing dengan teladan, serta memberi jalan
keluar dalam berbagai persoalan hidup vikaris khususnya dalam melengkapi vikaris
sebagai calon gembala jemaat. Ketujuh, berupaya mengembangkan pengaruh dan
peran kepemimpinan vikaris ke arah efektivitas tinggi.
Tugas seorang mentor, di antaranya sebagai pendorong semangat. Dasar
pemberian motivasi adalah karena adanya titik kelemahan atau potensi yang
terpendam yang tidak pernah dimanfaatkan, sekalipun ada daya untuk
memanfaatkannya. Maka harus diberi dorongan semangat agar termotivasi untuk
mengupayakan potensi yang terpendam, dan dorongan itu selalu diarahkan pada
pengupayaan potensi tersebut. Semakin giat diupayakan potensi yang ada pada diri,
semakin pesat potensi itu berkembang. Demikian Alkitab mencatat tentang
memanfaatkan talenta yang dipercayakan oleh Allah. Motivasi adalah rangsangan
dari dalam yang mengerahkan untuk bertindak dan semakin besar motivasi semakin
kuat rangsangannya (Rush, 1986).
Motivasi atau dorongan harus mempunyai suatu sasaran dan selalu dipimpin
ke arah suatu tindakan khusus. Suatu tujuan tidak pernah menjadi kenyataan tanpa
adanya tingkat dorongan yang tepat. Maka pada saat memberi dorongan semangat
harus mengarahkan perhatian pada tujuan. Untuk menimbulkan dorongan maka
tujuan harus memenuhi kebutuhan, berhasil memanfaatkan seluruh kesanggupan
seseorang dan harus dapat dicapai. Jika seseorang dituntut bertindak ke arah tujuan
yang tidak memenuhi kebutuhan, maka hal itu akan cenderung melemahkan
semangat.
Seorang mentor harus mengabdikan diri untuk menolong, membina, untuk
mencapai sasaran dengan memanfaatkan kesanggupan atau potensi yang ada pada
individu, sebab setiap individu ingin merasa dibutuhkan dan memberi sambangan
yang berati bagi kepentingan gereja. Seorang mentor memiliki sarana sebagai
pendorong semangat yakni bertitik tolak dari sudut pandang Alkitab.
Seorang mentor juga adalah sebagai “pengevaluasi utama” artinya mentor
beranggungjawab atas kegagalan dan keberhasilan perkembangan vikaris, walaupun
tidak secara mutlak. Setiap pelaksanaan kegiatan harus ada evaluasi guna mengukur
keberhasilan dan kegagalan dalam mencapai sasaran. Evaluasi juga penting untuk
meneliti faktor-faktor penyebab kegagalan dan keberhasilan sehingga dapat
dijadikan sebagai bahan pelajaran proses selanjutnya. Suatu kegiatan tanpa evaluasi
bisa mengakibatkan pekerjaan tidak terarah. Ngalim purwanto menjelaskan empat
prinsip evaluasi: “penilaian bersifat objektif tanpa dipengaruhi penilai. Penilaian
yang objektif prinsip integritas artinya bahwa yang dievaluasi bukan hasilnya saja,
tetapi keseluruhan bersama-sama dengan pribadi individu. Prinsip kontiniutas yaitu
bahwa evaluasi yang baik tidak dilakukan secara insidentil saja, tetapi harus secara
kontiniu, sehingga didapatkan gambaran yang jelas mengenai perkembangan,
prinsip objektivitas artinya adalah setiap penilaian yang didasarkan atas kenyataan
yang sesunggungnya. Prinsip kooperatif yaitu penilaian yang dilaksanakan secara
bersama-sama.” (Poerwanto, n.d.).
Mentor juga sebagai pemberi perspektif. Setiap tindakan manusia berawal
dari pikiran. Dengan kata lain, bahwa setiap tingkah laku terdorong dari cara berpikir
seseorang. Bagaimana seseorang berpikir, maka pola pikir itulah yang terpantul
dalam tingkah laku. Dough Hooper mengatakan bahwa:
“Seseorang berubah dalam batinnya yang dimulai dengan perubahan dalam
pemikirannya, maka keadaan luarnya pasti berubah. Dia akan segera mendapatkan
diri terlibat dalam kegiatan yang sama sekali berbeda dengan apa saja yang
sebelumnya dilakukan.” (Tomatala, 1998).
Tugas mentor yang lain adalah sebagai pemberi nasihat khusus. Dalam surat-
surat Paulus penuh dengan nasehat. Itu membuktikan bahwa nasehat sangat penting
dalam kehidupan manusia. Nasehat itu tidak sekedar ungkapan penghiburan, tetapi
di dalamnya mengandung makna yang bertujuan untuk menolong, membangkitkan
orang lain dari kelemahan dan kegagalannya. Nasehat itu adalah kasih yang timbul
dari hati yang suci, dari hati nurani yang murni dan iman yang tulus iklas (1
Tim.1:5).
Dengan demikian tugas gembala dalam hal mementor vikaris, akan
melengkapinya sehingga pada saatnya seorang vikaris akan mampu menjadi gembala
jemaat di lokasi yang baru. Pengorbanan seorang mentor akan menentukan
keberhasilan vikaris dalam mengemban tugas penggembalaan kelak. Selain
pengorbanan mentor, tentu saja keberhasilan proses mentoring juga ditentukan oleh
vikaris yang bersedia diarahkan, dibimbing, dilengkapi untuk menjadi gembala
jemaat. Ketaatan dan ketundukan kepada mentor merupakan modal keberhasilan
dalam proses mentoring.
F. Konsepsi mentoring vikaris, sebagai persiapan menjadi gembala jemaat
Pemahaman pentingnya mentoring bagi vikaris, akan diwujudkan dengan
menetapkan tim perumus mentoring vikaris. Sebaiknya para gembala senior di mana
suka duka dan pengalaman mementor vikaris secara otodidak atau terprogram telah
mereka miliki. Tim Perumus akan merumuskan semua sistem mentoring vikaris
dalam kurun waktu yang ditetapkan.
Selanjutnya para gembala dilengkapi sebagai mentor bagi vikaris. Mengapa
seseorang bersedia melakukan mentoring? Ada banyak alasan yang membuat
seseorang melakukan proses mentoring. Dr. Robby Chandra menuliskan mengapa
orang bersedia melakukan mentoring, sebagai berikut:
“Pertama, Orang tersebut pernah mengalami sebuah hubungan yang positif
dengan seorang mentor dan merasa mendapatkan suatu manfaat atau rahmat;
Kedua, Kematangan dan kebijaksanaan dalam diri seorang pemimpin
memampukan dia untuk mengenali potensi-potensi laten dalam diri orang lain;
Ketiga, Orang tersebut terbeban untuk melihat orang lain bertumbuh secara
spiritual, emosional, dan sosial.” (Dr. Robby I Chandra., 2006)
Materi mentoring kepada vikaris perlu dipersiapkan dengan baik di antaranya:
mengenal tugas dan tanggungjawab seorang gembala jemaat, materi keahlian
kepemimpinan (leadership skill), materi keahlian berkomunikasi (communication
skill), manajemen penggembalaan, administrasi gereja lokal, memimpin rapat yang
efektif, materi pelatihan dan konseling (couching and conseling), materi membangun
tim (team building), materi membangun karakter (build the character).
Kesimpulan
Jemaat yang adalah tubuh Kristus dan yang mewakili Kristus di dunia ini diberi
amanat untuk bersaksi sehingga melalui tugas marturia ini diharapkan akan berdiri
gereja-gereja lokal yang baru. Tiap jemaat baru membutuhkan gembala untuk dapat
memimpin dan mengayomi jemaat serta mengarahkan kepada pertumbuhan selanjutnya.
Sebelum seorang gembala ditempatkan di satu gereja lokal, hendaknya dimentor
selagi masa vikariat untuk siap menjadi seorang gembala kelak. Proses mentoring
gembala terhadap vikaris hendaknya dilakukan secara terprogram.
Mentor memiliki kriteria khusus yang mutlak ada padanya dalam melakukan
tugas mentoring. Kriteria tersebut tidak bersumber dari pengetahuan dan pengalaman
saja, tetapi ada unsur yang melibatkan oknum Allah, nilai lebih ini yang memampukan
gembala jemaat sebagai mentor untuk bertindak secara bijak dalam mengarahkan
vikaris. Dalam hal ini sangat ditekankan keutuhan pribadi seorang mentor sebagai
gembala jemaat.
Keberhasilah mentoring lebih bergantung pada kualitas mentor, dengan
kecermatan menggunakan tekhnik mentoring. Di sisi lain juga diharapkan ketaatan dan
ketundukan vikaris selama proses mentoring. Dengan demikian di masa yang akan
datang vikaris akan muncul menjadi gembala jemaat yang mampu menggembalakan
dengan baik.
BIBLIOGRAFI
Ashfield, R., Patel, A. J., Bossone, S. A., Brown, H., Campbell, R. D., Marcu, K. B., &
Proudfoot, N. J. (1994). MAZ‐dependent termination between closely spaced
human complement genes. The EMBO Journal, 13(23), 5656–5667.
Bons-Storm, M. (1989). Hoe gaat het met jou?: Pastoraat als komen tot verstaan. Kok.
Dr. Robby I Chandra. (2006). Pemimpin dan Mentoring Dalam Organisasi. Penerbit
Generasi Info Media.
Fee, G. D. (2011). 1 & 2 Timothy, Titus (Understanding the Bible Commentary Series).
Baker Books.
Gunarsa, S. D. (1992). Konseling dan Psikoterapi, Jakarta, PT. BPK. Gunung Mulia.
Guthrie, D. (1996). Tafsiran Alkitab masa kini. Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF.
Lala, A. (2017). Analisis Tindak Pidana Penistaan Agama Dan Sanksi Bagi Pelaku
Perspektif Hukum Positif Di Indonesia. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia,
2(3), 28–39.
Lukas, M. (n.d.). Perumpamaan tentang Domba yang Hilang Matius 18: 12-14.
Abstrak
Keputusan belanja online masih banyak menarik perhatian peneliti untuk terus
mengkaji dalam bidang ini. hal ini dibuktikan dengan beberapa tahun terakhir
masih banyak artikel yang membahas mengenai belanja online. Keputusan
belanja online merupakan dampak dari perkembangan pengguna internet.
Belanja online semakin diminati oleh masyarakat Indonesia karena
kemudahannya dalam bertransaksi. Perkembangan internet yang semakin pesat
memudahkan masyarakat dalam melakukan belanja online.Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh sales promotion terhadap keputusan
belanja online pada pengguna Shopee di Kota Sukabumi melalui Flash Sale.
Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah
menggunakan metode kausalitas dan metode cluster sampling dengan melakukan
penyebaran kuesioner sebanyak 223 responden mahasiswa pengguna Shopee di
Kota Sukaumi. Teknik analisis data yang digunakan peneliti adalah menggunakan
teknik path analysis atau analisis jalur dengan bantuan pengolahan data AMOS
24. Hasil dari penelitian ini menunjukan sales promotion berpengaruh secara
positif dan signifikan terhadap flash sale, flash sale berpengaruh secara positif
dan signifikan terhadap keputusan belanja online dan flash sale memediasi
secara positif dan signifikan sales promotion terhadap keputusan belanja online.
Pendahuluan
Keputusan belanja online masih banyak menarik perhatian peneliti untuk terus
mengkaji dalam bidang ini. hal ini dibuktikan dengan beberapa tahun terakhir masih
banyak artikel yang membahas mengenai belanja online (Assidqi, 2019; Harahap, 2018;
Sari, 2015; Sekar, Wing, & Rizal, 2017). Keputusan belanja online merupakan dampak
dari perkembangan pengguna internet (Muliyana & Elissa, 2013). Belanja online
semakin diminati oleh masyarakat Indonesia karena kemudahannya dalam bertransaksi.
Perkembangan internet yang semakin pesat memudahkan masyarakat dalam melakukan
belanja online (Marsya, Asep, & Faizal, 2019).
Informasi menjadi sebuah kebutuhan yang pokok, agar dapat terus
memperbaharui biasanya mencari dan mendapatkannya melalui media cetak, elektronik
dan internet. Seperti halnya makhluk hidup yang membutuhkan makan, maka informasi
juga sudah menjadi kewajiban untuk segera dipenuhi, jika tidak terpenuhi maka bisa
108
Peran Flash Sale Dalam Memediasi Hubungan Sales Promotion terhadap Keputusan
Belanja Online
berpengaruh buruk bagi penggunanya. Di antara media yang telah disebutkan, internet
menjadi sebuah alternatif pilihan yang tepat untuk mendapatkan data yang dibutuhkan
dengan mudah dan cepat. Media internet sudah menyebar luas ke segala lapisan
masyarakat perkotaan sampai ke lapisan pedesaan. Juga layanan internet yang semakin
mudah dengan sinyal wireless, yang bisa ditangkap dengan PC, Laptop, PDA bahkan
Handphone, tanpa perlu lagi menggunakan kabel. Tidaklah heran bahwa banyak sekali
orang yang memanfaatkan layanannya (Pramadita, 2017).
Di Indonesia perkembangan internet di mulai sejak awal tahun 1990-an yang
dinamakan dengan paguyuban network (Cellphone & Manado, 2015). Sampai saat ini
pengguna internet di Indonesia mencapai sebanyak 171 juta pengguna atau mengalami
kenaikan seanyak 10,2% dari tahun sebelumnya. Penggunaan internet seharusnya
berdampak pula kepada perilaku belanja online. Namun faktanya hanya ada 60% saja
yang melakukan belanja online di marketplace online. Banyak hal yang menjadi
persoalan dalam hal ini salah satunya adalah laporan yang dihimpun oleh YLKI
menyatakan bahwa sebanyak 39% dari 542 aduan menyatakan barang yang dipesan
belum diterima ditangan konsumen. Secara ekonomi keputusan belanja online
berdampak positif dibuktikan dengan perputaran uang hasil penjualan dan belanja
online mencapai 27 miliar pada tahun 2018 dan hal ini menjadikan Indonesia sebagai
negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Asia Tenggara (Katadata.id, 2018).
Melakukan belanja online didasari dengan adanya keperluan yang dimiliki oleh
individual (Riana, Asep, & Dicky, 2019). Ketika melakukan pembelian biasanya
konsumen dipengaruhi oleh diskon yang sering dilakukan oleh penjual (Ostapenko,
2013). Survei menyatakan rata – rata yang membuat konsumen melakukan belanja
online adalah soal promo dan potongan harga (Rossa, 2019). Untuk menarik perhatian
calon pembeli, banyak perusahaan yang menggelar promosi. Salah satunya adalah sales
promosion yang memberikan promosi seperti potongan harga, buy one get one free,
kupon dan masih banyak lainnya. Hasil temuan peneliti terdapat dua kesenjangan dalam
beberapa penelitian terdahulu, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Kurniasih dan Rizky
Ageng pada tahun 2018 menyatakan bahwa pengaruh sales promotion terhadap
keputusan pembelian hasilnya positif, sementara penelitian yang pernah dilakukan oleh
Roza Azizah Primatika dan Sri Rahayu Tri Astuti pada tahun 2018 menyatakan bahwa
pengaruh sales promotion terhadap keputusan pembelian hasilnya negatif.
Selain sales promotion yang dapat membantu meningkatkan belanja online yang
sering dilakukan di marketplace online adalah flash sale. Flash sale merupakan
penjualan kilat yang memberikan promosi seperti potongan harga namun dengan waktu
yang singkat (Agrawal & Sareen, 2016). Tujuan utama Flash sale adalah menjual
produk dalam jumlah besar dengan harga yang relatif rendah (Ostapenko, 2013).
Penjualan yang dilakukan di Flash sale tentunya akan memangkas harga seminimal
mungkin, bahkan Flash sale juga disebut “cuci gudang” karena memang mengeluarkan
barang – barang yang sudah lama tak terjual (Agrawal & Sareen, 2016). Marketplace
online di Indonesia kerap kali menggelar flash sale untuk menarik perhatian konsumen
dalam melakukan belanja online. Penelitian yang dilakukan oleh Kaur Vineet tahun
2017 menyatakan bahwa flash sale memiliki pengaruh yang kuat terhadap keputusan
belanja online, namun penelitian yang dilakukan oleh Zakiyyah pada tahun 2018
menyatakan bahwa flash sale memilikii pengaruh yang negative terhdap keputusan
belanja online. Penelitian ini berperan untuk mengkaji peran flash sale didalam
memediasi hubungan sales promotion terhadap belanja online.
A. Sales promotion
(Kotler & Amstrong, 2018) menjelaskan pengertian sales promotion
merupakan sekumpulan alat alat yang digunakan oleh penjual atau perusahaan dalam
jangka waktu yang pendek atau singkat yang bertujuan untuk merangsang konsumen
melakukan pembelian. Selain itu (Diah, 2016) juga menjelaskan mengenai sales
promotion, yaitu aktivitas promosi yang dilakukan oleh penjual dalam jangka waktu
yang pendek untuk penjualan maupun pembelian baik produk maupun jasa.
Sementara (Abdurrahman, 2015) mendefinisikan Promosi penjualan atau sales
promotion merupakan rangsangan promosi jangka pendek agar konsumen dapat
melakukan pembelian baik jasa maupun produk. Beberapa peneliti lain menjelaskan
mengenai dimensi dalam sales promotion, menurut (Kotler & Amstrong, 2018)
dimensi sales promotion diantaranya kupon, refunds, dan price packs. Sementara
menurut (Philip Kotler & Amstrong, 2012) dimensi sales promotion ialah sampel,
bonus packs, premi, barang khusus dan kupon. Dalam penelitian ini dimensi yang
pilih adalah price packs (Solenski, 2017; Wahyudi, 2017), refunds (Buwana &
Suryawardani, 2017; Patricia & ELsie, 2019), premi (Kurniasih, 2018; Santoso,
2016) dan bonus packs (Della & Ikhwan, 2018; Kurniawati & Restuti, 2014). Untuk
meningkatkan penjualan maka strategi sales promotion yang dilakukan harus
menarik sehingga konsumen mampu melakukan pembelian. Salah satunya yang
sering digandrungi adalah flash sale (Syakilla, 2019).
B. Flash sale
Flash sale merupakan penawaran produk dengan potongan harga dan
kuantitas yang terbatas dalam waktu singkat. Flash sale atau yang juga disebut
“daily deal”, bagian dari promosi penjualan yang memberi pelanggannya penawaran
khusus atau diskon untuk produk tertentu untuk waktu yang terbatas (Agrawal &
Sareen, 2016). Menurut (Piccoli & Dev, 2012) Flash sale sering disebut sebagai
transaksi harian atau deal-of-the day. Penjualan ini adalah model bisnis e-Commerce
di mana situs menawarkan pilihan produk tunggal atau terbatas dengan harga diskon
selama periode waktu yang singkat. Penjualan biasanya berlangsung di mana saja
antara hanya beberapa jam hingga 24-36 jam.
Dimensi flash sale yang dikemukakan oleh (Vineet, 2017) diantaranya
kupon, buy one get one free, dan price discount. Sementara yang dikemukakan oleh
(Agrawal & Sareen, 2016) diantaranya waktu yang terbatas dan diskon. Dalam
penelitian ini dimensi yang digunakan adalah kupon, buy one get one free, waktu
yang terbatas dan diskon. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Kaur Vineet
hasilnya menunjukan adanya pengaruh positif antara flash sale terhadap keputusan
pembelian. Sementara Penelitian yang pernah dilakukan oleh Zakiyyah tahun 2018
hasilnya adalah flash sale tidak berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Belanja
online di dasari dengan adanya keperluan yang dimiliki oleh masing – masing
individu. Belanja online yaitu kegiatan transaksi jual beli tanpa bertatap muka
langsung yang artinya hanya melalui media perantara internet untuk melancarkan
transaksi ini (Sari, 2015)s. Tujuan utama flash sale adalah menjual produk dalam
jumlah besar dengan harga yang relatif rendah (Ostapenko, 2013).
C. Keputusan Belanja online
Menurut Philip Kotler (Kotler & Amstrong, 2018) Keputusan belanja atau
keputusan pembelian yaitu keputusan untuk dapat meneruskan suatu pembelian atau
tidak. Keputusan pembelian adalah titik dimana seseorang dapat mengevaluasi dari
berbagai pilihan alternatif untuk memutuskan apa yang akan dipilihnya. Kotler juga
menyatakan bahwa seorang konsumen dalam menentukan pilihannya dengan
mempertimbangkan berbagai macam tindakan, yaitu seperti pilihan produk, pilihan
penyalur, pilihan merek, pilihan methode pembayaran, pilihan waktu.. Peneliti
menggunakan dimensi tersebut selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh (Dewi
& Kusumawati, 2018; Katrin, Setyorini, & Masharyono, 2017; Sunarto, 2018;
Tousalwa & Pattipeilohy, 2017; Zulaicha & Irawati, 2016). Keputusan belanja online
dipengaruhi oleh promosi (Rossa, 2019). Hasil temuan penulis terdapat dua
kesenjangan dalam penelitian terdahulu, Penelitian yang dilakukan oleh Kurniasih
dan Rizky Ageng pada tahun 2018 menyatakan bahwa pengaruh sales promotion
terhadap keputusan pembelian hasilnya positif, sementara penelitian yang dilakukan
oleh Roza Azizah Primatika dan Sri Rahayu Tri Astuti pada tahun 2018 menyatakan
bahwa pengaruh sales promotion terhadap keputusan pembelian hasilnya negatif.
Berdasarkan hal itu penulis ingin mengkaji peran flash sale didalam memediasi sales
promotion terhadap keputusan belanja online.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kausalitas dengan pendekatan kuantitatif.
Dalam menentukan sampel peneliti menggunakan teknik cluster sampling dengan
menyebarkan kuesioner kepada 223 mahasiswa pengguna shopee di Kota Sukabumi.
Penelitian ini menggunakan teknik analisa sata Path Analysis atau analisis jalur dan
menggunakan bantuan pengolahan data softwaew AMOS 24.
Tabel 1
Hasil uji kesesuaian model
Goodness-of-fit Standar Model Ket.
DF + 155 Diterima
Chi-Square Kecil 163,402 Diterima
Probability >0,05 0,306 Diterima
CMIN/DF <2,00 1,054 Diterima
GFI >0,90 0,926 Diterima
RMSEA <0,05 0,016 Diterima
AGFI >0,90 0,90 Diterima
TLI >0,90 0,948 Diterima
PNFI Besar 0,471 Diterima
PGFI 0-1 0,684 Diterima
Dari hasil uji kesesuaian model, keseluruhan model dinyatakn fit karena
memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh Ghazali (2017). Peneliti
menggunakan model generalized least square (GLS) karena jumlah respondennya
sebanyak 223 mahasiswa
Tabel 2
Construct Reliability and Convergent Validity
Variabel Indikator Loadings Error AVE CR
X2 0,643 0,532
X2 0,64 0,587
X2 0,64 0,547
Flash Sale X2 0,627 0,741 14,516 0,811
X2 0,58 0,555
X2 0,68 0,402
X2 0,737 0,189
X1 0,638 0,168
X1 0,621 0,157
Sales Promotion 17,189 0,942
X1 0,823 0,383
X1 0,752 0,144
Y 0,575 0,673
Y 0,596 0,516
Y 0,571 0,566
Y 0,645 0,616
Keputusan Y 0,722 0,47
34,609 0,871
Belanja Online Y 0,693 0,444
Y 0,703 0,567
Y 0,657 0,807
Y 0,721 0,454
Y 0,575 0,673
Tabel 3
Pengaruh sales promotion dan flash sale terhadap keputusan belanja online
Path Estimate CR Standarized Sig. Ket
Regression
Weight
Flash Sale 1,015 8,681 0,503 *** Signifikan
Sales Promotion
Keputusan Belanja 1,086 0,7111 0,7111 *** Signifikan
Online
Flash Sale
Keputusan Belanja 0,53 0,163 0,163 *** Signifikan
Online
Sales Promotion
Kesimpulan
Gambaran sales promotion dan flash sale merupakan sebagian faktor yang
mempengaruhi keputusan belanja online yang dilakukan oleh pengguna Shopee di Kota
Sukabumi. Penelitian ini menyimpulkan bahwa sales promotion berpengaruh terhadap
flash sale pada pengguna Shopee di Kota Sukabumi secara positif dan signifikan. Serta
flash sale dapat mempengaruhi keputusan belanja online pada pengguna Shopee di kota
Sukabumi. Pengaruh sales promotion terhadap keputusan belanja online dimediasi oleh
flash sale yang memiliki pengaruh positif dan signifikan.
BIBLIOGRAFI
Agrawal, Supriti, & Sareen, S. Abhinav. (2016). Flash Sales – The Game Changer in
Indian E-Commerce Industry. International Journal of Advance Research and
Innovation, 4(1), 192–195.
Buwana, Mohammad Habibi Surya, & Suryawardani, Bethani. (2017). Analisis Promosi
Penjualan Dapur Bebek Bojongsoang Bandung Tahun 2017. Universiats Telkom.
Della, Ruslimah Sari, & Ikhwan, Faisal. (2018). Pengaruhprice Discount, Bonus
Pack,Dan In-Store Display Terhadap Keputusan Impulse Buying Pada Giant
Ekstra Banjar. Universitas Lambung Mangkurat.
Dewi, Indri Kartika, & Kusumawati, Andriani. (2018). Pengaruh Diskon Terhadap
Keputusan Pembelian dan Kepuasaan Pelanggan Bisnis Online (Survei pada
Mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Angkatan
2013/2014 Konsumen Traveloka). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB), 56(1), 1.
Diah, Siti Utami. (2016). Pengaruh Sales Promotion, Website Quality, dan Gren
Marketing Terhadap Minat Beli Konsumen The Body Shop. Universitas Islam
Negri Syarif Hidayatullah Syarif.
Ghazali, Imam. (2017). Model Persamaan Struktural Konsep dan Aplikasi Dengan
Program AMOS 24. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Harahap, Dedy Ansari. (2018). Perilaku Belanja Online Di Indonesia: Studi Kasus.
JRMSI - Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia, 9(2), 193–213.
https://doi.org/10.21009/jrmsi.009.2.02
Katrin, Intan Lina, Setyorini, Diyah, & Masharyono. (2017). Pengaruh Promosi
Terhadap Keputusan Pembelian di Restoran Javana Bistro Bandung.
Kurniasih, Rizky Ageng. (2018). Pengaruh sales promotion Media Instagram Wardah
Beauty House Surabaya Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen. Universitas
Kurniawati, Devi, & Restuti, Sri. (2014). Pengaruh Sales Promotion Dan Store
Atmosphere Terhadap Shopping Emotion Dan Impulse Buying Pada Giant
Pekanbaru. Jurnal Tepak Manajemen Bisnis, VI(3).
Marsya, Elmekka, Asep, Muhamad Ramdan, & Faizal, Mulia. (2019). Daya Tarik
Testimonial di Sosial Media dan Citra Merek terhadap Keputusan Pembelian.
Journal of Economic, Business and Accounting.
Patricia, Felita, & ELsie, Oktivera. (2019). Pengaruh Sales Promotion Shopee Indonesia
Terhadap Impulsive Buying Konsumen Studi Kasus : Impulsive Buying Pada
Mahasiswa STIKS Tarakanita. STIKS Tarakanita.
Philip Kotler, & Amstrong, Gary. (2012). Prinsip-prinsip Pemasaran (13th ed.).
Jakarta: Erlangga.
Pramadita, Indra. (2017). Embedded Graphic Online Service. Syntax Literate; Jurnal
Ilmiah Indonesia, 2(1), 14–20.
Riana, Afriansyah, Asep, Muhamad Ramdan, & Dicky, Jhoansyah. (2019). Analisis
Kelompok Referensi, Keluarga, serta Peran dan Status dalam Membentuk
Keputusan Pembelian Secara Onlinepada Pengguna Lazada di Kota Sukabumi.
Universitas Muhammadiyah Sukabumi.
Rossa, Vania. (2019). Survei : Pesta Belanja Online Bikin Konsumen Indonesia Kian
Konsumtif.
Sekar, Arum Lestari, Wing, Wahyu Winarno, & Rizal, M. Nur. (2017). Analisis Faktor-
Solenski, Vikario. (2017). Influence Of Price Discount And Sales Promotion Onimpulse
Buying Azwa Perfume Pekanbaru. Faculty of Social and Political SciencesRiau
University.
Zulaicha, Santri, & Irawati, Rusda. (2016). Pengaruh Produk dan Harga Terhadap
Keputusan Pembelian Konsumen di Morning Bakery Batam.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan caring perawat terhadap
kepuasan pasien di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Tentara
Wijayakusum. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analitik,
pendekatan cross-sectional bersifat correlational, mencari hubungan antara
variable bebas dan terikat dengan uji chi-square dengan 99 responden di IGD
Rumah Sakit Tentara Wijayakusum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Caring
perawat diruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Tentara Wijayakusuma
sebagian besar pada kategori baik yaitu sebanyak 53 orang (53,5%) dan lainnya
pada kategori buruk sebanyak 46 orang (46,5%). Kepuasan Pasien di Instalasi
Gawat Darurat RST Wijayakusuma sebagian pada kategori tidak puas sebanyak 48
orang (48,5%), merasa puas sebanyak 51 orang (51,5%). Terdapat hubungan
antara caring perawat terhadap kepuasan pasien diruang Instalasi Gawat Darurat
(IGD) Rumah Sakit Tentara Wijayakusuma p value = 0,002.
Pendahuluan
Pelayanan Kesehatan merupakan salah satu hak mendasar masyarakat yang
penyediaannya wajib diselenggarakan oleh pemerintah. Sebagai salah satu bentuk
fasilitas pelayanan kesehatan untuk masyarakat, mutu pelayanan keperawatan sangat
mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan bahkan menjadi salah satu factor
penentu citra institusi pelayanan kesehatan salah satunya dirumah sakit (RI, 2018).
Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit terjadi karena adanya perjanjian antara
Pasien dan Rumah Sakit tentang pelayanan kesehatan. Selain itu pelayanan kesehatan
yang diberikan oleh Rumah Sakit harus senantiasa memperhatikan peraturan
perundangan yang berlaku. Baik perjanjian yang telah dibuat maupun perundangan
yang berlaku wajib ditaati oleh kedua belah pihak. Salah satu hal
yang perlu diperhatikan dalam perjanjian dan peraturan perundang-undangan yaitu
hak serta kewajiban parapihak. Pasien dan Rumah Sakit memiliki hak serta
kewajibannya masing-masing sebagaimana diatur dalam perjanjian yang telah dibuat
serta peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang kesehatan (Lambok &
Asyiafa, 2019).
Hasil studi di negara maju seperti Amerika Serikat (AS), Inggris (UK) dan
Kanada telah menunjukkan pentingnya kepuasan pasien sebagai indikator kualitas inti,
117
Risza Apriani Fauziyah dan Endiyono
khususnya di bidang asuhan keperawatan. Perawat adalah orang-orang garis depan yang
bertemu pasien, menghabiskan jumlah waktu tertinggi dengan dan mengandalkan untuk
pemulihan selama rawat inap mereka. Asuhan keperawatan memainkan peran penting
dalam menentukan kepuasan keseluruhan pasien pengalaman rawat inap (Soliman,
Hanan Mohamed Mohamed & Kassam, 2015).
Caring bertujuan untuk memberikan asuhan fisik dan memperhatikan emosi
sambil meningkatkan rasa aman dan keselamatan pasien. Perawat menunjukkan sikap
ini melalui kejujuran, kepercayaan, dan niat baik. Perilaku caring perawat akan
menolong pasien meningkatkan perubahan positif dalam aspek fisik, psikologis,
spiritual, dan sosial. Seorang perawat harus memiliki kesadaran tentang asuhan
keperawatan dalam memberikan bantuan bagi klien dalam mencapai atau
mempertahankan kesehatan dengan segala pengetahuan, keterampilan dan sikap yang
akan memberikan dorongan positif terhadap pasien dan keluarganya (SUROSO, 2016).
Caring bisa dipelajari oleh semua perawat dan bukan merupakan sifat bawaan.
Perawat memahami caring dalam kategori deskriptif ini sebagai observasi dan tindakan
yang sabar dan penuh perhatian yang menyebabkan kelegaan atau pengentasan gejala
dan kenyamanan yang meningkat. Memahami gejala penyakit pasien dan bahasa tubuh
mereka melalui caring dan penilaian fungsi vital. Mengintegrasikan gejala subyektif
dengan data lainnya (Jarosova, 2016).
Perawat Amerika mendefinisikan asosiasi tentang kepuasan pasien dengan
keperawatan, pendapat pasien tentang perawatan diterima perawat selama rawat inap,
untuk penelitian. Kepuasan pasien dengan asuhan keperawatan memiliki komponen:
harapan, fisik rumah sakit, lingkungan, komunikasi dan informasi, partisipasi dan
keterlibatan, hubungan interpersonal, dan kompetensi (Sharew, Bizuneh, Assefa, &
Habtewold, 2018).
Rendahnya angka kepuasan pasien akan berdampak terhadap perkembangan
rumah sakit. Pada pasien yang merasa tidak puas terhadap layanan kesehatan yang
diterima, maka pasien memutuskan akan pindah ke rumah sakit lain yang dapat
memberikan pelayanan yang lebih baik (Sitzman et al., 2019).
Menilai kepuasan pasien dengan asuhan keperawatan adalah penting dalam
mengevaluasi apakah kebutuhan pasien memenuhi dan kemudian memfasilitasi dalam
perencanaan serta menerapkan intervensi keperawatan yang tepat untuk pasien. Faktor-
faktor penentu berkontribusi paling besar terhadap kepuasan pasien dapat membantu
perawat dalam meningkatkan kualitas asuhan keperawatan. Oleh karena itu, kepuasan
pasien dengan perawatan adalah faktor penentu kualitas perawatan khususnya dalam
pengaturan fasilitas klinis / kesehatan (Soliman, Hanan Mohamed Mohamed & Kassam,
2015).
Berdasarkan data survei indeks kepuasan pasien Di RST Wijayaksuma dengan
sasaran instalasi gawat darurat menggunakan indeks kepuasan masyarakat data yang
peneliti dapatkan di Ruang Instalasi Gawat Darurat RST Wijayakusuma pada 30 orang
diperoleh hasil bahwa 25 orang mengatakan puas 5 kurang puas atas pelayanan perawat
dengan kritik terkadang perawat tidak memperkenalkan diri terlebih dahulu, kurang
ramah, kurang berempati dan kurang care pada saat melakukan tindakan keperawatan.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang “Hubungan Caring Perawat terhadap Kepuasan Pasien di Ruang Instalasi
Gawat Darurat (IGD) RST Wijayakusuma”.
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif, penelitian ini menggunakan metode
deskriptif analitik, pendekatan cross-sectional bersifat correlational. mencari hubungan
antara variable bebas dan terikat melalui pendekatan cross-sectional dimana dalam
system ini variable-variabelnya diukur dalam waktu yang bersamaan. Merekrut
sejumlah 99 pasien dan 12 perawat dari ruang Instalasi Gawat Darurat RST
Wijayakusuma. Dengan kriteria inklusi Perawat IGD 1)Pasien di Instalasi Gawat
Darurat RST Wijayakusuma 2) Pasien dapat membaca dan menulis 3) Pasien sudah bisa
memutuskan 4) Glasgow Coma Scale (GCS) 14–15. 5) Bersedia menjadi responden
6)Pasien belum dipindah diruang perawatan (rawat inap) atau pulang. Dengan kriteria
ekslusi 1) Pasien yang sedang merintih kesakitan atau mengalami gangguan pernafasan
2) Pasien maternitas 3) Pasien kategori triage merah. Lokasi penelitian dilaksanakan
diruang Instalasi Gawat RST Wijayakusuma, waktu penelitian pada Desember 2019.
Tabel 5
Analisis hubungan caring perawat terhadap kepuasan pasien di IGD RST
Wijayakusuma.
Kepuasan Pasien
Caring Ρ
Tidak Puas Puas Total RP(95%CI)
Perawat value
N % n % n %
34,80 4 100
Buruk 30 65,20% 16
% 6 % 3,646 (1,587
0,002
5 100 – 8,373)
Baik 18 34% 35 66%
3 %
51,50 9 100
Total 48 48,50% 51
% 9 %
Kesimpulan
Data demografi karakteristk responden disebutkan bahwa pada jenis kelamin
didominasi oleh perempuan sebanyak 57 orang (57,6%) dengan umur rentang 17- 25
tahun sebanyak 45 orang (45,5%) status menikah (56,6%), pendidikan terakhir SMA
sebanyak 42 orang (42,4%) pekerjaan lainnya (pelajar) sebanyak 38 orang (38,4%).
Caring perawat diruang IGD RST Wijayakusuma sebagian besar pada kategori baik
yaitu sebanyak 53 orang (53,5%) dan lainnya pada kategori buruk sebanyak 46 orang
(46,5%). Kepuasan Pasien di IGD RST Wijayakusuma pada kategori tidak puas
sebanyak 48 orang (48,5%), merasa puas sebanyak 51 orang (51,5%). Ada hubungan
caring perawat terhadap kepuasan pasien Instalasi Gawat Darurat RST Wijayakusuma
(p value = 0,002).
BIBLIOGRAFI
Ginting, Suriani. (2016). Hubungan Perilaku Caring Perawat Terhadap Kepuasan Pasien
Di Ruangan Penyakit Dalam Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2016.
Jurnal Ilmiah Pannmed (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwivery,
Environment, Dentist), 11(1), 51–55.
Kalsum, Umi. (2016). Hubungan Perilaku Caring Perawat dengan Kepuasan Pasien di
Ruang Perawatan Teratai Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati tahun 2016.
Lambok, Betty Dina, & Asyiafa, Agina Putri. (2019). Pertanggungjawaban Hukum
Tenaga Medis Dalam Tindakan Pemasangan Alat Pernapasan Lewat Mulut
(Ventilator) Pada Pasien di Rumah Sakit. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia,
4(12), 74–86.
Mubita, Womba Musumadi, Richardson, Cliff, & Briggs, Michelle. (2020). Patient
satisfaction with pain relief following major abdominal surgery is influenced by
good communication, pain relief and empathic caring: a qualitative interview
study. British Journal of Pain, 14(1), 14–22.
Rahayu, Sri. (2018). Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Perilaku Caring Perawat
di Rumah Sakit. Faletehan Health Journal, 5(2), 77–83.
Rangkuti, Anna Armeini, & Psi, S. (2017). Statistika Inferensial untuk Psikologi dan
Pendidikan. Kencana.
Shirley Teng, K. Y., & Norazliah, S. (n.d.). Surgical Patients’ Satisfaction of Nursing
Care at the Orthopedic Wards in Hospital Universiti Sains Malaysia (HUSM).
Sitzman, Kathleen, PhD, R. N., CNE, ANEF, Watson, Jean, PhD, R. N., & AHN-BC,
FAAN. (2019). Assessing and Measuring Caring in Nursing and Health Sciences.
Springer Publishing Company.
Soliman, Hanan Mohamed Mohamed & Kassam, Awatef Hassan. (2015). Correlation
between Patients’ Satisfaction and Nurses’ Caring Behaviors. Retrieved from
https://www.researchgate.net/publication/281038352_Correlation_Between_Nurse
s’_Caring_Behaviors_and_Patients’_Satisfaction
Weyant, Ruth A., Clukey, Lory, Roberts, Melanie, & Henderson, Ann. (2017). Show
your stuff and watch your tone: Nurses’ caring behaviors. American Journal of
Critical Care, 26(2), 111–117.
Santosa
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM), Jawa Tengah
Email: sekarlangits@yahoo.co.id
Abstrak
Coronavirus Disease (COVID-19) merupakan jenis virus baru yang belum pernah
ditelaah sebelumnya. Dalam Penelitian sebelumnya, SARS ditularkan dari kucing
luwak (civet cats) pada manusia serta MERS melalui unta ke manusia. Penularan
manusia ke manusia sangat terbatas. Penghambatan serta penanggulangan
COVID-19 perlu dijadikan prioritas yang teresensial dalam setiap peraturan
pemerintahan. Lembaga pelayanan kesehatan di semua tingkatan/level diharapkan
mematuhi indikator pemerintah pusat dan daerah setempat serta wajib menguatkan
asas kinerja penghambatan serta penanggulangan epidemi local serta membentuk
kelompok yang ahli dibidang penghambatan serta penanggulangan COVID-19
dengan melibatkan pemangku kepentingan terkait. Pusat Kesehatan Masyarakat
(Puskesmas) merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan yang penting bagi
penduduk di Indonesia. Puskesmas merupakan fasyankes yang berada di daerah
tingkat pertama yang senagian besar masyarakat memanfaatkan pelayanan
tersebut,. Metode penelitian menggunakan deskriptif eksploratif dengan desain
penelitian cross sectional study melalui kuesioner yang dibagikan menggunakan
google form dengan link http://bit.ly/KuesSantFKTP yang di sebarkan melalui
Whatsapp dan Facebook ke seluruh Puskesmas sebagai Fasyankes Tingkat
Pertama. Penelitian ini menggunakan total sampel responden yang telah mengisi
kuesioner yang dibagikan menggunakan google form sejumlah 216 responden.
Kesimpulan rata rata SDM Puskesmas sudah disiapkan oleh Puskesmas dimana
Prosentase diatas 84,3%. sedangkan SDM yang belum disiapkan di Puskesmas
dalam Menghadapi Pandemi COVID-19 ini Prosentasenya 15%. Puskesmas
sebagai Fasyankes tingkat pertama masih ada yang belum siap dalam hal sarana
pelayanan kesehatan yang meliputi ruang isolasi yang belum tersedia guna
melakukan tatalaksana, kebutuhan alat-alat kesehatan, dan sebagainya dalam
menghadapi Pandemi COVID-19 dengan prosentase mencapai 65,3% atau
sejumlah 141 Puskemas dari 216 Puskesmas yang disurvey.
Pendahuluan
Coronavirus (CoV) merupakan keluarga besar virus yang mengakibatkan
penyakit dengan ditandai dari gejala ringan hingga gejala yang berat. Ada dua tipe
coronavirus yang dikenal mampu sebabkan penyakit yang memicu gejala berat seperti
halnya Middle East Respiratory Syndrome (MERS) serta Severe Acute Respiratory
128
Kesiapsiagaan Wilayah pada Puskesmas sebagai Fasyankes Tingkat Pertama dalam
Menghadapi Pandemi Covid-19
Metode Penelitian
Metode yang digunakan yaitu deskriptif eksploratif dengan desain penelitian
cross sectional study melalui kuesioner yang dibagikan menggunakan google form
dengan link http://bit.ly/KuesSantFKTP yang di sebarkan melalui Whatsapp dan
Facebook ke seluruh Puskesmas sebagai Fasyankes Tingkat Pertama selama satu
minggu. Metode pengambilan sampel adalah probability sampling. Populasi dalam
penelitian ini adalah semua Puskesmas sebagai Fasyankes Tingkat Pertama yang dapat
mengakses google form. Sampel dalam penelitian ini yaitu total sampel responden yang
telah mengisi kuesioner yang dibagikan menggunakan google form sejumlah 216
responden
Tabel 2
Distribusi Frekuensi berdasar Karakteristik Wilayah Puskesamas dengan n
(216)
Karakteristik Wilayah
Frekuensi (n) Prosentase
Puskesmas
Puskesmas Pedesaan 138 63,9%
Puskesmas Perkotaan 75 34,7%
Puskesmas Daerah
Terpencil atau Sangat 3 1,4%
Terpencil
Total 216 100%
Tabel 3
Distribusi Frekuensi berdasar Status Akreditasi Puskesamas dengan n (216)
Status Akreditasi
Frekuensi (n) Prosentase
Puskesmas
Belum Terakreditasi 4 1,9%
Sudah Terakreditasi 212 98,1%
Total 85 100%
Sumber: Data 2020
Tabel 5
Sebaran Jawaban Berdasar Kesiapsiagaan Wilayah Puskesmas sebagai
Fasyankes Tingkat Pertama dalam Menghadapi Pandemi COVID-19
berdasar Indikator Sarana Prasarana
A Kesiapasiagaan SDM
1 Membentuk atau mengaktifkan
198 91,7% 18 8,3%
TGC di Provinsi dan Kab/Kota.
2 Meningkatkan kapabilitas SDM
dalam kesiagaan menangani
COVID-19 dengan melakukan 182 84,3% 34 15,7%
sosialisasi, table top exercises
/drilling serta simulasi COVID-19
3 Meningkatkan jaringan kinerja
surveilans dengan lintas program 211 97,7% 5 2,3%
serta sektor terkait
permintaan yang sangat besar baik untuk konsumsi APD bagi tenaga medis dan
kesehatan di Puskesmas seperti Masker Bedah, Baju Hazmat, Masker N95 dan alat
kesehatan lainnya. Pemenuhan kebutuhan yang membutuhkan waktu inilah yang
menyebabkan kebutuhan APD mengalami kekurangan di Fasyankes sehinga
Pemerintah Daerah selaku pengendali Gugus Tugas COVID-19 di daerah harus
berupaya pengadaan segera guna memenuhi APD di Fasyankes dalam penangan
wabah COVID-19 tersebut, karena APD merupakan bagian terpenting dalam
mencegah proses penularan dari pasien ke petugas kesehatan ataupun petugas
Puskesmas yang melayani pelayanan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya.
Kesimpulan
Kesiapsiagaan Wilayah Puskesmas sebagai Fasyankes Tingkat Pertama dalam
Menghadapi Pendemi COVID-19 berdasarkan Indikator Sumber Daya Manusia (SDM)
didapatkan rata rata SDM Puskesmas sudah disiapkan oleh Puskesmas dimana
Prosentase diatas 84,3%. Sedangkan SDM yang belum disiapkan di Puskesmas dalam
Menghadapi Pandemi COVID-19 ini Prosentasenya 15%.
Kesiapsiagaan Wilayah Puskesmas sebagai Fasyankes Tingkat Pertama dalam
Menghadapi Pendemi COVID-19 berdasarkan Indikator Sarana Prasarana didapatkan
rata rata sarana prasarananya sudah disiapkan oleh Puskesmas dimana Prosentase diatas
87% , namun demikian ternyata Puskesmas sebagai Fasyankes tingkat pertama masih
ada yang belum siap dalam hal kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan diantaranya
mencakup tersedianya ruang isolasi untuk melakukan tatalaksana, alat-alat kesehatan
dan sebagainya dalam menghadapi Pandemi COVID-19 dengan prosentase mencapai
65,3% atau sejumlah 141 Puskemas dari 216 Puskesmas yang disurvey.
Kesiapan logistik penunjang pelayanan kesehatan yang diperlukan antara lain
obat-obat suportif (lifesaving), alat-alat kesehatan, APD serta melengkapi logistik
lainnya dipuskesmas dirasa masih belum disiapkan dalam menghadapi Pandemi
COVID-19 ini dengan Prosentase 28% atau sejumlah 16 Puskesmas dari 216 Puskesmas
yang disurvey.
BIBLIOGRAFI
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat. (n.d.).
RI, Kementrian Kesehatan. (2016). Data Dasar Puskesmas, Kondisi Desember 2015.
Jakarta.
Sari Hijayanti
Akademi Fisioterapi, RS. Dustira Cimahi
Email: sari.fishijayanti@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini menerapkan desaign pretest posttest control group pada dua
kelompok yang mempelajari efek pemberian latihan dengan beban dan latihan
tanpa beban terhadap pengurangan nyeri lutut pada kasus patello femorale pain
syndroma. Dalam penelitian sampel dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok
perlakuan I yang terdiri dari 10 orang diberikan intervensi latihan dengan beban
dan kelompok perlakuan II terdiri dari 10 orang diberikan intervensi latihan tanpa
beban. Untuk mengetahui adanya penurunan nyeri lutut akibat patello femorale
pain syndroma dilakukan 6 kali intervensi. Tehnik pengambilan sampel dilakukan
berdasarkan purposive sampling. Pengolahan data dan analisa data menggunakan
jaringan lunak komputer untuk mengetahui kemaknaan perlakuan. Adapun hasil uji
hipotesis I pada kelompok perlakuan I sebelum dan sesudah intervensi dengan
menggunakan Paired Sample t- Test didapatkan nilai p = 0,000 (p < 0,05) yang
berarti bahwa ada efek pemberian latihan beban terhadap pengurangan nyeri lutut
akibat pattelo femorale pain syndrome. Adapun hasil uji hipotesis II pada
kelompok perlakuan II sebelum dan sesudah intervensi dengan menggunakan
Paired Sample t-test didapatkan nilai p = 0.000 (p<0,05) yang berarti bahwa ada
efek pemberian latihan tanpa beban terhadap pengurangan nyeri lutut akibat
pattelo femorale pain syndrome. Sedangkan pada uji hipotesis III kelompok
perlakuan I sesudah intervensi dan kelompok perlakuan II sesudah intervensi
dengan menggunakan Independent Sample t-test didapatkan nilai p = 0,002 (p <
0,05) yang berarti bahwa Ada perbedaan efek pemberian latihan dengan beban
dan tanpa beban terhadap pengurangan nyeri lutut akibat pattelo femorale pain
syndrome.
Pendahuluan
Republik Indonesia adalah salah satu dari sekian negara yang memiliki wilayah
lautan yang lebih luas dari daratan. Secara teritoris, wilayah lautan Indonesia mencakup
2/3 dari total luas wilayahnya (Simarmata, 2017). Negara Indonesia merupakan Negara
kepulauan yang luas mulai dari Sabang sampai Merauke dan keadaan medannya yang
terdiri dari hutan, gunung, sungai, rawa, lembah tebing dan pulau-pulau yang
merupakan hambatan dan rintangan bagi setiap prajurit TNI AD dalam melaksanakan
tugas untuk mendukung tugas tersebut, setiap prajurit TNI AD dituntut memiliki
139
Sari Hijayanti
kemampuan fisik yang prima. Pembinaan jasmani bagi seorang prajurit dalam
pelaksanaan tugasnya baik tugas pendidikan latihan maupun tugas operasi, prajurit
dituntut adanya kondisi fisik jasmani yang optimal, agar dapat melaksanakan taktik dan
teknis yang harus dikuasai dengan baik. Disadari bahwa setiap taktik yang harus
dilaksanakan secara baik dan disempurnakan didukung oleh kemampuan jasmani yang
tinggi sehingga dapat melaksanakan tugas pokoknya. Berkaitan pembinaan jasmani oleh
sebagian Prajurit TNI sebagai kendala, hal ini dapat di lihat pada saat latihan jasmani
atau tes kesemaptaan jasmani sebagai suatu paksaan sehingga apabila tidak
memperhatikan ketentuan-ketentuan atau aturan mainnya bisa berakibat kecelakaan, dan
hal tersebut kerap sering terjadi di lembaga-lembaga pendidikan militer yang memang
dituntut untuk melakukan pembinaan fisik secara maksimal.
Di dalam sistem rekruitmen Prajurit TNI AD, Jasmani militer TNI AD berperan
dalam mendukung penyediaan tenaga melalui kegiatan pemeriksaan atau seleksi bidang
jasmani untuk mendapatkan calon prajurit yang memenuhi persyaratan kemampuan
jasmani, meliputi postur tubuh, kesegaran dan ketangkasan. Persyaratan tersebut
diperlukan untuk mengetahui kemampuan awal jasmani calon prajurit serta
kemungkinan pengembangan mencapai standard kemampuan jasmani militer yang
diperlukan oleh prajurit
Bagi para calon prajurit yang sudah diterima secara resmi oleh Negara untuk di
jadikan prajurit TNI AD baik golongan Tamtama, Bintara dan Perwira maka perlu
pembentukan kesamaptaan jasmani yang perlu di berikan terhadap calon-calon prajurit
TNI AD baik pria maupun wanita pada saat mengikuti pendidikan pertama kali di
militer yang diarahkan untuk mewujudkan kesamaptaan jasmani seorang prajurit TNI
AD.
Ketentuan pokok penyelenggaraan jasmani militer pada dasarnya yaitu
dilaksanaka secara bertahap, bertingkat dan berlanjut untuk mewujudkan kesemaptaan
jasmani prajurit yang meliputi postur tubuh, kesegaran dan ketangkasan jasmani sesuai
norma atau standard yang ditentukan. Penyelenggaraan jasmani militer dilaksanakan
secara rutin dan terus menerus yang diberikan kepada prajurit sejak mengikuti
pendidikan pertama, selama melaksanakan dinas aktif sampai berakhir masa dinas.
Berbagai macam jenis kegiatan yang wajib dilakukan sehari-hari secara
bertahap, bertingkat dan berlanjut dan dilaksanakan secara rutin dan terus menerus yang
diberikan kepada prajurit sejak mengikuti pendidikan pertama adalah lari dengan
perlengkapannya dengan berbagai kondisi geografis di lapangan. Macam bentuk
latihan dan beban yang digunakan tersebut bertujuan untuk pembentukan postur tubuh,
kesegaran jasmani dan ketangkasan agar menciptakan gerakan yang cepat, tepat,
tangkas dan trengginas dengan tehnik gerakan yang benar.
Dengan demikian untuk melakukan kegiatan latihan militer tersebut
membutuhkan kekuatan otot-otot tungkai yang sempurna dan ini tidaklah mudah bagi
seorang calon prajurit yang baru pertama kali melakukan latihan tersebut dan butuh
penyesuaian. Untuk itu diperlukan persiapan-persiapan yang baik untuk mendapatkan
hasil yang baik .
Metode Penelitian
Penelitian ini di susun dengan desaign pre test post test control group pada dua
kelompok. Untuk mempelajari efek pemberian latihan dengan beban dan latihan tanpa
beban terhadap pengurangan nyeri lutut pada kasus patellofemorale pain syndroma.
Pada penelitian ini subyek penelitian berjumlah 20 orang yang terbagi dalam dua
kelompok. Kelompok pertama berjumlah 10 orang diberikan latihan dengan beban.
Sedangkan kelompok kedua juga berjumlah 10 orang yang diberikan latihan tanpa
beban. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat efek pemberian latihan pada
masing-masing kelompok. Kelompok perlakuan I dibe rikan latihan dengan beban dan
kelompok perlakuan II dibe rikan latihan tanpa beban, terhadap pengurangan nyeri lutut
pada kasus patellofemorale pain syndrome intensitas nyeri pengukuran Visual Analogue
Scale. Hasil pengukuran intensitas nyeri tersebut kemudian dianalisa dan dibandingkan
antara kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II.
Kelompok perlakuan I
Pada kelompok perlakuan I ini obyek penelitian di berikan latihan dengan beban
sebelum perlakuan dilakukan pengukuran nyeri lutut pada patellofemorale pain
syndroma dengan menggunakan Visual Analogue Scale untuk mengetahui tingkat nyeri
lutut pada patellofemorale pain syndroma. Tes provokasi nyeri yang dilakukan kita
meminta kepada obyek penelitian untuk, sambil berdiri pada salah satu kaki, pelan-
pelan menekuk lututnya. Sementara itu kita memberikan tekanan pada patella memakai
telapak tangan kita (fisioterapist). Biasanya terasa kalau ada krepitasi dan obyek
penelitian akan menunjukan rasa sakit seperti biasa yang dialaminya sehari-hari,
kemudian obyek penelitian diminta untuk memberikan tanda rasa nyeri pada formulir
yang berisi instrumen Visual Analogue Scale. setelah pengukuran selesai, kelompok
perlakuan dilanjutkan dengan pemberian latihan dengan beban. Selanjutnya obyek
penelitian diminta untuk melakukan 3 kali seminggu selama 2 minggu.
Latihan Dengan
Beban
Nyei Lutut depan akibat Pengurangan Nyeri Lutut
PFPS Sebelum Intervensi depan akibat PFPS
Sesudah Intervensi
Latihan Tanpa Beban
Skema 1
Model Kelompok Perlakuan I
pelacakan mal – patella, selain itu nyeri ini dapat terjadi setelah cedera lutut, jika otot –
otot paha depan (terutama VMO) menjadi terhambat atau sangat lemah.
Dengan berbagai penyebab tersebut diatas, pada patofisiologi Sindrom nyeri
patellofemoral adalah penyebab umum nyeri disekitar patella, yang kadang-kadang
disebut sebagai ‘Nyeri Lutut Anterior’. Ketika lutut diluruskan, meluncur lutut di alur
khusus pada tulang paha disebut ‘alur patellofemorale’, dikendalikan oleh quadriceps
(paha) otot. Namun, untuk beberapa alasan mungkin menyimpang dari jalan ini
(biasanya menjelang luar lutut). Ini disebut Maltracking patellofemorale dan
menghasilkan tekanan abnormal pada permukaan bawah patella yang dapat
menyebabkan nyeri lutut.
Dengan maltracking patellofemorale, tekanan abnormal diletakan pada
permukaan bawah dari tutup lutut yang dapat menyebabkan sakit. Jika diperbolehkan
untuk kemajuan, ini menekankan dapat menyebabkan kerusakan pada kartilago articular
pada lutu (suatu kondisi yang disebut Chondromalacia patella) dan tulang paha.
Dalam penelitian ini sampel dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok
perlakuan I untuk menurunkan nyeri lutut akibat patello femorale pain syndrome
dengan memberikan intervensi latihan beban dan kelompok perlakuan II untuk
menurunkan nyeri lutut akibat patello femorale pain syndrome dengan memberikan
intervensi latihan tanpa beban.
Dari hasil penelitian tersebut akan menjawab hipotesis pada bab sebelimnya
yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Hasil Uji Hipotesis I
Hipotesis I: ada penurunan nyeri lutut akibat patello femorale pain syndrome
dengan intervensi latihan beban.
Untuk menguji Hipotesis I ini digunakan uji t-test related, menunjukan adanya
penurunan nyeri lutut pada kelompok perlakuan I sebelum dan sesudah
intervensi,dimana sebelum intervensi didapat nilai Mean sebesar 5,40 dan SD 1,075
dan pada akhir intervensi didapat nilai Mean 2,20 dan SD 1,033 dengan demikian
didapat nilai selisih sebesar 3,20 dan SD 0,632, dengan nilai p = 0,000 ( p<0,05 )
yang berarti ada pengaruh pemberian latihan beban terhadap penururnan nyeri lutut
akibat patello femorale pain syndrome.
Penurunan nyeri lutut diakibatkan patello femorale pain syndrome tersebut
dikarenakan bertujuan agar m.quadriceps kuat sehingga hal ini dapat mengurangi
nyeri pada lutut depan. Bila m. quadriceps kekuatannya stabil kembali maka akan
mengurangi gesekan yang berlebihan pada sudut tarik m.quadriceps terhadap patella.
Bentuk latihan yang diberikan dengan gerakan pada kontraksi eksentrik terjadi ketika
aktivitas kontraktil melawan peregangan yang dilihat ketika otot quadriceps
menurunkan beban. Selama gerakan ini otot memanjang tetapi tetap berkontraksi
melawan peregangan, ketegangan ini terjadi karena otot quadriceps menahan beban
berat tungkai. Sehingga selama berkontraksi eksentrik kekuatan otot yang dihasilkan
dari otot lebih tinggi.
terbaca nilai selisih antara sebelum dan sesudah perlakuan ke dua kelompok tersebut,
dimana terdpat nilai selisih sesudah intrvensi kelompok perlakuan I dengan Mean
sebesar 3,20 dengan SD sebesar 0,623, nilai Mean sesudah intervensi pada kelompok
pelakuan II sebesar 2,10 dengan SD 0,738. Dari uji hipotesis III dengan
menggunakan Independent Sample t-test didapatkan nilai p=0,002 (p≤0,05 yang
berarti bahwa perbedaan pengaruh pemberian latihan dengan beban dan tanpa beban
terhadap penurunan nyeri lutut akibat patella femorale pain syndrome.
Hal tersebut didukung dengan teori yang menyatakan bahwa latihan beban
latihan rantai tertutup lebih baik karena meniru aktivitas hidup sehari-hari, yang
berarti mereka meningkatkan “fungsional” kebugaran kita. Para untuk atlit juga
membutuhkan beberapa gerakan sendi dan otot terjadi sekaligus. Sangat sedikit
dalam kehidupan nyata atau dalam atletik mengisolasikan hanya satu gerak sendi dan
satu kontraksi otot saja seperti pada latihan rantai terbuka.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan uraian pembahasan, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Ada efek pemberian latihan beban terhadap pengurangan nyeri lutut akibat patella
femorale pain syndrome pada CAPA TNI AD di SECAPA Lembang.
2. Ada efek pemberian latihan tanpa beban terhadap pengurangan nyeri lutut akibat
patella femorale pain syndrome pada SECAPA TNI AD di SECAPA Lembang.
3. Ada pemberian efek pemberian latihan dengan beban dan tanpa beban terhadap
pengurangan nyeri lutut akibat patella femorale pain syndrome pada CAPA TNI AD
di SECAPA Lembang.
BIBLIOGRAFI
DuniaFitnes.com on Oct 14, 2011 Bagaimana Menurunkan Berat Badan Jika Anda
Mengalami Nyeri Lutut
Elninosky, 2011, Latihan Stabilisasi (open chain stabilization dan close chain
stabilization exercise) file://C:/Users/1/Downloads/latihan-stabilisasi-open-
chain.html
http://www.physioroom.com/injuries/knee/patellofemoral_maltracking_full.php,diambil
tanggal 16 Desember 2011
Ikatan Fisioterapi Indonesia, Pengantar Ilmu Bedah (Volume 09 No.2 Oktober 2009)
Journal of orthopaedic & sports phisycal therapy, │april 2007 │volume 37│number
4│160
Kurniawan Hadi Sp.RM, Latihan Penguatan Otot Kuadriseps pada pasien Osteoartritis
lutut, seri majalah kasih senin 21 Agustus 2011 edisi 9,
http://MajalahKasih.pantiwilasa.com di ambil 3-11-2011
Richard S Snell, Clinical Anatomy For Medical Student, (USA: Lippicott Williams &
Wilkin, 2006)
Simarmata, Parihutantua. (2017). Hukum Zona Ekonomi Eksklusif dan Hak Indonesia
Menurut Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1983. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah
Indonesia, 2(2), 108–123.
S Snell Richard, Clinical Anatomy For Medical Student, (USA: Lippicott Williams &
Wilkin, 2006)
Yantika Delyuzir Nindi & Indra Lesmana Syahmirza, Perbedaan pengaruh pemberian
MWD, US, latihan eksentrik quadriceps dengan MWD, US, latihan statistic
isometric quadriceps terhadap peningkatan kekuatan otot quadriceps pada
tendinitis patelaris, (Jurnal Fisioterapi Vol 9 no 2, Oktober 2009)
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur berapa besar pengaruh Efektivitas
Iklan dan Kepercayaan merek terhadap Kinerja Merek. Variabel pada penelitian
adalah Efektivitas Iklan (X1), Kepercayaan Merek (X2) dan Kinerja Merek (Y).
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan metode
kuantitatif dengan pendekatan assosiatif dengan melakukan penyebaran kuesioner
kepada 131 responden wanita yang berusia 14 – 25 tahun. Teknik analisis data
yang digunakan yaitu regresi linear berganda dilihat dari nilai Adjusted R Square
sebesar 0,693 diarti bahwa pengaruh Efektivitas Iklan dan Kepercayaan Merek
terhadap Kinerja Merek sebesar 69,3% sisanya 30,7% adalah dipengaruhi oleh
faktor lain yang tidak ada dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil uji koefiesien
kolerasi dilihat dari nilai R menunjukan hasil sebesar 0,835 yang berarti adanya
hubungan Efektivitas Iklan dan Kepercayaan Merek terhadap Kinerja Merek. Dari
variabel Efektivitas Iklan dan Kepercayaan Merek seluruhnya berpengaruh positif
terhadap Kinerja Merek.
Pendahuluan
Proses kewirausahaan menuntut kemauan untuk mengambil resiko dengan
penuh perhitungan sehingga dapat mengatasi rintangan untuk mencapai kesuksesan
yang diharapkan (Zaelani, 2017). Bisnis kosmetik masih sangat diminati mengingat
jumlah pasar di Indonesia yang menggiurkan seperti pada penjualan pasar kosmetik
Indonesia merupakan satu yang terdepan dengan pertumbuhan tahunan diharapkan
mengalami kenaikan sebesar 7% hingga tahun 2023 (Cekindo.com, 2019). Namun
berbeda dengan perkiraan kenaikan kosmetik di Indonesia saat ini produk kosmetik
lokal mengalami penurunan yang signifikan yaitu 15% setiap tahunnya dikarenakan
untuk bersaing dengan produk import di pasar dalam negeri perusahaan brand lokal
harus memikirkan bagaimana produknya bisa murah sehingga produk luar tidak masuk.
Selain berkurangnya daya beli saat ini banyak kosmetik ilegal yang di pasarkan
sehingga pasar nasional mengalami penurunan penjuaan (Sopyan, 2017).
Produk kosmetik harus memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan
primer bagi konsumen yang seringkali menjadi identitas dirinya secara sosial dimata
masyarakat, bahkan dalam persaingan bisnis kosmetik harus mampu memenuhi
kebutuhan konsumen (Gunawan dan Susanti, 2015). Salah satu upaya yang harus
148
Kekuatan Efektivitas Iklan dan Kepercayaan Merek dalam Membentuk Kinerja Merek
dilakukan produk kosmetik lokal adalah dengan membentuk identitas produk melalui
persaingan merek, karena semakin baik tingkat kinerja merek maka akan semakin yakin
konsumen untuk menggunakan produk yang dihasilkan maka perusahaan akan mampu
bersaing dengan produk serupa yang dihasilkan oleh perusahaan lain (Dwi, Pangestuti,
Deasyana, & Devita, 2018).
Efektivitas iklan sangat penting bagi perusahaan untuk mempromosikan produk
karena jika iklan yang ditampilkan di kemas dengan menarik dimanfaatkan secara
efektif untuk membangun citra jangka panjang sehingga mampu menarik minat
konsumen untuk membeli produk yang ditawarkan maka perusahaan akan mampu terus
bersaing dengan perusahaan lain (Prasetya, 2016).
Perusahaan harus dapat membangun kepercayaan merek yang mempengaruhi
terhadap kesediaan konsumen untuk mempercayai suatu produk yang dihasilkan
perusahaan dengan segala resikonya karena harapan dibenak konsumen bahwa merek
tersebut akan memberikan hasil yang positif sehingga akan menimbulkan kesetiaan
terhadap suatu merek (Sari & Widowati, 2014).
Untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan suatu produk dengan
menggunakan harga dirasa kurang tepat sehingga konsumen diduga kurang tertarik
menggunakan kosmetik lokal, maka hal ini berpengaruh terhadap kinerja merek suatu
produk (M.Shariq B.khan & A.Rizvi, 2016).
Pada penelitian ini yang dijadikan variabel yaitu efektivitas iklan, kepercayaan
merek, dan kinerja merek berdasarkan latar belakang masalah diatas peneliti tertari
menggambil judul “Kekuatan Efektivitas Iklan dan Kepercayaan Merek dalam
membentuk Kinerja Merek pada Kosmetik Lokal”.
Efektivitas iklan adalah salah satu cara yang digunakan perusahaan untuk
menginformasikan produk atau jasa menggunakan media iklan yang mampu menarik
perhatian, pemahaman dan dimengerti dalam benak konsumen agar dapat dicerna dari
sudut pandang yang benar (Gunawan, 2015; Wijaya & Dharmayanti, 2014; Yuwono,
2010).
Dimensi efektivitas iklan yaitu: 1) empaty atau memahami isi iklan dengan sudut
pandang yang benar (Hasanah, Nugroho, & Nugroho, 2016). 2) persuasi (persuation)
atau kepercayaan konsumen mengenai iklan yang ditampilkan (Hasanah et al., 2016). 3)
dampak (impact) atau iklan yang ditampilkan memberikan informasi yang baik terhadap
produk (Hasanah et al., 2016). 4) komunikasi (communication) atau pemahaman
konsumen mengenai kesan iklan yang disampaikan (Hasanah et al., 2016). 5) audience
attentiveness and responsiveness to advertising atau perhatian dan respon terhadap iklan
(Tommy, 2016).
H1 = Ada pengaruh Efektivitas Iklan terhadap Kinerja Merek.
Kepercayaan merek merupakan kemampuan suatu merek yang dibangun oleh
konsumen atau pelanggan untuk mempercayai merek tersebut dengan resiko yang akan
di hadapi dalam mempercayai pihak lain (Ahmed, Rizwan, Ahmad, & Haq, 2014;
Ballester & E.Delgado, 2014; Putra, 2017).
X1
H1
Y
X2 H2
Metode Penelitian
Pada penelitian ini dilakukan pada pengguna kosmetik Kmina Kota Sukabumi
yang di khususkan bagi wanita berusia 14 – 25 tahun. Metode yang digunakan
Assosiatif dengan menggunakan Sofware IBM SPSS 23. Populasi yang digunakan
dalam peneitian ini yaitu wanita berusia 14 – 25 tahun, dengan menggunakan Cluster
Tabel 1
Hasil Uji F
ANOVAa
Sum of Mean
Model Squares Df Square F Sig.
1 Regression 1632,104 2 816,052 147,684 ,000b
Residual 707,285 128 5,526
Total 2339,389 130
a. Dependent Variable: Kinerja Merek(Y)
b. Predictors: (Constant), Efektivitas Iklan(X1), Kepercayaan Merek(X2)
Hasil Uji F pada penelitian ini adalah Fhitung 147,684 > Ftabel 3,09 dapat
disimpulkan bahwa hipotesis ini dapat diterima dan dinyatakan layak untuk
menjelaskan variabel dependen yang dianalisis karena Fhitung > Ftabel.
Tabel 2
Hasil koefisien determinasi
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
a
1 ,835 ,698 ,693 2,35067
a. Predictors: (Constant), Efektivitas Iklan(X1), Kepercayaan Merek(X2)
Hasil R menunjukan hasil sebesar 0,835 yang berarti adanya hubungan antara
Efektivitas Iklan dan Kepercayaan merek terhadap Kinerja merek. Adapun nilai R
Square bernilai sebesar 0,693 yang berarti bahwa pengaruh Efektivitas Iklan dan
Kepercayaan Merek terhadap Kinerja Merek sebesar 69,3% sedangkan sisanya
30,7% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Tabel 3
Hasil regresi linear berganda
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 5,736 ,908 6,315 ,000
Efektivitas Iklan ,198 ,077 ,209 2,584 ,011
Kepercayaan
,578 ,071 ,658 8,123 ,000
Merek
a. Dependent Variable: Kinerja Merek(Y)
Dari tabel diatas telah didapatkan hasil penggolahan data, dan hasil tersebut
dirumuskan sesuai dengan model persamaan refresi linear berganda yaitu sebagai
berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + e
Y = 5,736 + 0,198 + 0,578 + ε
Y = Kinerja Merek
X1 = Efektivitas Iklan
X2 = Kepercayaan Merek
1. Konstanta (a) mempunyai nilai sebesar 5,736 yang berarti menunjukan nilai
Kinerja Merek yaitu sebesar 5,736
2. Variabel X1 mempunyai nilai koefisien regresi positif sebesar 0,198, hasil ini
menunjukan bahwa setiap kenaikan 1% nilai Efektivitas Iklan maka nilai
partisipasi naik 0.198. hal tersebut menunjukan bahwa Efektivitas Iklan terhadap
Kinerja Merek berpengaruh positif.
3. Variabel X2 mempunyai nilai koefisien regresi positif sebesar 0,578, hasil ini
menunjukan bahwa setiap kenaikan 1% nilai Kepercayaan Merek maka nilai
partisipasi naik 0,578. Hal tersebut menunjukan bahwa Kepercayaan Merek
terhadap Kinerja Merek berpengaruh positif.
C. Pengujian Hipotesis
Tabel 4
Uji T
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 5,736 ,908 6,315 ,000
Efektivitas Iklan ,198 ,077 ,209 2,584 ,011
Kepercayaan
,578 ,071 ,658 8,123 ,000
Merek
b. Dependent Variable: Kinerja Merek
Dari tabel diatas dapat di simpulkan bahwa variabel Efektivitas Iklan hasil t
hitung yaitu sebesar 2,584 dengan nilai signifikansi sebesar 0,011 yang artinya H 1
ada pengaruh positif dan signifikan antara Efektivitas Iklan terhadap Kinerja Merek
pada produk kosmetik lokal, diterima. Dikarenakan t hitung > ttabel yaitu 2,584 > 1,980
dengan nilai signifikan 0.011 < 0,05. Variabel Kepercayaan Merek hasil t hitung 8,123
dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 yang artinya H2 ada pengaruh positif dan
signifikan antara Kepercayaan Merek terhadap Kinerja Merek pada produk kosmetik
lokal, diterima. Dikarenakan t hitung > ttabel yaitu 8,123 > 1,980 dengan nilai
signifikansi 0.000 < 0,05.
Efektivitas 2,584
Iklan
Kinerja
Merek
8,123
Kepercayaan
Merek
Kesimpulan
Dari penelitian yang dilakukan, hasil penelitian ini menunjukan bahwa
Efektivitas Iklan dan Kepercayaan Merek sangat berpengaruh penting untuk
membentuk Kinerja Merek pada produk kosmetik lokal.teknik analisis data yang
digunakan yaitu regresi lienear berganda dilihat dari nilai Adjusted R Square sebesar
0,693 diarti bahwa pengaruh Efektivitas Iklan dan Kepercayaan Merek terhadap Kinerja
Merek sebesar 69,3% sisanya 30,7% adalah dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak ada
dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil uji koefiesien kolerasi dilihat dari nilai R
menunjukan hasil sebesar 0,835 yang berarti adanya hubungan Efektivitas Iklan dan
Kepercayaan Merek terhadap Kinerja Merek. Dari variabel efektivitas iklan dan
kepercayaan merek seluruhnya memiliki pengaruh positif terhadap kinerja merek.
BIBLIOGRAFI
Ahmed, Zohaib, Rizwan, Muhammad, Ahmad, Mukhtar, & Haq, Misbahul. (2014).
Effect of brand trust and customer satisfaction on brand loyalty in Bahawalpur.
Journal of Sociological Research, 5(1), 306–326.
https://doi.org/10.5296/jsr.v5i1.6568
Ballester & E.Delgado. (2014). Brand Trust Scale Elena Delgado-Ballester. (October
2011).
Dwi, Rima, Pangestuti, Anggraeni Edriana, Deasyana, Lussy, & Devita, Rahma. (2018).
Pengaruh Endorsement Beuty Vloger terhadap Minat beli Make Up Brand Lokal
(Survey pada Peminat Kosmetik LT Pro yang Dipengaruhi oleh Video Vlog Ini
Vindy di Kota Malang ). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol, 60(1), 155–162.
Gunawan dan Susanti. (2015). Pengaruh Bauran Promosi Dan Harga Terhadap
Keputusan Pembelian Produk Kosmetik Maybelline. Jurnal Manajemen Dan
Bisnis Indonesia, 9.
Hasanah, Nur, Nugroho, Lukito Edi, & Nugroho, Eko. (2016). Analisis Efektivitas Iklan
Jejaring Sosial sebagai Media Promosi Menggunakan EPIC Model. Scientific
Journal of Informatics, 2(2), 99. https://doi.org/10.15294/sji.v2i2.5075
Kotler, Philip, & Keller, Kevin Lane. (2009). Manajemen pemasaran Jilid 1. In Jakarta.
Limanto, Jimmy, & Dharmayanti, Diah. (2019). Analisa Pengaruh Market Orientation
Terhadap Purcahase Intention Dengan Brand Image dan Brand Performance
Sebagai Variabel Intervening Pada PT Vista International Corporation. Journal of
Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Prasetya, Adi Ericho. (2016). Pengaruh Kreativitas Iklan, Unsur Humor, Dan Kualitas
Pesan Ikla Terhadap Efektivitas Iklan Televisi Aqua “Versi Ada Aqua.” 5(3), 144–
153.
Putra, Algamar. (2017). No Titl. Pengaruh Iklan Dan Kepercayaan Merek Terhadap
Minat Beli Konsumen (Studi Pada Texas Chicken Pekanbaru)Onsumen (Studi
Sari, Niken Permata, & Widowati, Retno. (2014). Hubungan Antara Kesadaran Merek,
Kualitas Persepsian, Kepercayaan Merek Dan Minat Beli Produk Hijau. Jurnal
Manajemen Bisnis, 5(1), 59–79.
Sopyan, Sholihin. (2017). Disapu produk impor, kinerja industri kosmetik lokal kurang
kinclong.
Wijaya, Noviany, & Dharmayanti, Diah. (2014). Analisa Efektivitas Iklan Kosmetik
Wardah Dengan Menggunakan Consumer Decision Model (Cdm). Jurnal
Manajemen Pemasaran Petra, 2(1).
Yuwono, Revica. (2010). Efektivitas Iklan Jayanata Di Surat Kabar Jawa Pos Terhadap
Masyarakat Surabaya. Jurnal E-Komunikasi.
Yuyun Nailufa
Universitas Hang Tuah Surabaya
Email: yuyun.nailufa@hangtuah.ac.id
Abstrak
Penyebaran virus Covid 19 disaat pandemi Covid 19 dapat dicegah dengan pola
hidup bersih. Salah satu cara yang paling efektif untuk memutus mata rantai
penyebaran virus Covid 19 adalah dengan sering mencuci tangan menggunakan
sabun atau dengan menggunakan hand sanitizer. Hand sanitizer merupakan suatu
pembersih tangan yang mengandung antiseptik yang dapat membunuh bakteri dan
virus. Antiseptik yang dapat digunakan untuk membunuh bakteri dan virus antara
lain alkohol dan isopropanol. Alkohol lebh efektif untuk membunuh virus sedangkan
isoproponal lebih efektif untuk membunuh bakteri Alkohol memberikan efektifitas
sebagai antibakteri paling optimal pada konsentrasi 60-85%. Penggunaan hand
sanitizer dengan bahan aktif alkohol dapat menyebabkan kulit menjadi kering
sehingga perlu ditambahkan humektan dan moisturizer untuk mencegah kulit kering.
Oleh karena itu perlu dilakukan inovasi produk hand sanitizer yang tetap menjaga
kelembaban kulit sekaligus nyaman digunakan sepanjang hari. Pada penelitian ini
bertujuan membuat formula hand sanitizer dengan antiseptik alkohol 70% dengan
menambahkan alga hijau (spirulina platensis) yang dikenal mengandung fukosantin
yang tinggi antioksidan dan dapat melembabkan kulit serta menambahkan vitamin E
yang juga memiliki aktivitas antioksidan. Sediaan gel dipengaruhi oleh gelling agent
dan konsentrasi gelling agent yang digunakan. Pada penelitian ini digunakan gelling
agent carbopol 940 dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 0,3%, 0,6% dan 0,9%
untuk mengetahui pengaruh konsentrasi carbopol 940 terhadap karakteristik fisik
dan stabilitas fisik sediaan gel hand sanitizer dengan moisturizer alga hijau
(spirulina platensis) dan vitamin E. Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa
formula F1 memiliki karakteristik fisik sediaan gel yang paling optimal dan nyaman
digunakan sepanjang hari. Pada formula F1 tampak jernih, tidak lengket, mudah
menyebar dan ada rasa sensasi dingin saat digunakan. Pada formula F2 warna
jernih, sedikit berkabut, mudah menyebar, lengket, dingin saat digunakan.
Timbulnya rasa lengket saat digunakan membuat kurang nyaman. Pada formula F3
warna jernih ada bintik-bintik putih dari carbopol yang kurang homogen, daya
sebar rendah yaitu 4,18 ± 0,312, lengket saat diaplikasikan dan terasa dingin.
Ketiga formula memiliki pH yang tidak berbeda bermakna yaitu antara 6,11-6,22.
Ketiga formula juga stabil setelah dilakukan uji stabilitas dengan metode
sentrifugasi.
Kata kunci: Hand sanitizer, spirulina platensis., alga hijau, vitamin E, gel, moisturizer,
antioksidan.
156
Formulasi dan Evaluasi Gel Hand Sanitizer dengan Moisturizer Alga Hijau
(Spirulina Platensis) dan Vitamin E
Pendahuluan
Saat ini dunia termasuk indonesia sedang mengalami pandemi virus covid 19
atau lebih dikenal dengan virus corona. Severe acute respiratory syndrome coronavirus
2 (SARS-CoV-2) yang lebih dikenal dengan nama virus corona adalah jenis baru
dari coronavirus yang menular ke manusia. Virus tersebut dapat menyerang siapapun,
baik bayi, anak-anak, dewasa, lansia, ibu hamil, maupun ibu menyusui. Infeksi virus ini
telah diberi nama oleh WHO untuk penyakit tersebut yaitu COVID-19 serta pertama
kali ditemukan di kota Wuhan, Cina, pada akhir Desember 2019 (Santosa, 2020). Virus
ini mudah sekali menyebar karena dapat berpindah tempat dengan mudah melalui media
tangan yang terpapar virus covid 19 ini. Orang yang sudah terinfeksi virus ini akan
sangat mudah menularkannya pada orang lain melalui droplet air liur ketika berbicara,
bersin ataupun batuk. Droplet air liur tersebut dapat berpindah tempat ketika ada yang
menyentuhnya dan kemudian memegang benda-benda disekitarnya. Hal yang paling
efektif untuk menghindari tertularnya virus covid 19 ini adalah dengan sering mencuci
tangan pakai sabun apabila kita berada di tempat yang terjangkau air. Namun, ketika
kita jauh dari air dikarenakan aktivitas yang padat atau sulit mendapatkan air, maka kita
bisa menggantinya dengan menggunakan hand sanitizer.
Hand sanitizer merupakan suatu pembersih tangan yang mengandung antiseptik
yang dapat membunuh bakteri dan virus (Sari & Isadiartuti, 2006). Hand sanitizer ini
ada yang berbentuk sediaan spray dan ada yang berupa sediaan gel. Hand sanitizer yang
mengandung bahan antiseptik alkohol lebih dari 60% dapat membunuh bakteri ataupun
virus yang menempel pada permukaan tangan ((CDC, 2013). Etanol atau sering disebut
alkohol memberikan efektifitas sebagai antibakteri paling optimal pada konsentrasi 60-
85% (Gold NA., 2020). Alkohol lebh efektif untuk membunuh virus sedangkan
isoproponal lebih efektif untuk membunuh bakteri (Gold NA., 2020). Penggunaan hand
sanitizer dengan bahan aktif alkohol dapat menyebabkan kulit menjadi kering sehingga
perlu ditambahkan humektan seperti gliserin dan moisturizer untuk mencegah kulit
kering (Rai, Knighton, Zabarsky, & Donskey, 2017). Untuk menghindari hal tersebut
perlu dibuat suatu formulasi hand sanitizer yang tetap menjaga kelembaban kulit
meskipun digunakan berkali-kali.
Alga hijau (spirulina platensis) merupakan organisme multisel yang memiliki
banyak manfaat dalam bidang farmasetik ataupun kosmetik. Manfaat alga hijau
(spirulina platensis) diantaranya adalah melindungi tubuh dari radiasi UV, whitening
agent, antioksidan, antibakteri, sintesis kolagen, mouisturizing agent dan antikanker
(Dahms, Dobretsov, & Lee, 2011; Phang, 2010). Fukosantin merupakan senyawa yang
terdapat di dalam alga hijau (spirulina platensis) dan memiliki aktivitas antioksidan,
whitening agent dan mouisturizing agent (Heo et al., 2008; Shimoda, Tanaka, Shan, &
Maoka, 2010; Thomas & Kim, 2013).
Vitamin E merupakan vitamin yang mengandung antioksidan. Antioksidan dapat
mengurangi akumulasi peroksida oksidatif pada kulit (Chun, Kim, & Lee, 2003).
Antioksidan dapat melindungi kulit dari kerusakan radikal bebas yang diakibatkan oleh
paparan sinar UV ataupun paparan bahan kimia yang dapat merusak kulit (Angerhofer,
Maes, & Giacomoni, 2009). Oleh karena itu pada penelitian ini bertujuan untuk
memformulasi sediaan gel hand sanitizer yang mengandung alga hijau (spirulina
platensis) dan vitamin E sehingga didapatkan sediaan gel hand sanitizer yang efektif,
stabil dan tidak membuat kulit kering serta nyaman digunakan sepanjang hari.
Bahan aktif yang digunakan pada pembuatan gel hand sanitizer adalah Etanol
96% pa. dengan penambahan moisturizer dari alga hijau (spirulina platensis) dan
vitamin E. Vitamin E yang digunakan pada penelitian ini adalah vitamin E yang berupa
granul yang akan terpenetrasi ke dalam kulit setelah dioleskan dan diratakan pada kulit.
Vitamin E yang berupa granul ini akan memberikan kesan mewah dan unik.
Menurut (Lachman L & Lieberman H.A., 1994) pembuatan gel dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu polimer pembentuk basis gel (gelling agent), konsentrasi basis gel
(gelling agent), pemilihan komponen dalam formula dan pengawet yang digunakan.
Basis gel yang digunakan dalam penelitian ini adalah carbopol 940. Carbopol 940
merupakan basis gel yang bersifat stabil dan dapat larut baik dalam air dan etanol
Carbopol 940 juga termasuk basis gel yang banyak digunakan pada sediaan gel karena
memberikan hasil yang jernih (Rowe R.C., Sbeskey P.J., 2006).
Konsentrasi gelling agent merupakan faktor penting yang mempengaruhi
karakteristik fisik gel (Lachman L & Lieberman H.A., 1994). Pada penelitian ini
peneliti ingin mengetahui pengaruh konsentrasi gelling agent yang digunakan yaitu
carbopol 940 terhadap karakteristik fisik gel hand sanitizer dengan moisturizer alga
hijau spirulina platensis dan vitamin E. Konsentrasi carbopol 940 yang digunakan yaitu
0,3%, 0.6% dan 0,9%. Evaluasi karakteristik fisik dilakukan dengan beberapa parameter
yaitu organoleptis, homogenitas, uji pH, uji daya sebar, viskositas dan uji stabilitas (Mc
Donnell G, 2009).
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kuantitatif dengan
pengumpulan data menggunakan teknik penelitian eksperimental. Sumber data yang
diperoleh dalam penelitian ini adalah sumber primer. Adapun Objek dari penelitian ini
formula sediaan dengan variabel bebasnya adalah konsentrasi gelling agent yaitu
carbomer yg digunakan.
Tabel 1
Hasil Pengamatan Organoleptis
Formula Warna Bau Bentuk Sensasi rasa
F1 Jernih Harum Gel Dingin & tidak lengket
F2 sedikit berkabut Harum Gel Dingin & sedkit lengket
F3 Berkabut Harum Gel Dingin & lengket
C. pH
Pengukuran pH dilakukan selama 3 bulan dan diukur pada awal bulan.
Berdasarkan hasil uji pH didapatkan hasil pada tabel 4. Pada penelitian ini
berdasarkan hasil uji pH didapatkan kesimpulan bahwa dari ketiga formula tersebut
memberikan nilai pH yang tidak berbeda bermakna.
Tabel 3
Hasil Uji pH
Hasil Pengukuran pH
Formula
Bulan ke 0 Bulan ke 1 Bulan 2 Bulan ke 3
F1 6,11 6,29 6,26 6,22
F2 6,22 6,14 6,18 6,15
F3 6,17 6,12 6,20 6,18
D. Daya Sebar
Uji daya sebar dilakukan untuk mengetahui bahwa sediaan tersebut mudah
diratakan (Ningsih, Zusfahair, Kartika, & Fatoni, 2017). Daya sebar dipengaruhi oleh
viskositas suatu sediaan. Semakin tinggi viskositas sediaan maka semakin sulit untuk
menyebar dan diratakan ke permukaan kulit (Sukmawati, Arisanti, & Wijayanti,
2013). Pada hasil penelitian di dapatkan bahwa dari ketiga formula terdapat
perbedaan yang bermakna pada uji daya sebar dan dapat diambil kesimpulan
semakin tinggi konsentrasi carbopol 940 maka semakin kecil daya sebar yang
dihasilkan. Daya sebar dikatakan optimal apabila nilai daya sebar > 5 cm. Dari ketiga
formula tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa formula F1 & F2 memiliki daya
sebar yang baik dan lebih akseptabel dalam pemakaian (Kumesan, Yamlean, &
Supriati, 2013).
Tabel 5
Hasil Uji Daya Sebar
Formula Daya Sebar (cm)
F1 8,12 ± 0,035
F2 5,91 ± 0,092
F3 4,18 ± 0,312
E. Viskositas
Uji viskositas dilakukan dengan menggunakan viskosimeter brookfield
dengan menggunakan spindel No. 63 dengan kecepatan 15 rpm. Pengujian viskositas
dilakukan 2 kali yaitu saat awal dan setelah penyimpanan 3 bulan atau 12 minggu.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa ada perbedaan
bermakna pada ketiga formula gel yang diuji, dimana semakin tinggi konsentrasi
carbopol 940 maka viskositas yang didapatkan semakin tinggi. Viskositas suatu
sediaan akan mempengaruhi daya sebar suatu sediaan. Dari hasil penelitian ini
membuktikan bahwa formula 3 dengan konsentrasi carbopol 940 yang paling tinggi
yaitu 0,9% memberikan viskositas yang paling tinggi dan daya sebar yang paling
kecil. Hasil pengujiaan viskositas dapat dilihat pada tabel 6 dibawah ini :
Tabel 6
Hasil Uji Viskositas
Viskositas Sediaan (cP)
Formula
Hari ke 0 Setelah penyimpanan 3 Bulan atau 12 minggu
F1 550 560
F2 820 840
F3 880 895
F. Stabilitas
Berdasarkan hasil uji stabilitas dapat diambil kesimpulan bahwa ketiga
formula tidak mengalami perubahan karakteristik fisik secara bermakna sehingga
dapat diambil kesimpulan bahwa ketiga formula tersebut stabil setelah dilakukan uji
stabilitas.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa carbopol 940
sangat akseptebel untuk dijadikana sebagai basis gel karena jernih, memberi sensasi rasa
dingin dan mudah dicuci dengan air. Semakin tinggi konsentrasi carbopol 940 maka
viskositas gel menjadi semakin tinggi dan daya sebar semakin menurun. Berdasarkan
hasil uji stabilitas fisik seluruh formula F1, F2 dan F3 stabil. Berdasarkan akseptabilitas
formula F1 lebih akseptebel karena jernih, homogen, dingin, lebih mudah diratakan
karena daya sebar lebih baik dan tidak lengket. Pada formula F2 sediaan homogen,
berkabut, mudah diratakan karena daya sebar cukup baik dan terasa lengket sesudah
diaplikasikan. Pada formula F3 sediaan kurang homogen, berkabut, daya sebar rendah
dan lengket saat dan sesudah diaplikasikan.
BIBLIOGRAFI
(CDC, Centers for Disease Control and Prevention. (2013). Prevention and control of
seasonal influenza with vaccines. Recommendations of the Advisory Committee
on Immunization Practices--United States, 2013-2014. MMWR. Recommendations
and Reports: Morbidity and Mortality Weekly Report. Recommendations and
Reports, 62(RR-07), 1.
Angerhofer, Cindy K., Maes, Daniel, & Giacomoni, Paolo U. (2009). The use of natural
compounds and botanicals in the development of anti-aging skin care products. In
Skin aging handbook (pp. 205–263). Elsevier.
Chun, Ock Kyoung, Kim, Dae Ok, & Lee, Chang Yong. (2003). Superoxide radical
scavenging activity of the major polyphenols in fresh plums. Journal of
Agricultural and Food Chemistry, 51(27), 8067–8072.
Dahms, Hans U., Dobretsov, Sergey, & Lee, Jae Seong. (2011). Effects of UV radiation
on marine ectotherms in polar regions. Comparative Biochemistry and Physiology
Part C: Toxicology & Pharmacology, 153(4), 363–371.
Gold NA., Avva U. (2020). Alcohol Sanitizer. In: StatPearls. Treasure Island (FL).
Heo, Soo Jin, Ko, Seok Chun, Kang, Sung Myung, Kang, Hahk Soo, Kim, Jong Pyung,
Kim, Soo Hyun, Lee, Ki Wan, Cho, Man Gi, & Jeon, You Jin. (2008).
Cytoprotective effect of fucoxanthin isolated from brown algae Sargassum
siliquastrum against H 2 O 2-induced cell damage. European Food Research and
Technology, 228(1), 145–151.
Kumesan, Yuni Arista N., Yamlean, Paulina V. Y., & Supriati, Hamidah S. (2013).
Formulasi dan uji aktivitas gel antijerawat ekstrak umbi Bakung (Crinum asiaticum
L.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus secara in vitro. Pharmacon, 2(2).
Lachman L & Lieberman H.A. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri (Edisi
Kedua, ed.). Jakarta: UI Press.
Ningsih, Dian Riana, Zusfahair, Zusfahair, Kartika, Dwi, & Fatoni, Amin. (2017).
Formulation of handsanitizer with antibacterials substance from n-hexane extract
of soursop leaves (Annona Muricata Linn). Malaysian Journal of Fundamental
and Applied Sciences, 13(1).
Phang, Siew Moi. (2010). Potential products from tropical algae and seaweeds,
especially with reference to Malaysia. MJS, 29(2), 160–166.
Rai, Herleen, Knighton, Shanina, Zabarsky, Trina F., & Donskey, Curtis J. (2017).
Comparison of ethanol hand sanitizer versus moist towelette packets for mealtime
Santosa, Santi Puspa Ariyani dan. (2020). Analisis Pengaruh Social Distancing Dalam
Pencegahan Penyebaran Virus Corona Dengan Pelaksanaan Sholat Fardhu
Berjamaah Di Masjid Al Ikhlas Desa Sukoharjo Kecamatan Margorejo Kabupaten
Pati Jawa Tengah. Jurnal Syntax Idea, 2(5).
Sari, Retno, & Isadiartuti, Dewi. (2006). Studi efektivitas sediaan gel antiseptik tangan
ekstrak daun sirih (Piper betle Linn). Majalah Farmasi Indonesia, 17(4), 163–169.
Shimoda, Hiroshi, Tanaka, Junji, Shan, Shao‐Jie, & Maoka, Takashi. (2010).
Anti‐pigmentary activity of fucoxanthin and its influence on skin mRNA
expression of melanogenic molecules. Journal of Pharmacy and Pharmacology,
62(9), 1137–1145.
Sukmawati, N. M. A., Arisanti, C. I. S., & Wijayanti, NPAD. (2013). Pengaruh Variasi
Konsentrasi PVA, HPMC, dan Gliserin terhadap Sifat Fisika Masker Wajah Gel
Peel Off Ekstrak Etanol 96% Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.).
Jurnal Farmasi Udayana.
Thomas, Noel Vinay, & Kim, Se Kwon. (2013). Beneficial effects of marine algal
compounds in cosmeceuticals. Marine Drugs, 11(1), 146–164.
ALAMAT REDAKSI:
Marketing:
+62 838-7915-4522 (Abdullah)
Email: abdullahkhudori62@gmail.com
Editor:
+62 822-1401-8102 (Aen Fariah)
Email: aenfariah1995@gmail.com
REKENING
BERLANGGANAN:
No Rek:131801003235533
An: CV. Syntax Computama
INDEKS PENGARANG
SYNTAX IDEA