Anda di halaman 1dari 14

KRITIK DAN SARAN ATAS ISSUE KESEHATAN IBU DAN ANAK

PADA MASA PANDEMI COVID-19

Nama : Dewi Sri Wulandari


NIM : 191110010
Prodi/Semester : D3 Kebidanan/4

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG
TAHUN AJARAN 2020/2021
'Ibu-ibu takut memeriksakan anaknya' -
Dampak pandemi pada Posyandu dan
generasi masa depan
 Pijar Anugerah
 BBC News Indonesia

23 Februari 2021

SUMBER GAMBAR,ANTARA FOTO


Keterangan gambar,
Kader Posyandu mengukur tinggi badan dari bocah saat melakukan pelayanan jemput bola di
kawasan Green Garden, Rorotan, Jakarta Utara, Kamis (18/02).
Pandemi Covid-19 menghambat program Posyandu, yang memberikan pelayanan
kesehatan penting bagi ibu dan anak di daerah. Hal ini, ditambah dampak ekonomi dari
pandemi, diperkirakan meningkatkan kasus anak kerdil alias stunting di Indonesia.

Pada Kamis (11/02), Posyandu Mawar di Kelurahan Derwati, Kecamatan Rancasari, Kota
Bandung, kembali dibuka setelah hampir setahun tutup. Bulan Februari adalah jadwal pemberian
vitamin A untuk anak balita.
Posyandu dibuka sejak pukul 08:00 WIB di Balai Pertemuan RW dengan menerapkan protokol
kesehatan Covid-19. Selain diberi vitamin A, anak-anak balita juga ditimbang berat badannya
serta diukur tinggi badannya, lingkar kepala, dan lengan atasnya.
Para orang tua, mayoritas kaum ibu, tampak antusias membawa anak-anak mereka ke Posyandu.
Mereka dilayani oleh 12 kader PKK yang kompak memakai baju merah dan kerudung hijau.

 Hampir tujuh juta anak terancam menderita stunting akibat pandemi Covid-19
 Generasi tanpa asuhan ibu
 Mungkinkah ibu hamil dan menyusui mendapatkan vaksin Covid-19?

SUMBER GAMBAR,YULI SAPUTRA


Keterangan gambar,
Posyandu Mawar di Kecamatan Rancasari, Kota Bandung kembali dibuka setelah hampir
setahun tutup. Selama itu, pengawasan dilakukan kader Posyandu dengan berkunjung dari rumah
ke rumah.

Salah seorang ibu yang datang ke Posyandu adalah Rike Isnawati. Perempuan berusia 24 tahun
itu melahirkan dua anak kembar selama pandemi. Ia mengaku baru pertama kali ini datang ke
Posyandu.
Sewaktu hamil, ia mengecek kesehatan diri dan janinnya dengan datang ke dokter di rumah sakit
yang jaraknya lumayan jauh dan ongkosnya mahal. Akibatnya, ia hanya periksa ke dokter saat
waktu imunisasi.
Setelah melahirkan, kata Rike, pemantauan berat badan anak-anak balitanya ia lakukan sendiri.
"Paling di timbangan yang besar sama aku ditimbangnya. Nah nanti nggak bawa bayi, berapa
aku kiloannya. Nanti dikurangi," ujarnya.
Saat kegiatan Posyandu tidak berjalan, ibu muda itu mengaku sempat merasa khawatir bila
tumbuh-kembang anaknya tidak terpantau dengan baik.
"Kalau ada kekhawatiran, paling searching di Google. Tidak ada yang bisa ditanya, diajak
komunikasi," ungkapnya.

SUMBER GAMBAR,ANTARA FOTO


Ketua Posyandu Mawar Kelurahan Derwati, Teti Sulastri, mengatakan selama kegiatan
Posyandu tidak bisa dilaksanakan karena pandemi. Pemantauan ibu hamil dan anak balita
dilakukan melalui grup RT.
Di setiap RT, ada dua kader Posyandu yang senantiasa mengingatkan para ibu untuk menimbang
berat badan anak-anaknya. Jika ada laporan tentang anak yang tinggi atau berat badannya
kurang, mereka akan datang ke rumahnya untuk memeriksa.
Pada September, kata Teti, para kader Posyandu memberikan obat cacing kepada anak-anak usia
satu hingga 12 tahun dengan datang dari pintu ke pintu.
Teti mengakui bahwa tidak semua ibu dan anak bisa terpantau saat kunjungan door-to-door.
Hambatannya banyak. "Kalau ada orang baru, dia ada di rumah, anak-anak tidak dikeluarkan,
seperti apa di dalam kita nggak tahu," ungkapnya.

SUMBER GAMBAR,YULI SAPUTRA


Keterangan gambar,
Pemerintah telah membuat pedoman untuk melaksanakan Posyandu di masa pandemi. Namun
angka kunjungan ke Posyandu tetap berkurang.

Pandemi Covid-19 telah menghambat program Posyandu di banyak daerah di Indonesia.


Menurut survei Kementerian Kesehatan terhadap lebih dari 4.600 Puskesmas pada penghujung
2020, sebanyak 43% Puskesmas tidak melaksanakan Posyandu. Namun demikian, lebih dari
60% tetap melakukan kunjungan ke rumah untuk pemeriksaan ibu hamil dan balita.
Plt. Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat di Kementerian Kesehatan, dr. Kartini Rustandi,
mengatakan pemerintah telah membuat pedoman untuk melaksanakan Posyandu di masa
pandemi. Namun angka kunjungan ke Posyandu tetap berkurang.
"Tidak semua keluarga berani membawa anaknya untuk datang ke Posyandu," ujar Kartini.
Padahal, Posyandu memainkan peran penting dalam pelayanan kesehatan bagi ibu dan anak
selama 1.000 hari pertama kehidupan. Ini krusial dalam pencegahan stunting, yaitu kondisi
ketika tinggi badan anak lebih pendek dari anak-anak lain seusianya akibat kekurangan gizi.
Stunting tidak hanya berdampak pada perkembangan fisik anak tapi juga kognisi. Maka dari itu,
pemerintah menganggap prevalensi stunting berpotensi menyia-nyiakan bonus demografi di
Indonesia yang mencapai puncaknya pada 2030.

SUMBER GAMBAR,RIZA SALMAN


Keterangan gambar,
Kegiatan Posyandu di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan terus berlangsung selama pandemi
dengan protokol kesehatan. Namun dinas kesehatan setempat mengatakan jumlah kunjungan
berkurang drastis.

'Sempat turun, naik lagi'


Gangguan pada Posyandu, ditambah dampak ekonomi dari pandemi, diperkirakan menyebabkan
lonjakan angka stunting yang sempat turun dalam beberapa tahun terakhir.
Setidaknya, hal itu terjadi di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Pada 2018, Takalar menjadi
salah satu kabupaten dengan angka stunting tertinggi di provinsi, dikategorikan sebagai "zona
hitam".
"Karena dengan persentase [stunting] 40,1 %, Takalar masuk ke dalam urutan ke 10 kabupaten
yang tertinggi angka stunting-nya untuk provinsi," kata kepala Dinas Kesehatan Takalar,
Rahmawati.
Dalam tiga tahun terakhir, pemerintah Kabupaten Takalar sukses menurunkan persentase
tersebut hingga 13,6%. Namun di masa pandemi mereka kembali mengalami lonjakan
kasus stunting, yakni sebanyak 4.306 anak balita yang tersebar di sembilan kecamatan.
Rahmawati menjelaskan, pada awal pandemi, pemerintah menerapkan pembatasan sosial ketat di
Kabupaten Takalar yang dikategorikan sebagai zona merah. Akibatnya, ada beberapa target
Posyandu yang tidak tercapai, antara lain penimbangan bayi dan balita minimal satu bulan sekali.

SUMBER GAMBAR,RIZA SALMAN


Keterangan gambar,
Kader Posyandu mendatangi rumah warga untuk mengukur tinggi badan dan penimbangan berat
badan kepada dua balita penderita stunting di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Kabupaten
itu sukses menurunkan angka stunting dalam tiga tahun terakhir, namun kembali mencatat
lonjakan di masa pandemi.

Di Desa Bentang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, Posyandu buka setiap bulan selama
pandemi. Namun jumlah kunjungan berkurang drastis. Dari 50-60 orang tua yang biasa datang
untuk menimbang anaknya, paling banyak 10 orang tua yang datang. Alasannya, para orang tua
takut datang ke Posyandu.
"Itu karena adanya isu ketika ke Posyandu akan dilakukan tes rapid, tes swab…ini membuat ibu-
ibu tidak mau ke Posyandu. Mereka takut di-Covid-kan," kata dr. Radiah, kepala Puskesmas
Bontokassi yang menaungi pelayanan kesehatan di Desa Bentang.
Beberapa kader Posyandu, seperti Fitriani (24), rutin melakukan kunjungan ke rumah-rumah
untuk memantau tumbuh-kembang balita penderita stunting.
Dalam setiap kunjungan, ia menanyakan sejumlah pertanyaan seputar pemberian asupan
makanan dan perawatan balita kepada orang tua, dan menimbang berat badan serta mengukur
tinggi badan anak-anak.
Jumat lalu ia berkunjung ke rumah seorang ibu yang kedua anak balitanya menderita stunting.
Anak pertamanya adalah laki-laki berumur 5 tahun, dengan berat badan 12 kilogram dan tinggi
badan yang terbilang pendek dibandingkan anak-anak lain seusianya. Sementara anak keduanya
perempuan berumur 1,5 tahun, dengan berat badan sembilan kilogram dan tinggi badan 71
sentimeter.
Sekilas keduanya terlihat normal. Namun menurut standar Kementerian Kesehatan, si anak laki-
laki dikategorikan berat badan sangat kurang (severely underweight), sementara si anak
perempuan sangat pendek (severely stunted).

SUMBER GAMBAR,RIZA SALMAN


Keterangan gambar,
Posyandu menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan. Kegiatan ini sangat
penting untuk mengidentifikasi masalah gizi yang dapat berakibat stunting.
Fitriani menjelaskan bahwa anak penderita stunting rata-rata berasal dari keluarga miskin. "Biasa
kendalanya kurang kasih makan buah-buahan... faktor makanan," ujarnya.
Faktor lain yang kerap ditemui ialah "kadang-kadang anaknya malas makan karena ibunya malas
makan, juga faktor dari anak-anak yang rewel sering sakit naik turun timbangan badannya," kata
Fitriani.
Sang ibu, Kasmiati (27), mengaku jika anaknya sering menderita demam tinggi dengan gejala flu
ringan, yang berakibat pada penurunan berat badan anak-anaknya.
"Iya sering bawa ke Posyandu kalau sakit demam. Biasa naik turun timbangan BB (Berat
Badannya). Kalau lagi sehat banyak dia makan, sayur. Tapi kalau sakit begini susah makan…dan
itu yang kasih turun badannya, timbangannya" katanya.

Peran Posyandu
Menurut Profesor Endang Laksminingsih, pakar gizi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia, posyandu berperan dalam identifikasi masalah gizi dan tindak lanjutnya.
Salah satu kegiatan terpenting di Posyandu adalah pemantauan berat badan anak setiap bulan.
Prof. Endang menjelaskan, salah satu indikasi stunting adalah berat badan anak tidak naik selama
dua bulan. Hal ini perlu dicari tahu penyebabnya - apakah karena sakit, kurang gizi, atau hal lain.
Jika Posyandu dilaksanakan setiap bulan, bisa segera dilakukan tindakan.
"[Terganggunya] Posyandu itu menyebabkan identifikasi masalah tidak optimal, maka
penanggulangan lebih lanjut terhadap pemantauan masalah gizi itu menjadi tidak optimal,"
ujarnya.
Selain menimbang berat badan anak, Posyandu memberikan layanan lain seperti imunisasi,
vitamin A, dan suplementasi Zinc untuk mencegah penyakit. Ibu hamil juga mendapat pelayanan
kesehatan, termasuk tablet tambah darah untuk mencegah anemia dan makanan tambahan.
Beberapa ibu dapat pergi ke rumah sakit atau klinik untuk mendapatkan layanan tersebut. Namun
banyak ibu yang tidak punya akses atau tidak mampu membayar untuk pergi ke klinik sangat
mengandalkan pelayanan gratis dari Posyandu. Dan kelompok inilah yang, menurut Prof.
Endang, paling berisiko.
"Justru mereka yang memerlukan, yang harus diidentifikasi itu adalah kelompok yang tidak
berkemampuan dan pengetahuannya tidak optimal. Justru di sini yang risiko stunting lebih
besar," ujarnya.
Ia menambahkan, Posyandu juga lebih dekat dengan komunitas. "Biasanya ibu-ibu Posyandu
mengabari, kalau sudah waktunya Posyandu mereka keliling. Jadi dicariin, mereka proaktif."
SUMBER GAMBAR,RIZA SALMAN
Keterangan gambar,
Kader Posyandu melakukan kunjungan rutin ke rumah warga untuk memeriksa kesehatan ibu
hamil dan janin, berhubung masih banyak warga yang takut mendatangi fasilitas kesehatan
karena khawatir terpapar Covid-19.

Mungkinkah target mengatasi stunting tercapai?


Iing Mursali, ketua Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (TP2AK) yang berada di bawah
Sekretariat Wakil Presiden, mengakui bahwa memang ada prediksi bahwa angka stunting akan
naik setelah pandemi. Namun belum diketahui seberapa besar.
Menurut Iing, dampak pandemi pada kasus stunting harus dilihat dalam jangka panjang, tidak
bisa dalam satu-dua bulan saja. Ia menambahkan bahwa dampaknya tergantung pada lamanya
pandemi dan besaran bantuan sosial alias social safety net yang diberikan pemerintah.
Ia menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia sudah berhasil menurunkan angka stunting dari
30,8% pada 2018 menjadi 27,7% pada 2019. Pada 2020, diperkirakan angka itu kembali naik.
Namun ia menegaskan bahwa pemerintah tetap berkomitmen pada target menekan angka
stunting hingga 14% pada 2024.
"Pencegahan stunting tetap menjadi prioritas nasional," ujarnya kepada BBC News Indonesia.
Iing mengatakan pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mencapai target tersebut,
termasuk menambah penerima manfaat bantuan sosial dan menyusun panduan bagi pelayanan
Posyandu selama pandemi. Pemerintah juga telah melakukan realokasi anggaran
Kementerian/Lembaga untuk berbagai program sosial yang berkaitan dengan stunting, ia
menambahkan.
"Secara total untuk stunting yang awalnya 27T naik jadi sekitar lebih dari 38T," ungkapnya.

SUMBER GAMBAR,CANDRA YANUARSYAH/ANTARAFOTO


Keterangan gambar,
Pemerintah tetap berkomitmen pada target menurunkan angka stunting hingga 14% pada 2024,
supaya tidak menyia-nyiakan bonus demografi.

Bagaimanapun, Prof. Endang merasa akan sangat sulit mencapai target angka stunting 14%
dalam keadaan pandemi. Pasalnya, stunting bukan sesuatu yang gampang diturunkan karena
merupakan hasil kekurangan gizi dan infeksi yang kronis dan berulang. "Sehingga
menanggulanginya tidak bisa cepat," ujarnya.
Ia berharap semua pimpinan daerah segera gencar bertindak untuk mengatasi masalah stunting,
yang dampaknya dapat dirasakan dalam tiga generasi.
Itu karena ketika ibu hamil mengalami masalah, pembentukan janin termasuk organ reproduksi -
sel telur atau sperma - tidak optimal. Akibatnya, anak si janin juga berisiko mengalami stunting.
"Artinya kalau dia ada masalah sedikit saja, anak yang dulu orang tuanya kekurangan gizi, dia
akan lebih mudah terserang penyakit jantung, pendek, nggak pintar," Prof. Endang menjelaskan.
Jika ini dibiarkan, sambung Prof. Endang, akan terjadi efek spiral yang memperbesar
kesenjangan antara mereka yang kaya dan yang miskin.
--
Wartawan di Bandung, Yuli Saputra, dan wartawan di Makassar, Riza Salman, berkontribusi
dalam laporan ini.

SUMBER BERITA
BBC NEWS INDONESIA
LINK BERITA
https://www.bbc.com/indonesia/majalah-56150281
KRITIK
Pemerintah dan tenaga kesehatan kurang memperhatikan kesehatan bayi dan
ibu dalam masa pandemi dikarenakan adanya covid-19 ini. Ada kalanya tenaga
kesehatan pun tidak mau melakukan penyuluhan posyandu walaupun sudah
diberlakukan jaga jarak saat berlangsungnya acara, mereka masih takut bila
terjangkit covid-19. Padahal tugas tenaga kesehatan itu memberikan penyuluhan
atau edukasi kepada ibu-ibu agar tetap tenang dan memberitahu masyarakat
pentingnya makanan yang bergizi untuk anak pada masa pandemi ini dikarenakan
bisa menyebabkan anak tekena stunting.. Jika tenaga kesehatan takut dengan
covid-19 bagaimana masyarakat bisa tenang untuk memeriksakan anaknya ke
posyandu.

SARAN

Seharusnya Bidan dan tenaga kesehatan desa mendekatkan diri perlahan


pada masyarakat dan memberitahu bahwa datang ke posyandu sangan penting
walaupun pada masa pandemi untuk memeriksakan kondisi anak. Dimulai dengan
datang kerumah memberikan brosur yang berisi pentingnya datang ke posyandu
untuk mencegah stunting pada anak. Jika sudah memberikan brosur bidan harus
kordinasi dengan pihak RT/RW untuk melakukan penyuluhan posyandu dengan
peserta paling banyak 10 ibu dan tetap memberlakukan protocol kesehatan. Di
penyuluhan itu bidan memberitahu ibu untuk jangan takut pada covid-19, dan
beritahu ibu bahwa kondisi anak pada masa pandemic banyak yang tekena stunting
jika tidak diberi maknanan yang bergizi sesuai umur anak.

Anda mungkin juga menyukai