Anda di halaman 1dari 10

Diterjemahkan dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia - www.onlinedoctranslator.

com

40 | https://doi.org/10.31965/infokes.Vol18.Iss1.323

Jurnal Info Kesehatan


Vol.18, No.1, Juni 2020, hal.40-49 P-ISSN
0216-504X, E-ISSN 2620-536X DOI:
10.31965/infokes.Vol18.Iss1.323
Beranda jurnal: http://jurnal.poltekeskupang.ac.id/index.php/infokes

RISET Akses terbuka

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Underweight Balita di


Kabupaten Sangihe

Astri Juwita Mahihody 1a*, Jelita Siska Herlina Hinonaung 1b

1 Program Studi Keperawatan, Departemen Kesehatan, Politeknik Negeri Nusa Utara, Indonesia

A Alamat email: mahiodyastri@gmail.com


B Alamat email: siskahinonaung@gmail.com

Diterima: 3 Desember 2019 Revisi: 22 Juni 2020 Diterima: 25 Juni 2020


Abstrak
Kekurangan gizi dapat membuat balita rentan terhadap penyakit bahkan dapat menyebabkan
kematian. Salah satu indikasi balita menderita gizi buruk pada balita adalah di bawah garis
merah pada grafik berat badan (underweight). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
faktor-faktor yang paling mempengaruhi kejadian underweight di Kabupaten Sangihe,
Sulawesi Utara. Penelitian ini merupakan penelitian analisis kuantitatif dengan menggunakan
metodologi penelitian cross sectional sample. Untuk analisis ini, sampelnya adalah 165
responden. Variabel tersebut antara lain pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan penyakit
menular. Hubungan antara tingkat pendidikan, pendapatan, pengalaman, dan penyakit
menular dengan anak kurus diukur kurang menggunakan uji chi-square. Sebaliknya,
determinan underweight diidentifikasi menggunakan regresi logistik. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dua faktor yang paling dominan mempengaruhi kejadian underweight
pada balita adalah faktor pekerjaan (p-value<0,001) dan faktor pengetahuan (p-value<0,001).
Faktor lain yang dapat mempengaruhi kasus underweight pada balita adalah pengetahuan
tentang pola makan dan jumlah balita. Kesimpulan penelitian ini adalah pengetahuan yang
baik sangat dibutuhkan oleh ibu balita dalam menentukan gizi yang optimal untuk balita.
Untuk itu peran ibu sangat diperlukan bagi balita untuk membantu kepala keluarga dalam
mencari penghasilan tambahan sehingga gizi keluarga khususnya balita dapat terpenuhi.

Kata kunci: Berat Badan, Anak, Faktor, Pengaruh

Penulis yang sesuai:


stri Juwita Mahihody
Program Studi ursing, Departemen Kesehatan, Politeknik Negeri Nusa Utara
Jalan esehatan, No.1 Tahuna, Sulawesi Utara, Indonesia
surat: mahiodyastri@gmail.com

Penulis 2020. Artikel ini didistribusikan di bawah ketentuan Lisensi Internasional Creative Commons Attribution 4.0
(http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/), yang mengizinkan penggunaan, distribusi, dan reproduksi tanpa batas
dalam medium, asalkan Anda memberikan kredit yang sesuai kepada penulis asli dan sumbernya, memberikan
tautan ke lisensi Creative Commons, dan menunjukkan jika ada perubahan. Pengabaian Dedikasi Domain publik
Creative Commons (http://creativecommons.org/publicdomain/zero/1.0/) berlaku untuk data yang tersedia dalam
artikel ini, kecuali dinyatakan lain.
Mahihody, AJ, & Hinonaung, JSH (2020). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Anak Kurang Berat Badan
Balita di Kabupaten Sangihe. JURNAL INFO KESEHATAN, 18 (1), 40-49.
https://doi.org/10.31965/infokes.Vol18.Iss1.323
| 41
1. PERKENALAN
Kekurangan gizi pada anak balita (0-59 bulan) masih menjadi masalah yang
sangat memprihatinkan. Kekurangan gizi membuat anak di bawah lima tahun rentan
terhadap penyakit dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Salah satu indikasi
balita menderita gizi kurang pada balita adalah di bawah garis merah pada grafik
berat badan (underweight). World Health Organization (WHO) pada tahun 2017
menunjukkan bahwa sekitar 45% kematian balita terkait dengan gizi kurang, dan
sebagian besar masalah tersebut terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah
dan menengah.SIAPA, 2017). Status gizi balita berdasarkan indeks berat badan
menurut umur terdapat 3,8% balita berstatus gizi buruk dan 14,0% balita berstatus
gizi kurang.Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2018). Dilaporkan bahwa
pada tahun 2016 persentase balita gizi buruk di Sulawesi Utara hanya 7,2%
sedangkan pada tahun 2017 persentasenya mencapai 12,0% (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2018). Hal ini menunjukkan bahwa persentase balita gizi buruk di
Sulawesi Utara meningkat sebesar 4,8% pada tahun 2017. Status gizi balita
berdasarkan indeks berat badan menurut umur di Kabupaten Sangihe Sulawesi Utara
tahun 2017 menunjukkan bahwa persentase balita gizi buruk masih cukup tinggi yaitu
sebesar 13,1% sedangkan persentase balita dengan status gizi buruk sebanyak 2,6%.
Dilaporkan terdapat 121 kasus balita dengan berat badan kurang di Kabupaten
Sangihe, Sulawesi Utara, dan tertinggi berada di wilayah kerja Puskesmas Lapango
yang berjumlah 31 kasus (Dinas Kesehatan Kabupaten Sangihe, 2017).

Anak di bawah lima tahun yang berada di bawah garis merah pada grafik berat badan
(underweight) adalah anak di bawah lima tahun yang beratnya tidak bertambah dua kali (T2) setelah
ditimbang. Status tumbuh kembang anak balita tidak tumbuh apabila grafik berat badan mendatar atau
menurun memotong garis pertumbuhan di bawahnya atau pertambahan berat badan kurang dari
pertambahan berat badan minimal (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Anak di bawah
lima tahun yang berada di bawah garis merah pada grafik berat badan adalah tanda bahaya yang akan
memastikan dan menentukan perawatan lebih lanjut untuk anak di bawah lima tahun.
Di Indonesia, faktor yang berhubungan dengan kejadian underweight pada balita
antara lain perilaku ibu dalam pemberian makanan pada bayi, keterlambatan inisiasi
menyusu dini, jenis makanan pendamping ASI, dan penyakit infeksi. Perilaku ibu yang
buruk mengenai pemberian makanan pada anak balita berhubungan dengan kejadian
underweight pada balita.Sari, 2010). Inisiasi menyusu yang terlambat dan makanan
pendamping ASI merupakan faktor yang berhubungan dengan berat badan kurang pada
balita.Nordang dkk., (2015) menyatakan bahwa penyakit diare, demam, dan kekurangan
makanan mempengaruhi kejadian gizi kurang pada balita. Novitasari dkk.,
(2016) menambahkan bahwa status sosial ekonomi merupakan faktor yang berhubungan
dengan berat badan kurang pada anak balita. Beberapa faktor yang perlu diketahui mengenai
hubungan dengan berat badan kurang pada balita di Kabupaten Sangihe adalah pengetahuan,
tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan penyakit menular.
Pengetahuan masyarakat tentang gizi di Kabupaten Sangihe Sulawesi Utara masih
kurang. Mayoritas dapat melihat ini dari ibu yang memberikan makanan dewasa kepada anak-
anak mereka di bawah lima tahun daripada memberi mereka makanan yang luar biasa di
bawah lima tahun. Selain itu, masih ada bayi yang sudah diberi makan, meski usianya masih di
bawah enam bulan (Dinas Kesehatan Kabupaten Sangihe, 2018). Namun laporan pengetahuan
ibu tentang berat badan kurang pada balita belum pernah dilaporkan di Kabupaten Sangihe.
Persentase ibu yang memiliki anak balita dari sekolah menengah atas adalah
42 | https://doi.org/10.31965/infokes.Vol18.Iss1.323

26,1%, dan lulusan SD sekitar 24,6% (Dinas Kesehatan Kabupaten Sangihe,


2017). Persentase ibu balita yang lulus kuliah, khususnya Diploma 2 hanya
0,9%. Masih terdapat 3,9% ibu balita yang tidak memiliki ijazah SD (Dinas
Kesehatan Kabupaten Sangihe, 2018). BerdasarkanAcqua dkk. (2019), tingkat
pendidikan ibu erat kaitannya dengan berat badan kurang pada anak balita.
Ibu balita dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan dapat berperilaku
baik dalam menjaga kesehatan balitanya dan dapat meningkatkan perilaku
yang baik dalam memberi makan balita sehingga balita memiliki status gizi
yang baik.

Berdasarkan jenis kegiatan di Provinsi Sulawesi Utara tahun 2018, terdapat 25.216 jiwa (15
tahun ke atas) ibu rumah tangga di Kabupaten Sangihe Sulawesi Utara (Badan Pusat Statistik
Sulawesi Utara, 2018). Nigat et al. (2018)disebutkan bahwa pekerjaan ibu merupakan faktor yang
erat kaitannya dengan kasus underweight pada anak balita. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
karakteristik Kabupaten Sangihe Sulawesi Utara masih berorientasi pada sektor primer yaitu dengan
memanfaatkan sumber daya alam secara langsung. Minimnya kesempatan kerja merupakan faktor
yang erat kaitannya dengan kasus underweight pada anak di bawah lima tahun. Mayoritas
pendapatan masyarakat Kabupaten Sangihe bergantung pada hasil pertanian dan perikanan.
Sekitar 60% tenaga kerja Kabupaten Sangihe bekerja sebagai petani dan nelayan (Badan Pusat
Statistik Sulawesi Utara, 2018). Chowdhury dkk. (2018)mengatakan bahwa pendapatan merupakan
faktor risiko yang sangat terkait dengan kekurangan berat badan pada anak di bawah lima tahun.
Keluarga dengan tingkat pendapatan yang tinggi akan lebih baik dalam menyediakan makanan
yang baik untuk keluarga.
Menurut Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara (2018), jumlah kasus tertinggi di
Kabupaten Sangihe adalah penyakit menular seperti diare (1.435 kasus) (Badan Pusat
Statistik Sulawesi Utara, 2018). Penyakit yang disebabkan oleh infeksi, termasuk virus,
bakteri, dan parasit, dapat mengganggu metabolisme dan mengganggu fungsi
kekebalan tubuh. Hal ini juga dapat menyebabkan penurunan berat badan. Anak
balita yang menderita penyakit menular memiliki risiko 5,688 kali menjadi kurus
dibandingkan dengan anak balita yang tidak menderita penyakit menular.Novitasari
dkk., 2016). Lebih-lebih lagi,Sinha dkk. (2018)menyatakan bahwa penyakit infeksi
seperti ISPA merupakan faktor risiko berat badan kurang pada anak di bawah lima
tahun.
Berdasarkan Pillitteri (2010) perawat berperan dalam menjaga status gizi optimal
untuk anak balita, mengoreksi kekurangan gizi pada anak balita, membantu ibu untuk
mengikuti rencana asuhan terkait pemenuhan gizi untuk anak balita, dan memberikan
pendidikan kesehatan dalam memenuhi kebutuhan gizi untuk anak. di bawah lima tahun.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang paling mempengaruhi
kejadian gizi kurang pada balita di Kabupaten Sangihe Sulawesi Utara. Penelitian ini
penting dilakukan karena gizi buruk pada balita dapat menyebabkan kematian. Kasus gizi
kurang pada balita di Kabupaten Sangihe, Sulawesi Utara masih cukup tinggi dan
memerlukan penanganan yang berbahaya dari berbagai pihak. Penelitian tentang faktor-
faktor yang berhubungan dengan kejadian underweight pada balita, seperti
pengetahuan, tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan penyakit menular, belum
pernah dilakukan di Kabupaten Sangihe, Sulawesi Utara. Oleh karena itu, peneliti tertarik
untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi berat badan kurang pada balita di
Kabupaten Sangihe, Sulawesi Utara.
Mahihody, AJ, & Hinonaung, JSH (2020). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Anak Kurang Berat Badan
Balita di Kabupaten Sangihe. JURNAL INFO KESEHATAN, 18 (1), 40-49.
https://doi.org/10.31965/infokes.Vol18.Iss1.323
| 43
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode
penelitian survei analitik. Desain penelitian menggunakan survei cross sectional.
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Lapango pada bulan Juni 2019.
Metode pengambilan sampel melalui stratified random sampling, dengan kriteria
inklusi yaitu: (1) ibu yang memiliki balita usia 0-59 tahun, (2) ibu yang bisa membaca
dan menulis, (3) ibu yang dapat berkomunikasi dengan baik, dan (4) ibu yang bersedia
menjadi responden. Kriteria eksklusi adalah: (1) balita yang memiliki penyakit kronis
seperti gizi buruk, HIV AIDS, dan (2) Ibu yang tidak tinggal di wilayah kerja Puskesmas
Lapango kurang dari satu bulan. Besar sampel total diperoleh dengan rumus 2, yaitu
sebagai berikut: n = (Ẑ 2 1-α/2P (1-P) N)/(d^2 (N-1) + 2 1-α/2P (1-P)) dengan n = ukuran
sampel,Lemeshow et al., 1990). Jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 150
responden untuk mengantisipasi kekurangan sampel sehingga menambah 10% dari
total sampel. Dengan demikian, jumlah sampel adalah 165 responden. Instrumen
dalam penelitian ini berupa angket. Kuesioner pengetahuan terdiri dari 13 item
pertanyaan. Kuesioner pengetahuan disusun dalam bentuk pernyataan dengan
pilihan jawaban 'benar atau salah'. Sedangkan untuk pernyataan setuju, pilihan
jawaban “benar” diberi nilai 1, dan pilihan jawaban “salah” diberi nilai 0. Selanjutnya,
pernyataan tidak disukai yang pilihan jawaban “salah”nya adalah diberi nilai 0, dan
pilihan jawaban “benar”, diberi nilai 1. Penilaian pengetahuan dikatakan baik jika
responden memenuhi skor 10, sedangkan pengetahuan tidak baik jika memenuhi
skor < 10. Kuesioner tingkat pendidikan terdiri dari 2 yaitu rendah dan tinggi. Tingkat
pendidikannya rendah jika tidak sekolah, SD, atau SMP. Jenjang pendidikan tinggi jika
pendidikan terakhir tamat SMA atau perguruan tinggi. Kuesioner pekerjaan terdiri
dari dua yaitu bekerja dan tidak bekerja. Bekerja jika pekerjaannya sebagai Pegawai
Negeri Sipil atau Tentara Nasional Indonesia atau Polisi atau swasta atau pengusaha.
Tidak bekerja yaitu aktivitas ibu sebagai ibu rumah tangga. Kuesioner pendapatan
terdiri dari 2 yaitu <Upah Minimum Kabupaten dan Upah Minimum Kabupaten.
<Upah Minimum Kabupaten adalah pendapatan <Rp. 2.200.000/bulan dan Upah
Minimum Kabupaten, jika penghasilan Rp. 2.200.000/bulan. Kuesioner berat badan
kurang pada anak balita terdiri dari 2 yaitu ya dan tidak. Jawab ya, jika anak balita
mengalami berat badan kurang dan menjawab tidak jika anak balita tidak mengalami
berat badan kurang. Anak balita kurus adalah anak balita yang terdaftar pada grafik
pertumbuhan atau terdaftar di Puskesmas pada waktu tertentu.

Analisis data berupa analisis univariat, bivariat, dan multivariat. Analisis univariat
bertujuan untuk melihat sebaran data pada semua variabel. Analisis bivariat bertujuan
untuk melihat hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat menggunakan uji
chi-square dengan tingkat signifikansi p<0,05. Analisis multivariat bertujuan untuk melihat
variabel yang paling berpengaruh terhadap variabel dependen. Variabel yang dianalisis
dalam analisis multivariat yaitu variabel dengan nilai p < 0,25 dalam analisis bivariat.
Analisis multivariat menggunakan analisis regresi logistik dengan metode backward
stepwise dengan taraf signifikansi = 0,05 dan tingkat kepercayaan 95%. Data dianalisis
menggunakan SPSS versi 17.0. Pengumpulan data dilakukan setelah mendapat
persetujuan dari komisi etik yang diperoleh dari universitas terkait No. 027/KEPK/V/2019.
Pengambilan data juga dilakukan setelah mendapat izin dari responden dengan
menandatangani lembar informed consent. Seperti dalam penelitian ini, peneliti hanya
mencantumkan inisial responden untuk menjaga kerahasiaan responden.
44 | https://doi.org/10.31965/infokes.Vol18.Iss1.323

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel 1. Analisis bivariat menurut tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pengetahuan,
dan penyakit menular.
Anak di bawah lima tahun
tahun kurus Total
Variabel nilai-p
Ya Tidak

n % n % n %
Tingkat pendidikan
Rendah 26 32.1 55 67.9 81 100 0,021*
Tinggi 14 16.7 70 83.3 84 100
Pekerjaan
Tidak bekerja 10 10.4 86 89.6 96 100 <0,001*
Kerja 30 43.5 39 56,5 69 100
Penghasilan

<Minimal kabupaten 21 18.1 95 81.9 116 100 0,005*


upah
Minimum Kabupaten 19 38.8 30 61.2 49 100
upah
Pengetahuan
Tidak baik 16 66.7 8 33.3 24 100
Bagus 24 17.0 117 83.0 141 100 <0,001*
Penyakit menular
Pernah 5 11.1 40 88.9 45 100 0,016*
Tidak pernah 35 29.2 85 70.8 120 100
* signifikan secara statistik (p <0,05)
Tabel 1 menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan signifikan dengan kejadian anak di
bawah garis merah adalah tingkat pendidikan dengan nilai p 0,021, pekerjaan dengan nilai p <
0,001, pendapatan dengan nilai p 0,005, pengetahuan dengan nilai p < 0,001. nilai p < 0,001, dan
penyakit menular dengan nilai p 0,016.

Meja 2. Analisis Multivariat faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian dari


berat badan kurang pada anak di bawah lima tahun
Variabel ATAU 95% CI nilai-p
Tingkat pendidikan 2.57 1.085-6.123 0,032
Pekerjaan 0,22 0,092-0,544 0,001
Pengetahuan 6.01 2.037-17.756 0,001
Penyakit menular 3.23 1.027-10.173 0,045
Sebuah Konstanta 0.827 0,770
R Square = 0,363
Variabel-variabel tersebut dianalisis secara bersama-sama dalam analisis multivariat, yaitu
tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pengetahuan, dan penyakit menular. Analisis
multivariat menggunakan regresi logistik dengan metode backward stepwise (likelihood ratio).
Persamaan model terbaik dianggap dengannilai-p <0,05. Tabel 2 menunjukkan bahwa variabel yang
signifikan secara statistik dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan dengan OR = 2,57 (95% CI:
1,085-6,123), pekerjaan dengan OR = 0,22 (95% CI: 0,092-0,544), pengetahuan dengan OR = 6,01 (95
% CI: 2.037-17.756), dan penyakit menular dengan OR = 3,23 (95% CI:
1.027-10.173). Variabel yang paling dominan mempengaruhi kejadian underweight
Mahihody, AJ, & Hinonaung, JSH (2020). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Anak Kurang Berat Badan
Balita di Kabupaten Sangihe. JURNAL INFO KESEHATAN, 18 (1), 40-49.
https://doi.org/10.31965/infokes.Vol18.Iss1.323
| 45
anak di bawah lima tahun adalah pengetahuan dan pekerjaan. Selain itu, hasil analisis
multivariat juga menunjukkan nilai R square sebesar 0,363 yang berarti pekerjaan
dan pengetahuan memberikan kontribusi pada anak balita kasus underweight.
36,3%.
Studi ini menunjukkan bahwa terdapat lebih dari separuh responden dengan tingkat
pendidikan rendah. Hasil penelitian ini sesuai denganYuandari (2012) penelitian yang
menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ibu balita yang memiliki berat badan kurang sebagian
besar memiliki tingkat pendidikan rendah yaitu 62,1%. Penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan olehKusumaningtyas dkk. (2017), yang menunjukkan bahwa secara
keseluruhan ibu balita yang memiliki berat badan kurang memiliki pendidikan dasar (93%).
Pada penelitian ini masih terdapat ibu dengan tingkat pendidikan rendah
yang tidak tamat SD atau tidak sekolah sehingga balitanya cenderung berada di
bawah garis merah. Hasil penelitian ini sesuai denganPenelitian Suryani (2017),
yang menunjukkan ada hubungan antara pendidikan ibu dengan status gizi
balita. BerdasarkanTaludker (2017), ibu dengan tingkat pendidikan yang lebih
tinggi akan memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang kesehatan dan gizi
balita. Rendahnya pendidikan mengakibatkan kurangnya pemahaman ibu balita
tentang asupan makanan dan gizi yang baik untuk balita sehingga menyebabkan
peningkatan angka gizi buruk pada balita.
Pekerjaan ibu diukur dengan menggunakan pertanyaan tertutup.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar ibu tidak
bekerja. Dari hasil uji statistik ditemukan adanya hubungan antara pekerjaan
ibu balita dengan kasus balita gizi kurang di Wilayah Kerja Puskesmas
Lapango (p-value<0,001). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
Rezali & Kristiani (2009), yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara pekerjaan ibu dengan status gizi balita.
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa sebagian besar ibu tidak bekerja sehingga
memungkinkan terjaminnya stabilitas ketahanan pangan keluarga sehingga berpengaruh
terhadap pemenuhan gizi balita. Ibu dengan ketahanan pangan yang rendah berdampak
pada rendahnya ketersediaan pangan yang kaya energi dan gizi. Dengan demikian, hal ini
dapat mempengaruhi status kesehatan anak. Artinya, anak cenderung memiliki berat
badan kurang (Mutisya dkk., 2015). Selain itu, masih ada ibu yang tidak bekerja dengan
pendidikan rendah, sehingga ibu sulit menyerap informasi sehingga tidak dapat
memenuhi asupan gizi seimbang untuk balita. BerdasarkanPutri dkk.
(2015), ibu yang tidak bekerja walaupun memiliki banyak waktu untuk mengasuh anak
balita namun jika tidak didukung dengan pendidikan yang tinggi akan kesulitan
menerima informasi tentang gizi pada bayi. Dengan demikian, ibu balita tidak dapat
menerapkan praktik pemberian makan yang baik pada balita.
Hasil penelitian ini sesuai dengan Yuandari (2012) penelitian, yang menunjukkan bahwa
pendapatan keluarga balita adalah underweight; kebanyakan dari mereka tergolong
berpenghasilan rendah. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitianSari dkk. (2018), yang
menyatakan bahwa ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan kasus anak balita
dengan berat badan kurang.
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa sebagian besar kepala keluarga bekerja sebagai petani dan
nelayan sehingga pendapatan mereka bergantung pada hasil penjualan. Selain itu, beberapa ibu dari
anak di bawah lima tahun tidak bekerja untuk meningkatkan pendapatan keluarga di bawah upah
minimum kabupaten. Sehingga hal ini dapat mempengaruhi pemenuhan gizi keluarga, termasuk anak
balita. BerdasarkanSari dkk. (2018), tingkat pendapatan keluarga mempengaruhi
46 | https://doi.org/10.31965/infokes.Vol18.Iss1.323

pembelian makanan mempengaruhi status gizi balita. Juga,


Kusumaningtyas (2017) menyimpulkan bahwa pendapatan yang cukup akan meningkatkan peluang dalam
membeli makanan yang berkualitas dan jumlah yang tepat. Namun jika terjadi penurunan pendapatan maka
kemampuan membeli pangan dapat menurun baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Pengetahuan ibu diukur dengan menggunakan angket pengetahuan yang berisi pertanyaan
tentang pengetahuan ibu tentang gizi balita. Hasil penelitian ini menunjukkan masih terdapat ibu
yang pengetahuannya kurang sempurna. Salah satu faktor penting yang mempengaruhi
kemampuan ibu dalam mengelola sumber daya untuk mendapatkan makanan yang cukup adalah
pengetahuan. Pengalaman ibu merupakan penyebab tidak langsung dari masalah gizi.
Pengetahuan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti pendidikan dan sumber informasi (
Yuandari, 2012). Kajian ini sesuai denganLestari dkk. (2016)penelitian yang menunjukkan
bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu balita tentang gizi dengan kejadian gizi
kurang di Desa Karangpasar Puskesmas Tegowanu Kabupaten Grobogan. BerdasarkanNotoadmojo
(2014), Pengetahuan dapat diperoleh seseorang secara alami atau campur tangan secara langsung
maupun tidak langsung, dan sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Tingkat pengetahuan dapat mengarahkan perilaku seseorang sehingga tingkat
pengetahuan ibu tentang gizi yang baik akan mengarahkan ibu dalam memberikan makanan
kepada balitanya.Lestari et al., 2016). Pengalaman ibu diperlukan untuk memilih makanan,
mengatur jadwal makan yang teratur, dan menciptakan lingkungan yang positif dalam memberikan
makanan. Dapat menjadi contoh bagi anak-anak dalam mengkonsumsi makanan yang beragam
dan sehat (Kleinman, 2009).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Novitasari dkk.
(2016), yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara penyakit menular
dengan kasus gizi kurang pada balita. Anak balita dengan riwayat penyakit
menular dalam sebulan terakhir telah menyebabkan penurunan status gizi balita.
Sejalan dengan penelitianWahyudi dkk. (2014), diperoleh data bahwa anak balita
dengan penyakit infeksi dapat mengalami penurunan berat badan karena nafsu
makan berkurang.
Analisis multivariat dalam penelitian ini menunjukkan bahwa faktor yang paling
dominan mempengaruhi kejadian underweight pada balita yaitu pengetahuan dan
pekerjaan. Nilai R square sebesar 0,363 yang menunjukkan bahwa variabel pengetahuan
dan pekerjaan berkontribusi terhadap kejadian underweight pada balita yaitu sebesar
36,3% sedangkan 63,7% disebabkan oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam
penelitian ini. Faktor lain yang dapat mempengaruhi kasus underweight pada balita
adalah pengetahuan tentang pola makan dan jumlah balita. Pada saat pendataan,
sebagian besar ibu tidak mengetahui cara memberikan makanan bergizi untuk bayi, dan
sebagian besar ibu memiliki anak lebih dari dua.
Hal ini sejalan dengan Penelitian Mihretie (2018). Disebutkan bahwa ibu
Pengetahuan tentang pola makan pada balita berhubungan dengan status
gizi balita. Pola pemberian makan ini meliputi jenis dan frekuensi pemberian
makan menurut tahapan usia balita. Selain itu, pengetahuan Ibu tentang
desain pemberian makanan pada balita selama sakit dan dalam masa
pemulihan setelah sakit menjadi salah satu penyebab tingginya angka
underweight pada balita. Menurut hasil penelitian oleh
Woldeamauel & Tesfaye, (2019), jumlah anak dalam rumah tangga secara signifikan berhubungan
dengan berat badan kurang pada anak di bawah lima tahun. Jumlah anggota rumah tangga yang
banyak memungkinkan pemenuhan kebutuhan pangan menjadi lebih sedikit sehingga balita dapat
mengalami gizi kurang.
Mahihody, AJ, & Hinonaung, JSH (2020). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Anak Kurang Berat Badan
Balita di Kabupaten Sangihe. JURNAL INFO KESEHATAN, 18 (1), 40-49.
https://doi.org/10.31965/infokes.Vol18.Iss1.323
| 47

4. KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang paling dominan
mempengaruhi kasus balita berat badan kurang adalah pengetahuan dan pekerjaan.
Pengetahuan yang benar sangat dibutuhkan oleh ibu balita dalam menentukan gizi
yang optimal bagi balita. Selanjutnya walaupun ibu tidak bekerja atau memiliki
banyak waktu dalam mengasuh anak balitanya, tanpa ditunjang dengan tingkat
pendidikan yang tinggi, mereka akan kesulitan menerima informasi kesehatan
terutama mengenai gizi sehingga kebutuhan gizi terpenuhi. anak di bawah lima
tahun tidak terpenuhi dengan baik. Tenaga kesehatan, termasuk perawat, perlu
meningkatkan pemberian pendidikan kesehatan tentang gizi balita bagi ibu balita.
Dengan demikian, pengetahuan ibu balita tentang gizi yang baik untuk balita dapat
meningkat. Selain itu, peran ibu balita dalam membantu kepala keluarga dalam
mencari penghasilan tambahan sehingga gizi keluarga khususnya balita dapat
terpenuhi. Peneliti yang tertarik dengan penelitian ini dapat meneliti lebih lanjut
pengaruh jumlah anak dan pengetahuan tentang pola makan terhadap kejadian
underweight pada balita.

REFERENSI
Acquah, E., Darteh, EK, Amu, H., & Adjei, DK (2019). Prediktor kekurangan berat badan
pada anak di bawah lima tahun di Ghana. Jurnal medis Ghana, 53(1), 71-78. DOI:
10.4314/gmj.v53i1.11
Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara. (2018).Sulawesi Utara Tahun 2018 Angka.
Manado: Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara.
Chowdhury, TR, Chakrabarty, S., Rakib, M., Saltmarsh, S., & Davis, KA (2018).
Faktor risiko sosial-ekonomi untuk anak usia dini kekurangan berat badan di
Bangladesh. Globalisasi dan kesehatan, 14 (1),14-54. DOI: https://doi.org/10.1186/
s12992-018- 0372-7
Dinas Kesehatan Kabupaten Sangihe. (2017).Laporan Kasus Balita Intinya
merah. Sangihe: Dinas Kesehatan Kabupaten Sangihe.
Dinas Kesehatan Kabupaten Sangihe. (2018).Profil Kesehatan Kabupaten Kepulauan
Tahun Sangihe 2017. Sangihe: Dinas Kesehatan Kabupaten Sangihe.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2018). Buku Saku Pemantauan Status Gizi
2017. Jakarta: Direktorat Gizi Masyarakat dan Direktorat Jenderal Kesehatan
Masyarakat, Kementerian Kesehatan.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Tentang Penggunaan Kartu Sehat Menuju Sehat (KMS) Bagi Balita.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal
Bina Kesehatan Masyarakat.
Kleinman R. (2009). Buku Panduan Nutrisi Anak (6thed.). Barat Laut: Amerika
Akademi Pediatri.
Kusumaningtyas, DE, Soesanto, S., & Deliana, SM (2017). Memberi Pola
Makanan Terhadap Status Gizi 12-24 Bulan Pada Ibu Bekerja. Jurnal Perspektif
Kesehatan Masyarakat, 2(2). 155-167.
Lemeshow, S., Hosmer, D., Klar, J., & Lwanga, S. (1990). Kecukupan Ukuran Sampel dalam
Studi Kesehatan. New York: John Wiley & Sons.
48 | https://doi.org/10.31965/infokes.Vol18.Iss1.323

Lestari, NB, Sartono, A., & Handarsari, E. (2016). Faktor Terkait


Dengan adanya Kejadian Balita BGM di Desa Karangpasar Wilayah Kerja Puskesmas
Tegowanu. Jurnal Nutrisi, 5(1), 1-7.
Mihretie, Y. (2018). Pengetahuan Ibu tentang Praktik Pemberian Makanan Pendamping ASI dan
Status Gizi Anak 6-23 Bulan di Kota Jigjiga. Glob J Nutri Food Sci, 1 (1),
1-12.
Mutisya, M., Kandala, NB, Ngware, MW, & Kabiru, CW (2015). Makanan rumah tangga
(dalam) keamanan dan status gizi anak-anak miskin perkotaan berusia 6 hingga 23 bulan di
Kenya. kesehatan masyarakat BMC, 15(1), 1-10. DOI: https://doi.org/10.1186/s12889-015-
2403-0
Nigatu, G., Woreta, SA, Akalu, TY, & Yenit, MK (2018). Prevalensi dan
faktor terkait kekurangan berat badan di antara anak-anak usia 6-59 bulan di distrik Takusa,
Ethiopia Barat Laut. Jurnal internasional untuk kesetaraan dalam kesehatan, 17(1), 1-8. DOI:
https://doi.org/10.1186/s12939-018-0816-y
Nordang, S., Shoo, T., Holmboe-Ottesen, G., Kinabo, J., & Wandel, M. (2015).
Pekerjaan perempuan di pertanian, praktik pemberian makan anak dan status
gizi di antara anak-anak balita di pedesaan Rukwa, Tanzania. Jurnal Inggris
Nutrisi, 114(10), 1594-1603.
Notoatmodjo S. (2014). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Novitasari, Destriatania, D., Febry, F. (2016). Penentuan Kejadian Balita di
Di Bawah Garis Merah di Puskesmas Awal Terusan. Jurnal Ilmu Kesehatan
Masyarakat. 7 (1), 48-63.
Pillitteri, A. (2010). Keperawatan Ibu dan Anak: Perawatan Melahirkan dan
Keluarga pengasuhan anak (edisi ke-6). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Putri, RF, Sulastri, D., & Lestari, Y. (2015). Faktor Terkait dengan
Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas, 4(1), 254-261. DOI:https://doi.org/10.25077/jka.v4i1.231
Rezali & Kristiani. (2009). Hubungan antara karakteristik keluarga, pola asuh, dan
asupan gizi dengan status gizi anak usia 0-36 bulan di kota Banda Aceh.
Yogyakarta: S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Gadjah Mada.
Sari, DP, Laenggeng, AH, & Tasya, Z. (2018). Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu
Dan Status Ekonomi Keluarga Dengan Kejadian Balita Di Bawah Garis
Merah (BGM) Di Wilayah Kerja Puskesmas Nokilalaki. Jurnal Sains
Kolaborasi, 1(1) .79-86.
Sari M. (2010). Hubungan Perilaku Ibu pada Pemberian Makan dengan Angka
Kejadian BRL pada Balita. Tesis. Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Sinha, RK, Dua, R., Bijalwan, V., Rohatgi, S., & Kumar, P. (2018). Penentu dari
Stunting, Wasting, dan Underweight di Lima Kantong Beban Tinggi di
Empat Negara Bagian India. Jurnal kedokteran komunitas India: publikasi
resmi Asosiasi Kedokteran Pencegahan & Sosial India, 43(4), 279–283.
https://doi.org/10.4103/ijcm.IJCM_151_18
Suryani, L. (2017). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Bayi di Wilayah Kerja
Puskesmas Payung Sekaki. Jomis (Jurnal Ilmu Kebidanan), 1(2), 47-53.
Mahihody, AJ, & Hinonaung, JSH (2020). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Anak Kurang Berat Badan
Balita di Kabupaten Sangihe. JURNAL INFO KESEHATAN, 18 (1), 40-49.
https://doi.org/10.31965/infokes.Vol18.Iss1.323
| 49
Talukder, A. (2017). Faktor-faktor yang berhubungan dengan gizi buruk pada balita:
ilustrasi menggunakan survei demografi dan kesehatan Bangladesh, data 2014.
Anak-anak, 4(10), 1-8. DOI: https://doi.org/10.3390/children4100088
Wahyudi, BF, Sriyono, S., & Indarwati, R. (2014). Analisis Faktor Terkait
dengan Kasus Gizi Buruk pada Bayi. Jurnal Pediomaternal, 3(1), 83-91.
Woldeamanuel, BT, & Tesfaye, TT (2019). Faktor risiko yang berhubungan dengan balita
stunting, wasting, dan underweight berdasarkan dataset Survei Kesehatan
Demografi Ethiopia di wilayah Tigray, ethiopia. Jurnal Nutrisi dan Metabolisme,
2019, 1-11. DOI:https://doi.org/10.1155/2019/6967170
SIAPA. (2017).Malnutrisi. Jenewa: Organisasi Kesehatan Dunia.
Yuandari, M. (2012). Deskripsi Penyuluhan Gizi Pada Balita Di Bawah Garis Merah
(BGM) Berdasarkan Pedoman Penyuluhan Gizi Kementerian Kesehatan RI Tahun 2008
(Studi Kasus di Pojok Gizi Puskesmas Sumbersari Jember). Tesis. Gizi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember

Anda mungkin juga menyukai