”
PM. 22 No. Tahun
Kata
Daftar
Pengantar
Isi
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iv
Daftar Gambar vi
Daftar Tabel viii
Bab
5
Penutup
Daftar Gambar
Visi, Misi,
dan Sasaran
Program
Gambar 3.1
10 Program Prioritas Nasional di kembangkan Bapennas 45 Bab
Gambar 3.2
Lima Kegiatan Prioritas Pengembangan TIK Nasional 45 3
Gambar 3.3
Kebijakan Strategis Jangka menengah Sektor Pos 55
Gambar 3.4
Driver Tree Program Efisiensi Industri Telekomunikasi 58
Gambar 3.5
Driver Tree Program Efisiensi Industri Penyiaran 60 Arah
Gambar 3.6
Tahapan Implementasi Digitalisasi Sistem Penyiaran Indonesia 62 Kebijakan
Gambar 3.7
Handicap kebijakan Penyiaran di Indonesia 63 dan Strategi
Gambar 3.8
Lima Aspek Utama Digitalisasi Penyiaran Televisi 68
Gambar 3.9
Pihak-Pihak yang Berperan dalam Migrasi TV Analog
ke Digital 69
Gambar 3.10 Driver Tree Program Implementasi TV Analog ke Digital
(Analog Switch Off) 71–72
Gambar 3.11 Driver Driver Tree Program Layanan Perizinan Pos,
Telekomunikasi dan Penyiaran Online 80
Daftar Tabel
Bab Tabel 2.1 Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Strategis Kementerian
2 Kominfo 28
Tabel 2.2 Sasaran Program dan Indikator Kinerja Program Direktorat
Jenderal PPI 29
Visi, Misi,
dan Sasaran
Program
Arah
Kebijakan
dan Strategi
Tabel 4.1 Target Berdasarkan Sasaran Program dan Indikator Kinerja Bab
Program 85 4
Tabel 4.2 Peta Peran Masing-masing Direktorat Pada Lingkungan Ditjen PPI 87
Target
Kinerja dan
Kerangka
Pendanaan
BAB
1
Pendahuluan
a. Telekomunikasi
b. Penyiaran
Digitalisasi ini bukan hanya memaksa adaptasi pada level mikro (teknologi dan
bisnis) tetapi juga mendesak level makro (industri dan regulasi) untuk melakukan
penyesuaian-penyesuaian akibat perubahan teknologi. Pada tingkatan mikro, input
teknologi membawa perubahan pada prasyarat teknologi, ketersediaan set top box
dalam digitalisasi, serta proses penguasaan teknologi tersebut.
c. Pos
Indonesia sebagai negara dengan geografis yang sangat luas membutuhkan sektor
logistik sebagai penggerak distribusi barang hingga dapat terdistribusi dengan
merata. Guna meningkatkan peran sektor logistik di Indonesia, diperlukan perkuatan
internal bidang Pos sebagai salah satu entitas yang bertanggung jawab dalam
sektor logistik nasional. Perkuatan sektor Pos nasional dapat ditempuh melalui
pengembangan teknologi untuk penyediaan layanan Pos Nasional. Peningkatan
teknologi dalam penyediaan layanan pos membantu dalam mengefisienkan proses
penyediaan layanan, sehingga dapat meningkatkan daya saing penyelenggara
layanan pos nasional. Seperti halnya penyelenggara layanan pos asing yang
memiliki sistim IT yang baik, sehingga mampu mengintegrasikan kegiatan logistik
mereka dengan baik.
Selain itu, pentingnya integrasi antar penyelenggara pos sangat diperlukan guna
memperluas wilayah operasi layanan. Integrasi antar penyelenggara layanan pos
lokal dan integrasi antar penyelenggara layanan pos lokal dengan asing perlu
dijalin dengan baik. Dengan integrasi yang baik, penyelenggara layanan pos
dapat memperluas area layanan walaupun tidak memiliki cukup banyak modal
untuk melakukan pembangunan titik layanan pos di banyak wilayah layanan.
Untuk itu, diperlukan regulasi yang dapat meningkatkan integrasi/kerjasama antar
penyelenggara layanan pos untuk meningkatkan daya saing dan meningkatkan
jangkauan layanan pos.
Fenomena yang terjadi pada era TIK sekarang adalah konvergensi yang dapat
disimpulkan dari berbagai sumber sebagai penyatuan atau integrasi berbagai
layanan informasi dan komunikasi dari industri Telekomunikasi, Penyiaran, Internet
dan Pos yang dapat diakses melalui suatu saluran komunikasi melalui suatu
perangkat komunikasi.
- Industri telekomunikasi yang memiliki layanan dasar suara sudah mulai
digantikan dengan layanan pesan singkat dan layanan suara interaktif melalui
berbagai konten Skype, Line call, Whatsapp Call, dan sebagainya.
- Industri penyiaran yang memiliki layanan dasar penyiaran melalui media
televisi mulai digantikan dengan layanan OTT penyiaran yang dapat diakses
pada telepon pintar maupun tablet
- Industri Pos memiliki layanan dasar seperti layanan komunikasi tertulis/surat
elektronik, layanan paket, layanan logistic, layanan transaksi keuangan dan
keagenan pos. untuk komunikasi tertulis dan layanan transaksi keuangan dan
keagenan pos yang semula secara konvensional sekarang sudah berbasis
IT. Sedangkan untuk layanan logistic dimana didalam penyelenggaraan
pos bersifat integrated, pada saat ini perannya telah bergeser dengan
menggunakan aplikasi berbasis teknologi informasi (e-commnerce).
Mobile TV
Siaran radio, siaran TV,
FTA
TV berbayar
PENYIARAN
Mobile Internet Konvergensi telekomunikasi dan broadcast
Internet Broadcasting
Video conference, instant
Webrowsing, email, messeging, mobile Webrowsing, email,
internet banking IP TV, Youtube, banking, e-commerce internet banking
INTERNET Netflix
Konvergensi penyiaran
dan internet
Mobile internet, TV streaming, VoIP, Conference Video,
Layanan logistik IP platform Video on Demand, rich communication
berbasis IT, email
Tren ke depan tersebut memerlukan suatu rencana kebijakan dan regulasi industri
di Indonesia, supaya pencapaian TIK sesuai dengan maksud dan tujuan TIK
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dan Industri TIK dapat berkembang
walaupun dalam kondisi konvergensi.
Jumlah KPC LPU yang mendapatkan 2.278 2.278 2.298 2.298 2.357 2.357 2.325 2.325
100%
dana PSO Pos KPC LPU KPC LPU KPC LPU KPC LPU KPC LPU KPC LPU KPC LPU KPC LPU
Jumlah Desa Dering yang Beroperasi 33.184 30.413 33.184 31.392 33.184 32.918 33.184 33,185
100%
SSL SSL SSL SSL SSL SSL SSL SSL
Prosentase Jangkauan jaringan TVRI 65% 66,65% 70% 66,65% 78% 66,65% 88% 76,56% 87%
dan RRI pada populasi penduduk (TVRI), (TVRI), (TVRI), (TVRI), (TVRI), (TVRI), (TVRI), (TVRI) (TVRI)
86% (RRI) 52,88% 87% (RRI) 57,96% 88% (RRI) 57,96% 90% (RRI) 60,19% 66,87%
(RRI) (RRI) (RRI) (RRI) (RRI)
Rencana Strategis Ditjen PPI yang merupakan kumpulan dari program kerja
strategis sektor Penyelenggaraan Pos dan Informatika harus sejalan dengan
target, program dan perjanjian internasional sektor Kementerian Komunikasi dan
Informatika yang telah disusun atau disepakati sebelumnya. Hal tersebut menjadi
faktor penentu terarahnya dan tercapainya target sektor Penyelenggaraan Pos dan
Informatika yang sesuai dengan tujuan bangsa dan memberikan kontribusi dalam
pengembangan pembangunan bangsa Indonesia.
UUD 1945
Renstra
Kementerian Komunikasi
dan Informatika
Renstra Direktorat
Perjanjian Multilateral Jenderal Penyelenggaraan Perjanjian Bilateral
Pos dan Informatika
Dalam Nawa cita dijelaskan bahwa pembangunan infrastruktur agenda Nawa Cita
yang akan disasar adalah bagaimana program infrastruktur yang dilakukan dapat :
(1) meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia,
(2) meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing dipasar internasional, dan
(3) mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor
strategis ekonomi domestik.
Untuk itu, program pembangunan bidang TIK diusulkan sebagai kelanjutan dan
“re-focusing” dan RJPMN 2014-2019 yang juga sebagian tertuang dalam MP3EI
(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) bidang
Telematika, yang secara khusus didisain target dan milestone-nya dalam dokumen
Indonesia Broadband Plan.
Terdapat 5 program bidang TIK yang akan menjadi fokus dalam periode 2015-
2019 ini, yaitu:
1. Penyediaan bandwidth untuk rakyat sebesar 1 Gb per bulan per kapita dengan
sebaran bandwidth di 100% kabupaten/kota;
2. Satelit multi fungsi untuk kepentingan pemerintah, baik untuk komunikasi,
pengawasan daerah perbatasan, penanganan bencana alam, pemetaan dan
Hankamnas;
3. Layanan e-government terintegrasi untuk 100% kabupaten/kota dengan Index
e-government mencapai 3,4 (skala 4,0);
4. Berdirinya pusat industri kreatif nasional berbasis TIK, dan
5. Penunjukan Menkominfo sebagai Nasional CIO (Chief Information Officer)
Untuk mendukung visi dan misi, strategi dan program pemerintah di bidang TIK,
maka seluruh komponen pemangku kepentingan harus bekerja sama membangun
kembali dan merevitalisasi beberapa aspek, meliputi: (1) regulasi yang efektif, (2)
model kompetisi sehat dan khas Indonesia, (3) kelembagaan efektif, (4) TIK untuk
ekonomi digital, (5) pengembangan infrastruktur TIK, (6) pengaturan sumber daya
frekuensi, dan (7) pengembangan SDM TIK yang berdaya saing tinggi.
Disamping itu Renstra Ditjen PPI juga merupakan pedoman dalam penyusunan
program dan anggaran di lingkungan Ditjen PPI dalam koridor tahun 2015-2019,
dimana ruang lingkup kerja dari Ditjen PPI meliputi dimensi yaitu antara lain :
1. Mempunyai tugas sebagai regulator (Komersial Enterprise Action);
2. Mempunyai tugas untuk mendorong terwujudnya pemerataan infrastruktur
telekomunikasi, pos dan penyiaran khususnya didaerah non komersial;
3. Mempunyai peran pengawasan dan pengendalian industri pos, telekomunikasi
dan penyiaran.
teknologi dan layanan di sektor TIK tidak serta merta dapat dinikmati oleh seluruh
masyarakat di Indonesia. Hal ini disebabkan karena kecenderungan penyelenggara
TIK lebih memilih melakukan pembangunan infrastruktur dan pemberian layanan
TIK pada daerah-daerah yang ekonomi masyarakatnya sudah maju sehingga lebih
profitable secara bisnis. Dampak dari adanya kecenderungnya penyelenggara
tersebut menjadikan permasalahan dan tantangan bagi pemerintah antara lain
menyangkut :
terjadinya persaingan industri yang sangat ketat. Disisi lain karena besarnya
biaya investasi pembangunan infrastrutkur di daerah perdesaan, penyelengara
cenderung enggan membangun di daerah perdesaan, sehingga penyelenggara
di daerah perdesaan cenderung hanya didominasi oleh satu atau dua
penyelenggara saja.
Namun, Indonesia sebagai negara besar dengan wilayah geografis yang luas juga
memiliki banyak potensi sektor telekomunikasi yang apabila dimaksimalkan dengan
baik akan menjadi keunggulan bersaing (competitive adventages) bagi Indonesia.
Sektor telekomunikasi apabila dikembangkan dengan baik akan menjadi faktor
pendorong pertumbuhan perekonomian nasional, seperti halnya negara-negara
maju yang pada umumnya memiliki sektor telekomunikasi yang baik. Berdasarkan
hasil penelitian Bank Dunia, bahwa setiap peningkatan penetrasi broadband
sebesar 10% maka akan berpengaruh kepada peningkatan GDP sebesar 1,38%.
Secara lebih detail, berikut gambaran potensi dan permasalahan sektor teleko
munikasi di Indonesia.
No POTENSI No PERMASALAHAN
1 Populasi masyarakat Indonesia yang cukup besar merupakan salah satu 1 Pembangunan infrastruktur dan layanan telekomunikasi masih belum merata
faktor yang mendorong perkembangan sektor telekomunikasi nasional dan terkonsentrasi pada wilayah profitable. Sebagian daerah perbatasan dan
lokasi tertentu belum terjangkau layanan dan infrastruktur telekomunikasi.
2 Terjadi defisit terhadap penggunaan kapasitas/bandwidth secara 2 Pemanfaatan jaringan telekomunikasi eksisting yang masih belum efektif
nasional disebabkan permintaan akan layanan telekomunikasi di dan efisien, dimana banyak penyelenggara yang melakukan pembangunan
Indonesia terus meningkat, mulai demand dari pengguna perorangan, infrastruktur telekomunikasi yang sama pada lokasi yang sama, padahal
sampai demand pelanggan M2M (Machine to Machine) jaringan tersebut masih belum terutilisasi dan ketatnya persaingan dalam
industri telekomunikasi.
3 PNBP sektor telekomunikasi terus meningkat setiap tahunnya. 3 Kenaikan target PNBP sektor telekomunikasi seringkali dilakukan dengan
kurang memperhitungkan kondisi ekonomi dan perkembangan industri
4 65% penduduk Indonesia pada tahun 2015 merupakan penduduk 4 Kendala dalam penggelaran Broadband di Indonesia:
yang produktif (165 juta dari 250 juta penduduk), dan penetrasi a. Koordinasi dengan Pemda mengenai pemanfaatan infrastruktur broad
telekomunikasi sudah mencapai lebih dari 100%. band (duct, menara) yang terkadang masih menimbulkan konflik
Sehingga potensi masyarakat produktif akan semakin optimal apabila b. Fokus pengembangan penyelenggara untuk jaringan broadband masih
didukung dengan fasilitas broadband, untuk menciptakan ekonomi di daerah “menguntungkan” secara finansial
broadband
5 Permintaan akses konten telekomunikasi semakin meningkat, dan 5 Konten lokal belum terlalu berkembang, dan mayoritas konten dikuasai oleh
penggunanya mulai merata ke seluruh lapisan masyarakat dan seluruh konten asing
umur
6 Pertumbuhan pelanggan yang tinggi baik pengguna orang maupun 6 Pertumbuhan yang tinggi menyebabkan kebutuhan akan perangkat yang
mesin/perangkat tinggi akan tetapi masih rendahnya Tingkat Kandungan Dalam Negeri yang
menyebabkan Defisit Neraca Perdangan mencapai Rp. 67 T tahun 2014
(sumber: BPS) dan Hilangnya potensi penciptaan lapangan kerja. Selain
itu memicu peredaran kartu perdana yang dimanfaatkan untuk SPAM
dan FRAUD yang digunakan untuk tindakan kejahatan dan refiling trafik
terminasi internasional dengan kerugian mencapai Rp. 1.2T.
7 Permintaan layanan konvergensi seperti e-commerce, e-payment, 7 Kendala yang sering dihadapi adalah permasalahan keamanan dalam akses
e-banking meningkat pesat sebagai sarana transaksi keuangan digital konten pembayaran maupun akses lain, terkait dengan keamanan terhadap
data pribadi, transaksi dan informasi yang terlibat dalam proses transaksi
digital
8 Semakin berkembangnya industri kreatif digital yang akan mendorong 8 Industri kreatif digital tidak dikelola dan dimonetisasi dengan baik oleh
pengembangan konten lokal. Pemerintah, padahal memiliki potensi yang sangat besar
No POTENSI No PERMASALAHAN
10 Banyaknya pemain di sektor Telekomunikasi sehingga memberikan 10 Industri telekomunikasi di Indonesia sudah jenuh karena tingkat persaingan
pilihan layanan kepada masyarakat lebih banyak yang tinggi dan tidak sehat. Selain itu menyebabkan kualitas layanan yang
diterima masyarakat semakin menurun, sedangkan harga layanan broadband
masih relatif mahal dibandingkan dengan negara maju lainnya (diatas 5%
dari UMR).
11 Kebutuhan Masyarakat dalam layanan panggilan darurat dan 11 Belum terintegrasinya nomor panggilan untuk menghadapi keadaan darurat
kebencanaan sehingga menyebabkan kebingungan dan ketidaktahuan masyarakat akan
nomor panggilan darurat yang harus dihubungi
12 Tingginya transaksi elektronik dan pengguna internet di Indonesia serta 12 Hampir semua sektor strategis dan retail menggunakan jaringan
semakin banyaknya TIK yang digunakan oleh pemerintahan telekomunikasi publik. Lebih dari 1 juta serangan per hari masuk ke Indonesia
yang mengancam keamanan internet dimana situs go.id menjadi peringkat
utama target serangan. Indonesia belum mampu melakukan langkah strategis
untuk mengantisipasi khususnya untuk melakukan pengamanan di sektor
strategis dan melakukan upaya pencegahan dan mitigasinya.
Industri Pos pada umumnya adalah industri padat karya dan kegiatan usahanya
mencakup 4mpat aktivitas inti, yaitu collecting, processing, transporting, dan
delivery. Proses alur kerja pos mulai dari colleting, processing, dan transporting
sampai dengan delivery tersebut kedepannya akan terhubung secara virtual melalui
jaringan track dan trace serta dapat diakses langsung oleh masyarakat pemakai
jasa pos melalui jaringan internet.
Namun hal diatas tidak terlepas dari tantangan yang dihadapi pada kondisi industri
pos di Indonesia saat ini. Tantangan itu antara lain dalam sektor Pos nasional
adalah pengembangan teknologi untuk menunjang penyediaan layanan Pos, serta
peningkatan kerjasama untuk mengintegrasikan jaringan antar penyedia layanan
pos secara nasional. Peningkatan aplikasi berbasis teknologi informasi dalam hal
penyediaan layanan pos sangat membantu dalam rangka mengefisienkan proses
penyediaan layanan.
No POTENSI No PERMASALAHAN
1 Hampir semua ibu kota kecamatan dalam kota telah terjangkau 1 Dana bantuan operasional layanan pos universal tersebut belum mampu
layanan pos universal mencukupi beban operasional layanan pos universal (LPU).
2 Meningkatnya kebutuhan pembangunan sarana tugu berkode pos di 2 Jumlah tugu berkode pos yang dibangun didaerah perbatasan dan pulau
wilayah/daerah perbatasan dan pulau terdepan sebagai tanda kedaulan terluar belum memadai sesuai dengan batas-batas kedaulatan wilayah NKRI.
wilayah NKRI
3 Beberapa Penyelengara Pos Nasional telah menggunakan sistem 3 Masih belum terdapatnya standar bidang pos termasuk standarisasi
layanan berbasis on-line pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan efisiensi dan produktifitas
dalam proses bisnis pos
No POTENSI No PERMASALAHAN
4 diperlukannya regulasi yang kondusif dibidang perposan untuk 4 Belum terpenuhnya regulasi yang mampu sebagai penjabaran dari
pengembangan industri perposan. perkembangan industri pos yang memenuhi tantangan dan dinamika yang
berkembanng saat ini dan kedepan.
5 Besarnya dana masyarakat yang beredar di luar jangkauan lembaga 5 Belum dimanfaatkan secara optimal sarana dan prasarana Pos untuk
keuangan masyarakat (laku pandai/financial inclution/layanan keuangan tanpa kantor)
6 Pemanfaatan prangko yang digunakan sebagai alat edukasi masyarakat, 6 • Masyarakat belum teredukasi terkait pemahaman yang lebih luas
penyebarluasan informasi, bukti pelunasan biaya kiriman pos dan mengenai peran dan manfaat prangko
sebagai benda filateli • Pemerintah belum maksimal dalam pengelolaan dan pelestarian
prangko yang saat ini tergerus oleh teknologi informasi
Perkembangan teknologi dalam industri penyiaran saat ini sedang beralih dari
era analog menuju ke era digital dimana Sistem penyiaran televisi digital memiliki
beberapa manfaat diantaranya adalah peningkatan kualitas layanan siaran.
Selanjutnya potensi dan permasalahan dalam sektor penyiaran dapat dilihat sebagi
berikut
No POTENSI No PERMASALAHAN
1 Perkembangan layanan penyiaran yang sudah masuk ke era OTT 1 Belum adanya pengaturan OTT menyebabkan OTT lebih sebagai ancaman
Penyiaran membuat pilihan masyarakat akan program siaran semakin terhadap penyelenggara siaran eksisting (LPS, LPB, LPK, LPP)
luas
2 Ekosistem penyiaran digital memberikan banyak benefit berupa saluran 2 • Tertundanya proses migrasi TV analog ke Digital (ASO/Analog Switch-
yang lebih luas, dan juga kualitas saluran yang lebih bagus daripada off)
analog • Kurangnya pembinaan bagi lembaga penyiaran sebagai media pelestari
kearifan lokal
3 Potensi meningkatnya minat masyarakat akan penyelenggaraan Televisi 3 Perlu ada penyesuaian terhadap rencana UU yang mengakomodasi
Berbayar Konvergensi ke depan, terkait dengan LPB akan diatur dalam UU Penyiaran
atau UU Telekomunikasi
4 Penyiaran akan berkembang ke arah konvergensi dengan jenis layanan 4 UU Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran dan Peraturan teknis lainnya
yang semakin beragam perlu disesuaikan kembali mengikuti perkembangan teknologi digital
dan broadband serta prinsip prinsip diversity of content dan diversity of
ownership.
No POTENSI No PERMASALAHAN
5 Besarnya permintaan untuk pengajuan Lembaga Penyiaran 5 Belum adanya database perizinan penyiaran yang terintegrasi dengan
database pengelolaan spektrum fekuensi
6 Indonesia masih memiliki wilayah yang luas yang belum diakses oleh 6 Hanya penyelenggara TVRI dan RRI yang memiliki komitmen pembangunan
layanan penyiaran hingga ke daerah, sedangkan Lembaga penyiaran lain hanya sebatas daerah
“menguntungkan”
7 Besarnya penyelenggara penyiaran di Indonesia baik nasional maupun 7 Persaingan usaha industri penyiaran masih belum memiliki arah pengaturan
lokal yang jelas, masih banyak daerah yang over supply, padahal demand tidak
ada
Seiring dengan perkembangan teknologi dan industri yang ada, maka dalam
implementasinya telah terjadi banyak perubahan baik dalam implementasi teknologi
jaringan, perubahan layanan dengan berkembangnya layanan Over The Top (OTT),
perubahan arah regulasi konvergensi, adanya pengembangan kelembagaan Badan
Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BPPPTI).
Disamping itu Pemerintah dalam hal ini Kemkominfo akan melakukan percepatan
pemerataan informasi dan lebih fokus untuk mendukung kebijakan nasional dalam
hal konektivitas nasional maka berdasarkan Peraturan Menteri Kominfo No. 21
Tahun 2016 tentang Perubahan Peraturan Menteri Kominfo No. 22 Tahun 2015
tentang Rencana Strategis Kementerian Kominfo Tahun 2015-2019 telah melakukan
revisi rencana strategis Kementerian Komunikasi dan Informatika terutama terkait
sasaran strategis dan indikator kinerja sasaran strategis Kementerian Kominfo.
Secara umum, dasar pertimbangan perlunya revisi Rencana strategis Ditjen PPI
dapat dijabarkan sebagai berikut :
Identifikasi Masalah
Program Utama 1. Pengembangan Broadband dan Efesiensi Industri 1. Pengembangan Broadband dan Efesiensi Industri
Kominfo 2. Pengembangan Content 2. Pengembangan Content
3. Digitalisasi 3. Digitalisasi Industri
4. Government Public Relation (GPR) 4. Government Public Relation (GPR)
1 1
Terwujudnya ketersediaan dan meningkatnya kualitas Tersedianya infrastruktur TIK serta pengembangan
layanan komunikasi dan informasi untuk mendukung fokus ekosistem TIK yang merata dan efisien di seluruh
pembangunan pemerintah sebagai wujud kehadiran negara wilayah Indonesia
dalam menyatakan kedaulatan dan pemerataan pembangunan
2
2 Tersedianya akses dan kualitas informasi publik
Tersedianya akses pita lebar nasional, internet, dan penyiaran terkait kebijakan dan program prioritas pemerintah
digital yang merata dan terjangkau untuk meningkatkan per yang baik, cepat, tepat, dan obyektif kepada seluruh
Sasaran Strategis tumbuhan ekonomi, pendidikan, sosial, budaya, dan hankam lapisan masyarakat Indonesia
Kominfo
3 3
Terselenggaranya tatakelola komunikasi dan informasi yang Terwujudnya tata kelola Kementerian Komunikasi
efesien, berdaya asing dan aman dan Informatika yang bersih, efesien, dan efektif
4
Terciptanya budaya pelayanan, revolusi mental, reformasi
birokrasi dan tata kelola KemKominfo yang berintegrasi, bersih,
efektif dan efesien
Sasaran Strategis/ Indikator Kinerja Utama 2015 2016 2017 2018 2019
SS.1. Tersedianya Infrastruktur TIK serta pengembangan ekosistem TIK yang merata dan efisien di seluruh wilayah Indonesia
IKSS.1.1 Persentase (%) Kab/Kota terhubung jaringan backbone serat optik palapa ring 78 82 86 90 93
(Jumlah Kab/kota: 514)
IKSS.1.3 Persentase (%) desa di wilayah tertinggal termasuk lokpri memperoleh akses - - 2.6 6.3 10
telekomunikasi
(Jumlah desa di wilayah tertinggal termasuk lokpri : 19.000 Desa)
IKSS.1.4 Persentase (%) kecamatan di kawasan perbatasan terlayani jasa akses 30 50 60 80 100
telekomunikasi
(Jumlah lokpri kawasan Perbatasan : 187 kecamatan)
IKSS.1.5 Persentase (%) harga layanan pita lebar terhadap PDB per kapita 9.9 8.6 7.3 6.6 4.5
IKSS.1.6 Persentase (%) implementasi digitalisasi penyiaran/Analog Switch Off (ASO) 35 50 70 80 100
IKSS.1.7 Persentase (%) nelayan dan petani go digital 0.7 1.4 2.1 2.8 3
(Jumlah petani + nelayan per tahun 2013: 28,7 Juta)
IKSS.1.9 Persentase (%) desa di wilayah perbatasan, daerah tertinggal termasuk lokpri - - 2.6 6.3 10
tersedia layanan digital
(Jumlah desa di wilayah perbatasan, daerah tertinggal termasuk lokpri: 19.000 Desa)
SS.2 Tersedianya akses dan kualitas informasi publik terkait kebijakan dan program prioritas pemerintah yang baik, cepat, tepat dan obyektif kepada seluruh
lapisan masyarakat Indonesia
IKSS.2.1 Persentase (%) kepuasan masyarakat terhadap akses dan kualitas informasi publik 30 40 50 60 70
(Survei Responden/Publik)
SS.3 Terwujudnya tata kelola Kementerian Komunikasi dan Informatika yang bersih, efisien dan efektif
Sumber : Peraturan Menteri No. 21 tahun 2016 tentang Perubahan Rencana Strategis Kementerian Komunikasi dan Informatika Tahun 2015-2019
Sasaran Strategis/ Indikator Kinerja Utama 2015 2016 2017 2018 2019
SS.1. Tersedianya Infrastruktur TIK serta pengembangan ekosistem TIK yang merata dan efisien di seluruh wilayah Indonesia
IKU.1 Persentase (%) Kab/Kota terhubung jaringan backbone serat optik palapa ring 78 82 86 90 93
(Jumlah Kab/kota: 514)
SS.2 Tersedianya akses dan kualitas informasi publik terkait kebijakan dan program prioritas pemerintah yang baik, cepat, tepat dan obyektif kepada seluruh
lapisan masyarakat Indonesia
IKU.3 Persentase (%) kepuasan masyarakat terhadap akses dan kualitas informasi publik 30 40 50 60 70
(Survei Responden/Publik)
SS.3 Terwujudnya tata kelola Kementerian Komunikasi dan Informatika yang bersih, efisien dan efektif
Sumber : Peraturan Menteri No. 21 tahun 2016 tentang Perubahan Rencana Strategis Kementerian Komunikasi dan Informatika Tahun 2015-2019
Berikut kami jabarkan keterkaitan antara sasaran strategis Kominfo yang akan
menjadi sasaran program Ditjen PPI sebagaimana berikut :
Gambar 1. 5 Pemetaan Sasaran Strategis Kominfo menjadi Sasaran Program Ditjen PPI
Pada tabel diatas dijelaskan bahwa untuk mendukung dari sasaran strategis 1
(satu) kementerian kominfo maka diharapkan Ditjen PPI dapat melaksanakan
kondisi industri pos, telekomunikasi dan penyiaran yang tertib administrasi, sehat,
adil dan berkelanjutan (sasaran program 1). Hal ini sejalan dengan tugas dan
fungsi yang diamanatkan kepada Ditjen PPI untuk menjaga iklim usaha pada
bidang pos, telekomunikasi dan penyiaran menjadi sehat dan berkelanjutan melalui
regulasi dan kebijakan. Disamping itu dalam rangka menghilangkan kesenjangan
informasi diseluruh wilayah Indonesia maka diperlukan adanya infrastruktur pada
bidang pos, telekomunikasi dan penyiaran dan juga diharapkan pemanfaatan dari
infrastruktur tersebut dapat meningkatkan taraf hidup dan menjaga persatuan dan
kesatuan bangsa Indonesia (Sasaran Program 2). Untuk sasaran program 3 yaitu
terwujudnya Analog switched Off (ASO) pada bidang penyiaran, hal ini diharapkan
apabila terwujud implementasi migrasi dari TV analog ke digital maka ada sumber
daya frekuensi yang dapat dimanfaatkan untuk terciptanya penggunaan frekuensi
yang efektif dan efisien dalam penyelenggaraan telekomunikasi dan penyiaran.
BAB
2
Visi, Misi, dan
Sasaran Strategis
Visi Kementerian Komunikasi dan Informatika adalah visi institusi yang digunakan
sebagai arahan kepada semua jajaran Kementerian Komunikasi dan Informatika
dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Rumusan itu disusun untuk mendukung
tercapainya visi Pembangunan Nasional Tahun 2005—2025. Untuk itu, seluruh
sektor pembangunan dalam pemerintahan dan seluruh potensi bangsa wajib
mewujudkan visi tersebut. Khusus Kementerian Komunikasi dan Informatika
diharapkan dapat memberikan kontribusi melalui upaya mewujudkan masyarakat
yang berpengetahuan, mandiri, dan berdaya saing tinggi melalui pemanfaatan
TIK. Institusi yang memiliki kewajiban dan kewenangan serta tanggung jawab
2.3 Tujuan
2.4 Sasaran
Pariwisata
dan Industri
Kemaritiman Infrasturktur
Sumber Daya
Energi
Manusia
A
Fokus Pembangunan
Kedaulatan Pangan Pemerintah Indonesia Perbatasan
• Cyber security
• Broadband/4G & Governance • Government
• Digitalisasi
B • Efesiensi • E-Government Public Relation
Industri • E-Commerce
Tabel 2.1 Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Strategis Kementerian Kominfo
SS.1. Tersedianya Infrastruktur TIK serta pengembangan ekosistem TIK yang merata dan efisien di seluruh wilayah Indonesia
IKS.1.1 Persentase (%) Kab/Kota terhubung jaringan backbone serat optik palapa ring
(Jumlah Kab/kota: 514)
IKS.1.3 Persentase (%) desa di wilayah tertinggal termasuk lokpri terlayani jasa akses telekomunikasi
(Jumlah desa di wilayah tertinggal termasuk lokpri : 19.000 Desa)
IKS.1.5 Persentase (%) harga layanan pita lebar terhadap PDB per kapita
IKS.1.9 Persentase (%) desa di wilayah perbatasan, daerah tertinggal termasuk lokpri tersedia layanan digital
(Jumlah desa di wilayah perbatasan, daerah tertinggal termasuk lokpri: 19.000 Desa)
SS.2 Tersedianya akses dan kualitas informasi publik terkait kebijakan dan program prioritas pemerintah yang baik, cepat, tepat dan obyektif kepada seluruh
lapisan masyarakat Indonesia
IKS.2.1 Persentase (%) kepuasan masyarakat terhadap akses dan kualitas informasi publik
(Survei Responden/Publik)
SS.3 Terwujudnya tata kelola Kementerian Komunikasi dan Informatika yang bersih
Tabel 2.2 Sasaran Program dan Indikator Kinerja Program Direktorat Jenderal PPI
SP.1 Terwujudnya industri pos, telekomunikasi dan penyiaran yang tertib administrasi, sehat, adil dan berkelanjutan
IKP. 1.1 Jumlah kebijakan/regulasi yang mengikuti perkembangan dan mampu mendukung efisiensi penyelenggaraan bidang pos, telekomunikasi
dan penyiaran
IKP. 1.2 Persentase keterjangkauan tarif layanan penyelenggaraan bidang telekomunikasi dibanding dengan GDP
IKP. 1.3 Presentase pencapaian PNBP bidang pos, telekomunikasi dan penyiaran
IKP. 1.4 Persentase tingkat kepatuhan Penyelenggara Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran terhadap peraturan perundang –undangan
SP. 2 Terwujudnya pemerataan infrastruktur, ekosistem dan layanan pos, telekomunikasi dan penyiaran di seluruh wilayah Indonesia
IKP. 2.5 Jumlah lokasi tersedianya infrastruktur penyiaran di wilayah Lokpri dan 3 T
IKP. 2.9 Jumlah komunitas broadband yang memanfaatkan infrastruktur telekomunikasi/ broadband
SP. 3 Terwujudnya Implementasi migrasi TV Analog ke Digital/ Analog Switch Off (ASO)
IKP. 3.2 Persentase penyediaan infrastruktur pemancar LPP TVRI dan RRI yang memiliki pemancar digital
IKP. 3.3 Jumlah lokasi yang dilaksanakan sosialisasi penyelenggaraan penyiaran digital
SP. 4 Terlaksanannya tata kelola Ditjen PPI yang bersih, efektif dan effisien
IKP. 4.3 Persentase laporan keuangan yang sesuai dengan standar akuntansi pemerintah
IKP. 4.4 Persentase meningkatnya kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik Ditjen PPI
IKP. 4.5 Presentase Penyelesaian Proses Perizinan Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran yang tepat waktu, akuntabel dan transparan
Tujuan: Menjadikan bidang komunikasi dan informatika sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi dengan menciptakan sektor TIK nasional beserta ekosistemnya yang tangguh, efisien dan berdaya saing internasional
30
sehingga tercipta peningkatan kesempatan kerja, penurunan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan antar-wilayah dengan tetap menjaga martabat, keamanan nasional, kedaulatan dan kemandirian bangsa
IKS. 1 : Persentase (%) Kab/Kota terhubung jaringan backbone serat optik palapa ring (Jumlah Kab/ kota: 514) IKS. 1 : Persentase (%) kepuasan masyarakat terhadap akses dan kualitas informasi publik IKS. 1 : Opini laporan keuangan
IKS. 2: Persentase (%) Kab/Kota terhubung jaringan backbone serat optik palapa ring (Jumlah Kab/ kota: 514) (Survei Responden/Publik) IKS. 2: Indeks Reformasi Birokrasi
Pendahuluan
IKS. 3: Persentase (%) desa di wilayah tertinggal termasuk lokpri terlayani jasa akses telekomunikasi (Jumlah desa di IKS. 3: Tingkat akuntabilitas kinerja
wilayah tertinggal termasuk lokpri : 19.000 Desa)
IKS. 4: Persentase (%) kawasan perbatasan terlayani jasa akses telekomunikasi (Jumlah kawasan perbatasan: 147 Lokasi)
IKS. 5: Persentase (%) harga layanan pita lebar terhadap PDB per kapita
IKS. 6: Persentase (%) implementasi digitalisasi penyiaran/Analog Switch Off (ASO)
IKS. 7: Persentase (%) nelayan dan petani go digital (Jumlah petani + nelayan per tahun 2013: 28,7 Juta
IKS.8: Persentase (%) UMKM go digital (Jumlah UMKM per tahun 2012: 56 juta)
IKS. 9: Persentase (%) desa di wilayah perbatasan, daerah tertinggal termasuk lokpri tersedia layanan digital (Jumlah
desa di wilayah perbatasan, daerah tertinggal termasuk lokpri: 19.000 Desa)
Bab 2
pos, telekomunikasi dan penyiaran di wilayah pedesaan LPP TVRI dan RRI yang memiliki pemancar IKP.4.3 : Prosentase laporan keuangan yang sesuai
IKP. 1.2 : Prosentase keterjangkauan tarif layanan IKP. 2.3 : Prosentase peningkatan penetrasi mobile broadband digital dengan standar akuntansi pemerintah
penyelenggaraan bidang telekomunikasi yang di wilayah perkotaan IKP.3.3 : Jumlah lokasi yang dilaksanakan sosialisasi IKP. 4.4 : Prosentase meningkatkannya kepuasan
terjangkau dibanding dengan GDP IKP. 2.4: Prosentase peningkatan penetrasi mobile broadband penyelenggaraan penyiaran digital masyarakat terhadap pelayanan publik
IKP. 1.3 : Prosentase tercapainnya PNBP bidang pos, di wilayah pedesaan IKP. 4.5 : Prosentase Penyelesaian Proses Perizinan Pos,
telekomunikasi dan penyiaran : IKP.2.5 : Prosentase lokasi tersediannya infrastruktur Telekomunikasi dan Penyiaran yang tepat
IKP. 1.4 : Prosentase tingkat kepatuhan Penyelenggara penyiaran di wilayah Lokpri dan 3 T waktu, akuntabel dan transparan
Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran terhadap IKP.2.6 : Jumlah KPCLPU yang beroperasi di seluruh wilayah
peraturan perundang-undangan Indonesia
Bab 3
Gambar 2.2 Pemetaan Indikator Kinerja Sasaran Strategis Kominfo dengan Indikator Sasaran Program Ditjen PPI
Bab 1 Bab 2 Bab 3
Pendahuluan Visi, Misi, dan Sasaran Strategis Arah Kebijakan dan Strategi
BAB
3
Arah Kebijakan
dan Strategi
Dalam rangka mewujudkan tujuan nasional bangsa Indonesia yaitu yang tercantum
dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu melindungi segenap
bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial maka
salah satunya melakukan pembangunan infrastruktur komunikasi dan informatika
di Indonesia yang memadai dan tersedianya layanan Komunikasi dan Informatika
di semua daerah, tidak terkecuali di perdesaan, perbatasan negara, pulau
terluar, hingga wilayah non-komersial lainnya. Untuk mencapai sasaran tersebut,
negara harus mengoptimalkan pengelolaan spektrum frekuensi radio dan orbit
satelit dengan efisien dalam pemakaian sumberdaya dan efektif dalam aplikasi
penggunaannya serta pengaturan yang efektif dalam penyelenggaraan pos dan
informatika sehingga dapat mewujudkan penggunaan TIK untuk menambah
kesejahteraan masyarakat.
3.1.1 NAWACITA
Dari sembilan agenda prioritas pemerintah tersebut, sesuai dengan tugas dan
fungsi Kementerian Komunikasi dan Informatika memfokuskan kepada tiga agenda
prioritas. Ketiga agenda tersebut adalah Nawacita-2, Nawacita-3 dan Nawacita-6.
Dalam rangka membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis
dan terpercaya, dalam RPJMN Tahun 2015— 2019 disusun ke dalam 5 sub agenda
prioritas, yaitu sebagai berikut :
1. melanjutkan konsolidasi demokrasi untuk memulihkan kepercayaan publik;
2. meningkatkan peranan dan keterwakilan perempuan dalam politik dan
pembangunan;
3. membangun transparasi dan akuntabilitas kinerja pemerintahan;
4. menyempurnakan dan meningkatkan kualitas reformasi birokrasi nasional
(RBN); dan
5. meningkatkan partisipasi publik dalam proses pengambilan kebijakan publik
aesuai dengan tugas pokok dan fungsi, Kementerian Komunikasi dan
Informatika memfokuskan kepada sub agenda prioritas 3), 4) dan 5).
1. NAWACITA 2
2. NAWACITA 3
3. NAWACITA 6
Untuk mewujudkan sasaran tersebut, dibutuhkan kinerja yang baik tidak hanya
dari sisi aparat pemerintah, tetapi juga masyarakat, minimal dengan tingkat literasi
TIK nasional 75%. Dengan tingkat literasi itu, pemanfaatan TIK untuk hal positif
dan bermanfaat akan menunjang kreativitas dan daya saing bangsa di tingkat
internasional. Dengan meningkatnya masyarakat yang melek TIK, akses masyarakat
terhadap informasi publik akan meningkat.
Dari sembilan agenda prioritas pemerintah tersebut, sesuai dengan tugas dan
fungsi Kementerian Komunikasi dan Informatika memfokuskan kepada tiga agenda
prioritas. Ketiga agenda tersebut adalah Nawacita-2, Nawacita-3 dan Nawacita-6.
Untuk meningkatkan adopsi layanan pitalebar oleh masyarakat luas, harga layanan
pitalebar ditargetkan paling tinggi sebesar 5% dari rata-rata pendapatan bulanan
pada akhir tahun 2019. Penguatan industri teknologi informasi dan komunikasi
(TIK) dalam negeri diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pasar terjaring (captive
market) yang meliputi 4,5 juta orang Pegawai Negeri Sipil, 50 juta siswa, 3 juta
pendidik, dan 60 juta rumah tangga pengguna internet.
Selain itu, lima sektor prioritas pembangunan pitalebar juga telah ditetapkan,
yaitu e-Pemerintahan, e-Kesehatan, e-Pendidikan, e-Logistik, dan e-Pengadaan.
Kebutuhan pendanaan pembangunan pitalebar tahun 2014-2019 untuk pelaksanaan
enam Program Unggulan dan lima sektor prioritas diperkirakan mencapai Rp 278
triliun atau sekitar 0,46% dari PDB. Adapun kontribusi APBN diperkirakan mencapai
10% dari total kebutuhan pendanaan. Kontribusi APBN akan dikonfirmasi dalam
proses penyusunan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga 2015-2019.
Kata kunci di atas, bahwa setiap program yang disusun oleh setiap K/L harus
dengan pendekatan Money Follow Program yang bersifat holistik, tematik,
integrative, dan spasial. Maka Bappenas menyusun 10 Prioritas Nasional sebagai
acuan setiap K/L untuk menysusun program – programnya. Berikut 10 Prioritas
Nasional yang disusun oleh Bappenas.
PENDIDIKAN K E S E H ATA N PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN PENGEMBANGAN DUNIA USAHA DAN PARIWISATA
• Pendidikan Vokasi • Peningkatan Kesehatan • Penyediaan Perumahan Layak • Pengembangan 3 Kawasan Pariwisata (dari 10)
• Peningkatan kualitas Ibu dan Anak • Air Bersih dan Sanitasi • Pengembangan 5 Kawasan Ekonomi Khusus
guru • Pencegahan dan (KEK) (dari 10)
Penanggulangan • Pengembangan 3 Kawasan Industri (KI) (dari 14)
Penyakit • Perbaikan Iklim Investasi dan Penciptaan
• Preventif dan Promotif Lapangan Kerja
(Gerakan Masyarakat
Hidup Sehat)
KETAHANAN ENERGI KETAHANAN PANGAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN INFRASTRUKTUR, KONEKTIVITAS, DAN KEMARITIMAN
• EBT dan Konservasi • Peningkatan Produksi • Jaminan dan Bantuan Sosial • Pengembangan Sarana dan Prasarana
Energi pangan Tepat Sasaran Transportasi (darat, laut, udara, dan inter-moda)
• Pemenuhan • Pembangunan • Pemenuhan Kebutuhan Dasar • Pengembangan Telekomunikasi dan Informatika
Kebutuhan Energi sarana dan prasarana • Peningkatan Daya Saing UMKM
pertanian (termasuk dan Koperasi
irigasi)
1
Akses Internet dan Komunikasi Untuk
Daerah non Komersil
2
Pemerataan Penyiaran Publik Hingga
Daerah Perbatasan dan Terpencil
3
Optimalisasi Penggunaan TIK
pada Instansi Pemerintah
4
2
Dukungan TIK pada sektor Prioritas
(E-Commerce, E-Health, dll)
5
Pembangunan Jaringan Pita Lebar
Kelima program di atas merupakan acuan bagi setiap sakter dalam lingkungan
Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam menyusun program – programnya
guna mendukung semangat yang dituangkan oleh Bappenas, yaitu menjaga
pertumbuhan ekonomi dan mendorongnya agar lebih meningkat guna mendorong
kesejahteraan masyarakat.
a. ITU
Tujuan awal didirikannya ITU adalah untuk memfasilitasi dan membuat regulasi
mengenai interkoneksi dan interoperabilitas jaringan telegraf. Pada saat ini
telah berkembang mengurusi mengenai seluruh bidang TIK, baik mengatur
mengenai spektrum frekuensi radio, orbit satelit, dan alokasinya, penyiaran
digital, tata kelola internet, teknologi mobile, hingga standardisasi televisi 3D
yang harus ditaati oleh semua negara anggotanya.
Banyak manfaat konkrit yang secara umum diperoleh Indonesia selama menjadi
negara anggota ITU salah satunya di dalam pembangunan dan perkem
bangan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) baik secara global maupun
nasional, hal ini tercermin dengan diperolehnya asistensi expert dari ITU
dalam proses penyusunan roadmap Indonesia Broadband Plan dan Indonesia
diberikan prioritas untuk fellowship (beasiswa/sponsorship) pada berbagai
training/workshop yang diselenggarakan oleh ITU. Selain itu Indonesia juga
memperoleh informasi dan kemudahan dalam mengkoordinasikan alokasi
spectrum frekuensi dan orbit satelit antar negara, memperoleh kajian yang
bermanfaat bagi masukan pembangunan sector dan regulasi telekomunikasi
di Indonesia, penawaran untuk berpartisipasi dalam proyek-proyek ITU serta
penawaran asistensi expert ITU.
Lebih lanjut diharapkan adanya Continued support dari Kemlu dan Kementerian
Keuangan bagi proses penyelesaian Host Country Agreement ITU Area
Office Jakarta antara Pemerintah Indonesia dengan ITU supaya dapat segera
diselesaikan.
b. UPU
Universal Postal Union (UPU) merupakan forum utama bagi bertemunya para
negara anggota dan para penyelenggara layanan pos (Postal Designated
Operator) seluruh dunia guna merumuskan dan mentapkan peraturan pos
internasional yang mencakup administrasi pos, operasional/tata laksana pos
internasional, serta produk dan jasa layanan pos. UPU juga menyediakan
asistensi teknis kepada negara anggotanya dalam mengembangkan sector pos.
Indonesia telah menjadi anggota UPU sejak 1 Mei 1877 dan mendapatkan
banyak manfaat konkrit sebagai anggota UPU baik dari sisi pemerintah
(Kementrian Kominfo) maupun bagi PT Pos Indonesia (Persero). Dengan
bergabung sebagai anggota UPU dan mengikatkan diri pada suatu perjanjian
multilateral, maka wilayah NKRI menjadi bagian dari “Satu Wilayah Pos Tunggal
Dunia/Single Postal Territory” yang memungkinkan Pemerintah Indonesia
dapat menjamin hak masyarakatnya untuk berkomunikasi dengan penduduk
dunia melalui layanan pos yang aman, akurat dan harga yang terjangkau.
Bagi PT Pos Indonesia selaku operator Pos yang ditunjuk oleh pemerintah
Indonesia untuk mengimplementasikan ketentuan dalam akta-akta/regulasi
perposan dunia di Indonesia banyak juga mendapatkan manfaat, antara lain
kesempatan untuk berkontribusi pada pengembangan e-services dengan
menjadi Chairman Interconnectivity Group pada E-Services Committee di badan
tetap UPU – Postal Operation Council, kesempatan untuk mengembangkan
kualitas layanan pos melalui pemanfaatan Quality of Service Fund, dll.
c. WSIS
Pertemuan WSIS Forum 2015 terdiri dari sesi High Level Statement dan
High Panel Discussions yang menjadi sarana bagi para pemangku kebijakan
tingkat tinggi untuk menyampaikan pandangan terkait capaian, tantangan,
dan rekomendasi dalam kemajuan implementasi WSIS Action Lines serta
langkah-langkah dalam integrasi kebijakan ICT dengan Post Development
Agenda 2015. Selain itu, terdapat pula sesi panel dan diskusi interaktif
yang ditujukan bagi seluruh multistakeholders WSIS dalam bentuk Country
Workshops, Thematic Workshops, Interactive Sessions, serta WSIS Action
Lines Facilitation Meeting.
Secara umum, kesimpulan hasil WSIS Forum 2015 terpolaritas antara negara
maju dan negara berkembang. Negara maju lebih menaruh perhatian besar
pada isu-isu kebebasan berekspresi dan privasi dalam internet, sedangkan
negara berkembang banyak menyuarakan kebutuhan akan transfer teknologi,
ketersediaan akses informasi yang lebih terjangkau, serta peningkatan peran
negara dalam menyeimbangkan keterbukaan informasi dengan dimensi etis
dalam pemanfaatan internet oleh masyarakat.
Pariwisata
dan Industri
Kemaritiman Infrasturktur
Sumber Daya
Energi
Manusia
A
Fokus Pembangunan
Kedaulatan Pangan Pemerintah Indonesia Perbatasan
• Cyber security
• Broadband/4G & Governance • Government
• Digitalisasi
B • Efesiensi • E-Government Public Relation
Industri • E-Commerce
Selain itu, pentingnya integrasi antar penyelenggara pos sangat diperlukan guna
mempurluas wilayah operasi layanan. Integrasi antar penyelenggara layanan pos
lokal dan integrasi antar penyelenggara layanan pos lokal dengan asing perlu
dijalin dengan baik. Dengan integrasi yang baik, penyelenggara layanan pos
dapat memperluas area layanan walaupun tidak memiliki cukup banyak modal
untuk melakukan pembangunan titik layanan pos di banyak wilayah layanan.
Untuk itu, diperlukan regulasi yang dapat meningkatkan integrasi/kerjasama antar
penyelenggara layanan pos untuk meningkatkan daya saing dan meningkatkan
jangkauan layanan pos.
Untuk itu, eksistensi layanan Pos yang merupakan tanggung jawab pemerintah
perlu mendapatkan perhatian serius. Salah satu layanan yang dapat disediakan
oleh PT. Pos adalah layanan laku pandai (financial inclution). Tingginya angka
unbankeble people (masyarakat yang tidak memiliki tabungan di Bank) merupakan
potensi yang cukup baik untuk dilayani oleh PT.Pos.
PT. Pos dengan luas cakupannya yang hampir menjangkau seluruh wilayah
Indonesia, merupakan alternatif solusi yang cukup menjanjikan untuk memberikan
akses layanan keuangan bagi masyarakat, utamanya masyarakat menengah ke
bawah yang belum memiliki akun bank. Akses ke lembaga keuangan dapat mem
bantu masyarakat, terutama masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah
untuk menabung atau mandapatkan pinjaman mikro dengan bunga yang relatif
rendah, mengingat biaya administrasi Bank yang cukup tinggi bagi masyarakat
berpenghasilan menengah ke bawah.
Berdasarkan poin sasaran program di atas, maka arah kebijakan yang akan
ditempuh sektor Pos dalam 5 tahun ke depan antara lain dapat dijabarkan oleh
gambar di bawah ini.
Infrastruktur Tugu Pos Kode Administrasi Wilayah Perizinan layanan Pos Standarisasi jasa pos
Arah dan kebijakan sektor telekomunikasi secara umum diarahkan pada adanya
efisiensi industri dan transformasi industri menuju industri yang ideal sehingga
penyelenggaraan industri telekomunikasi di Indonesia menjadi sehat dan terus
berkembang.
Kondisi industri telekomunikasi saat ini yang sudah full kompetisi ternyata
dinilai kurang efektif dan efisien dalam mencapai tujuan negara melalui sektor
telekomunikasi. indikatornya adalah industri telekomunikasi belum dapat men
ciptakan pemerataan infrastruktur dan layanan telekomunikasi hingga ke seluruh
pelosok negeri. Hingga saat ini masih sangat banyak wilayah Indonesia yang
belum terjangkau oleh layanan telekomunikasi. selain memang karena rendahnya
komitmen penyelenggara telekomunikasi untuk membangun infrastruktur jaringan
dan layanan telekomunikasi, peran negara juga masih kurang optimal dalam
pemerataan jaringan dan layanan telekomunikasi.
Dari penjelasan diatas maka didapatkan isu-isu yang strategis yang akan dihadapi
adalah sebagai berikut :
A.1.1.1
Arah dan kebijakan sektor penyiaran secara umum diarahkan pada adanya efisiensi
industri dan transformasi industri menuju industri yang ideal melalui migrasi
penyelenggaraan penyiaran analog menjadi penyiaran digital dan kebijakan digital
dividen.
Dalam UU No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran disebutkan bahwa sistem penyiaran
nasional dibentuk untuk menjaga integrasi nasional, kemajemukan masyarakat
Indonesia dan terlaksananya otonomi daerah, yang menjamin terciptanya tatanan
informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang guna mewujudkan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Lembaga penyiaran merupakan media
komunikasi massa yang mempunyai peran penting dalam kehidupan sosial,
budaya, politik, dan ekonomi, memiliki kebebasan dan tanggungjawab dalam
menjalankan fungsinya sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, serta kontrol
dan perekat sosial.
Pertumbuhan industri penyiaran secara tren menunjukan grafik yang naik terutama
pada penyiaran radio. Namun ada data lain yang menunjukan industri radio kurang
bergairah. Ada dua indikator yang menunjukan perkembangan bisnis industri radio
di negeri kita kurang menggairahkan.
Indikator pertama; dari pasar pengiklan yaitu dimana % RadEx (belanja iklan radio)
terhadap AdEx (belanja iklan secara keseluruhan) yang cenderung turun terus
terutama satu dekade terakhir. National radio expenditure Indonesia dari angka
3,5 % turun terus sampai menembus level di bawah 2%. Bahkan jumlahnya dalam
rupiah sempat menurun. Sedangkan sebagai perbandingan di negara-negara
tetangga dan di beberapa negara maju masih bisa di atas 5%.
A.1.1.1
Gambar 3.5 A.1.1 Adanya evaluasi terhadap kebutuhan pemain
Driver Tree Program di industri penyiaran
Efisiensi Industri Terdapat angka Pemain di
Penyiaran Industri Penyiaran yang A.1.1.2
optimal/sesuai dengan pasar
Alokasi kebutuhan pemain di industri penyiaran
di tiap wilayah layanan
A.1.2
A.1.2.1
Terdapat kepemilikan
usaha yang anti-monopoli Adanya kebijakan yang mendukung keberagaman
di Industri Penyiaran kepemilikan lembaga penyiaran
A A.1
A.1.3
Efisiensi Persaingan A.1.3.1
industri Terdapat pemain di Industri
Industri Tata kelola Pengaturan penyelenggaraan penyiaran
yang sehat Penyiaran yang tertib
Penyiaran
A.1.4
A.1.4.1
Kerjasama pemanfaatan
infrastruktur Penggunaan jaringan existing oleh penyelenggara TV lainnya
Sejarah sistem penyiaran televisi di Indonesia dimulai pada 17 Agustus 1962 yang
ditandai dengan mulai beroperasinya Televisi Republik Indonesia (TVRI) dengan
siaran pertamanya adalah peringatan ulang tahun ke 17 proklamasi kemerdekaan
bangsa Indonesia dari halaman Istana Merdeka Jakarta. Pada awalnya TVRI
adalah proyek khusus untuk menyukseskan penyelenggaraan Asian Games ke
4 di Jakarta. Siaran TVRI sehubungan dengan Asian Games dikoordinir oleh
Organizing Comitte Asian Games IV yang dibentuk khusus untuk event olahraga,
di bawah naungan Biro Radio dan Televisi Departemen Penerangan. Mulai 12
November 1962 TVRI mengudara secara reguler setiap hari. Pada 1 Maret 1963
TVRI mulai menayangkan iklan seiring dengan ditetapkannya TVRI sebagai televisi
berbadan hukum yayasan melalui keputusan presiden RI nomer 215 tahun 1963.
Namun pada tahun 1981 dengan berbagai alasan politis TVRI tidak diijinkan lagi
menayangkan iklan. → mapping bisnis media yang dijalani operator
Mulai tahun 1988 TVRI mulai mendapat teman dalam penyiaran di Indonesia.
Pemerintah telah mulai mengijinkan televisi swasta beroperasi di Indonesia, yaitu
RCTI (1988), SCTV (1989), TPI (1990), ANTV (1993), INDOSIAR (1995), MetroTV
(2000), Trans7 (2001), TransTV (2001), TVOne (2002) dan GlobalTV (2002).
Siaran televisi digital di Indonesia sudah tidak dapat terelakkan lagi keberadaannya.
Sistem penyiaran digital merupakan perkembangan yang sangat pesat di dunia
penyiaran dimana terdapat peningkatan kapasitas layanan melalui efisiensi
pemanfaatan spektrum frekuensi radio. Sistem penyiaran televisi digital bukan
hanya mampu menyalurkan data gambar dan suara tetapi juga memiliki
kemampuan multifungsi dan multimedia seperti layanan interaktif dan bahkan
informasi peringatan dini bencana.
Mulai awal tahun 2012, Indonesia melalui Peraturan Menteri Kominfo No. 05
tahun 2012, mengadopsi standar penyiaran televisi digital terestrial Digital
Video Broadcasting - Terrestrial second generation (DVB-T2) yang merupakan
pengembangan dari standar digital DVB-T yang sebelumnya ditetapkan pada
tahun 2007. Dalam hal ini, pemerintah berusaha untuk beradaptasi dengan
perkembangan teknologi yang begitu pesat dan menganggapnya sebagai suatu
peluang bagi pengembangan industri penyiaran nasional ke depan. Sebelum
menetapkan standar digital tersebut, pemerintah terlebih dahulu melakukan kajian
dan konsultasi publik dengan melibatkan para stakeholders terkait.
Dengan siaran digital, kualitas gambar dan suara yang diterima pemirsa jauh lebih
baik dibandingkan siaran analog, dimana tidak ada lagi gambar yang berbayang
atau segala bentuk noise (bintik-bintik semut) pada monitor TV. Pada era
penyiaran digital, penonton TV tidak hanya menonton program siaran tetapi juga
bisa mendapat fasilitas tambahan seperti EPG (Electronic Program Guide) untuk
mengetahui acara-acara yang telah dan akan ditayangkan kemudian. Dengan
siaran digital, terdapat kemampuan penyediaan layanan interaktif dimana pemirsa
dapat secara langsung memberikan rating terhadap suara program siaran.
Salah satu visi Indonesia pada tahun 2045 adalah Indonesia yang maju dan
modern, dimana Indonesia menginginkan meraih urutan 8 besar dunia. Salah satu
aspek yang perlu dibenahi dalam mencapai Indonesia yang maju dan modern
adalah aspek penyiaran. Berdasarkan kesepakatan International Telecommunication
Union (ITU) melalui Geneva 2006 Frequency Plan Agreement, disepakati bahwa
tanggal 17 Juli 2015 merupakan batas waktu bagi Negara di seluruh dunia untuk
melakukan migrasi dari penyiaran analog menuju penyiaran digital.
Terestrial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar (Free to Air) dibatalkan oleh Mahkamah
Agung. Banyak hal yang menjadi dasar dan pertimbangan Mahkamah Agung
membatalkan Peraturan Menteri tersebut, salah satunya karena PM nomor 22 tahun
2011 ini dianggap bertentangan dengan UU 32 tahun 2002 tentang penyiaran.
PM tersebut dianggap tidak memiliki dasar yuridis dan sandaran Undang-undang
yang berlaku.
• Uji coba lapangan maks. 1 tahun • Penghentian (cut off) • Penghentaian TV Analog secara
(2009) operasional TV analog di kota- total di seluruh Indonesia
• Perizinan baru untuk TV digital kota besar (Daerah Menuju (fully digital)
(2010) Ekonomi Maju/DEM)
• Moratorium izin baru TV baru • Percepatan izin baru TV digital
analog (2009–2010) di Daerah Ekonomi Kurang Maju
• Awal baru simulcast (DEKM)
(2010–2017) • Periode simulcast lanjutan
• Dukungan Industri dalam negeri (2010–2017) untuk DEKM
untuk Set Top Box (STB)
Berdasarkan roadmap pada gambar di atas, jelas bahwa analog switch-off yang
diharapkan pemerintah sesuai dengan ketentuan batas waktu analog switch-off
oleh ITU yaitu pada tahun 2018.
Hal pertama yang akan menjadi fokus dalam menyiapkan agar target digitalisasi
sektor penyiaran dapat berjalan dengan baik adalah melakukan penataan industri
sektor penyiaran di Indonesia. Penataan industri penyiaran dilakukan dengan
menyusun landscape industri penyiaran berikut pengaturannya terkait merger &
akuisisi, pengaturan persaingan usaha, dan pengaturan lainnya. Secara umum,
berikut handicap kebijakan sektor penyiaran yang akan menjadi fokus dari regulator.
Gambar diatas menunjukkan adanya handicap pada regulasi saat ini yang
memerlukan rancangan kebijakan ke depan yang diterjemahkan dalam kebutuhan
regulasi penyiaran ke depan. Terdapat 8 handicap regulasi pada penyiaran yang
penyelesaiannya dapat diterjemahkan dalam kebutuhan adanya 4 kebijakan dasar
dalam sektor penyiaran yakni kebijakan pasar, kebijakan infrastruktur dan sumber
daya, kebijakan konten, dan juga kebijakan perizinan.
Ekosistem industri dan pasar penyiaran berkembang ke arah digital yang akan
menciptakan suatu struktur industri yang baru yang melibatkan adanya pemain
baru seperti pemain mux dan juga penyedia konten yang semakin besar yang
diwarnai juga oleh pemain OTT penyiaran. Permasalahan yang juga terjadi
di industri penyiaran adalah pada dasarnya izin yang dikeluarkan ada setiap
daerah hingga kini dinilai belum optimal karena perizinan sangat mudah
diberikan dan berakibat pada rendahnya skala ekonomi industri penyiaran
pada banyak daerah, karena besarnya jumlah penyelenggara siaran lokal
dibandingkan dengan rendahnya skala ekonomi penyiaran di daerah tersebut
(pendapatan dari iklan) sehingga banyak penyelenggara siaran yang tidak
memperoleh profit dan benefit atas izinnya dan pada akhirnya dibeli oleh
pemain nasional yang kuat.
Digitalisasi pada spektrum frekuensi 700 MHz juga bermanfaat untuk roadmap
pita lebar Indonesia yang juga semakin memerlukan spektrum frekuensi
yang lebih lebar, dan dinilai spektrum frekuensi 700 MHz sangat potensial
untuk penyelenggaraan pita lebar nirkabel dengan teknologi LTE (Long Term
Evolution).
Pada era digital, perubahan teknologi akan merubah struktur industri digital
yakni dengan adanya pemain tambahan yang menyelenggarakan mux. Era
konvergensi juga akan membawa penyelenggara LPB yang tadinya murni
penyelenggara penyiaran namun bersifat penyelenggara telekomunikasi
konvergensi yang menyediakan konten penyiaran karena LPB menggunakan
infrastruktur telekomunikasi.
Begitu juga dengan database perizinan penyiaran yang masih belum optimal
dalam mengelola data-data izin penyiaran, yang ke depan harus disinkronkan
dengan database spektrum frekuensi dan juga perizinan yang online sehingga
memudahkan dalam proses perizinan, memberikan transparansi dan juga
pelayanan publik yang lebih optimal.
4. Handicap tarif
Handicap tarif meliputi adanya kebutuhan untuk penetapan tarif mux yang
optimal bagi industri penyiaran, dimana tarif yang berlaku merupakan tarif
yang memberikan benefit bagi seluruh pihak yakni penyelenggara multipleks
dan juga lembaga penyiaran yang menyewa mux.
Handicap lainnya adalah belum optimalnya PNBP dari sektor penyiaran yang
menggunakan spektrum frekuensi yang sangat terbatas dan juga PNBP dari
perizinan penyiaran, contohnya biaya izin yang sama antar pemain lokal
dan pemain nasional, biaya spektrum frekuensi yang masih sangat rendah
apabila dibandingkan dengan nilai spektrum apabila diterapkan pada industri
telekomunikasi.
Konten penyiaran merupakan hal yang sangat krusial bagi industri penyiaran
karena konten merupakan informasi yang disampaikan kepada masyarakat
dan wajib memenuhi kriteria konten yang sehat, begitu juga dengan kekuatan
dari penyedia konten lokal yang membawa kearifan lokal dan budaya lokal
harus mampu bersaing dengan konten-konten dari luar negeri.
kebutuhan yang ada, maka migrasi ini merupakan keadaan yang mendesak
dimana diperlukan kerjasama yang terintegrasi serta langkah-langkah pasti
untuk melakukan percepatan implementasi digitalisasi penyiaran televisi.
1. Landasan hukum
4. Sosialisasi
Landasan Hukum
Infrastruktur
dan Pengelolaan
Frekuensi
5
ASPEK
UTAMA
Penyelenggaraan
Industri
Penyiaran
DIGITALISASI
PENYIARAN
TELEVISI
Sosialisasi Realisasi
Digital
Dividend
Tujuan ASO
Sasaran ASO
1. Terdapat landasan hukum yang memadai
2. Tersedianya infrastruktur untuk proses digitalisasi penyiaran televisi.
3. Memastikan kesiapan lembaga penyiaran dan operator mux terkait konten
dan penyiaran digital.
4. Penerimaan masyarakat akan implementasi digitalisasi penyiaran televisi
5. Terealisasinya digital dividend.Menyiapkan infrastruktur TV Digital
Manfaat ASO
Secara lebih detail, terdapat juga lembaga-lembaga lain yang terkena dampak dan
berperan dalam proses pelaksanaan Migrasi TV Analog ke Digital seperti yang
terlihat pada gambar di bawah ini.
Pay-TV Content
Operators Providers
Key Suppliers
Reviewer Manufactures
Key Stakeholders
Advertisers Spectrum
Government
Owner Users
International Public/
and Regional Retailer/ Consumer Goods Standard
Organisations Network
Instaler Operators Bodies
Mobile
Network Operators
Dalam rangka meningkatkan upaya penyelarasan program kerja dengan visi dan
misi Kemkominfo, maka dibutuhkan pendekatan yang berbasis kebutuhan untuk
memastikan manfaat yang dicapai selara dengan proyek-proyek yang disusun.
Berdasarkan hasil diskusi dengan Direktorat SDPPI dan PPI maka telah disusun
suatu pohon kebutuhan (driver-tree) untuk memetakan daftar proyek dan aktivitas.
Selaras dengan manfaat yang ingin dicapai, telah diidentifikasi hal-hal yang perlu
dilakukan. Berikut adalah driver-tree yang dimaksud :
A1.1
Penataan frekuensi
TV digital A1.2
A2.1
A2
A A2.2
Optimalisasi
Digital Dividend dan Tersedianya infrastruktur dan pengadaan Standardisasi dan evaluasi perangkat
Realisasi Mobile Broadband dan pengelolaan frekuensi TV Digital perangkat siaran penyiaran TV Digital
TV Digital
A2.3
A3.1
B1
B B1.1
Tersedianya akses
Tersedianya informasi informasi yang Sosialisasi strategis ASO dalam
yang jelas bagi masyarakat merata bagi skala nasional
masyarakat
Gambar 3.10 Driver Tree Program Implementasi TV Analog ke Digital (Analog Switch Off) (1/2)
C1.1
D1 D1.1
D
Optimalisasi Alokasi Digital Dividend
Digital Dividend dan
Realisasi digital dividend realisasi digital untuk operator telekomunikasi mobile
Realisasi Mobile Broadband
dividend broadband dan Tanggap Darurat
E1
E E1.1
Tersedianya
Tersedianya landasan hukum landasan hukum Revisi UU Penyiaran
sebagai basis
penyelenggaraan
Gambar 3.10 Driver Tree Program Implementasi TV Analog ke Digital (Analog Switch Off) (2/2)
Setelah dijelaskan arah kebijakan dan strategi yang ingin dicapai oleh Direktorat
Jenderal PPI seperti yang telah dijelaskan di atas, maka langkah selanjutnya
adalah menyusun instrumen regulasi yang dibutuhkan oleh Ditjen PPI untuk
mendukung Ditjen PPI dalam mencapai arah kebijakan dan strategi sebagaimana
disebutkan di atas. Kerangka regulasi masing-masing sektor ini diharapkan dapat
mendorong pertumbuhan sektor-sektor tersebut dalam upayanya meningkatkan
pemanfaatan TIK oleh masyarakat guna meningkatkan perekonomian negara serta
meningkatkan daya saing bangsa.
Bidang Pos
Fokus sektor Pos Nasional dalam 5 tahun ke depan adalah revitalisasi PT. Pos
sebagai BUMN sektor logistik, penyehatan persaingan usaha dan kompetisi
penyelenggaraan layanan Pos, peningkatan kualitas Pos nasional, dan kerjasama
penyelenggaraan Nasional.
2 Regulasi standarisasi teknis pos Regulasi ini dibuat akan dijadikan sebagai rujukan standar bidang pos
termasuk standarisasi pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan efisiensi
dan produktifitas dalam proses bisnis pos
3 Regulasi kerja sama pos domestik Membuat pengaturan/panduan tentang kerjasama antar penyelenggara
pos dalam sistem distribusi untuk mendukung sistem logistik nasional yang
dijalankan guna menghadapi pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN
dibidang logistik pos.
4 Regulasi pemanfaatan properti Regulasi bertujuan untuk memberi aturan mengenai pemilikan properti
penyelenggara pos penyelenggara pos dalam rangka mendukung sistem logistik nasional dan
mendukung silognas dalam mengahadapi pelaksanaan MEA.
5 Regulasi penyehatan pos nasional Regulasi bertujuan rangka penyiapan menghadapi keterbukaan pasar yang
pendanaannya dialokasikan dari APBN
6 Regulasi keterhubungan/ kemitraan Regulasi bertujuan untuk memberi arahan mengenai mekanisme bentuk
antar penyelenggara pos LPU keterhubungan/ kemitraan antar penyelenggara LPU beserta mekanisme
jika terjadi perselisihan/ dispute antar penyelenggara.
7 Regulasi Interkoneksi antar Regulasi bertujuan untuk mendorong adanya efisiensi dalam industri pos
penyelenggara Pos dengan melakukan sharing pemanfaatan infrastrutkur yang dimiliki oleh
masing-masing penyelenggara pos
Bidang Telekomunikasi
1 Regulasi Persaingan Usaha Tujuan dari regulasi ini adalah agar penyelenggara telekomunikasi dapat
bersaing secara sehat dalam menyediakan layanan telekomunikasi. Secara
detail regulasi ini perlu mengatur terkait penetapan pasar yang bersangkutan,
penetapan penyelenggara dominan dan non dominan pada masing-masing
jenis pasar yang bersangkutan. Dengan begitu pemerintah dapat menetapkan
regulasi yang berbeda pada masing-masing jenis pasar guna meningkatkan
efektivitas penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia.
2 Reguasi Penyelenggaraan Jaringan Regulasi ini dibutuhkan agar pasar pada layer jaringan didorong untuk men
Telekomunikasi jadi monopoli alamiah dengan menggunakan beberapa kebijakan, seperti
komitmen minimum dan modal minimum. Dengan begitu, penyelenggaraan
pada layer jaringan (baik fasilitas jaringan maupun layanan jaringan) akan
lebih sedikit dan mendorong efisiensi industri. Selain itu dalam rangka men
dorong perluasan wilayah layanan perlu dibuat kebijakan pembangunan dan
penyediaan jaringan yang dapat tersebar merata di seluruh pelosok Indonesia
3 Regulasi Penyelenggaraan Jasa Regulasi penyelenggaraan jasa telekomunikasi dibutuhkan agar penyelenggara
Telekomunikasi jasa telekomunikasi dalam menyediakan layanannya didorong untuk me
manfaatkan jaringan milik penyelenggara jaringan dengan beberapa skema
yang ditawarkan oleh regulator. Pada layer jasa, maka akan didorong untuk
kompetisi penuh, sehingga pemerintah akan fokus pada perlindungan
pengguna layanan.
4 Regulasi Penggunaan Infrastruktur Regulasi penggunaan infrastruktur secara bersama dan keterbukaan akses
secara Bersama dan keterbukaan dibutuhkan oleh penyelenggara pada masa transisi agar mendorong efisiensi
akses dalam Penyelenggaraan dalam penggunaan sumber daya telekomunikasi.
Telekomunikasi
5 Regulasi Kartu Perdana, Voucher, Regulasi ini bertujuan agar penyelenggara telekomunikasi menjual kartu
Merek Produk, dan Paket Layanan perdana berdasarkan biaya produksi dan dengan memperharikan nilai
deposit didalamnya. Hal lainnya adalah agar pengguna dapat dengan mudah
melakukan migrasi dari satu paket layanan ke paket layanan lainnya, dari
satu merek produk ke merek produk lainnya, dan dari kartu pra-bayar ke
kartu pasca bayar. Hal tersebut diharapkan akan mengurangi tingkat churn
pengguna layanan serta dalam rangka melakukan efisiensi penomoran
6 Regulasi MVNO Regulasi MVNO bertujuan untuk memberikan pilihan layanan kepada
pengguna melalui layanan telekomunikasi yang ditawarkan oleh MVNO
dengan menggunakan jaringan milik penyelenggara seluler. Regulasi MVNO
ini juga bertujuan untuk memfasilitasi penyelenggara jaringan telekomunikasi
yang ingin melakukan reposisi menjadi penyelenggara jasa telekomunikasi.
7 Regulasi Interkoneksi Regulasi ini bertujuan untuk mengakomodir beberapa perubahan mendasar
yang berpengaruh terhadap perhitungan biaya interkoneksi, sehingga lebih
menggambarkan biaya aktual penyediaan layanan interkoneksi oleh masing-
masing penyelenggara. Serta bertujuan untuk meningkatkan akurasi hasil
perhitungan biaya interkoneksi.
Selain itu dengan berkembangnya teknologi jaringan berbasis IP, maka perlu
dipersiapkan kebijakan dan regulasi terkait interkoneksi IP
8 Regulasi Tarif Semangatnya adalah menciptakan kebijakan tarif broadband yang affordable
dan rasional bagi pelanggan serta mencegah terjadinya predatory pricing yang
dapat memicu persaingan usaha tidak sehat yang mengakibatkan sebagian
besar penyelenggara telekomunikasi mengalami kerugian dan merugikan
perkembangan industri kedepan.
Kebijakan tarif tersebut antara lain menyangkut kebijakan tarif retail layanan
voice pada jaringan Fixed dan selular, kebijakan tarif layanan data dan
broadband, serta kebijakan tarif sewa jaringan
10 Regulasi Market Review dan Regulasi ini sebagai dasar dalam melakukan analisis industri dan mengetahui
Analysis bagaimana kinerja industri secara menyeluruh. Dengan mengetahui kinerja
industri secara menyeluruh maka akan lebih mudah bagi Pemerintah dalam
membuat kebijakan dalam pengembangan industri
11 Regulasi Percepatan Pengembangan Regulasi ini nantinya akan berbentuk Inpres, yang tujuannya secara langsung
Infrastruktur Pita Lebar mengintruksikan kepada stakeholder industri telekomunikasi (pemerintah dan
penyelenggara telekomunikasi) untuk melakukan koordinasi dalam upaya
percepatan pengembangan infrastruktur dan aplikasi broadband nasional.
12 Regulasi Pengembangan Ekosistem Rendahnya penetrasi dan utilisasi layanan pita lebar tidak hanya disebabkan
Pita Lebar oleh terbatasnya jaringan pita lebar yang tersedia tetapi juga karena belum
terbentuknya ekosistem pita lebar yang dapat mendorong berkembangnya
layanan pita lebar. Perlu kebijakan dan regulasi pengembangan ekosistem
pita lebar yang dapat mendorong dan mempercepat peningkatan penetrasi
dan utilisasi pita lebar di seluruh Indonesia.
Bidang Penyiaran
1 Regulasi pengaturan kualitas Regulasi ini mengatur bagaimana penyelenggara mux siaran memberi kualitas
layanan siaran TV dan radio digital siaran yang baik sesuai dengan standar yang disyaratkan
2 Regulasi Lembaga siaran Komunitas Regulasi yang mengatur lebaga siaran komunitas tentang cara perizinan, tata
cara siaran dan pendanaan
3 Regulasi TKDN perangkat TV Digital Regulasi ini dibutuhkan agar perangkat TV digital, baik perangkat Televisi, Set
up Box, dan perangkat pendukung lainnya mengandung TKDN. Hal tersebut
dibutuhkan guna mendorong industri perangkat TV digital dalam negeri
juga berkembang seiring dengan rencana analog switch-off yang sudah di
depan mata.
4 Regulasi penyehatan RRI dan TVRI Regulasi ini bertujuan agar TVRI dan RRI dapat eksis serta memilki konten
yang menarik bagi masyarakat Indonesia
5 Regulasi peluang usaha dan Regulasi ini bertujuan untuk menjadi acuan bagi KPI dan KPID dalam
moratorium memberikan izin penyiaran kepada pemohon izin, terkait dengan aturan
untuk menentukan kebijakan peluang usaha dan moratorium baik lokal
maupun nasional
6 Regulasi persaingan usaha Regulasi ini bertujuan untuk menjaga iklim kompetisi pada penyelenggaraan
penyiaran di Indonesia. Mengatur mengenai perangkat bagi regulator untuk
mengawasi kompetisi dan tindakan apabila terjadi praktek anti kompetisi.
7 Regulasi Penyelenggaran Regulasi ini bertujuan untuk meregulasi penyelenggara multipleks terkait
Multipleksing dengan tarif, komitmen penyelenggaraan, kerjasama, kewajiban layanan,
dan lain sebagainya
9 Regulasi konten dan OTT Penyiaran Regulasi ini bertujuan untuk meregulasi konten penyiaran baik lokal, nasional,
konten luar negeri dan juga konten yang berupa OTT penyiaran
10 Regulasi komitmen penyelenggara Regulasi komitmen penyelenggara penyiaran ditujukan untuk meningkatkan
jangkauan layanan maupun jaringan penyiaran, serta kualitas layanan penyiaran
kepada masyarakat
11 Regulasi Set Top Box Regulasi set top box bertujuan untuk dapat mengatur pengembangan teknologi
set top box dan juga terkait dengan faktor keamanan serta standarisasi set
top box
Fungsi pengawasan dan pengendalian merupakan salah satu fungsi dari Direktorat
Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika yang meliputi kegiatan pelaksanaan
pengawasan dan pengendalian serta penegakan hukum.
Dukungan manajemen yang efektif dan efisien dapat dicapai dengan melakukan
reformasi birokrasi yang menyeluruh terhadap semua struktur organisasi dan
kelembagaan Dirjen PPI.
REFORMASI BIROKRASI
Makna reformasi birokrasi adalah: Perubahan besar dalam paradigma dan tata
kelola pemerintahan Indonesia;Pertaruhan besar bagi bangsa Indonesia dalam
menghadapi tantangan abad ke-21; Berkaitan dengan ribuan proses tumpang tindih
antar fungsi-fungsi pemerintahan, melibatkan jutaan pegawai, dan memerlukan
anggaran yang tidak sedikit; Upaya menata ulang proses birokrasi dari tingkat
tertinggi hingga terendah dan melakukan terobosan baru dengan langkah-langkah
bertahap, konkret, realistis, sungguh-sungguh, berfikir di luar kebiasaan/ rutinitas
yang ada, dan dengan upaya luar biasa; Upaya merivisi dan membangun berbagai
regulasi,memodernkan berbagai kebijakan dan praktek manajemen pemerintah
pusat dan daerah, dan menyesuaikan tugas fungsi instansi pemerintah dengan
paradigma dan peran baru.
Sasaran Road Map Reformasi Birokrasi Tahun 2015 – 2019 tidak banyak meng
alami perubahan dari tahun 2010 – 2014 yang difokuskan kepada birokrasi
yang bersih dan akuntabel, efektif dan efisien dan memiliki pelayanan publik
berkualitas, hal ini telah disesuaikan dengan visi – misi Nawacita Presiden RI.
Penilaian capaian reformasi birokrasi masih berdasarkan pada 9 (sembilan)
area implementasi kebijakan RB nasional, yaitu : Mental Aparatur Manajemen
Perubahan, pengawasan, akuntabilitas, kelembagaan, tatalaksana, SDM ASN,
Peraturan Perundang – undangan dan Pelayanan Publik serta monitoring dan
evaluasi. Dasar hukum dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi telah
ditetapkan beberapa PM PAN dan RB dari No. 7 sampai dengan No. 15 yang
meliputi pedoman tentang Pengajuan dokumen usulan sampai dengan mekanisme
persetujuan pelaksanaan reformasi birokrasi dan tunjangan kinerja.
PERIZINAN ONLINE
Salah satu tugas dan fungsi Ditjen PPI adalah layanan public perizinan bidang
pos, telekomunikasi dan penyiaran. Sesuai dengan agenda Nawacita ke -2
bahwa dalam rangka membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif,
demokratis dan terpercaya serta agenda Nawacita ke-4 memperkuat reformasi
system dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya,
maka perlu diwujudkan dengan layanan public yang baik. Layanan public perizinan
ini merupakan enabler dalam mendorong pertumbuhan serta perkembangan
industri pos, telekomunikasi dan penyiaran serta bertujuan untuk mendorong
dunia usaha sebagai pelaku utama dalam pembangunan pos sertapitalebar
untuk masuk kedalam kondisi yang lebih kompetitif dengan memangkas birokrasi
dan jumlah hari yang dioerlukan dalam penerbitan izin, mendorong operator
untuk membangun jaringan pos dan pitalebar secara lebih merata, memastikan
perlindungan keamanan kepada penyelenggara, serta menoingkatkan kualitas
dan keamanan informasi kepada pengguna layanan secara berkesinambungan.
Layanan perizinan juga sebagai upaya dalam rangka meningkatkan akuntabilitas
dapat diterapkan dengan memberikan layanan yang mudah, cepat, dan transparan
sehingga pemohon izin mengetahui informasi tentang status dari permohonan
izinnya
Kualitas pelayanan publik menjadi salah satu indikator kinerja birokrasi dan
keberhasilan pelaksanaan pemerintah, karena salah satu tugas utama pemerintahan
saat ini adalah memperbaiki kualitas pelayanan publik. Dengan demikian setiap
departemen diharapkan dapat membuat berbagai kreativitas dan inovasi dalam
pelayanan publik.
Hal ini menjadikan kinerja pelayanan publik menjadi salah satu dimensi yang
strategis dalam menilai keberhasilan pelaksanaan reformasi tata pemerintahan.
Dari sisi reformasi tata pemerintahan, Ditjen PPI melihat bahwa kinerja pelayanan
publik dapat menjadi indicator penting untuk menilai apakah tata pemerintahan
yang baik memiliki tanda-tanda untuk terwujud di Indonesia.
Karena itu Ditjen PPI juga berupaya memberikan kontribusi untuk mempercepat
terwujudnya tata pemerintahan yang baik dan mendorong proses kebijakan
menjadi lebih partisipatif, responsif dan akuntabel.
Dalam konteks sebagaimana tersebut diatas, maka perlu suatu upaya bagi
perbaikan pelayanan publik di lingkungan Ditjen PPI yang menjadi tolok ukur
pelaksanaan maupun inovasi terhadap pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat, terutama menyangkut pelayanan perizinan.
Untuk maksud tersebut, Ditjen PPI dalam menghadapi tuntutan masyarakat akan
pengelolaan perizinan yang handal dan prima sehingga mampu menangani
keperluan perizinan saat ini dan kebutuhan mendatang, akan melakukan kegiatan
Pembangunan Sistem Perizinan Online. Berikut adalah gambaran mengenai
strategi program kerja pada Ditjen PPI :
A1.1 A1.1.1
A1
Pembangunan dan pengembangan Pembangunan dan pengembangan
Meningkatkan kualitas pelayanan sarana dan prasarana perizinan pos, sistem online pos, telekomunikasi
A masyarakat telekomunikasi dan penyiaran dan penyiaran
Terwujudnya layanan prima
perizinan pos, telekomunikasi
dan penyiaran B1.1.1
A2
A2.1 Penyediaan layanan perizinan
Meningkatkan Indeks Kepuasan Kemkominfo
Masyarakat terhadap Layanan Memenuhi 14 unusur penilaian
Publik Ditjen PPI Indeks Kepuasan Masyarakat B1.1.2
Gambar 3.11 Driver Driver Tree Program Layanan Perizinan Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran Online
BAB
4
Target Kinerja dan
Kerangka Pendanaan
Tabel 4.1 Target Berdasarkan Sasaran Program dan Indikator Kinerja Program
SP.1 Terwujudnya industri Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran yang tertib administrasi, sehat, adil, dan berkelanjutan
IKSP. 1.1 Jumlah tersedianya kebijakan/regulasi yang mengikuti perkembangan dan mampu mendukung efisiensi
penyelenggaraan bidang pos, telekomunikasi dan penyiaran
4 3 3
a. Bidang pos :
13 10 3
b. Bidang Telekomunikasi :
7 7 3
c. Bidang Penyiaran :
IKSP. 1.2 Prosentase keterjangkauan tarif layanan penyelenggaraan bidang telekomunikasi yang terjangkau dibanding
100% 100% 100%
dengan GDP
IKSP. 1.3 Persentase tercapainya PNBP bidang pos, telekomunikasi dan penyiaran 100% 100% 100%
IKSP. 1.4 Persentase tingkat kepatuhan penyelenggara pos, telekomunikasi dan penyiaran terhadap peraturan
100% 100% 100%
perundang-undangan
SP.2 Terwujudnya pemerataan infrastruktur, ekosistem dan layanan bidang pos, telekomunikasi dan penyiaran di seluruh wilayah Indonesia
IKSP. 2.1 Persentase peningkatan penetrasi fixed broadband di wilayah perkotaan 69% 80% 100%
IKSP. 2.2 Persentase peningkatan penetrasi fixed broadband di wilayah perdesaan 30% 50% 80%
IKSP. 2.3 Persentase peningkatan penetrasi mobile broadband di wilayah perkotaan 100% 100% 100%
IKSP. 2.4 Persentase peningkatan penetrasi mobile broadband di wilayah perdesaan 50% 80% 100%
IKSP. 2.5 Jumlah lokasi tersedianya infrastruktur penyiaran di wilayah Lokpri dan 3T 2 10 10
IKSP. 2.6 Jumlah KPCLPU yang beroperasi di seluruh wilayah Indonesia 2340 2345 2350
IKSP. 2.7 Prosentase tersedianya infrastruktur keperluan khusus 60% 80% 100%
IKSP. 3.2 Persentase penyediaan infrastruktur pemancar LPP TVRI dan RRI yang memiliki pemancar digital 100% 100% 100%
IKSP. 3.3 Jumlah Lokasi yang dilaksanakan sosialisasi penyelenggaraan penyiaran digital 4 7 9
SP.4 Terlaksananya tata kelola Ditjen PPI yang bersih, transparan dan akuntabel
IKSP. 4.2 Persentase pelaksanaan reformasi birokrasi sesuai dengan roadmap RB 100% 100% 100%
IKSP. 4.3 Persentase laporan keuangan yang sesuai dengan standar akuntasi pemerintah 100% 100% 100%
IKSP. 4.4 Persentase meningkatnya kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik Ditjen PPI 100% 100% 100%
IKSP. 4.5 Persentase penyelesaian proses perizinan pos, telekomunikasi dan penyiaran yang tepat waktu,akuntabel dan
100% 100% 100%
transparan
Dengan Pembagian peta peran ini diharapkan dapat turut mendukung terlaksananya
dan tercapai output dari tiap indikator kegiatan program. Secara umum pembagian
peta peran setiap Direktorat pada Ditjen PPI dapat dijabarkan sebagai berikut :
SP / IKP Output Direktorat Telekomunikasi Direktorat Penyiaran Direktorat Pos Direktorat Pita Lebar Direktorat Pengendalian Sekretariat Ditjen PPI
SP1. : Terwujudnya industri pos, telekomunikasi dan penyiaran yang tertib administrasi, sehat, adil dan berkelanjutan
IKP 1.1
Jumlah regulasi • Regulasi bidang Pos, • penyusunan RUU atau • Penyusunan RUU • Penyusunan RUU Pos • Penyusunan Regulasi Mekanisme pengawasan
yang mengikuti Telekomunikasi dan UU Perubahan Penyiaran • Penyusunan Regulasi dan Kebijakan dan pengendalian bidang
perkembangan Penyiaran • penyusunan RPP • Penyusunan Blueprint Tarif layanan Pos Pengembangan pos, telekomunikasi dan
dan mampu Penyelenggaraan Industri dan • Penyusunan aturan infrastrutkur dan penyiaran yang efektif
mendukung effisiensi Telekomunikasi landscape industri Teknis lainnya ekosistem broadband dan efisien
penyelenggaraan bidang • Menyelesaikan • Kajian persiapan ASO dan infrastruktur
Target Kinerja dan Kerangka Pendanaan
IKP 1.2
Persentase • Tarif fixed broadband • Pengaturan Tarif Formulasi tarif sewa • Evaluasi efektivitas • Pengumpulan data Pengendalian
Keterjangauan tarif < 5% dari GDP Pungut (retail) mux yang mendukung implementasi tarif pemetaan broadband tarif layanan dari
layanan penyelenggaraan • Tarif Mobile • Pengaturan tarif rencana ASO LPU di seluruh kantor dan indicator makro Telekomunikasi,
bidang telekomunikasi Broadband < 5% dari interkoneksi pos di Indonesia • Evaluasi implementasi penyiaran dan pos
dibanding dengan GDP GDP • Pengaturan Tarif • Pemetaan Besaran broadband
• Tarif sewa mux yang Layanan Data tariff LPK yang
terjangkau bagi • Pengaturan Tarif sewa diberlakukan
penyelenggara TV jaringan penyelenggara Pos
Digital sebagai implementasi
• Tarif layanan Pos PM 01 tahun 2012
yang terjangkau bagi tentang Formula Tarif
masyarakat LPK
IKP 1.3
Persentase Pencapaian 100% tercapainya • Penyusunan kebijakan • Melakukan validasi Evaluasi Besaran SOP penetapan dan
PNBP bidang pos, target PNBP bidang BHP Penomoran data based Perijinan Kontribusi LPU penagihan BHP
Bab 5
telekomunikasi dan Pos, Telekomunikasi dan • Kajian Pembentukan bidang Penyiaran Telekomunikasi dan
penyiaran Penyiaran Lembaga Pengelolaan menggunakan SIMP3 kontribusi LPU POS
Penomoran IP • Evaluasi besaran Tarif
IPP
• Penyusunan
Broadcasting Fund
sebagai Kontribusi
PNBP
85
SP / IKP Output Direktorat Telekomunikasi Direktorat Penyiaran Direktorat Pos Direktorat Pita Lebar Direktorat Pengendalian Sekretariat Ditjen PPI
IKP 1.4
86
Persentase 100% Penyelenggara • Perkuatan skema • Perkuatan skema • Perkuatan skema • Evaluasi Sanksi denda
tingkat kepatuhan bidang pos, sanksi dalam denda sanksi dalam sanksi denda dalam • Pengujian QoS
Penyelenggara Pos, telekomunikasi, dan perundang-undangan perundang – perundang – • Penilaian TKDN bidang
Telekomunikasi, dan penyiaran patuh • Penyempurnaan undangan undangan Telekomunikasi
Penyiaran terhadap terhadap terhadap tatacara Perizinan • Penyempurnaan • Penyempurnaan • Evaluasi Pelaporan
peraturan perundang peraturan perundang – • Evaluasi Penyampaian tatacara tatacara perizinan LKO
-undangan undangan yang berlaku RFR dan DPI dari perizinan melalui • Evaluasi Penyampaian
para penyelenggara Pengembangan SIMP3 dokumen LPU
Bab 1
Jaringan penyiaran
Telekomunikasi
Pendahuluan
SP.2 Terwujudnya pemerataan infrastruktur, ekosistem dan layanan pos, telekomunikasi dan penyiaran di seluruh wilayah Indonesia
IKSP 2.1
IKSP 2.3
Persentase percepatan • Jumlah BTS di wilayah • Regulasi Komitmen • Evaluasi pencapaian • Penyediaan
peningkatan penetrasi perkotaan pembangunan RPI database jumlah
mobile broadband di (Modern • Pemetaan pencapaian penyelenggara,
wilayah perkotaan Lisencing) untuk infrastruktur pita jumlah pelanggan
penyelenggaraan lebar perkotaan dan dan kapaistas per
jaringan selular perdesaan wilayah kecamatan
• Pemetaan ekosistem • Pengendalian
pita lebar perkotaan pencapaian komitmen
dan perdesaan pembangunan
Target Kinerja dan Kerangka Pendanaan
• Diseminasi penyelenggara
kebencanaan
• Emergency call
IKSP 2.4
Persentase peningkatan • Jumlah BTS di wilayah • Regulasi Komitmen • Evaluasi pencapaian • Penyediaan
penetrasi mobile perdesaan pembangunan RPI database jumlah
broadband di wilayah (Modern • Pemetaan pencapaian penyelenggara,
pedesaan Lisencing) untuk infrastruktur pita jumlah pelanggan
penyelenggaraan lebar perkotaan dan dan kapaistas per
jaringan selular perdesaan wilayah kecamatan
• Pemetaan ekosistem • Pengendalian
pita lebar perkotaan pencapaian komitmen
dan perdesaan pembangunan
• Diseminasi penyelenggara
kebencanaan
• Emergency call
IKSP 2.5
87
SP / IKP Output Direktorat Telekomunikasi Direktorat Penyiaran Direktorat Pos Direktorat Pita Lebar Direktorat Pengendalian Sekretariat Ditjen PPI
IKSP 2.6
88
Jumlah KPC LPU yang • Optimalisasi Jumlah • Verifikasi lapangan
beroperasi di seluruh KPCLPU yang dibiayai dan dokumen
wilayah Indonesia bantuan operasional bantuan operasional
PSO layanan pos universal
• Pengendalian
dan pengawasan
pemanfaatan dana
PSO untuk KPCLPU
Bab 1
• Pemetaan
pembangunan
Pendahuluan
KPCLPU
IKSP 2.7
IKSP 2.8
Bab 2
• Peningkatan utilisasi
pemanfaatan
broadband
Arah Kebijakan dan Strategi
SP / IKP Output Direktorat Telekomunikasi Direktorat Penyiaran Direktorat Pos Direktorat Pita Lebar Direktorat Pengendalian Sekretariat Ditjen PPI
Bab 4
IKSP 2.10
IKSP 3.1
Jumlah regulasi/ • RUU Penyiaran • Harmonisasi Regulasi • Penyelesaian RUU • Uji Coba
Target Kinerja dan Kerangka Pendanaan
IKSP 3.2
IKSP 3.3
Bab 5
89
SP / IKP Output Direktorat Telekomunikasi Direktorat Penyiaran Direktorat Pos Direktorat Pita Lebar Direktorat Pengendalian Sekretariat Ditjen PPI
SP 4 Terlaksananya tata kelola Ditjen PPI yang bersih, transparan dan akuntabel
90
IKSP 4.1
akan dilaksanakan
dengan kinerja yang
kinerja terhadap
pelaksanaan program
kerja
• Penyediaan laporan
capaian kinerja
yang selaras dengan
rencana kerja dan
pelaksanaannya
Bab 3
Arah Kebijakan dan Strategi
SP / IKP Output Direktorat Telekomunikasi Direktorat Penyiaran Direktorat Pos Direktorat Pita Lebar Direktorat Pengendalian Sekretariat Ditjen PPI
Bab 4
IKSP 4.2
IKSP 4.3
Target Kinerja dan Kerangka Pendanaan
IKSP 4.4
91
SP / IKP Output Direktorat Telekomunikasi Direktorat Penyiaran Direktorat Pos Direktorat Pita Lebar Direktorat Pengendalian Sekretariat Ditjen PPI
IKSP 4.5
92
Persentase penyelesaian • 100% • Tersedianya layanan
proses perizinan pos, terselesaikannya call center dan
telekomunikasi dan proses perizinan pos, pelayanan terpadu
penyiaran yang tepat telekomunikasi dan satu pintu
waktu,akuntabel dan penyiaran yang tepat • Terciptanya proses
transparan waktu,akuntabel dan perizinan pos,
transparan telekomunikasi dan
penyiaran secara
Bab 1
online
• Terlayaninya pemohon
Pendahuluan
izin penyelenggara
pos, telekomunikasi,
penyiaran dengan
effisien, cepat dan
transparan
Bab 2
Selain aspek pengawasan, evaluasi dan penyusunan laporan, yang tak kalah
penting adalah bagaimana Kementerian Komunikasi dan Informatika melaksanakan
program kegiatan pembangunan secara efektif berarti ’hasil pembangunan mencapai
sasaran yang telah ditetapkan’ dan secara akuntabel merujuk pada upaya untuk
mencapai sasaran tersebut dengan cara yang dapat dipertanggungjawabkan,
khususnya pada pengelolaan anggaran pemerintah untuk bidang komunikasi
dan informatika. Kementerian Komunikasi dan Informatika berkomitmen untuk
memperoleh opini wajar tanpa pengecualian dari BPK-RI.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Tahun 2015-2019 merupakan
dokumen yang berisi rencana serta strategi dalam pencapaian kinerja yang akan dilaksanakan selama
5 (lima) tahun ke depan. Disamping merencanakan program 5 tahun kedepan, dokumen renstra ini juga
akan menyempurnakan kegiatan-kegiatan yang masih belum dapat dilaksanakan secara maksimal pada
periode tahun 2010-2014.
Rencana strategis 2015-2019 dilaksanakan dengan mengacu pada capaian strategis 2010--2014
menyelaraskan visi dan misi Jalan Perubahan yang diusung pemerintahan saat ini melalui program
prioritas Nawacita serta mengantisipasi kondisi dinamis lingkungan global. Rencana kegiatan Kementerian
Komunikasi dan Informatika yang terdapat di rencana strategis 2015-2019 dan anggaran yang dibutuhkan
telah berhasil disusun dengan dilengkapi tahapan pelaksanaan agar dapat di petakan setiap hambatan
dalam pelaksanaan pencapaian target kinerja.
Target pencapaian Rencana Strategis 2015-2019 ini menantang dan mengharuskan semua elemen bekerja
keras dan bersinergi agar semua target tersebut tercapai. Agar kegiatan selalu berada pada jalur yang
benar, pelaksanaan rencana strategis perlu dimonitor dan dievaluasi secara periodik. Untuk itu, dilakukan
rapat kerja evaluasi pencapaian target triwulan, semesteran, dan tahunan serta dilaporkan melalui laporan
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (LAKIP).
BAB
5
Penutup