Absorbsi Gas
Absorbsi Gas
Absorbsi Gas
BAB I
Jumlah CO2 yang terserap sebanding dengan pertambahan volume larutan dalam peralatan
analisa tersebut.
1.3 Teori dua tahanan
Pada umumnya, campuran gas yang masuk kedalam kolom absorbsi terdiri atas komponen
yang dapat diserap dan gas inert (sukar diserap), sedangkan cairan yang digunakan bersifat tidak
melarut dalam fasa gas. Perpindahan massa solut dari gas menuju cairan terjadi dalam tiga
langkah perpindahan, transfer massa dari badan utama gas kesuatu fasa antar muka, transfer
muka melalui bidang antar muka kefasa kedua dan transfer massa dari antar muka kebadan
utama cairan.
Dari gambar 1.1 dapat dilihat bahwa pada kondisi awal, konsentrasi A dalam badan utama
gas adalah yAG fraksi mol. Ketika mulai terjadi kontak dengan cairan, konsentasi A di daerah
interfase menurun hingga yAi pada interfase menjadi yAI dalam badan utama cairan. Dan sebagai
syarat terjadinya perpindahan perpindahan massa. Konsentrasi awal y AG dan yAI tidak berada
dalam keadaan setimbang.
Konsentrasi dari solut A yang berdifusi
Gas interface
y AG
x Ai Liquid
y Ai
x AL
Jarak
Perpindahan massa solut A dari gas ke cairan akan terjadi bila terdapat cukup kekuatan
gerak (driving force) dari satu fasa ke fasa lainnya yang dikenal dengan nama koefisien
perpindahan massa (mass transfer coefficient). Laju perpindahan massa ini juga bergantung
pada luas permukaan kontak antar fasa.
Menurut Whitman dan Lewis, pada saat terjadi perpindahan massa antar fasa tahanan
terhadap perpindahan tersebut hanya ada pada bahan utama masing – masing fasa. Sedangkan
pada daerah antarmuka yang membatasi kedua fasa tidak terdapat tahanan sama sekali
sehingga konsentrasi yAi dan XAi merupakan harga kesetimbangan yang diperoleh dari data kurva
kesetimbangan dari sistem dua fasa tersebut.
1.4 Kolom absorbsi
Operasi absorbs merupakan dalam cairan biasanya dilakukan dalam suatu kolom silinder
berunggun (cylinder packed coloumn). Unggun yang dimaksud merupakan sekumpulan benda
padat dengan bentuk dan bahan tertentu (plastic/ keramik) yang disusun sedemikian rupa untuk
absorbs. Penyerapan komponen gas oleh cairan melewati packet bed, biasanya arah aliran fluida
diatur sedemikian rupa, dimana cairan mengalir dari atas dan gas mengalir dari bawah (counter
current). Gas dan cairan yang masuk dan keluar dapat dianalisa untuk mengetahui jumlah gas
yang diserap.
Untuk lebih lanjutnya, kolom absorbs terbagi dalam berbagai jenis, antara lain :
1. Spay Tower
Cairan masuk
Gas keluar
gas masuk
Cairan keluar
Spay tower terdiri dari ruang terbuka dan luas padatempat gas mengalir dan kedalam ruang
tersebut disemprotkan cairan dengan spray nozzles atau alat yang dapat membuat butir – butir
cairan. Cairan yang akan disemprotkan akan jatuh karena gaya gravitasinya dengan arah aliran
cairan dan gas yang berlawanan arah. Karena cairan dalam bentuk butir – butir, maka luas
permukaan bidang kontak antar fasa akan semakin besar. Jika ukuran butir semakin kecil, maka
luas bidang kontaknya akan semakin besar. Tetapi ukuran butir cairan tidak boleh terlalu kecil
karena butir akan terbawa aliran gas keatas (keluar). Spray tower pada umumnya digunakan
untuk proses pemindahan gas yang mudah larut dalam cairan atau perpindahan massanya
dikontrol oleh tahanan fasa gasnya.
2. Menara gelembung
Menara bahan isian adalah menara tegak yang diisi dengan bahan isian (packing). Bahan isian dapat
terbuat dari keramik juga batu – batuan. Cairan didistribusikan kekelompok bahan isian dan
mengalir kebawah pada permukaan bahan isian dalam bentuk lapisan tipis. Gas umumnya mengalir
keatas berlawanan arah dengan aliran cairan. Sehingga luas kontak antar fasa menjadi cukup besar.
Menara ini digunakan untuk sistem gas – cairan dimana salah satunya atau keduanya tahanan
mengontrol.
Cairan masuk
Gas keluar
gas masuk
Cairan keluar
Menara dengan plate – plate dapat berupa buble cup atau slave tray. Pada tiap –
tiap plate, gelembung gas yang terbentuk didasar cairan dengan cara memaksa gas
melewati lubang – lubang dan saat gelembung gas melewati cairan.
BAB II
S1
S2
F1
S3 C1
F3
F2
C4
C3 C2
C4
1. Dengan menggunakan sarung tangan dan kacamata,isi dua tabung bola pada perangkat
analisa absorbsi dibagian kiri panel dengan 1 M NaOH. Atur level permukaan NaOH pada
tabung bola sampai angka “0” pada pipa skala menggunakan valve pembuangan CV, dan
penampung buangan kedalam labu (lihat gambar A). ulangi prosedur ini setiap kali akan
melakukan analisa berikutnya.
2. Isi tanki penampung cairan sampai ¾ bagian dengan air bersih.
3. Dengan valve pengendali aliran gas C2 dan C3 tertutup (lihat skema), mulai dijalankan pompa
cairan, atur aliran menu kolom sehingga flowmeter F 1 menunjukkan kecepatan tertentu
dengan cara mengatur valve C1
4. Mulai dijalankan compressor dan atur valve pengendali C 2 sehingga kecepatan aliran pada
flowmeter F2 kira – kira 30 L/min
5. Buka secara hati – hati valve regulator tekanan pada tabung CO 2, lalu atur valve C3 sampai
flowmeter F3 menunjukkan kira – kira 3 L/min. pastikan lapisan cairan didasar kolom tetap
terjaga, jika perlu atur dengan valve C4.
6. Pengambilan sampel gas dilakukan setelah 5 menit atau operasi telah berjalan mantap.
Ambil sampel gas dari bawah kolom dan dari atas atau tengah kolom. Untuk mengambil
sampel gas dari bawah, maka buka valve S 3 dengan valve saluran atas S 1 dan tengah S2
tertutup, begitu juga sebaliknya.
7. Cara analisa sampel gas (hempl analisis)
a. Mula – mula bersihkan sisa gas yang terdapat pada saluran pengambilan sampel
dengan cara mengisap saluran itu menggunakan piston dan mendorong/
mengeluarkannya ke atmosfir (dengan saluran pada tabung penyerapan/ tabung
terisolasi). Lakukan secara berulang – ulang sebanyak 4 kali sampai diperkirakan
saluran sudah dianggap bersih (lihat gambar B dan C)
b. Tutup tabung penyerapan/ tabung bola dan lubang ke atmosfir, isi tabung pengisap
dengan sampel gas dengan cara menarik piston perlahan – lahan (seperti gambar B)
sampai tabung terisi kira – kira 20 mL (V 1). Tutup kembali valve S yang telah dibuka
tadi. Tutup lubang pengisap dari tabung dan kolom pipa. Tunggu sedikitnya 2 menit
agar suhu gas sama dengan suhu tabung (seperti gambar D).
Jika cairan ikut terhisap kedalam tabung penghisap, maka ini akan merusak
percobaan, sehingga bila menemui kondisi seperti ini maka jangan melanjutkan
penarikan piston, dan bacalah skala pada tabung penghisap apa adanya.
c. Dengan mengisolasi saluran yang menuju ke kolom, hubungkan tabung penghisap
dengan tabung penyerapan/ tabung bola. Level cairan seharusnya tidak berubah.
Jika berubah, cepat buka saluran keluar atmosfir.
d. Tunggu sampai level cairan di tabung penyerapan/ tabung bola pada posisi “0”,
yang menunjukkan bahwa tekanan ditabung adalah atmospheris, lalu tutup saluran
ke atmosfir.
e. Secara perlahan tekan piston sehingga semua gas berpindah ketabung bola. Setelah
itu tarik kembali piston pada posisi semula (lihat gambar E dan F). perhatikan level
ketinggian yang terbaca pada skala. Catat volume akhir cairan (V 2), yang
menunjukkan volume sampai gas CO2 yang dianalisa.
3.3 pengaruh laju alir air terhadap jumlah CO 2 terabsorbsi
Laju air sangat mempengaruhi jumlah CO 2 yang terabsorbsi. Dari data percobaan, banyaknya
jumlah CO2 yang terabsorbsi jika laju alir berubah pada valve I dapat dilihat pada grafik 3.2 dan pada
valve 2 pada grafik 3.3.
Grafik 3.2. hubungan laju alir air terhadap jumlah CO 2 yang terabsorbsi pada valve S1
Dari grafik 3.2 dapat dilihat bahwa pada valve S 1, semakin besar laju alir umpan maka semakin beasr
jumlah CO2 yang terabsorbsi. Cotohnya, pada laju alir umpan udara konstan (30 L/min) dan laju alir
CO2 umpan konstan (9%), dan laju alir air 2 L/min menghasilkan CO 2 yang terabsorbsi sebesar
1.2083. ketika laju alir diperbesar menjadi 4 L/min jumlah umpan CO 2 teabsorbsi sebesar 1.6821. hal
ini terjadi karena jumlah umpan CO2 yang terkandung didalam air semakin bertambah. Laju alir air
yang besar akan mempercepat terjadinya keseragaman pembasahan permukaan isian sehingga
mengoptimalkan luas permukaan kontak antara gas dan cairan.
Grafik 3.3 grafik hubungan laju alir air terhadap jumlah CO 2 yang terabsorbsi pada valve S2.
Sama seperti pada valve S1, dari grafik 3.3 dapat dilihat bahwa laju alir air mempengaruhi besarnya
CO2 yang terabsorbsi, dimana semakin besar laju alir maka semakin besar jumlah CO 2 yang
terabsorbsi, dimana semakin besar laju alir air maka semakin besar jumlah CO 2 yang terabsorbsi.
Contohnya, pada laju alir umpan udara umpan konstan (30 L/min) dan CO 2 umpan konstan (17%),
dengan laju alir 2 L/min menghasilkan jumlah CO 2 terabsorbsi sebesar 1.3601. ketika laju alir ai
diperbesar menjadi 4 L/min, jumlah CO 2 terabsorbsi sebesar 3.3706 L/min.
Didalam percobaan, umpan CO2 divariasikan 9%, 13%, dan 17% laju alir CO 2, dimana dalam
pengaturan laju alir di flowmeter dan pengolahan data dikonversikan kedalam liter per menit
(L/min). laju alir CO2 sangat mempengaruhi jumlah CO2 terabsorbsi. Hal ini dapat dilihat pada grafik
3.4 dan grafik 3.5.
Grafik 3.4 hubungan laju alir CO2 terhadap jumlah CO2 yang terabsorbsi pada valve S1.
Dari gambar 3.4 dapat dilihat bahwa pada valve S 1 jumlah CO2 terabsorbsi dipengaruhi laju alir CO2,
dimana semakin besar laju alir CO2 maka CO2 yang terabsorbsi semakin besar. Misalnya , pada laju
alir udara konstan (30 L/min), laju alir air konstan 2 L/min, dan laju alir CO 2 9 % menghasilkan CO2
terabsorbsi sebesar 1.2083. ketika laju alir CO 2 dinaikkan menjadi 13 % CO2 terabsorbsi naik menjadi
1.5914, dan ketika CO2 dinaikkan lagi menjadi 17% menghasilkan CO 2 terabsorbsi sebesar 2.2706. hal
ini jelas menunjukkan bahwa dengan menaikkan laju alir CO 2 akan memperbesar jumlah CO2
terabsorbsi.
Grafik 3.5 hubungan laju alir CO2 terhadap jumlah CO2 yang teabsorbsi pada valve S2.
Dari grafik 3.5 dapat dilihat bahwa laju alir CO 2 yang dinaikkan dari 9% menjadi 13%, dan dinaikan
lagi menjadi 17% akan memperbesar jumlah CO 2 yang terabsorbsi. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin besar jumlah CO2 yang diumpankan maka semakin besar jumlah CO 2 yang terabsorbsi.
Penyerapan CO2 oleh absorber ini juga dipengaruhi oleh ketinggian kolom absorbs, karena
semakin tinggi kolom absorbs mengakibatkan semakin lama waktu kontak yang terjadi antara gas
CO2 dan air, sehingga mengakibatkan jumlah CO 2 yang terabsorbsi semakin banyak. Hal ini juga
terlihat pada hasil percobaan yang ditabulasikan pada table 3.4
Dari table 3.4 dapat dilihat bahwa nilai Fa (1 – 3) lebih besar dibandingkan dengan nilai Fa(2 – 3).
Hal ini dikarenakan perbedaan ketinggian kolom pengambilan sampel, pada pengambilan sampel di
valve S1 dengan ketinggian 140.5 cm dan pada valve S2 69.5 cm.
Grafik 3.6 hubungan tinggi kolom pengambilan sampel terhadap jumlah CO 2 terabsorbsi
Dari grafik 3.6 dapat dilihat perbedaan nilai Fa pada pengambilan sampel dari masing –
masing valve. Pada bagian dasar kolom absorbsi (valve S 3) dengan S=0, CO2 belum terabsorbsi. CO2
mulai terabsorbsi pada valve S2, dan jumlah CO2 terabsorbsi maksimum pada valve S1. Jadi, semakin
tinggi kolom pengambilan sampel , maka semakin besar jumlah CO 2 terabsorbsi.
BAB IV
4.1 Kesimpulan
1) Berdasarkan percobaan yang dilakukan, semakin besar laju alir air yang
diumpankan kedalam kolom absorbs pada laju alir udara yang sama, maka
semakin besar jumlah CO2 yang terabsorbsi
2) Laju alir CO2 yang diperbesar akan menyebabkan jumlah CO 2 yang terabsorbsi
semakin besar.
3) Semakin tinggi tempat pengambilan sampel pada kolom absorbs, maka semakin
besar jumlah CO2 yang terabsorbsi.
4.2 Saran
1) Pada saat melakukan percobaan gunakan pengaman atau alat keselamatan
terutama saat memasukkan NaOH kedalam tabung bola
2) Setiap pengambilan sampel, sebaiknya tabung penghisap dibersihkan terlebih
dahulu dengan mendorongnya ke atmosfir untuk mendapatkan data yang
akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Treybal, R.E. 1981. Mass transfer operation, 3 rd edition. McGraw. Hill.
Tim penyusun 2010. Penuntun praktikum laboratorium teknik kimia II. Pekanbaru :
Jurusan Teknik kimia FT – UR.