2021
PETUNJUK
PRAKTIKUM
OPERASI TEKNIK KIMIA 2
Dasar Teori
Peralatan absorpsi gas terdiri dari sebuah kolom berbentuk silinder atau menara yang
dilengkapi dengan pemasukan gas dan ruang distribusi pada bagian bawah ; pemasukan zat
cair dan distributornya pada bagian atas, pengeluaran gas dan zat cair masing-masing diatas dan
dibawah. Serta diisi dengan massa zat tak aktif (inert) diatas penyangganya yang disebut isian
menara (towerpacking). Zat cair yang masuk berupa pelarut murni atau larutan encer zat terlarut
dalam pelarut disebut cairan lemah (weak liquor), didistribusikan diatas isian dengan distributor
secara seragam.
Gas yang mengandung zat terlarut, disebut gas kaya (rich gas), masuk ke ruang
pendistribusian melalui celah isian, berlawanan arah dengan zat cair. Isian itu memberikan
permukaan yang luas untuk kontak antara zat cair dan gas sehingga membantu terjadinya kontak
yang maksimal antara kedua fase, dan terjadi penyerapan zat terlarut yang ada di dalam
rich gas oleh zat cair yang masuk ke dalam menara dan gas encer (lean gas) keluar dari atas.
Sambil mengalir kebawah, zat cair makin kaya zat terlarut, dan keluar dari bawah menara
sebagai cairan pekat (strong liquor).
Menara sembur terdiri dari sebuah menara, dimana dari puncak menara cairan
disemburkan dengan menggunakan nosel semburan. Tetes - tetes cairan akan bergerak ke bawah
karena gravitasi, dan akan berkontak dengan arus gas yang naik ke atas (lihat gambar
1). Nosel semburan dirancang untuk membagi cairan kecil - kecil. Makin kecil ukuran tetes
cairan, makin besar kecepatan transfer massa. Tetapi apabila ukuran tetes cairan terlalu kecil,
tetes cairan dapat terikut arus gas keluar. Menara sembur biasanya digunakan umtuk transfer
massa gas yang sangat mudah larut.
Menara gelembung terdiri dari sebuah menara, dimana di dalam menara tersebut gas
didispersikan dalam fase cair dalam bentuk gelembung. Transfer massa terjadi pada waktu
gelembung terbentuk dan pada waktu gelembung naik ke atas melalui cairan . Menara
gelembung digunakan untuk transfer massa gas yang relatif sukar larut. Gelembung dapat dibuat
misalnya dengan pertolongan distributor pipa, yang ditempatkan mendatar pada dasar menara.
Menara pelat adalah menara yang secara luas telah digunakan dalam industri. Menara ini
mempunyai sejumlah pelat dan fasilitas yang ada pada setiap pelat, maka akan diperoleh kontak
yang sebaik-baiknya antara fase cair dengan fase gas. Fasilitas ini dapat berupa topi gelembung
(bubble caps) atau lubang ayak (sieve), gambar 5. Pada pelat topi gelembung dan lubang ayak,
gelembung - gelembung gas akan terbentuk. Transfer massa antar fase akan terjadi pada waktu
gelembung gas terbentuk dan pada waktu gelembung gas naik ke atas pada setiap pelat. Cairan
akan mengalir dari atas ke bawah melintasi pelat di dalam kolom.
Menara paking adalah menara yang diisi dengan bahan pengisi, gambar 3. Adapun
fungsi bahan pengisi ialah untuk memperluas bidang kontak antara kedua fase. Bahan pengisi
yang banyak digunakan antara lain cincin rasching, cincin lessing, cincin partisi, sadel bell,
sadel intalox dan cincin pall. Di dalam menara ini, cairan akan mengalir ke bawah melalui
permukaan bawah pengisi, sedangkan cairan akan mengalir ke atas secara arus berlawanan,
melalui ruang kosong yang ada diantara bahan pengisi.
Persyaratan yang diperlukan untuk isian menara ialah :
5
Kalau diperhatikan cara kontak antara fase - fase yang berkontak di dalam keempat
menara tersebut, maka ada dua macam cara kontak yaitu : cara kontak kontinyu yang
terjadi di menara sembur, menara gelembung dan menara paking, dan cara kontak
bertingkat yang terjadi di menara pelat.
Absorbsi merupakan salah satu proses pemisahan dengan mengontakkan campuran gas
dengan cairan sebagai penyerapnya. Penyerap tertentu akan menyerap setiap satu atau lebih
komponen gas. Pada absorbsi sendiri ada dua macam proses yaitu :
a. Absorbsi fisik
Absorbsi fisik merupakan absorbsi dimana gas terlarut dalam cairan penyerap tidak
disertai dengan reaksi kimia. Contoh absorbsi ini adalah absorbsi gas H2S dengan air,
metanol, propilen, dan karbonat. Penyerapan terjadi karena adanya interaksi fisik, difusi gas
ke dalam air, atau pelarutan gas ke fase cair. Dari asborbsi fisik ini ada beberapa teori untuk
menyatakan model mekanismenya, yaitu :
1. Teori model film
2. Teori penetrasi
3. Teori permukaan yang diperbaharui
b. Absorbsi kimia
Absorbsi kimia merupakan absorbsi dimana gas terlarut didalam larutan penyerap
disertai dengan adanya reaksi kimia. Contoh absorbsi ini adalah absorbsi dengan adanya larutan
MEA, NaOH, K2CO3, dan sebagainya. Aplikasi dari absorbsi kimia dapat dijumpai pada proses
penyerapan gas CO2 pada pabrik amoniak. Penggunaan absorbsi kimia pada fase kering sering
digunakan untuk mengeluarkan zat terlarut secara lebih sempurna dari campuran gasnya.
Keuntungan absorbsi kimia adalah meningkatnya koefisien perpindahan massa gas, sebagian
dari perubahan ini disebabkan makin besarnya luas efektif permukaan. Absorbsi kimia dapat
juga berlangsung di daerah yang hampir stagnan disamping penangkapan dinamik.
Hal-hal yang mempengaruhi dalam prsoses adsorbsi :
Zat yang diadsorbsi
Luas permukaan yang diadsorbsi
6
Temperatur
Tekanan
Absorben
Absorben adalah cairan yang dapat melarutkan bahan yang akan diabsorpsi
pada permukaannya, baik secara fisik maupun secara reaksi kimia. Absorben sering juga
disebut sebagai cairan pencuci. Persyaratan absorben :
Memiliki daya melarutkan bahan yang akan diabsorpsi yang sebesar mungkin
(kebutuhan akan cairan lebih sedikit, volume alat lebih kecil).
Selektif
Memiliki tekanan uap yang rendah
Tidak korosif.
Mempunyai viskositas yang rendah
Stabil secara termis.
Murah
Jenis-jenis bahan yang dapat digunakan sebagai absorben adalah air (untuk gas-gas yang
dapat larut, atau untuk pemisahan partikel debu dan tetesan cairan), natrium hidroksida (untuk
gas-gas yang dapat bereaksi seperti asam) dan asam sulfat (untuk gas-gas yang dapat bereaksi
seperti basa).
Kolom Absorpsi
Adalah suatu kolom atau tabung tempat terjadinya proses
pengabsorbsi penyerapan/penggumpalan) dari zat yang dilewatkan di kolom/tabung tersebut.
Proses ini dilakukan dengan melewatkan zat yang terkontaminasi oleh komponen lain dan zat
tersebut dilewatkan ke kolom ini dimana terdapat fase cair dari komponen tersebut. Selain itu
absorbsi ini juga digunakan untuk memurnikan gas yang dihasilkan dari fermentasi kotoran sapi.
Gas CO2 langsung bereaksi dengan larutan NaOH sedangkan CH4 tidak. Dengan berkurangmya
konsentrasi CO2 sebagai akibat reaksi dengan NaOH, maka perbandingan konsentrasi CH4
dengan CO2 menjadi lebih besar untuk konsentrasi CH4. Absorbsi CO2 dari campuran biogas
ke dalam larutan NaOH dapat dilukiskan sebagai berikut:
CO2(g) + NaOH(aq) → NaHCO3(aq) NaOH(aq) +
NaHCO3 → Na2CO3(s) + HO(l) + CO2(g) +
2NaOH(aq) → Na2CO3(s) + H2O(l)
Dalam kondisi alkali atau basa, pembentukan bikarbonat dapat diabaikan karena bikarbonat
bereaksi dengan OH- membentuk CO32-
7
Prinsip Absorbsi
Udara yang mengandung komponen terlarut (misalnya CO2) dialirkan ke dalam kolom
pada bagian bawah. Dari atas dialirkan alir. Pada saat udara dan air bertemu dalam kolom
isian, akan terjadi perpindahan massa. Dengan menganggap udara tidak larut dalam air (sangat
sedikit larut),maka hanya gas CO2 saja yang berpindah ke dalam fase air (terserap). Semakin
ke bawah, aliran air semakin kaya CO2. Semakin ke atas ,aliran udara semakin miskin CO2.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada operasi absorpsi adalah sebagai berikut :
Laju alir gas. Semakin besar laju alir gas, penyerapan semakin buruk.
Prosedur percobaan
A. Pengujian daya serap gas terhadap cairan NaOH (absorpsi) dengan beberapa
variasi.
a. Variasi laju alir cairan NaOH
1. Bersihkan tangki penampungan cairan, gantikan air dengan NaOH 0,1 N
2. Hidupkan pompa cairan, buka valve pengatur laju cairan NaOH pada posisi tertentu.
Perhatikan manometer, setelah konstan catat penunjukan manometer.
3. Sebelumnya perlu dipersiapkan konsentrasi gas CO2 sama dengan konsentrasi udara
bervariasi dengan mengatur bukaan valve dan tekanan gas yang masuk ke kolom.
4. Setelah komposisi gas masuk tepat, tunggu beberapa menit untuk mensirkulasi seluruh cairan
NaOH didalam tangki sehingga proses absorpsi maksimum.
5. Lakukan pengambilan sampel l untuk dianalisa dengan titrimetri.
4. Ambil sampel untuk dianalisa kadar gas terlarutnya untuk temperature standar.
5. Lanjutkan operasi untuk konsentrasi CO2 , set bukaan gas dan udara. Setelah operasi
konstan, ambil sampel untuk dianalisa.
C. Metode Analisa
a) Ambil 250 ml sampel cairan dari keluaran / outlet kolom absorbsi dan dari tangki umpan.
Kemudian ambil masing-masing 50 ml sampel ini dan tempatkan pada dua erlenmeyer yang
berbeda
Erlenmeyer 1
b) Sampel sejumlah 50 ml tersebut, tambahkan dengan setetes indikator phenolphtalein dan
titrasi dengan larutan HCl 0.20 M hingga warna merah muda menghilang atau menjadi tidak
berwarna
c) Catat jumlah titran yang dibutuhkan sebagai T1, yang berarti bahwa jumlah yang dibutuhkan
untuk menetralkan semua hidroksida dan mengubah karbonat menjadi bikarbonat.
d) Pada erlenmeyer yang sama, tambahkan indikator metyl orange dan lanjutkan titrasi dengan
larutan HCl hingga tercapai titik akhir titrasi.
Catat total penambahan asam yang ditambahkan hingga titik akhir titrasi sebagai T2
Erlenmeyer 2
e) Ambil dari sampel cairan yang sama sebanyak 50 ml dan tempatkan pada erlenmeyer 2
f) Tambahkan sekitar 10 % lebih dari hasil perhitungan (T2 - T1) larutan BaCl2 ke dalam
erlenmeyer 2 dan kocok. Penambahan ini akan mengendapkan semua karbonat dalam
sampel sebagai barium karbonat.
g) Tambahkan dua tetes indikator phenolphtalein dan titrasi dengan larutan HCl hingga
tercapai titik akhir titrasi. (T3)
h) (T2 – T3) menunjukkan perbedaan kebutuhan total asam untuk karbonat dan hidroksida dan
kebutuhan hidroksida
Na2CO3 + 2 HCl 2NaCl + H2O + CO2
Lakukan pengulangan untuk tiap analisa yang dilakukan agar didapat hasil yang lebih
akurat
T1 T2 T3 T1 T2 T3
CC CN CC CN
(m l) (m l) (m l) (m l) (m l) (m l)
Jumlah CO2 yang terserap melalui kolom yang diukur dari sampel yang diambil dari tangki
umpan dan outlet bagian bawah kolom, dihitung dengan :
Daftar Pustaka
Transpor Process and Unit Operation By Christir J. Geankoplis.
Mass Transfer Operation By Treybal
Tujuan
Setelah melakukan percobaan ini, kami diharapkan mampu :
- Menentukan kelarutan CO2 dan NaOH
- Menentukan jumlah CO2 yang terserap dengan alat HEMPL
Dasar Teori
Absorbsi adalah operasi penyerapan komponen-komponen yang terdapat didalam gas
dengan menggunakan cairan. Suatu alat yang banyak digunakan dalam absorpsi gas ialah
menara isian. Alat ini terdiri dari sebuah kolom berbentuk silinder atau menara yang
dilengkapi dengan pemasukan gas dan ruang distribusi padabagian bawah, pemasukan zat cair
pada bagian atas, sedang pengeluaran gas dan zat cair masing-masing diatas dan dibawah,
serta suatu zat padat tak aktif (inert) diatas penyangganya yang disebut packing.
Adanya packing (bahan isian) didalam kolom absorpsi akan menyebabkan terjadinya
hambatan terhadap aliran fluida yang melewati kolom. Akibatnya gas maupun cairan yang
melewati akan mengalami pressure drop atau penurunan tekanan.
Persyaratan pokok yang diperlukan untuk packing :
1. Harus tidak bereaksi (kimia) dengan fluida didalam menara.
2. Harus kuat, tetapi tidak terlalu berat.
3. Harus mengandung cukup banyak laluan untuk kedua arus tampa terlalu banyak zat cair
yang terperangkap atau menyebkan penurunan tekanan terlalu tinggi.
4. Harus memungkinkan terjadinya kontak yang memuaskan antara zat cair dan gas.
5. Harus tidak terlalu mahal.
Penurunan tekanan akan menjadi lebih besar jika bahan isian yang digunakan tidak
beraturan (random packing). Selain itu, penurunan tekanan juga dipengaruhi oleh laju alir gas
maupun cairan.
Pada laju alir tetep, penurunasn tekanan gas sebanding dengan kenaikan laju alir cairan. Hal
ini disebabkan karena ruang antara bahan pengisi yang semula dilewati gas menjadi lebih
banyak dilewati cairan. Sehingga akan menyebabkan hold up (cairan yang terikat dalam
14
ruangan) bertambah. Akibatnya peningkatan laju alir cairan lebih lanjut akan menyebabkan
terjadinya pengumpulan cairan dibagian atas kolom. Keadaan ini biasa disebut flooding (banjir).
Titik terjadinya peristiwa disebut flooding point. Operasi pada keadaan flooding tidak akan
menghasilkan perpindahan massa yang bagus. Perpindahan massa yang optimum, dilakukan
pada keadaan loading point (titik belok kurva).
Jika laju alir cairan dipertahankan tetap sedang laju gas bertambah, maka terdapat
beberapa kemungkinan yang akan terjadi :
1. Terbentuk lapisan cairan yang menyerupai gelembung gas diatas permukaan packing.
2. Cairan tidak akan dapat mengalir keluar kolom karena adanya tekanan yang besar dari
aliran udara. Akibatnya cairan akan mengisi kolom dari bawah keatas sehingga terjadi
inversi dari gas terdispersi kecairan berubah menjadi cairan terdispersi kealiran gas.
3. Terjadi gelembung/ buih-buih udara didalam kolom yang makin lama makin keatas dan
akhirnya tumpah keluar kolom. Pada kondisi demikian, penurunan tekanan gas berlangsung
dengan cepat.
Hal-hal lain yang berpengaruh terhadap penurunan tekanan antara lain ; bentuk isian,tinggi
isian, jenis, susunan dan lain-lain.
Banyak hal yang mempengaruhi absorpsi gas kedalam cairan, antara lain :
- Temperatur operasi
- Tekanan operasi
- Konsentrasi komponen dalam cairan
- Konsentrasi komponen didalam aliran gas
- Luas bidang kontak
- Lama waktu kontak
Karana itu, dalam operasi harus dipilih kondisi yang tepat sehingga diperoleh hasil yang
maksimal.Karekteristik suatu cairan dalam menyerap komponen didalam aliran gas ditunjukkan
oleh harga koefisien perpindahan massa antara gas-cairan, yaitu banyaknya mol gas yang
berpindah persatuan luas serta tiap fraksi mol (gram mol) / (detik) (cm 2) (fraksi mol).
Untuk menentukan harga koefisien perpindahan massa suatu kolom absorpsi dapat digunakan
perhitungan berdasarkan neraca massa.
15
Gas CO2 akan bersifat korosif jika di dalam gas alam terkandung uap air yang dapat
mengasamkan CO2 menjadi H2CO3. Sifat korosif CO2 akan muncul pada daerah-daerah
yang menyebabkan penurunan temperatur dan tekanan, seperti pada bagian elbow pipa
tubing-tubing, cooler, dan injektor turbin. Sebagai contoh di dalam fasilitas turbin gas, CO2 akan
mengakibatkan penurunan nilai kalor pembakaran karena CO2 dan H2O merupakan produk dari
pembakaran, sehingga CO2 dan H2O tidak dapat dibakar. Menurunnya kalor pembakaran akan
mengurangi tegangan listrik yang dihasilkan oleh turbin gas tadi. Contoh lain misalnya dalam
proses pencairan gas alam, CO2 bersifat merugikan, karena pada suhu sangat rendah CO2 akan
menjadi padat (icing), sehingga mengakibatkan tersumbatnya sistem perpipaan dan merusak
tubing-tubing pada alat penukar panas utama (main heat exchanger). Secara konvensional,
proses penghilangan CO2 di industri dilakukan dengan proses gas absorbsi yang berskala besar.
Campuran gas tersebut dikontakkan dengan pelarut absorben didalam alat seperti packed towers,
spray towers, venture towers, dan sieve-tray towers. Sedangkan tipe dari alat scrubber yang lain
seperti buble dan foam coloumn. Pada kolom konvensional ini, kontak antara fasa gas dan fasa
cair terjadi secara langsung sehingga memungkinkan terjadinya dispersi antar fasa. Kelemahan
yang terjadi pada packed towers, buble dan foam coloumn adalah memiliki laju alir yang satu
arah (cocurrent) sehingga laju perpindahan massa yang terjadi tidak lebih baik dari kondisi
kesetimbangan. Sedangkan untuk laju alir yang berlawanan (countercurrent) seperti yang terjadi
pada packed towers dan juga sieve-tray towers dapat terjadi peluapan (flooding) jika laju alir
gas terlalu besar dan juga akan terjadi proses penumpukan (loading) jika laju alir terlalu kecil.
Pada absorpsi gas CO2 menggunakan pelarut air, CO2 bereaksi dengan air melalui persamaan
sebagai berikut:
Reaksi CO2 dengan air tersebut merupakan reaksi kesetimbangan, di mana konstanta
kesetimbangannya sangat kecil sehingga pembentukan H+ dan HCO3- juga sangat kecil. Karena
itu, proses absorbsi CO2 dengan air lebih dinyatakan sebagai absorbsi fisika, bukan
absorbs kimia
Neraca massa total untuk seluruh stage :
L0 + VN+1 = LN + V1 = M
Dengan : VN+1, LN, = mol/j bahan masuk dan keluar. Untuk
kesetimbangan komponent A,B,C,
L0x0 + VN+1 YN+1 = LNxN + V1Y1
16
Deskripsi Peralatan
Peralatan praktikum absorber terdiri dari suatu rangkaian kolom
berpaking, yang terdiri dari :
1. Kolom absorber kaca (kolom paking).
2. Tangki umpan.
3. Rangkaian perpipaan dan alat ukur laju alir / tekanan.
4. Sumber gas murni (missal CO2) dan regulator.
18
Prosedur percobaan
1. Isilah tangki penampung dengan NaOH 0,1 N lebih kurang 25 liter
2. Hidupkan pompa cairan, buka valve pengatur laju cairan NaOH pada posisi tertentu.
3. Hidupkan kompresor udara dengan mengatur bukaan valve dan atur kecepatan udara
yang diperlukan.
4. Buka valve tabung CO2 dan atur kecepatan CO2 yang diperlukan
5. Setelah komposisi kecepatan udara dan CO2 yang masuk sudah tepat, tunggu beberapa
menit untuk mensirkulasi seluruh cairan NaOH didalam tangki sehingga proses absorpsi
maksimum dan jaga agar tidak terjadi floading.
6. Lakukan variasi kecepatan CO2, udara dan NaOH sesuai kebutuhan.
7. Lakukan Analisa Menggunakan metode HEMPL
Metode Analisa
· Mengikuti Metode Analisa di UOP 7 – Experiment A
Data Pengamatan
Laju alir Udara = L/menit
Laju alir Air = L/menit
Laju alir CO2 = L/menit
Absorber : Larutan NaOH 0,1 N (25 Liter)
Larutan Penitrasi : HCl 0,1 N
Daftar Pustaka
Transport Process and Unit Operation By Christir J. Geankoplis.
Mass Transfer Operation By Treybal
Tujuan praktikum
Untuk menghitung koefisien distribusi asam propionate (A) – TCE (B) – air (C)
Membuat kurva kesetimbangan asam propionate (A) – TCE (B) – air (C)
Dasar teori
Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau cairan
dengan bantuan pelarut. Ekstraksi juga merupakan proses pemisahan satu atau lebih
komponen dari suatu campuran homogen menggunakan pelarut cair (solven) sebagai separating
agen. Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larut yang berbeda dari komponen- komponen
dalam campuran. Pemisahan zat-zat terlarut antara dua cairan yang tidak saling mencampur
antara lain menggunakan alat corong pisah. Ada suatu jenis pemisahan lainnya dimana pada
satu fase dapat berulang-ulang dikontakkan dengan fase yang lain, misalnya ekstraksi
berulang-ulang suatu larutan dalam pelarut air dan pelarut organik, dalam hal ini digunakan
suatu alat yaitu corong pisah.
Ekstraksi merupakan proses pemisahan, penarikan atau pengeluaran suatu komponen
cairan/campuran dari campurannya. Biasanya menggunakan pelarut yang sesuai dengan
kompnen yang diinginkan.Cairan dipisahkan dan kemudian diuapkan sampai pada kepekatan
tertentu. Ekstraksi memanfaatkan pembagian suatu zat terlarut antar dua pelarut yang tidak
saling tercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut lain.
Ekstraksi memegang peranan penting baik di laboratorium maupun industry. Tujuan ekstraksi
ialah memisahkan suatu komponen dari campurannya dengan menggunakan pelarut.
Ekstraksi pada prinsipnya adalah teknik pemisahan (separasi) yang mengeksploitasi
perbedaan sifat kelarutan dari masing-masing komponen campuran terhadap jenis pelarut
tertentu. Hasil akhir yang diperoleh pada proses ekstraksi adalah ekstrak kental atau liquid
kental yang mengandung sari / kandungan dari bahan baku tanaman tanpa adanya ampas
tanaman.
Contohnya adalah : Campuran A dan B hendak dipisahkan menggunakan pelarut X. Dari
data-data sifat kelarutan, komponen A sangat larut dalam X, sedangkan komponen B sedikit
larut atau bahkan tak larut. Apabila pelarut X tersebut ditambahkan pada campuran A dan B
yang berbeda sifat kepolarannya, maka komponen A akan larut dalam X, sedangkan B tidak.
Sehingga akan didapatkan campuran baru, yaitu A dan X.
21
Pada ekstraksi cair-cair, satu komponen bahan atau lebih dari suatu campuran dipisahkan
dengan bantuan pelarut. Ekstraksi cair-cair terutama digunakan, bila pemisahan campuran
dengan cara destilasi tidak mungkin dilakukan (misalnya karena pembentukan azeotrop atau
karena kepekaannya terhadap panas) atau tidak ekonomis. Seperti ekstraksi padat-cair, ekstraksi
cair-cair selalu terdiri dari sedikitnya dua tahap, yaitu pencampuran secara intensif bahan
ekstraksi dengan pelarut dan pemisahan kedua fase cair itu sesempurna mungkin. Pada makalah
ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai ekstraksi cair-cair.
22
Ekstraksi cair-cair (liquid extraction, solvent extraction): solute dipisahkan dari cairan pembawa
(diluen) menggunakan solven cair. Campuran diluen dan solven ini adalah heterogen (
immiscible, tidak saling campur), jika dipisahkan terdapat 2 fase, yaitu fase diluen (rafinat) dan
fase solven (ekstrak). Perbedaan konsentrasi solute di dalam suatu fasadengan konsentrasi pada
keadaan setimbang merupakan pendorong terjadinya pelarutan (pelepasan) solute dari
larutanyang ada. Gaya dorong (driving force) yang menyebabkan terjadinya proses ekstraksi
dapatditentukan dengan mengukur jarak system dari kondisi setimbang.
Fase rafinat = fase residu, berisi diluen dan sisa diluen.
Fase ekstrak = fase yang berisi iluen dan solven.
Untuk mencapai proses ekstraksi cair-cair yang baik, pelarut yang digunakan harus memenuhi
diluents sebagai berikut :
1. Kemampuan tinggi melarutkan komponen zat terlarut di dalam campuran.
2. Kemampuan tinggi untuk diambil kembali.
3. Perbedaan berat jenis antara ekstrk dan rafinat lebih besar.
4. Pelarut dan larutan yang akan diekstraksi harus tidak mudah campur.
5. Tidak mudah bereaksi dengan zat yang akan diekstraksi.
6. Tidak merusak alat secara korosi.
7. Tidak mudah terbakar, tidak beracun dan harganya diluents murah.
Berdasarkan sifat diluen dan solven, diluen ekstraksi dibagi menjadi 2 sistem :
a. immiscible extraction, solven (S) dan diluen (D) tidak saling larut. b. partially miscible,
solven (S) sedikit larut dalam diluen (D) dan sebaliknya , meskipun demikian, campuran ini
heterogen, jika dipisahkan akan terdapat fase diluen dan fase solven.
Pertimbangan-pertimbangan dalam pemilihan pelarut yang digunakan adalah:
Pemisahan solute dari solvent biasanya dilakukan dengan cara distilasi, sehingga diharapkan
harga ―relative volatility‖ dari campuran tersebut cukup tinggi.
(4) Densitas
Perbedaan densitas fasa solvent dan fasa iluents harus cukup besar agar mudah terpisah.
Perbedaan densitas ini akan berubah selama proses ekstraksi dan mempengaruhi laju
perpindahan massa.
(5) Tegangan antar muka (interfasia tension)
Tegangan antar muka besar menyebabkan penggabungan (coalescence) lebih mudah namun
mempersulit proses pendispersian. Kemudahan penggabungan lebih dipentingkansehingga
dipilih pelarut yang memiliki tegangan antar muka yang besar.
(6) Chemical reactivity
Pelarut merupakan senyawa yang stabil dan inert terhadap komponen-komponen dalam
system dan material (bahan konstruksi).
(7) Viskositas
tekanan uap dan titik beku dianjurkan rendah untuk memudahkan penanganan dan
penyimpanan.
(8) Pelarut tidak beracun dan tidak mudah terbakar.
Koefisien distribusi
Pada percobaan ini menentukan koefisien distribusi untuk system tri kloro etilenasamasetat-
air, dan menunjukkan ketergantungannya terhadap konsentrasi. Pada campuran ketigazat ini
dianggap bahwa fasa berada pada kesetimbangan. Pada konsentrasi rendah, koefisien
distribusi tergantung pada konsentrasi, sehingga Y = K.X
Y = konsentrasi solute dalam fasa ekstrak
X = konsentrasi solute dalam fasa rafinat
K = koefisien distribusi
Alat
Corong pisah
Buret
Beker glass
Gelas ukur
Pipet
Statip
Corong
Prosedur kerja
Siapkan seperangkat alat batch ekstraksi dan dipastikan semua peralatan berfungsi dengan
baik.
1. Isilah corong pisah bervolume 250 cc dengan TCE (100 – 125 cc) dan timbanglah
beratnya.
2. Kemudian siapkan asam propionate (10 – 20 cc) dan ukur beratnya selanjutnya
campurkan kedalam corong pisah yang berisi TCE dan kocok sampai larut sempurna.
3. Ambil 10 cc campuran TCE – asam propionat diatas dan titrasi dengan NaOH 0,1 N
dan hitung kosentrasi asam propionatnya.
4. Kemudian kedalam campuran asam propionate – TCE dalam corong pisah
ditambahkan aquadest sebanding volume asam propionate – TCE dan kocok sampai
terjadi dua lapisan, lapisan atas berupa campuran asam propionate – air disebut ekstrak
(E) dan dinotasikan dengan y dan lapisan bawah asam propionate – TCE disebut raffinat
(R) dan dinotasikan dengan x.
5. Kemudian pisahkan campuran ekstrak dan raffinat dan ambil 10 cc masing – masing
lapisan dan titrasi dengan NaOH 0,1 N kemudian hitung konsentrasi masing – masing
lapisan (layer).
6. Setelah itu ukur sisa ekstrak dan raffinat masing – masing berat dan volumenya.
7. Sisa lapisan raffinat yang sudah diketahui berat dan volumenya diekstrak kembali
dengan air dengan volume yang sebanding sedangkan lapisan ekstrak tidak
dipergunakan lagi dan bisa ditampung di temapt tersendiri.
8. Ulangi prosedur (5) sampai menghasilkan sisa volume raffinat 30 cc
9. Hitunglah harga koefisien distribusinya
25
TEC+ R1 R2 R3 R4
As. Prop 1 2 3 4
E1 E2 E3 E4
Keterangan:
E = Ekstrak ; R = Raffinat
Gambar 2 ekstraksi cair – cair multi langkah model cross flow
Data Pengamatan
Tabel Pengamatan
Vol dan Vol dan Vol dan Vol dan Vol Vol Konsentrasi Vol
Konsentrasi Vol titrasi
Tahap berat berat asam berat berat titrasi NaOH Raffinat NaOH
ekstrak (M) raffinat
TCE propionat ekstrak ekstrak ekstrak 0,1 N (M) 0,1 N
1
2
3
4
5
6
7
Daftar Pustaka
Transport Process and Unit Operation By Christir J. Geankoplis.
Mass Transfer Operation By Treybal
EKSTRAKSI KONTINYU
ASAM ASETAT-TOLUEN-AIR
Tujuan praktikum
Mengenal dan memahami prinsip operasi ekstraksi cair cair dengan menggunakan alat
kolom yang berpacking .
Memahami perpindahan massa yang terjadi dalam kolom ekstraksi danmenentukan
koefisien perpindahan massa.
Mempelajari pengaruh laju alir terhadap koefisien perpindahan massa.
Dasar teori
Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau cairan
dengan bantuan pelarut. Ekstraksi juga merupakan proses pemisahan satu atau lebih
komponen dari suatu campuran homogen menggunakan pelarut cair (solven) sebagai separating
agen. Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larut yang berbeda dari komponen- komponen
dalam campuran.
Istilah-istilah berikut ini umumnya digunakan dalam teknik ekstraksi:
1. Bahan ekstraksi: Campuran bahan yang akan diekstraksi
2. Pelarut (media ekstraksi): Cairan yang digunakan untuk melangsungkan ekstraksi
3. Ekstrak: Bahan yang dipisahkan dari bahan ekstraksi
4. Larutan ekstrak: Pelarut setelah proses pengambilan ekstrak
5. Rafinat (residu ekstraksi): Bahan ekstraksi setelah diambil ekstraknya
6. Ekstraktor: Alat ekstraksi
7. Ekstraksi padat-cair: Ekstraksi dari bahan yang padat
8. Ekstraksi cair-cair (ekstraksi dengan pelarut = solvent extraction): Ekstraksi
dari bahan ekstraksi yang cair.
Pada ekstraksi tidak terjadi pemisahan segera dari bahan-bahan yang akan diperoleh
(ekstrak), melainkan mula-mula hanya terjadi pengumpulan ekstrak dalam pelarut. Ekstraksi
akan lebih menguntungkan jika dilaksanakan dalam jumlah tahap yang banyak. Setiap tahap
menggunakan pelarut yang sedikit. Kerugiannya adalah konsentrasi larutan ekstrak makin
lama makin rendah, dan jumlah total pelarut yang dibutuhkan menjadi besar, sehingga untuk
mendapatkan pelarut kembali biayanya menjadi mahal.
28
Pada ekstraksi cair-cair, satu komponen bahan atau lebih dari suatu campuran dipisahkan
dengan bantuan pelarut. Ekstraksi cair-cair terutama digunakan, bila pemisahan campuran
dengan cara destilasi tidak mungkin dilakukan (misalnya karena pembentukan azeotrop atau
karena kepekaannya terhadap panas) atau tidak ekonomis. Seperti ekstraksi padat-cair, ekstraksi
cair-cair selalu terdiri dari sedikitnya dua tahap, yaitu pencampuran secara intensif bahan
ekstraksi dengan pelarut dan pemisahan kedua fase cair itu sesempurna mungkin. Pada makalah
ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai ekstraksi cair-cair. Ekstraksi cair-cair (liquid
extraction, solvent extraction): solute dipisahkan dari cairan pembawa (diluen) menggunakan
solven cair. Campuran diluen dan solven ini adalah heterogen ( immiscible, tidak saling
campur), jika dipisahkan terdapat 2 fase, yaitu fase diluen (rafinat) dan fase solven (ekstrak).
Perbedaan konsentrasi solute di dalam suatu fasadengan konsentrasi pada keadaan setimbang
merupakan pendorong terjadinya pelarutan (pelepasan) solute dari larutanyang ada. Gaya
dorong (driving force) yang menyebabkan terjadinya proses ekstraksi dapatditentukan dengan
mengukur jarak system dari kondisi setimbang.
Fase rafinat = fase residu, berisi diluen dan sisa solut.
Fase ekstrak = fase yang berisi solut dan solven.
Menara kontak kontinyu sering disebut menara transfer massa, sedangkan menara plate
sering disebut menara stage keseimbangan. Oleh karena itu, pada menara kontak
kontinyu harus diperhatikan kecepatan perpindahan massa solut dari fase pembawa ke fase
pelarut. Tujuan perancangan alat ekstraksi dengan kontak bertingkat adalah menentukan
jumlah stage seimbang/ideal/teoritis yang dibutuhkan.Jumlah stage sesungguhnya merupakan
rasio stage ideal dengan efisiensi alatnya.
Di dalam menganalisis alat ekstraksi, seseorang harus mengetahui dan menentukan :
1. Kondisi bahan yang akan dipisahkan (umpan), yaitu kecepatan arus fluida umpan,
komposisi.
2. banyak solut yang harus dipisahkan,
3. jenis solven yang akan digunakan,
4. suhu dan tekanan alat,
5. kecepatan arus solven minimum dan kecepatan arus solven operasi,
6. Diameter menara,
7. Jenis alat kontak,
8. Jumlah stage ideal, aktual, dan tinggi menara,
9. Pengaruh panas.
29
Konsep stage seimbang dapat dipergunakan untuk memperkirakan hasil pemisahan suatu
campuran. Konsep ini menggunakan dasar bahwa arus yang keluar stage dalam keadaan
seimbang atau telah terjadi keseimbangan fase. Ada kemungkinan kedua fase yang berkontak
dipisahkan sebelum keadaan keseimbangan terjadi karena untuk mencapai keadaan
keseimbangan diperlukan waktu yang lama (ingat kecepatan perpindahan berjalan lambat bila
sudah mendekati keadaan keseimbangan). Oleh karena itu diperlukan faktor efisiensi
pemisahan. Seperti sudah diketahui bersama bahwa pada suatu stage seimbang untuk suhu
dan tekanan tertentu komposisi hasil keseimbangan juga tertentu (ingat kaidah keseimbangan
fase). Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil yang memenuhi spesifikasi tertentu digunakan
cara operasi berulang (multiple stage).
Seimbang Tunggal
Alat kontak paling sederhana pada stage wise adalah single stage equilibrium. Misalnya
ekstraksi single stage, yaita suatu larutan A — C (umpan) ditambah dengan larutan B murni
(atau tidak murni). Pertanyaannya adalah bagaimana komposisi hasil Ekstrak (E) dan Rafinat
( R).
30
Jika koordinat dan jumlah L0, dan VN+1 diketahui, maka dengan korelasi di atas letak titik ∑
dapat ditentukan. Apabila komposisi ekstrak akhir yang diinginkan tertentu (sebagai data
yang diketahui), maka letak titik rafinat akhir dalam grafik dengan mudah dapat ditentukan.
Hal-hal lain yang masih perlu dianalisis adalah sebagai berikut:
1. Berapa jumlah kebutuhan stage ideal yang harus digunakan agar komposisi terminal
tersebut dapat dicapai.
2. Bagaimana komposisi arus-arus yang keluar atau masuk pada setiap stage Dalam
kaitannya, terdapat dua konsep pokok yang bisa digunakan disini, yaitu: a. Arus yang
31
meninggalkan stage dalam keadaan seimbang. Korelasi komposisi kedua arus yang ke luar stage
ditunjukkan oleh garis seimbang. b. Korelasi komposisi arus-arus di antara dua stage yang
berurutan dapat diketahui berdasarkan konsep arus netto. Oleh karena akumulasi massa dalam
setiap stage adalah 0, maka arus netto pada setiap stage besarnya tetap. Hal ini dapat digunakan
pada prinsip pengurangan.
Stopwatch 1 buah.
Refraktometer 1 buah
Buret 50 ml 2 buah .
Ember 1 buah .
Corong plastic .
Batang pengaduk.
Bola hisap
33
Toluen
Asam Asetat
Aquadest
4
3
Keterangan Gambar :
1.Tangki umpan
2.Kolom packing
3.Tangki air
4.Penampung ekstrak
5.Penampung rafinat
6.Pompa untuk tangki air
7.Pompa untuk feed
8. Stroke pompa
Prosedur Kerja
Operasi ekstraksi
A. Mengukur perubahan konsentrasi asam Asetat terhadap waktu
1.Mencampurkan Toluen sebanyak 5 liter dan asam asetat sebanyak 50 ml kedalam
tangki umpan dan mengaduknya sampai homogen.
3.Menjalankan pompa air dan TCE (tombol S3dan F2) dengan laju alir toluen 20 ml/detik
dan laju alir air 20 ml/menit.
34
Data pengamatan
Kecepatan Toluen + asam aaetat = ………..ml/menit dan kecepatan air = ……. ml/menit
Daftar Pustaka
Transport Process and Unit Operation By Christir J. Geankoplis.
Mass Transfer Operation By Treybal
Principles of Unit Operation By Alan Foust
Unit Operation By Warren L Mc Cabe
35
BATCH DISTILASI
Tujuan praktikum
Mempelajari operasi pemisahan campuran biner etnaol – air dengan metoda distilasi
batch
Dasar teori
Proses perpindahan massa merupakan salah satu proses yang cukup penting.
Peprindahan massa merupakan peristiwa yang dijumpau hampir dalam setiap operasi dalam
kegiatan teknik kimia. Salah satu proses tersebut adalah distilasi yang merupakan proses
pemisahan campuran cair-cair menjadi komponen-komponennya dengan berdasarkan pada
perbedaan kemampuan/daya penguapan komponen-komponen tersebut. Adanya perbedaan
kemampuan penguapan antara komponen-komponen tersebut dikenal sebagai volatilitas
relatif. Distilasi batch adalah salah satu di antara proses-proses tersebut. Pada percobaan ini
dilakukan operasi batch. Bahan yang akan dipisahkan secara distilasi adalah campuran etanol-
air. Kolom yang digunakan adalah kolom berpaking.
Kolom distilasi adalah sarana melaksanakan operasi pemisahan komponen-komponen
dari campuran fasa cair, khususnya yang mempunyai perbedaan titik didih dan tekanan uap yang
cukup besar. Perbedaan tekanan uap tersebut akan menyebabkan fasa uap yang ada dalam
kesetimbangan dengan fasa cairnya mempunyai komposisi yang perbedaannya cukup
signifikan. Fasa uap mengandung lebih banyak komponen yangmemiliki tekanan uap rendah,
sedangkan fasa cair lebih benyak menggandung komponen yang memiliki tekanan uap tinggi.
Konsep pemisahan dengan cara distilasi merupakan sintesa pengetahuan dan
peristiwa-peristiwa:
1. kesetimbangan fasa
2. perpindahan massa
3. perpindahan panas
4. perubahan fasa akibat pemanasan (penguapan)
5. perpindahan momentum
Distilasi adalah sistem perpindahan yang memanfaatkan perpindahan massa. Masalah
perpindahan massa dapat diselesaikan dengan dua cara yang berbeda. Pertama dengan
36
menggunakan konsep tahapan kesetimbangan (equilibrium stage) dan kedua atas dasar proses
laju difusi (difusional forces).Distilasi dilaksanakan dengan rangakaian alat berupa
kolom/menara yang terdiri dari piring (plate tower/tray) sehingga dengan pemanasan komponen
dapat menguap, terkondensasi, dan dipisahkan secara bertahap berdasarkan tekanan uap/titik
didihnya. Proses ini memerlukan perhitungan tahap kesetimbangan. Pada operasi distilasi,
terjadinya pemisahan didasarkan pada gejala bahwa bila campuran cair ada dalam keadaan
setimbang dengan uapnya, komposisi uap dan cairan berbeda. Uap akan mengandung lebih
banyak komponen yang lebih mudah menguap, sedangkan cairan akan mengandung lebih
sedikit komponen yang mudah menguap. Bila uap dipisahkan dari cairan dan uap tersebut
dikondensasikan, akan didapatkan cairan yang berbeda dari cairan yang pertama, dengan lebih
banyak komponen yang mudah menguap dibandingkan dengan cairan yang tidak teruapkan.
Bila kemudian cairan dari kondensasi uap tersebut diuapkan lagi sebagian, akan didapatkan uap
dengan kadar komponen yang lebih mudah menguap lebih tinggi.
Kesetimbnagan Uap-Cair
Keberhasilan suatu operasi distilasi tergantung pda keadaan setimbang yang terjadi antar
fasa uap dan fasa cairan dari suatu campuran. Dalam hal ini akan ditinjau campuran biner
yang terdiri dari kompoenen A (yang lebih mudah menguap) dan komponen B (yang kurang
mudah menguap). Karena pada umumnya proses distilasi dilaksanakan dalam keadaan buble
temperature dan dew temperature, dengan komposisi uap ditunjukkan pada Gambar 1,
sedangkan komposisi uap dan cairan yang ada dalam kesetimbnagan ditunjukkan pada
Gambar 3. Dalam banyak campuran biner, titik didih campuran terletak di antara titik didih
komponen yang lebih mudah menguap (Ta) dan titik didih komponen yang kurang mudah
menguap (Tb). Untuk setiap suhu, harga yA selalu lebih besar daripada harga xA. Ada
beberapa campuran biner yang titik didihnya di atas atau di bawah titik didih kedua
komponennya. Campuran pertama disebut azeotrop maksimum seperti dapat dilihat pada
Gambar 5 sedangkan campuran kedua disebut azeotrop minimum seperti pada Gambar 6. Dalam
kedua hal, yA tidak selalu lebih besar daripada harga xA, ada kesetimbangan uap cairan
dengan yA selalu lebih kecil daripada xA. Pada titik azeotrop, yA sama dengan xA dan
campuran cairan dengan komposisi sama dengan titik azeotrop tidak dapat dipisahkan dengan
cara distilasi.
37
Gambar 1 Kesetimbangan uap cair pada temperatur buble dan temperatur dew
xA,1 dan yA,1 adalah komposisi cairan dan uap pada keadaan setimbang.
Gambar 3 Kesetimbangan uap cair pada temperatur buble dan temperatur dew
Neraca massa
Pada batch distilasi penambahan produk distilat D sama dengan pengurangan produksi W
40
9.
Bahan/ Zat Kimia
1. Etanol
2. Air
Prosedur Kerja
a. Siapkan grafik y vs x ; t vs xy ; 1/y-x vs x system etanol air
b. Susun tata kerja untuk melakukan operasi distilasi batch tanpa reflux
c. Catat data yang diperlukan guna menyelesaikan tugas yang diberikan tugas yang harus
dikerjakan praktikan agar sasaran praktikum ini tercapai antara lain : skema data
pengamatan dan data kadar methanol vs berat.
d. Isi labu vol 250 cc dengan larutan methanol dengan volume tertentu kadar (70 %
berat) atau menyesuaikan dengan petunjuk teknis pengajar.
e. Pastikan aliran air untuk kondensor berjalan normal
f. Nyalakan oil bath untuk memenaskan larutan etanol pada suhu didihnya
g. Atur withdraw / reflux pada keadaan open dan pastikan valve terbuka
42
h. Amati kenaikan suhu etanol dalam labu dan ambil sampel distilat jika sudah terjadi
kondensasi.
i. Ukur density , berat dan volume distilat
Data pengamatan
Data Kesetimbanagn Uap-Cair Sistem yang Diuji pada Tekanan Praktikum
ToC x y
Density
Vol air ml Vol Et ml M pikno + Massa X et-OH Density X etanol
larutan larutan (V/V) etanol g/cc mol/mol
Data yang akan diambil pada percobaan ini adalah massa larutan distilat dan bottom setiap
selang waktu tertentu. Dari data massa larutan, akan dikonversi menjadi fraksi mol.
Daftar Pustaka
1. Hanley, and Seader, Equilibrium Separation Operations in Chemical Engineering, John Wiley
and Sons, 1981, Chapter 9
2. Mc Cabe, W.L., Unit Operation of Chemical Engineering, 3rd Edition McGraw-Hill Book Co.,
New York, 1978, Chapter 19
3. Treybal, R.E., Mass Transfer Operations, McGraw-Hill, 1981 Chapter 9
4. Perry, R., Green, D.W., and Maloney, J.O., Perry’s Chemical Engineers’ Handbook, 6th
Edition, McGraw-Hill, Japan, 1984
5. McKetta, J.J., Unit Operations Handbook, Vol.1, Marcell Dekker, 1993,
Chapter 6
44
DISTILASI KONTINYU
Tujuan praktikum
Menentukan efiseiensi pemisahan
Menentukan jumlah plate ideal
Dasar teori
Destilasi ada proses pemisahan secara fisik (physical separation) yang berdasarkan
perbedaan titik didih, dan sedikitnya dibutuhkan dua komponen. Proses pemisahan tidak
dapat dilakukan apabila kedua komponen memiliki titik didih yang sama dan kondisi ini
lazimnya disebut dengan azeotrop. Pemisahan destilasi dua komponen memang jarang
ditemukan pada proses – proses di industri, tetapi dengan mempelajari pemisahan destilasi
dua komponen ini akan memberikan pemahaman yang cukup baik mengenai pengaruh –
pengaruh dari berbagai variable yang ada (seperti, reflux rasio, kondisi umpan, kemurnian
produk dan lain – lain).
Salah satu metode yang sering digunakan dalam menghitung jumlah stage ideal
untuk destilasi dua komponen (binary distillation) adalah dengan menggunakan metode
McCabe- Thiele, disamping itu terdapat metode lain yaitu metode ponchon Savarit. Bila
dibandingkan dengan metode ponchon savarit, maka metode McCabe – Thiele lebih mudah
digunakan karena dengan metode McCabe-Thiele ini tidak memerlukan perhitungan Heat
Balance ( necara panas ) untuk menentukan jumlah stage yang dibutuhkan. Metode McCabe-
Thiele ini mengasumsikan bahwa laju alir molar baik liquid maupun vapour atau L/V konstant,
atau dikenal juga dengan istilah Constant Molar Overflow ( CMO ), namun pada keadaan
sebenarnya keadaan CMO tidaklah konstant.
Secara umum sebuah kolom distilasi terdiri dari :
Vessel atau kolom itu sendiri, dimana pada kolom ini lah terjadi pemisahan, aliran
yang terjadi didalamnya secara countercurrent, uap yang berasal dari reboiler naik
kebagian atas kolom, sedangkan liquid yang disupplai dari reflux turun kebawah.
Didalam kolom terdapat plate atau piring ( disebut juga dengan stage ) pada plate ini
lah terjadi proses pemisahan yang efektif.
45
L’ adalah laju alir molar yang kembali ke kolom (ke stage pertama ), sedangkan V’ adalah
uap yang keluar dari kolom menuju ke kondenser untuk di kondensasikan. L‖ adalah liquid
yang berasal dari kolom destilasi menuju ke reboiler untuk diuapkan kembali, sedangkan V‖
adalah uap yang terbentuk dari L‖ dan masuk lagi ke kolom. Untuk lebih memudahkan,
bagian rectifying akan di tandai dengan subscript n, dan bagian stripping ditandai dengan
subscript m.
Dalam perhitungan theoritical stage ada beberapa tahap yang harus dilakukan , yaitu :
Pembuatan kurva kesetimbangan uap cair ( biasanya untuk senyawa atau komponen
yang lebih ringan )
Membuat garis operasi baik seksi rectifying ( enriching ) maupun stripping
Membuat garis umpan / feed ( q-line ), q- line ini akan menunjukkan kualitas dari
umpan itu sendiri, apakah dalam keadaan uap jenuh, liquid jenuh dan lain – lain
46
Membuat atau menarik garis stage yang memotong kurva kesetimbangan yang
memotong kurva kesetimbangan xy, garis operasi rectifying dan stripping yang
diawali dari XD dan berakhir pada XB,
Jika diketahui tekanan operasi kolom ( dan biasanya diasumsikan tidak terjadi
penurunan tekanan dalam kolom ) maka kurva kesetimbangan dapat dibuat dengan
rumusan
.
47
Dimana
Ln = laju alir molar liquid stage ke n
Vn+1 = laju alir molar uap stage ke n+1
Xn = fraksi liquid ke n+1 komponen ringan
XD = fraksi destilat komponen ringan
D = laju alir molar destilat
Garis operasi enriching dimulai dari titik ( XD,YD ) atau ( XD, XD ), Penomoran stage
umumnya dimulai dari atas lalu diteruskan ke bawah hingga berakhir pada reboiler sebagai stage
terakhir.
Dimana :
R = rasio refluks
Rasio refluks didefenisikan sebagai :
R = (arus yang diumpan kembali ke kolom ( refluks, L’ )) / (arus produk atas yang diambil)
= L’/D
Pada persamaan diatas ( persamaan kedua ) , perpotongan garis tersebut terhadap sumbu y
adalah pada titik (0, ), seperti pada gambar dibawah ini :
48
Dimana :
Lm = laju alir molar liquid stage ke m
Vm+1 = laju alir molar uap stage ke m+1
Xm = fraksi liquid ke n+1 komponen ringan
XB = fraksi bottom produk komponen ringan
B = laju alir molar bottom produk
Jika slope Lm/Vm diketahui maka garis operasi stripping dapat dibuat, tetapi biasanya mudah
membuat garis operasi stripping setelah garis umpan ( q line ) diketahui.
q=1+
q=
Dimana :
CpV = kapasitas panas uap
CpL = kapasitas panas liquid
Tf = temperature feed atau umpan
TDP = temperature titik embun ( dew point ) atau saturated vapour
TBP = temperature titik gelembung ( bubble point ) atau saturated liquid
50
Dari gambar diatas, pada q > 1 ( umpan pada kondisi dingin ) sebagian uap pada aliran
V akan terkondensasikan dan aliran yang terkondensasikan tersebut akan menambah
jumlah total liquid yang berada dibagian stripping disamping itu, dengan terjadi
kondensasi berarti uap melepas panas sebesar Q, dan Q tersebut akan digunakan untuk
memanaskan umpan hingga mencapai titik gelembungnya.
Pada q = 1 ( umpan pada kondisi bubble point atau saturated liquid atau liquid jenuh ),
aliran umpan akan menambah jumlah aliran total liquid pada bagian stripping.
Pada 0 < q < 1, umpan berada dalam kesetimbangan uap- cair, dimana terdapat
sejumlah liquid dan uap pada umpan dan keduanya menambah jumlah aliran pada
stripping ( untuk liquid ) dan rectifying ( untuk uap )
Pada q = 0 , umpan berada dalam keadaan uap jenuh atau dew point atau saturated
vapour, dengan kondisi umpan seperti ini, uap akan langsung naik ke atas, dan hal ini
akan menambah jumlah aliran uap yang berada pada bagian rectifying
Pada q > 1, umpan berada dalam keadaan superheated vapour atau panas lanjut,
umpan seperti ini akan menguapkan sebagian dari liquid ( L ) yang berada pada bagian
rectifying sehingga akan menambah jumlah aliran total uap pada bagian rectifying
tersebut, umpan yang telah melepaskan sebagian panas tadi akan berada dalam kondisi
uap jenuh. Berikut perhitungan q line
51
Garis umpan menunjukkan ―kualitas ― dari umpan tersebut, jika telah terbiasa dengan
penggunaan istilah ―kualitas uap ― maka sebaiknya lebih di perhatikan lagi, mengingat pada
pembahasan di termodinamika , jika suatu komponen tunggal atau campuran pada keadaan
titik didih ( saturated liquid ) maka nilai kualitasnya adalah 0 , sedangkan pada destilasi , q
line sama dengan 1.
Prosedur kerja
5. Stopwatch
6. Gelas ukur
7. Pipet ukur
8. Timbangan/ neraca
Prosedur Kerja
1. Siapkan grafik y vs x ; t vs xy ; 1/y-x vs x system etanol air
2. Susun tata kerja untuk melakukan operasi distilasi batch tanpa reflux
3. Catat data yang diperlukan guna menyelesaikan tugas yang diberikan tugas yang harus
dikerjakan praktikan agar sasaran praktikum ini tercapai antara lain : skema data
pengamatan dan data kadar methanol vs berat.
4. Isi labu vol 250 cc dengan larutan methanol dengan volume 150 cc kadar (70 % berat)
atau menyesuaikan dengan petunjuk teknis pengajar.
5. Pastikan aliran air untuk kondensor berjalan normal
6. Siapkan larutan etanol sebagi umpan dengan kadar tertentu dan volume 100 cc (F)
7. Kalibrasi umpan etanol dengan kecepatan missal 10 ml/menit dan pastikan kalibrasi
valid dan siap diuji cobakan. (jangan dialirkan dulu !)
8. Nyalakan oil bath untuk memenaskan larutan etanol pada suhu didihnya
9. Atur widraw / reflux pada keadaan missal 2 : 3 dan pastikan valve terbuka
10. Beberapa saat setelah terjadi kondensasi distilat alirkan umpan kedalam kolom
distilasi dan catat kecepatan kondensasi distilat (D)
11. Amati kenaikan suhu etanol dalam labu dan ambil beberapa sampel distilat jika sudah
terjadi kondensasi.
12. Ukur density , berat dan volume distilat
53
Data pengamatan
Data Kesetimbanagn Uap-Cair Sistem yang Diuji pada Tekanan Praktikum
ToC x y
Density
Vol air ml Vol Et ml M pikno + Massa X et-OH Density X etanol
larutan larutan (V/V) etanol g/cc mol/mol
Data yang akan diambil pada percobaan ini adalah massa larutan distilat dan bottom setiap
selang waktu tertentu. Dari data massa larutan, akan dikonversi menjadi fraksi mol.
Daftar Pustaka
1. Hanley, and Seader, Equilibrium Separation Operations in Chemical Engineering, John Wiley
and Sons, 1981, Chapter 9
2. Mc Cabe, W.L., Unit Operation of Chemical Engineering, 3rd Edition McGraw-Hill Book Co.,
New York, 1978, Chapter 19
3. Treybal, R.E., Mass Transfer Operations, McGraw-Hill, 1981 Chapter 9
55
4. Perry, R., Green, D.W., and Maloney, J.O., Perry’s Chemical Engineers’ Handbook, 6th
Edition, McGraw-Hill, Japan, 1984
5. McKetta, J.J., Unit Operations Handbook, Vol.1, Marcell Dekker, 1993,
Chapter 6
56
Tujuan praktikum
Humidifikasi : menentukan harga kelembaban (Y), Entalphi (H),menentukan jumlah
H2O yang terserap, dan mengetahui pengaruh laju alir air terhadap jumlah H2O yang
terserap.
Dasar Teori
Humidifikasi adalah proses perpindahan air dari fase cair (A) ke dalam campuran gas
yang terdiri dari udara (B) dan uap air (A). Dehumidifikasi adalah proses perpindahan uap air
dari campuran uap air (A) dan udara (B) ke dalam air pada fase cair (A) dengan syarat B tidak
melarut pada A.
digunakan dikeringkan sebelum masuk ke konventor bertekanan yaitu dengan jalan melewati
pada bahan yang menyerap air (dehydrating agent) seperti silica gel, asam sulfat pekat, dan lain-
lain.
Contoh proses humidifikasi adalah pada menara pendingin, air panas dialirkan berlawanan
arah dengan media pendingin yaitu udara.
Terminologi humidifikasi
1. Dry bulb temperature
2. Wet bulb temperature
3. Dew point
4. Enthalpy
5. Humid volume
6. Humid heat
7. Absolute humidity
8. Relative humidity
9. Persen (absolute) humidity
10.Saturasi humidity
dibanding suhu bola kering, namun akan identik dengan kelembaban relatif 100 %
dimana suhu udara berada pada titik jenuh.
Kelembaban yaitu massa uap yang dibawa oleh satu satuan massa gas bebas uap, karena
itu humidity hanya bergantung pada tekanan bagian uap di dalam campuran bila tekanan
total tetap. Kelembaban Ҥ (specific humidity)
merupakan massa uap air (dalam lb atau kg) per unit massa udara kering (dalam lb atau kg)
(beberapa menggunakan mole uap air per mole udara kering sebagai penjelasan dari
kelembaban).
H = mw / ma
Dimana
x = humidity (kgwater/kgair, lbwater/lbdry_air)
mw = massa ua air (kg atau lb)
ma = massa udara kering (kg atau lb)
Ptotal = Tekanan total /tekanan total uap air mbar, atm mm Hg dsb Suhu
bola basah yaitu suhu pada keadaan tunak dan tidak berkesetimbangan
yang dicapai bila suatu massa kecil dari zat cair dikontakkan dalam
keadaan adiabatik di dalam arus gas yang kontinu.
Kelembaban jenuh yaitu udara dalam uap air yang berkesetimbangan dengan air pada
suhu dan tekanan tertentu. Dalam campuran ini, tekanan parsial uap air dalam
campuran udara-air adalah sama tekanan uap air murni pada temperatur tertentu.
60
Kelembaban relatif yaitu ratio antara tekanan bagian dan tekanan uap zat cair pada suhu
gas. Besaran ini dinyatakan dalam persen (%) sehingga kelembaban 100% berarti
gas jenuh sedang kelembaban 0 % berarti gas bebas uap.
Kalor lembab yaitu energi kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu satu satuan
massa beserta uap yang dikandungnya sebesar satu derajat satuan suhu.
Cs = 0,24 + 0,45 H Btu/oF.lbm udara kering
Cs = 1 + 1,88 H Kkal/oC.kg udara kering
Entalpi lembab adalah entalpi satu satuan massa gas ditambah uap yang terkandung di
dalamnya.
Volume lembab adalah volume total stu satuan massa bebas uap beserta uap yang
dikandungnya pada tekanan 1 atm.
61
Titik embun campuran udara-uap air adalah temperatur pada saat gas telah jenuh
Oleh uap air.
CARA LANGSUNG
Mengukur berat H2O dan berat udara kering
Cara Kerja
Percobaan humidifikasi tanpa pemanasan
1. Putar switch utama searah jarum jam pada posisi ON
2. Putar juga switch air pressure pada posisi ON
3. Atur katup-katup berikut :
V1 Buka V4 Buka V2 Tutup
V5 Tutup V3 Tutup V6 Tutup
4. Tekan tombol P2 (kompressor) ON
5. Atur katup utama (V9) sehingga didapat perbedaan tekanan orifice 50 mBar
6. Lakukan pencatatan data pertama (laju alir sirkulasi air = 0 setelah 10 menit)
7. Tekan tombol P1 (centrifugal pump) ON
8. Atur kecepatan alir sirkulasi air mulai dari 70 L/menit dan lakukan pengambilan data
setelah 10 menit.
9. Naikkan kecepatan air menjadi 80, 90, 100, 110 L/menit
Percobaan humidifikasi dengan pemanasan
Percobaan dehumidifikasi tanpa pemanasan
1. Atur katup-katup berikut :
V1 Tutup V4 Buka
V2 Buka V5 Tutup
V3 Tutup V6 Buka
2. Tekan tombol P2 (kompressor) dan atur perbedaan tekanan orifice sebesar 40 mBar
64
Data pengamatan
Humidifikasi (masuk)
Kecepatan liter per menit
TdoC
TwoC
Humidifikasi (keluar)
Kecepatan liter per menit
TdoC
TwoC
Dehunidifikasi
Kecepatan liter per menit
TdoC
TwoC
Daftar Pustaka
Transport Process and Unit Operation By Christir J. Geankoplis.
Mass Transfer Operation By Treybal