DESAIN FISIK
SARANA PRASARANA WISATA ALAM
PERIODE
2020 s/d 2075
DI
BLOK PEMANFAATAN
TAMAN WISATA ALAM MUKA KUNING
Sei Beduk - Batam - Kepulauan Riau
Batam, 2019
DESAIN FISIK
SARANA PRASARANA WISATA ALAM
DI
BLOK PEMANFAATAN
TAMAN WISATA ALAM MUKA KUNING
Sei Beduk Batam Kepulauan Riau
PERIODE
2020 s/d 2075
BUKU 3:
DESAIN FISIK
SARANA PRASARANA WISATA ALAM
Batam, 2019
BUKU 3:
DESAIN FISIK
SARANA PRASARANA WISATA ALAM
Disusun:
Di : Batam
Tanggal :
Oleh:
PT. PAPANJAYA SEJAHTERA RAYA
ISKANDAR ALAMSYAH
Direktur Utama
Disahkan: Dinilai:
Di : Jakarta Di : Pekanbaru
Tanggal : Tanggal :
Oleh: Oleh:
DIREKTUR PEMANFAATAN JASA KEPALA BALAI BESAR KONSERVASI
LINGKUNGAN HUTAN KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM RIAU
RINGKASAN EKSEKUTIF
Buku 3: Desain Fisik Sarana Prasarana Wisata Alam ini merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Rencana Pengusahaan Pariwisata Alam (RPPA) PT. Papanjaya Sejahtera
Raya. Dokumen buku 3 memuat perencanaan desain fisik bangunan sarana prasarana
wisata alam berupa rancangan jenis, bentuk, ukuran, arsitektur, bahan bangunan, dan
tahapan pelaksanaannya. Keberadaan sarana dan prasarana wisata alam selain diperlukan
untuk memungkinkan kegiatan wisata alam, serta harus diupayakan untuk tidak
mengganggu atau merusak keberadaan dan keberlanjutan ekosistem areal wisata alam.
Dengan demikian perencanaan desain fisik akan mencakup aspek perencanaan,
pelaksanaan konstruksi maupun penggunaan dan pemanfaatan sarana wisata alam tersebut,
yang mengantisipasi kemungkinan perkiraan dampak yang ditimbulkan baik positif
maupun negatif. Dengan demikian dampak tersebut akan diperhitungkan dalam
perencanaan desain fisik tersebut.
Perencanaan desain fisik sarana prasarana wisata alam ini disusun dengan diawali
uraian tahapan analisis kebutuhan akan jenis, ukuran, bentuk bangunan untuk
sarana dan prasarana wisata alam, untuk kemudian dilanjutkan dengan pemilihan
arsitektur, bahan bangunan, perhitungan rencana pembiayaan, dan kemudian pentahapan
pelaksanaan kegiatan pembangunannya di lapangan. Melalui hal tersebut akan dapat
dihasilkan desain fisik sarana dan prasarana wisata alam, yang dapat meningkatkan nilai-
nilai keindahan dan keserasian dengan lingkungan alam, serta memenuhi kaedah atau
prinsip ekologis dan estetika fisik bangunan sarana dan prasarana di dalam areal wisata
alam.
Sarana dan prasarana tersebut dibangun dan dikembangkan untuk mendukung
kegiatan wisata alam sesuai karakteristik ekologis kawasan TWA Muka Kuning, serta
keberadaan bangunan tersebut selain memiliki fungsi dan kegunaannya untuk kegiatan
wisata alam, juga diupayakan memiliki keserasian dan keharmonisan dengan lingkungan
alam. Dalam kaitan tersebut, konsep desain fisik sarana dan prasarana wisata alam
dikembangkan berdasarkan perspektif untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan
pengunjung, kebutuhan sarana dan prasarana untuk pelayanan-akomodasi-kegiatan wisata
alam, serta diupayakan desainnya dikembangkan dan mengacu kepada konsep arsitektur
tropis dan resort pegunungan pada areal yang masih alami.
Melalui perancangan desain fisik sarana dan prasarana tersebut diharapkan
tersedianya sarana dan prasarana wisata alam yang mampu menciptakan desain fisik
PT.PapanJaya Sejahtera Raya Page v
Buku 3:Desain Fisik Sarana Prasarana Wisata Alam
dengan mengeksplorasi nilai-nilai keindahan, keserasian lingkungan alam, serta sarana dan
prasarana sesuai fungsi dan peruntukkannya untuk pengembangan wisata alam yang
terkelola secara berkelanjutan.
Perencanaan Desain Fisik Sarana dan Prasarana Wisata Alam ini dilakukan sesuai dan
selaras dengan kapasitas dan keindahan lingkungan alam pembentuknya, serta desain fisik
yang dikembangkan harus mampu untuk meningkatkan dan melestarikan nilai-nilai estetika
dari lingkungan alam yang ada. Suatu proses analisis dan sintesis terhadap lansekap dan
karakteristik ekosistem kawasan ini dilakukan untuk mampu menyajikan perencanaan
desain fisik yang sesuai kebutuhan sarana dan prasarana untuk pelayanan-akomodasi-
kegiatan wisata alam tipe resort pegunungan, serasi dan harmonis dengan lingkungan alam,
yang pembangunan dan penggunaannya mampu melestarikan kepentingan konservasi alam
dan wisata berwawasan lingkungan.
Dokumen ini menyajikan uraian dari proses analisis dan sintesis serta penyusunan rencana
desain fisik, penyajian gambar desain fisik, perhitungan biaya, bahan dan pentahapan
pelaksanaannya pada areal IUPSWA PT. Papanjaya Sejahtera Raya di TWA Muka Kuning,
serta merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari dokumen RPPA PT. Papanjaya
Sejahtera Raya.
Semoga perencanaan desain fisik yang disajikan ini memperoleh persetujuan dari
pemerintah, khususnya penilaian untuk persetujuan dari Kepala Balai Besar Konservasi
Sumber Daya Alam Riau, penilaian oleh Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan
Konservasi dan pengesahan oleh Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan
Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Dengan tersusunnya Perencanaan Desain Fisik ini, kami sampaikan terimakasih kepada
Bapak Direktur Jenderal KSDAE, Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan
Konservasi, Kepala Balai Besar KSDA Riau, serta berbagai pihak yang telah
memberikan bimbingan, arahan dan bantuan sampai selesainya penyusunan dokumen ini.
Iskandar Alamsyah
Direktur Utama
Page vi
Buku 3:Desain Fisik Sarana Prasarana Wisata Alam
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Maksud, Tujuan dan Manfaat 1
DAFTAR TABEL
Tabel.1. Penggunaan Areal Site Plan dan Areal IUPSWA Untuk Sarana
dan Prasarana Wisata Alam PT.Papanjaya Sejahtera Raya 9
Tabel.2. Rencana Pembangunan Sarana dan Prasarana Wisata Alam PT. Papanjaya
Sejahtera Raya Untuk Keseluruhan Areal Site Plan 40
DAFTAR GAMBAR
Gambar.1. Peta Sarana Prasarana dan Blok Site Plan Wisata Alam
PT.Papanjaya Sejahtera Raya 10
Gambar.2. Sketsa Penurapan Untuk Penahan Tanah Di Lahan Berkontur Miring 19
Gambar.3. Sketsa Konstruksi Bangunan Panggung 19
Gambar.4. Sketsa Pondasi Bangunan di Lahan Miring Dengan Kelerengan <10% 19
Gambar.5. Berbagai Tipe Pondasi Untuk Bangunan Pada Lahan Berkontur Miring 20
Gambar.6. Contoh Sketsa Atap Pelana dan Atap Perisai/Limas 23
Gambar.7. Contoh Sketsa Modifikasi Atap Pelana dan Atap Perisai 24
BAB I
PENDAHULUAN
Tujuan buku 3 desain fisik sarana prasarana wisata alam ini merupakan dokumen
pengarah dan pengendali di dalam pembangnan dan penyelenggaraan penataan bangunan
dan lingkungan pada areal usaha penyediaan sarana wisata alam kawasan TWA muka
kuning agar bangunan sarana wisata alam memenuhi kriteria perencanaan tata bangunan
dan lingkungan berkelanjutan, meliputi persyaratan konstruksi bangunan, perbaikan
kualitas lingkungan dan yang publik, mampu memberikan perlindungan dan pelestarian
lingkungan alam, dan berfungsi peruntukannya untuk kegiatan wisata alam.
Manfaat buku 3 desain fisik sarana prasarana wisata alam ini adalah:
1) Mengarahkan pelaksanaan kegiatan pembangunan sarana wisata alam sejak dini hingga
pemanfaatannya, termasuk pemeliharaan maupun renovasinya
2) Mewujudkan pemanfaatan ruang yang telah ditetapkan dalam site plan secara tepat
guna, efektif, spesifik, dan konkret sesuai karakteristik tapak areal wisata alam
3) Mewujudkan kesatuan karakter, kualitas, keserasian dan harmonisasi bangunan dengan
lingkungan alam, sehingga lebih tertata rapih, indah, nyaman, aman dan mudah untuk
kegiatan wisata alam di daerah yang alami
4) Menjamin pelaksanaan pembangunan dan pemanfaatan sarana wisata alam sesuai
aspirasi dan kebutuhan pengunjung, mampu melindungi dan melestarikan lingkungan
alam, dan keberlanjutan usaha wisata alam.
BAB II
KONSEP DESAIN FISIK
Sarana dan prasarana wisata alam yang akan dibangun merupakan bangunan
arsitektur tropis yang memenuhi persyaratan ramah lingkungan, dan memiliki kinerja
terukur secara signifikan dalam penghematan energi, air, dan sumberdaya lainnya melalui
penerapan prinsip bangunan ramah lingkungan sesuai fungsi dan klasifikasi dalam setiap
tahap penyelenggaraannya.
teknologi efisien energi. Dengan kenyataan bahwa sistem penyediaan dan pemanfaatan
energi nasional di Indonesia masih didominasi oleh energi fosil, penggunaan energi
terbarukan juga perlu lebih diapresiasi.
Pada tahapan pengoperasian gedung, diharapkan suatu bangunan menggunakan
sistem pengoperasian yang efisien energi. Adanya prosedur pemantauan dan pencatatan
konsumsi listrik seperti submeter bagi kebutuhan usaha penghematan listrik diperlukan
untuk mengetahui konsumsi energi pada bangunan. Dari hal itu akan dapat dianalisa,
dimana terjadi pemakaian energi terbesar dan apa yang dapat dilakukan untuk melakukan
efisiensi dan penghematan.
dikaitkan dengan kemampuannya dalam mendukung kinerja gedung secara efisien dan
efektif untuk memenuhi kebutuhan penggunannya. Hal ini secara langsung berhubungan
dengan karakteristik yang dimiliki material tersebut dalam merespon isu ramah lingkungan
dalam bangunan gedung.
Dari aspek ekologi, material ramah lingkungan dilihat dari daur hidupnya atau di
kategorikan sebagai material semi permanen. Material yang ramah lingkungan atau semi
permanen seharusnya memiliki keberpihakan kepada ekologi pada rangkaian proses
pembuatan, pengangkutan dan pemasangan. Sedangkan dari aspek ekonomi, material ramah
lingkungan atau material semi permanen dilihat dari aspek asal bahan baku dan tempat
produksinya. Melalui kategori ini, diharapkan perkembangan industri material bangunan
dapat mendukung semangat ramah lingkungan pada gedung secara mikro dan mewujudkan
pembangunan yang berkelanjutan secara makro.
Kriteria material yang ramah lingkungan bisa dengan penggunaan material lokal,
menggunakan material bekas, daur ulang, prefabrikasi, atau material yang memiliki fitur
ramah lingkungan (seperti hemat air, hemat energi dan mudah pemeliharaan). Bisa juga
memilih material yang industrinya telah menerapkan ramah lingkungan pada proses
produksinya.
ramah lingkungan, serta tipe bangunan yang di desain adalah hanya tipe rumah satu
sampai dua lantai saja. Sangat diperlukan sebagai suatu standar manajemen yang terencana
dan baku untuk mengarahkan tindakan dari pelaku operasional bangunan dalam melakukan
pengelolaan gedung agar dapat menunjukkan hasil yang ramah lingkungan (green
performance).
Yang perlu diperhatikan mencakup: pengelolaan sumber daya melalui rencana
operasional yang berkelanjutan, kejelasan informasi (data), dan penanganan dini dalam
pemecahan masalah, serta manajemen sumber daya manusia dalam penerapan konsep
bangunan hijau dibandingkan dengan penyelesaian masalah yang terjadi. Dengan
demikian, upaya mewujudkan kualitas lingkungan dalam ruang yang baik, lebih tepat
dilakukan sejak tahap desain. Bagaimana menghemat konsumsi energi pada saat
operasional, sambil mempertahankan lingkungan dalam ruangan yang kondusif untuk
kesehatan dan kenyamanan penggunanya.
Hal-hal yang dapat dilakukan seperti: memastikan adanya pertukaran udara segar
ke dalam ruangan, larangan merokok di dalam gedung, pencahayaan yang cukup,
pengkondisian udara yang nyaman, adanya akses pemandangan ke luar, menggunakan
material dan produk dengan tingkat polutan rendah.
Kegiatan pembangunan sarana wisata alam baru merupakan tahap yang paling
penting karena akan menentukan kinerja sarana wisata alam pada tahap selanjutnya. Pada
sarana bangunan baru dapat dioptimalkan pemanfaatan lahan hijau, konservasi energi dan
air, material yang ramah lingkungan, pengelolaan sampah serta kualitas udara dalam ruang
yang baik. Pemanfaatan yang bisa dioptimalkan tersebut dapat tercapai apabila setiap
tahapan pembangunan dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip keberlanjutan.
Kegiatan pelestarian dapat dikategorikan sebagai kegiatan pembangunan apabila di
dari klien. Hasilnya akan direconfirm ke klien, sehingga baik pihak perencana maupun klien
pemilik proyek punya sudut pandang yang sama mengenai pengembangan areal untuk
wisata alam. Ini menyangkut tema arsitektur dan desain, jumlah bangunan yang hendak
dibuat, sarana penunjang serta kondisi alam dan lingkungan sekitar. Sambil mengurai brief
tersebut, tim perencana akan memberi berbagai masukan kepada klien.
Kedua, merumuskan tujuan/visi bersama. Pada prakteknya, tahapan ini melekat erat
dengan langkah pertama tadi. Begitu klien mempercayakan pembuatan rencana tersebut
kepada tim perencana, maka sebuah proyek menjadi mimpi bersama. Tujuan/visi ini punya
fungsi memandu tim perencana dan klien mewujudkan mimpi bersama.
Ketiga, pengumpulan data. Pada tahapan ini kami mengumpulkan dan mengolah
berbagai data serta informasi menyangkut kondisi lahan, letak geografis, situasi alam
dan lingkungan sosial serta sarana dan infrastruktur penunjang yang telah ada. Tim
perencana juga berusaha memprediksi berbagai kemungkinan perubahan di masa datang.
Keempat, menyiapkan rencana. Berbagai informasi yang terumuskan dari hasil
pengolahan data menjadi background atau dasar berpikir penyusunan perencanaan induk. Isi
sebuah rencana induk tersebut sebagian besarnya memang berupa gambar tampak atas dari
wilayah tertentu. Angka-angka dan keterangan di belakangnya disebut legenda. Mirip
seperti peta akan tetapi lebih detail. Yang juga penting untuk dipahami, rencana tersebut
bukanlah sebuah dokumen statis. Ia bisa diubah sewaktu-waktu sesuai dengan perubahan
berbagai faktor yang mempengaruhi kondisi kawasan, perubahan kebijakan atau pun karena
keinginan pemilik kawasan. Tapi setiap perubahan harus dilakukan dengan cermat.
Mengingat sebuah rencana induk yang baik dihasilkan lewat sebuah proses panjang serta
penuh dengan kalkulasi matang. Dan sebenarnya kalkulasi yang matang tersebut
mengandung berbagai bahan untuk antisipasi adanya perubahan rencana. Bahan/data itu
tentunya harus diolah lebih lanjut, bila memang akan dibuat perubahan atas rencana induk
tersebut.
Rencana Induk berfungsi sebagai pemandu langkah mewujudkan pembangunan
sarana wisata alam di lapangan. Melekat dalam fungsi itu ialah kegunaan rencana induk
sebagai acuan untuk memonitor dan mengevaluasi tahapan-tahapan pembangunan yang
telah ditempuh. Dengan adanya blue print rencana tersebut, selanjutnya dapat ditempuh
tahapan proses atau pengembangan sebuah wilayah untuk sarana wisata alam, mulai dari
pembuatan site plan, gambar arsitektur, gambar desain interior hingga pembangunan fisik.
Dokumen buku 3 ini akan digunakan sebagai acuan oleh arsitek untuk
mengembangkan dan mendetailkan perencanaan sarana wisata alam dalam cetak biru
BAB III
SARANA DAN PRASARANA WISATA ALAM
Gambar 1. Peta Sarana Prasarana dan Blok Site Plan Wisata Alam
PT. Papanjaya Sejahtera Raya
Lokasi areal untuk kepentingan pembangunan sarana wisata alam tersebut berada
di empat blok lokasi site plan. Blok site plan tersebut terhubungkan dengan jalan kendaraan
dan jalan setapak/sepeda. Luas keseluruhan blok sarana wisata alam yang diizinkan
adalah 10% dari luas areal IUPSWA yaitu 207.41 hektar. Namun dalam rencana
pengukuran penandaan batas areal blok site plan di lima lokasi hanya mencapai areal seluas
20.00 hektar atau 96.43% dari areal yang diizinkan.
Berdasarkan perencanaan penataan sarana prasarana wisata alam di keempat blok
site plan, untuk tahap awal luas sarana dan prasarana wisata alam yang dibangun adalah
10,6186 hektar atau 51.19% dari luas site plan yang diizinkan atau hanya 5.12% luas
areal IUPSWA. Penggunaan areal site plan untuk pembangunan sarana dan prasarana
wisata alam pada setiap blok areal site plan adalah:
Tabel 1. Penggunaan Areal Site Plan dan Areal IUPSWA Untuk Sarana dan Prasarana
Wisata Alam PT.Papanjaya Sejahtera Raya
Sarana Luas & Persentase Penggunaan Areal Sarana
Prasarana
No Prasarana Keterangan
Wisata Blok Blok Blok Blok Blok
Total
Alam 1 2 3 4 5
1 Sarana 151 2,106 15,070 4,452 9,270 31,049 Areal
Wisata Sarana WA
Alam (m2) 3.10 hektar
2 Prasarana 115 5,254 8,708 9,674 5,864 29,615 Areal
Wisata prasarana
Alam (m2) WA 2.96
hektar
3 Luas Areal 266 7,360 23,778 14,126 15,134 60,664 Areal
Sarana Sarpras WA
Prasarana 6.07 hektar
Wisata
Alam (m2)
4 Persentase 0.13% 3.55% 11.46% 6.81% 7.30% 29.25% Areal Site
terhadap Plan 20,741
areal blok hektar
site plan
5 Persentase 0.01% 0.36% 1.14% 0.68% 0.73% 2.92% Areal
terhadap IUPSWA
areal 207.41
IUPSWA hektar
Dari Tabel 1. tersebut, penggunaan areal untuk pembangunan sarana wisata alam
seluas 3.10 hektar dan prasarana seperti jalan mobil, jembatan dan jalan setapak seluas 2.96
hektar atau keseluruhan sarana prasarana wisata alam untuk sementara hanya memerlukan
seluas 6.07 hektar atau 29.25% dari luas site plan yang diperbolehkan seluas 20.741
hektar atau 2.92% dari areal IUPSWA. Masih sekitar 14.67 hektar atau 70.75% areal site
plan yang belum dipergunakan, areal ini hanya akan dipergunakan setelah diketahui tingkat
wisata alam, kepentingan privasi dan publik terakomodasi dengan menentukan areal
terpisah namun mudah dijangkau, serta dilengkapinya dengan penataan jalan lingkungan
dan pertamanan yang tertata dengan indah dan asri. Penataan tersebut mencakup
pengelompok kedalam blok-blok site plan:
Blok 1, areal kedatangan (welcome centre areas), seluas 2000 m2.
Merupakan areal yang dilengkapi dengan jalan masuk utama area TWA selebar 5
meter dan papan nama, gerbang masuk TWA beserta guard house.
Blok 2, areal pemandangan dan fasilitas resort pengunjung (viewing and visitor centre),
seluas 1.8 hektar.
Blok ini di lengkapi dengan area visitor centre, area parkir, kantor pengelola, berikut
juga area penataan taman. Untuk pengelolaan lingkungan di blok ini juga di sediakan
tempat pengolahan sampah dengan dilengkapi fasilitas seperti pos jaga, mushola, toilet
umum, dan fasilitas tempat tinggal untuk rumah petugas, dilengkapi tower air, gudang
workshop, dan untuk fasilitas managemen atau eksklusif sediakan juga helipad.
Blok 3, areal fasilitas resort pengunjung hutan timur (east forest visitor resort facilities),
seluas 8.0 hektar.
Merupakan areal yang dilengkapi dengan visitor centre, area parkir, untuk area
piknik dilengkapai area barberque, pondok wisata tipe 20 m2, tipe 36 m2, tipe 60 m2, dan
untuk bersantai dengan area outbond, area pemancingan, area perkemahan, untuk pelajar
dan mahasiswa juga di sediakan area pusat penelitian, pendidikan, konservasi dan
lingkungan alam serta area bermain untuk keluarga yang membawa anak. Blok ini juga
dilengkapi area pengelolaan lingkungan seperti tempat pengolahan sampah dengan
dilengkapi fasilitas seperti pos jaga, mushola, toilet umum, dan fasilitas tempat tinggal
untuk rumah petugas, dilengkapi tower air, gudang workshop dan juga di sediakan helipad.
Blok 4, areal fasilitas resort pengunjung hutan barat (west forest visitor resort facilities),
seluas 4.40 hektar.
Merupakan areal yang dilengkapi dengan visitor centre, area parkir, untuk area
piknik dilengkapai area barberque, pondok wisata tipe 20 m2, tipe 36 m2, tipe 60 m2, dan
untuk bersantai dengan area persemaian. Blok ini juga dilengkapi area pengelolaan
lingkungan seperti tempat pengolahan sampah dengan dilengkapi fasilitas seperti pos jaga,
mushola, toilet umum, dan fasilitas tempat tinggal untuk rumah petugas, dilengkapi tower
air, gudang workshop, dan juga di sediakan helipad.
Blok 5, areal fasilitas resort pengunjung hutan barat (west forest visitor resort facilities),
seluas 5.00 hektar.
Merupakan areal yang dilengkapi dengan visitor centre, area parkir, untuk area
piknik dilengkapi area barberque, pondok wisata tipe 20 m2, tipe 36 m2, tipe 60 m2, dan
untuk bersantai dengan area persemaian dan outbond. Blok ini juga dilengkapi area
pengelolaan lingkungan seperti tempat pengolahan sampah dengan dilengkapi fasilitas
seperti pos jaga, mushola, toilet umum, dan fasilitas tempat tinggal untuk rumah petugas,
dilengkapi tower air, gudang workshop, dan tidak kalah menariknya juga di sediakan
helipad.
Secara lingkungan areal di dalam setiap blok direncanakan dengan pengaturan
keseimbangan, keterkaitan dan keterpaduan setiap elemen yang ada, sehingga fungsi,
estetika, kemudahan, kenyamanan, keamanan, dan pelayanan pengunjung terakomodasi
secara optimal. Di setiap blok kepentingan privasi dan publik terakomodasi dengan
menentukan areal terpisah namun mudah dijangkau, serta dilengkapi penataan jalan
lingkungan dan pertamanan yang asri.
arsitektur ramah lingkungan, khususnya arsitektur tropis selaras lingkungan alam (blend
with nature).
Arsitektur tropis merupakan suatu perancangan bangunan yang dirancang untuk
memecahkan permasalahan-permasalahan yang terdapat di daerah tropis, khususnya
permasalahan yang terkait dan ditentukan oleh kondisi iklim tropis. Di daerah tropis hanya
terdapat dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Iklim tropis dicirikan oleh
barbagai karakteristik seperti kelembaban udara yang tingggi (dapat mencapai angka
diatas 90% ), suhu udara relatif tinggi (18-35ºC), radiasi yang menyengat dan
mengganggu, serta curah hujan yang tinggi (dapat mencapai angka diatas 3000 mm/tahun).
Faktor-faktor iklim tersebut berpengaruh sangat besar terhadap aspek kenyamanan fisik
manusia, terutama aspek kenyamanan suhu (termis).
Standar internasional untuk kenyamanan suhu (termis) “ISO7730:1994”
menyatakan bahwa sensasi termis yang dialami manusia merupakan fungsi dari empat
faktor iklim yaitu suhu udara, suhu radiasi, kelembaban udara, kecepatan angin serta dua
faktor individu yakni tingkat aktifitas yang berkaitan dengan laju metabolisme tubuh, serta
jenis pakaian yang dikenakan. Dari teori Fanger (2000) menghasilkan suatu rumusan bahwa
“kenyamanan suhu” merupakan fungsi dari empat faktor iklim (climatic factors) yaitu :
suhu udara (ºC), suhu radiasi (ºC), kelembaban udara (% ) dan kecepatan angin (m/s).
Dalam buku standar tata cara perencanaan teknis konservasi energi pada bangunan gedung
yang diterbitkan oleh yayasan LPMB-PU menyatakan bahwa suhu nyaman untuk orang
Indonesia adalah:
- Sejuk nyaman antara 20.5-22.8 ºC ET (effective temperature/suhu efektif)
- Suhu nyaman optimal antara 22.8-25.8 ºC ET
- Hangat nyaman antara 25.8-27.1 ºC ET
Penguatan konsep arsitektur tropis tersebut dilakukan selaras dengan lingkungan
alam, ikut menjaga kelangsungan ekosistem, menggunakan energi yang efisien,
memanfaatkan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui secara efisien, dan
menekankan penggunaan sumber daya alam yang dapat diperbaharui dengan daur ulang.
Hal tersebut dilakukan untuk kelangsungan ekosistem, kelestarian alam dengan tidak
merusak tanah, air dan udara tanpa mengabaikan kepentingan keamanan dan kenyamanan
pengunjung yang memanfaatkannya secara fisik, sosial, dan ekonomi berkelanjutan.
Kelangsungan usaha wisata alam tersebut akan sangat bergantung sekali kepada keutuhan,
keaslian dan kelestarian lingkungan alam yang indah dan menarik. Adapun ciri bangunan
ramah lingkungan (ekologis) tersebut adalah:
1) Bangunan yang dapat mengakomodasi fungsi wisata alam dengan baik dengan
memperhatikan kekhasan aktivitas pengunjung serta potensi lingkungan sekitarnya
dalam membentuk citra bangunan yang ramah lingkungan dan harmonis, serasi dengan
lingkungan alam
2) Memanfaatkan sumber daya alam terbarukan yang terdapat di sekitar kawasan
perencanaan untuk sistem bangunan, baik yang berkaitan dengan material bangunan
maupun untuk utilitas bangunan (sumber energi, penyediaan air, angin, dsb)
3) Sistem bentuk bangunan dengan konstruksi sederhana dan mudah sehingga dapat
dikerjakan dan dipelihara oleh tenaga kerja setempat, dan
4) Bangunan tidak memberi dampak negatif bagi kesehatan pengunjung, dan ruangan di
dalamnya merupakan areal yang sehat dengan sirkulasi udara baik, materialnya
merupakan bahan yang sehat dan ramah lingkungan, bentuk yang sehat dan menarik,
dan suasananya sehat dan menyenangkan.
Disamping itu, tata bangunan secara fisik dan non fisik harus memiliki:
1) Pola, dimensi dan standar umum sesuai kebutuhan tipe dan langgam bangunan seperti
tipe bangunan tunggal, berderet dan sebagainya
2) Estetika, karakter dan citra sebagai kawasan hutan alam untuk konservasi, seperti
desain yang memenuhi visualisasi hutan, gunung atau pemandangan
3) Kualitas fisik dalam arti kenyamanan untuk pengunjung, sirkulasi udara, penerangan
sinar matahari, dan suasana klimatolgi, dll
4) Ekspresi bangunan dan lingkungan, sehingga memperkaya pengembangan arsitektur
setempat, karakter wujud bangunan yang secara spesifik memiliki nilai tambah
seperti konsep bangunan arsitektur hijau atau arsitektur tradisional, dan
5) Keseimbangan dengan daya dukung lingkungan, kawasan sekitar, kelestarian
ekologis, dan tatanan sesuai kontur yang ada.
menghindari tindakan penebangan dan pembukaan lahan pada lingkungan alam. Bangunan
selalu direncanakan sedemikian rupa sehingga pohon peneduh besar tidak perlu ditebang,
melindungi pohon-pohon yang dipertahankan sehingga tidak cacat atau rusak oleh
pekerjaan bangunan dengan memasang pagar sementara disekitarnya. Pada areal terbuka
dan rusak dilakukan rehabilitasi dan restorasi serta penataan landscapenya sehingga
menjadi teratur, rapih, asri, dan nyaman.
Untuk menutupi/menjaga permukaan bangunan yang terbuat dari bahan keras seperti
beton dan aspal dari sinar matahari langsung, maka bisa diatasi dengan cara penanaman
pohon pelindung, selain dapat melindungi pekerasan pada bangunan, pohon lindung ini
juga dapat berfungsi sebagai peredam polusi yang diakibatkan dari asap kendaraan
bermotor. Dan juga dapat menanggulangi kebisingan. Pohon lindung ini juga dapat
membantu menyalurkan udara kedalam bangunan, sehingga udara didalam bangunan akan
tetap bersih dan aliran udara tersebut akan menyejukan suasana di dalam ruangan.
Gambar 4. Sketsa Pondasi Bangunan di Lahan Miring Dengan Kelerengan < 10%
Gambar 5. Berbagai Tipe Pondasi Untuk Bangunan Pada Lahan Berkontur Miring
Ada 2 hal yang harus menjadi perhatian di dalam konstruksi bangunan wisata alam
di lahan berkontur miring yaitu:
1) Pastikan kondisi fisik kontur tidak rawan longsor. Idealnya lahan dengan kemiringan
o
maksimal 30 , dan kemiringan lebih dari itu perlu perlakukan khusus seperti
pembuatan turap, tiang pancang atau borepile yang akan menambah beban
pembiayaan, dan
2) Memperhatikan arah aliran air, dan tidak membangun di daerah aliran air yang
akan berakibat tanah cenderung lembek dan mudah longsor. Lahan di areal tersebut
kalau diberi beban cenderung longsor atau terjadi pergeseran lahan. Oleh karena itu
diusahakan lokasi yang jauh dari arah aliran air, jangan berada di bagian bertebing
curam dan bagian paling rendah.
pertukaran panas kecil karena tingginya kelembapan. Oleh karena itu pencahayaan
matahari di daerah tropis memberi dampak yaitu ruangan dengan sinar terang benderang
dan udara panas, serta ruangan yang agak gelap sebagai ruang yang sejuk dan nyaman.
Akan tetapi, untuk ruangan yang membutuhkan cahaya, maka keberadaan ruangan tersebut
diletakan pada lokasi-lokasi yang menerima pencahayaan langsung maupun tidak langsung,
yang disesuaikan perubahan musin hujan dan kemarau.
Bangunan-bangunan di daerah tropis biasanya berorientasi menghadap kearah utara-
selatan, karena dengan orientasi ke arah utara-selatan dapat menghindari panas matahari
langsung dari arah matahari terbit (timur) dan matahari terbenam (barat). Dengan orientasi
tersebut sinar matahari langsung dari timur maupun barat akan di tahan oleh dinding, untuk
mengatasi perambatan panas melalui dinding maka dinding dapat di buat dua rangkap,
dimana diantaranya dapat diberi peredam panas, sehingga panas matahari tidak dapat
masuk kedalam ruangan.
Selain itu, orientasi utara-selatan ini juga dapat memanfaatkan aliran udara yang
selalu bertiup dari selatan ke utara atau sebaliknya, dengan masuknya aliran udara
dari ventilasi-ventilasi seperti jendela dan kisi-kisi maka akan dapat menyejukan suhu di
dalam ruangan.
Untuk mengatasi kelembaban ruang akibat tidak masuknya sinar/cahaya matahari,
maka pada atap bisa digunakan penutup atap yang transparan seperti fiberglass, atau
infrabord. Untuk penutup transparan yang baik biasanya digunakan infrabord, karena
infrabord memiliki dua lapis dan ditengah-tengahnya terdapat lobang yang berfungsi untuk
aliran udara sehingga dengan dua lapis tersebut dapat menahan sinar matahari, dengan
demikian panas matahari langsung tidak dapat menyebabkan panas pada ruangan
dibawahnya.
Dalam orientasi bangunan juga perlu dipikirkan mengenai hal-hal seperti curah
hujan, curah hujan di daerah tropis seperti di Indonesia masanya seimbang dengan masa
kemarau, dimana rata-rata musim hujan pada bulan juli-desember sedangkan musim
kemarau dari bulan januari-juni setiap tahunnya.
Dengan keseimbangan musim tersebut maka bangunan di Indonesia direncanakan
untuk mengatasi masalah pada musim hujan yang relative suhu/iklim menjadi lembab
dan dingin, sedangkan pada musim kemarau suhu/iklim berubah menjadi panas. Dengan
permasalahan-permasalahan tersebut maka secara umum desain bangunan di daerah tropis
selalu menerapkan overstek yang berfungsi untuk menjaga agar air hujan tidak tamyas,
selain itu overstek juga mencegah sinar matahari langsung, sehingga ruangan dibawah
dipantulkan lagi keluar bangunan, sehingga suhu udara di dalam ruangan akan selalu sejuk.
Penggunaan bahan material tradisional dan lokal tersebut akan dipertimbangkan
sejauh tidak membebani biaya yang sangat tinggi, serta akan diupayakan substitusi dengan
material lain yang ramah lingkungan.
3.2.5. Bentuk Atap Bangunan
Atap adalah penutup atas suatu bangunan yang melindungi bagian dalam bangunan
dari hujan maupun panas matahari. Bentuk atap ada yang datar dan ada yang miring,
walaupun datar harus dipikirkan untuk mengalirkan air agar tidak tergenang di atap dan
dapat jatuh atau mengalir ke bawah/tanah, serta berfungsi untuk penambahan nilai estetika
keindahan pada bangunan.
Atap bangunan yang akan dipergunakan untuk fasilitas wisata alam ini akan
berbentuk desain atap pelana (gable roof) dan atap perisai limas (hip roof) dengan
modifikasi disesuaikan kondisi areal site plan. Atap pelana bentuknya segitiga dengan
sudut yang curam, agar air hujan, sampah daun dan sejenisnya dapat segera jatuh ke
sisi bangunan. Atap perisai terutama pada awalnya ditujukan untuk lingkungan dengan
iklim yang ekstrim, yaitu dimana angin dan mungkin badai sering terjadi. Bentuk
rangka yang kompleks, memungkinkan atap perisai dapat menahan terpaan angin dari
berbagai arah.
Gambar 6. Contoh Sketsa (a) Atap Pelana dan (b) Atap Perisai/Limas
Dari bentuk, dan luasannya jelas bahwa atap perisai lebih memakan biaya daripada
atap pelana. Sesuai dengan bentuk bangunan, model dasar kedua atap ini dapat dimodifikasi
untuk memberikan daya tarik dan model bangunannya. Adapun modifikasi yang dapat
dilakukan terhadap desain bentuk atap bangunan wisata alam pada desain atap pelana
antara lain berupa:
Bangunan yang bagus tidak hanya memiliki sebuah desain atap yang bagus saja,
namun juga material yang bagus. Bahan untuk atap bermacam-macam, di antaranya genting
(tanah liat, keramik, beton), seng atau asbes bergelombang, semen cor, dan atap genteng
metal. Untuk bangunan sarana wisata alam pilihan bahan untuk atap dari keramik atau metal.
Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk atap bangunan sarana wisata alam adalah
menggunakan rangka atap baja ringan. Baja ringan memiliki harga yang cukup murah
dan memiliki kualitas yang sangat baik. Atap bangunan menggunkan genteng metal yang
sangat ringan, tahan lama, anti karat dan tahan gempa.
Untuk mengatasi masalah udara yang lembab karena tidak mendapat cahaya
matahari, maka cara mengatasinya perlu diberikan atap trasnparan yang berfungsi untuk
memasukan cahaya kedalam ruangan, sehingga suhu udara di dalam ruangan tersebut tidak
menjadi lembab. Material transparan untuk memasukan cahaya juga harus dapat menangkal
sinar matahari langsung, kemudian dipantulkan keluar ruangan, dengan begini maka
ruangan akan tetap sejuk dan dapat memberikan kenyamanan pada manusia. Material
transparan seperti kaca merupakan material yang harus terlindungi dari sinar matahari
langsung, karena kaca apabila terkena matahari akan membiaskan sinar – sinar tersebut
menjadi gelombang pendek yang masuk kedalam bangunan sehingga akan menaikan suhu
didalam ruangan hingga menjadi panas. Bukaan-bukaan seperti jendela, pintu, lobang angin
untuk di atap memang sangat dibutuhkan dalam bangunan tropis, karena bukaan-bukaan itu
dapat berfungsi sebagai jalan keluar masuk angin (sirkulasi udara) sehingga udara didalam
bangunan akan selalu segar dan juga dapat menyejukan ruangan yang dilaluinya. Selain itu
bukaan-bukaan itu juga berfungsi untuk memasukan cahaya matahari kedalam ruangan
sehingga suhu udara didalam ruangan tidak akan menjadi lembab.
Saat membuat gambar desain denah atap bangunan, ada tiga hal yang perlu
diperhatikan yaitu struktur gording atap, penutup atap, serta kuda-kuda pada atap yang
akan menopang berdirinya konstruksi rangka. Penutup atap dibebankan pada struktur rangka
atap. Bagian rangka atap ini mempunyai komponen seperti kuda-kuda, gording, usuk, dan
reng. Kemudian seluruh berat dari komponen- komponen atap ini dibebankan pada pondasi
melalui kolom atau balok yang dibangun. Syarat konstruksi atap tersebut antara lain:
1) Konstruksi harus kokoh dan kuat, terbuat dari bahan yang tidak mudah rusak oleh
pengaruh cuaca maupun serangga
2) Kemiringan sudut lereng atap harus sesuai agar air hujan cepat mengalir kebawah
3) Bentuk atap harus sesuai dengan bentuk bangunan sehingga dapat menambah nilai
estetika, dan
4) Memberi kenyamanan bagi penghuni bangunan tersebut.
bangunan bertujuan untuk memaksimalkan potensi yang ada pada tapak terkait dengan view,
keberadaan tutupan hutan, pencahayaan, penghawaan dan sirkulasi pergerakan kendaraan
dan pengunjung. Ruang-ruang yang tercipta pada setiap bangunan sarana wisata alam ini,
semaksimal mungkin akan memanfaatkan alam sebagai potensi, mempertimbangkan
kenyamanan dari pengunjung, sehingga bangunan harus dibuat senyaman mungkin baik
dari segi tata ruang, pengaturan penghawaan dan sirkulasi, serta didukung dengan fasilitas
yang memberikan kesan homy bagi pengunjung. Ruang-ruang yang terbentuk menerapkan
prinsip-prinsip arsitektur tropis sebagai acuannya, serta membentuk ruangan sebagai suatu
bentukan massa yang mampu mewadahi aktifitas penghuninya dengan nyaman dan
menyenangkan.
diperhatikan dalam menentukan tinggi langit-langit bangunan adalah iklim, proporsi ruang/
estetika, sirkulasi udara, dan pencahayaan.
Para arsitek umumnya sepakat bahwa ada kecenderungan perubahan selera, ada
yang menginginkan plafon bangunan yang lebih tinggi. Kalau kita perhatikan plafon pada
bangunan standar yang dibangun 20-30 tahun lalu berkisar antara 250-260 cm. Sedangkan
hunian modern dewasa ini menawarkan tinggi plafon pada kisaran 280-300 cm. Bahkan
beberapa bagian ruangan mempunyai tinggi plafon 4 m sampai 7 m tingginya.
Kecenderungan bangunan modern dengan plafon tinggi barangkali tidak sekedar selera
namun terkait dengan kenyamanan dan estetika desain bangunan. Sehingga untuk
membangun atau mendesain plafon bangunan ada beberapa prinsip dasar yang harus
menjadi perhatian, yaitu:
1) Faktor iklim, bangunan di daerah beriklim dingin cenderung mempunyai langit-langit
bangunan yang rendah. Di Jepang atau Eropa misalnya, tinggi plafon 2.4 atau 2.5 meter
adalah hal yang biasa. Alasannya adalah penghematan energi. Semakin tinggi plafon
semakin tinggi pula pemanasan diperlukan. Di daerah beriklim panas plafon yang
tinggi memungkinkan sirkulasi udara yang lebih baik, udara panas akan bergerak ke
atas. Dengan demikian plafon yang tinggi memungkinkan udara di ruangan menjadi
tetap sejuk. Selain itu, dengan plafon yang tinggi dimungkinkan cahaya matahari dapat
masuk lebih dalam ke semua bagian bangunan. Dan dengan demikian ruangan tidak
terasa lembab. Disarankan bangunan di lokasi ini dengan udara yang cenderung panas
sebaiknya tinggi plafon tidak kurang dari 280 cm, atau antara 2.8 – 3.2 meter
2) Proporsi dan estetika, desain arsitektur tak lain bicara tentang proporsi ruang. Desain
yang indah itu berarti proporsional. Para arsitektur umumnya tahu bahwa untuk
menentukan tinggi plafon standar sebuah ruangan berlaku rumus: (panjang+lebar)/2.
Artinya sebuah ruangan berukuran 3x4 meter akan tampak proporsional bila plafonnya
berukuran sekitar (3+4)/2=3.5meter. Tentu saja ini bukan rumus matematis baku karena
proporsi ideal dapat diolah melalui penataan interior yang baik. Intinya, semakin besar
ruangan semakin tinggi plafon, atau plafon haruslah lebih tinggi dari lebar ruangan.
Karena bila tidak diimbangi plapon yang tinggi, ruangan yang besar akan tampak
seperti lorong yang pengap. Disarankan untuk ruang bangunan yang cukup luas,
semisal 8x5 meter tanpa sekat-sekat, dapat membuat tinggi plafon sekitar 6-7meter.
Bagian dari dinding/jendela yang langsung terkena sinar dan hujan diharap dapat
diberi perlindungan. Memberikan perlindungan pada bagian-bagian yang terkena sinar
matahari dan hujan dapat diatasi seperti, memberikan halangan yang dapat menghalangi
sinar matahari atau air hujan yang langsung terkena pada bagian bangunan. Dalam
memberikan perlindungan pada bagian bangunan yang terkena sinar matahari langsung juga
bisa dengan cara memberi perlindungan dengan mengecat permukaan yang terkena panas
dan hujan. Dalam pengecatan perlu diperhatikan beberapa ketentuannya, seperti
membersihkan permukaan, memberi plitur dan mengecat 2-3 kali, sehingga akihir finishing
mendapat hasil yang terbaik.
Bahan dinding dipilih yang mampu menyerap panas matahari dengan baik. Batu
bata alami atau fabrikasi batu bata ringan (campuran pasir, kapur, semen, dan bahan lain)
memiliki karakteristik tahan api, kuat terhadap tekanan tinggi, daya serap air rendah, kedap
suara, dan menyerap panas matahari secara signifikan. Penggunaan keramik pada dinding
menggeser wallpaper merupakan salah satu bentuk inovatif desain. Dinding keramik
memberikan kemudahan dalam perawatan, pembersihan dinding (tidak perlu dicat ulang,
cukup dilap), motif beragam dengan warna pilihan eksklusif dan elegan, serta menyuguhkan
suasana ruang yang bervariasi.
Kusen jendela dan pintu juga menggunakan bahan aluminium. Aluminium memiliki
keunggulan dapat didaur ulang (digunakan ulang), bebas racun dan zat pemicu kanker, bebas
perawatan dan praktis (sesuai gaya hidup modern), dengan desain insulasi khusus
mengurangi transmisi panas dan bising (hemat energi, hemat biaya), lebih kuat, tahan
lama, anti karat, tidak perlu diganti sama sekali hanya karet pengganjal saja, tersedia
beragam warna, bentuk, dan ukuran dengan tekstur variasi (klasik, kayu).
Fungsi setiap ruang dalam bangunan akan berbeda-beda sehingga membuat desain
dan bahan lantai menjadi beragam, seperti marmer, granit, keramik, teraso, dan parquet.
Merangkai lantai tidak selalu membutuhkan bahan yang mahal untuk tampil artistik. Lantai
teraso (tegel) berwarna abu-abu gelap dan kuning yang terkesan sederhana dan antik dapat
diekspos dengan baik jika dikerjakan secara rapi. Kombinasi plesteran pada dinding dan
lantai di beberapa tempat akan terasa unik. Teknik plesteran juga masih memberi banyak
pilihan tampilan. Lantai bangunan umumnya akan menggunakan kombinasi material
parguet kayu, keramik, batu alam dan karpet, sehingga desainnya tidak kontras dengan
lingkungan sekitarnya.
utilitas lingkungan mencakup jaringan air bersih dan air limbah, jaringan drainase,
jaringan persampahan, jaringan gas dan listrik, serta jaringan telepon, sistem jaringan
pengamanan kebakaran, dan sistem jaringan jalur penyelamatan atau evakuasi. Sistem
tersebut akan dikembangkan dan dilakukan sesuai ketentuan peraturan yang berlaku, dan
semua diupayakan dilakukan dalam sistem jaringan yang tertanam di bawah tanah. Hal ini
diperlukan terutama untuk memberikan dukungan dan kualitas pengelolaan areal,
keseimbangan antara kebutuhan dan daya dukungan lingkungan serta keberlanjutan pada
lingkungan. Penataannya akan mencakup komponen sistem dari:
1) Jaringan dan distribusi air bersih bila mungkin terhubung dengan penyediaan air bersih
pada wilayah regional yang lebih luas
2) Jaringan air limbah dan air kotor yang berasal dari sarana wisata alam, untuk kemudian
disalurkan, diolah dan dibuang dengan cara-cara yang aman bagi lingkungan
3) Jaringan drainase sebagai pembatas lingkungan atau pencegah terjadinya genangan air
dan banjir, serta bila memungkinkan terintegrasi dengan jaringan drainase makro dari
wilayah regional yang lebih luas
4) Jaringan persampahan sebagai pelayanan untuk pembuangan/pengolahan sampah
yang dihasilkan oleh pengunjung dan kegiatannya di areal wisata alam, dan bila
dimungkinkan terintegrasi dengan pembuangan/pengolahan sampah makro dari
wilayah regional yang lebih luas
5) Jaringan listrik berupa pelayanan penyediaan daya listrik yang memenuhi
operasional bangunan dan fasilitas sarana wisata alam, dan terintegrasi dengan jaringan
instalasi listrik makro milik PLN pada wilayah regional yang lebih luas
6) Jaringan telepon berupa jaringan dan distribusi pelayanan kebutuhan sambungan
dan jaringan telepon untuk kepentingan pengunjung, yang terintegrasi dengan jaringan
telpon fixed dan sellular dari wilayah regional yang lebih luas
7) Jaringan perbankan, berupa ketersediaan mesin-mesin ATM untuk memungkinkan
transaksi kebutuhan dana bagi pengunjung di areal wisata alam. Jaringan perbankan
tersebut terkoneksi secara regional yang lebih luas
8) Jaringan pengamanan dan peringatan dini kebakaran, berupa jaringan pengamanan
lingkungan dan fasilitas sarana wisata alam dari bahaya kebakaran, dengan tersedianya
sarana mobilitas dan peralatan pencegahan dan pengendalian kebakaran sesuai
persyaratan, dan terintegrasi sistem pencegahan dan pengendalian kebakaran dari
wilayah makro dan regional yang lebih luas dan
9) Jaringan penyelamatan dan evakuasi berupa jalan atau jalur baik di dalam setiap
bangunan, areal komplek sarana wisata alam atau keseluruhan areal IUPSWA untuk
kepentingan penyelamatan dan evakuasi pengunjung bila terjadi kondisi
darurat/emergency.
lokasi yang rusak akibat kegiatan pembangunan sarana wisata alam maupun perbaikan
berupa rehabilitasi dan restorasi ekosistem pada kawasan yang terbuka atau rusak akibat
kebakaran hutan dan perambahan hutan. Areal tersebut ditata ulang dan merupakan
lahan hijau yang dipertahankan untuk konservasi alam.
Penataan/mempertahankan sebagai besar areal wisata alam berupa hutan alam
akan dapat menciptakan lingkungan yang aman, nyaman, sehat, menarik, manusiawi,
berkelanjutan dan berwawasan ekologis. Penataan tersebut akan mencakup penataan areal
publik yang mudah diakses oleh pengunjung, areal khusus yang hanya dapat diakses oleh
pengelola dan petugas khusus, rehabilitasi dan penanaman pohon dan tanaman hias pada
areal publik dan di sekitar sarana prasarana wisata alam yang rusak, areal perlindungan dan
konservasi keanekaragaman hayati, perlindungan areal sepadan mata air, sungai dan danau.
Penataan tersebut menggunakan jenis-jenis tanaman asli setempat dan bukan menggunakan
jenis eksotik.
Melalui rehabilitasi/restorasi dan penataan tersebut diharapkan dapat meningkatkan
upaya konservasi alam dan keanekaragaman hayati, menjaga dan melindungi estetika,
fungsi dan peranan sebagai kawasan konservasi, perlindungan iklim mikro, sistem
hidrologi, konservasi tanah dan air, sirkulasi udara, perlindungan dari sinar matahari,
kebisingan dan aspek klimatologi lainnya, serta melindungi areal-areal yang rawan
kerusakan.
terkait obyek dan destinasi wisata tersedia, baik yang free/gratis maupun yang bersifat
donasi. Pengaturan program kegiatan dan kunjungan wisata alam baik untuk per orang,
keluarga maupun rombongan. Disamping itu di dalam gedung ini tersedia
cafetaria/restaurant/-coffee shop, toko sovenir dan kebutuhan makan, minum, dan
perlengkapan yang dibutuhkan untuk kegiatan wisata alam, toko persewaan peralatan
wisata alam, serta petugas berseragam yang akan melayani semua informasi dan
kebutuhan yang diperlukan pengunjung di dalam pelaksanaan wisata alam sesuai
prosedur dan aturan wisata alam yang standar dan baku. Bangunan dan semua isinya
termasuk program kegiatannya, tiketing, restaurant, pemandu dan interpreter,
seluruhnya dikerjakan dan berada di bawah pengelolaan oleh visitor centre master.
Fasilitas yang terdapat di dalam bangunan visitor centre berupa ruangan yang terpadu
dalam satu atap berupa lobby pengunjung, lengkap dengan maket dan display yang
memberikan informasi terkait sarana, kegiatan dan program kunjungan wisata alam,
kantor pengusahaan, front office/desk information, tiketing untuk karcis masuk,
pemesanan akomodasi dan program kunjungan wisata, ruang program slide dan film,
toko sovenir dan kebutuhan wisata alam, toko persewaan peralatan dan perlengkapan
wisata alam, cafetaria/restaurant, ruang musholla, ruang toilet/rest room, serta ruangan
untuk travel agent, bisnis dan media centre, serta kelengkapan wifi, jaringan internet
dan komputer.
2
2) Pelayanan pengunjung (visitor services) tipe A, sebanyak 1 unit seluas 400 m di
Blok 2.
Bangunan untuk melayani semua keperluan pengunjung mulai dari akomodasi
menginap dan kegiatan wisata alam yang disediakan di blok akomodasi utama dan
areal berpemandangan alam (Blok 2). Fasilitas yang terdapat di dalam bangunan ini
berupa kelengkapan ruangan terpadu untuk lobby pengunjung lengkap dengan desk
receptionist/front office/ room boy, ruang petugas interpreter, pemandu, dan porter,
restaurant/cafetaria/coffee shop, toko sovenir dan kebutuhan pengunjung untuk wisata
alam, persewaan peralatan adventure, hiking, tracking, berkemah dan bersepeda, ATM,
komunikasi/fax/internet, dan laundry.
3) Pelayanan pengunjung (visitor services) tipe B, sebanyak 2 unit seluas masing-masing
2
400 m di Blok 3 dan Blok 4.
Bangunan untuk melayani semua keperluan pengunjung mulai dari akomodasi
menginap dan kegiatan wisata alam yang disediakan di blok 3: areal petualangan, dan
program penelitian dan pendidikan lingkungan dan konservasi alam, dan di Blok 4:
areal petualangan dan wisata tirta. Fasilitas yang terdapat di dalam bangunan ini berupa
kelengkapan ruangan terpadu untuk lobby pengunjung lengkap dengan desk
receptionist/front office/ room boy, ruang petugas interpreter, pemandu, dan porter,
cafetaria dan coffee shop, toko kebutuhan pengunjung untuk wisata alam, areal
persewaan peralatan adventure, hiking, tracking, berkemah dan bersepeda.
4) Pondok wisata tipe 20 m2, sebanyak 34 unit: 11 unit di blok 3, 13 unit blok 4 dan 10
2
unit blok 5, dengan luas keseluruhan 680 m .
Bangunan akomodasi menginap pengunjung, ada yang single bed besar atau
double bed kecil. Fasilitas yang terdapat di setiap bangunan sebuah ruang tamu,
sebuah kamar tidur, sebuah kamar mandi/toilet, dan sebuah dapur kecil.
5) Pondok wisata tipe 36 m2, sebanyak 37 unit: 15 unit di blok 3, 12 unit blok 4 dan 10
2
unit blok 5, dengan luas keseluruhan 1,332 m .
Bangunan akomodasi menginap pengunjung, ada yang single bed besar atau
double bed kecil. Fasilitas yang terdapat di setiap bangunan sebuah ruang tamu,
dua buah kamar tidur, dua buah kamar mandi/toilet, dan sebuah dapur kecil.
6) Pondok wisata tipe 60 m2, sebanyak 1 8 unit: 5 unit di blok 3 dan 5 unit di blok 4
2
dan 8 unit di blok 5, dengan luas keseluruhan 1,080 m .
Bangunan akomodasi menginap pengunjung, ada yang single bed besar atau
double bed kecil. Fasilitas yang terdapat di setiap bangunan sebuah ruang
tamu/keluarga, tiga buah kamar tidur, tiga buah kamar mandi/toilet, dan sebuah dapur
kecil.
2
7) Areal perkemahan @8 tenda, sebanyak 2 unit, masing-masing seluas 2000 m ,
berlokasi masing-masing dua unit di blok 3 dan blok 4, dengan luas keseluruhan 4,000
2
m.
Fasilitas yang tersedia di setiap areal perkemahan berupa areal perkemahan
yang menampung 8 tenda besar, lima buah meja dan kursi piknik/taman, sebuah
bangunan yang terdiri 3 buah kamar mandi/toilet, dua buah kamar cucian, dan dua
buah dapur umum. Dikelola dan diawasi oleh seorang master perkemahan dan dibantu
dua orang staf pengelola pada setiap areal perkemahan.
2
8) Areal piknik/barbeque, sebanyak 4 unit, masing-masing seluas 1,020 m di blok 3,
2
blok 4, dan blok 5 dengan luas keseluruhan 4,060 m .
Fasilitas yang tersedia di setiap unit areal piknik/barbeque berupa lapangan
pengelolaan areal persemaian. Dilengkapi sebuah unit mobil pertamanan yang juga
digunakan untuk kegiatan pertamanan.
Desain fisik sarana/prasarana untuk bangunan pada blok 1 sampai dengan blok 5
adalah sama oleh karena itu desain hanya di buat satu saja dan dapat di gunakan di blok
yang lainnya.
akan didapat apabila penerapannya tidak sesuai dengan desain dan perencanaan. Pelaksana
konstruksi wajib mengetahui konsep berkelanjutan yang ingin diterapkan pada sarana
wisata alam tersebut, sehingga kolaborasi dengan ahli-ahli yang terlibat harus terus
menerus dilakukan.
Untuk pelaksanaan sertifikasi bangunan sarana wisata alam hijau, dibutuhkan
greenship professional yang mengetahui dokumen yang harus dikumpulkan selama masa
konstruksi. Pihak yang terlibat pada tahapan ini adalah pemilik sarana wisata alam, arsitek,
kontraktor, ahli struktur, mekanikal elektrikal dan plumbing, ahli akustik, pihak ketiga
untuk testing commissioning dan greenship professional.
Terdapat beberapa tahapan dan jenis pekerjaan dalam pelaksanaan pekerjaan
pembangunan pada setiap sarana dan prasarana wisata alam dengan volume pekerjaan.
Tahapan tersebut antara lain mencakup:
a. Pekerjaan persiapan, seperti penyiapan lahan
b. Pekerjaan struktural, seperti pekerjaan pondasi bangunan
c. Pekerjaan pasangan, seperti pemasangan dinding, pelesteran, elektrikal, drainase dll.
Detil tahapan pekerjaan dan volume pekerjaan untuk setiap bangunan sarana wisata alam
dapat dilihat pada Lampiran No. 2.
Tabel 2. Rencana Pembangunan Sarana dan Prasarana Wisata Alam PT. Papanjaya
Sejahtera Raya Untuk Keseluruhan Areal Site Plan
Jenis Sarana
Luas
No. Prasarana Wisata Vol Satuan Rp./unit Biaya (Rp)
(m2)
Alam
Sarana Pelayanan
A.
Wisata Alam
1 Pelayanan
Pengunjung - Jalan
Masuk Utama Area
TWA, Papan Nama 1 Unit 151 650,000,000 650,000,000
Hutan Wisata,
Gerbang Masuk
TWA, Guard House
2 Pelayanan
pengunjung-Visitor
Centre, Area Parkir,
Kantor Pengelolaan,
Area Penataan
Taman, Area
Pengolahan Sampah 4 Unit 2.150 4,500,000,000 18,000,000,000
dan Limbah (Pos
jaga, Mushola, Toilet
Umum, Fasilitas
Tempat Tinggal,
Tower Air, Gudang
Workshop, Helipad)
3 Pondok Tipe 20 m2 34 Unit 680 250,000,000 8,500,000,000
C. Alat Transportasi
Sepeda motor-Roda
1 4 Unit 0 15,000,000 60,000,000
Dua
Mobil-Roda Empat/
2 4 Unit 0 250,000,000 1,000,000,000
Truk kecil
JUMLAH C. 8 Unit 0 1,060,000,000
JUMLAH
KESELURUHAN LUAS
m2 78,758 150,000,000 63,390,150,000
SARANA PRASARANA
Wisata Alam
Sarana dan prasarana wisata alam tersebut umumnya dibangun dengan masa
beroperasi selama 35 tahun, serta memperhatikan keserasian dan harmonisasi dengan
lingkungan alam, khususnya di lingkungan berkontour miring, yang ada di areal blok
pemanfaatan taman wisata alam (TWA) muka kuning. Disamping itu juga harus
memperhatikan ketentuan peraturan yang terkait dengan pengelolaan kawasan taman wisata
alam. Mencegah seminimal mungkin dampak negative kerusakan pada lingkungan alam
selama tahap konstruksi maupun pengoperasiannya. Mengusahakan dengan minimal
penggalian dan pengurugan tanah (land cutting and filling), tidak melakukan penebangan
pohon, mengupayakan perbaikan penutupan hutan dengan segera melalui rehabilitasi dan
pemulihan ekosistem pada kawasan hutan yang rusak dan terbuka menggunakan jenis-jenis
tumbuhan hutan asli setempat. Mengupayakan penataan landscape di lingkungan sarana dan
prasarana yang dibangun agar nampak lebih indah, rapih, dan hijau. Merehabilitasi lahan-
lahan kosong tidak berhutan dan menatanya sebagai suasana yang lebih hijau dan nyaman,
serta dapat mengundang hidupan liar datang menghuninya, sehingga menjadi atraksi yang
menarik.
BAB IV
PENUTUP
Dokumen ini merupakan hasil telaahan dan analisis kebutuhan ruang dan bangunan
yang mengacu pada dokumen rencana pengusahaan pariwisata alam tahun 2015-2070.
Dokumen ini diharapkan dapat dijadikan landasan berpijak bagi pelakksanaan
pembangunan fisik sarana wisata alam sesuai prioritas pengembangan wisata alam.
Untuk mewujudkan rencana ini secara optimal dan efisien diperlukan dukungan
berbagai pihak baik internal perusahaan maupun pihak pengelola TWA Muka Kuning.
Apabila situasi menghendaki adanya perubahan dan harus dilakukan revisi, maka hal
tersebut dapat dilakukan secara periodik setiap lima tahun sekali dan disesuaikan dengan
hasil evaluasinya selama periode pengelolaannya.
Lampiran
Lampiran No.1. Daftar Jenis dan Biaya Sarana Prasarana Wisata Alam
Lampiran No.2. Tahapan, Jenis dan Volume Pekerjaan Kegiatan Konstruksi Sarana
Prasarana Wisata Alam
Lampiran No.3. Gambar Desain Fisik Sarana Prasarana Wisata Alam