Anda di halaman 1dari 61

KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU

KARANG SEBAGAI KAWASAN WISATA SNORKELING DI


PELABUHAN DALAM PERAIRAN TUING
KABUPATEN BANGKA

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan (Strata 1)
dari Universitas Bangka Belitung

Oleh :
Martin Yuda Paradise
202 1411026

UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG


FAKULTAS PERTANIAN PERIKANAN DAN BIOLOGI
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
BALUNIJUK
2019
KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU
KARANG SEBAGAI KAWASAN WISATA SNORKELING DI
PERAIRAN TUING KABUPATEN BANGKA

Oleh
Martin yuda paradise
2021411026

Telah diterima sebagai salah satu syarat untuk melaksanakan penelitian di Program
Studi Manajemen Sumberdaya Perairan

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Okto Supratman, S.Pi., M.Si Umroh, S.T., Eva Utami, S.Si.,M.Si


M.Si
NP.407408028
NP. 408816073

Balunijuk, November 2019


Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan

Wahyu Adi, S.Pi., M.Si


NP. 108206016

2
ABSTRAK

Martin Yuda Paradise (2021411026). Kesesuaian Daya Dukung Ekosistem


Terumbu Karang Sebagai Kawasan Wisata Snorkeling di Pelabuhan Dalam Perairan
Tuing, Kabupaten Bangka. (Pembimbing: Okto Supratman dan Eva Utami)

Perairan Tuing mempunyai potensi ekosistem pesisir yaitu ekosistem terumbu karang
yang memiliki daya tarik tersendiri sebagai keanekaragaman biota-biota laut. Perairan
Tuing memiliki tipe karang tepi yaitu Pantai Pelabuhan Dalam, Tengkalan dan Batu
Kebo. Pemanfaatan terumbu karang di Pelabuhan Dalam saat ini sebagai tempat
penangkapan ikan dan tempat berlabuhnya kapal.Tingginya potensi terumbu karang
di Pantai Pelabuhan Tuing dapat dimanfaatkan untuk kegiatan wisata bahari.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang tingkat kesesuaian
wisata snorkeling di Pelabuhan Dalam Perairan Tuing Kabupaten Bangka. Penelitian
dilakukan pada bulan Maret-April 2019 bertempat di Perairan Tuing Kabupaten
Bangka. Pengambilan data ikan karang menggunakan metode Belt Transect dan
pengambilan data terumbu karang menggunakan metode Line Intercept Transect
selanjutnya dianalisis menggunakan Indeks Kesesuaian Wisata (IKW). Hasil
penelitian Indeks Kesesuain Wisata Snorkeling di Pantai Pelabuhan Dalam Tuing
pada stasiun 1 sampai dengan stasiun 6 masuk dalam kategori cukup sesuai (S2) bila
dijadikan lokasi Wisata Snorkeling, dengan nilai stasiun 1 yaitu 73,68 (%), stasiun 2
yaitu 57,89 (%), stasiun 3 yaitu 71,93 (%), stasiun 4 yaitu 66,64 (%), stasiun 5 yaitu
70,18 (%) dan stasiun 6 yaitu 56,1 (%) dan Nilai Daya Dukung Kawasan (DDK)
untuk kegiatan snorkeling di Pantai Pelabuhan Dalam Tuing memiliki luas terumbu
karang 33.448,037 (m²). Luas area yang mencakup seluruh lokasi penelitian ini dapat
menampung pengunjung yaitu 134 (orang/hari).

Kata Kunci : snorkeling, wisata, tuing, perairan

3
ABSTRAC

Martin Yuda Paradise (2021411026).Suitability of the Carrying Capacity of the


Coral Reef Ecosystem as a Snorkeling Tourism Area at the Port in the Waters of
Tuing, Bangka Regency. (Advisor: Okto Supratman dan Eva Utami)

Tuing waters have potential of coastal ecosystems, namely coral reef ecosystems that
have their own special attraction as a diversity of marine biota. Tuing waters have
edge reef types in Pelabuhan dalam, tengkalan and Batu Kebo. Now, utilization of
coral reefs in Pelabuuhan dalam as a fishing ground and a pumpkin place. With the
high potential of coral reefs on the Pelabuhan Tuing beach can be utilized for marine
tourism activities. This study aims to provide information about the suitability level
of snorkeling tours in Pelabuhan Dalam of Tuing Waters in Bangka Regency. The
study was conducted in March-April 2019 in the Tuing Waters of Bangka Regency.
Reef fish data collection using the Belt Transect method and coral reef data collection
using the Line Intercept Transect method. Using analysis of Tourism Suitability Index
(IKW). The results of the Snorkeling Tourism Suitability Index at Pelabuhan Dalam
Tuing Beach at stations 1 to station 6 are in the quite appropriate category (S2) when
used as a Snorkeling Tourism location, with a value of station 1 of 73.68 (%), station
2 of 57.89 (%), station 3 is 71.93 (%), station 4 is 66.64 (%), station 5 is 70.18 (%)
and station 6 is 56.1 (%) and the Regional Carrying Capacity Value (DDK) for
snorkeling activities in the Port of Inner Beach Tuing has a coral reef area of
​33.448,037 (m²). The total area that covers all the locations of this study can
accommodate visitors which is 134 (person / day).

Keywords:snorkeling, tour, tuing, the waters

4
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadiran Allah SWT karena atas rahmat dan
izin-Nya lah penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Kesesuaian
Dan Daya Dukung Ekosistem Terumbu Karang Sebagai Kawasan Wisata
Snorkeling Di Perairan Tuing Kabupaten Bangka”. Pada kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tiada henti kepada kedua orang tua
tercinta Ayahanda Usap Asbani dan Ibunda Sumartina serta keluarga besar Djahamin
yang telah memberi dukungan dan material serta kasih sayang yang diberikan kepada
penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Dr. Tri Lestari, S.P., M.Si selaku Dekan Fakutas Pertanian Perikanan dan
Biologi serta bapak Wahyu Adi, S.Pi., M.Si selaku ketua prodi Manajemen
Sumberdaya Perairan yang telah memberikan pengesahan terhadap proposal
ini.
2. Bapak Okto Supratman, S.Pi.,M.Si sebagai dosen pembimbing I yang telah
meluangkan waktu,tenaga, pikiran, serta kritik dan saran dalam penyelesaian
skripsi.
3. Ibu Eva Utami, S.Si.,M.Si sebagai pembimbing II yang telah meluangkan
banyak waktu untuk memberikan bimbingan serta masukan dan saran kepada
penulis.
4. Saudaraku di Manajemen Sumber Daya Perairan, dan kelurga besar MSP
2014 dan Pinguin Diving Club yang telah memberikan kenangan, cerita,
inspirasi dan motifasi dalam menyelesaikan Proposal Penelitian.
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penyusunan proposal
penelitian, untuk itu penulis berharap proposal penelitian ini dapat berguna bagi
semua pihak.
Balunijuk, September 2019

Martin Yuda Paradise

5
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PENGESAHAN ii

ABSTRAK iii

ABSTRAC iv

KATA PENGANTAR v

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

I. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang……………………………………………………………………1
1.2. Rumusan Masalah………………………………………………………………...2
1.3. Tujuan…………………………………………………………………………….2
1.4. Manfaat …………………………………………………………………………..2

II. TINJAUAN PUSTAKA 3


2.1. Ekowisata Bahari…………………………………………………………………3
2.2.Wisata Snorkeling…………………………………………………………………3
2.3. Kategori Kesesuaian Lokasi Wisata Snorkeling……………………………………...4
2.4. Parameter Kesesuaian Abiotik Wisata Snorkeling……………………………….5
2.4.1. Kecerahan Perairan………………………………………………….....5
2.4.2. Kecepatan Arus 5
2.4.3. Kedalaman Perairan 6
2.4.4. Lebar Hamparan Dasar Karang 6
2.5. Parameter Kesesuaian Biotik Wisata Snorkeling……………………………. 6
2.5.1. Tutupan Terumbu Karang 6
2.5.2. Bentuk PertumbuhanTerumbu Karang 7

6
2.5.3. Ikan Karang 7
2.6. Daya Dukung Kawasan Wisata…………………………………………………..7
2.5.1.Daya Dukung Sosial/Demografi 8
2.5.2. Daya Dukung Lingkungan 8

III. METODOLOGI PENELITIAN 9


3.1. Waktu dan Tempat………………………………………………………………9
3.2. Alat dan Bahan………………………………………………………………….9
3.3. Metode Pengambilan data……………………………………………………….9
3.3.1. Pengukuran Tutupan dan Jumlah Bentuk Pertumbuhan Karang 10
3.3.2. Pengambilan Data Ikan 11
3.3.3. Pengukuran Kecerahan 11
3.3.4. Pengukuran Kedalaman Perairan 12
3.3.5. Pengukuran Kecepatan Arus 12
3.3.6. Pengukuran Lebar Hamparan Dasar Karang 12
3.3.7. Bagan Alir Penelitian 13
3.4. Analisis Data…………………………………………………………………….14
3.4.1. Indeks Kesesuian Wisata 14
3.4.2. Waktu Yang Dibutuhkan Untuk Setiap Kegiatan Wisata Snorkeling 15
3.4.3. Potensi Ekologis Pengunjung (K) dan Luas Area Kegiatan (Lt) 15
3.4.4. Daya Dukung Kawasan (DDK) 16

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 17


4.1 Hasil……………………………………………………………………………...17
4.1.1. Kecerahan 17
4.1.2. Kecepatan Arus 17
4.1.3. Kedalaman Terumbu Karang 18
4.1.4. Tutupan Terumbu Karang 18
4.1.5. Jumlah Bentuk Pertumbuhan Terumbu Karang 19
4.1.6. Jenis Ikan Karang 20

7
4.1.7. Lebar Hamparan Dasar Karang 22
4.1.8. Indeks Kesesuaian Wisata Snorkeling 22
4.1.9 . Daya Dukung Kawasan (DDK) 23

4.2. Pembahasan 23
4.2.1. Kondisi Parameter AbiotikWisata Snorkeling………………………………...23
4.2.1.1 Kecerahan Perairan 23
4.2.1.2 Kecepatan Arus 24
4.2.1.3 Kedalaman Perairan 25
4.2.1.4 Lebar Hamparan Dasar Karang 26
4.2.2. Kondisi Parameter Biotik Wisata Snorkeling…………………………………26
4.2.2.1 Tutupan Terumbu Karang 26
4.2.2.2 Bentuk Pertumbuhan Terumbu Karang 27
4.2.2.3 Jumlah Jenis Ikan Karang 28
4.2.2.4 Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) 29
4.2.3. Daya Dukung Kawasan (DDK)……………………………………………….30

V. SIMPULAN DAN SARAN 31


5.1 Simpulan…………………………………………………………………………31
5.2 Saran……………………………………………………………………………..31

DAFTAR PUSTAKA 32

LAMPIRAN 36

RIWAYAT HIDUP 45

8
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Alat Dan Bahan Penelitian10


Tabel 2. Koordinat Stasiun Penelitian11
Tabel 3. Matriks Kesesuaian Area Wisata Bahari Kategori Wisata Snorkeling15
Tabel 4. Kelas Kesesuaian Wisata Snorkeling16
Tabel 5. Prediksi Waktu Setiap Kegiatan Wisata Snorkeling16
Tabel 6. Potensi Ekologis Pengunjung (K) dan Luas Area Kegiatan (Lt)16
Tabel 7. Nilai Kecerahan di Pantai Pelabuhan Dalam Tuing18
Tabel 8. Nilai Kecepatan Arusdi Pantai Pelabuhan Dalam Tuing18
Tabel 9. Nilai Kedalaman di Pantai Pelabuhan Dalam Tuing19
Tabel 10. Nilai Tutupan Karang di Pantai Pelabuhan Dalam Tuing19
Tabel 11. Jumlah Bentuk Pertumbuhan Terumbu Karang20
Tabel 12. Bentuk Pertumbuahan Terumbu Karang yang di temukan20
Tabel 13. Jenis Ikan Karang22
Tabel 14. Jenis Ikan Karang yang ditemukan di lokasi penelitian22
Tabel 15. Hasil perhitungan Lebar Hamparan Dasar Karang23
Tabel 16. Analisis Nilai Indeks Kesesuaian Wisata Snorkeling24
Tabel 17. Hasil perhitungan Daya Dukung Kawasan ( DDK ).24

9
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Ilustrasi Pengambilan Data Terumbu Karang 12


Gambar 2. Bagan Alir Penelitian14

10
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian……………………………………………36


Lampiran 2. Alat dan bahan penelitian………………………………………...37
Lampiran 3. Bentuk Pertumbuhan Terumbu Karang………………………….37
Lampiran 4. Jumlah Bentuk Pertumbuhan Terumbu Karang………………….39
Lampiran 5. Jenis Ikan Karang Yang Di Temukan Dilokasi Penelitian……….40
Lampiran 6. Jumlah Ikan Karang Yang Di Temukan Dilokasi Penelitian…….42
Lampiran 7. Analisis Nilai Indek KesesuaianWisata Snorkeling…………….....43
Lampiran 8. Dokumentasi penelitian………………………………………….44

11
1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Terumbu karang memiliki peran penting baik dari aspek ekologi dan
ekonomi. Supriharyono (2000) menyatakan Terumbu karang memiliki
produktivitas yang tinggi hal ini memungkinkan terumbu karang dapat menjadi
tempat pemijahan, pengasuhan, dan mencari makan kebanyakan biota laut.
Riyantini (2008) menyatakan Terumbu karang adalah benteng alam yang
melindungi pelabuhan dan pantai dari hantaman ombak Sedangkan secara
ekonomi terumbu karang bisa dijadikan objek wisata bahari seperti menjual
keindahannya untuk dinikmati. Suharsono (2010) menyatakan bahwa Terumbu
karang juga dapat berfungsi sebagai daerah rekreasi Pantai dan wisata bahari.
Wisata bahari adalah jenis wisata minat khusus memiliki aktivitas yang
berkaitan dengan kelautan, baik di atas permukaan laut (marine), maupun
kegiatan yang dilakukan didalam laut (submarine) (Samiyono dan Trismadi
2001). Wisata bahari merupakan wisata lingkungan (eco-tourism) yang
berlandaskan daya tarik bahari di lokasi atau kawasan yang didominasi perairan
dan kelautan (Yulius et al,. 2014). Kegiatan wisata bahari yang secara langsung
menggunakan terumbu karang sebagai objeknya adalah menyelam, snorkelling
dan berenang (Sulistiyowati2017). Salah satu kegiatan pariwisata yang menjadi
daya tarik wisatawan selain selam adalah kegiatan snorkeling. Aktivitas
snorkeling umumnya dilakukan diatas permukaan yang ingin melihat dan
penasaran dengan keindahan terumbu karangnya (Ariadnoet al,.2003).
Pantai Pelabuhan Dalam Tuing terletak di Dusun Tuing Desa Mapur,
Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka. Pantai ini mempunyai ekosistem
pesisir dan Pantai berbatuan. Potensi sumberdaya hayati yang dimilliki pantai
ini seperti ekosistem terumbu karang yang mempunyaikeunikan bentuk, warna,
2

dan keanekaragaman biota-biota yang hidup didalamya, hal ini bisa dijadikan
daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang ingin menikmati
3

keindahan bawah laut. Aliani (2018) menyatakan Perairan Tuing memiliki


karang tepi yaitu karang Pelabuhan Dalam, karang Tengkalan dan karang Batu
Kebo. Pemanfaatan terumbu karang di Pantai Pelabuhan Dalam Tuing untuk
saat ini hanya sebagai tempat penangkapan ikan dan tempat berlabuhnya kapal.
Dengan potensi yang dimiliki Pantai Pelabuhan Dalam Tuing Perlu adanya
penelitian tentang Kesesuaian wisata snorkeling di Pantai Pelabuhan Dalam
Tuing serta melihat Daya Dukung Kawasan agar menjaga kelestarian ekositem
terumbu karang dari wisata snorkeling dan berkelanjutan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang diuraikan di atas maka pertanyaan
penelitian yang dikaji adalah:
1. Bagaimana tingkat kesesuaian kawasan wisata snorkeling di Pelabuhan
Dalam Perairan Tuing Kabupaten Bangka?
2. Bagaimana nilai daya dukung kawasan ekosistem terumbu karang sebagai
kawasan wisata snorkeling di Pelabuhan Dalam Perairan Tuing Kabupaten
Bangka?
1.3.Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Menentukan indeks kesesuaian wisata snorkeling di Pelabuhan Dalam
Perairan Tuing Kabupaten Bangka.
2. Menentukan nilai daya dukung kawasan ekosistem terumbu karang di
Pelabuhan Dalam Perairan Tuing Kabupaten Bangka.
1.4. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan informasi tentang tingkat kesesuaian wisata snorkeling di
Pelabuhan Dalam Perairan Tuing Kabupaten Bangka.
2. Sebagai masukan dan pertimbangan bagi masyarakat maupun pemerintah
serta akademisi tentang pentingnya wilayah wisata snorkeling guna
meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat setempat.
4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ekowisata Bahari


Ekowisata bahari merupakan ekowisata yang memanfaatkan karakter
sumber daya pesisir dan laut.Sumberdaya ekowisata terdiri dari sumber daya
alam dan sumber dayamanusia yang dapat diintegrasikan menjadi komponen
terpadu bagi pemanfaatan wisata (Yulianda, 2007). Kegiatan wisata yang
dikembangkan dengan konsep ekowisata bahari dikelompokkan menjadi wisata
Pantai dan wisata bahari. Wisata Pantai merupakan kegiatan wisata yang
mengutamakan sumber daya Pantai dan budaya masyarakat Pantai seperti
rekreasi, olahraga, menikmati pemandangan dan iklim.Sedangkan wisata bahari
merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumber daya bawah laut dan
dinamika air laut (Yulianda, 2007).
Wisata bahari adalah jenis wisata minat khusus yang memiliki aktivitas
yang berkaitan dengan kelautan, baik di atas permukaan laut (marine), maupun
kegiatan yang dilakukan didalam laut (submarine)(Samiyono dan Trismadi
2001).Wisata bahari merupakan wisata lingkungan (eco-tourism) yang
berlandaskan daya tarik baharidi lokasi atau kawasan yang didominasi perairan
dan kelautan (Yulius et al,.2014)

2.2.Wisata Snorkeling
Aktivitas snorkeling umumnya dilakukan bagi mereka yang ingin dan
penasaran dengan keindahan dalam lautan ataupun bagi mereka yang sudah
pernah melakukannya namun karena ketertarikan yang tinggi maka ingin
melakukan aktivitas snorkeling. Aktivitas ini memang harus didukung oleh
peralatan yang memadai dan keadaan fisik yang kuat (Ariadnoet al. 2003).
Snorkeling merupakan kegiatan menikmati keindahan alam bawah laut yang
dilakukan oleh seseorang maupun kelompok pada tempat tertentu dengan
mengenakan peralatan berupa masker selam, snorkel dan fins (kaki katak).
5

Snorkeling biasanya dilakukan dibagian atas permukaan air, snorkeling


mencoba untuk menikmati keindahan bawah laut seperti keanekaragaman
terumbu karang yang berwarna-warni maupun biota laut yang menyebar di
sekitaran terumbu karang.
Aturan wisata snorkeling yang dijabarkan Hilman (2009) mengatakan
bahwa setiap orang yang akan melakukan kegiatan snorkeling harus menjaga
dan melindungi ekosistem terumbu karang maupun biota yang ada di sekitar
ekosistem tersebut, adapun aturan yang diterapkan dalam kegiatan snorkeling
yakni:
1. Jangan pernah menginjak karang
2. Jangan mengaduk sedimen
3. Jangan pernah menyentuh makhluk laut
4. Jangan pernah memberikan makan kepada ikan laut
5. Jangan pernah mengambil biota laut hidup maupun mati
6. Jangan pernah membuang sampah ke laut
7. Jangan pernah mengambil biota laut hidup maupun mati
8. Jangan membeli cinderamata yang terbuat dari karang atau biota laut
9. Jangan pernah menggunakan sarung tangan saat menyelam ataupun
snorkeling
10. Gunakan baju pelampung bila snorkeling

2.3. Kategori Kesesuaian Lokasi Wisata Snorkeling


Kategori kesesuaian lokasi wisata snorkeling menurut Yulianda (2007)
dibagi kedalam 4 kategori yaitu Sangat Sesuai (S1), Cukup Sesuai (S2), Sesuai
Bersyarat (S3) dan Tidak Sesuai (N). Kategori kesesuaian ini dijelaskan
kembali oleh Cahyadinata (2009) secara detail mengenai keterangan untuk
setiap kategori sebagai berikut:
a. S1: Nilai 75-100% (Sangat Sesuai)
6

Kategori sangat sesuai menginformasikan bahwa suatu kawasan yang akan


dikembangkan tidak mempunyai faktor pembatas yang serius atau
mempunyai faktor pembatas namun tidak berpengaruh secara nyata
terhadap kawasan yang akan dikembangkan.

b. S2 : Nilai 50-74% (Cukup Sesuai)


Kategori cukup sesuai mengi nformasikan bahwa suatu kawasan memiliki
faktor pembatas yang cukup serius.Faktor ini memerlukan perlakuan untuk
meningkatkan nilai suatu kawasan.
c. S3 : Nilai 25-49% (Sesuai Bersyarat)
Kategori sesuai bersyarat menginformasikan bahwa suatu kawasan
memiliki faktor pembatas yang serius sehingga perlu adanya perlakuan
untuk mengurangi pengaruh faktor pembatas dan meningkatkan nilai suatu
kawasan.
d. N : Nilai <25 (Tidak Sesuai)
Kategori tidak sesuai menginformasikan bahwa suatu kawasan memiliki
factor pembatas yang permanen sehingga mencegah segala kemungkinan
penambahan perlakuan pada daerah tersebut.

2.4. Parameter Kesesuaian Abiotik Wisata Snorkeling


2.4.1. Kecerahan Perairan
Kecerahan perairan merupakan salah satu faktor pendukung dari kegiatan
wisata snorkeling, kecerahan perairan sangat mempengaruhi jarak pandang dari
wisatawan yang melakukan snorkeling. Perairan Pantai dengan tingkat
kecerahan yang tinggi maka akan semakin besar pula bobot nilai yang akan
diperoleh dalam menentukan lokasi wisata snorkeling (Yulianda, 2007).
2.4.2. Kecepatan Arus
7

Kecepatan arus menjadi salah satu parameter yang akan dikaji dalam
menentukan tingkat kesesuaian suatu kawasan wisata snorkeling. Arus yang
ideal dengan kegiatan wisata snorkeling yakni <15 cm/det sehingga dapat
meningkatkan kepuasan dalam kegiatan snorkeling dengan demikian semakin
rendah kecepatan arus dalam kajian tersebut maka akan semakin besar juga
bobot nilai yang akan diperoleh (Yulianda,2007)
2.4.3. Kedalaman Perairan
Kedalaman perairan merupakan faktor yang berhubungan dengan visibility
(jarak pandang) dalam mengamati objek penyelaman dengan kedalaman
tertentu objek bawah air sangat bagus untuk dilihat. Kedalaman perairan sangat
diperhitungkan dalam melakukan kajian tentang kesesuaian lokasi wisata
snorkeling. Terumbu karang merupakan salah satu daya tarik snorkeling dimana
sebagian besar terumbu karang tumbuh dengan baik ditemukan pada kedalaman
antara 3-10 meter (Thamrin, 2006).
2.4.4. Lebar Hamparan Dasar Karang
Lebar hamparan dasar karang sangat menentukan dalam penentuan
kawasan wisata snorkeling, semakin luas area wisata snorkeling maka akan
semakin bagus untuk kepuasan penikmat kegiatan wisata snorkeling. Yulianda
(2007) menyebutkan semakin luas area terumbu karang maka akan semakin
besar nilai yang akan diperoleh.

2.5. Parameter Kesesuaian Biotik Wisata Snorkeling


2.5.1. Tutupan Terumbu Karang
Terumbu karang merupakan suatu ekosistem unik Pantai tropis dengan
tingkat produktifitas dan keanekaragaman biota yang sangat tinggi. Peranan
biofisik ekosistem terumbu karang sangat beragam, diantaranya sebagai tempat
tinggal, tempat berlindung, tempat mencari makan dan berkembang biak
beragam biota laut. Terumbu karang juga berperan sebagai peredam gelombang
serta sebagai penghasil sumberdaya hayati yang bernilai ekonomis tinggi.
8

Terumbu karang (coral reef) merupakan binatang-binatang kecil disebut polip


yang hidup berkoloni dan membentuk terumbu. Terumbu karang juga salah satu
sumber daya hayati laut yang mempunyai nilai dan arti yang sangat penting
baik dari segi fisik, biologi maupun sosial ekonomi. Terumbu karang adalah
suatu ekosistem didasarlaut tropis yang dibangun terutama oleh biota laut
penghasil kalsium karbonat (CaCO3) khususnya jenis kapur (Romimohtarto dan
Juwana, 2001). Supriharyono (2000) menyatakan bahwa andalan utama
kegiatan wisata bahari yang banyak diminati oleh wisatawan adalah aspek
keindahan dan keunikan terumbu karang.
2.5.2. Bentuk PertumbuhanTerumbu Karang
Jenis lifeform karang atau biasa disebut dengan bentuk pertumbuhan
terumbu karang. Bentuk pertumbuhan terumbu karang merupakan parameter
yang sangat penting dalam menentukan lokasi wisata.Jumlah bentuk
pertumbuhan terumbu karang yang sesuai untuk lokasi wisata yakni sebanyak
>12 bentuk pertumbuhan terumbu karang. Bentuk-bentuk pertumbuhan
terumbu karang seperti bercabang, bongkahan, lembaran, dan seperti meja.
Yulianda (2007) mengelompokan bentuk pertumbuhan terumbu karang yang
dibutuhkan dalam wisata snorkeling adalah karang keras, karang lunak dan
other fauna.
2.5.3. Ikan Karang
Ikan karang merupakan organisme yang sering dijumpai di ekosistem
terumbu karang (Nybakken, 1988). Supriharyono (2000) menambahkan bahwa
ikan-ikan karang biasanya mempunyai warna yang sangat indah, selain itu
bentuknya sering unik dan memberikan kesan tersendiri kepada wisatawan.
Jumlah ikan karang yang sangat sesuai untuk dijadikan kawasan snorkeling
yakni dengan jumlah sebanyak >50 jenis ikan sehingga menimbulkan
keragaman ikan karang dalam suatu ekosistem terumbu karang (Yulianda,
2007).
9

2.6. Daya Dukung Kawasan Wisata


Daya dukung kawasan wisata merupakan batasan suatu kawasan yang
mampu menampung jumlah wisatawan dengan kegiatan wisatanya.Urip
Rahmaniet al (2017) menyatakan Daya dukung merupakan cara menerapkan
konsep dimana ada pembatasan dalam pemanfaatan sumberdaya. Kegiatan
wisatawan tidak terlepas dari pemanfaatan sumberdaya, sehingga diperlukan
perhitungan dan analisis yang dapat mengakomodasi tingkat kepuasan
wisatawan yang tertinggi dan berdampak minimal terhadap sumberdaya. Daya
dukung kawasan disesuaikan dengan karakteristik sumberdaya dan
peruntukannya. untuk kegiatan wisata seperti snorkeling ditentukan sebaran dan
kondisi terumbu karang, kebutuhan manusia akan ruang horizontal untuk dapat
bergerak bebas dan tidak merasa terganggu oleh keberadaan manusia
(wisatawan) lainnya. Sementara untuk aktivitas wisata Pantai, setiap orang
membutuhkan ruang gerak untuk berjemur, menikmati pemandangan,
berjalan-jalan dan lain-lain (Yulianda et al.2010).
2.5.1. Daya Dukung Sosial/Demografi
Saut (2011) menyatakan Kriteria penilaian daya dukung sosial/demografi
untuk kegitaan parawisata antara lain :
a. Pertumbuhan jumlah wisatawan disuatu lokasi wisata harus
mempertimbangkan daya tampung lokasi sehingga tidak berdesakan yang
pada akhirnya akan menurunkan tingkat kenyamanan dan menurunkan
daya dukung kawasan.
b. Pertumbuhan jumlah tenaga kerja sektor pariwisata harus mampu
mendukung pertumbuhan jumalah wisatawan dari berbagai budaya dan
negara, daya dukung menurun ketika jumlah wisatawan melampaui jumlah
tenaga kerja yang mendukung kegiatan wisata.
2.5.2. Daya Dukung Lingkungan
Saut (2011) Kriteria penilaiaan daya dukung lingkungan untuk kegiatan
pariwisata antara lain:
10

a. Keindahan dan keunikan bentang alam diwilayah pesisir merupakan obyek


yang dapat menarik kegiatan parawisata, oleh sebab itu penurunan kualitas
keunikan bentang alam akan berdampak pada penurunan daya dukung
lingkunagn untuk kegitan pariwisata.
b. Kualitas terumbu karang diwilayah juga memiliki daya tarik wisata yang
tinggi, namun kondisi intensitas kegiatan wisata yang melampaui daya
tampung kawasan akan berdampak pada penurunan daya dukung
lingkungan. Penilaian daya dukung ini dapat dilakukan dengan
membandingkan kemampuaan terumbu karang untuk beregenerasi dengan
daya tampung kawasan .
11

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-April 2019 bertempat di
Pantai Pelabuhan Dalam Perairan Tuing Kabupaten Bangka. Tahapan dalam
penelitian ini terdiri atas (1) survey lapangan (2) pengambilan data dan
pengumpulan data lapangan (3) analisis data dan pengolahan data. Peta lokasi
penelitian disajikan pada lampiran 1.

3.2. Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rollmeter
sebagai alat pengukur panjang koloni karang. Alat selam atau SCUBA set
sebagai alat bantu penyelaman.Alat tulis bawah air (sabak) sebagai alat
pencatatan data. Kamera bawah air sebagai alat dokumentasi selama
pengambilan data dan pengumpulan data. Alat dan bahan tambahan lainnya
tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1. Alat dan Bahan Penelitian


No. Alat dan Bahan Kegunaan
1 Roll Meter Pengambilan Data Terumbu
Karang Dan Ikan
2 GPS (Global Positioning system) Menentukan Titik Koordinat
Sampling
3 Sechi Disk Mengukur Kecerahan Perairan
4 Alat Tulis Bawah Air Mencatat Hasil Penelitian
Dibawah Air
5 Alat Selam (Scuba) Alat Bantu Pengambilan Data
6 Kamera Foto Underwater Dokumentasi Bawah Air
7 Stopwatch/Jam Underwater Untuk Mengukur Waktu
12

8 Buku Identifikasi Bentuk Panduan Identifikasi Bentuk


Pertumbuhan Karang Pertumbuhan Karang
9 Buku Identifikasi Ikan Karang Panduan Identifikasi Ikan
Karang
10 Bola arus Mengukur Kecepatan Arus

3.3. Metode Pengambilan data


Penelitian ini dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu
penentuan lokasi sampling dengan beberapa pertimbangan tertentu oleh peneliti
(Fachrul, 2007). Lokasi pengambilan data yaitu Pantai Pelabuhan Dalam Tuing
terbagi menjadi 6 stasiun yang dianggap mewakili kondisi perairan Pantai
Tuing. Stasiun 1 sampai stasiun 4 terletak disebelah barat laut dari alur kapal
pelabuhan dalam sampai depan tanjung batu kebo dan stasiun 4 sampai 6
terletak di selatan mengarah ke tanjung pulau punggur dengan interval setiap
stasiun 50 meter dapat dilihat di Tabel 2.

Tabel2 . Koordinat stasiun penelitian


Koordinat
St Keterangan Stasiun
LS BT
01°35’19.6 106°01’42.2
1
” ” Titik Karang Terletak di depan Tanjung
01°35’23.7 106°01’42.3 Batu Kebo
2
” ”
01°35’26.2 106°01’45.1
3
” ” Titk Karang Terletak Di Sebelah Alur Kapal
01°35’29.6 106°01’46.7 Pelabuhan Dalam
4
” ”
01°35’35.0 106°01’58.7
5
” ” Titik Karang Terletak Di Tanjung Pulau
01°35’34.4 106°02’02.7 Punggur
6
” ”
13

3.3.1. Pengukuran Tutupan dan Jumlah Bentuk Pertumbuhan Karang


Pengukuran tutupan terumbu karang diukur dengan menggunakan metode
Line Intercept Transect (LIT) mengacu pada English et al., (1994) dengan
membentang Roll meter sepanjang 50 meter tanpa interval dengan ketelitian
transek garis dalam centimeter (cm). Data diambil dengan merekam video
transek garis hingga 50 meter dengan menggunakan kamera underwater.
Identifikasi bentuk pertumbuhan karang mengacu pada Suharsono (2010).

Gambar 1. Ilustrasi Pengambilan Data Terumbu Karang( English et al., 1994 )


3.3.2. Pengambilan Data Ikan
Pengambilan menggunakan teknik visual sensus dimana menurut English
et al (1994) pengambilan data ikan pada lifeform. Transek garis kemudian
dikombinasikan dengan belt transect, transek garis dibentangkan sepanjang 50
meter oleh peselam dengan menggunakan peralatan SCUBA (English et
al.1994). Transek garis kemudian dibiarkan kurang lebih 15 menit atau sampai
kondisi perairan menjadi seperti semula, dan ikan–ikan yang bersembunyi saat
pemasangan transek garis keluar dari persembunyian (Dedi, 2012). Pengukuran
data ikan karang dilakukan dengan mencatat langsung dan merekam video dari
atas transek garis dengan lebar pandangan 2,5 m ke kiri dan kanan. Identifikasi
ikan menggunakan buku petunjuk bergambar (Kuitlerdan Tanozuka,2001) dan
(Setiawan, 2010).
14

3.3.3. Pengukuran Kecerahan


Kecerahan perairan biasanya diukur dengan menggunakan alat secchi
disck. Alat secchi disc dicelupkan perlahan-lahan ke dalam air kemudian
diamati saat secchi discmulai tidak terlihat warna hitam dan putih dan diukur
kedalamannya (m). Secchi disc diangkat lagi secara perlahan-lahan dan mulai
terlihat warna hitam dan putihnya lagi kemudian diukur kedalamannya (n) dan
diukur pula kedalaman perairan (Z). Setelah didapat kedua nilai kedalaman
tersebut, kecerahan (C) diukur dengan persamaan di bawah ini (Hutagalung et
al. 1997)

Keterangan:
C : Kecerahan (m)
M : Kedalaman (saat batas secchi disc tidak terlihat)
N : Kedalaman (saat batas secchi disc mulai terlihat)
Z : Kedalaman Perairan (m)

3.3.4. Pengukuran Kedalaman Perairan


Pengukuran kedalaman perairan dilakukan bersamaan dengan pengambilan
data terumbu karang. Pengukuran dilakukan pada pasang tertinggi dengan
memanfaatkan bagian Pengukur kedalaman (depth gauge) pada bagian Console
regulator selam (Adi et al. 2013). Pengukuran dilakukan pada saat mencapai
dasar perairan.

3.3.5. Pengukuran Kecepatan Arus


Kecepatan arus diukur dengan menggunakan bola arus yang diikat dengan
menggunakan tali sepanjang satu meter (I). Metode pengukuran kecepatan arus
yaitu dengan cara menghanyutkan bola tersebut dipermukaan Pantai selama
15

waktu (t) hingga tali tertarik lurus (Hutagalung et al. 1997). Kecepatan arus
dapat dihitung dengan persamaan:

Keterangan:
v : Kecepatan (m/s)
I : Panjang (m)
t : Waktu (s)

3.3.6. Pengukuran Lebar Hamparan Dasar Karang


Pengukuran lebar hamparan terumbu karang dilakukan dengan cara
ditracking menggunakan GPS agar didapatkan gambaran sebaran karang pada
daerah terumbu, sehingga dapat dihitung hasil lebar dari hamparan karang.
Lebar hamparan karang dihitung jarak karang yang berada paling dekat dengan
bibir Pantai sampai tutupan karang paling jauh mengarah keluar.Data ini dapat
digunakan untuk menghitung luas area yang dimanfaatkan sebagai parameter
daya dukung kawasan parawisata.

3.3.7. Bagan Alir Penelitian


Diagram alir digunakan untuk menunjukkan tahapan kegiatan yaitu input ,
proses dan output. Input merupakan tahapan persiapan pengmbilan data
dilapangan dan proses merupakan dimana data yang telah diambil dianalisis
yang terakhir output merupakan laporan hasil.
16

3.4. Analisis Data


3.4.1. Indeks Kesesuian Wisata
Setelah semua data terkumpul dilakukan analisis kesesuaian wisata
menggunakan rumus kesesuaian wisata bahari menurut Yulianda (2007) adalah
sebagai berikut:

Tabel 3. Matriks Kesesuaian Area Untuk Wisata Bahari Kategori Wisata


Snorkeling
Parameter Bobot Kategori Skor Kategori Skor Kategori Skor N Skor
S1 S2 S3
17

Kecerahan (%) 5 100 3 50 - <100 2 20-<50 1 <20 0


Tutupan Karang 5 >75 3 >50-75 2 25-50 1 <25 0
Jenis lifeform 3 >12 3 >7-12 2 4-7 1 <4 0
Jenis Ikan Karang 3 >50 3 30-50 2 10-<30 1 <10 0
Kec. Arus (m/det) 3 0-0,17 3 0,17-0,34 2 0,34-0,51 1 >0,51 0
Kedalaman
Terumbu Karang 1 1-3 3 >3-6 2 >6-10 1 >10;< 0
(m) 1
Lebar Hamparan
Dasar Karang (m) 1 >500 3 >100-500 2 20-100 1 0
<20

Sumber : (Yulianda, 2007)

Rumus yang digunakan untuk kesesuaian wisata bahari menurut Yulianda


(2007) adalah sebagai berikut:
𝑁𝐼
IKW = Σ[ 𝑁𝑚𝑎𝑘𝑠 ] x 100%

Keterangan:
IKW : Indeks Kesesuaian Wisata
Ni : Nilai Parameter Ke-I (bobot x skor)
N maks : Nilai maksimum dari kategori wisata snorkeling
Hasil dari perhitungan indeks kesesuaian wisata ini maka dilihat kelas
kesesuaian kawasannya Berdasarkan Yulianda (2007) dengan kategori sebagai
berikut:

Tabel 4. Kelas Kesesuaian Wisata Snorkeling


Kategori Nilai IKW

Sangat Sesuai (S1) 75-100 %

Cukup Sesuai (S2) 50-74 %


18

Sesuai Bersyarat (S3) 25-49 %

Tidak Sesuai (N) <25 %

3.4.2. Waktu Yang Dibutuhkan Untuk Setiap Kegiatan Wisata Snorkeling


Dalam melakukan kegiatan ekowisata, setiap pengunjung akan
memerlukan ruang gerak yang cukup luas untuk melakukan aktivitas seperti
snorkeling untuk menikmati keindahan pesona alam bawah laut, sehingga perlu
adanya prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata
(Yulianda,2007).

Tabel 5. Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata


snorkeling
Waktu Yang Dibutukan Total Waktu 1 Hari
Jenis Kegiatan
Wp-(jam) Wt-(jam)

Snorkeling 3 6

Sumber : (Yulianda, 2007)

3.4.3. Potensi Ekologis Pengunjung (K) dan Luas Area Kegiatan (Lt)
Potensi ekologis pengunjung ditentukan oleh kondisi sumberdaya dan jenis
kegiatan yang akan dikembangkan. Luas suatu area yang dapat digunakan oleh
pengunjung mempertimbangkan kemampuan alam mentolerir pengunjung
sehingga keaslian tetap terjaga (Yulianda, 2007).

Tabel 6. Potensi ekologis pengunjung (K) dan luas area kegiatan (Lt)
19

Jenis Kegiatan ∑ Pengunjung(Orang) Unit Area Ket


(Lt)

Snorkeling 1 500 m2 Setiap 1 orang


dalam 100 m x 5
m

Sumber : (Yulianda, 2007)

3.4.4. Daya Dukung Kawasan (DDK)


Daya dukung dihitung agar diketahui jumlah maksimum pengunjung
yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang tersedia pada waktu tertentu
tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia (Ramadhan et al., 2014).
Analisis daya dukung untuk pengembangan wisata alam menggunakan konsep
daya dukung kawasan (DDK) dengan penggunaan rumus sebagai berikut
(Yulianda, 2007):

Keterangan:
DDK : Daya Dukung Kawasan (orang)
K : Potensi Ekologis pengunjung per satuan unit area (orang)
Lp : Luas area (m2) yang dapat dimanfaatkan
Lt : Unit area untuk kategori tertentu (m2)
Wt :Waktu yang disediakan untuk kegiatan dalam satu hari (jam)
Wp :Waktu yang dihabiskan pengunjung untuk setiap kegiatan (jam)
20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Hasil kesesuaian wisata snorkeling di Pantai Pelabuhan Dalam Tuing
dari perhitungan nilai parameter Abiotik, Biotik, yaitu kecerahan perairan,
kecepatan arus, kedalaman perairan, tutupan terumbu karang, jumlah bentuk
pertumbuhan terumbu karang, jumlah ikan karang. Indeks Kesesuain Wisata
(IKW) dan Daya Dukung Kawasan.

4.1.1. Kecerahan
Nilai kecerahan dari Stasiun 1 sampai 6 di Pantai Pelabuhan Dalam
Tuing masuk dalam skor 3 dengan kategori (Sangat Sesuai) untuk dijadikan
wisata snorkeling dapat dilihat di Tabel 7.
Tabel 7. Nilai Kecerahan di Pantai Pelabuhan Dalam Tuing.

Stasiun Kecerahan (%) Skor* kategori*


1 100 3 Sangat Sesuai
2 100 3 Sangat Sesuai
3 100 3 Sangat Sesuai
4 100 3 Sangat Sesuai
5 100 3 Sangat Sesuai
6 100 3 Sangat Sesuai

4.1.2. Kecepatan Arus


Nilai Kecepatan Arus Pantai Pelabuhan Dalam Tuing di Stasiun 1, 2, 3,
5.6 tergolong berarus rendah rata-rata 0,017-0,033 (m/dt) masuk dalam skor 3
dengan kategori (Sangat Sesuai). Nilai kecepatan arus yang terdapat di Stasiun
4 tergolong berarus kencang yaitu 0,30 (m/dt) masuk dalam skor 2 dengan
kategori (Cukup Sesuai) dapat dilihat di Tabel 8.
Tabel 8. Nilai Kecepatan Arus di Pantai Pelabuhan Dalam Tuing.
21

Stasiun Arus (m/dt) Skor* Kategori*


1 0,033 3 Sangat Sesuai
2 0,017 3 Sangat Sesuai
3 0,018 3 Sangat Sesuai
4 0,30 2 Cukup Sesuai
5 0,015 3 Sangat Sesuai
6 0,056 3 Sangat Sesuai

4.1.3. Kedalaman Terumbu Karang


Nilai Kedalaman Pantai Pelabuhan Dalam Tuing di Stasiun 1, 2, 3, 4, 5
masuk dalam skor 3 dengan kategori (sangat sesuai), sedangkan Stasiun 6
memiliki nilai Kedalaman Terumbu Karang paling tinggi yaitu 4 (m) masuk
dalam skor 2 dengan kategori (cukup sesuai) dapat dilihat di Tabel 9.
Tabel 9. Nilai Kedalaman di Pantai Pelabuhan DalamTuing.
Stasiun Kedalaman (m) Skor* Kategori*
1 3 3 Sangat Sesuai
2 2,8 3 Sangat Sesuai
3 2,5 3 Sangat Sesuai
4 2 3 Sangat Sesuai
5 3 3 Sangat Sesuai
6 4 2 Cukup Sesuai

4.1.4. Tutupan Terumbu Karang


Nilai Tutupan Terumbu Karang Pantai Pelabuhan Dalam Tuing yang
paling tinggi terdapat Stasiun 5 yaitu 77,98 % masuk dalam skor 3 dengan
kategori (Sangat Sesuai) dan nilai yang terendah Stasiun 2 yaitu 40,26 % masuk
dalam skor 1 dengan kategori (Sesuai Bersyarat), sedangkan Stasiun 1, 3, 4,
masuk dalam skor 2 dengan kategori (Cukup Sesuai) dapat dilihat di Tabel 10.
Tabel 10. Nilai Tutupan Karang di Pantai Pelabuhan Dalam Tuing
22

Stasiun Titik Pengambilan Tutupan Terumbu Kategori*

Karang (%)
1 01°35’19.6” 106°01’42.2” 71,04 Cukup Sesuai
2 01°35’23.7” 106°01’42.3” 40,26 Sesuai Bersyarat
3 01°35’26.2” 106°01’45.1” 59 Cukup Sesuai
4 01°35’29.6” 106°01’46.7” 69,6 Cukup Sesuai
5 01°35’35.0” 106°01’58.7” 77,98 Sangat Sesuai
6 01°35’34.4” 106°02’02.7” 46,64 Sesuai Bersyarat

4.1.5. Jumlah Bentuk Pertumbuhan Terumbu Karang


Hasil Jumlah Bentuk Pertumbuhan Terumbu Karang di Pantai
Pelabuhan Dalam Tuing terdapat 43 bentuk pertumbuhan. Nilai yang paling
tinggi terdapat pada Stasiun 3 dengan jumlah 9 Bentuk Pertumbuhan karang
masuk dalam skor 2 dengan kategori (Cukup Sesuai) dan yang paling rendah
Stasiun 5, 6, yaitu 6 dan 5 Bentuk Pertumbuhan Karang dengan kategori Skor 1
(Sesuai Bersyarat). Sedangkan Satsiun 1, 2, memiliki jumlah yang sama yaitu 8
Bentuk Pertumbuhan Karang dengan kategori skor 2 (Cukup Sesuai) dan
Stasiun 4 memiliki 7 Bentuk Pertumbuhan Karang masuk dalam skor 2 dengan
kategori (Cukup Sesuai) disajikan Tabel 11. Bentuk Pertumbuhan Terumbu
Karang yang ditemukan dilokasi penelitian dapat dilihat di Tabel 12.
Tabel 11.Jumlah Bentuk Pertumbuhan Terumbu Karang
Stasiun Lifeform (buah) Skor* Kategori*
1 8 2 Cukup Sesuai
2 8 2 Cukup Sesuai
3 9 2 Cukup Sesuai
4 7 2 Cukup Sesuai
5 6 1 Sesuai Bersyarat
6 5 1 Sesuai Bersyarat
23

Tabel 12. Bentuk Pertumbuhan Terumbu Karang yang ditemukan di Pantai


Pelabuhan Dalam Tuing.
    Stasiun    
Bentuk Pertumbuhan Terumbu Karang 1 2 3 4 5 6
Acropora Branching + + + + - -
Acropora Digitate + + + + + +
Acropora Tabulate - + + - - -
Acropora Encrusting - - - - + -
Acropora Submassive + - - - - -
Coral Encrusting + + + + + +
Coral Foliose + + + + + +
Coral Massive + + + + + +
Coral Mushroom + + + - - -
Coral Submassive - + + + + +
Coral Branching - - + - - -
Soft Coral - - - + - -
Zoanthids + - - - - -
total   8 8 9 7 6 5
Keterangan :+ ditemukan
- tidak ditemukan

4.1.6. Jenis Ikan Karang


Hasil Jenis Ikan Karang di Pantai Pelabuhan Dalam Tuing disajikan
pada Tabel 13. Stasiun yang paling banyak yaitu 1 dan Stasiun 3 bejumlah 16,
16 (ekor) masuk dalam skor 1 dengan kategori (Tidak Sesuai), sedangkan yang
terendah Stasiun 5 bejumlah 10 (ekor). Stasiun 2, 4, 6 bekisar 10 sampai 15
(ekor) masuk dalam skor 1 dengan kategori (Tidak Sesuai). Untuk Jenis Ikan
Karang yang ditemukan di Pantai Pelabuhan Dalam Tuing dapat dilihat di Tabel
14.
24

Tabel 13. Jenis Ikan Karang.


Stasiun Ikan karang (ekor) Skor* Kategori*
1 16 1 Tidak Sesuai
2 15 1 Tidak Sesuai
3 16 1 Tidak Sesuai
4 12 1 Tidak Sesuai
5 10 1 Tidak Sesuai
6 11 1 Tidak Sesuai

Tabel 14. Jenis ikan karang yang ditemukan di lokasi penelitian dengan tanda
skoring + ditemukan, - tidak ditemukan.

  Stasiun  
Jenis ikan karang 1 2 3 4 5 6
Abudefduf bengalensis + - - + + +
Abudefduf sexfasciatus - - + - + +
Amblyglyphidodon curacao - + + + + -
Apogon endekatenia - - + - - -
Apogon fransedai - - - + - +
Carangoides bajad - - - + - -
Casio cuning + + + - - -
Chaetodon octofasciatus + + + + + +
Chelmon rostatus + + + + - -
Chromis viridis + - - + + -
Halichoeres chrysotaenia + + + - - -
Halichoeres javanicus + + + + + +
Halichoeres leucurus - + - - - -
Labroides dimidiatus + - - - - -
Lutjanus corponotatus + + - - - -
Lutjanus lutjanus - - + - - -
Neoglyphidodon melas + + + + + +
25

Neoglyphidodon nigroris + + + + + +
Plectropomus maculates - + + - - +
PlectroglyphidodonLacrymatus + + + + + +
Pomacentrus chrysurus + + + - - +
Pomacentrus fhilipinus + + + - - -
Pomacentrus simsiang + + + + + +
Pomacentrus brancialis + - - - - -
1 1 1
Total 6 15 6 12 0 11
Keterangan : + ditemukan
- tidak ditemukan

4.1.7. Lebar Hamparan Dasar Karang


Nilai Lebar Hamparan Dasar Karang yang paling tinggi di Pantai Pelabuhan
Dalam Tuing adalah Stasiun 1 yaitu 109 (m) masuk dalam skor 2 dengan
kategori (Cukup Sesuai), sedangkan yang terendah Stasiun 4 yaitu 60 (m)
masuk dalam skor 1 dengan kategori (Sesuai Bersyarat). Stasiun 2, 3, 5, 6,
bekisar 66 (m) sampai 88 (m) masuk dalam skor 1 dengan kategori (Sesuai
Bersyarat) dapat dilihat di Tabel 15.
Tabel 15. Hasil Perhitungan Lebar Hamparan Dasar Karang
Lebar Hamparan Dasar
Stasiun Karang(m) Skor* Kategori*
1 109 m 2 Cukup Sesuai
2 88 m 1 Sesuai bersyarat
3 80 m 1 Sesuai bersyarat
4 60 m 1 Sesuai bersyarat
5 72 m 1 Sesuai bersyarat
6 66 m 1 Sesuai bersyarat
26

4.1.8. Indeks Kesesuaian Wisata Snorkeling


Kesesuaian lokasi wisata snorkeling di Pantai Pelabuhan Dalam Tuing
ditentukan berdasarkan Indeks Kesesuaian Wisata (IKW). Indeks Kesesuaian
Wisata Snorkeling pada semua Stasiun masuk dalam kategori S2 (Cukup
Sesuai) dengan nilai yang paling tinggi terdapat di Stasiun 1 yaitu 73,68 (%)
Cukup Sesuai untuk dijadikan Wisata Snorkeling, Nilai yang terendah terdapat
di stasiun 6 yaitu 56,14 (%). Analisis Indeks Kesesuaian Wisata (IKW)
ditampilkan pada Tabel 16.

Tabel 16. Analisis Nilai Indek Kesesuaian Wisata Snorkeling.


N Stasiun Stasiun Stasiun Stasiun Stasiun Stasiun
Parameter
o 1 2 3 4 5 6
1 Kecerahan perairan 15 15 15 15 15 15
2 Tutupan karang 10 5 10 10 15 5
Bentuk Pertumbuhan
3 Terumbu Karang 6 3 6 3 3 3
4 Jenis ikan karang 3 3 3 3 0 3
5 Kecepatan arus 3 3 3 3 3 3
6 Kedalaman Perairan 3 3 3 3 3 2
Lebar hamparan dasar
7 karang 2 1 1 1 1 1
Total skor 42 33 41 37 40 32
IKW (%) 73.68 57.89 71.93 64.91 70.18 56.14

4.1.9 . Daya Dukung Kawasan (DDK)


Hasil yang didapatkan dari perhitungan Daya Dukung Kawasan (DDK)
untuk kegiatan snorkeling di Pantai Pelabuhan Dalam Tuing memiliki luas
33.448,037 m² disajikan pada Tabel 16. Luas Area yang cukup besar ini dapat
menampung pengunjung sebanyak 134 (orang/hari) yang merupakan jumlah
maksimal pengunjung secara fisik yang dapat ditampung kawasan untuk
kegiatan snorkeling. Untuk menjaga kelestarian Ekosistem Terumbu Karang
27

dan kenyamanan pengujung. Daya Dukung Kawasan dikembangkan untuk


mencegah kerusakan atau penurunan sumberdaya alam dan lingkungan,
sehingga kelestarian, keberadaan dan fungsinya tetap terjaga (Yulianda, 2007).
Tabel 17. Hasil Perhitungan Daya Dukung Kawasan ( DDK).

No Kegiatan Wisata Luas DDK(m²) DDK(orang/hari)


1 Wisata Snorkeling 33.448,037 134

4.2. Pembahasan

4.2.1. Kondisi Parameter Abiotik Wisata Snorkeling

4.2.1.1. Kecerahan Perairan


Kecerahan perairan merupakan factor yang penting dalam kegiatan
snorkeling. Kecerahan perairan akan mempengaruhi jarak pandang (visibility)
persnorkeling saat melakukan kegiatan snorkeling. Kecerahan perairan
merupakan faktor penting yang sangat besar pengaruhnya dalam tingkatan
kenyamanan dalam menentukan kesesuaian wisata snorkeling dan mendukung
perkembangan kegiatan berwisata di Pantai Pelabuhan Dalam Tuing, kecerahan
perairan juga dapat berperan dalam hal kenyamanan dan kepuasan para
wisatawan pada saat snorkeling.
Hasil pengukuran kecerahan perairan di Pantai Pelabuhan Dalam Tuing
mencapai 100( %) di semua Stasiun. Hal ini masuk dalam skor 3 dengan
katagori sangat sesuai (S2) untuk kegiatan snorkeling. Nilai kecerahan sangat
dipengaruhi oleh padatan tersuspensi dan kekeruhan, keadaan cuaca, waktu
pengukuran, serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran (Effendi, 2003).
Menurut Yulianda (2007) Nilai pembobotan pada kecerahan sangat besar yakni
5. Semakin besar nilai yang didapatkan dilapangan maka semakin besar hasil
nilai perhitungan indeks kesesuaian wisata snork eling (Yulianda, 2007).
28

Tingginya nilai kecerahan perairan di semua stasiun dipengaruhi oleh


kedalaman perairan, semakin dangkal perairan semakin tinggi nilai
kecerahannya. Hal ini berhubungan dengan penetrasi cahaya yang masuk
kedalam kolom perairan. Selain penetrasi cahaya matahari yang masuk sangat
maksimal, kecepatan arus yang lambat juga dapat menyebabkan tingkat
kecerahan perairan tinggi. Perairan yang dangkal menyebabkan nilai kecerahan
perairan semakin tinggi (Winarty, 2014).

4.2.1.2. Kecepatan Arus


Kecepatan arus sangat mempengaruhi kondisi wilayah yang akan
dijadikan sebagai tempat wisata snorkeling. kecepatan arus yang relatif lemah
merupakan syarat ideal untuk wisata bahari kategori selam dan snorkeling
karena ini berkaitan dengan kenyamanan dan keamanan wisatawan (Arifin,
2002). Kecepatan arus optimal untuk kegiatan snorkeling adalah 0-0,17 (m/det)
(Yulianda, 2007). Berdasarkan pengukuran dilapangan kecepatan arus pada
Stasiun 1 yakni 0,033 (m/det), Nilai ini menunjukan bahwa pada stasiun 1
masuk dalam skor 3 dengan kategori sangat sesuai (S1). Pada stasiun 2 memliki
kecepatan arus 0,017 (m/det) masuk dalam skor 3 dengan kategori sangat sesuai
(S1). Stasiun 3 memliki kecepatan arus 0,018 (m/det) masuk kedalam skor 3
kategori sangat sesuai (S1), Stasiun 4 memliki kecepatan arus 0,30 (m/det)
masuk kedalam skor 3 dengan kategori sangat sesuai (S1), Stasiun 5 dan 6
memliki kecepatan arus 0,015 (m/det) dan 0,056 (m/det) masuk kedalam skor 3
kategori sangat sesuai (S1). Pada saat pengambilan nilai kecepatan arus di
Pantai Pelabuhan Dalam Tuing relative kecil dan sangat ideal untuk dijadikan
kegiatan wisata snorkeling, dikarenakan letak semua Stasiun yang diukur
terlindung oleh dua Tanjung yaitu Tanjung Batu Kebo dan Tanjung Pulau
Punggur, dengan kedua Tanjung yang menjorong kelaut dapat melindungi dari
angin kencang dan gelombang tinggi. Kecepatan arus yang kuat sangat
membahanyakan pengunjung karena dapat menyeret orang-orang yang sedang
29

melakukan kegiatan snorkeling , hal ini dapat menyebabkan pengunjung kurang


nyaman dan memberi kesan tidak puas bagi pengunjung yang ingin melakukan
kegiatan wisata snorkeling. Secara keseluruhan nilai kecepatan arus di Pantai
Pelabuhan Dalam Tuing masuk kedalam skor 3 dengan kategori sangat sesuai
(S1), bila dijadikan sebagai tempat wisata snorkeling dan semua kecepatan arus
tiap Stasiun tergolong dalam jenis kecepatan arus lambat (Yulianda, 2007).

4.2.1.3. Kedalaman Perairan


Kedalaman perairan yang relatif sesuai merupakan lokasi yang paling
ideal untuk wisata snorkeling terutama di Pantai Pelabuhan Dalam Tuing.
Berdasarkan hasil pengukuran kedalaman perairan dilapangan menunjukan
Stasiun 1 memiliki kedalaman 3 (m), nilai ini masuk dalam skor 3 dengan
kategori sangat sesuai (S1) sedangkan stasiun 2,3,4 dan 5 memiliki nilai
dibawah 3 (m) yakni 2,8 (m), 2,5 (m), 2 (m), 3 (m). nilai ini masih masuk
dalam skor 3 dengan kategori sangat sesuai (S1)bila dijadikan sebagai tempat
wisata snorkeling. Pada Stasiun 6 memiliki nilai kedalaman lebih dari 3 (m)
yakni 4 (m), nilai ini masuk dalam skor 2 dengan kategori cukup sesuai (S2)
dikarnakan satsiun 6 terletak di dekat Tanjung Pulau Punggur yang memiliki
karakteristik kedalaman yang curam atau berbatu. Daerah yang cocok untuk
dijadikan wisata snorkeling optimalnya adalah kedalaman dengan kisaran >1
(m) dan < 3 (m) sehingga masuk ke dalam kategori sangat sesuai (S1) Yulianda
(2007). Mahmudin (2015) menyatakan bahwa Penyinaran cahaya matahari akan
semakin berkurang akibat semakin tingginya kedalaman suatu perairan.

4.2.1.4. Lebar Hamparan Dasar Karang

Lebar Hamparan Dasar Karang merupakan parameter yang kaitannya


dengan tingkat kepuasan seseorang dalam melakukan kegiatan snorkeling,
sehingga parameter ini sangat mempengaruhi kesesuaian lokasi wisata
snorkeling Yulianda (2007). Hasil dari Lebar Hamparan Dasar Karang di
30

Pantai Pelabuhan Dalam Tuing pada Stasiun 1 masuk dalamskor 2 dengan


kategori cukup sesuai (S2), dimana pada Stasiun 1 Lebar Hamparan Dasar
Karangnya menunjukan kategori baik yakni 109 (m) ,sedangkan Stasiun 2, 3,
4, 5, 6 rata – rata meliliki lebar 60 – 88 (m) bahwa lokasi tersebut masuk dalam
skor 1 dengan kategori sesuai bersyarat (S3), hal ini menunjukan kategori
kurang baik untuk dijadikan wisata Snorkeling. semakin lebar area terumbu
karang maka akan semakin bagus untuk dijadikan sebagai lokasi wisata
terutama wisata snorkeling Yulianda (2007).

4.2.2. Kondisi Parameter Biotik Wisata Snorkeling

4.2.2.1 Tutupan Terumbu Karang


Tipe Terumbu Karang di Pantai Pelabuhan Dalam Tuing dapat
dikategorikan sebagai Terumbu Karang Tepi (Fringing Ree). Terumbu Karang
Tepi secara umum berada pada jarak yang dekat dari Pantai dan tidak terdapat
laguna yang besar (Suharsono, 2007). Tutupan terumbu karang paling tinggi
terdapat pada Stasiun 5 masuk dalam skor 3 dengan kategori sangat sesuai (S1)
kondisi yang cukup baik dengan rata-rata tutupan karang hidup sebesar 77,98
(%). Kondisi tersebut bisa ditingkatkan menjadi lebih baik apabila di tata dan
kelola dengan benar. Tutupan terumbu karang yang paling rendah terdapat pada
stasiun 2 masuk dalam skor 1 dengan kategori sesusai bersyarat (S3) kondisi
yang kurang baik dengan rata-rata tutupan karang hidup sebesar 40,26%.
Kondisi terumbu karang di Pantai Pelabuhan Dalam Tuing masuk dalam
kategori cukup sesuai sampai kategori sesuai bersyarat apabila dijadikan wisata
snorkeling. Persen tutupan terumbu karang pada Stasiun 1, 3, 4 dan 6 masuk
kedalam skor 2 dengan kategori cukup sesuai dan skor 1 sesuai bersyarat. Pada
Stasiun 1 dengan tutupan karang sebesar 71,04 (%), Stasiun 3dengan tutupan
karang sebesar 59 (%), Stasiun 4 dengan tutupan karang 69,6 (%), dan stasiun 6
dengan tutupan karang sebesar 46,64 (%). Nilai indeks kesesuaian lokasi wisata
31

snorkeling berdasarkan parameter tutupan karang hidup di Pantai pelabuhan


dalam tuing masuk kedalam kategori skor 2 cukup sesuai bila dijadikan
sebagai tempat wisata snorkeling.

4.2.2.2. Bentuk Pertumbuhan Terumbu Karang


Jumlah bentuk pertumbuhan terumbu karang yang ditemukan pada Pantai
Pelabuhan Dalam Tuing yakni pada Stasiun 1 terdapat 8 tipe pertumbuhan dan
paling sedikit stasiun 5 dan 6 terdapat 6, 5 tipe pertumbuhan. Stasiun 1 banyak
ditemukan tipe pertumbuhan Coral Massive (CM) dan Acropora Branching
(ACB), stasiun 2 terdapat 8 tipe pertumbuhan yang didominasi oleh tipe
pertumbuhan Coral Massive (CM) dan Stasiun 3 tipe pertumbuhan terumbu
karangnya terdapat 9 tipe pertumbuhan dan lebih dominan Coral Folios (CF).
Menurut English et al(1994), jenis karang yang dominan disuatu habitat
tergantung lingkungan atau kondisi dimana karang tersebut hidup. Pada suatu
habitat jenis karang yang hidup didominasi oleh suatu jenis karang tertentu.
Secara keseluruhan ekosistem terumbu karang di Pantai Pelabuhan Dalam
Tuing terdapat 43 bentuk pertumbuhan karang. Pada Stasiun 1 terdiri dari 8
bentuk pertumbuhan karang hidup, stasiun 2 terdiri dari 8 bentuk pertumbuhan
karang hidup, stasiun 3 terdiri dari 9 bentuk pertumbuhan karang hidup, stasiun
4 terdiri dari 7 bentuk pertumbuhan karang hidup dan stasiun 5 dan 6 terdiri
dari 6 dan 5 bentuk pertumbuhan karang hidup. Semakin banyak bentuk
pertumbuhan karang hidup yang ditemukan di setiap stasiun maka lokasi
tersebut dapat memberikan keindahan dan kepuasan tersendiri bagi pengujung.
Bentuk pertumbuhan terumbu karang dibutuhkan sebagai variasi yang dapat
dinikmati dibawah laut Plathong et al., 2000 dalam Adi et al( 2013).
Bentuk pertumbuhan terumbu karangyang sangat umum ditemukan
dilokasi penelitian adalah Coral foliose ,Coral encrusting, Coral submassiv
,Branching, digitate ,dan Massive. Bentuk-bentuk pertumbuhan tersebut
terutama Coral foliose merupakan jenis yang umum dijumpai dan mudah
32

beradaptasi pada kondisi perairan yang keruh dan bersedimentasi Suharsono


(2007). Nilai indeks kesesuaian lokasi wisata snorkeling berdasarkan bentuk
pertumbuhan terumbu karang di Pantai Pelabuhan Dalam Tuing yang telah
dirata-ratakanmasuk kedalam skor 2 dengan kategori (cukup sesuai) bila
dijadikan sebagai tempat wisata snorkeling Yulianda (2007).

4.2.2.3. Jumlah Jenis Ikan Karang


Hasil jumlah jenis ikan yang ditemukanpada saat pengamatan sebanyak 68
jenis ikan karang. Jumlah jenis ikan karang tertinggi terdapat pada stasiun 1
sebanyak 15 jenis ikan karang dikarnakan luas hamparan dasar karang pada
loksai tersebut mencapai 105 m dengan kondisi tutupan terumbu karang 71,04
(%). Jumlah jenis ikan karang terendah terdapat pada stasiun 5 sebanyak 10
jenis ikan karang, dengan luas hamparan dasar karang hanya 88 m dan kondisi
tutupan terumbu karang kurang baik yaitu 46,64 (%). Sedangkan stasiun 2, 3, 4,
6 ditemukan jenis ikan karang yaitu 11-16 ekor. Jenis ikan karang yang
ditemukan padalokasi pengamatan yaitu Abudefduf sexfasciatus, Abudefduf
bengalensis, Amblyglyphidodon curacao, Apogon endekatenia, Apogon
fransedai, Carangoides bajad, Casio cuning,Chaetodon octofasciatus, Chelmon
rostratus,Chromis viridis, Halichoeres chrysotaenia,Halichoeres
javanicus,Halichoeres leucurus, Labroides dimidiatus, Lutjanus corponotatus,
Lutjanus lutjanus, Neoglyphidodon melas, Neoglyphidodon nigroris,
Plectropomus maculatesPlectroglyphidodon lacrymatus, Pomacentrus chrysurus,
Pomacentrus fhilipinus, Pomacentrus simsiang,Pomacentrus brancialis. Indeks
kesesuian wisata Snorkeling berdasarkan jumlah jenis ikan yang ditemukan
disetiap stasiun dapat dikatakan masuk kategori tidak sesuai dengan skor 1 jika
dijadikan sebagai tempat wisata Snorkeling.

4.2.2.4. Indeks Kesesuaian Wisata (IKW)


Berdasarkan indeks kesesuian wisata snorkeling, terdapat 7 paramater
penting yang mendukung nilai kesesuaian wisata snorkeling dengan
33

pertimbangan hasil dari ke 7 parameter tersebut. Nilai indeks kesesuaian wisata


tertinggi terdapat pada stasiun 1 dengan nilai 73,68 (%) masuk dalam kategori
cukup sesuai (S2), tingginya nilai indeks kesesuaian wisata pada stasiun 1
dikarnakan besarnya nilai 3 parameter yaitu kecerahan dengan nilai 100 (%)
skor 3, arus 0,033 (m/dt) skor 3, kedalaman perairan 3 (m) skor 3.Nilai indeks
kesesuaian wisata terendah terdapat pada stasiun 6 dengan nilai 56,14 (%)
masuk dalam kategori cukup sesuai (S2). Rendahnya nilai indeks kesesuaian
wisata pada stasiun 6 disebabkan 4 parameter dengan nilai tutupan karang
46,64 (%) skor 1, bentuk pertumbuhan terumbu karang 5 jenis skor 1, jenis ikan
karang 9 ekor skor 0, dan lebar hamparan karang 66 (m) skor 1. Hal ini sangat
berdampak pada nilai indek kesesuaian wisata, Sedangkan nilai indeks
kesesuaian wisata di stasiun 2, 3, 4 dan 5 dengan nilai 57,89 (%), 71,93 (%),
66,67 (%), 70,18 (%) masuk dalam kategori cukup sesuai (S2). Nilai indeks
kesesuaian Wisata Snorkeling secara keseluruhan pada stasiun 1, 2, 3 4, 5, 6,di
Pantai Pelabuhan Dalam Tuing masuk dalam kategori cukup sesuai (S2) bila
dijadikan tempat kesesuaian wisata Snorkeling setelah pertimbangan nilai dari 7
parameter seperti kecerahan perairan, kecepatan arus, kedalaman, lebar
hamparan dasar karang, bentuk pertumbuhan karang, ikan karang dan tutupan
karang.

4.2.3. Daya Dukung Kawasan (DDK)


Hasil yang didapatkan dari perhitungan daya dukung kawasan (DDK)
untuk kegiatan Snorkeling di Pantai Pelabuhan Dalam Tuing memiliki luas
33.448,037 (m²). Luas area yang cukup besar ini dapat menampung pengunjung
yaitu 134 (orang/hari) yang merupakan jumlah maksimal pengunjung secara
fisik yang dapat ditampung kawasan untuk kegiatan snorkeling dengan tetap
menjaga kelestarian ekosistem terumbu karang dan kenyamanan pengujung.
Daya dukung kawasan dikembangkan untuk mencegah kerusakan atau
34

penurunan sumberdaya alam dan lingkungan, sehingga kelestarian, keberadaan


dan fungsinya tetap terjaga Yulianda (2007).

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan
1. Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) untuk kegiatan Snorkeling di Pantai
Pelabuhan Dalam Tuing pada stasiun 1 sampai dengan stasiun 6 masuk
dalam kategori cukup sesuai (S2) bila dijadikan lokasi Wisata Snorkeling,
dengan nilai stasiun 1yaitu 73,68 (%), stasiun 2 yaitu 57,89 (%), stasiun 3
yaitu 71,93 (%), stasiun 4 yaitu 66,64 (%), stasiun 5 yaitu 70,18 (%) dan
stasiun 6yaitu 56,1 (%).
2. Nilai Daya Dukung Kawasan (DDK) untuk kegiatan snorkeling di Pantai
Pelabuhan Dalam Tuing memiliki luas terumbu karang 33.448,037 (m²).
35

Luas areayang mencakup seluruh lokasi penelitian ini dapat menampung


pengunjung yaitu134 (orang/hari)yang merupakan jumlah maksimal
pengunjung secara fisik yang dapat ditampung kawasan untuk kegiatan
snorkeling.

5.2. Saran
1. Dengan adanya penelitian ini masyarakat bisa memanfaatan terumbu karang
untuk kegiatan Wisata Snorkeling dan sebagai lahan kerjaan sampingan bagi
nelayan yang ada di Pantai pelabuhan dalam tuing yang saat ini belum ada
pemanfaatan tentang terumbu karang sebagai objek wisata.
2. Peneliti menyarankan kepada masyarakat maupun pemerintah dengan hasil
penelitian indeks kesesuaian wisata snorkeling mendapatkan kategori cukup
sesuai perlu adanya pengelolan yang baik, seperti menyewakan peralatan
skin diving, pemandu wisata, fasilitas pendukung serta membuat peraturan
tentang menjaga ekositem terumbu karang, meningkatkan kesejahteraan
ekonomi masyarakat setempat dan membatasi pengunjung dari nilai
maksimal pengunjung 134 orang/hari.

DAFTAR PUSTAKA

Adi B.A.,Mustafa A., dan KetjulanR. 2013. Kajian Potensi Kawasan dan
Kesesuaian Ekosistem Terumbu Karang di Pulau Lara Untuk
Pengembangan Ekowisata Bahari.Jurnal Mina Laut Indonesia(1):49-60.

Aliani, I.P. 2018.Struktur Komunitas Terumbu Karang di Perairan Tuing


Kabupaten Bangka.[Skripsi] Universitas Bangka Belitung.

Ayu Triana Sulistiyowati. 2017. Arahan Pengembangan Kawasan


PantaiPangempang Di Kecamatan Muara BadakKabupaten Kutai
36

Kartanegara [skripsi]. Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah Dan


Kota.Fakultas Sains Dan Teknologi, Universitas Alauddin Makassar.

Arifin T, Bengen DG., dan Pariwono. 2002. Evaluasi kesesuaian kawasan


pesisir Teluk Palu bagi pengembangan pariwisata bahari. J Pesisir dan
Lautan 4(2):25-35.

Ariadno B., Sitepu BI., Kartaharja S., dan Sutjiadi RH. 2003. Buku Petunjuk 1
Star Scuba Diver CMAS- Indonesia : Dewan Instruktur Selam
Indonesia. Jakarta.

Cahyadinata, I. 2009. Kesesuaian Pengembangan Kawasan Pesisir Pulau


Enggano Untuk Pariwisata dan Perikanan Tangkap.Jurnal AGRISEP.
09(02): 168-182.

Effendi, H. 2002.Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan


Lingkungan Perairan.Kanisius.Yogyakarta.

Dedi. 2012. Kelimpahan Ikan Chaetodontidae di Ekosistem Karang di Kawasan


Karang Kering Rebo Sungailiat Propinsi Bangka Belitung [skripsi].
Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Pertanian,
Perikanan dan Biologi, Universitas Bangka Belitung. Bangka.

English S.,C. Wikinson and V. Baker. 1994. Survey Manual for Tropical Marine
Resourch.Australian Institute Marine Science.Townsvile. Australia.

Fachrul, M.F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara:Jakarta.

Hutagalung H., Setiapermana D., dan Hadi Riyono S. 1997.Metode Analisis


Air Laut, Sedimen dan Biota; Pusat Penelitian Pengembangan
Oseanologi LIPI. Jakarta.
37

Hilman Masnellyarti. 2009. EdICt dan Green Fins Panduan Menyelam dan
Snorkeling Ramah Lingkungan. Jakarta: Kementerian Lingkungan
Hidup.

Kuitler RH., danTonozuka T. 2001. Indonesian Reef Fishes.Zoonetic. Australia.

Saut,M.L. 2011.Manajemen Pesisir. ITB. Bandung.

Mahmudin, 2015.Kajian Kesesuaian Wisata Pantai (Mandi dan Renang)


Berdasarkan Bio-fisik di Pulau Kandapute Kecamatan Bahodopi
Kabupaten Morowali [Skripsi].Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Makassar.Makassar.

Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologi (alih bahasa
dari Marine Biology : An Ecologycal Approach, Oleh : M. Eidman,
Koesoebiono,D.G. Bengen, M.Hutomo, dan S. Sukardjo). PT Gramedia.
Jakarta.

Riyantini I. 2008. Pelestarian Ekosistem Terumbu Karang Sebagai Upaya


Konservasi. Makalah disajikan pada Ceramah Ilmiah "Padjadjaran
Diving Club" – FPIK. Bandung, 25 November 2008.

Romimohtarto K., dan Juwana S. 2001. Biologi Laut : Ilmu Pengetahuan


tentang Biologi Laut. Djambatan. Jakarta. Hlm 35-48

Ramadhan S., P. Patana., dan HarapZ.A.. 2014. Analisis kesesuaian dan daya
dukung kawasan Wisata Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai.
Makalah. Departemen Managemen Sumberdaya Perairan. Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatra Utara, Medan.

Samiyono dan Trismadi., 2001. Peta Pelayaran Wisata Bahari


Indonesia.Prosiding Seminar Laut Nasional III, Ikatan Sarjana
Oseanologi Indonesia. 29-31 Mei, Jakarta.
38

Supriharyono.2000 .Pelestarian Dan Pengelolaan Sumber Daya Alam Di


Wilayah Pesisir Tropis. PT. Gramedia Pustaka Utama.Jakarta.

Supriharyono, 2000. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Djambatan.


Jakarta.Hlm 12 – 28

Suharsono. 2010. Jenis-Jenis Karang Di Perairan Indonesia. Pusat Penelitian


Oseanografi LIPI. Coremap Program. Jakarta. 372 hlm.

Thamrin, 2006.Karang Biologi Reproduksi dan Ekologi. Mina Mandiri.


Yogyakarta.

Urip Rahmani, Riena F Telussa, Amirullah.2017. Analisis Daya Dukung


Minawisata Di Kelurahan Pulau Tidung, Kepulauan Seribu [Prosiding].
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan USNI.

Yulius., Hadiwijaya, L., Salim, M., Ramdhan, T., Arifin dan D. Purbani, 2014.
Penentuan Kawasan Wisata Bahari di Pulau Wangi-Wangi Dengan
Sistem Informasi Geografis.Peneliti pada Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kelautan dan Perikanan-KKP. Jakarta.

Yulianda FA., Fahrudin AA., Hutabarat S.,Harteti., Kusharjani., dan H.S. Kang.
2010. Pengelolaan pesisir dan laut secara terpadu. Diterbitkan oleh
Pusdiklat Kehutanan Departemen Kehutanan RI dan Secem Korea
Internasional Cooperation Agency.Jalan. Gunung Batu, Bogor Jawa
Barat 16610. Indonesia.

Yulianda, F. 2007. Ekowisata Bahari Sebagai Alternatif Pemanfaatan


Sumberdaya Pesisir Berbasis Konservasi [prosiding]. Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
39

Kelautan IPB. Disampaikan pada Seminar Sain pada Departemen MSP,


FPIK IPB, 21 Februari 2007.

Winarty, 2015. Pemetaan Daerah Potensial Transplantasi Karang di Pantai


Turun Aban Sungailiat Bangka [skripsi]. Jurusan
ManajemenSumberdaya Perairan Peminatan Ilmu Kelautan. Fakultas
Pertanian, Perikanan dan Biologi, Universitas Bangka Belitung. Bangka.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian


40
41

Lampiran 2. Alat dan Bahan Penelitian


No. Alat dan Bahan Kegunaan
1 Roll Meter Pengambilan Data Terumbu
Karang Dan Ikan
2 GPS (Global Positioning system) Menentukan Titik Koordinat
Sampling
3 Sechi Disk Mengukur Kecerahan Perairan

4 Alat Tulis Bawah Air Mencatat Hasil Penelitian


Dibawah Air
5 Alat Selam (Scuba) Alat Bantu Pengambilan Data
6 Kamera Foto Underwater Dokumentasi Bawah Air
7 Stopwatch/Jam Underwater Untuk Mengukur Waktu
8 Buku Identifikasi Bentuk Panduan Identifikasi Bentuk
Pertumbuhan Karang Pertumbuhan Karang
Suharsono (2010), English et
al., (1994)

9 Buku Identifikasi Ikan Karang Panduan Identifikasi Ikan


Kuitler dan Tonozuka, 2001) Karang
dan (Setiawan, 2010)
10 Bola arus Mengukur Kecepatan Arus

Lampiran 3. Bentuk pertumbuhan terumbu karang yang ditemukan dilokasi


penelitian

Acropora Branching Acropora Digitate


42

Acropora Tabulate Acropora Encrusting

Acropora Submassive Coral Encrusting

Coral Foliose Coral Massive

Coral Branching Soft Coral

Coral Mushroom Coral Submassive

Zoanthids Other

Macro Algae Turf Algae


43

Dead Coral Algae Sand

Sillt Rubble

Lampiran 4. Jumlah Bentuk pertumbuhan terumbu karang yang ditemukan


dilokasi penelitian.
    Stasiun    
Bentuk Pertumbuhan Terumbu Karang
1 2 3 4 5 6
Acropora Branching + + + + - -
Acropora Digitate + + + + + +
Acropora Tabulate - + + - - -
Acropora Encrusting - - - - + -
Acropora Submassive + - - - - -
Coral Encrusting + + + + + +
Coral Foliose + + + + + +
Coral Massive + + + + + +
Coral Mushroom + + + - - -
Coral Submassive - + + + + +
44

    Stasiun    
Bentuk Pertumbuhan Terumbu Karang
1 2 3 4 5 6
Coral Branching - - + - - -
Soft Coral - - - + - -
Zoanthids + - - - - -
Other - + + + - -
Macro Algae + + + + - +
Turf Algae + + + + + +
Dead Coral Algae + + + + + +
Rubble + - - - - -
Sand + - + + + +
Silt   - + - - - -
Total   13 13 14 12 9 9

Lampiran 5. Jenis ikan karang yang ditemukan di lokasi penelitian

Abudefduf sexfasciatus
Abudefduf bengalensis Amblyglyphidodon curacao

Apogon franssedai
45

Apogon endekatenia Carangoides bajad

Chaetodon octofasciatus
Casio cuning Plectropomus maculatus

Chelmon rostatus Chromis viridis Halichoeres chrysotaenia

Halichoeres javanicus Halichoeres leucurus Labroides dimidiatus

Lutjanus lutjanus Neoglyphidodon melas


46

Lutjanus corponotatus

Neoglyphidodon nigroris Plectroglyphidodon Pomacentrus chrysurus


lacrymatus

Pomacentrus fhilipinus Pomacentrus simsiang Pomacentrus brancialis

Lampiran 6. Jumlah Jenis ikan karang yang ditemukan di lokasi penelitian


  Stasiun  
Jenis ikan karang 1 2 3 4 5 6
Abudefduf bengalensis 1 - - 1 2 9
Abudefduf sexfasciatus - - 3 - 22 3
Amblyglyphidodon curacao - 1 1 1 1 -
Apogon endekatenia - - 4 - - -
Apogon fransedai - - - 10 - 5
Carangoides bajad - - - 3 - -
Casio cuning 65 80 150 - - -
47

Chaetodon octofasciatus 5 15 6 12 7 8
Chelmon rostatus 1 2 2 3 - -
Chromis viridis 5 - - 4 6 -
Halichoeres chrysotaenia 1 3 4 - - -
Halichoeres javanicus 3 2 1 15 16 10
Halichoeres leucurus - 1 - - - -
Labroides dimidiatus 2 - - - - -
Lutjanus corponotatus 1 1 - - - -
Lutjanus lutjanus - - 20 - - -
Neoglyphidodon melas 37 24 31 38 19 31
Neoglyphidodon nigroris 28 18 22 29 2 28
Plectropomus maculates - 1 1 - - 1
Plectroglyphidodon
lacrymatus 3 2 1 2 1 7
Pomacentrus chrysurus 6 4 2 - - 5
Pomacentrus fhilipinus 1 1 4 - - -
Pomacentrus simsiang 21 1 16 6 1 6
Pomacentrus brancialis 7 - - - - -
Total 187 156 268 124 77 113

Lampiran 8. Dokumentasi penelitian


48

Persiapan pengambilan data menuju lokasi penelitian

Pembentangan roll meter pengambilan data ikan

Pengukuran tutupan karang mengukur kedalaman

Input data ke komputer


49

Lampiran 7. Analisis Nilai Indek Kesesuaian Wisata Snorkeling


Bobo
t stasiun 1 stasiun 2 stasiun 3 stasiun 4 stasiun 5 stasiun 6
parameter
N Sko N Nmak Sko N Nmak Sko N Nmak Sko N Nmak Sko N Nmak Sko N Nmak
o   r i s r i s r i s r i s r i s r i s
1 1 1 1 1 1
1 Kecerahan perairan 5 3 5 15 3 5 15 3 5 15 3 5 15 3 5 15 3 5 15
1 1 1 1
2 Tutupan karang 5 2 0 15 1 5 15 2 0 15 2 0 15 3 5 15 1 5 15

3 Bentuk Pertumbuhan Terumbu Karang 3 2 6 9 1 3 9 2 6 9 1 3 9 1 3 9 1 3 9

4 Jenis ikan karang 3 1 3 9 1 3 9 1 3 9 1 3 9 0 0 9 1 3 9

5 Kecepatan arus 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3

6 Kedalaman Perairan 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3

7 Lebar hamparan dasar karang 1 2 2 3 1 1 3 1 1 3 1 1 3 1 1 3 1 1 3


4 3 4 3 4 3
Total Skor     2 57   3 57   1 57   7 57   0 57   2 57
Indeks Kesesuaian Wisata

73.68% 57.89% 71.93% 64.91% 70.18% 56.14%


(Σ[Ni/Nmaks] x 100%)

Tingkat Kesesuaian S2 S2 S2 S2 S2 S2
1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan


Bangka Belitung pada Tanggal 24 Juli 1993. Merupakan
Putra pertamadari lima bersaudara dari pasangan bapak Usap
Asbani dan ibu Sumartina. Penulis menyelesaikan Sekolah
Dasar di SD Negeri 2 Pangkalanbaru pada tahun 2007 dan
pada tahun yang sama melanjutkan Sekolah Menengah
Pertama di SMP Negeri 1 Pangkalanbaru. Setelah
menamatkan pendidikan selama tiga tahun pada tahun 2010 penulis melanjutkan
pendidikan ke Sekolah Menengah Kejuruan hingga tahun 2013 di SMK Negeri 2
Gerunggang Pangkalpinang.
Pada tahun 2014 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Universitas Bangka
Belitung pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan melalui jalur
Mandiri. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif pada berbagai organisasi
mahasiswa diantaranya organisasi selam Pinguin Diving Club (PDC) sebagai Ketua
Perlengkapan periode 2017/2018, Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya
Perairan (HIMASPER) sebagai Anggota periode 2015/2016.

Anda mungkin juga menyukai