Anda di halaman 1dari 28

KONDISI TERUMBU KARANG DI TAMAN WISATA PERAIRAN

(TWP) PULAU KAPOPOSANG KECAMATAN LIUKANG


TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

PROPOSAL KERJA PRAKTIK AKHIR (KPA)


PROGRAM STUDI TEKNIK KELAUTAN

OLEH :

ERLIN SUSANTO
NIT. 21.7.05.317

KEMENTRIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA
KELAUTAN DAN PERIKANAN
POLITEKNIK KELAUTAN DAN PERIKANAN
2023
KONDISI TERUMBU KARANG DI TAMAN WISATA PERAIRAN
(TWP) PULAU KAPOPOSANG KECAMATAN LIUKANG
TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

PROPOSAL KERJA PRAKTIK AKHIR (KPA)


PROGRAM STUDI TEKNIK KELAUTAN

OLEH :

ERLIN SUSANTO
NIT. 21.7.05.317

Proposal Kerja Praktik Akhir (KPA) Diajukan dan Disusun Sebagai


Salah Satu Syarat Untuk Mengikuti Kerja Ptaktik Akhir
Pada Program Studi Teknik Kelautan
Politeknik Kelautan daan Perikanan Bone

KEMENTRIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA
KELAUTAN DAN PERIKANAN
POLITEKNIK KELAUTAN DAN PERIKANAN
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Kondisi Terumbu Karang Di Taman Wisata Perairan (TWP) Pulau


Kapoposang Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkep
Nama : Erlin Susanto
NIT : 21.7.05.317

Proposal KPA Telah Disetujui


Pada Tanggal : Januari 2023

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Yakub Suleman, M.Pd Moh. Roin Najih, S.St.Pi, M.Si


NIP. 19650501 198903 1 006 NIP. 19840718 200801 1 007

Diketahui Oleh :
Direktur Politeknik Kelautan dan Perikanan Bone

Dra. Ani Leilani, M.Si


NIP. 19641217 199003 2 003

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya
Proposal Kerja Praktik Akhir (KPA) yang berjudul “ Kondisi Terumbu Karang Di
Taman Wisata Perairan (TWP) Pulau Kapoposang Kecamatan Liukang Tuppabiring
Kabupaten Pangkep “ ini dapat diselesaikan sesuai dengan target mutu dan waktu yang
telah direncanakan.

Proses persiapan, Pelaksanaan, dan penyusunan proposal ini telah melibatkan


konstribusi pemikiran dan saran banyak pihak, atas dedikasi tersebut pada kesempatan
ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Dra. Ani Leilani, M.Si Direktur Politeknik Kelautan dan Perikanan Bone atas
izin pelaksanaan Kerja Praktik Akhir ( KPA ) ;
2. Bapak Drs. Yakub Suleman, M.Pd Pembimbing I yang telah memberikan arahan
penyempurnaan serta ulasan kritis ;
3. Bapak Moh. Roin Najih, S.St.Pi, M.Si Pembimbing II atas kesediaan waktu dan
tempat untuk memberikan telaah mendalam, koreksi dan revisi terhadap sejumlah
data dan informasi
4. Ayah, Ibu, Keluarga serta teman teman yang telah membantu dalam penyusunan
proposal ini secara langsung maupun tidak langsung.

Atas selesainya penyusunan proposal Kerja Praktik Akhir (KPA) ini penulis
mengharapkan adanya kritikan ataupun saran yang bersifat konstruktif dengan kata lain
membangun, mengembangkandan menghasilkan karya yang lebih baik di masa depan
khususnya dalam bidang kelautan.

Bone, Januari 2023

Erlin Susanto

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................i
KATA PENGANTAR........................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................iii
DAFTAR TABEL..............................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................v
I. PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang......................................................................................1
1.2 Tujuan...................................................................................................2
II. TINJAUN PUSTAKA................................................................................3
2.1 Ekosistem Terumbu Karang..................................................................3
2.1.1 Sturuktur dan Anatomi Terumbu Karang........................................4
2.1.2 Tipe-Tipe Terumbu Karang Berdasarkan Bentuknya.....................4
2.1.3 Bentuk Pertumbuhan Bentik............................................................5
2.1.4 Faktor Yang Mempengaruhi Sebaran Terumbu Karang.................6
2.2 Faktor Perusak Terumbu Karang..........................................................8
2.3 Metode Pemantauan Kesehatan Terumbu Karang................................10
2.4 Metode Penentuan Sebaran Terumbu Karang Menggunakan Indraja...12
III.METODE PRAKTIK...................................................................................16
3.1Waktu Dan Tempat....................................................................................16
3.2 Prosedur Kerja..........................................................................................16
3.2.1 Alat dan Bahan................................................................................16
3.2.2 Langkah Kerja.................................................................................17
3.3 Analisis Data............................................................................................19
3.3.1 Aplikasi CPCe.................................................................................19
3.3.2 Persentase Tutupan Terumbu Karang..............................................19
3.3.3 Penilain Kondisi Terumbu Karang..................................................19
3.3.4 Peta Sebaran Terumbu Karang........................................................19
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................20

iii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Alat dan Bahan...........................................................................................16

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Peta Lokasi.................................................................................................16
2. Ilustrasi Dalam Penarikan Sampel Dengan Metode UPT..........................18

v
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kepulauan spermonde merupakan gugusan pulau yang berderet dari Kabupaten
Takalar sampai Kabupaten Barru. Di dalamnnya terdapat sekitar 100 pulau, dengan
keunikan ekosistem masing-masing. Salah satunya adalah pulau Kapoposang. Pulau
Kapoposang sendiri berada dalam wilayah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.

Pulau Kapoposang merupakan salah satu pulau yang berstatus dusun dalam Desa
Mattiro Ujung, terletak pada posisi 04°041'45.6” - 04°043'24.6” LS dan 118°057'7.2” -
118°059'2.4” BT. Batas-batas wilayah administrasi, Sebelah Utara berbatasan dengan
Selat Makassar, Sebelah Timur berbatasan dengan Mattiro MataE, Sebelah Selatan
berbatasan dengan Perairan Kota Makassar, dan Sebelah Barat berbatasan dengan
Liukang Kalmas dan Selat Makassar. Luas pulau Kapoposang 10 km² (termasuk wilayah
perairan), merupakan salah satu lokasi Taman Wisata Alam Laut, menjadikan pulau ini
sering dikunjungi oleh wisatawan asing maupun domestic. Di Pulau Kapoposang
memiliki tiga ekosistem, yaitu ekosistem padang lamun, mangrove dan terumbu karang.

Terumbu karang merupakan sebuah ekosistem komplek yang dibangun utamanya


oleh biota penghasil kapur (terutama karang) bersama biota lain yang hidup di dasar dan
di kolom air. Adanya proses pelekatan biota-biota karang ke substrat dasar perairan,
pembentukan kerangka kapur, segmentasi, degradasi, erosi dan akresi yang terjadi
secara berulang-ulang dalam waktu yang panjang maka terbentuklah terumbu karang.
Sebagai habitat yang stabil, terumbu karang banyak dihuni oleh biota-biota yang
berasosiasi sehingga membentuk suatu jejaring yang komplek dimana ada keterkaitan
antara biota yang satu dengan biota lain serta faktor lingkungan (Hadi & Giyanto, 2018).

Ekosistem terumbu karang yang ada pada wilayah perairan pulau kapoposang ini
yaitu meliputi karang jenis bercabang/branching, padat/masiv, lembaran/foliose/flat,
seperti meja /tabulate. Diketahui bahwa ekosistem terumbu karang dihuni oleh 93.000
spesies, bahkan diperkirakan lebih dari satu juta spesies mendiami ekosistem ini (Papu,
2011).

Menurut Hadi & Giyanto (2018), bahwa penelitian dan pemantauan terumbu karang
terhadap 1067 tempat diseluruh Indonesia menunjukan bahwa karang dalam kategori
jelek sebanyak 386 tempat (36.18%), dan kategori cukup sebanyak 366 tempat (34.3%),
kategori baik sebanyak 245 tempat (22.96%) dan kategori sangat baik sebanyak 70
tempat (6.65%). Secara umum terumbu karang dalam kategori baik dan cukup

1
mengalami tren penurunan, namun sebaliknya kategori sangat baik dan jelek mengalami
peningkatan apabila dibandingakan dengan tahun sebelumnya.
Menurut Ginting (2023), permasalahan mengenai tingginya aktivitas manusia sehingga
dapat mengganggu kondisi terumbu karang. Pemantauan kondisi terumbu karang dilakukan
untuk mengetahui keadaan kondisi terkini terumbu karang di pulau Kapoposang.
Sehubungan dengan hal itu, untuk mengetahui kondisi terumbu karang di Indonesia
dan juga keinginan untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan pelestari dan pemantauan
kondisi ekosistem terumbu karang di Indonesia khususnya di Taman Wisata Perairan
Kepulauan Kapoposang sehingga penulis merasa tertarik untuk mengambil judul
Kondisi Terumbu Karang di Taman Wisata Perairan (TWP) Pulau Kapoposang Kecamatan
Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkep dan juga Pulau Kapoposang merupakan pulau yang
sangat diminati banyak wisatawan maka dari itu perlunya diadakan pemantauan mengenai
kondisi terumbu karang pada peraiaran Pulau Kapoposang.

1.2 Tujuan

Tujuan dari Kerja Praktik Akhir (KPA) ini sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui persentase tutupan terumbu karang di Pulau Kapoposang,


Kecamatan Liukang Tuppabiring, Kabupaten Pangkep.
2. Untuk mengetahui kondisi terumbu karang di Pulau Kapoposang, Kecamatan
Liukang Tuppabiring, Kabupaten Pangkep.
3. Membuat peta sebaran terumbu karang menggunakan Indraja pada Pulau
Kapoposang, Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkep.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem Terumbu Karang


Pembentuk utama ekosistem terumbu karang adalah hewan karang. Karang
merupakan sekumpulan dari hewan kecil (polip) dalam jumlah yang besar. Kemudian
istilah terumbu karang mengacu pada istilah karang atau koral, yang sekelompok hewan
dari ordo Scleractinia yang menghasilkan kapur sebagai pembentuk utama terumbu.
kesukaan teripang terhadap jenis tutupan karang pada ekosistem terumbu karang diduga
berkaitan dengan ketersediaan makanan yang disediakan oleh setiap jenis tutupan dasar
perairan tersebut. Pada jenis tutupan dasar perairan yang tergolong jenis tutupan yang
hidup (biotik) tentu berbeda dengan jenis tutupan yang non hidup (abiotik) (Sulardiono
& Hendrarto, 2014). Secara umum, ekosistem terumbu karang mempunyai banyak
peranan, baik dari segi ekologi maupun sosial ekonomi. Dari segi ekologi, terumbu
karang merupakan habitat bagi banyak biota laut yang merupakan sumber
keanekaragaman hayati. Selain itu, terumbu karang merupakan tempat memijah,
mencari makan, dan berlindung bagi ikan-ikan, sehingga kondisi terumbu yang baik
mampu meningkatkan produktivitas perikanan. Terumbu karang juga merupakan tempat
dihasilkannya berbagai macam senyawa penting untuk bahan suplemen maupun obat-
obatan, terutama dari biota-biota benthos yang berasosiasi. Terumbu karang juga
mampu melindungi pantai dari ancaman abrasi. Dari segi social ekonomi, pendapatan
masyarakat pesisir dapat meningkat baik itu dari hasil perikanan maupun dari wisata
bahari. Mengingat begitu besar manfaat yang diberikan, sudah seharusnya terumbu
karang mendapatkan perhatian yang lebih baik (Hadi & Giyanto, 2018).
Terumbu karang merupakan ekosistem laut yang terbentuk oleh biota penghasil
kapur khususnya jenis-jenis karang batu dan algae berkapur, bersama dengan biota lain
yang hidup didasar lautan. Terumbu karang merupakan ekosistem dinamis dengan
kekeyaan biordiversitanya serta produkvitas tinggi karena itu terumbu karang
mempunyai peran yang signifikan. Secara ekologi terumbu karang merupakan tempat
organisme hewan maupun tumbuhan mencari makan dan berlindung, secara fisik
menjadi pelindung pantai dan kehidupan perairan dangkal dari akibat abrasi laut
(Puryono et al., 2019).
Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem penting yang ada di wilayah
pesisir. Memiliki banyak fungsi dan manfaat yang diperoleh, mulai dari lautan
hingga kedaratan. Terumbu karang juga memiliki nilai ekonomis tinggi, dimana
masyarakat

3
pesisir sering kali memanfaatkannya dalam bidang perikanan maupun wisata.
Pemanfaatan yang dilakukan tersebut selain memiliki keuntungan yang didapatkan
tetapi memiliki dampak buruk terhadap pengeksploitasi yang berlebihan ataupun tidak
ramah lingkungan. Di beberapa lokasi pesisir banyak terjadi kerusakan terumbu karang
yang diakibatkan oleh penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti
bahan peledak dan bius ikan. Menurut berbagai hasil penelitian yang ada di Kepulauan
Spermonde terungkap bahwa kerusakan terumbu karang disebabkan oleh aktivitas
manusia dalam penangkapan ikan menggunakan bahan kimia cyanida maupun
peledakan bom (Hardiansyah, 2016).

2.1.1 Struktur dan Anatomi Terumbu Karang


Karang memiliki tentakel yang mengelilingi mulut dan dalam tentakel terdapat sel
penyengat, nematokis yang berfungsi untuk melimpuhkan mangsanya dan tentakel
tersebut pada individu karang dinamakan polip karang. warna tentakel karang keras,
secara umu tidak berwarna atau bening seperti ubur-ubur namun ada pula beberapa
coklatmuda polip krang keras umunya hidup berkoloni. Dan mereka menyatukan rangka
kapr tyang satu dengan yang lainnya, yang terdapat diterumbu karang adalah kelompok
karang lunak, kelompok anemone, dan kelompok kipas laut. Dengan adanya kelompok-
kelompok karang maka terbentuklah suatu hamparan terumbu karang dimana di
dalamnya terdapat beberapa tumbuhan dan berbagai hewan laut lainnya (Laranisa, 2016).
Karang yang terdiri dari polip yang memiliki tentakel merupakan hewan invertebrata.
Setiap polip mengeluarkan endapan kapur yang disebut skeleton yang merupakan tempat
tinggalnya. Ribuan polip tumbuh dan bergabung menjadi satu oleh skeletonnya
membentuk koloni karang.

2.1.2 Tipe-Tipe Terumbu Karang Berdasarkan Bentuknya


Menurut Farmanda (2019), ada 2 tipe karang yaitu karang yang membentuk
bangunan kapur (hermatypic corals) dan yang tidak dapat membentuk bangunan karang
(ahermatypic corals). Hermatypic corals adalah koloni karang yang dapat membentuk
bangunan atau terumbu dari kalsium karbonat (CaCO 3), sehingga sering disebut pula
reef building corals. Sedangkan, ahermatypic corals adalah koloni karang yang tidak
dapat membentuk terumbu. Sedangkan menurut (Hadi & Giyanto, 2018) terumbu
karang di Indonesia bisa dikelompokkan ke dalam empat bentuk, yaitu;

a. Terumbu karang tepi (finging reefs)

Terumbu karang tepi atau karang penerus berkembang di mayoritas pesisir pantai
dari pulau-pulau besar. Perkembanganya bisa mencapai kedalaman 40 meter dan kearah

4
luar menuju laut lepas. Dalam proses perkembanganya, terumbu ini berbentuk
melingkar yang di tandai dengan adanya bentuk ban atau bagain endepan karang mati
yang mengelilingi pulau pada pantai yang curam, pertumbuhan terumbu jelas mengarah
secara vertical. Contohnya di Bunaken (Sulawesi), Pulau Panaitan (Banten), dan Nusa
dua (Bali).

b. Terumbu karang penghalang (Barrier reefs)


Terumbu karang ini terletak pada jarak yang relatif jauh dari pulau, sekitar 0,52
km kearah laut lepas dengan kondisi oleh perairan berkedalaman hingga 75 meter.
Terkadang membetuk lagoon (kolom air) atau celah perairan yang lebarnya mencapai
puluhan kilometer. Umumnya karang penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat besar
atau benua membentuk gugusan pulau karang yang terputus putus. Contonya di Batuan
Tengah (Bintan,Kepulaun Riau), Spermonde (Sulawesi Selatan), dan Kepulauan
Banggai (Sulawesi Tengah).

c. Terumbu karang cincin (atolls)


Terumbu karang membentuk cincin yang mengelilingi batas dari pulau-pulau
vulkanik yang tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan dengan daratan atau cincin
Karang atau yang dikenal dengan nama Atol adalah gugusan terumbu karang yang
berbentuk cincin, pulau, atau serangkaian pulau yang mengelilingi laguna atau pulau
yang berada di bagian tengahnya.

d. Terumbu karang datar/Gosong terumbu(patch reefs)


Gosong terumbu (patch reefs), terkadang disebut juga sebagai pulau datar (flat
island). Terumbu ini tumbuh dari bawah ke atas sampai kepermukaan dan dalam kurung
waktu geologis, membantu pembentukan pulau datar. Umumnya pulau ini akan
berkembang secara horizontal atau vertikal dengan kedalaman relative dangkal.
Contohnya di Kepulauan Seribu (DKI Jakarta) dan Kepulaun Ujung Batu.

2.1.3 Bentuk Pertumbuhan Bentik

Karang pembentuk terumbu atau karang batu terdiri dari beragam bentuk yang
memiliki ciri-ciri yang berbeda diantara jenis satu dengan yang lainya. Berikut bentik
dalam pengambilan data menurut (English et al., 1994).

1. Coral Branching (CB), memiliki cabang lebih panjang dari pada diameter yang
dimiliki.
2. Coral Massive (CM), memiliki bentuk seperti bola dengan ukuran yang
bervariasi, permukaan karang halus dan padat. Dapat mencapai ukuran tinggi dan

5
lebar sampai beberapa meter.
3. Coral Encrusting (CE), tumbuh menyerupai dasar terumbu dengan permukaan
yang kasar dan keras serta memiliki lubang-lubang kecil.
4. Coral Submassive (CS), cenderung untuk membentuk kolom-kolom kecil.

5. Coral Foliose (CF), tumbuh dalam bentuk lembaran-lembaran yang menonjol


pada dasar terumbu, berukuran kecil dan membentuk lipatan atau melingkar.
6. Coral Mushroom (CMR), berbentuk oval dan berbentuk seperti jamur, memiliki
banyak tonjolan seperti punggung bukit beralur dari tepi hingga mulut.
7. Coral Millepora (CME), yaitu karang api.

8. Coral Heliopora (CHL), yaitu karang biru.

9. Acropora Encrusting (ACE), bentuk menggerak, biasanya terjadi pada karang


yang belum sempurna.
10. Acropora Tabulate (ACT), bentuk bercabang dengan arah mendatar dan rata
seperti meja.
11. Acropora Submassive (ACS), percabangan bentuk ganda/lempeng dan kokoh.
12. Acropora Digitate (ACD), bentuk percabangan rapat dengan cabang

seperti jari-jari tangan.

13. (DC) Karang baru mati.

14. (DCA) Karang mati ditumbuhi algae.

15. (OT) Biota-biota yang berassosiasi dengan terumbu karang .

16. (R) Patahan karang kecil yang belum ditumbuhi algae.

17. (RCK) Batuan beku atau cadas .

18. (S) Pasir .

19. (SC) Soft Coral.

20. (SI) Pasir halus/lumpur .

21. (SP) Sponge.

2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Sebaran Terumbu Karang

Sebaran terumbu karang tidak merata karena adanya faktor pembatas atau faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang. Berikut faktor-faktor yang
mempengaruhi sebaran dan pertumbuhan karang.

6
1. Suhu
Karang pembentuk terumbu memiliki kepekaan yang tinggi terhadap perubahan
suhu. Meskipun batas toleransi karang terhadap suhu bervariasi antara spesies dan antar
daerah pada spesies yang sama, tetapi dapat dinyatakan bahwa karang dan organisme
terumbu hidup pada suhu dekat dengan batas toleransinya. Suhu optimum untuk
pertumbuhan karang di perairan adalah berkisar antara 23- 30 oC dengan suhu minimum
18 oC. Namun hewan karang masih bisa hidup sampai suhu 15 oC, tetapi akan terjadi
penurunan pertumbuhan reproduksi, metabolisme serta produktivitas kalsium karbonat
(Arini, 2013).

2. Cahaya
Cahaya memiliki pengaruh yang sangat besar dalam pertumbuhan hewan karang
mengingat hidupnya bersimbiosis dengan ganggang (zooxanthellae) yang melakukan
proses fotosintesis. Tanpa cahaya yang cukup laju fotosintesis berkurang dan
kemampuan karang menghasilkan kalsium karbonat pembentuk terumbu juga akan
berkurang. Jumlah spesies terumbu karang dapat berkurang secara nyata pada
kedalaman penetrasi cahaya sebesar 15-20% dari penetrasi permukaan yang secara cepat
menurun mulai dari kedalaman 10 m (Mellawati & Susiati, 2012).
3. Salinitas
Salinitas ideal bagi pertumbuhan karang adalah berkisar 30-360/ 00, air tawar
dengan sanilitas rendah dapat membunuh karang. Oleh karena itu karang tidak dijumpai
pada sungai maupun muara sungai yang memiliki salinitas rendah (Giyanto et al.,
2017).
4. Sedimentasi
Sedimentasi yang terjadi di ekosistem terumbu karang akan memberikan pengaruh
semakin menurunnya kemampuan karang untuk tumbuh dan berkembang. Sedimentasi
dapat menutupi karang dan menghalangi proses makannya, dan juga dapat mengurangi
cahaya yang diperlukan oleh zooxanthellae dalam melakukan fotosintesis (Kubelaborbir
& Akerina, 2019). Beberapa kegiatan manusia yang berhubungan erat dengan
sedimentasi adalah semakin tingginya aktivitas pengerukan, pertambangan, pengeboran
minyak, pembukaan hutan (Arini, 2013).

5. Kualitas perairan
Perairan yang tercemar baik yang di akibatkan karena limbah industri maupun
rumah tangga akan menganggu pertumbuhan dan perkembangan karang. Perairan dapat
saja menjadi keruh dan kotor karena limbah pencemar ataupun penuh dengan sampah,
bahan pencemar tentu saja akan berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan karang,

7
sedangkan perairan yang keruh dapat menghambat penetrasi cahaya ke dasar perairan
sehingga menganggu proses fotosintesis pada zooxanthellae yang hidup bersimbiosis
dengan karang (Giyanto et al., 2017).

6. Arus dan sirukulasi air laut


Arus dan sirkulasi air laut diperlukan dalam penyuplaian yang diperlukan dalam
proses pertumbuhan karang dan suplai oksigen dari laut lepas, selain itu arus dan
sirkulasi air laut juga berperan dalam proses pembersihan dari endepan material yang
menempel pada polip karang (Giyanto et al., 2017).

7. Substrat
Substrat keras sangat tepat untuk larvakarang menempel dan tumbuh. Sifat
substrat yang keras, larva karang mampu mempertahankan diri dari hempasan ombak dan
arus yang kuat. Tipe substrat yang terdapat pada dasar perairan memiliki hubungan
secara langsung dengan pertumbuhan terumbu karang sejak proses penempelan (Bauman
et al., 2015).

2.2 Faktor Perusak Terumbu Karang


Dalam pengelolaan dan pemanfaatan yang dilakukan pada terumbu karang,
banyak berbagai faktor perusak terumbu karang, Faktor-faktor tersebut dapat dijabarkan
sebagai berikut:

1. Pengambilan karang untuk pembuatan bahan bangunan


Dilakukan pengambilan terumbu karang secara besar-besaran sebagai bahan baku
dan penahan hempasan gelombang yang ditempatkan dipinggir-pinggir pantai yang
longsor (Kholish, 2013).

2. Penangkapan/pengambilan biota-biota non ikan pada ekosistem terumbu karang

Penagkapan/pengambilan biota-biota non ikan di terumbu karang juga


menimbulkan kerusakan terumbu karang. Biota-biota penting non ikan bernilai ekonomi
tinggi yang banyak diambil/ditangkap diterumbu karang antara lain karang,sotong,
gurita, berbagai spesies kima, keong/siput, kerang mutiara, rumput laut, lobster,
teripang, udang, dan lain-lain (Kholish, 2013).

3. Kegiatan pariwisata
Beberapa kerusakan yang dilakukan oleh kegiatan pariwisata bahari umumnya
terjadi akibat kontak fisik wisatawan dengan terumbu karang baik secara sengaja
maupun tidak sengaja. Kontak fisik tersebut antara lain menendang, menginjak,
memegang, mengambil biota laut serta peralatan selam yang bersentuhan dengan

8
terumbu karang (Tirta, 2017).

4. Pembangunan di pesisir
Pembangunan di pesisir seperti pelabuhan, jembatan, jalan, hotel, restoran,
reklamasi untuk perluasan kota, pemilikan dan penguasaan pulau merupakan kegiatan-
kegiatan yang menyumbang kerusakan ekosistem pesisir termasuk ekosistem terumbu
karang (Kholish, 2013).

5. Pembangunan di darat
Pembangunan dekat sungai dan danau merupakan salah satu penyumbang
kerusakan tidak langsung pada ekosistem terumbu karang karena sedimentasi yang
dibawah oleh sungai langsung kelaut (Kholish, 2013).

6. Pencemaran
Pencemaran perairan sungai, pesisir maupun laut, dapat menyebabkan kerusakan
terumbu karang, bahan pencemar yang masuk ke dalam sungai dan danau dapat
terangkut ke pesisir sehingga dapat menyebabkan kerusakan ekosistem di pesisir,
termasuk ekosistem terumbu karang. Pencemaran dapat diakibatkan oleh sampah dan
limbah (Kholish, 2013).

7. Sedimentasi
Butiran sedimen dapat menutupi polip karang dan bila berlangsung lama bisa
menyebabkan kematian karang oleh karena itu karang jarang atau tidak di jumpai pada
perairan dengan tingkat sedimentasi tinggi (Giyanto et al., 2017).

8. Perubahan iklim
Sejak tahun 1979 kenaikan suhu air laut yang meliputi daerah yang luas mulai
populer. El-Nino merupakan peristiwa naiknya suhu air laut dimulai dari sebelah barat
Panama yang kemudian bergerak ke barat melintasi Samudra Pasifik. Kenaikan suhu air
laut dapat menyebabkan pemutihan karang yang diikuti dengan terlepasnya zooxanthellae
dari polip karang sehingga lama-kelamaan karang menjadi mati. Pada tahun 1983 dimana
hampir semua karang yang hidup di daerah tropis mulai dari Panama sampai daerah
Pasifik barat dan laut Karibia mengalami bleaching yang diikuti kematian. Zoxanthella
terlepas dari polip karang karena disebabkan oleh suhu tang terlalu tinggi yang tidak
sesuai dengan pertumbuhan terumbu karangdan syarat hidup zoxanthella (Pasanea, 2013).
9. Predasi
Hewan pemakan olip karang arau hewan yang membuatu rumahya didalam polip
karang seperti kepiting, beberapa gastropoda, aesteroid dan lainnya yang mengakibatkan
kerusakan pada karang. hewan pemakan polip biasanya aktif dimalam hari. Dari

9
berbagai jenis hewan pemakan polip karang yang mempunyai kemampuan paling besar
untuk merusak koloni karang adalah Acanthaster planci (Pasanea, 2013).

2.3 Metode Pemantauan Kesehatan Terumbu Karang


Tujuan, ketersedian waktu, keahlian surveyor dan keberadaan sarana dan
prasarana merupakan alasan dalam pemilihan metode survey terumbu karang yang
dilakukan agar hasil survey dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Setiap metode
survey memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, sehingga penggunaan
metode satu dengan lainya dapat dikatakan belum dapat memuaskan untuk menutupi
kekurangan ini biasanya metode satu dengan yang lainnya saling melengkapi.

Ada beberapa alasan mengapa sulitnya menggambarkan kondisi terumbu karang


saat ini. Suharsono & Sumadhiharga (2014), memaparkan beberapa alasan atas kondisi
tersebut yaitu:

1. Terumbu karang yang tumbuh di tempat geografis yang berbeda mempunyai tipe
yang berbeda.
2. Ukuran individu atau koloni sangat bervariasi dari beberapa sentimeter hingga
beberapa meter.
3. Satu koloni karang dapat terdiri beberapa individu sampai jutaan individu.

4. Bentuk pertumbuhan sangat bervariasi seperti bercabang, massif, merayap, seperti


daun, dan sebagainya.

Tata nama jenis masih relatif belum stabil dan adanya perbedaan jenis yang hidup
pada geografis yang berbeda, serta adanya variasi morfologi dari jenis yang sama yang
hidup pada kedalaman yang berbeda maupun tempat yang berbeda. Penyajian dalam
bentuk struktur komunitas yang teridiri dari data persentase tutupan karang hidup dan
juga presentase tutupan karang mati, jumlah marga, jumlah jenis, jumlah koloni, ukuran
koloni, kelimpahan frekuensi, bentuk pertumbuhan dan lain sebagainya merupakan cara
dalam menggambarkan kondisi terumbu karang pada suatu perairan.
Berikut penjelasan singkat mengenai metode yang digunakan dalam survei
terumbu karang:
1. UPT (Under Water Photo Transect)
Metode ini adalah suatu metode untuk pemantauan kondisi terumbu karang. Metode
ini merupakan pengembangan dari metode Point Intercept Transect (PIT), Line Photo
Transect (LIT), dan Rapid Reef Assement (Towing). Metode ini dikembangkan untuk
mendapatkan informasi yang lebih lengkap terkait dengan pemantauan kondisi terumbu
karang (Suharsono, 2014). Pengambilan data dilapangan hanya berupa foto-foto frame

10
dengan menggunakan kamera underwater atau kamera yangdilengkapi dengan housing.
Foto-foto transek karang yang diambil diolah menggunakan perangkat lunak computer
yaitu Coral Point Count With Excel Extension (CPCE).

2. PIT (Point Intercept Transect)


Metode ini adalah metode transek yang paling sederhana. Pengamat berenang
sepanjang transek garis dan mencatat kategori bentik yang terletak tepat dibawah transek
pada titik-titik tertentu (poin) di sepanjang transek.
Kelebihan :
1) Daerah cakupan kecil
2) Waktu pengamatan tidak terlalu lama
3) Data kuantitatif, sehingga data lebih akurat.
4) Mudah dipelajari bagi pemula.
Kekurangan :
1) Tidak dapat dilakukan untuk mengambil data di tubir dan kawasan bergua.
2) Jumlah titik (poin) yang dibutuhkan harus disesuaikan kondisi dilapangan.
3) Tidak cocok untuk jenis-jenis yang jarang ditemui.
4) Informasi tentang ukuran koloni karang tidak dapat diperoleh.
3. LIT (Line Intercept Transek)
Metode LIT digunakan untuk menentukan besarnya persentase penutupan masing-
masing kategori komunitas benthik. Metode ini dapat digunakan secara tersendiri
maupun dengan mengkombinasikannya dengan metode lain seperti Metode Kuadrat atau
visual sensus ikan. Metode ini sangat direkomendasikan oleh Global Coral Reefs
Monitoring Network (GCRMN) untuk menentukan tujuan persentase penutupan dan
ukuran koloni pada monitoring di tingkat managemen (pengelola).
Keuntungan dengan Metode LIT ini adalah:
1) Kategori lifeform memungkinkan didapatkannya informasi yang berguna oleh
pengamat dengan pengetahuan terbatas dalam identifikasi komunitas benthik
terumbu karang.
2) Data kuantitatif sehingga lebih akurat
3) Merupakan metode sampling data yang gampang dan efisien untuk memperoleh
persentase penutupan kuantitatif.
4) Dapat menyajikan informasi secara detail terhadap pola spasial.

11
5) Jika dapat diulang pada waktu yang diinginkan, maka akan menyediakan
informasi perubahan temporal.
6) Bisa mendapatkan ukuran koloni karang, yang merupakan indikator stabilitas
komunitas
7) Memerlukan peralatan minimal dan relatif sederhana.
8) Dapat mengukur kerapatan relatif
9) Dapat dikombinasikan dengan teknik serupa, misalnya belt dan video transect
maupun sensus ikan.
10) Informasi mengenai ukuran koloni dapat diperoleh.
Kekurangan metode LIT ini adalah:
1) Sangat sulit untuk standarisasi beberapa ketegori lifeform di antara sejumlah
pengamat.
2) Tujuannya hanya terbatas pada data persentase penutupan dan atau kelimpahan
relatif.
3) Pengamat haruslah penyelam yang baik.
4) Tidak dapat digunakan untuk masalah-masalah demografi seperti pertumbuhan,
rekrutmen dan mortalitas.
5) Tidak bagus digunakan untuk pendugaan kuatitatif persentase penutupan spesies
yang jarang atau kecil.
6) Memerlukan waktu yang lebih lama sehingga biaya juga meningkat.
7) Membutuhkan keahlian khusus sesuai dengan tingkat presisi data dan informasi
yang diinginkan.
8) Tidak bisa digunakan untuk biota yang jarang ditemukan atau terlalu kecil.

2.4 Metode Penentuan Sebaran Terumbu Karang Menggunakan Indraja


Indraja adalah metode penentuan sebaran terumbu karang yang menggunakan
satelit untuk mengumpulkan data tentang distribusi terumbu karang. Proses ini
melibatkan pemindahan bawah laut menggunakan teknologi pemindaian satelit dan
perangkat lunak pemrosesan citra untuk menganalsis data dan menentukan letak dan
jumlah terumbu karang dalam suatu wilayah tertentu. Hasil analisis ini dapat digunakan
untuk memetakan sebaran terumbu karang dan memantau perubahan dalam populasi
terumbu karang dari waktu ke waktu. Ada beberapa cara untuk memperoleh peta sebaran
terumbu karang salah satunya mendowload citra landsat 8 di aplikasi USGS kemudian
data yang telah di download diolah menggunakan aplikasi ENVI dan tahap membuat peta
sebaran pada aplikasi ArGIS.

12
a. Aplikasi USGS
United States Geological Survey (USGS) adalah agensi pemerintah federal yang
berfokus pada pemantauan, penelitian, dan pengkajian sumber daya alam dan lingkungan.
USGS menggunakan teknologi canggih dan data satelit untuk melakukan tugas-tugasnya,
termasuk pemantauan perubahan lingkungan, pemantauan gempa bumi, dan pengukuran
sumber daya alam. Berikut ini adalah beberapa aplikasi USGS. Pemantauan perubahan
lingkungan, USGS menggunakan data citra satelit, termasuk Landsat 8, untuk memantau
perubahan lingkungan seperti perubahan tata guna lahan, erosi tanah, dan perubahan air.
Pemantauan gempa bumi. USGS memantau dan memperingatkan masyarakat tentang
gempa bumi yang berpotensi berbahaya, serta memberikan informasi tentang magnitudo,
lokasi, dan kedalaman gempa. Pengukuran sumber daya alam. USGS menggunakan
teknologi pemetaan geologi dan data satelit untuk melakukan pengukuran sumber daya
alam seperti air tanah, mineral, dan batubara.
Studi geologi USGS melakukan penelitian dan studi geologi untuk memahami
lebih dalam tentang alam dan lingkungan, termasuk pemahaman tentang aktivitas geologi
seperti letusan gunung berapi dan pergerakan tanah. Pemantauan lingkungan air USGS
memantau kualitas air dan sumber air potensial, termasuk pemantauan tingkat polusi dan
pengukuran debit air. Studi hidrologi. USGS melakukan penelitian dan studi hidrologi
untuk memahami siklus air dan sumber air potensial, termasuk pemantauan tingkat air
tanah dan pengukuran curah hujan.
USGS terus memainkan peran penting dalam melindungi lingkungan dan sumber
daya alam melalui penelitian dan pemantauan yang komprehensif. Data dan teknologi
yang digunakan oleh USGS sangat berguna bagi para peneliti, pemerintah, dan
masyarakat dalam memahami dan mengelola sumber daya alam dan lingkungan dengan
lebih baik.
Landsat 8 adalah satelit yang diluncurkan oleh National Aeronautics and Space
Administration (NASA) dan United States Geological Survey (USGS) pada 2013. Satelit
ini mengumpulkan data citra resolusi tinggi yang digunakan untuk berbagai aplikasi,
termasuk analisis lingkungan, perencanaan sumber daya, dan pemantauan perubahan
lingkungan. Citra Landsat 8 memiliki beberapa fitur penting, seperti: Resolusi tinggi.
Landsat 8 menyediakan data citra dengan resolusi maksimal 30 meter untuk band spektral
dan panchromatic. Jangkauan spektral luas, Landsat 8 memiliki 11 band spektral yang
mencakup rentang dari inframerah terdepan hingga panchromatic. Akurasi tinggi, Citra
Landsat 8 dilengkapi dengan kalibrasi dan pemantauan kualitas data yang memastikan
akurasi tinggi dalam data citra. Frekuensi revisi tinggi, Satelit Landsat 8 memiliki jadwal

13
revisi yang sangat baik, memungkinkan pemantauan perubahan lingkungan dalam waktu
yang relatif dekat. Data citra Landsat 8 banyak digunakan dalam berbagai aplikasi, seperti
analisis sumber daya, perencanaan pembangunan, pemantauan perubahan lingkungan,
dan banyak lagi. Dengan resolusi tinggi, jangkauan spektral luas, dan akurasi tinggi, data
citra Landsat 8 sangat berguna bagi para peneliti dan profesional dalam berbagai bidang,
khususnya pada bidang pemetaan.

b. Aplikasi ENVI
ENVI adalah software yang dikembangkan oleh Harris Geospatial Solutions untuk
pemrosesan dan analisis citra satelit dan data geospasial lainnya. Ini digunakan oleh
peneliti, profesional, dan pemerintah dalam berbagai bidang, termasuk perencanaan
sumber daya, pemantauan perubahan lingkungan, dan analisis geologi. Analisis citra
satelit ENVI memungkinkan pengguna untuk mengolah dan menganalisis data citra
satelit, termasuk data citra Landsat 8, dan mengambil informasi yang relevan dari citra.
Perencanaan sumber daya, ENVI digunakan untuk menganalisis data geospasial
dan citra satelit untuk membantu dalam perencanaan sumber daya, termasuk perencanaan
tata guna lahan dan perencanaan pembangunan. Pemantauan perubahan lingkungan ENVI
memungkinkan pengguna untuk memantau perubahan lingkungan, seperti perubahan tata
guna lahan dan erosi tanah, dengan menggunakan data citra satelit.
Analisis geologi ENVI digunakan untuk menganalisis data geologi dan citra satelit
untuk membantu dalam pemahaman geologi dan lingkungan, termasuk pemetaan formasi
geologi dan analisis sumber daya mineral. Analisis lingkungan ENVI memungkinkan
pengguna untuk menganalisis data lingkungan, seperti kualitas air dan tingkat polusi, dan
memantau perubahan lingkungan. Analisis oseanografi ENVI digunakan untuk
menganalisis data oseanografi, termasuk pemantauan tingkat air laut dan aktivitas
oseanografi.
ENVI memiliki antarmuka pengguna yang mudah digunakan dan memiliki banyak
fitur canggih untuk membantu pengguna dalam menganalisis dan mengolah data
geospasial. Software ini sangat berguna bagi para peneliti, profesional, dan pemerintah
dalam memahami dan mengelola lingkungan dan sumber daya alam dengan lebih baik.

c. Aplikasi ArcGIS
ArcGIS adalah software pemetaan dan analisis geospasial yang dikembangkan oleh
Esri. Ini digunakan oleh berbagai organisasi, termasuk pemerintah, perusahaan, dan

14
universitas, untuk membuat dan menganalisis data geospasial. Pemetaan ArcGIS
memungkinkan pengguna untuk membuat peta yang interaktif dan berkualitas tinggi yang
menggabungkan data geospasial dan citra satelit. Ini membantu dalam visualisasi dan
analisis data geospasial. Analisis geospasial ArcGIS memiliki banyak alat analisis
geospasial untuk membantu pengguna menemukan pola dan tren dalam data geospasial,
seperti pemodelan lalu lintas dan pemantauan perubahan lingkungan.
Manajemen sumber daya ArcGIS digunakan untuk membantu dalam manajemen
sumber daya, termasuk perencanaan sumber daya, pemantauan sumber daya alam, dan
analisis sumber daya mineral. Analisis demografi ArcGIS memungkinkan pengguna
untuk menganalisis data demografi, seperti populasi dan distribusi penduduk, untuk
membantu dalam perencanaan pembangunan dan pemasaran. Analisis lingkungan
ArcGIS memungkinkan pengguna untuk menganalisis data lingkungan, seperti kualitas
air dan tingkat polusi, dan memantau perubahan lingkungan. Analisis pemerintahan
ArcGIS digunakan oleh pemerintah untuk memantau dan menganalisis data
pemerintahan, seperti data pajak dan data kriminal, dan membantu dalam perencanaan
pembangunan.
ArcGIS memiliki antarmuka pengguna yang mudah digunakan dan memiliki
banyak fitur canggih untuk membantu pengguna dalam menganalisis dan mengelola data
geospasial. Software ini sangat berguna bagi para profesional dan pemerintah dalam
memahami dan mengelola lingkungan dan sumber daya alam dengan lebih baik.

15
III. METODE PRAKTIK

3.1 Waktu dan Tempat

Kerja Praktik Akhir (KPA) ini akan dilaksanakan pada tanggal 22 januari sampai
dengan 23 februari 2023. Dengan Lokasi KPA di Taman Wisata Perairan (TWP) Pulau
Kapoposang Kecamatan Tupabbiring, Kabupaten Pangkep, Provinsi Sulawesi Selatan.

Gambar 1. Peta lokasi KPA

3.2 Prosedur Kerja


Sebelum melakukan pengambilan data sebaiknya terlebih dahulu melakukan
kordinasi kepada pihak instansi serta pengenalan lingkungan lokasi praktik terlebih
dahulu. Setelah mengetahui keadaan lokasi praktik selanjutya menyiapkan alat dan bahan
yang akan digunakan pada saat pengambilan data.

3.2.1 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada saat pengambilan data terumbu
karang dapat dilihat pada tabel 1 dibawah:

16
Tabel 1. Alat dan Bahan
NO Alat dan Bahan Kegunaan
1 Alat selam (Scuba set) Alat bantu mempermudah pengambilan data
2 Perahu Transportasi yang digunakan menuju lokasi
pengambilan data
3 Kamera underwater Mengambil gambar di bawah air
4 Frame (transek kuadran) Menentukan batas area sampling pengambilan data
5 Meteran roll Menentukan jarak transek pengambilan data
6 GPS Mengetahui titik koodinat mengambilan data
7 Patok tanda Penanda garis transek
8 Laptop Mengolah data dan menyimpan hasil foto bawah air
9 Program CPCe Menganalisa hasil foto bawah air
10 Hand Refraktometer Pengambilan data salinitas
11 Termometer Pengambilan data suhu
12 Kertas Lakmus Pengambilan data pH
13 Secchi disk Pengambilan data kedalaman
14 Layang layang arus Pengambilan data arus

3.2.2 Langkah Kerja


Adapun langkah kerja yang harus disiapkan sebelum pengambilan data di lapangan
diantaranya tahap persiapan dan tahap pengambilan data.
a. Tahap persiapan
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum pengambilan data, yaitu :
1. Penentuan lokasi
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memntukan lokasi diantaranya, yaitu:
a) Faktor keterwakilan lokasi
Penempatan stasiun transek dapat ditentukan berdasarkan keterwakilan
lokasi, dengan stasiun paling sedikit minimal 3 stasiun agar dapat mewakili
lokasi pengambilan data.
b) Faktor keamanan transek
Penempatan garis transek dilihat dari keamanan transek yang terhindar dari
arus atau ombak yang dapat mengganggu penempatan garis transek.
c) Faktor keselamatan dan kenyamanan pengambilan data
Pengambilan data dilakukan apabila ombak atau arus yang tenang sehigga
dapat mempermudah pengambilan data dibawah air.

17
2. Persiapan peta lokasi
Yang perlu disiapkan pada tahap ini yaitu peta dasar, jumlah titik, posisi koordinat
dan penyesuaian di lapangan.
3. Persiapan survey
Adapun beberapa yang harus disiapkan sebelum melakukan pengambilan data
dilokasi diantaranya:
a) Membuat surat izin permohonan praktik (survey) sesuai lokasi
b) Surat permintaan tenaga kepada instansi
c) Pelaporan kembali ketempat praktik (survey)
b. Tahap pengambilan data
Pengambilan data di lapangan dilakukan dengan penyelaman menggunakan alat
selam SCUBA. Pengambilan data dengan metode UPT (Underwater Photo Transect)
dilakukan dengan pemotretan bawah air menggunakan kamera digital bawah air,
Pemasangan transek dapat dilihat pada gambar 2 di bawah.

Gambar 2. Ilustrasi dalam penarikan sampel dengan metode UPT

 Frame 1 (foto pada meter ke 1) pada bagian sebelah kiri garis transek (bagian
yang lebih dekat dari daratan) atau frame bernomor ganjil
 Frame 2 (foto pada meter 2) pada bagian sebelah kanan garis transek ( bagian
yang lebih jauh dari daratan) atau frame bernomor genap

Pengambilan data dilakukan minimal 3 stasiun (tergantung pada lokasi) pada


kedalaman 5 dan 10 meter, setiap kedalaman dilakukan sebanyak 2 kali pengulangan.

c. Peta Sebaran Terumbu Karang


Pemetaan sebaran terumbu karang dilakukan di Pulau Kapoposang, pemetaan ini
dilakukan dengan memanfaatkan data citra satelit dari landsat 8 dan pengolahan data
menggunakan metode Algoritma Lyzenga. Studi ini bertujuan untuk mengetahui cakupan
luas dari sebaran terumbu karang yang ada pada Taman Wisata Perairan (TWP) Pulau
Kapoposang.

18
3.3 Analisis data
3.3.1 Aplikasi CPCe
Untuk mendapatkan data-data kuantitatif dari foto-foto bawah air yang dihasilkan
dari metode UPT ini menggunakan software Coral Point Count with Excel Extension
(CPCE), analisis data dilakukan pada setiap frame dengan cara melakukan pemilihan
sampel titik acak (random point). Jumlah titik yang digunakan sebanyak 30 buah titik
pada setiap framenya.

3.3.2 Persentase Tutupan Terumbu Karang

Berdasarkan hasil dari apklikasi CPCe kemudian dapat ditentukan persentase.


Menurut English et al (1994), Proses analisis foto yang sudah dilakukan terhadap setiap
frame maka dari itu dapat diperoleh nilai persentase tutupan kategori pada setiap frame
dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut.

Persentase tutupan Kategori =(𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑘𝑎𝑡𝑒𝑔𝑜𝑟𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑏𝑢𝑡) × 100%


(𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑡𝑖𝑡𝑖 𝑎𝑐𝑎𝑘)

3.3.3 Penilaian Kondisi Terumbu Karang


Setelah seluruh foto telah diidentifikasi, maka akan diperoleh nilai tutupan karang
dan ditampilkan hasil analisis foto dengan menggunakan Aplikasi Microsoft Ecxel.
Penilaian kondisi terumbu karang berdasarkan tutupan karang hidup mengacu pada
(Hidup, 2001) mengenai kriteria baku kerusakan terumbu karang. Status terumbu karang
dikelompokkan dalam 4 kategori sebagai berikut.
a. Baik sekali : 75% - 100%
b. Baik : 50% - 74,9%
c. Sedang : 25% - 49,9%
d. Buruk : 0% - 24,9%
3.3.4 Peta Sebaran Terumbu Karang
Pembuatan peta sebaran terumbu karang dapat dilakukan dengan menggunakan
metode lyzenga, dimana metode ini dimulai dengan mendownload data citra landsat 8
pada aplikasi USGS kemudian data diolah menggunakan aplikasi ENVI dan dilanjutkan
pada tahap akhir peta menggunakan aplikasi arcGIS.

19
DAFTAR PUSTAKA

Arini, D. I. D. (2013). Potensi Terumbu Karang Indonesia; Tantangan dan Upaya


Konservasinya. Info BPK Manado, 3(2), 147–173.
Bauman, A. G., Guest, J. R., Dunshea, G., Low, J., Todd, P. A., & Steinberg, P. D.
(2015). Coral settlement on a highly disturbed equatorial reef system. PloS One,
10(5), e0127874.
English, S., Wilkinson, C., & Baker, V. (1994). Survey manual for tropical marine
resources, Australian Institute of Marine Science. Townsville, Australia.
Farmanda, M. Z. (2019). Kondisi Terumbu Karang di Perairan Pulo Gosong Kabupaten
Aceh Barat Daya Sebagai Referensi Matakuliah Ekologi Hewan. UIN Ar-Raniry
Banda Aceh.
Ginting, J. (2023). ANALISIS KERUSAKAN TERUMBU KARANG DAN UPAYA
PENGELOLAANNYA. Jurnal Kelautan Dan Perikanan Terapan (JKPT), 1, 53–
59.
Giyanto, A. M., Hadi, T. A., Budiyanto, A., Hafizt, M., Salatalohy, A., & Iswari, M. Y.
(2017). Status terumbu karang Indonesia. Jakarta (ID): Puslit Oseanografi–LIPI.
Hadi, T. A., & Giyanto, B. P. (2018). Terumbu Karang Indonesia 2018. Jakarta: LIPI
Press.
HARDIANSYAH, N. (2016). TUTUPAN HABITAT DAN KONDISI TERUMBU
KARANG PASCA PERISTIWA BLEACHING DI PERAIRAN PULAU
LIUKANGLOE.
Hidup, M. N. L. (2001). Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 4 Tahun
2001 Tentang: Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang. Kementerian Negara
Lingkungan Hidup. Jakarta.
KHOLISH, M. N. U. R. (2013). PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KERUSAKAN
TERUMBU KARANG DI TINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN
1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSITEM.
(STUDI DI GILI AIR). Universitas Mataram.
Kubelaborbir, T. M., & Akerina, J. (2019). ANALISIS KONDISI EKOSISTEM
TERUMBU KARANG DI PERAIRAN KAYOPULAU KOTA JAYAPURA. The
Journal of Fisheries Development, 3(2), 85–94.
LARANISA, S. U. (2016). STRUKTUR TERUMBU KARANG DI PANTAI S
INDANGKERTA KECAMATAN CIPATUJAH KABUPATEN TASIKMALAYA,
JAWA BARAT. FKIP UNPAS.
Mellawati, J., & Susiati, H. (2012). Pemetaan Awal Terumbu Karang Di Ekosistem
Pantai Sekitar Calon Tapak Pltn Bangka Selatan. Prosiding Seminar Nasional
Pengembangan Energi Nuklir V, Pusat Pegembangan Energi Nuklir. Badan Tenaga
Nuklir Nasional, Jakarta.
Papu, A. (2011). Kondisi Tutupan Karang Pulau Kapoposang, Kabupaten Pangkajene
Kepulauan, Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmiah Sains, 11(1), 6–12.
Pasanea, Y. E. (2013). Kondisi Terumbu Karang dan Penyusunan Konsep Strategis
Pengawasan Ekosistem Terumbu Karang di Pulau Mansinam Kabupaten
Manokwari. Universitas Hasanuddin.

20
Puryono, S., Anggoro, S., Suryanti, S., & Anwar, I. S. (2019). Pengelolaan pesisir dan
laut berbasis ekosistem.
Suharsono, K., & Sumadhiharga, O. K. (2014). Panduan Monitoring Kesehatan terumbu
karang. Coremap-CTI-LIPI: Jakarta.
Sulardiono, B., & Hendrarto, B. (2014). Analisis densitas teripang (Holothurians)
berdasarkan jenis tutupan karang di perairan Karimun Jawa, Jawa Tengah. Jurnal
Saintek Perikanan, 10(1), 7–12.
Tirta, J. W. (2017). IDENTIFIKASI JENIS DAN PERSENTASE KEHIDUPAN
TERUMBU KARANG PADA AREA TRANSPLANTASI KARANG DI PANTAI
PASIR PUTIH, SITUBONDO, JAWA TIMUR. UAJY.

21

Anda mungkin juga menyukai