Oleh :
ERIN RINI
20.7.05.191
Oleh :
ERINA RINI
NIT. 20.7.05.192
i
HALAMAN PENGESAHAAN
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui Oleh :
Direktur Politeknik Kelautan dan Perikanan Bone
KATA PENGANTAR
ii
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
akhirnya Laporan Kerja Praktik Akhir yang berjudul “Kondisi Terumbu Karang di
Perairan Botubarani Kecamatan Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango Provinsi
Gorontalo” ini dapat diselesaikan sesuai dengan target mutu dan waktu yang
direncanakan.
Proses persiapan, pelaksanaan, dan penyusunan laporan ini telah
melibatkan kontribusi pemikiran dan saran banyak pihak, atas dedikasi tersebut
pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Dra. Ani Leilani,M.Si selaku Direktur Politeknik Kelautan dan Perikanan
Bone atas izin pelaksanaan Kerja Praktik Akhir (KPA);
2. Bapak Khaiul Jamil, S.P,M.Si selaku pembimbing I yang telah memberikan
arahan penyempurnaan serta ulasan kritis;
3. Bapak Awaluddin, A.Pi, M.S.T.Pi selaku pembimbing II atas kesediaan waktu
memberikan telah mendalam, koreksi dan revisi terhadap sejumlah data dan
informasi;
4. Ayah,ibu,keluarga serta teman-teman yang telah membantu dalam
penyusunan laporan KPA ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
Erina Rini
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAAN ............................................................................. ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... Vii
I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
I.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
I.2 Tujuan ........................................................................................................ 4
II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 5
II.1 Struktur dan Anatomi Terumbu Karang .................................................... 5
II.2 Terumbu Karang ........................................................................................ 6
II.2.1 Jenis-Jenis Terumbu Karang ..................................................................... 8
II.2.2 Tipe-Tipe Terumbu Karang Berdasarkan Bentuknya ................................ 8
II.2.3 Bentuk Pertumbuhan Terumbu Karang ..................................................... 9
2.2.4 Faktor yang mempengaruhi sebaran terumbu karang ...............................11
2.3 Manfaat dan Fungsi Terumbu Karang .......................................................13
2.4 Monitoring Umum Terumbu Karang ...........................................................14
2.4.1 Metode Monitoring Skala Luas................................................................14
2.4.2 Metode Monitoring Skala Sedang (Medium Scale) ...................................16
2.4.3 Metode Pemantauan Skala Detail .............................................................18
2.4.4 Software CPCe (Coral Point Count With Excel extensions).......................21
2.5 Pemetaan Sebaran Terumbu Karang............................................................22
III. METODE PRAKTIK ..................................................................................23
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan .................................................................23
3.2 Prosedur Kerja..............................................................................................23
3.2.1 Alat dan Bahan.........................................................................................23
3.2.2 Langkah Kerja .........................................................................................24
3.2.2.1 Persentase Tutupan Karang ...................................................................24
3.2.2.2 Penilaian Kondisi Terumbu Karang ........................................................27
3.2.2.3 Sebaran Terumbu Karang.......................................................................27
iv
3.2.3 Pengolahan Data.....................................................................................28
3.3 Analisis Data ................................................................................................29
3.3.1 Persentase Tutupan Karang....................................................................29
3.3.2 Penilaian Kondisi Terumbu Karang ........................................................29
3.3.3 Sebaran Terumbu Karang.......................................................................29
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................32
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
I. PENDAHULUAN
1
manusia yang berlebihan di perairan tersebut akan berdampak buruk pada
keberadaan terumbu karang. Untuk itu perlu diketahui kondisi terumbu karang
yang ada, sehingga pemerintah setempat dapat melakukan pengelolaan
berkelanjutan agar terumbu karang tersebut dapat tetap terjaga.
2
pesisir pantai untuk menjaga stabilitas pantai.
3
Istilah pemetaan berkaitan dengan kartografi, pengertian dari kartografi
adalah ilmu yang mempelajari tentang peta yang meliputi pengumpulan dan
pengolahan data, simbolisasi, penggambaran, analisa peta dan interprestasi
peta.Orang yang membuat peta disebut kartografer dengan syarat 50%
pengetahuan geografi, 30% bidang seni, 10% pengetahuan matematis, 10%
pengetahuan peta. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa kartografi merupakan
ilmu, seni dan teknik pembuatan peta (Sariyono dan Nursa’ban,2010).
I.2 Tujuan
Kerja Praktik Akhir ini bertujuan untuk:
1. Menghitung persentase tutupan karang di perairan Botu barani Kecamatan
Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo.
2. Melakukan dan mengentahui penilaian kondisi terumbu karang di perairan
Botubarani Kecamatan Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango Provinsi
Gorontalo.
3. Membuat peta tematik sebaran terumbu karang menggunakan citra satelit
landsat 8 (Lyzenga).
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
5
2.2 Terumbu Karang
Terumbu adalah endapan-endapan massif yang penting dari kalsium
karbonat yang terutama dihasilkan oleh hewan karang (Filum Cnidaria, Klas
Anthozoa, Ordo Madreporaria/Sclectinia) dengan sedikit tambahan dari alga
berkapur dan organisme-organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat
(Nybakken,1992). Hewan karang mempunyai bermacam-macam bentuk seperti
ubur-ubur, hydroid dan anemon laut.
Pembentuk utama ekosistem terumbu karang adalah hewan karang.
Karang merupakan sekumpulan dari hewan kecil (polip) dalam jumlah yang
besar. Kemudian istilah terumbu karang mengacu pada istilah karang atau
koral, yang sekelompok hewan dari ordo Scleractinia yang menghasilkan kapur
sebagai pembentuk utama terumbu. kesukaan teripang terhadap jenis tutupan
karang pada ekosistem terumbu karang diduga berkaitan dengan ketersediaan
makanan yang disediakan oleh setiap jenis tutupan dasar perairan tersebut.
Pada jenis tutupan dasar perairan yang tergolong jenis tutupan yang hidup
(biotik) tentu berbeda dengan jenis tutupan yang non hidup (abiotik) (Hendrarto,
2014). Secara umum, ekosistem terumbu karang mempunyai banyak peranan,
baik dari segi ekologi maupun sosial ekonomi. Dari segi ekologi, terumbu karang
merupakan habitat bagi banyak biota laut yang merupakan sumber
keanekaragaman hayati. Selain itu, terumbu karang merupakan tempat
memijah, mencari makan, dan berlindung bagi ikan-ikan, sehingga kondisi
terumbu yang baik mampu meningkatkan produktivitas perikanan. Terumbu
karang juga merupakan tempat dihasilkannya berbagai macam senyawa
penting untuk bahan suplemen maupun obat-obatan, terutama dari biota-biota
benthos yang berasosiasi. Terumbu karang juga mampu melindungi pantai dari
ancaman abrasi. Dari segi social ekonomi, pendapatan masyarakat pesisir
dapat meningkat baik itu dari hasil perikanan maupun dari wisata bahari.
Mengingat begitu besar manfaat yang diberikan, sudah seharusnya terumbu
karang mendapatkan perhatian yang lebih baik (Hadi et al, 2018).
Rusaknya ekosistem terumbu karang dapat disebabkan oleh banyak hal.
Beberapa penyebab kerusakan terumbu karang adalah sedimentasi,
penebangan hutan mangrove, penangkapan yang tidak ramah lingkungan,
aliran drainase, pengambilan karang dan pengerukan, pencemaran air,
pengelolaan tempat rekreasi, pemanasan global, banyaknya sampah, masukan
pupuk pestisida, jangkar, dan lain sebagainya.
6
Terumbu karang merupakan hewan bentik yang hidup di dasar perairan.
Hewan ini sebagian besar hidupnya berkoloni yang tersusun atas kalsium
karbonat (CaCO3) sebagai hasil sekresi dari Zooxanthellae. Terumbu karang
merupakan habitat berbagai biota laut untuk tumbuh dan berkembang biak dalam
kehidupan yang seimbang. Sifat yang menonjol dari terumbu karang adalah
keanekaragaman, jumlah spesies, dan bentuk morfologi tinggi dan bervariasi
(Hazrul dkk., 2016).
Karang adalah anggota filum Cnidaria yang dapat menghasilkan kerangka
luar dari kalsium karbonat. Karang dapat berkoloni atau sendiri, tetapi hampir
semua karang hermatipik merupakan koloni dengan berbagai individu hewan
karang atau polip menempati mangkuk kecil atau kolarit dalam kerangka yang
masif. Tiap mangkuk mempunyai beberapa seri septa yang tajam dan berbentuk
daun yang keluar dari dasar. Pola septa berbeda–beda pada tiap spesies dan
merupakan dasar pembagian spesies karang (Prasetia, 2013).
Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis
dengan sejenis tumbuhan algae yang disebut zooxanthellae. Hewan karang
bentuknya aneh, menyerupai batu dan mempunyai warna dan bentuk beraneka
rupa. Hewan ini disebut polip, karena merupakan hewan pembentuk utama
terumbu karang yang menghasilkan zat kapur. Polip-polip ini selama ribuan
tahun membentuk terumbu karang. Zooxanthellae adalah suatu jenis algae yang
bersimbiosis dalam jaringan karang. Zooxanthellae ini melakukan fotosintesis
menghasilkan oksigen yang berguna untuk kehidupan hewan karang. Di lain
pihak, hewan karang memberikan tempat berlindung bagi zooxanthellae
(Nasharandi dkk., 2015).
Terumbu karang merupakan ekosistem laut yang terbentuk oleh biota
penghasil kapur khususnya jenis-jenis karang batu dan algae berkapur,
bersama dengan biota lain yang hidup didasar lautan. Terumbu karang
merupakan ekosistem dinamis dengan kekeyaan biordiversitanya serta
produkvitas tinggi karena itu terumbu karang mempunyai peran yang signifikan.
Secara ekologi terumbu karang merupakan tempat organisme hewan maupun
tumbuhan mencari makan dan berlindung, secara fisik menjadi pelindung pantai
dan kehidupan perairan dangkal dari akibat abrasi laut (Suryanti et al, 2011).
7
2.2.1 Jenis-Jenis Terumbu Karang
Menurut Risnandar (2015) ada 2 jenis terumbu karang berdasarkan tipenya
yaitu:
1.
Karang keras (Hard coral) merupakan endepan masif kalsium
(CaCO3) yang dihasilkan dari organisme pembentuk terumbu karang
dari Filum Coridaria , Ordo Sceractinia yang hidup bersombiosis
dengan Zooxanthellae dan sedkit algae berkapur serta organisme lain
yang mensekresikan kalsium karbonat.
2.
Terumbu karang lunak (Soft coral) berbanding terbalik dengan karang
keras karena karang lunak tidak bersombiosis dengan alga dan
bentuknya seperti tanaman.
8
b. Terumbu karang penghalang (Barrier reefs)
Terumbu karang ini terletak pada jarak yang relatif jauh dari pulau, sekitar
0,52 km kearah laut lepas dengan kondisi oleh perairan berkedalaman hingga
75 meter. Terkadang membetuk lagoon (kolom air) atau celah perairan yang
lebarnya mencapai puluhan kilometer. Umumnya karang penghalang tumbuh di
sekitar pulau sangat besar atau benua membentuk gugusan pulau karang yang
terputus putus.Contonya di Batuan Tengah (Bintan,Kepulaun Riau), Spermonde
(Sulawesi Selatan), dan Kepulauan Banggai (Sulawesi Tengah).
9
Tabel 1. Komponen Lifeform Terumbu Karang.
Kategori Kode Keterangan
Dead Coral DC Karang yang baru mati, berwarna putih.
Dead Coral with DCA Karang mati yang masih nampak
Algae bentuknya, tapi sudah muIai diturnbuhi
alga halus.
Acropora :
Branching ACB Bentuknya bercabang seperti ranting
pohon.
Encrusting ACE Bentuk merayap, biasanya pada Acropora
yang belum sempurna.
Submassive ACS Percabangan bentuk gada/lempeng dan
kokoh. Bentuk percabangan rapat dengan
cabang Bentuk seperti jari-jari tangan.
Digitate ACD Bentuk bercabang dengan arah mendatar,
rata.
Tabulate ACT Bentuk seperti meja.
Non Acropora :
Branching CB Bentuk bercabang seperti ranting pohon.
Encrusting CE Merayap, hampir seluruh bagian
menempel pada substrat.
Foliose CF Bentuk menyerupai lembaran daun.
Massive CM Bentuk seperti batu besar yang padat dan
bentuk kompak.
Submassive CS Bentuk kokoh dengan tonjolan-tonjolan
kecil.
Mushroom CMR Soliter, bentuk seperti jamur.
Millepora CME Adanya warna kuning di ujung koloni dan
rasa panas terbakar bila tersentuh.
Heliopora CHL Adanya warna biru pada skeletonnya.
Abiotik :
Sand S Pasir.
Rubble R Serakan/Patahan Karang Mati.
10
Silt SI Lumpur/Lanau.
Water WA Celah dengan Kedalaman >50 cm.
Rock RCK Batu Vulkanin.
Algae :
Alga Assemblage AA Terdiri lebih dari satu jenis algae.
Coralline Algae CA Alga yang mempunyai struktur kapur.
Macro Algae MA Alga yang berukuran besar.
Truf Algae TA Menyerupai rumput-rumput halus.
Biotik Lainnya :
Soft Corals SC Karang dengan tubuh lunak.
Sponge SP Sponge.
Zoanthid ZO Crinoid.
Others OT Anemon, Teripang, Kimia dan lain-lain.
Sumber : (English dkk., 1994).
2. Cahaya
Cahaya memiliki pengaruh yang sangat besar dalam pertumbuhan hewan
karang mengingat hidupnya bersimbiosis dengan ganggang (zooxanthellae)
yang melakukan proses fotosintesis. Tanpa cahaya yang cukup laju fotosintesis
berkurang dan kemampuan karang menghasilkan kalsium karbonat pembentuk
terumbu juga akan berkurang. Jumlah spesies terumbu karang dapat berkurang
11
secara nyata pada kedalaman penetrasi cahaya sebesar 15-20% dari penetrasi
permukaan yang secara cepat menurun mulai dari kedalaman 10 m (Mellawati
et al., 2012).
3. Salinitas
Salinitas ideal bagi pertumbuhan karang adalah berkisar 30-360/00, air
tawar dengan sanilitas rendah dapat membunuh karang. Oleh karena itu karang
tidak dijumpai pada sungai maupuan muara sungai yang memiliki salinitas
rendah (Giyanto et al, 2017).
4. Sedimentasi
Arus dan sirkulasi air laut diperlukan dalam penyuplaian yang diperlukan
dalam proses pertumbuhan karang dan suplai oksigen dari laut lepas, selain itu
arus dan sirkulasi air laut juga berperan dalam proses pembersihan dari
endepan material yang menempel pada polip karang (Giyanto et al, 2017).
7. Substrat
Substrat keras sangat tepat unuk larva karang menempel dan tumbuh
dengan sifat substratyang keras larva karang mampu mempertahankan diri dari
12
hampasan ombak dan arus yang kuat (Aldila,2011).
2.3 Manfaat dan Fungsi Terumbu Karang
a. Manfaat Terumbu Karang
Secara umum manfaat terumbu karang dalam Lampiran Keputusan mentri
Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP.38/MEN/2004 adalah sebagai berikut:
1. Pelindung pantai dari angin, pasang surut, arus dan badai.
2. Sumber plasma nutfah dan keanekaragaman hayati yang diperlukan bagi
industri pangan, bioteknologi, dan kesehatan.
3. Tempat hidup ikan-ikan, baik ikan hias maupun ikan target, yaitu ikan-ikan
yang tinggal di terumbu karang.
4. Tempat perlindungan bagi organisme laut.
5. Penghasil bahan-bahan organik sehingga memiliki produktivitas organik yang
sangat tinggi dan menjadi tempat mencari makan, tempat tinggal, dan
penyemaran bagi komunitas ikan.
6. Bahan kontruksi jalan dan bangunan, bahan baku industri dan perhiasan,
seperti karang batu.
7. Daerah perikanan tangkap dan wisata karang yang secara sosial ekonomi
memiliki potensi yang tinggi.
8. Perlindungan pantai terhadap erosi gelombang.
13
3. Fungsi perlindungan pantai
Jenis terumbu karang yang berfungsi untuk melindungi pantai adalah terumbu
karang tepi dan penghalang. Jenis terumbu karang ini berfungsi sebagai
pemecah gelombang alami yang melindungi pantai dari erosi, banjir pantai, dan
peristiwa perusakan lainnya yang diakibatkan oleh fenomena air laut. Terumbu
karang juga memberikan kontribusi untuk akresi (penumpukan) pantai dengan
memberikan pasir untuk pantai dan memberikan perlindungan terhadap desa-
desa dan infrastruktur seperti jalan dan bangunan-bangunan lainnya yang
berada di sepanjang pantai. Apabila dirusak, maka diperlukan milyaran rupiah
untuk membuat penghalang buatan yang setara dengan terumbu karang.
4. Fungsi biodiversitas
Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas dan keanekaragaman
jenis biota yang tinggi. Keanekaragam hidup di ekosistem terumbu karang per
unit area sebanding atau lebih besar dibandingkan dengan hal yang sama di
hutan tropis. Terumbu karang ini dikenal sebagai laboratorium untuk ilmu
ekologi. Potensi untuk bahan obat-obatan, anti virus, anti kanker dan
penggunaan lainnya sangat tinggi.
2.4 Monitoring Umum Terumbu Karang
Ada banyak metode yang dapat digunakan untuk mengetahui kondisi
penutupan terumbu karang. Menurut Rudi dan Yusri (2013), metode monitoring
dapat dibedakan sebagai berikut :
2.4.1 Metode Monitoring Skala Luas
1. Manta Tow
14
daerah terumbu karang yang luas dalam waktu yang pendek, biasanya untuk
melihat kerusakan akibat adanya badai topan, bleaching, daerah bekas bom dan
hewan Acanthaster plancii (Bulu seribu). Teknik ini juga sering digunakan untuk
mendapatkan daerah yang mewakili untuk di survei lebih lanjut dan lebih teliti
dengan metoda transek garis.
Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan Metode Manta Tow adalah:
1) Sebuah area yang luas dapat disurvei dalam waktu singkat.
2) Gampang dilakukan setelah pelatihan sederhana dan singkat.
3) Membutuhkan peralatan yang murah.
4) Pengamat tidak akan kelelahan untuk memonitor wilayah yang luas.
Metode Timed Swim adalah metode yang dikembangkan untuk skala luas
ataupun sedang, misalnya dalam sistem peringatan dini cepat dalam melihat
suatu perubahan penutupan karang, perikanan dengan bom atau bleaching.
Dengan metode ini, pengamat berenang pada suatu kedalaman dan kecepatan
yang konstan selama waktu tertentu.
15
Metode Timed Swim memberikan beberapa keuntungan antara lain:
1) Memberikan keakuratan yang lebih besar dibanding Manta Tow karena
waktu yang lebih lama dan area yang disurvei lebih dekat untuk dilihat.
2) Tidak memerlukan training khusus.
3) Area yang luas dapat disurvei dalam waktu singkat.
4) Sangat berguna untuk memperoleh daftar spesies yang ada di suatu
wilayah
5) Murah, tidak membutuhkan kapal
Namun, metode ini memiliki kekurangan antara lain:
1) Sangat melelahkan.
2) Sulit dilakukan jika kawasan pengamatan sangat luas.
3) Subyektifitas pengamat dapat menyebabkan data menjadi bias.
4) Pengukuran hanya berdasarkan perkiraan.
5) Tidak dapat mendeteksi perubahan yang kecil dalam ekosistem.
16
Kekurangan :
1) Tidak dapat dilakukan untuk mengambil data di tubir dan kawasan
bergua.
2) Jumlah titik (poin) yang dibutuhkan harus disesuaikan kondisi dilapangan.
3) Tidak cocok untuk jenis-jenis yang jarang ditemui.
4) Informasi tentang ukuran koloni karang tidak dapat diperoleh.
2. LIT (Line Intercept Transek)
17
6) Bisa mendapatkan ukuran koloni karang, yang merupakan indikator
stabilitas komunitas
7) Memerlukan peralatan minimal dan relatif sederhana.
8) Dapat mengukur kerapatan relatif
9) Dapat dikombinasikan dengan teknik serupa, misalnya belt dan video
transect maupun sensus ikan.
10) Informasi mengenai ukuran koloni dapat diperoleh.
Kekurangan metode LIT ini adalah:
1) Sangat sulit untuk standarisasi beberapa ketegori lifeform di antara
sejumlah pengamat.
2) Tujuannya hanya terbatas pada data persentase penutupan dan atau
kelimpahan relatif.
3) Pengamat haruslah penyelam yang baik.
4) Tidak dapat digunakan untuk masalah-masalah demografi seperti
pertumbuhan, rekrutmen dan mortalitas.
5) Tidak bagus digunakan untuk pendugaan kuatitatif persentase penutupan
spesies yang jarang atau kecil.
6) Memerlukan waktu yang lebih lama sehingga biaya juga meningkat.
7) Membutuhkan keahlian khusus sesuai dengan tingkat presisi data dan
informasi yang diinginkan.
8) Tidak bisa digunakan untuk biota yang jarang ditemukan atau terlalu kecil.
2.4.3 Metode Pemantauan Skala Detail
1. Quadran
Ilustrasi Quadran
Metode ini termasuk metode yang cukup komprehensif dan dapat
digunakan untuk mengamati berbagai macam parameter. Dalam sebuah
kuadrat, pengamat dapat mengamati banyak hal dari yang umum hingga
mendetil.
18
Kelebihan:
1) Dapat melihat perubahan kecil.
2) Cocok untuk jenis-jenis yang kecil, jarang, atau yang suka bersembunyi.
3) Informasi mendetil mulai dari persentase tutupan, kelimpahan, hingga
frekuensi.
Kekurangan :
1) Memakan banyak waktu
2) Penempatan kuadrat dapat merusak karang jika tidak hati-hati.
3) Tidak cocok untuk biota yang berukuran lebih dari 1 m.
2. Transek Sabuk
19
Beberapa keuntungan dengan menggunakan metode ini adalah:
1) Biaya yang murah
2) Khususnya dengan menggunakan tenaga sukarela
3) Proses pembelajaran dan membangkitkan kepedulian
4) Memberikan gambaran global kesehatan terumbu karang
5) Pengulangan survey dapat dilakukan sebagai suatu program monitoring
lokal.
Sementara itu kekurangan metode ini adalah secara idealnya
pengulangan dilakukan lebih dari 4 kali per site dan lebih dari 4 kali survey
dilakukan dalam setahun supaya data dapat dibandingkan, dengan demikian hal
ini akan menambah mahal biaya operasional.
3. UPT (Underwater Photo Transect)
20
2.4.4 Software CPCe (Coral Point Count With Excel extensions)
Coral Point Count With Excel extensions adalah program Visual Basic
yang memfasilitasi secara otomatis dan cepat proses analisis perhitungan titik
secara random. CPCe dikembangkan oleh National Coral Reef Institute’s (NCRI)
bertujuan untuk menyediakan alat yang berguna bagi para peneliti, pengelolaan
terumbu karang dan individu yang terlibat dalam pemantauan terumbu karang,
penilaian dan pemulihan. CPCe dibuat dan tersedia secara gratis untuk
masyarakat ilmiah sebagai hak cipta freeware dan tidak bisa dijual, dimodifikasi
atau didistribusikan ulang (Kohler dan Gill, 2006).
CPCe merupakan piranti lunak yang dapat diunduh secara bebas. CPCe
digunakan untuk menghitung luas area dan pemilihan sampling titik (Giyanto,
dkk., 2014). Foto-foto hasil pemotretan bawah air di setiap interval 1m garis
transek selanjutnya dianalisis untuk mendapatkan data-data kuantitatif seperti
persentase tutupan masing-masing biota atau substrat. Saat ini terdapat piranti
lunak pemrosesan analisis foto antara lain Sigma Scan Pro, Image J ataupun
CPCe (Coral Point Count With Excel extensions).
Data kuantitatif didapatkan dengan menganalisis setiap frame pada foto
dengan melakukan pemilihan sampel titik secara acak. Teknik ini digunakan
dengan menentukan banyaknya titik acak (Random Point) yang dipakai untuk
menganalisis foto. Jumlah titik acak yang digunakan sebanyak 30 buah untuk
setiap framenya, dan telah representative untuk menduga persentase tutupan
kategori dan substrat. Teknik ini merupakan aplikasi dari penarikan sampel,
dimana sebagai populasinya adalah semua biota dan substrat yang terdapat
dalam frame foto, sedangkan sampelnya adalah titik-titik yang dipilih secara acak
pada foto tersebut. Data yang dicatat hanyalah biota dan substrat yang berada
tepat pada posisi titik yang telah ditentukan secara acak oleh Software CPCe
(Giyanto, dkk., 2014).
21
2.5 Pemetaan Sebaran Terumbu Karang
22
III. METODE PRAKTIK
23
7 Patok tanda Penanda transek
8 Tali nangsi Tali transek
9 Pelampung Penanda patok transek
10 Harddisk eksternal Menyimpan foto
11 Laptop Menganalisa foto
12 Program CPCe Mengolah data
13 Hand Refraktometer Pengambilan data salinitas
14 Termometer Pengambilan data suhu
15 Kertas Lakmus Pengambilan data pH
16 Secchii disk Pengambilan data kedalaman
17 Current drogue Pengambilan data arus
24
pada Gambar 5. Untuk keseragaman dalam penarikan garis transek, posisi
pulau berada di sebelah kiri garis transek.
25
(Gambar 6a), sedangkan untuk frame dengan nomor genap (2, 4, 6,...,50)
diambil pada bagian sebelah kanan garis transek (Gambar 6b).
a b
26
3.2.2.2 Penilaian Kondisi Terumbu Karang
27
5. Data lapangan yang diketahui persentase tutupan karangnya, kemudian
dipilih suatu nilai dominan. Nilai dominan digunakan sebagai area pelatihan
untuk klasifikasi terumbu karang.
6. Hasil klasifikasi kemudian disajikan dalam bentuk peta.
3.2.3 Pengolahan Data
Aplikasi CPCe Version 4.1 (Coral Point Count With Excel extension)
merupakan suatu aplikasi komputer yang dapat digunakan untuk menghitung
luasan dari substrat dasar suatu foto hasil pengamatan yang menggunakan
kamera digital bawah air (Giyanto et al., 2014). Selain dapat digunakan untuk
menghitung persentase tutupan substrat dasar dengan metode point count,
dapat juga digunakan untuk menghitung luasan dari masing-masing tipe substrat
dasar yang akan kita analisis. Adapun langkah-langkah dalam pengolahan data
antara lain :
a. Analisis berdasarkan foto hasil pemotretan dilakukan menggunakan
komputer dan piranti lunak (software) CPCe. Sebanyak 30 sampel titik acak
dipilih untuk setiap frame foto dan untuk setiap titiknya diberi kode sesuai
dengan kode masing-masing kategori dan biota serta substrat yang berada
pada titik acak tersebut (Gambar 8).
28
d. Sebagai catatan banyaknya titik acak untuk setiap 1 foto adalah 30 titik
sehingga untuk 1 garis transek yang terdiri dari 50 buah foto maka
banyaknya titik acak 1.500 titik.
e. Nilai tutupan karang hidup untuk satu stasiun penelitian adalah sama dengan
nilai tutupan karang hidup untuk satu garis transek pada stasiun pengamatan
tersebut (bila hanya dilakukan satu transek saja pada setiap stasiun
penelitian).
f. Berdasarkan nilai tutupan karang hidup yang diperoleh, maka dapat
ditentukan status kondisi terumbu karang.
29
tahun 2001 tentang kriteria baku kerusakan terumbu karang.Status terumbu
karang dikelompokkan atas 4 kategori sebagai berikut:
a. Baik sekali : 75%-100%
b. Baik : 50%-74,9%
c. Sedang : 25%-49,9%
d. Buruk : 0%-24,9%
Citra data satelit yang digunakan adalah Landsat 8.0 Tahun 2023, data
tersebut digunakan untuk mengidentifikasi persebaran terumbu karang spasial
dan mengukur luasan terumbu karang ada pada saat pengambilan data gambar.
Informasi Terumbu karang spasial diperoleh dengan pendekatan penginderaan
jauh. Banyak ekosistem terumbu karang ditemukan di daerah perairan dangkal
yang dapat memudahkan interpretasi dengan spektrum tampak. Spektrum yang
terlihat memiliki panjang gelombang 0,4-0,7 mikrometer dan terdiri dari warna
biru (0,4-0,5 mikrometer), warna hijau (0,5-0,6 mikrometer), dan merah (0,6-0,7
mikrometer). Spektrum tampak dapat ditembus hingga kedalaman 20 m. Lihat
informasi mengenai terumbu karang dan persebaran terumbu karang dapat
diinterpretasikan dari Citra Landsat, dengan pendekatan Algoritma Lyzenga
dapat melihat klasifikasi seperti karang, daerah berpasir, rumput laut, bebatuan,
hingga daerah berlumpur. Studi ini akan menembak pada klasifikasi area
berpasir dan area Tersusun,untuk mendapatkan objektivitas dari
penelitian.dentifikasi persebaran terumbu karang telah dilakukan dengan
menganalisis citra Landsat ETM 8. Gambar Landsat ETM 8 dapat digunakan
untuk bantuan sebaran terumbu karang dengan kombinasi pita terlihat (x) dan
infra merah dekat dan media, yaitu dengan membuat citra konfigurasi RGB band
542 dan 421 melalui algoritma tertentu. Proses analisis disajikan dalam diagram
alir pada Gambar 1. Penggunaan RGB 542 terutama ditujukan untuk melihat
sebaran karang secara keseluruhan sementara RGB 421 digunakan untuk
mengekstrak digit nilai nomor (DN) dalam analisis menggunakan algoritma. Band
ini adalah band yang dapat digunakan untuk tujuan berikut:
30
Band 1: tingkat kekeruhan air dan untuk analisis karakteristik penggunaan
lahan dan vegetasi yang khas.
Dari tahap ini diperoleh gambaran baru dari transformasi Lyzenga. Gambar
yang telah mengalami algoritma Lyzenga komposisi warna baru akan muncul, di
mana daratan akan menjadi hitam saat air dangkal dibagi menjadi beberapa
kelas warna, yaitu:
31
DAFTAR PUSTAKA
Burke LE, Selig, Spalding M. 2002. Reef At Risk In Southeast Asia. World
Resources Institute.
Hadi, T.A., Giyanto., Prayudha, B., Hafizt, M., Budiyanto, A., Suharsono. 2018
Status Terumbu Karang Indonesia 2018. Jakarta Utara : Pusat Penelitian
Oseanografi-LIPI
32
Rumkorem OLY, Kurnia R, Yulianda F. 2019. Asosiasi Antara Tutupan
Komunitas Karang Dengan Komunitas Ikan Terumbu Karang Di Pesisir
Timur Pulau
Souter DW, Linden O. 2000. The Health And Future Of Coral Reef System.
Ocean And Coastal Management 43: 657-688.
Suryono, Wibowo E, Ario N, Taufik N, Nuraini RAT. 2018. Kondisi Terumbu
Karang Di Perairan Pantai Empu Rancak, Mlonggo, Kabupaten Jepara.
Jurnal Kelautan Tropis 21(1):49-54.
Siringoringo RM, Hadi TA. 2013. Kondisi Dan Distribusi Karang Batu (Scleractinia
corals) Di Perairan Bangka. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis 5(12):
273-285.
Yusuf, S., dkk. 2015. Kondisi Terumbu Karang dan Ekosistem Terkait di
Liukang Tuppabiring Kabupaten Pangkep. Universitas Hasanuddin dan
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Coremap CTI. 49 halaman.
33