KELOMPOK II
Oleh :
Menyetujui :
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Mengetahui :
Ketua Program Studi
Teknik Penangkapan Ikan Politeknik kelautan dan Perikanan Bitung
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis persembahkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan Praktik Pengenalan Kehidupan Masyarakat Kelautan dan
Perikanan (PPKM-KP) yang berjudul “KEGIATAN PRAKTIK PENGENALAN
KEHIDUPAN MASYARAKAT KELAUTAN DAN PERIKANAN DI
KELURAHAN BATU PUTIH BAWAH, KECAMATAN RANOWULU, KOTA
BITUNG, SULAWESI UTARA”. Penulis menyadari bahwa proses persiapan,
pelaksanaan, dan penyusunan laporan PPKM-KP ini melibatkan bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini menyampaikan
penghargaan dan terima kasih kepada :
1. Daniel H. Ndahwali, S.Pi, M.Si selaku Direktur Politeknik Kelautan dan
Perikanan Bitung atas izin pelaksanaan PPKM-KP di KELURAHAN BATU
PUTIH BAWAH;
2. Ir. Jenny I. Manengkey, M.Si selaku pembimbing Utama yang telah memberikan
bimbingan dan arahan kepada kami untuk melaksanakan PPKM-KP;
3. Elsari Tanjung Putri S.Pi, M. Eng selaku pembimbing Pendamping yang telah
memberikan bimbingan dan motivasi kepada kami;
4. Ir.Jul Monohas, M.Si Selaku Ketua Program Studi yang telah memberikan
arahan dan motivasinya;
5. Bapak Gesmen Kastilong selaku pembimbing eksternal yang membantu saat
kegiatan PPKM-KP;
6. Pihak- pihak yang telah membantu Ibu, Ayah, Keluarga dan semua rekan – rekan
kelompok Semoga laporan PPKM-KP ini bermanfaat bagi kemajuan sektor
kelautan dan perikanan.
Bitung, Mei 2023
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
4.1 Profil Kelurahan Batu Putih Bawah……………………...………..…..............15
4.2 Aktivitas Masyarakat Pesisir Kelurahan Batu Putih Bawah…......................…16
4.2.1 Penangkapan Ikan……………………………………..............…......16
4.2.2 Pengolahan Hasil Tangkapan…………………………..................…23
V. SIMPULAN DAN SARAN............................................................................... .25
5.1 Simpulan……………………………………………………...…….............….25
5.2 Saran……………………………………………………………............…...…25
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 26
LAMPIRAN.............................................................................................................27
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kondisi Spesifik Masyarakat Pesisir.............................................................4
Tabel 2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan..................................16
Tabel 3. Hasil Tangkapan………………………………….…..……………...…...23
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
I. PENDAHULUAN
1
Pola kehidupan masyarakat di Batu Putih Bawah cenderung mengikuti daerah
asalnya yaitu berada di pesisir laut. Mata pencaharian masyarakat setempat adalah
nelayan, petani, buruh, dan PNS. Mata pencaharian sebagai nelayan mendominasi
pekerjaan masyarakat di kelurahan ini. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis
mengambil judul “KEGIATAN PRAKTIK PENGENALAN MASYARAKAT
KELAUTAN DAN PERIKANAN DI KELURAHAN BATU PUTIH BAWAH,
KECAMATAN RANOWULU, KOTA BITUNG, SULAWESI UTARA”.
1.2. Tujuan
1. Dapat memahami kehidupan masyarakat kelautan dan perikanan di
Kelurahan Batu Putih Bawah.
2. Dapat mengidentifikasi usaha-usaha perikanan di Kelurahan Batu Putih
Bawah.
3. Dapat melakukan operasi penangkapan dengan bagan.
2
II. TINJAUAN UMUM LOKASI
2.1 Karakteristik Wilayah Pesisir
Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara darat dan laut yang
bagian lautnya masih dipengaruhi oleh aktivitas daratan, seperti sedimentasi dan
aliran air tawar, dan bagian daratannya masih dipengaruhi oleh aktivitas lautan
seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin (Ketchum, 1972).
GESAMPI (2001) mendefinisikan wilayah pesisir sebagai wilayah daratan dan
perairan yang dipengaruhi olch proses biologis dan fisik dari perairan laut maupun
dari daratan, dan didefinisikan secara luas untuk kepentingan pengelolaan sumber
daya alam. Sehingga deliniasi wilayah pesisir ini dapat berbeda tergantung dari aspek
administratif, ekologis, dan perencanaan.
Sebagaimana telah diubah dengan UU No.1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil mendefinisikan wilayah pesisir sebagai
daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di
darat dan laut. Dalam konteks ini, ruang lingkup pengaturan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil meliputi daerah peralihan antara ekosistem dalat dan laut yang
dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, ke arah darat mencakup wilayah
administrasi kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 (dua belas) mil menurut batas
yurisdiksi suatu negara.
Karakteristik umum wilayah laut dan pesisir adalah sebagai berikut.
merupakan kawasan yang strategis karena memiliki topografi yang relatif mudah
dikembangkan dan memiliki akses yang sangat baik (dengan memanfaatkan laut
sebagai "prasarana" pergerakan). merupakan kawasan yang kaya akansumber daya
alam, baik yang terdapat di ruang daratan maupun ruang lautan, yang dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Karakteristik utama coastal zone (wilayah pesisir) tersebut antara lain:
1. Merupakan bagian dunia yang memiliki ekosistem yang paling produktif
(estuaria, daerah genangan, terumbu karang),
2. Kaya akan sumber daya hayati (mangrove, terumbu karang, ikan dan bahan
Tambang/mineral),
3
3. Dipengaruhi kekuatan gaya dinamis (erosi, akresi, badai gelombang,
bertambahnya permukaan perairan laut).
4. Kepadatannya dari kepadatan penduduk dunia,
5. Diharapkan menyerap sebagian besar pertambahan penduduk global di masa
depan.
6. Merupakan tempat yang cocok untuk pelabuhan, fasilitas
industri,pengembangan kota, turisme, penelitian, pertanian, dan pembuangan
limbah
2.2 Masyarakat Pesisir
Masyarakat pesisir merupakan masyarakat yang bertempat tinggal di daerah
pantai yang sebagian besar merupakan nelayan memiliki karakteristik yang berbeda
dengan masyarakat lainnya. Perbedaan ini dikarenakan keterkaitan erat dengan
karakteristik ekonomi wilayah, latar belakang budaya dan ketersediaan sarana dan
prasarana penunjang. Pada umumnya masyarakat pesisir memiliki budaya yang
berorientasi selaras dengan alam sehingga teknologi memanfaatkan sumberdaya
alam adalah teknologi adaptif dengan kondisi pesisir. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Faizal (2002) masyarakat di wilayah pesisir memiliki pendidikan
rendah, produktivitas yang sangat tergantung pada musim, terbatasnya modal usaha,
kurangnya sarana penunjang, buruknya mekanisme pasar dan sulitnya transfer
teknologi dan komunikasi yang mengakibatkan pendapatan masyarakat pesisir
menjadi tidak menentu. Kondisi spesifik masyarakat pesisir disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Kondisi Spesifik Masyarakat Pesisir
Tipikal Kondisi Spesifik
Ekologis dan Geografis a. Zona Ekologi yang luasan daerah yang dikelola
relatif sempit.
b. Aspek fisik lautan menyebabkan produktivitas
yang tinggi dalam kegiatan suatu hari pelayaran.
c. Adanya keterbatasan dalam transportasi laut,
pelabuhan atau alternatif untuk mendapatkan
bagian daratan.
4
d. Berhadapan langsung dengan kondisi alam yang
berbahaya seperti angin, arus laut, dan berbagai
masalah: malaria, kesulitan air bersih, banjir,
kekeringan serta badai.
5
d. Ketidaktergantungan pada hukum positif.
umumnya masyarakat memiliki aturan lokal
untuk memanfaatkan sumberdaya setempat
e. Adanya tindak kejahatan oleh orang-orang
tertentu berupa pembajakan, pemukulan dan
tindak lain yang kurang diperhatikan
pemerintah
6
Perikanan tangkap merupakan usaha penangkapan ikan dan organisme air
lain nya di dalam alam liar (laur,sungai,danau.dan badan air lainya). Kehidupan
organisme air alam liar dan faktor-faktor nya (hiotik dan abiotik) tidak dikendalikan.
secara sengaja oleh manusia. Perikanan tangkap sebagian besar dilakukan di laut,
terutama di sckitar pantai dan landasan kontinen. Perikanan tangkap juga ada di
danau dan di juga sungai. Hamzens et al., (2007) mengelompokkan nelayan dalam
dua (2) kelompok, yaitu: (1) large scale (nelayan besar); (2) small fishermen (nelayan
kecil).Perbedaan keduanya, didasarkan pada ciri-ciri usahanya, di mana perikanan
tangkap skala besar memiliki ciri, antara lain: (1) diorganisasi dengan cara-cara yang
mirip dengan perusahaan agroindustri di negara-negara maju; (2) relatif lebih padat
modal; (3) memberikan pendapatan yang lebih tinggi daripada usaha perikanan
tangkap sederhana bagi pemilik dan awak perahu; (4) menghasilkan produk ikan
beku dan produk ikan kaleng berorientasi ekspor. Sedangkan usaha perikanan
tangkap skala kecil heroperasi di daerah pesisir yang tumpang tindih dengan kegiatan
budidaya dan bersifat padat karya. Nelayan kecil juga dapat dilihat dari kapasitas
teknologi (alat tangkap dan armada) yang digunakan. Seorang nelayan yang belum
menggunakan alattangkap maju biasanya lebih berorientasi pada pemenuhan
kebutuhan sendiri. Alokasihasil tangkapan yang dijual lebih banyak untuk memenuhi
kebutuhan pokok sehari hari (khususnya pangan) dan bakan untuk diinvestasikan
kembali untuk pengembangan skala usaha (Widjaja dan Kadarusman, 2019).
7
control. (6) purchasing. (7) quality control, (8) mechanic electric Setiap kepala
departemen dibantu oleh supervisor, asisten supervisor dan staf pekerja
(Hendriaswari, 2018 dalam Widjaja dan Kadarusman, 2019).
8
Gambar 1. Ikan asin
Usaha perikanan pengolahan adalah jenis kegiatan usaha dengan tujuan untuk
meningkatkan nilai tambah atau nilai jual yang dimiliki oleh sebuah produk
perikanan, baik yang berasal dari bidang usaha perikanan tangkap.
Selain itu, kegiatan usaha ini juga bertujuan untuk mendekatkan produk
perikanan ini ke pasar dengan harapan dapat diterima oleh konsumen yang lebih luas.
Contoh jenis usaha ini antara lain pembuatan ikan asin, nugget ikan, sarden, bakso
ikan, dan lain sebagainya.
2.5 Operasi Penangkapan menggunakan bagan.
9
Pada awalnya lampu dipergunakan untuk bagan apung adalah petromaks atau
lampu gas, namun seiring dengan perkembangan teknologi dan sulitnya untuk
mendapatkan bahan bakar dan untuk memudahkan pekerjaan, maka belakangan ini
peran lampu petromaks sudah digantikan dengan tenaga listrik/gen set atau bateray
yang berfungsi untuk memberi cahaya diatas alat atau bola lampu di tengelamkan
didalam air untuk menarik perhatian ikan.
Pada pengoperasian bagan apung dilakukan pada malam hari lampu
dinyalakan sehingga ikan terkumpul maka alat ini diangkat, jenis alat ini
termasuk Boat Lift Net atau Floating Lift Net yaitu alat yang menggunakan kapal dan
di apungkan diatas permukaan air dan termasuk alat klasifkasi kelompok Lift And
Dip Net di Indonesia termasuk kelompok anco, soma dan bagan tancap atau juga
boke ami di jepang. Bagan boke ami ini banyak dipergunakan di jepang untuk tujuan
mengkap jenis ikan kembung kemudian berkembang menjadi alat tangkap ikan teri,
cumi-cumi, dan sardine.
Kontruksi bagan apung ini merupakan jaring berbentuk segi empat dan
menggunakan dua buah tiang sebagai penggantung dan pembuka jaring, bagian atas
jarring diberi alat pelampung dan bagian sebelah bawah di ikatkan pemberat. Bagian
bawah dilengkapi tali penarik bila dilakukan secara manual, untuk kapal yang telah
dilengkapi dengan winch maka di kapal dilengkapi pula relling, yang banyaknya
sesuai dengan jumlah tali yang dipergunakan. Tali ini berfungsi sebagai penarik dan
juga pengangkat jaring dalam air.
Bahan yang digunakan untuk membuat bagan apung adalah jaring, tali,
gantungan jarring, bahan yang dipakai terutama bahan yang kuat dan tahan lama,
tahan terhadap beban dan tahan terhadap gesekan, sifat bahan tersebut umumnya
terdapat pada bahan-bahan tali jarring terbuat dari serat synthesis seperti saran,
campuran nilon, tetoran (polyster), polypropelen, vinylon, dan nylon. Selain itu
bahan yang digunakan untuk membuat bagan apung adalah pemberat (timah, besi),
pelampung, cincin dan kayu tiang.
Teknik pengoperasian bagan apung di awali dengan bagaimana persiapan
menuju fishing ground (daerah penangkapan) seperti persiapan bahan-bahan melaut
(solar, air, es, minyak tanah dll). Ketika sampai ke fishing ground dan hari menjelang
malam, maka lampu dinyalakan dan jarring biasanya tidak langsung diturunkan
10
hingga tiba saatnya ikan terlihat berkumpul dilokasi bagan atau angin masuk kedalam
area cahaya lampu. Namun tidk menutup kemungkinan ada pula sebagian nelayan
yang langsung menurunkan jarring setelah lampu dinyalakan. Untuk menarik
perhatian ikan kita nyalakan lampu yang telah terpasang pertama lampu-lampu yang
berwarna putih dinyalakan yang dpasang pada kedua sisi kapal di lambung kiri dan
lambung kanan kapal. Untuk memadamkan lampu ikan pada satu titik
tertentu/mengkonsentrasikan ikan maka yang berwarna putih yang dipasang tadi
maka lampu putih dimatikan yaitu lampu yang dipasang pada lambung yang tidak
ada jarring di pasang. Untuk menarik perhatian ikan agar ikan naik ke permukaan
dan mencegah ikan terlalu liar maka lampu putih yang diatas jarring di padamkan
dan lampu merah dinyalakan sehingga ikan berkumpul di atas permukaan air.
Setelah menunggu beberapa jam dan ikan mulai terlihat berkumpul dilokasi
penangkapan, maka jarring diturunkan ke perairan, jarring biasanya diturunkan
secara perlahan-lahan dengan memutar roller. Penurunan jarring beserta tali
penggantung dilakukan hingg jarring mencapai kedalaman yang diinginkan. Proses
ini disebut proses setting.
Selama jaring berada dalam air, nelayan melakukan pengamatan tehadap
keberadaan ikan disekitar kapal untuk memperkirakan kapan jarring akan diangkat.
Lama jarring berada dalam perairan (perendaman air) bukan bersifat
ketetapan. Setelah dikira ikan telah berkumpul di permukaan diatas jarring, lakukan
pengankatan jaring (lifting). Kegiatan lifting ini diawali dengan pemadaman lampu
secara bertahap, hal ini dimaksudkan agar ikan tidak terkejut dan tetap terkonsntrasi
pada bagian perahu disekitar lampu yang masih mennyala. Ketika ikan masih
terkumpul di tengah-tengah jaring, jarring tersebut mulai diitarik kep permukaan
hingga akhirnya ikan akan tertangkap oleh jaring. Lifting dilakukan dengan memulai
memadamkan lampu verwarna merah sehingga ikan berkumpul dan lebih naik ke
permukaan air, lalu jarring ditarik perlahan dengan tidak menimbulkan suara kejutan
dan diangkat kepermukaan dengan mennggunkan tali pengangkat.
Daerah pengoperasian alat tangkap ini adalah perairan yang subur, selalu
tenang, tidak banyak dipengaruhi oleh aanya gelombang besar, angina kencang dan
arus yang kuat. Bagan perahu hamir tersebar diseluruh daerah penangkapan
perikanan.
11
Hasil tangkapan bagan perahu pada umumnya adalah ikan pelagis kecil seperti
ikan tembang, ikan malalugis, japuh, selar, pepetek, kerot-kerot, cumi-cumi,
sotong,layur, dan kembung.
12
III. METODE PRAKTIK
13
3.4 Analisis Data
Data yang didapat dan sudah diolah terlebih dahulu selanjutnya di analisa
dengan menggunakan analisis deskriptif yaitu analisa yg menggambarkan keadaan
sebenarnya yang terjadi dilapangan dan kemudian dibandingkan dengan teori yang
ada.
14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
15
Tingkat pendidikan penduduk di Kelurahan Batu Putih Bawah bervariasi dari
tingkat SD sampai dengan tingkat perguruan tinggi data tersebut disajikan pada tabel
2.
Tabel 2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat Jenis kelamin
Pendidikan Laki-laki Perempuan
TK 15 7
SD 127 133
SMP 76 65
SMA 63 71
PEGURUAN 8 8
TINGGI
(Sumber: Kelurahan Batu Putih Bawah, 2023)
Jumlah agama yang ada di kelurahan batu putih bawa yaitu, Islam 61 orang,
katolik 11 orang dan sebagian besar penduduk beragama kristen protestan dengan
jumah 1833 orang.
Pekerjaaan penduduk di Kelurahan Batu Putih Bawah 95%di dominasi oleh
nelayan dan 5% lainnya adalah pegawai, TNI, karyawan, tukang dan petani. Ada juga
nelayan yang mempunyai ladang pertanian, jadi di saat pencarian ikan melimpah
mereka pergi melaut, tetapi ketika cuaca tidak mendukung mereka bekerja menjadi
petani.
16
Bagan merupakan alat tangkap ikan yang termasuk dalam klasifikasi jaring
angkat untuk menangkap ikan pelagis kecil (ikan malalugis). Salah satu nelayan
yang kami wawancarai saat melakukan kegiatan PPKM-KP adalah Bapak Dila.
Jenis bagan yang digunakan yaitu bagan apung. Spesifikasi bagan mempunyai
panjang 7 meter, lebar lurus 5 meter, tinggi 5 meter dan lebar atas 3 meter. Bagan
tersebut terbuat dari kayu yang diikat dengan tali temali dilengkapi dengan
pemberat dan jaring disertai lampu. Diatas bagan dibentuk berupa rumah kecil
untuk beristirahat para nelayan. Waktu Pengoperasian : Jam 16:30 WITA sampai
07:00 WITA (keesokan harinya). Pada bagan tersebut dilengkapi mesin
generator berbahan bakar bensin yang berfungsi untuk menyalakan lampu
sebagai penerangan saat proses penangkapan ikan berlangsung. Di atas bagan
tidak dilengkapi alat keselamatan dan kesehatan kerja. Langkah-langkah
pengoperasian :
Kegiatan penangkapan diawali persiapan di fishing base yaitu menyiapkan
bahan bakar bensin, air putih, makanan, alat perkakas, oli dan lain-lain.
Nelayan menuju bagan pada pukul 16:30 WITA.
Jarak tempuh antara pesisir pantai dengan bagan berkisar 25-30 menit.
Pada pukul 17:00 WITA, setelah kami sampai di lokasi tujuan kami segera
memeriksa kondisi kelayakan bagan dan menghidupkan genset untuk digunakan
sebagai penerang di atas bagan dan untuk mengumpulkan ikan. Serta memeriksa
17
kelayakan jaring tangkap, apabila ada kerusakan segera di perbaiki. Pada pukul
17:50 WITA satu persatu lampu mulai dihidupkan.
Pada pukul 19:20 WITA, lampu induk yang berada di tengah jaring
dihidupkan kemudian jaring diturunkan. Setelah ikan-ikan mulai banyak
terkumpul dibawah lampu induk segera menaikan jaring hingga terangkat.
18
Gambar 7. Berkumpulnya ikan di bawah lampu
19
Gambar 9. Jaring penampungan hasil ikan
20
Hasil tangkapan yang diperoleh selama penangkapan sebanyak dua ember cat.
Berdasarkan pengamatan dilapangan hasil tangkapan nelayan tersebut dibayar oleh
pembeli sebesar Rp.300 000 dan dua ikan cakalang.
Biaya Pengeluaran : 100.000/Trip
b. Nelayan Handline (Noru)
21
penangkapan tersebut yaitu tahapan, persiapan, penurunan (setting) dan tahapan
penarikan (hauling).Langkah-langkah pengoperasian :
Persiapan
Tahap persiapan merupakan langkah awal sebelum melakukan
penangkapan, Biasanya para nelayan mempersiapkan beberapa
perlengkapan dan bekal makanan yang diperlukan di laut yaitu alat
tangkap Pancing Ulur ( hand line). Setelah semua persiapan telah
disiapkan maka nelayan siap menuju daerah penangkapan (fishing
ground).
22
termakan oleh ikan, Apabila umpan telah termakan ikan, maka
dengan cepat tali diangkat ke atas perahu, kemudian ikan yang terkait
pada mata pancing dilepaskan dan diletakan di dalam Perahu. Pada
saat ikan dilepaskan dari mata pancing maka tali pancing diturunkan
kembali ke dalam air begitu seterusnya.
Kendala yang selalu di hadapi saat melakukan penangkapan handline adalah
panabang, ikan tajam (predator), sering putus dan cuaca yang menggangu proes
penangkapan karena arus dan gelombang/ombak.
Biaya Pengeluaran:150.000/Trip (Tali,Bensin,Tas)
Penjualan: Dijual Tibo-tibo
Bahan Bakar: Bensin (10 liter)
Pemakaian Generator: 5 Liter
Tabel 3. Hasil Tangkapan
Jenis Ikan Harga Jual
Ikan Tude 1 ember besar 52 kg/900 ekor 700.000 – 1.000.000
Ikan Malalugis 1 ember besar 6,5 kg 300.000
23
Gambar 14. Hasil Olah Ikan Asin
Ikan yang telah disiangi disusun di dalam wadah atau bak kedap air,
kemudian tambahkan larutan garam secukupnya hingga seluruh ikan
tenggelam dan beri pemberat agar tidak terapung
Lama perendaman 1-2 hari, tergantung dari ukuran atau tebalnya ikan dan
derajat keasinan yang diinginkan
Setelah penggaraman, bongkar ikan dan cuci dengan air bersih. Susun ikan
di atas para-para untuk proses pengeringan atau penjemuran.
24
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil praktik pengenalan kehidupan masyarakat Kelautan Dan
Perikanan (PPKM-KP), maka dapat kami simpulkan:
1. Masyarakat di Kelurahan Batu Putih Bawah melakukan kegiatan
penangkapan ikan dan pengolahan tradisional perikanan.
2. Jenis-jenis usaha yang ada di Kelurahan Batu Putih Bawah yaitu usaha
penangkapan ikan menggunakan alat tangkap bagan dan handline(noru) dan
ada juga jenis usaha pengolahan ikan asin.
3. Metode pengoperasian bagan yaitu persiapan, setting, dan hauling.
5.2 Saran
Nelayan di Kelurahan Batu Putih Bawah harus lebih memperhatikan alat-alat
keselamatan diatas kapal mereka (safety equipment). Untuk mengantisipasi jika
terjadi kecelakaan atau hal-hal yang tidak diinginkan ketika melaut/berlayar, dan
juga dapat meminimalisir adanya korban jiwa ketika melaut/berlayar.
25
DAFTAR PUSTAKA
Widjaja, S dan Kadarusman. 2019. Buku Besar Maritim Indonesia (Seri Buku 4):
Sosial Budaya Masyarakat Maritim. AMAFRAD PRESS. Jakarta
Amanah, Fatchiya, dan Syahidah. n.d. (2003). Masyarakat pesisir pada
umumnya adalah berprofesi sebagai nelayan, di mana
Bar, ES (2015). Studi kasus tentang hambatan dan pendukung inovasi hijau dalam
industri peralatan pengolahan ikan. Jurnal Produksi Bersih, 90, 234-
243.https:// doi.org/ 10.1016/ jjelepro.2014.11.055
Departemen Kelautan Dan Perikanan Tangkap. 2001. Pedoman Kerjasama
Operasional Pelabuhan Perikanan. Jakarta: Direktorat Prasarana Perikanan
Tangkap Proyek Pengembangan Dan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Tangkap Pusat.
Faisal. 2002. Dasar-Dasar Manejemen Keuangan, UMM Press,
Yoyagkarta: UMM Press.
Ketchum, 1972. GESAMP 2001. Laporan dan Kajian. Lautan Masalah. Kantor
Koordinasi Program Aksi Global untuk Perlindungan Lingkungan Laut dari
Aktivitas Darat dan Berbasis (UNEP). Konvensi Lingkungan Divisi Den
Haag (UNEP)- Nairobi.
Kusnadi. 2006. Filsoft Pemberdayaan Masyarakat Pesisir.
KOTA BONTANG: BANDUNG Humaniora Utama Press, 2006. Thrane,
M., Nielsen, E. H., Christensen, P(2009). Cleaner production in
Pemrosesan ikan Denmark- pengalaman, status, dan kemungkinan
strategi masa depan. Jurnal Produksi Bersih, 17(3), 380-390.
https:// doi.org/ 10.1016/ j.jelepro.2008.08.006
UU No.1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil. Widjaja, S dan Kadarusman. 2019. Buku Besar Maritim
Indonesia (Seri Buku 4): Sosial Budaya Masyarakat Maritim. AMAFRAD
PRESS, Jakarta,
26
LAMPIRAN
27
Dokumentasi dengan pembimbing eksternal & para nelayan.
3. Hasil
28
Hasil penjualan ikan tude
4 ekor ikan harga jualnya 5 rb.
4. Jurnal kegiatan
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43