Anda di halaman 1dari 51

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Persalinan

1. Pengertian

Persalinan adalah proses pengeluaran (kelahiran) hasil

konsepsi yang dapat hidup di luar uterus melalui vagina ke dunia

luar. Proses tersebut dapat dikatakan normal atau spontan jika bayi

yang dilahirkan berada pada posisi letak belakang kepala dan

berlangsung tanpa bantuan alat-alat atau pertolongan, serta tidak

melukai ibu dan bayi (Sondakh, 2013 : 2).

Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput

ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika

prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37

minggu) tanpa disertai adanya penyulit (JNPK-KR, 2014 : 37).

Menurut Sofian (2012 : 69), persalinan adalah suatu proses

pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang dapat hidup ke

dunia luar, dari rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain.

2. Karakteristik Persalinan

Menurut Eniyati dan Melisa ( 2012 : 9), karakteristik dalam

persalinan normal adalah :

a. Terjadi pada kehamilan cukup bulan (aterm) bukan

prematur ataupun postmatur.


b. Terjadi secara spontan.

c. Terjadi selama 4 jam sampai 24 jam, bukan partus

presipitatus (kurang dari 3 jam) ataupun lama (lebih

dari 24 jam pada primi atau lebih dari 18 jam pada

multi).

d. Janin tunggal dengan presentasi puncak kepala dan

oksiput.

e. Tidak adanya penyulit atau komplikasi.

f. Kelahiran plasenta normal

3. Tanda-tanda Permulaan Persalinan

Sebelum terjadi persalinan sebenarnya beberapa minggu

sebelumnya wanita memasuki “bulannya” atau “minggunya” atau

“harinya” yang disebut kala pendahuluan (preparatory stage of

labor). Ini memberikan tanda-tanda berikut :

a. Lightening atau settling atau dropping yaitu kepala turun

memasuki pintu atas panggul terutama para primigravida.

Pada multipara tidak begitu kentara.

b. Perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun.

c. Perasaan sering-sering atau susah kencing (polakisuria)

karena kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin.

d. Perasaan sakit di perut dan pinggang oleh adanya kontraksi-

kontraksi lemah dari uterus, kadang-kadang disebut “false

labor pains”.
e. Serviks menjadi lembek, mulai mendatar, dan sekresinya

bertambah bisa bercampur darah (bloody show). (Sofian,

2012 : 70).

4. Tahapan Persalinan

a. Kala I

Eniyati dan Melisa (2012 : 12) membagi kala I persalinan

dibagi menjadi 2 fase yaitu :

1) Fase laten yaitu pembukaan serviks berlangsung

lambat sampai pembukaan 3 cm berlangsung dalam

7-8 jam.

2) Fase aktif

Pada fase ini dibagi menjadi 3 sub fase yaitu :

i. Fase akselerasi

ii. Fase dilatasi maksimal

Gambar 2.1 Dilatasi dan Penipisan Serviks


b. Kala II (Kala Pengeluaran Janin)

Gejala utama kala II adalah sebagai berikut :

1) His semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3 menit,

dengan durasi 50 sampai 100 detik.

2) Menjelang akhir kala I, ketuban pecah ditandai

dengan pengeluaran cairan secara mendadak.

3) Ketuban pecah pada pembukaan mendekati lengkap

diikuti keinginan mengejan akibat tertekannya

pleksus Frankenhauser.

4) Kedua kekuatan his dan mengejan lebih mendorong

kepala bayi sehingga terjadi :

i. Kepala membuka pintu

ii. Isubocciput bertindak sebagai hipomoglion,

kemudian secara berturut-turut lahir ubun-

ubun besar, dahi, hidung dan muka, serta

kepala seluruhnya.

5) Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh putar paksi

luar, yaitu : penyesuaian kepala pada punggung.

6) Setelah putar paksi luar berlangsung, maka

persalinan bayi ditolong dengan cara :

i. Kepala dipegang pada os occiput dan di

bawah dagu, kemudian ditarik dengan

menggunakan cunam ke bawah untuk


melahirkan bahu depan dan ke atas untuk

melahirkan bahu belakang.

ii. Setelah kedua bahu lahir, ketiak dikait untuk

melahirkan sisa badan bayi.

iii. Bayi lahir diikuti sisa air ketuban (Sondakh,

2013 : 5).

c. Kala III Persalinan (Pelepasan Plasenta)

Kala III dimulai segera setelah bayi lahir sampai

lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30

menit. Proses lepasnya plasenta dapat diperkirakan dengan

mempertahankan tanda-tanda di bawah ini:

i. Uterus menjadi bundar.

ii. Uterus terdorong ke atas karena plasenta dilepas ke

segmen bawah rahim.

iii. Tali pusat bertambah panjang.

iv. Terjadi semburan darah tiba-tiba.

v. Dalam waktu 5-10 menit seluruh plasenta terlepas,

terdorong ke dalam vagina dan akan lahir spontan

atau dengan sedikit dorongan dari atas simfisis atau

fundus uteri. Seluruh proses biasanya berlangsung

5-30 menit setelah bayi lahir. Pengeluaran plasenta

disertai dengan pengeluaran darah kira-kira 100-200

cc. (Sofian, 2012 : 73).


d. Kala IV ( Kala Pengawasan/Observasi/Pemulihan)

Kala IV dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam

post partum. Kala IV bertujuan untuk melakukan observasi

karena perdarahan post partum paling sering terjadi pada 2

jam pertama. Darah yang keluar selama perdarahan harus

ditakar sebaik-baiknya. Kehilangan darah pada persalinan

biasanya disebabkan oleh luka pada saat pelepasan plasenta

dan robekan serviks dan perineum. Rata-rata jumlah

perdarahan yang dikatakan normal adalah 250 cc, biasanya

100-300 cc. Jika lebih dari 500 cc, maka dianggap

abnormal (Sondakh, 2013 : 7). Menurut Sofian (2012 : 73)

lamanya persalinan pada primi dan multi dapat dilihat pada

tabel berikut ini :

Tabel 2.1.
Lama Persalinan

Primi Multi
Kala I 13 jam 7 jam
1
Kala II 1 jam /2 jam
1 1
Kala III /2 jam /2 jam
Lama Persalinan 14 1/2 jam 7 3/4 jam
Sumber : Sofian (2012)
5. Faktor yang Mempengaruhi Persalinan

Sondakh (2013 : 4) menjabarkan faktor-faktor yang dapat

memengaruhi proses persalinan sebagai berikut :

a. Penumpang (Passanger)

Penumpang yang ada dalam persalinan adalah janin dan

plasenta. Hal yang perlu diperhatikan pada janin yaitu :

ukuran kepala janin, presentasi, letak, sikap, dan posisi

janin, sedangkan yang perlu diperhatikan pada plasenta

yaitu letak, besar dan luasnya.

b. Jalan Lahir (Passage)

Jalan lahir terbagi menjadi dua yaitu jalan lahir keras dan

jalan lahir lunak. Hal yang perlu diperhatikan dari jalan

lahir keras yaitu ukuran dan bentuk tulang panggul,

sedangkan yang perlu diperhatikan pada jalan lahir lunak

yaitu segmen bawah uterus yang dapat meregang, serviks,

otot dasar panggul, vagina, dan introitus vagina. Menurut

Eniyanti dan Melisa (2012 : 26), janin dapat mempengaruhi

jalannya kelahiran karena ukuran dan presentasinya. Pada

persalinan, karena tulang-tulang masih dibatasi fontanel

dan sutura yang belum keras, maka pinggir tulang dapat

menyisip antara satu dengan yang lain. Jika kepala janin

sudah lahir maka bagian-bagian lain dari janin dengan

mudah menyusul. Eniyati dan Melisa (2012 : 17) membagi


jalan lahir menjadi 2 bagian yaitu bagian keras tulang-

tulang panggul dan bagian lunak yaitu otot-otot, jaringan

dan ligamen-ligamen.

Rangka Panggul

Terdiri dari 3 tulang yaitu :

1. Os coxae yang terdiri dari

Os illium crista iliaka, spina i.a.s, spina i.p.i,

spina i.p.s

Os ischium tuber ischia dan spina ischiadica

Os pubis simfisis pubis dan arcus pubis

2. Os sacrum = promontorium

3. Os coccyges

Ruang Panggul

a) Pelvis mayor

b) Pelvis minor

Pintu Panggul, dibagi menjadi 4 bagian yaitu :

a) Pintu Atas Panggul (PAP)

b) Ruang Tengah Panggul (RTP) kira-kira pada spina

ischiadika disebut dengan midlet.

c) Pintu Bawah Panggul (PBP) dibatasi simfisis dan arcus

pubis yang disebut dengan outlet.


d) Ruang panggul yang sebenarnya (pelvis cavity) berada

diantara inlet dan outlet.

Sumbu Panggul

Sumbu panggul adalah garis yang menghubungkan titik-titik

tengah ruang panggul yang melengkung ke depan (sumbu

carus).

Bidang-Bidang

1. Bidang hodge I : promontorium pinggir dan atas

simfisis

2. Bidang hodge II : pinggir bawah simfisis

3. Bidang hodge III : spina ischiadika

4. Bidanh Hodge IV : ujung coccygeus

Ukuran Panggul

Ukuran Panggul Luar

1. Distansia spinarum : 24-26 cm

2. Distansia cristarum : 28-30 cm

3. Konjugata externa : 18-20 cm

4. Lingkaran Panggul : 80-90 cm

Ukuran dalam Panggul

1. PAP

Konjugata vera : 1,5-22 cm


Konjugata transversa : 12-13 cm

Konjugata oblique : 13 cm

Konjugata obstetrica : jarak bagian tengah simfisis

ke promontorium

2. RITP

Bidang terluas : 13 x 12,5 cm

Bidang tersempit : 11,5 x 11 cm

Jarak antara spina ischiadika : 11 cm

3. PBP

Ukuran anterio-posterior : 10-11 cm

Ukuran melintang :10,5 cm

Arcus pubis membentuk 900 lebih.

Jalan Lahir Lunak

Menurut Sondakh (2013 : 54), jalan lahir lunak terdiri dari

serviks, vagina dan otot rahim.

1. Serviks

Serviks akan semakin matang ketika mendekati

persalinan. Pada saat mendekati persalinan, serviks

masih lunak dengan konsistensi seperti pudding,

mengalami sedikit penipisan (effacement) dan

berdilatasi. Evaluasi kematangan serviks akan

tergantung pada individu wanita dan paritasnya.


2. Vagina

Vagina bersifat elastis dan berfungsi sebagai jalan lahir

dalam persalinan normal.

3. Otot rahim

Otot rahim tersusun atas tiga lapis yang berasal dari

kedua tanduk rahim yaitu longitudinal (memanjang),

melingkar dan miring. Selain menyebabkan mulut

rahim membuka secara pasif, kontraksi dominan yang

terjadi pada bagian fundus pada kala I persalinan juga

mendorong bagian terendah janin maju menuju jalan

lahir sehingga ikut aktif dalam membuka mulut rahim.

c. Kekuatan (Power)

Power disebut juga tenaga atau kekuatan yang terdiri dari

his, kontraksi diagfragma dan aksi dari ligamen (Eniyati

dan Melisa, 2012 : 23).

His (Kontraksi Uterus)

Kontraksi uterus karena otot-otot polos rahim bekerja

dengan baik dan sempurna dengan sifat-sifat yaitu :

kontraksi simetris, fundus dominan, relaksasi (Sofian, 2012

: 64). Menurut Sondakh (2013 : 77) his persalinan dapat

dibagi menjadi :
1. His pebukaan : his yag menimbulkan pembukaan

serviks sampai terjadi pembukaan lengkap 10 cm. Sifat

spesifik dari kontraksi otot rahim kala I adalah :

a) Intervalnya semakin lama semakin pendek.

b) Kekuatannya semakin besar dan pada kala II

diikuti dengan refleks mengejan.

c) Diikuti dengan retraksi, artinya panjang otot

rahim yang telah berkontraksi tidak akan

kembali kebentuk semula.

d) Setiap kontraksi meulai dari pusat koordinasi his

yang berada pada uterus di sudut tuba dimana

gelombang his berasal.

2. His pengeluaran : his yang mendorong bayi keluar. His

ini biasanya disertai dengan keinginan mengejan, sangat

kuat, teratur, simetris dan terkoordinasi bersama antara

kontraksi his atau perut, kontraksi diagfragma, serta

ligamen.

3. His Pengiring : kontraksi lemah, masih sedikit nyeri,

pengecilan rahim akan terjadi dalam beberapa jam atau

hari.
Faktor kekuatan dalam persalinan dibagi menjadi dua, yaitu

1. Kekuatan primer (kontraksi involunter)

Kontraksi yang berasal dari segmen atas uterus yang

menebal dan dihantarkan ke uterus bawah dalam bentuk

gelombang. Kekuatan primer tersebut mengakibatkan

serviks menipis (effacement) dan berdilatasi sehingga

janin dapat turun.

2. Kekuatan sekunder (kontraksi volunter)

Otot-otot diagfragma dan abdomen akan berkontraksi

dan

mendorong keluar isi ke jalan lahir sehingga

menimbulkan tekanan intra abdomen. Tekanan tersebut

menekan uterus dari segala sisi dan menambah

kekuatan mendorong keluar. Kontraksi ini penting

dalam usaha untuk mendorong keluar dari uterus dan

vagina walaupun tidak memengaruhi dilatasi serviks

(Sondakh, 2013 : 4).

d. Respons Psikologi (Psycholog Response)

Respons psikologi ibu dapat dipengaruhi oleh :

1. Dukungan ayah bayi/pasangan selama proses

persalinan.
2. Dukungan kakek-nenek (saudara dekat) selama

persalinan.

3. Saudara kandung bayi selama persalinan.

Untuk membantu perubahan psikologi yang dialami oleh

ibu maka penolong persalinan dapat melakukan asuhan

sayang ibu untuk meyakinkan ibu bahwa persalinan

merupakan proses yang normal dan yakinkan bahwa ibu

dapat melaluinya (Sondakh, 2013 : 90).

e. Penolong

Penolong persalinan adalah seseorang yang memiliki

pengetahuan dan keterampilan tertentu untuk membantu ibu

dalam menjalankan proses persalinan. Faktor penolong juga

memiliki peran penting dalam membantu ibu bersalin

karena memengaruhi proses kelangsungan hidup ibu dan

bayi (Sondakh, 2013 : 96).

B. Nyeri Persalinan

1. Pengertian

Rasa nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh, rasa nyeri

timbul bila ada jaringan rusak, dan hal ini menyebabkan individu

bereaksi dengan cara memindahkan stimulus nyeri. Bila kulit nyeri

akibat iskemia, maka secara tak sadar orang itu akan mengubah

posisinya (Guyton, (1997) dalam Tazkiyah & Yanti, 2014).


Nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman baik ringan ataupun

berat (Robert, 1995). Menurut International Association for Study of

Pain (IASP), nyeri adalah sensasi subyektif dan emosional yang tidak

menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual

maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan

(Tazkiyah & Yanti, 2014).

2. Etiologi Nyeri dalam Persalinan

a. Nyeri persalinan

Nyeri selama persalinan adalah satu hal yang membuat

wanita merasa cemas. Banyak wanita menganggap bahwa nyeri

merupakan bagian besar dari proses kelahiran. Nyeri saat

persalinan merupakan proses yang fisiologis meskipun pada tipe

nyeri yang lain selalu disebabkan oleh suatu kecelakaan atau

penyakit ( Kinney, (2002) dalam Handayani, et al, 2013).

Nyeri persalinan merupakan pengalaman subjektif tentang

sensasi fisik yang terkait dengan kontraksi uterus, dilatasi dan

penipisan serviks, serta penurunan janin selama persalinan. Respon

fisiologis terhadap nyeri meliputi peningkatan tekanan darah,

denyut nadi, pernapasan, keringat, diameter pupil, dan ketegangan

otot (Arifin, (2008) dalam Handayani, et al, 2013).

Banyak penelitian yang mendukung bahwa nyeri persalinan

kala satu adalah akibat dilatasi serviks dan segmen uterus bawah,

dengan distensi lanjut, peregangan, dan trauma pada serat otot dan
ligamen yang menyokong struktur-struktur ini Bonika dan

McDonald, menyatakan bahwa faktor berikut mendukung teori

tersebut :

1) Peregangan otot polos telah ditunjukan menjadi

rangsangan pada nyeri versal. Intensitas yang

dialami pada konntraksi dikaitkan dengan derajat

dan kecepatan dilatasi serviks dan segmen uterus

bawah.

2) Intensitas dan waktu nyeri dikaitkan dengan

terbentuknya tekanan intrauterin yang menambah

dilatasi struktural tesebut. Pada awal persalinan,

terdapat pembentukan tekanan perlahan, dan nyeri

dirasakan kira-kira 20 detik setelah mulai kontraksi

uterus. Pada persalinan selanjutnya, terdapat

pembentukan tekanan lebuh cepat yang

mengakibatkan waktu kelambatan minimal sebelum

adanya persepsi nyeri.

3) Ketika serviks dilatasi cepat pada wanita yang tidak

melahirkan, mereka mengalami nyeri serupa dengan

yang dirasakan selama kontraksi uterus.

Rangsangan persalinan kala-satu ditransmisikan dari

serat aferen melalui pleksus hipogastrik superior,

inferior dan tengah, rantai simpatik torakal bawah,


dan lumbal, ke ganglia akar saraf posterior. Nyeri

dapat disebar dari area pelvik ke umbilikus, paha

atas, dan area midsakral (Hanesty, 2017).

3. Penyebab Rasa Nyeri dalam Persalinan

Menurut Judha (2012), Nyeri persalinan muncul karena :

a. Kontraksi otot rahim

Kontraksi rahim menyebabkan dilatasi dan penipisan serviks serta

iskemia rahim akibat kontraksi arteri miometrium. Biasanya ibu

hanya mengalami rasa nyeri ini hanya selama kontraksi dan bebas

dari rasa nyeri pada interval antar kontraksi.

b. Regangan otot dasar panggul

Nyeri ini timbul pada saat mendekati kala II. Nyeri ini terlokalisir

di daerah vagina, rectum dan perineum, sekitar anus dan

disebabkan peregangan struktur jalan lahir bagian bawah akibat

penurunan bagian terbawah janin.

c. Episiotomy

Nyeri dirasakan apabila ada tindakan episiotomy, tindakan ini

dilakukan sebelum jalan lahir mengalami laserasi maupun rupture

pada jalan lahir.

d. Kondisi psikologi

Nyeri dan rasa sakit yang berlebihan akan menimbulkan rasa

cemas. Takut, cemas dan tegang memicu produksi hormone


prostaglandine sehingga timbul stress. Kondisi stress dapat

mempengaruhi kemampuan tubuh menahan rasa nyeri.


4. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Nyeri dalam Persalinan.

Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi nyeri persalinan,

diantaranya :

a. Usia

Menurut Perry & Potter (2005) dalam Judha (2012) usia

merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya

pada anak dan lansia. Perbedaan perkembangan yang ditemukan

diantara kelompok usia ini dapat mempengaruhi bagaimana anak

dan lansia bereaksi terhadap nyeri. Usia muda cendrung dikaitkan

dengan kondisi psikologis yang masih labil, yang memicu

terjadinya kecemasan sehingga nyeri yang dirasakan menjadi lebih

berat.

b. Budaya

Menurut Perry & Potter (2005) dalam Judha (2012)

Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu

mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan

apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Menurut Clancy dan

Vicar (Cit Perry & Potter, 2005) mengatakan bahwa sosialisasi

budaya menentukan perilaku psikologis seseorang. Persepsi dan

ekspresi terhadap nyeri persalinan dipengaruhi oleh budaya

individu. Budaya dapat mempengaruhi sikap ibu pada saat bersalin

(Pilliteri, 2003 dalam Judha 2012).


c. Pendidikan

Pendidikan adalah proses pembelajaran yang sudah dialami

pada jenjang-jenjang tertentu pada institusi formal dan nonformal,

semakin tinggi jenjang pendidikan seseorang semakin

mempermudah dalam penyampaian dan penyerapan informasi.

Pendidikan merupakan suatu proses perubahan sikap dan tata laku

yang berlangsung secara terus menerus, dimana pendidikan

merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi tingkat kesehatan

manusia, karena dengan semakin tinggi pendidikan sesorang,

diharapkan pengetahuan dan kemampuan, semakin meningkat

menuju suatu perubahan tingkah laku.

d. Emosi (Cemas dan Takut)

Stres atau rasa takut ternyata secara fisiologis dapat

menyebabkan kontraksi uterus menjadi terasa semakin nyeri. Saat

ibu akan bersalin mengalami stress maka secara otomatis tubuh

akan melakukan reaksi defensif sehingga secara otomatis dari stres

tersebut merangsang tubuh mengeluarkan hormone stressor, yaitu

hormon Katekolamin dan hormone Adrenalin. Katekolamin ini

akan dilepaskan dalam konsentrasi tinggi saat persalinan jika calon

ibu tidak bisa menghilangkan rasa takutnya sebelum melahirkan.

Akibat respon tubuh tersebut, maka uterus menjadi semakin tegang

sehingga aliran darah dan oksigen menjadi semakin berkurang

karena arteri menyempit akhirnya rasa nyeri yang tak tertahankan.


Selain itu, dengan adanya sistem saraf simpatis, stimulus nyeri juga

dapat mengakibatkan berbagai perubahan, seperti peningkatan

frekuensi jantung, peningkatan tekanan darah, pelepasan adrenalin

(epinefrin) ke dalam aliran darah, dan meningkatkan kadar glukosa

darah. Sehingga terjadilah penurunan motilitas lambung dan

penurunan suplai darah ke kulit yang menyebabkannya tubuh

berkeringat. Dengan demikian stimulus yang menyebabkan nyeri

akan menyebabkan terjadinya insiden atau peristiwa sensorik.

e. Pengalaman Persalinan

Menurut Bobok (2000), dalam Judha (2012) pengalaman

melahirkan sebelumnya juga dapat mempengaruhi respon ibu

terhadap nyeri. Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti

bahwa individu akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada

masa yang akan datang. Apabila individu sejak lama sering

mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh maka

rasa takut akan muncul, dan juga sebaliknya.

f. Dukungan Keluarga

Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respon nyeri

adalah kehadiran orang-orang terdekat klien dan bagaimana sikap

mereka terhadap klien. Kehadiran keluarga sangat bermakna,

selain itu dapat meminimalkan kesepian dan ketakutan. Apabila

tidak ada keluarga atau teman, seringkali pengalaman nyeri

membuat klien semakin tertekan, sebaliknya tersedianya seseorang


yang memberi dukungan sangatlah berguna karena akan membuat

seseorang menjadi lebih nyaman. Dukungan dari pasangan,

keluarga maupun pendamping persalinan dapat membantu

memenuhi kebutuhan ibu bersalin, juga membantu mengatasi rasa

nyeri Martin (2002) dalam Judha (2012).

5. Fisiologi Nyeri

Menurut Judha (2012), beberapa teori yang menjelaskan mekanisme

nyeri diantaranya:

a. Nyeri berdasarkan tingkat kedalam dan letaknya

1) Nyeri Viseral yaitu rasa nyeri yang dialami ibu

karena perubahan serviks dan iskemia uterus pada

persalinan kala I. Pada kala I fase laten lebih banyak

penipisan di serviks sedangkan pembukaan serviks

dan penurunan daerah terendah janin terjadi pada

fase aktif dan transisi. Ibu merasakan nyeri yang

berasal dari bagian bawah abdomen dan menyebar

ke daerah lumbal punggung dan menurun ke paha.

Ibu biasanya mengalami nyeri hanya selama

kontraksi dan bebas rasa nyeri pada interval antar

kontraksi.

2) Nyeri Somatik yaitu nyeri yang dialami ibu pada

akhir kala I dan kala II persalinan. Nyeri disebabkan

oleh peregangan perineum dan vulva, tekanan


servikal saat kontraksi, penekanan bagian terendah

janin secara progesif pada fleksus lumboskral,

kandung kemih, usus dan struktur sensitif panggul

yang lain.

b. Teori Kontrol Gerbang (Gate Control Theory)

Teori Gate Control menyatakan bahwa selama

proses persalinan implus nyeri berjalan dari uterus

sepanjang serat-serat syaraf besar kearah uterus ke

subtansia gelatinosa di dalam spina kolumna, sel-sel

transmisi memproyeksikan pesan nyeri ke otak, adanya

stimulasi ( seperti vibrasi atau massage) mengakibatkan

pesan yang berlawanan yang lebih kuat, cepat dan berjalan

sepanjang serat syaraf kecil. Pesan yang berlawanan ini

menutup gate di substansi gelatinosa lalu memblokir pesan

nyeri sehingga otak tidak mencatat pesan nyeri tersebut.

6. Teori Nyeri

Terdapat beberapa teori tentang terjadinya rangsangan nyeri, yaitu :

a. Teori Pemisahan (Specificiy Theory)

Menurut teori ini, rangsangan sakit masuk ke medulla spinalis

(spinal cord) melalui kornu dorsalis yang bersinaps di daerah

posterior, kemudian naik ke tractus lissur, dan menyilang di garis

median ke sisi lainnya, dan berakhir di korteks sensoris tempat


rangsangan nyeri tersebut diteruskan.

b. Teori Pola (Pattern Theory)

Rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal ke medulla

spinalis dan merangsang aktivitas sel T. Hal ini mengakibatkan

suatu respons yang merangsang ke bagian yang lebih tinggi, yaitu

korteks serebri, serta kontraksi menimbulkan persepsi dan otot

berkontraksi sehingga menimbulkan nyeri. Persepsi dipengaruhi

oleh modalitas respons dari reaksi sel T.

c. Teori Pengendalian Gerbang (Gate Control Theory)

Teori yang dikemukakan oleh melzak dan wall, menjelaskan

tramisi dan presepsi nyeri secara komprehensip, nyeri tergantung

dari kerja serta saraf besar dan kecil yang keduanya berada dalam

akar ganglion dorsalis. Rangsang pada serat saraf besar akan

mengakibatkan tertutupnya pintu mekanisme sehingga aktivitas sel

T terhambat dan menyebabkan hantaran rangsangan ikut

terhambat. Rangsangan serat besar dapat langsung merangsang

korteks serebri. Hasil persepsi ini akan dikembalikan ke dalam

medulla spinalis melalui spinalis serat eferen dan reaksinya

memengaruhi aktivitas sel T. Rangsangan pada serat kecil akan

menghambat aktivitas substansia gelatiosa dan membuka pintu

mekanisme, sehingga merangsang aktivitas sel T yang selanjutnya

akan menghantarkan rangsangan nyeri.


d. Teori Transmisi dan Inhibisi

Terdapat stimulus pada noiciceptor memulai implus-implus saraf,

sehingga transmisi implus nyeri menjadi efektif oleh

neurotransmitter yang spesifik. Kemudian, inhibisi implus nyeri

menjadi efektif oleh implusimplus pada serabut-serabut besar yang

memblok implus-implus pada serabut lamban dan endogen opiate

system supresif.

7. Klasifikasi Nyeri

Klasifikasi nyeri dibagi menjadi dua, yaitu nyeri secara umum dan

nyeri dalam proses persalinan yaitu :

a. Klasifikasi nyeri secara umum, antara lain adalah

1) Nyeri akut yaitu nyeri yang timbul segera setelah

rangsangan dan hilang setelah penyembuhan.

2) Nyeri kronik yaitu nyeri ini dapat berlangsung lama (lebih

dari enam bulan) dibandingkan dengan nyeri akut dan

resisten dengan pengobatan.

b. Klasifikasi nyeri persalinan dibagi beberapa nyeri yaitu :

1) Nyeri Viseral, bersifat lambat dalam yang tidak terlokalisir.

Implus nyeri selama kala I pada persalinan di trasmisi

melalui segment saraf spinal dan bagian bawah thorak dan

bagian atas lumbal saraf simpatis. Lokasi nyeri ini meliputi

bagian segmen abdomen dan menjalar kedaerah lumbal

bagian belakang dan turun sampai dengan paha.


2) Nyeri somatic bersifat lebih cepat dan tajam menusuk dan

lokasi jelas. Implus nyeri pada kala II ditransmisi melalui

saraf spina dan parasimpatis dari jaringan perinal. Nyeri ini

pada akhirnya kala I dan selama kala II yang merupakan

akibat dari penurunan kepala janin yang menekan jaringan-

jaringan maternal dan tarikan perinium dan Utercocervical

selama kontraksi.

3) After pain, nyeri selama kala II dimana uterus mengecil,

sobek dari hasil distensi dan laserasi dari serviks, vagina

dan jaringan perinal nyeri yang dirasakan seperti awal kala

I dan kala II.

8. Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri (skala nyeri) adalah gambaran tentang seberapa

parah nyeri dirasakan individu, pengukuran intensitas nyeri sangat

subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang

sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda.

Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin

adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri.

Pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran

pasti tentang nyeri itu sendiri Tamsuri, (2007) dalam Handayani, et al,

(2013).
Skala penilaian numerik (Numerical Rating Scales, NRS) lebih

digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini,

klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling

efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah

intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri,

maka direkomendasikan patokan 10 cm Tamsuri, (2007) dalam

Handayani, et al, (2013).

a. Visual Analog Scale (VAS)

Visual Analog Scale (VAS) merupakan cara yang paling

banyak digunakan untuk menilai nyeri. Skala linier ini

menggambarkan secara visual gradasi tingkat nyeri yang mungkin

di alami seorang pasien. Rentang nyeri diwakili sebagai garis

sepanjang 10 cm, dengan atau tanpa tanda pada tiap sentimeter.

Tanda pada kedua ujung garis ini dapat berupa angka atau

pernyataan deskriptif. Ujung yang satu mewakili tidak ada nyeri,

sedangkan ujung yang lain mewakili rasa nyeri terparah yang

mungkin terjadi. Skala dapat dibuat vertikal atau horizontal dan

dapat diadaptasi menjadi skala hilangnya atau reda rasa nyeri.

Digunakan pada pasien anak >8 tahun dan dewasa. Manfaat utama

VAS adalah penggunaannya sangat mudah dan sederhana. Namun,

untuk periode pasca bedah, VAS tidak banyak bermanfaat karena

VAS memerlukan koordinasi visual dan motorik serta kemampuan

konsentrasi.
Gambar 2.2. Visual Analog Scale (Sumber :

b. Verbal Rating Scale (VRS)

Skala ini menggunakan angka 0 sampai 10 untuk

menggambarkan tingkat nyeri, terdapat dua ujung ekstrem yang

digunakan pada skala ini. Skala numerik verbal ini lebih

bermanfaat pada periode pasca bedah, karena secara alami verbal

atau kata-kata tidak terlalu mengandalkan koordinasi visual dan

motorik. Skala verbal menggunakan kata-kata dan bukan garis atau

angka untuk menggambarkan tingkat nyeri. Skala yang digunakan

dapat berupa tidak ada nyeri, sedang, dan parah. Hilang atau

redanya nyeri dapat dinyatakan dengan kata sama sekali tidak

hilang, sedikit berkurang, cukup berkurang, baik atau nyeri hilang

sama sekali. Karena skala ini membatasi pilihan kata pasien, skala

ini tidak dapat membedakan berbagai tipe nyeri.

Gambar 2.3 Verbal Rating Scale (VRS)


c. Numeric Rating Scale (NRS)

Numeric Rating Scale (NRS) dianggap sederhana dan

mudah untuk dimengerti, sensitif terhadap dosis, jenis kelamin, dan

perbedaan etnis. Kekurangannya adalah keterbatasan pilihan kata

untuk menggambarkan rasa nyeri, tidak memungkinkan untuk

membedakan tingkat nyeri dengan lebih teliti dan dianggap

terdapat jarak yang sama antar kata yang menggambarkan efek

analgesik.

Gambar 2.4. Numeric rating Scale (NRS)

d. Wong Baker Pain Rating Scale

Wong Baker Pain Rating Scale merupakan skala nyeri yang

tergolong mudah untuk dilakukan hanya dengan melihat ekspresi

wajah pasien pada saat bertatap muka tanpa kita menanyakan

keluhannya. Digunakan pada pasien dewasa dan anak >3 tahun

yang tidak dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan

angka.
Gambar 2.5 Wong Baker Pain Rating Sclae (Sumber :

Penilaian skala nyeri dari kiri ke kanan :

1) Wajah Pertama : Sangat senang karena ia tidak merasa sakit

sama sekali.

2) Wajah Kedua : Sakit hanya sedikit.

3) Wajah ketiga : Sedikit lebih sakit.

4) Wajah Keempat : Jauh lebih sakit.

5) Wajah Kelima : Jauh lebih sakit banget.

6) Wajah Keenam : Sangat sakit luar biasa sampai-sampai

menangis.

9. Penatalaksanaan Nyeri dalam Persalinan Secara Non

Farmakologis.

Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam mengatasi

(memanajemen) nyeri saat persalinan, yaitu salah satunya dengan

memberikan terapi non farmakologis. Terapi nonfarmakologis yaitu

terapi yang digunakan yakni dengan tanpa menggunakan obat-obatan,

tetapi dengan memberikan berbagai teknik yang setidaknya dapat

sedikit mengurangi rasa nyeri saat persalinan tiba. Beberapa hal yang

dapat dilakukan ialah (Mander, 2012):


a. Distraksi

Distraksi adalah memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu

selain nyeri. Ada empat tipe distraksi, yaitu distraksi visual,

misalnya membaca atau menonton televisi, Distraksi auditory,

misalnya mendengarkan musik, Distraksi taktil, misalnya

menarik nafas dan massase, Distraksi kognitif, misalnya

bermain puzzle.

b. Hypnosis-diri

Hypnosis-diri dengan membantu merubah persepsi nyeri

melalui pengaruh sugesti positif. Hypnosis-diri menggunakan

sugesti dari dankesan tentang perasaan yang rileks dan damai.

Individu memasuki keadaan rileks dengan menggunakan

bagian ide pikiran dan kemudian kondisikondisi yang

menghasilkan respons tertentu bagi mereka (Edelman &

Mandel, 1994). Hypnosis-diri sama seperti dengan melamun.

Konsentrasi yang efektif mengurangi ketakutan dan sters

karena individu berkonsentrasi hanya pada satu pikiran. Selain

itu juga mengurangi persepsi nyeri merupakan salah satu

sederhana untuk meningkatkan rasa nyaman ialah membuang

atau mencegah stimulasi nyeri. Hal ini terutama penting bagi

klien yang imobilisasi atau tidak mampu merasakan sensasi

ketidaknyamanan. Nyeri juga dapat dicegah dengan

mengantisipasi kejadian yang menyakitkan, misalnya seorang


klien yang dibiarkan mengalami konstipasi akan menderita

distensi dan kram abdomen. Upaya ini hanya klien alami dan

sedikit waktu ekstra dalam upaya menghindari situasi yang

menenyebabkan nyeri (Mander, 2012).

c. Stimulas Kutaneus

Terapi stimulasi kutaneus adalah stimulasi kulit yang dilakukan

untuk menghilangkan nyeri massase, mandi air hangat,

kompres panas atau dingin dan stimulasi saraf elektrik

transkutan (TENS) merupakan langkah-langkah sederhana

dalam upaya menurunkan persepsi nyeri. Cara kerja khusus

stimulasi kutaneus masih belum jelas. Salah satu pemikiran

adalah cara ini menyebabkan pelepasan endorfin, sehingga

memblog transmisi stimulasi nyeri. Teori Gate-kontrol

mengatakn bahwa stimulasi kutaneus mengaktifkan transmisi

tersebut saraf sensori A-Beta yang lebih besar dan lebih cepat.

Proses ini menurunkan transmisi nyeri melalui serabut dan

delta-A berdiameter kecil. Gerbang sinaps menutup transmisi

impuls nyeri. Bahwa keuntungan stimulasi kutaneus adalah

tindakan ini dapat dilakkan dirumah, sehingga memungkinkan

klien dan keluarga melakukan upaya kontrol gejala nyeri dan

penanganannya. Penggunaan yang benar dapat mengurangi

persepsi nyeri dan membantu mengurangi ketegangan otot. 31


Stimulasi kutaneus jangan digunakan secara langsung pada

daerah kulit yang sensitif (misalnya luka bakar, luka memar,

cram kulit, inflamasi dan kulit dibawah tulang yang fraktur)

(Mander,2012).
d. Massase

Masasse adalah melakukan tekanan tangan pada jaringan lunak,

biasanya otot, atau ligamentum, tanpa menyebabkan gerakan

atau perubahan posisi sendi untuk meredakan nyeri,

menghasilkan relaksasi, dan / atau memperbaiki sirkulasi.

Masase adalah terapi nyeri yang paling primitive dan

menggunakan refleks lembut manusia untuk menahan,

menggosok, atau meremas bagian tubuh yang nyeri .

e. Terapi Hangat dan Dingin

Terapi hangat dan dingin bekerja dengan menstimulasi reseptor

tidak nyeri (non-nosiseptor). Terapi dingin dapat menurunkan

prostaglandin yang memperkuat sensitifitas reseptor nyeri.

Agar efektif es harus diletakkan di area sekitar pembedahan.

Penggunaan panas dapat meningkatkan aliran darah yang dapat

mempercepat penyembuhan dan penurunan nyeri.

f. Relaksasi Pernafasan

Relaksasi pernafasan yang merupakan suatu bentuk asuhan

kebidanan, yang dalam hal ini perawat an pada klien

bagaimana cara melakukan pernafasan, nafas lambat (menahan

inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan

nafas secara perlahan. Selain dapat menurunkan intensitas

nyeri, teknik relaksasi pernafasan juga dapat meningkatkan

ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah (Smeltzer &


Bare, 32 2002). Menurut kegunaanya teknik relaksasi

pernafasan dianggap mampu meredakan nyeri, prosesnya

menarik nafas lambat melalui hidung (menahan inspirasi secara

maksimal) dan menghembuskan nafas melalui mulut secara

perlahan-lahan.

C. Birth Ball

1. Pengertian

Birth Ball merupakan bola terapi untuk membantu ibu yang

sedang dalam inpartu kala I ke posisi yang berguna untuk

membantu kemajuan sebuah persalinan. Birth ball juga dapat

digunakan dalam berbagai posisi. Birth Ball adalah bola berukuran

cukup besar dengan bentuk yang menyerupai bola gym. Bedanya,

ukuran birth ball jauh lebih besar, kira-kira bisa mencapai tinggi

65 – 75 cm setelah dipompa. Birth ball dirancang khusus supaya

tidak licin saat digunakan oleh ibu hamil, bahkan saat proses

kelahiran (Siti Mutoharoh,dkk 2019). Kurniawati (2017 : 2) juga

menyatakan bahwa birth ball bisa menjadi alat yang berguna untuk

ibu bersalin. Birth ball adalah bola terapi fisik yang dapat

membantu ibu inpartu kala I dalam kemajuan persalinannya.

Sebuah bola terapi fisik yang dapat digunakan dalam berbagai

posisi.

2. Tujuan Penggunaan Birth Ball


Tujuan dilakukan terapi birth ball adalah mengontrol,

mengurangi dan menghilangkan nyeri pada persalinan terutama

kala I (Kustari,dkk, 2012). Selain itu, Kurniawati (2017 : 2)

menyatakan bahwa penggunaan birth ball juga bertujuan untuk

membantu kemajuan persalinan ibu. Gerakan bergoyang di atas

bola menimbulkan rasa nyaman dan membantu kemajuan

persalinan dengan menggunakan gerakan gravitasi sambil

meningkatkan pelepasan endorphin karena elastisitas dan

lengkungan bola merangsang reseptor di panggul yang

bertanggung jawab untuk mensekresi endorphin. Manfaat lain yang

dapat dirasakan oleh ibu yaitu mengurangi kecemasan dan

membantu proses penurunan kepala serta meningkatkan kepuasan

dan kesejahteraan ibu. Mathew

(2012) yang dikutip dari Nitte University Journal of Healt Science

menjelaskan bahwa birthing ball membantu untuk mempersingkat

kala I persalinan dan tidak memiliki efek negatif pada ibu dan bayi.

3. Manfaat Birth Ball

Manfaat dari penggunaan Birth ball ini yaitu :

a. Menambah aliran darah menuju rahim, plasenta, dan bayi.

Mengurangi tekanan dan menambah outlet panggul 30 %.

Membuat rasa nyaman didaerah lutut dan pergelangan kaki.

Memberikan tekanan balik di daerah perineum dan juga paha.

Melalui gaya gravitasi, birth ball juga mendorong bayi untuk


turun sehingga proses persalinan menjadi lebih cepat (Yessie,

2011 dalam Siti Mutoharoh dkk, 2019 ).

b. Penelitian di Taiwan menunjukan hasil bahwa pada kelompok

wanita yang melakukan birth ball exercise mengalami kala I

persalinan yang lebih pendek, penggunaan analgesik yang

rendah, dan kejadian sectio caesaria yang rendah.

c. Dalam hal ini kepuasan pemakaian, 84 % menyatakan birth

ball dapat meredakan nyeri kontraksi, 79 % dapat meredakan

nyeri punggung, dan 95 % menyatakan nyaman ketika

menggunakan birth ball (Yessie, 2011 dalam Siti Mutoharoh

dkk, 2019 ).

d. Latihan birth ball dapat meningkatkan mobilitas panggul ibu

hamil. Latihan ini dilakukan dalam posisi tegak dan duduk,

yang diyakini untuk mendorong persalinan dan mendukung

perineum untuk relaksasi dan meredakan nyeri persalinan

(Kobra Mirzakhani, dkk 2014 dalam Siti Mutoharoh dkk,

2019 ).

e. Mengurangi keluhan nyeri di daerah pinggang, inguinal,vagina,

dan sekitarnya. Membantu kontraksi rahim lebih efektif dalam

membawa bayi melalui panggul jika posisi ibu bersalin tegak

dan bisa bersandar ke depan. (Prawirohardjo, 2009 dalam Siti

Mutoharoh dkk, 2019 ).

4. Indikasi dan Kontraindikasi


a. Indikasi

i. Ibu inpartu yang merasakan nyeri

ii. Pembukaan yang lama

iii. Penurunan kepala bayi yang lama

b. Kontraindikasi

i. Janin malpresentasi

ii. Perdarahan antepartum

iii. Ibu hamil dengan hipertensi

iv. Penurunan kesadaran (Kustari, dkk, 2012)

American College of Obstetrician dan Gynecologist

merekomendasikan untuk menghentikan latihan atau olahraga ini

apabila berada dalam situasi berikut :

a) Faktor resiko untuk persalinan prematur

b) Perdarahan pervaginam

c) Ketuban pecah dini

d) Serviks incopetent

e) Janin tumbuh lambat

Sedangkan bagi ibu hamil dengan kondisi berikut ini diharapkan untuk

berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter atau bidan yang merawat

a) Hipertensi
b) Diabetes gestasional

c) Riwayat penyakit jantung atau kondisi pernapasan (asma)

d) Riwayat persalinan prematur

e) Plasenta previa

f) Preeklamsia (Kustari,dkk, 2012).

5. Persiapan

Persiapan yang dilakukan sebelum melakukan latihan

dengan birth ball menurut Kustari,dkk (2012) yaitu :

a. Alat dan Bahan

i. Bola

Ukuran bola disesuaikan dengan tinggi badan ibu hamil.

Ibu hamil dengan tinggi badan 160-170 cm dianjurkan

menggunakan bola dengan diameter 55-65 cm. Ibu dengan

tinggi badan diatas 170 cm cocok menggunakan bola dengan

diameter 75 cm. Mallak (2017 : 1) dalam Suggested Birthing

Ball Protocol menjelaskan bahwa bola tersebut harus

dipompa dengan baik pada sentimeter diameter yang

didesain sesuai dengan bola tersebut. Ukuran yang biasa

digunakan selama persalinan yaitu 65 cm, yang mana dapat

menahan beban sampai dengan 135,9 kg (Gymnastik Ball).

Bola ini bisa dipompa dengan menggunakan pompa kaki

dan dapat kempes jika dekat dengan panas atau benda yang
tajam. Untuk membersihkannya dapat menggunakan

desinfektan untuk bagian permukaannya atau pembersih

yang mana mengandung bakterisida, virusida, fungisida dan

tuberkolusida. Kontaminasi yang terlihat kotor dapat diatasi

dengan pembersih kloroks 10%. Bagi ibu yang memiliki

bola secara pribadi dapat membersihkannya dengan bahan

pembasmi kuman yang disebut dengan“cavicide”.

ii. Matras

iii. Kursi

iv. Bantal atau pengalas yang empuk

b. Lingkungan

Lingkungan yang nyaman dan kondusif dengan penerangan

yang cukup merangsang turunnya stress pada ibu. Pastikan

lantai yang digunakan untuk terapi birth ball tidak licin dan

anti selip. Privasi ruangan membantu ibu hamil termotivasi

dalam latihan birth ball (Kustari,dkk, 2012). Penggunaan birth

ball dengan aman merupakan kuncinya dimana membutuhkan

perhatian lebih agar ibu tidak terjatuh pada saat

menggunakannya, mengingat bentuk bola yang bundar dan

keseimbangan ibu dengan membawa beban besar di bagian

perut. Pendamping harus selalu menjaga ibu ketika ibu

menggunakan bola dan membantu ibu untuk bangkit dan duduk

untuk bersandar. Posisi bola yang dekat dengan tempat tidur


dapat membuat ibu merasa lebih aman sehingga ibu dapat

menjaga keseimbangan jika ingin mengganti posisi (Hermina ,

2015 ).

c. Peserta Latihan

Peserta latihan yang dimaksud adalah ibu yang akan

melahirkan. Klien dipersiapkan latihan dengan kondisi yang

tidak capek. Jika ibu dalam kondisi capek, maka tenaga yang

terkuras semakin banyak dan membuat ibu merasa lelah

sehingga akan kehabisan tenaga saat meneran. Menurut

Ondeck (2014) Ibu di negara maju dengan fasilitas kesehatan

yang amat kurang selalu berbaring di tempat tidur pada kala I

persalinan. Berbaring dapat meyebabkan kontraksi menjadi

lemah karena adanya tekanan dari berat uterus terhadap

pembuluh darah abdomen. Efektivitas kontraksi membantu

dilatasi serviks dan penurunan bayi. Wanita yang menggunakan

posisi tegak lurus dan bergerak selama persalinan memiliki

waktu persalinan lebih pendek, sedikit mendapat intervensi,

melaporkan rasa sakit yang lebih sedikit, dan menggambarkan

kepuasan lebih pada pengalaman persalinan mereka daripada

wanita dalam posisi berbaring.

6. Jenis Gerakan

Jenis gerakan yang dijelaskan oleh Kustari,dkk (2012) adalah

sebagai berikut :
a. Duduk di atas bola

1) Duduklah di atas bola seperti halnya duduk di kursi

dengan kaki sedikit membuka agar keseimbangan badan

di atas bola terjaga.

2) Dengan tangan di pinggang atau di lutut, gerakkan

pinggul ke samping kanan dan ke samping kiri

mengikuti aliran gelinding bola. Lakukan secara

berulang minimal 2 x 8 hitungan.

3) Tetap dengan tangan di pinggang, lakukan gerakan

pinggul ke depan dan kebelakang mengikuti aliran

menggelinding bola. Lakukan secara berulang minimal

2 x 8 hitungan.

4) Dengan tetap duduk di atas bola, lakukan gerakan

memutar pinggul searah jarum jam dan sebaliknya

seperti membentuk lingkaran atau hula hoop.

5) Kemudian lakukan gerakan pinggul seperti spiral maju

dan mundur.
Gambar 2.6 Duduk di atas bola

Siti Mutoharoh dkk, 2019 menyatakan bahwa posisi duduk

di atas bola mempermudah ibu hamil untuk melakukan gerakan

rotasi di atas bola. Gerakan ini bermanfaat menjaga agar otot

disekitar panggul terbuka dan perineum lentur sehingga

mempermudah proses persalinan. Pada saat persalinan kala I,

posisi ini mempermudah pendamping persalinan memberikan

sentuhan pada daerah tulang belakang dan panggul ibu

bersalin.

b. Duduk di atas bola bersandar ke depan

1) Setelah menggerekan pinggul mengikuti aliran

menggelinding bola, lakukan fase istirahat dengan

bersandar ke depan pada kursi atau pendamping (bisa

instrukstur atau salah satu anggota keluarga).

2) Sisipkan latihan tarik nafas dalam.

3) Lakukan teknik ini selama 5 menit.


4) Posisi ini mebantu ibu untuk melepaskan kecemasan,

mengurangi rasa sakit pada vagina dan perineum. Pada

saat kontraksi, ibu dapat melakukan gerakan seperti

gambar dibawah sambil tetap melakukan pelvic rocking

serta pernapasan disela kontraksi. Bantuan dari suami

atau pendamping persalinan akan membuat ibu merasa

lebih nyaman (Aprilia, 2011).

Gambar 2.7 Duduk di Atas Bola dan Bersandar ke Depan

c. Berdiri bersandar di atas bola

1) Letakkan bola di atas kursi.

2) Berdiri dengan kaki sedikit dibuka dan bersandar ke

depan pada bola seperti merangkul bola.

3) Lakukan gerakan ini selama 5 menit.

4) Pada posisi berdiri/tegak akan membuat konrtraksi lebih

kuat dan lebih efisien. Kontraksi akan mengikuti

gravitasi untuk terus mempertahankan kepala bayi


berasa di bawah, yang mana akan membantu serviks

untuk berdilitasi lebih cepat. Mengubah posisi selama

persalinan akan mengubah bentuk dan ukuran panggul

yang mana akan membantu kepala bayi bergerak ke

posisi optimal selama kala I persalinan, dan membantu

bayi berotasi dan turun selama kala II (Mathew, 2012).

Gambar 2.8. Berdiri Bersandar di Atas Bola

d. Berlutut dan bersandar di atas bola

1) Letakkan bola di lantai.

2) Dengan menggunakan bantal atau pengalas yang empuk

lakukan posisi berlutut.

3) Kemudian posisikan badan bersandar ke depan di atas

bola seperti merangkul bola.

4) Dengan tetap pada posisi merangkul bola, gerakkan

badan ke samping kanan dan kiri mengikuti aliran

menggelinding bola.
5) Dengan tetap merangkul bola, minta pendamping untuk

memijat atau melakukan tekanan halus pada punggung

bawah. Lakukan tindakan ini selama 5 menit.

Menurut Aprillia (2011 : 120), posisi ini adalah posisi

paling nyaman untuk ibu hamil yang mengeluh sakit di

tulang belakang. Dengan mengalihkan berat badannya

di atas bola, maka dapat mengurangi tekanan di sekitar

tulang belakang dan sacrum. Posisi ini juga

memudahkan ibu menggerakkan panggul untuk

mengurangi rasa nyeri saat persalinan, mendorong

rotasi bayi ke anterior posterior, mengurangi tekanan

serviks anterior serta memudahkan suami atau

pendamping persalinan melakukan endorphin massage.

Gambar 2.9. Berlutut dan Bersandar di Atas Bola

e. Jongkok bersandar pada bola

1) Letakkan bola menempel pada tembok atau papan

sandaran.
2) Ibu duduk di lantai dengan posisi jongkok dan

membelakangi atau menyandar pada bola.

3) Sisipkan latihan tarikan nafas dalam pada posisi ini.

4) Lakukan selama 5-10 menit.

Gambar 2.9.1Jongkok bersandar pada bola.

Mallak (2017) menambahkan bahwa Ibu bersalin

dapat duduk dengan nyaman di atasnya, memanfaatkan

gaya gravitasi dan untuk mengembangkan ritme (memantul

dengan lembut atau bergoyang bolak-balik atau dari sisi ke

sisi). Bola persalinan tersebut membantu ibu untuk tetap

pada posisi berdiri dan juga membuka panggul, mendorong

bayi untuk bergerak ke bawah. Kenyamanan yang

dirasakan oleh ibu akan mempertinggi relaksasi, gravitasi

akan memperpendek persalinan dan memberikan ritme

sebagai alat pemusatan konsentrasi. Ibu bersalin dapat

berlutut dan bersandar pada bola untuk melakukan putaran

pelvik. Kegiatan tersebut dapat membantu memutar posisi


bayi ke posisi posterior dan membuat punggung ibu merasa

nyaman. Bola kelahiran juga ditempatkan diantara

dibelakang tempat tidur atau dinding dan punggung ibu

ketika ibu bersandar berlawanan dengan bola sebagai

bantalan.

D. Kerangka Teori

Kala I Persalinan Faktor- faktor yang


mempengaruhi persalinan
1. Fase laten
2. Fase Aktif 1. Penumpang
2. Jalan Lahir
3. Kekuatan
4. Respon Psikologis
5. Penolong

Faktor- faktor yang


mempengaruhi nyeri
dalam persalinan

1. Usia
2. Budaya Nyeri Persalinan
3. Pendidikan
4. Emosi
5. Pengalaman
Persalinan
6. Dukungan
keluarga

Birth Ball

Keterangan :
Diteliti
Tidak Diteliti
E. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dari penelitian yang berjudul “ Efektivitas Birth

Ball dalam Penurunan Intensitas Nyeri Kala I Persalinan Fase Aktif di

PMB Wilayah Kecamatan Kebonarum Tahun 2020” adalah sebagai

berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Birth Ball Penurunan


Intensitas Nyeri

F. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh antara

penerapan birth ball terhadap penurunan intensitas nyeri persalinan pada

kala I fase aktif.

Anda mungkin juga menyukai