Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH DAN MENGANALISIS JURNAL

IMUNISASI PADA NEONATUS, BAYI DAN ANAK BALITA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi,Balita
dan Anak Pra Sekolah
Dosen Pengampu : Rohmi Handayani, M.Keb.

Disusun Oleh :

1. Arni Nur Alfiati P27224020050


2. Nila Krisnayanti P27224020073
3. Vivin Pramatica P27224020086

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI ALIH JENJANG D.4 KEBIDANAN
TAHUN 2020

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Imunisasi merupakan salah satu pencegahan penyakit menular
khususnya Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Cara
kerja imunisasi yaitu dengan memberikan antigen bakteri atau virus tertentu
yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan merangsang system
imun tubuh untuk membentuk antibodi. Antibodi yang terbentuk setelah
imunisasi berguna untuk menimbulkan/ meningkatkan kekebalan seseorang
secara aktif (Kemenkes RI, 2016).
Permasalahan yang sering terjadi baik di negara maju maupun negara
berkembang adalah masalah yang terjadi saat transportasi vaksin maupun
pada saat penyimpanan. Vaksin terdiri dari dua jenis yaitu vaksin yang rentan
terhadap suhu beku dan vaksin yang rentan terhadap suhu panas. Jenis vaksin
yang rentan terhadap suhu beku adalah Diphteri Tetanus (DT), Tetanus
Toksoid (TT), Tetanus diptheri (Td), Diphteri Pertusis Tetanus/Hepatitis
B/Hemophilus Influenza Type B (DPT/HB/Hib) dan hepatitis B. Jenis vaksin
yang rentan terhadap suhu panas yaitu Bacillus Calmette Guerine (BCG),
vaksin polio dan vaksin campak (Kemenkes RI, 2013).
Salah satu faktor pendukung keberhasilan imunisasi pada anak adalah
kondisi vaksin saat diberikan pada anak. Beberapa penyakit yang termasuk
dalam kelompok Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
masih banyak ditemukan pada anak yang telah mendapatkan vaksin penyakit
tersebut (Kemenkes RI, 2016).
Pada kurun waktu tahun 2014-2016, terdapat 1.716.659 anak yang
belum mendapat imunisasi dan imunisasinya tidak lengkap. Berdasarkan Riset
Kesehatan Dasar 2013, beberapa alasan yang menyebabkan bayi tidak
mendapat imunisasi diantaranya; takut panas, keluarga tidak mengizinkan,

2
tempat imunisasi jauh, sibuk, sering sakit, tidak tahu tempat imunisasi. Oleh
sebab itu, pemberian imunisasi universal bagi seluruh anak tanpa kecuali
masih merupakan tantangan bagi seluruh pihak yang terlibat dalam upaya
promosi kesehatan; baik pemerintah, organisasi profesi, LSM, mitra swasta,
masyarakat, dan lainnya (IDAI, 2018).
B. Tujuan
Menganalisi hubungan pemberian imunisasi dasar pada neonatus, bayi
dan anak balita serta menganalisis hubungan pemberian imunisasi dasar
dengan perkembangan bayi.
C. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan jenis-jenis vaksin dan imunisasi
2. Menjelaskan cara penyimpan vaksin
3. Menjelaskan dosis dan cara pemberian imunisasi
4. Menjelaskan jadwal pemberian imnisasi
5. Menjelaskan indikasi dan kontraindikasi dari pemberian imunisasi
6. Menjelaskan rantai dingin dari imunisasi

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Imunisasi
1. Pengertian
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak
diimunisasi, berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu.
Anak kebal atau resisten terhadap suatu penyakit tetapi belum tentu kebal
terhadap penyakit yang lain.
Vaksin adalah antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati,
masih hidup tapi dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, yang telah
diolah, berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid,
protein rekombinan yang apabila diberikan kepada seseorang akan
menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit infeksi
tertentu.
2. Jenis, Dosis dan cara Pemberian
a. Imunisasi Dasar
Vaksin BCG merupakan vaksin beku kering yangmengandung
Mycrobacterium bovis hidup yang dilemahkan (Bacillus Calmette
Guerin), strain paris
1) Indikasi:
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberkulosis. Cara
pemberian dan dosis:
 Dosis pemberian: 0,05 ml, sebanyak 1 kali.
 Disuntikkan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas
(insertio musculus deltoideus), dengan menggunakan ADS 0,05
ml.

4
2) Efek samping:
2–6 minggu setelah imunisasi BCG daerah bekas suntikan
timbul bisul kecil (papula) yang semakin membesar dan dapat terjadi
ulserasi dalam waktu 2–4 bulan, kemudian menyembuh perlahan
dengan menimbulkan jaringan parut dengan diameter 2–10 mm.
Penanganan efek samping:
 Apabila ulkus mengeluarkan cairan perlu dikompres dengan
cairan antiseptik.
 Apabila cairan bertambah banyak atau koreng semakin
membesar anjurkan orangtua membawa bayi ke ke tenaga
kesehatan.
b. Vaksin DPT – HB – HIB
Vaksin DTP-HB-Hib digunakan untuk pencegahan terhadap difteri,
tetanus, pertusis (batuk rejan), hepatitis B, dan infeksi Haemophilus
influenzae tipe b secara simultan.
1) Cara pemberian dan dosis:
Vaksin harus disuntikkan secara intramuskular pada anterolateral
paha atas. Satu dosis anak adalah 0,5 ml.
2) Kontra indikasi:
Kejang atau gejala kelainan otak pada bayi baru lahir atau
kelainan saraf serius .
3) Efek samping:
Reaksi lokal sementara, seperti bengkak, nyeri, dan kemerahan
pada lokasi suntikan, disertai demam dapat timbul dalam sejumlah
besar kasus. Kadang-kadang reaksi berat, seperti demam tinggi,
irritabilitas (rewel), dan menangis dengan nada tinggi dapat terjadi
dalam 24 jam setelah pemberian.

5
4) Penanganan efek samping:
Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak
(ASI atau sari buah). Jika demam, kenakan pakaian yang tipis.
Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin. Jika demam
berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam (maksimal 6 kali
dalam 24 jam). Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air
hangat. Jika reaksi memberat dan menetap bawa bayi ke dokter.
c. Vaksin Hepatitis B
Vaksin virus recombinan yang telah diinaktivasikan dan
bersifat non-infecious, berasal dari HBsAg.
1) Cara pemberian dan dosis:
Dosis 0,5 ml atau 1 (buah) HB PID, secara intramuskuler,
sebaiknya pada anterolateral paha. Pemberian sebanyak 3 dosis.
Dosis pertama usia 0–7 hari, dosis berikutnya interval minimum
4 minggu (1 bulan).
2) Kontra indikasi:
Penderita infeksi berat yang disertai kejang.
3) Efek Samping:
Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan
pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang
terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.
4) Penanganan Efek samping:
Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum lebih
banyak (ASI). Jika demam, kenakan pakaian yang tipis. Bekas
suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin. Jika demam
berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam (maksimal 6
kali dalam 24 jam). Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan
air hangat.

6
d. Vaksin Polio Oral (Oral Polio Vaccine [OPV])
Vaksin Polio Trivalent yang terdiri dari suspensi virus
poliomyelitis tipe 1, 2, dan 3 (strain Sabin) yang sudah dilemahkan.
1) Indikasi:
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap poliomielitis.
2) Cara pemberian dan dosis:
Secara oral (melalui mulut), 1 dosis (dua tetes) sebanyak 4
kali (dosis) pemberian, dengan interval setiap dosis minimal 4
minggu.
3) Kontra indikasi:
Pada individu yang menderita immune deficiency tidak ada
efek berbahaya yang timbul akibat pemberian polio pada anak
yang sedang sakit.
4) Efek Samping:
Sangat jarang terjadi reaksi sesudah imunisasi polio oral.
Setelah mendapat vaksin polio oral bayi boleh makan minum
seperti biasa. Apabila muntah dalam 30 menit segera diberi
dosis ulang.
5) Penanganan efek samping:
Orangtua tidak perlu melakukan tindakan apa pun.
e. Vaksin Inactive Polio Vaccine (IPV)
Untuk pencegahan poliomyelitis pada bayi dan anak
immunocompromised, kontak di lingkungan keluarga dan pada
individu di mana vaksin polio oral menjadi kontra indikasi.
1) Cara pemberian dan dosis:
Disuntikkan secara intra muskular atau subkutan dalam,
dengan dosis pemberian 0,5 ml. Dari usia 2 bulan, 3 suntikan

7
berturut-turut 0,5 ml harus diberikan pada interval satu atau
dua bulan.
IPV dapat diberikan setelah usia bayi 6, 10, dan 14,
sesuai dengan rekomendasi dari WHO. Bagi orang dewasa
yang belum diimunisasi diberikan 2 suntikan berturut-turut
dengan interval satu atau dua bulan.
2) Kontra indikasi:
Sedang menderita demam, penyakit akut atau penyakit
kronis progresif. Hipersensitif pada saat pemberian vaksin ini
sebelumnya. Penyakit demam akibat infeksi akut: tunggu
sampai sembuh. Alergi terhadap Streptomycin.
3) Efek samping:
Reaksi lokal pada tempat penyuntikan: nyeri, kemerahan,
indurasi, dan bengkak bisa terjadi dalam waktu 48 jam setelah
penyuntikan dan bisa bertahan selama satu atau dua hari.
4) Penanganan efek samping:
Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum lebih
banyak (ASI). Jika demam, kenakan pakaian yang tipis. Bekas
suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin. Jika demam
berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam (maksimal 6
kali dalam 24 jam). Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan
air hangat.
f. Vaksin Campak
1) Indikasi:
Pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak.
2) Cara pemberian dan dosis:
0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan kiri atas
atau anterolateral paha, pada usia 9–11 bulan.

8
3) Kontra indikasi:
Individu yang mengidap penyakit immune deficiency atau
individu yang diduga menderita gangguan respon imun karena
leukemia, limfoma.
4) Efek samping:
Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan
kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8–12 hari setelah
vaksinasi.
5) Penanganan efek samping:
Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum lebih
banyak (ASI atau sari buah). Jika demam kenakan pakaian yang
tipis. Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin.
Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam
(maksimal 6 kali dalam 24 jam). Bayi boleh mandi atau cukup
diseka dengan air hangat. Jika reaksi tersebut berat dan menetap
bawa bayi ke dokter.
3. Imunisasi Lanjutan
Imunisasi lanjutan merupakan imunisasi ulangan untuk
mempertahankan tingkat kekebalan atau untuk memperpanjang masa
perlindungan. Imunisasi lanjutan diberikan kepada anak usia bawah tiga
tahun (Batita), anak usia sekolah dasar, dan wanita usia subur.
a. Vaksin DT
Pemberian kekebalan simultan terhadap difteri dan tetanus
pada anak-anak.
1) Cara pemberian dan dosis:
Secara intra muskular atau subkutan dalam, dengan dosis
0,5 ml. Dianjurkan untuk anak usia di bawah 8 tahun.
2) Kontra indikasi:
Hipersensitif terhadap komponen dari vaksin.

9
3) Efek Samping:
Gejala-gejala seperti lemas dan kemerahan pada lokasi
suntikan yang bersifat sementara, dan kadang-kadang gejala
demam.
4) Penanganan Efek samping:
Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum anak lebih
banyak. Jika demam, kenakan pakaian yang tipis. Bekas
suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin Jika demam
berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam (maksimal 6
kali dalam 24 jam). Anak boleh mandi atau cukup diseka
dengan air hangat.
b. Vaksin TD
1. Indikasi:
Imunisasi ulangan terhadap tetanus dan difteri pada individu
mulai usia 7 tahun.
2. Cara pemberian dan dosis:
Disuntikkan secara intra muskular atau subkutan dalam,
dengan dosis pemberian 0,5 ml.
3. Kontra indikasi:
Individu yang menderita reaksi berat terhadap dosis
sebelumnya.
4. Efek samping:
Pada uji klinis dilaporkan terdapat kasus nyeri pada lokasi
penyuntikan (20–30%) serta demam (4,7%).
c. Vaksin TT
Perlindungan terhadap tetanus neonatorum pada wanita usia
subur.

10
1. Cara pemberian dan dosis:
Secara intra muskular atau subkutan dalam, dengan dosis
0,5 ml.
2. Kontra indikasi:
Gejala-gejala berat karena dosis TT sebelumnya.
Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Demam atau infeksi
akut.
3. Efek samping:
Jarang terjadi dan bersifat ringan seperti lemas dan
kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat sementara, dan
kadang-kadang gejala demam.
4. Penanganan efek samping:
Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin.
Anjurkan ibu minum lebih banyak.
4. Imunisasi Tambahan
Imunisasi tambahan diberikan kepada kelompok umur tertentu yang
paling berisiko terkena penyakit sesuai kajian epidemiologis pada periode
waktu tertentu. Yang termasuk dalam kegiatan imunisasi tambahan adalah
Backlog fighting, Crash program, PIN (Pekan Imunisasi Nasional), Sub-
PIN, Catch up Campaign campak dan Imunisasi dalam Penanganan KLB
(Outbreak Response Immunization/ORI).
5. Imunisasi Khusus
Imunisasi khusus merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan
untuk melindungi masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi
tertentu. Situasi tertentu antara lain persiapan keberangkatan calon jemaah
haji/umrah, persiapan perjalanan menuju negara endemis penyakit tertentu
dan kondisi kejadian luar biasa. Jenis imunisasi khusus, antara lain terdiri
atas Imunisasi Meningitis Meningokokus, Imunisasi Demam Kuning, dan
Imunisasi Anti-Rabies.

11
6. Jadwal Imunisasi
Perlu diketahui bahwa saat ini imunisasi yang diberikan kepada bayi
dan anak cukup banyak jumlahnya. Untuk itu, perlu diatur urutan pemberian
vaksin dalam jadwal imunisasi. Berikut ini jadwal pemberian imunisasi pada
bayi di bawah 1 tahun, usia Batita, anak usia SD, dan WUS.
a. Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar
 0-7 hari : HB O
 1 bulan : BCG dan Polio 1
 2 bulan : DPT-HB-Hib 1 dan Polio 2
 3 bulan : DPT-HB-Hib 2 dan Polio 3
 4 bulan : DPT-HB-Hib 3 dan Polio 4
 9 bulan : Campak (MR)
b. Jadwal Imunisasi Lanjutan pada Usia Batita
 18 bulan : DPT/HB/Hib
 24 bulan : Campak (MR)
c. Jadwal Imunisasi Lanjutan pada Usia Sekolah (BIAS)
 1 SD : DT Campak
 2 SD : TD
 3 SD : TD
d. Jadwal imunisasi Tetanus Toksoid
 TT 1 : DPT-HB-Hib 1
 TT 2 : DPT-HB-Hib 2
 TT 3 : DT (Kelas 1 SD)
 TT 4 : Td ( Kelas 2 SD)
 TT 5 : Td (Kelas 3 SD)

7. Cara penyimpanan Vaksin

12
Untuk menjaga kualitas vaksin tetap tinggi sejak diterima sampai
didistribusikan ketingkat berikutnya, vaksin harus selalu disimpan pada suhu
yang telah ditetapkan.
Kabupaten/ Kota Puskesmas
 Vaksin Polio disimpan pada suhu -15o  Semua vaksin disimpan pada suhu 2o
s.d.-25o C pada freeze room/freezer. s.d. 8o C pada lemari es.
 Vaksin lainnya disimpan pada suhu 2o  Khusus vaksin Hepatitis B, pada
s.d. 8o C pada coldroom atau lemari es. bidan desa disimpan pada suhu
ruangan, terlindung dari sinar
matahari langsung.

8. Rantai Dingin
Rantai dingin vaksin adalah suatu prosedur yang digunakan untuk
menjaga vaksin pada suhu tertentu yang telah ditetapkan agar tetap memiliki
potensi yang baik mulai dari pembuatan vaksin sampai pada saat
pemberiannya (disuntikkan atau diteteskan) kepada sasaran.
Studi yang dilakukan oleh Nelson di Indonesia (2004) didapati hasil
dari 14 sempel lemari es tempat menyimpan vaksin 29 % telah terpapar suhu
beku selama penyimpanan, dari 16 pengirim vaksin 44 pengiriman.

13
BAB III

A. Hasil Review Jurnal


1) Jurnal Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelengkapan Imunisasi
Dasar Di Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga

Judul Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelengkapan


Imunisasi Dasar Di Puskesmas Rawat Inap Simpang
Tiga
Jurnal Jurnal Ilmu Kebidanan
Situs Download http://jurnal.alinsyirah.ac.id
Tahun 2019
Latar Belakang Imunisasi merupakan salah satu pencegahan penyakit
menular khususnya Penyakit yang Dapat Dicegah
Dengan Imunisasi (PD3I). Cara kerja imunisasi yaitu
dengan memberikan antigen bakteri atau virus tertentu
yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan
merangsang sistem imun tubuh untuk membentuk
antibodi. Antibodi yang terbentuk setelah imunisasi
berguna untuk menimbulkan/ meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif (Kemenkes RI, 2016)
Pada kurun waktu tahun 2014-2016, terdapat 1.716.659
anak yang belum mendapat imunisasi dan imunisasinya
tidak lengkap. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013,
beberapa alasan yang menyebabkan bayi tidak mendapat
imunisasi diantaranya; takut panas, keluarga tidak
mengizinkan, tempat imunisasi jauh, sibuk, sering sakit,
tidak tahu tempat imunisasi. Oleh sebab itu, pemberian
imunisasi universal bagi seluruh anak tanpa kecuali

14
masih merupakan tantangan bagi seluruh pihak yang
terlibat dalam upaya promosi kesehatan; baik
pemerintah, organisasi profesi, LSM, mitra swasta,
masyarakat, dan lainnya (IDAI, 2018)
Tujuan Peneliatian Tujuan dari penelitian ini adalah hubungan tingkat
pendidikan dan pengetahuan ibu dengan kelengkapan
imunisasi dasar lengkap
Metode Penelitian merupakan jenis penelitian analitik kuantitatif dengan
pendekatan secara cross sectional. Lokasi penelitiaan
dilakukan di Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga Kota
Pekanbaru. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu
yang mempunyai bayi yang berumur 9 bulan sampai 2
tahun dan melakukan imunisasi lengkap. Jumlah sampel
71 orang responden.
Hasil Penelitian  hasil penelitian menunjukkan tidak ada
hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan
kelengkapan imunisasi dasar pada bayi di
Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga Kota
Pekanbaru. Hal ini didasarkan pada hasil analisis
dengan uji chi square diperoleh pvalue = 0,321
(p value > 0,05) sehingga hipotesa yang
mengatakan adanya hubungan antara pendidikan
ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar lengkap
ditolak secara statistik.
 Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan ada
hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan
kelengkapan imuunisasi dasar pada bayi di
Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga Kota
Pekanbaru. Hal ini didasarkan pada hasil analisis

15
dengan uji chi square diperoleh pvalue = 0,000
(pvalue < 0,05).
 Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan tidak
ada hubungan antara dukungan keluarga dengan
kelengkapan imunisasi dasar pada bayi di
Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga Kota
Pekanbaru. Hal ini didasarkan pada hasil analisis
dengan uji chi square diperoleh p value = 0,619
(pvalue > 0,05).

2) Jurnal Hubungan Kecemasan Ibu Tentang Efek Samping


Imunisasi DPT Dengan Pemberian Imunisasi DPT

Judul Hubungan Kecemasan Ibu Tentang Efek Samping


Imunisasi DPT Dengan Pemberian Imunisasi DPT
Jurnal Jurnal Akrab Juara
Situs Download Scholar.google.co.id
Tahun 2018
Latar Belakang aradigma sehat dilaksanakan melalui beberapa kegiatan
salah satu diantaranya adalah penceghan penyakit. (1)
Vak-sininasi yang diberikan selama 2013 hanya 84%
dari bayi seluruh dunia yang mendapatkan DPT.
Menurut WHO 3 juta kematian setiap tahun dari
penyakit difteri, pertusis dan tetanus (DPT) batuk rejan,
Menurut World Health Orga-nization (WHO), tercatat
ada 7.097 kasus difteri yang dilaporkan di seluruh dunia
pada tahun 2016. Di antara angka tersebut, Indonesia
turut menyumbang 342 kasus. Sejak tahun 2011,
kejadian luar biasa (KLB) untuk kasus difteri menjadi
masalah di Indonesia. Tercatat 3.353 kasus difteri

16
dilaporkan dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2016
dan angka ini menempatkan Indonesia menjadi urutan
ke-2 setelah India dengan jumlah kasus difteri
terbanyak. Dari 3.353 orang yang menderita difteri, dan
110 di antaranya meninggal dunia. Hampir 90% dari
orang yang terinfeksi, tidak memiliki riwayat imunisasi
difteri yang lengkap.(2) Dalam survey Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menemukan
angka kematian bayi di Indonesia 92 per 1.000 kelahiran
hidup,(3) sedangkan target yang ingin di jangkau 23 per
1.000 kelahiran hidup. Cakupan imunisasi dasar lengkap
di provinsi Yogyakarta 83.1%, dan papua 29.2% yang
mendapatkan imunisasi. Berdasarkan Riskesdas 2013
cakupan imunisasi hanya 89%. Capaian Universal Child
Organization (UCI) pad tahun 2010 hanya 75.3% dari
seluruh dunia.
Tujuan Peneliatian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan kecemasan ibu tentang efek samping
imunisasi DPT dengan pemberian imunisasi DPT
Metode Penelitian Desain penelitian survei analitik dengan explanatory
research pendekatan potong lintang (cross sectional)
metode kuantitatif. dimana proses pengambilan data
dilakukan dalam waktu bersamaan (Sugiono 2013).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang
membawa bayinya untuk diberi imunisasi DPT di
Puskesmas Rantang Medan sebanyak 67 responden.
Sampel penelitian ini menggunakan metode total
populasi sampling dengan menggunakan semua ibu
yang membawa anaknya untuk di imunisasi DPT di

17
Puskesmas Rantang Medan. berjumlah 120 orang.
Metode pengukuran menggunakan instrumen pe-nelitian
dalam bentuk kuesioner yang sekaligus panduan
observasi untuk mem-peroleh data-data variabel
kecemasan ibu dan efek samping imunisasi DPT dengan
pemberian imunisasi DPT.
Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap
ibu yang mempunyai anak yang akan imunisasi DPT
dapat diambil kesimpulan : Ada hubungan kecemasan
ibu tentang efek samping imunisasi DPT dengan
pemberian imunisasi DPT. Namun karakteristik
responden berpengaruh terhadap kecemasan ibu
sehingga kecemasan tersebut membuat ibu– ibu takut
untuk memberikan imunisasi terhadap anaknya.

18
3) Jurnal Analisis Pengelolaan Rantai Dingin Vaksin Imunisasi Dasar
Di Puskesmas Tahun 2018

Judul Analisis Pengelolaan Rantai Dingin Vaksin Imunisasi


Dasar di Puskesmas Tahun 2018
Jurnal Jurnal Berkala Epidemiologi
Situs Download http://journal.unair.ac.id
Tahun 2018
Latar Belakang Vaksin yang digunakan untuk membentuk antibodi
mempunyai beberapa kerentanan atau kelemahan
terhadap kerusakan. Vaksin berpotensi mengalami
kerusakan apabila terpapar dengan suhu panas dan suhu
beku. Pengelolaan suhu penyimpanan vaksin di tingkat
puskesmas berada pada suhu antara 20-80C (Kemenkes
RI, 2013).
Penjagaan terhadap vaksin dari potensi kerusakan perlu
dilakukan. Penjagaan ini dimulai dari proses pembuatan
di pabrik sampai dengan diberikan ke sasaran. Beberapa
faktor yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan rantai
dingin vaksin imunisasi yaitu peralatan dan petugas.
Hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 2011 dan
2012 menunjukkan bahwa banyak terjadi kerusakan
vaksin saat pengelolaan karena peralatan tidak dikelola
dengan baik (Kemenkes RI, 2013).
Tujuan Peneliatian Tujuan dari penelitian ini adalah unruk mnegetahui
pengelolaan rantai dingin vaksin imunisasi dasar di
puskesmas di wilayah Dinas Kesehatan Kabupaten
Solok Selatan.

Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Teknik

19
pengambilan sampel menggunakan teknik purposive
sampling. Penelitian ini menggunakan sumber data
primer dan sekunder. Sumber data primer diambil
dengan wawancara mendalam, sedangkan data sekunder
berasal dari telaah dokumen serta observasi data tahun
2018. Teknik analisis data untuk membuktikan
kebenaran data dilakukan dengan triangulasi metode dan
triangulasi sumber. Triangulasi metode pada penelitian
ini yaitu sumber data diperoleh melalui beberapa cara
seperti wawancara mendalam, observasi atau telaah
dokumen. Penyajian data dengan melakukan
penyederhanaan data (reduksi data) sesuai dengan
kelompok data yang sama dan disajikan dengan matriks
secara naratif serta dibuat kesimpulannya.
Hasil Penelitian  Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ketersediaan tenaga untuk mengelola rantai
dingin vaksin imunisasi dasar dengan latar
belakang pendidikan sarjana yang terdiri dari
profesi perawat dan bidan sudah cukup memadai
di semua puskesmas di Dinas Kesehatan
Kabupaten Solok Selatan, walaupun salah satu
puskesmas yaitu Puskesmas Lubuk Ulang Aling
masih ditemukan tenaga yang belum dilatih. Hal
tersebut sesuai dengan hasil wawancara dengan
informan (R-1; R-3).
 Sarana dan prasarana juga merupakan unsur
mendasar dalam pengelolaan rantai dingin
vaksin imunisasi dasar di tingkat puskesmas.
Adapun sarana dan prasarana yang tersedia

20
adalah lemari es, boks vaksin, termos vaksin,
cool pack, termometer, log tag sebagai pengganti
freeze tag dan Vaccine Cold Chain Monitor
(VCCM), voltage stabilizer, dan genset. Sarana
prasarana ini sudah tersedia di semua puskesmas
walaupun dari segi kuantitas masih belum
mencukupi di beberapa puskesmas. Kekurangan
jumlah termos vaksin terjadi di Puskesmas
Lubuk Ulang Aling dan Puskesmas Mercu.
Kekurangan jumlah voltage stabilizer terjadi di
Puskesmas Lubuk Ulang Aling, Abai, Bidar
Alam, Talunan, Mercu, Lubuk Gadang dan
Pakan Salasa. Hal ini sesuai dengan hasil
wawancara dengan informan (R-2; R-7).
 Prosedur penyimpanan vaksin secara garis besar
sudah dilakukan sesuai ketentuan oleh
puskesmas. Pencairan bunga es dalam lemari es
pada saat penyimpanan vaksin belum semua
Puskesmas melakukan tepat pada waktunya
(Tabel 1). Ada 3 puskesmas yang terlambat
melakukan pencairan bunga es > 0,50 cm yaitu
Puskesmas Abai, Bidar Alam dan Lubuk
Gadang. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara
dengan informan dan hasil observasi (R-13).
 Prosedur pemakaian vaksin untuk pelayanan di
posyandu sudah dilakukan sesuai ketentuan oleh
semua puskesmas walaupun pada termos vaksin
tidak tersedia alat pengukur suhu termometer.

21
Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dan hasil
observasi.

22
BAB IV
A. Kesimpulan
1) Pada Jurnal “Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelengkapan
Imunisasi Dasar Di Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga” dapat
disimpulkan bahwa tingkat pendidikan adalah tidak ada hubungan
yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan kelengkapan
imunisasi dasar, kemudian tingkat pengetahuan terdapat hubungan
yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan kelengkapan
imunisasi dasar. Sedangkan untuk variabel dependent dukungan
keluarga tidak ada hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga
kelengkapan imunisasi dasar.
2) Pada jurnal tersebut disarankan bahwa kepada tenaga kesehatan agar
lebih meningkatkan pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar lengkap
dengan cara memberikan penyuluhan. Kepada ibu agar membawa
anaknya keposyandu ataupun puskesmas untuk mendapatkan
imunisasi dasar lengkap
3) Pada jurnal “Hubungan Kecemasan Ibu Tentang Efek Samping
Imunisasi DPT dengan Pemberian Imunisasi DPT” dapat disimpulkan
bahwa ada kecemasan ibu tentang efek samping imunisasi DPT
dengan pemberian imunisasi DPT, Namun karakteristik responden
berpengaruh terhadap kecemasan ibu sehingga kecemasan tersebut
membuat ibu– ibu takut untuk memberikan imunisasi terhadap
anaknya.
4) Pada Jurnal “Analisis Pengelolaan Rantai Dingin Vaksin Imunisasi
Dasar Di Puskesmas Tahun 2018” dapat diambil kesimpulan bahwa
Pengelolaan rantai dingin vaksin imunisasi dasar di puskesmas
wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Solok Selatan secara
keseluruhan sudah cukup baik karena tidak ditemukan vaksin rusak
selama proses pengelolaan, walaupun pada tahapan masukan dan
proses masih belum baik. Hal yang menjadi perhatian adalah

23
diperlukan penyediaan termometer dalam termos vaksin yang dibawa
dari puskesmas ke posyandu

DAFTAR PUSTAKA

Mulyani N, Rinawati M, 2013, Imunisasi Untuk Anak Yogyakarta : Medical Book.

Ainul M, 2015, Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Pemberian Imunisasi DPT pada
Bayi di Klinik Assyafa Kecamatan Medan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Akademi
Kebidanan Helvetia Medan.

http://journal.unair.ac.id/index.php/JBE/

Kemenkes RI. (2016). Profil kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan


RI.

http://jurnal.alinsyirah.ac.id/index.php/kebidanan

IDAI. (2018). Seputar Pekan Imunisasi Dunia 2018. Retrieved from


http://www.idai.or.id/artikel/klinik/imunisasi/seputar-pekan-imunisasi-dunia-2018

24

Anda mungkin juga menyukai