Anda di halaman 1dari 9

Nama : Gerry Akbarhananta Putra

NIM : E1A017115
Kelas : A/Gabungan

Tabel Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Restitusi di Indonesia

No. Undang-Undang Pasal dan isinya


1. Kitab Pasal 98
Undang-Undang (1) Jika suatu perbuatan yang menjadi dasar dakwaan di dalam suatu pemeriksaan perkara pidana oleh
Hukum Acara pengadilan negeri menimbulkan kerugian bagi orang lain, maka hakim ketua sidang atas permintaan
Pidana orang itu dapat menetapkan untuk menggabungkan perkara gugatan ganti kerugian kepada perkara
pidana itu.
(2) Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diajukan selambat-lambatnya sebelum
penuntut umum . mengajukan tuntutan pidana. Dalam hal penuntut umum tidak hadir, permintaan
diajukan selambat-lambatnya sebelum hakim menjatuhkan putusan.

Pasal 99
(1) Apabila pihak yang dirugikan minta penggabungan perkara gugatannya pada perkara pidana
sebagaiamana dimaksud dalam Pasal 98, maka pengadilan negeri menimbang tentang kewenangannya
untuk mengadili gugatan tersebut, tentang kebenaran dasar gugatan dan tentang hukuman penggantian
biaya yang telah dikeluarkan oleh pihak yang dirugikan tersebut.
(2) Kecuali dalam hal pengadilan negeri menyatakan tidak berwenang mengadili gugatan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) atau gugatan dinyatakan tidak dapat diterima, putusan hakim hanya memuat
tentang penetapan hukuman penggantian biaya yang telah dikeluarkan oleh pihak yang dirugikan.
(3) Putusan mengenai ganti kerugian dengan sendirinya mendapat kekuatan tetap, apabila putusan
pidananya juga mendapat kekuatan hukum tetap.

Pasal 100
(1) Apabila terjadi penggabungan antara perkara perdata dan perkara pidana, maka penggabungan itu
dengan sendirinya berlangsung dalam pemeriksaan tingkat banding.
(2) Apabila terhadap suatu perkara pidana tidak diajukan permintaan banding, maka permintaan banding
mengenai putusan ganti rugi tidak diperkenankan.
Pasal 101
Ketentuan dari aturan hukum acara perdata berlaku bagi gugatan ganti kerugian sepanjang dalam
undang-undang ini tidak diatur lain.

2. Undang-Undang Pasal 35
Nomor 26 Tahun (1) Setiap korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan atau ahli warisnya dapat memperoleh
2000 tentang kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi.
Pengadilan HAM (2) Kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dicantumkan dalam amar
putusan Pengadilan HAM.
(3) Ketentuan mengenai kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah

Penjelasan pasal 35
Yang dimaksud dengan "restitusi" adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya
oleh pelaku atau pihak ketiga. Restitusi dapat berupa :
a. pengembalian harta milik;
b. pembayaran ganti kerugian untuk kehilangan atau penderitaan; atau
c. penggantian biaya untuk tindakan tertentu.
3. Undang-Undang Pasal 36
Nomor 15 Tahun
2003 tentang (1) Setiap korban atau ahli warisnya akibat tindak pidana terorisme berhak mendapatkan kompensasi atau
Penetapan Perppu restitusi.
Nomor 1 Tahun (2) Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pembiayaannya dibebankan kepada negara yang
2002 tentang dilaksanakan oleh Pemerintah.
Pemberantasan (3) Restitusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), merupakan ganti kerugian yang diberikan oleh pelaku
Tindak Pidana kepada korban atau ahli warisnya.
Terorisme menjadi (4) Kompensasi dan/atau restitusi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam amar putusan
UU pengadilan.

Pasal 37
(1) 4. Setiap orang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputus bebas atau diputus lepas
dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
(2) Rehabilitasi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam putusan pengadilan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 38

(1) Pengajuan kompensasi dilakukan oleh korban atau kuasanya kepada Menteri Keuangan berdasarkan
amar putusan pengadilan negeri.
(2) Pengajuan restitusi dilakukan oleh korban atau kuasanya kepada pelaku atau pihak ketiga berdasarkan
amar putusan.
(3) Pengajuan rehabilitasi dilakukan oleh korban kepada Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.

Pasal 39

Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) dan pelaku sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 38 ayat (2) memberikan kompensasi dan/atau restitusi, paling lambat 60 (enam puluh) hari
kerja terhitung sejak penerimaan permohonan.

Pasal 40

(1) Pelaksanaan pemberian kompensasi dan/atau restitusi dilaporkan oleh Menteri Keuangan, pelaku, atau
pihak ketiga kepada Ketua Pengadilan yang memutus perkara, disertai dengan tanda bukti pelaksanaan
pemberian kompensasi, restitusi, dan/atau rehabilitasi tersebut.
(2) Salinan tanda bukti pelaksanaan pemberian kompensasi, dan/atau restitusi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) disampaikan kepada korban atau ahli warisnya.
(3) Setelah Ketua Pengadilan menerima tanda bukti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Ketua
Pengadilan mengumumkan pelaksanaan tersebut pada papan pengumuman pengadilan yang
bersangkutan.

Pasal 41
(1) Dalam hal pelaksanaan pemberian kompensasi dan/atau restitusi kepada pihak korban melampaui batas
waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, korban atau ahli warisnya dapat melaporkan hal tersebut
kepada pengadilan.
(2) Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) segera memerintahkan Menteri Keuangan, pelaku,
atau pihak ketiga untuk melaksanakan putusan tersebut paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja
terhitung sejak tanggal perintah tersebut diterima.

Pasal 42

Dalam hal pemberian kompensasi dan/atau restitusi dapat dilakukan secara bertahap, maka setiap tahapan
pelaksanaan atau keterlambatan pelaksanaan dilaporkan kepada pengadilan.

4. Undang-Undang Pasal 7A
Nomor 13 Tahun (1) Korban tindak pidana berhak memperoleh Restitusi berupa:
2006 jo a. ganti kerugian atas kehilangan kekayaan atau penghasilan;
Undang-Undang b. ganti kerugian yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat tindak
Nomor 31 Tahun pidana; dan/atau
2014 tentang c. penggantian biaya perawatan medis dan/atau psikologis.
Perlindungan Saksi (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan LPSK.
dan Korban (3) Pengajuan permohonan Restitusi dapat dilakukan sebelum atau setelah putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap melalui LPSK.
(4) Dalam hal permohonan Restitusi diajukan sebelum putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, LPSK dapat mengajukan Restitusi kepada penuntut umum untuk dimuat dalam
tuntutannya.
(5) Dalam hal permohonan Restitusi diajukan setelahputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap, LPSK dapat mengajukan Restitusi kepada pengadilan untuk mendapat penetapan.
(6) Dalam hal Korban tindak pidana meninggal dunia, Restitusi diberikan kepada Keluarga Korban yang
merupakan ahli waris Korban.

Pasal 7B
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan dan pemberian Kompensasi dan Restitusi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 7A diatur dengan Peraturan Pemerintah.
5. Undang-Undang Pasal 48
Nomor 21 Tahun (1) Setiap korban tindak pidana perdagangan orang atau ahli warisnya berhak memperoleh restitusi.
2007 tentang (2) Restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa ganti kerugian atas:
Pemberantasan a. kehilangan kekayaan atau penghasilan;
Tindak Pidana b. penderitaan;
Perdagangan Orang c. biaya untuk tindakan perawatan medis dan/atau psikologis; dan/atau
d. kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat perdagangan orang.
(3) Restitusi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam amar putusan pengadilan tentang perkara
tindak pidana perdagangan orang.
(4) Pemberian restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sejak dijatuhkan putusan
pengadilan tingkat pertama.
(5) Restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dititipkan terlebih dahulu di pengadilan tempat
perkara diputus.
(6) Pemberian restitusi dilakukan dalam 14 (empat belas) hari terhitung sejak diberitahukannya putusan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(7) Dalam hal pelaku diputus bebas oleh pengadilan tingkat banding atau kasasi, maka hakim
memerintahkan dalam putusannya agar uang restitusi yang dititipkan dikembalikan kepada yang
bersangkutan.

Pasal 49
(1) Pelaksanaan pemberian restitusi dilaporkan kepada ketua pengadilan yang memutuskan perkara,
disertai dengan tanda bukti pelaksanaan pemberian restitusi tersebut.
(2) Setelah ketua pengadilan menerima tanda bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketua pengadilan
mengumumkan pelaksanaan tersebut dipapan pengumuman pengadilan yang bersangkutan.
(3) Salinan tanda bukti pelaksanaan pemberian restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
oleh pengadilan kepada korban atau ahli warisnya.

Pasal 50
(1) Dalam hal pelaksanaan pemberian restitusi kepada pihak korban tidak dipenuhi sampai melampaui batas
waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (6), korban atau ahli warisnya memberitahukan hal
tersebut kepada pengadilan.
(2) Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan surat peringatan secara tertulis kepada
pemberi restitusi,untuk segera memenuhi kewajiban memberikan restitusi kepada korban atau ahli
warisnya.
(3) Dalam hal surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dilaksanakan dalam waktu 14
(empat belas) hari,pengadilan memerintahkan penuntut umum untuk menyita harta kekayaan terpidana
dan melelang harta tersebut untuk pembayaran restitusi.
(4) Jika pelaku tidak mampu membayar restitusi, maka pelaku dikenai pidana kurungan pengganti paling
lama 1 (satu)tahun.
6. Undang-Undang Pasal 71D
Nomor 23 Tahun (1) Setiap Anak yang menjadi korban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf b, huruf d,
2002 jo huruf f, huruf h, huruf i, dan huruf j berhak mengajukan ke pengadilan berupa hak atas restitusi yang
Undang-Undang menjadi tanggung jawab pelaku kejahatan.
Nomor 35 Tahun (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
2014 tentang dengan Peraturan Pemerintah.
Perlindungan Anak
Penjelasan Pasal 71D
Yang dimaksud dengan “restitusi” adalah pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku
berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas kerugian materiil dan/atau imateriil
yang diderita korban atau ahli warisnya.
Khusus untuk Anak yang berhadapan dengan hukum yang berhak mendapatkan restitusi adalah Anak
korban.
7. Undang-Undang Pasal 10
Nomor 11 Tahun (1) Kesepakatan Diversi untuk menyelesaikan tindak pidana yang berupa pelanggaran, tindak pidana
2012 tentang Sistem ringan, tindak pidana tanpa korban, atau nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum
Peradilan Pidana provinsi setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dapat dilakukan oleh penyidik
Anak bersama pelaku dan/atau keluarganya, Pembimbing Kemasyarakatan, serta dapat melibatkan tokoh
masyarakat.
(2) Kesepakatan Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Penyidik atas rekomendasi
Pembimbing Kemasyarakatan dapat berbentuk:
a. pengembalian kerugian dalam hal ada korban;
b. rehabilitasi medis dan psikososial;
c. penyerahan kembali kepada orang tua/Wali;
d. keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3
(tiga) bulan; atau
e. pelayanan masyarakat paling lama 3 (tiga) bulan.

Anda mungkin juga menyukai