Anda di halaman 1dari 11

Nama : Gerry Akbarhananta Putra

NIM : E1A017115
Kelas : A/Gabungan
Tugas Responsi IV Viktimologi

1. Yang berhak menerima kompensasi menurut pasal 2 PP Nomor 7 Tahun 2018 jo


PP Nomor 35 Tahun 2020 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan
kepada saksi dan Korban ialah:
a) Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat
b) Korban Tindak Pidana Terorisme
c) Korban Tindak Pidana Terorisme Masa Lalu
d) Warga Negara Indonesia yang menjadi Korban Tindak Pidana Terorisme
diluar wilayah negara Republik Indonesia

2. Bentuk-bentuk kompensasi menurut pp penjelasan pasal 4 ayat (1) huruf e nomor 7


tahun 2018 ialah dapat berupa sejumlah uang atau bentuk lain
Contoh bentuk lain yang tertera dalam PP No 7 tahun 2018 ialah dalam penjelasan
pasal 14 ayat (3), yaitu kompensasi yang diberikan oleh kementerian contohnya
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan
dalam hal kompensasi dalam bentuk pemberian beasiswa atau pendidikan,
kementerian yang menyelenggarakan urusan di bidang ketenagakerjaan dalam hal
kompensasi diberikan dalam bentuk kesempatan kerja, ataupun yang tercantum dalam
penjelasan pasal 17 yaitu dalam bentuk beasiswa atau pemberian pekerjaan yang
diberikan secara bertahap

3. Tata cara atau mekanisme pemberian kompensasi pada korban Pelanggaran HAM
Berat menurut Pasal 3 s.d Pasal 18 PP Nomor 7 Tahun 2018 jo PP Nomor 35 Tahun
2020 yang dirangkumnya adalah sebagai berikut:
a) Pengajuan kompensasi dilakukan pada saat penyelidikan pelanggaran HAM
berati atau sebelum dibacakan tuntutan oleh penuntut umum
b) Permohonan Kompensasi memuat paling sedikit:
a) identitas pemohon;
b) uraian tentang peristiwa pelanggaran hak asasi manusiayang berat;
c) identitas pelaku pelanggaran hak asasi manusia yang berat;
d) uraian tentang kerugian yang nyata-nyata diderita; dan
e) bentuk Kompensasi yang diminta.
c) Permohonan Kompensasi harus dilampiri dengan:
a) a. fotokopi identitas Korban yang disahkan oleh pejabat yang
berwenang;
b) b. bukti kerugian yang nyata-nyata diderita oleh Korban atau Keluarga
yang dibuat atau disahkan oleh pejabatc.yang berwenang;
c) bukti biaya yang dikeluarkan selama perawatandan/atau pengobatan
yang disahlan oleh instansi ataupihak yang melakukan perawatan atau
pengobatan;
d) fotokopi surat kematian, jika Korban meninggal dunia;
e) surat keterangan dari Komisi Nasional Hak AsasiManusia yang
menunjukkan pemohon sebagai Korban atau Keluarga Korban
pelanggaran hak asasi manusia yang berat;
f) surat keterangan hubungan Keluarga, jika permohonan diajukan oleh
Keluarga; dan
g) surat kuasa khusus, apabila permohonan Kompensasi diajukan oleh
kuasa Korban atau kuasa Keluarga.
d) LPSK memeriksa kelengkapan permohonan Kompensasi dalam jangka
waktu paling lama 7 (tujuh) Hari terhitung sejak tanggal permohonan
Kompensasi diterima.
e) Dalam hal terdapat kekuranglengkapan permohonan, LPSK memberitahukan
secara tertulis kepada pemohon untuk melengkapi permohonan. Pemohon
wajib melengkapi permohonan dalam jangka waktu paling lama 3O (tiga
puluh) Hari terhitung sejaktanggal pemohon menerima pemberitahuan dari
LPSK. Dalam hal permohonan tidak dilengkapi dalam jangka
walrtupemohon dianggapmencabut permohonannya
f) Dalam hal permohonan dinyatakan lengkap, LPSK segera melakukan
pemeriksaan substantif. Untuk keperluan pemeriksaan permohonan
Kompensasi, LPSK dapat meminta keterangan dari Korban, Keluarga, atau
kuasanya dan pihak Lainyang terkait.
g) Dalam hal Korban, Keluarga, atau kuasanya tidak hadir memberikan
keterangan 3 (tiga) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah, permohonan
yang diajukan dianggap ditarik kembali. LPSK memberitahukan penarikan
kembali permohonan kepada pemohon
h) Hasil pemeriksaan permohonan Kompensasi ditetapkan dengan Keputusan
LPSK, disertai dengan pertimbangannya. Pertimbangan LPSKdisertai dengan
rekomendasi untuk mengabulkan permohonan atau menolak permohonan
Kompensasi.
i) LPSK menyampaikan permohonan Kompensasi beserta keputusan dan
pertimbangannya kepada Jaksa Agung. Permohonan Kompensasi diperiksa
bersama-sama dengan pokok perkara pelanggaran hak asasi manusia yang
berat. Salinan surat pengantar penyampaian permohonan disampaikan
kepada Korban, Keluarga, atau kuasanya dan kepada instansi pemerintah
terkait.
j) Jaksa Agung mencantumkan permohonan Kompensasi besertakeputusan dan
pertimbangan LPSK dalam tuntutannya.
k) Pengadilan hak asasi manusia dalam melakukan pemeriksaan permohonan
Kompensasi dapat meminta keterangan kepadaKorban, Keluarga, kuasanya,
LPSK, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, atau pihak lain yang terkait.
l) Pengadilan hak asasi manusia memeriksa dan memutus permohonan
Kompensasi. jaksa Agung melaksanakan putusan pengadilan hak asasi
manusia yang memuat pemberian Kompensasi dengan menyampaikan
salinan putusan pengadilan kepada LPSK paling lambat 7 (tujuh) Hari
terhitung sejak salinan putusan pengadilan diterima.
m) Dalam hal pelaksanaan pemberian Kompensasi berdasarkan putusan
pengadilan hak asasi manusia melampaui batas waktu Korban, Keluarga,
atau kuasanya melaporkan hal tersebut kepada Jaksa Agung dengan
tembusan kepada Ketua Pengadilan Hak Asasi Manusia. Jaksa Agung
memerintahkan LPSK untuk melaksanakan pemberian Kompensaspaling
lambat 14 (empat belas) Hari terhitung sejak tanggal surat perintah diterima.
n) Dalam hal pemberian Kompensasi dilakukan secara bertahap,setiap tahapan
pelaksanaan atau keterlambatan pelaksanaan harus ditaporkan Korban,
Keluarga., atau kuasanya kepadaJaksa Agung.
Tata cara atau mekanisme pemberian kompensasi pada korban tindak pidana
terorisme menurut Pasal 18A s.d Pasal 18Q PP Nomor 7 Tahun 2018 jo PP Nomor 35
Tahun 2020 yang dirangkumnya adalah sebagai berikut
a) Permohonan kompensasi diajukan korban tindak pidana terorisme, keluarga,
atau ahli warisnya. Dapat juga menunjuk kuasa untuk mengajukan. Diajukan
secara tertulis dalam bahasa Indonesia diatas kertas bermaterai cukup kepada
LPSK. dapat diajukan sejak dimulainya penyidikan tindak pidana terorisme
dan paling lambat sebelum pemeriksaan terdakwa.
b) Permohonan Kompensasi sebagaimana dimaksud paling sedikit memuat:
i. identitas Korban tindak pidana terorisme;
ii. identitas ahli waris, Keluarga, atau kuasanya, jika permohonan tidak
diajukan oleh Korban;
iii. uraian tentang peristiwa terjadinya tindak pidanaterorisme; dan
iv. uraian tentang kerugian yang nyata-nyata diderita.
c) Permohonan Kompensasi harus dilampiri dengan:
i. fotokopi identitas Korban tindak pidana terorisme yang disahkan oleh
pejabat yang berwenang;
ii. bukti kerugian yang nyata-nyata diderita olehKorban tindak pidana
terorisme yang dibuat dan disahkan oleh pejabat yang berwenang;
iii. surat keterangan Korban tindak pidana terorismeyang ditetapkan oleh
penyidik;
iv. fotokopi surat kematian, jika Korban tindak pidanaterorisme meninggal
dunia;
v. surat keterangan hubungan Keluarga, jikapermohonan diajukan oleh
Keluarga;
vi. surat keterangan waris yang dibuat atau disahkan oleh pejabat yang
berwenang, jika permohonan diajukan oleh ahli waris; dan
vii. surat kuasa khusus, jika permohonan Kompensasi diajukan oleh kuasa
Korban tindak pidanaterorisme, kuasa Keluarga atau kuasa ahli waris.
d) LPSK memeriksa kelengkapan permohonan Kompensasi dalam jangka
waktu paling lama 7 (tujuh) Hari terhitung sejak tanggal permohonan
Kompensasi diterima.
e) Dalam hal terdapat kekuranglengkapan permohonan, LPSK memberitahukan
secara tertulis kepada Korban tindak pidana terorisme, Keluarga, ahli
warisnya, atau kuasanya untuk melengkapi permohonan dalam jangka waktu
14 hari sejak menerima pemberitahuan dari LPSK
f) Apabila dalam jangka waktu Korban tindak pidana terorisme,Keluarga, ahli
warisnya, atau kuasanya tidak melengkapi permohonan, permohonannya
ditindaklanjuti oleh LPSK.
g) Terhadap permohonan kompensasi, dilakukan pemeriksaan substantif. LPSK
dapat meminta keterangan dari Korban tindak pidana terorisme, Keluarga,
ahli waris, kuasa, kementerian/lembaga, dan pihak lain yang terkait.
h) Selain melakukan pemeriksaan substantif, LPSK juga melakukan rincian
penghitungan kerugian yang nyata-nyata diderita oleh Korban tindak pidana
terorisme.
Rincian penghitungan kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. Korban luka;
b. Korban meninggal dunia;
c. hilangnya penghasilan/pendapatan; dan/atau
d. hilang atau rusaknya harta benda.
Penghitungan dilakukan secara rasional dan proporsional dengan
mempertimbangkan kerugian baik secara rnateriil maupun imateriel. Besaran
penghitungan nilai kerugian ditetapkan oleh LPSK setelah mendapat
persetujuan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
keuangan.
i) Hasil pemeriksaan substantif dan penghitungan kerugian ditetapkan dengan
Keputusan LPSK disertai dengan pertimbangannya disertai dengan
rekomendasi untuk mengabulkan permohonan Kompensasi atau menolak
permohonan Kompensasi.
j) LPSK menyampaikan permohonan Kompensasi beserta Keputusan LPSK
dan pertimbangannya kepada penyidik.
Dalam pertimbangan sebagaimana dimaksud padaayat (1), LPSK
menyampaikan:
a. uraian mengenai penghitungan besaran nilai Kompensasi sesuai yang
telah ditetapkan oleh LPSK; dan
b. agar penuntut umum dalam tuntutannya memintaHakim untuk
memutuskan terlebih dahulupemberian Kompensasi.
k) Setelah menerima permohonan Kompensasi, penyidik melampirkan
permohonan Kompensasi dalam berkas perkara.
l) Dalam hal penyidik telah menyerahkan berkas perkara kepada penuntut
umum, permohonan Kompensasi beserta Keputusan LPSK dan
pertimbangannya disampaikan langsung kepada penuntut umum paling
lambatsebelum pemeriksaan terdakwa.
m) Salinan surat pengantar penyampaian permohonan Kompensasi beserta
Keputusan LPSK dan pertimbangannya disampaikan oleh LPSK kepada
Korban tindak pidana terorisme, Keluarga, ahli waris, atau kuasanya.
n) Penuntut umum mencantumkan jumlah Kompensasi berdasarkan jumlah
kerugian dalam tuntutan
o) Dalam hal tersangka atau terdakwa tindak pidana terorisme tidak ditemukan
atau meninggal dunia, permohonan Kompensasi beserta Keputusan LPSK
dan pertimbangannya disampaikan secara langsung oleh LPSK kepada
pengadilan untuk mendapatkan penetapan. ermohonan penetapan diajukan
paling singkat 1 (satu) tahun sejak terjadinya peristiwa tindak pidana
terorisme.
p) Dalam hal Korban tindak pidana terorisme, Keluarga atau ahli warisnya tidak
mengajukan permohonan Kompensasi, Kompensasi diajukan oleh LPSK.
Pengajuan Kompensasi sdilakukan berdasarkan surat keterangan penetapan
Korban tindak pidana terorisme yang dikeluarkan oleh penyidik berdasarkan
hasil olah tempat kejadian tindak pidana terorisme. Pengajuan kompensasi
dihitung berdasarkan nilai kerugian yang ditetapkan oleh LPSK setelah
mendapat persetujuan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang keuangan. Hasil penghitungan kerugian ditetapkan dengan
Keputusan LPSK disertai dengan pertimbangan yang memuat rekomendasi
untuk mengabulkan permohonan Kompensasi atau menolak permohonan
Kompensasi.
q) Jaksa melaksanakan putusan pengadilan yang memuat pemberian
Kompensasi dengan menyampaikan salinan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap kecuali pengadilan menetapkan lain
terkait dengan pembayaran Kompensasi kepada LPSK dalam waktu paling
lama 7 (tujuh) Hari terhitung sejak tanggal salinan putusan pengadilan
diterima.
r) Penyampaian salinan putusan pengadilan dilakukan dengan membuat berita
acara penyerahan salinan putusan pengadilan kepada LPSK untuk
melaksanakan pemberian Kompensasi.SK menyampaikan salinan putusan
pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Korban tindak
pidana terorisme, Keluarga, ahli waris, atau kuasanya dalam waktu paling
lama 7 (tujuh) Hari terhitung sejak tanggal salinan putusan pengadilan
diterima.
s) SK melaksanakan pemberian Kompensasi kepada Korban tindak pidana
terorisme, Keluarga, ahli waris, atau kuasanya berdasarkan putusan
pengadilandalam waktu paling lama 90 (sembilan puluh) Hari terhitung sejak
tanggal salinan putusan pengadilan atau penetapan pengadilan diterima
LPSK.

Tata cara atau mekanisme pemberian kompensasi pada korban tindak pidana
terorisme masa lalu menurut Pasal 44B s.d Pasal 44H PP Nomor 7 Tahun 2018 jo PP
Nomor 35 Tahun 2020 yang dirangkumnya adalah sebagai berikut
a) Untuk mendapatkan hak kompensasi, Korban Tindak Pidana Terorisme Masa
Lalu, mengajukan permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia di atas
kertas bermeterai cukup kepada LPSK. Dalam hal Korban Tindak Pidana
Terorisme Masa Lalu menunjuk Keluarga, ahli warisnya atau kuasanya,
permohonan diajukan oleh Keluarga, ahli warisnya atau kuasanya.
Permohonan sdiajukan paling lambat tanggal 22 Juni 2021.
b) Permohonan harus memuat:
a) identitas Korban Tindak Pidana Terorisme Masa Lalu;
b) identitas ahli waris, Keluarga, atau kuasanya, jika permohonan tidak
diajukan oleh Korban Tindak Pidana Terorisme Masa Lalu; dan
c) uraian tentang peristiwa terjadinya tindak pidana terorisme masa lalu.
c) Permohonan dengan melampirkan:
a) a. fotokopi identitas Korban Tindak Pidana Terorisme Masa Lalu;
b) fotokopi surat kematian, jika Korban Tindak Pidana Terorisme Masa
Lalu meninggal dunia;
c) surat keterangan hubungan Keluarga, jika permohonan diajukan oleh
Keluarga;
d) surat keterangan waris yang dibuat atau disahkan oleh pejabat yang
berwenang, jika permohonan diajukan oleh ahli waris;
e) surat penetapan Korban Tindak Pidana Terorisme Masa Lalu yang
dikeluarkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme; dan
f) surat kuasa khusus, jika permohonan Kompensasi diajukan oleh kuasa
Korban Tindak Pidana Terorisme Masa Lalu atau kuasa Keluarga.
d) Surat penetapan Korban Tindak Pidana Terorisme Masa Laludiajukan oleh
Korban Tindak Pidana Terorisme Masa Lalu, Keluarga,ahli warisnya atau
kuasanya kepada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme. Badan
Nasional Penanggulangan Terorisme menerbitkan surat penetapan Korban
Tindak Pidana Terorisme Masa Laludalam jangka waktu paling lama 14
(empat belas) Hari terhitung sejak permintaan diterima
e) SK melakukan pemeriksaan terhadap permohonan dilakukan secara
administratif dan substantif.
f) Pemberian Kompensasi diberikan kepada Korban, Keluarga, ahli waris atau
kuasanya oleh LPSK. pelaksanaan pemberian Kompensasi dilakukan dalam
waktu paling lama 30 (tiga puluh) Hari terhitung sejak ditetapkannya
Keputusan LPSK .pelaksanaan pemberian Kompensasi dapat diperpanjang
untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) Hari.
g)
Tata cara atau mekanisme pemberian kompensasi pada Warga negara Indonesia yang
menjadi korban tindak pidana terorisme Diluar negeri menurut Pasal 44M s.d Pasal
44P PP Nomor 7 Tahun 2018 jo PP Nomor 35 Tahun 2020 yang dirangkumnya
adalah sebagai berikut
a) Permohonan untuk memperoleh Kompensasi diajukan oleh Warga Negara
Indonesia yang menjadi Korban tindak pidana terorisme di luar wilayah
negara Republik Indonesia, Keluarga, atau ahli warisnya serta diajukan
secara tertulis dalam bahasa Indonesia di atas kertas bermeterai cukup
kepada LPSK. Dalam hal Warga Negara Indonesia yang menjadi Korban
tindak pidana terorisme di luar wilayah negara Republik Indonesia, Keluarga,
atau ahli warisnya menunjuk kuasa, permohonandiajukan oleh kuasanya.
b) Permohonan Kompensasi spaling sedikit memuat:
a) identitas Warga Negara Indonesia yang menjadi Korban tindak pidana
terorisme di luar wilayah negara Republik Indonesia;
b) identitas ahli waris, Keluarga, atau kuasanya, jika permohonan tidak
diajukan oleh Korban;
c) uraian tentang peristiwa terjadinya tindak pidana terorisme; dand. uraian
tentang kerugian yang nyata-nyata diderita
c) Permohonan Kompensasi sdengan melampirkan:
a) fotokopi identitas Warga Negara Indonesia yang menjadi Korban tindak
pidana terorisme di luar wilayah negara Republik Indonesia yang
disahkan oleh pejabat yang berwenang;
b) bukti kerugian yang nyata-nyata diderita oleh Warga Negara Indonesia
yang menjadi Korban tindak pidana terorisme di luar wilayah negara
Republik Indonesia yang dibuat dan disahkan oleh pejabat yang
berwenang;
c) surat keterangan dan Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang
menyatakan bahwa yang bersangkutan adalah Korban berdasarkan
ketentuan yang berlaku di negaratempat terjadinya tindak pidana
terorisme;
d) fotokopi surat kematian dan pejabat yang berwenang, jika Warga Negara
Indonesia yang menjadi Korban tindak pidana terorisme di luar wilayah
negara Republik Indonesia meninggal dunia;
e) surat keterangan hubungan Keluarga, jika permohonan diajukan oleh
Keluarga;
f) Surat keterangan waris yang dibuat atau disahkan oleh pejabat yang
berwenang, jika permohonan diajukan oleh ahli waris; dan
g) surat kuasa khusus, jika permohonan Kompensasi diajukan oleh kuasa
Warga Negara Indonesia yang menjadi Korban tindak pidana terorisme
di luar wilayah negara Republik Indonesia, kuasa Keluarga, atau kuasa
ahli waris.
Dalam hal di negara tempat terjadinya tindak pidana terorisme tidak
menggunakan istilah tindakpidana terorisme, penerbitan surat keteranganoleh
Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri dapat dilakukan dengan
berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
d) LPSK melakukan pemeriksaan administratif dan substantif terhadap
permohonan
e) Pemberian Kompensasi dilakukan berdasarkan penetapan pengadilan. Untuk
mendapatkan penetapan Kompensasi LPSK mengajukan permohonan
penetapan beserta pertimbangannya kepada pengadilan.
f) LPSK melaksanakan pemberian Kompensasi kepada Warga Negara
Indonesia yang menjadi Korban tindak pidana terorisme di luar wilayah
negara Republik Indonesia, Keluarga, ahli waris, atau kuasanya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44N dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan
puluh) Hari terhitung sejak tanggal salinan penetapan pengadilan diterima.

4. Pelaksanaan kompensasi di Indonesia sudah cukup baik, namun dalam


pelaksanaannya masih terdapat kekurangan. Diantaranya adalah sebagai berikut:
a) Dalam pengaturan PP Nomor 7 Tahun 2018 jo PP Nomor 35 Tahun 2020,
disebutkan bahwa “Kompensasi adalah ganti kerugian yang diberikan oleh
negara karena pelaku tidak marnpu memberikan ganti kerugian sepenuhnya
yang menjadi tanggung jawabnya.”. Artinya kompensasi hanya dilakukan
jika korban tidak mendapat ganti rugi dari pelaku. Ketentuan ini tidaklah
relevan jika dibandingkan dengan ketentuan kompensasi terhadap korban
tindak pidana terorisme pada masa lalu. Karena sulit membuktikan pelaku
pada tindak pidana terorisme dikarenakan peristiwa yang terjadi sudah lama.
Maka hal ini dapat menghalangi korban untuk mendapatkan kompensasi
b) Kompensasi mempunyai keterkaitan dengan hasil putusan pidana. Dengan
didasarkannya kompensasi pada kesanggupan korban membayar restitusi
atau ganti rugi, ini juga menjadi salah satu kendala. Apabila dalam suatu
kasus pelanggaran HAM berat, terdakwa dibebaskan dan tidak
dicantumkannya kewajiban membayar restitusi, maka dengan ini dapat
dipastikan bahwa korban juga tidak akan mendapatkan kompensasi. Hal ini
tentu dapat merugikan korban, apalagi yang secara jelas mendapat kerugian
baik materiil maupun imateriil.
c) Pemberian kompensasi kepada korban tindak pidana terorisme pada masa
lalu memang sangat diapresiasi keberadaannya. Dengan direvisinya
ketentuan PP Nomor 7 Tahun 2018 melalui PP Nomor 35 Tahun 2020
membuktikan bahwa PP ini ingin memberikan kesempatan kepada korban
terorisme pada masa lalu. Namun pelaksanaan aturan ini memiliki kendala
banyaknya korban terorisme pada masa lalu, ditambah dalam ketentuan PP
tersebut terdapat tenggat waktu pengajuan hingga 22 Juni 2021. Sehingga
menjadi tugas bagi pemerintah untuk melakukan sosialisasi dan memberikan
kompensasi terhadap seluruh korban tindak pidana terorisme pada masa lalu.
Maka harapannya, ketentuan mengenai kompensasi dapat direvisi dengan
tidak terlalu bergantung kepada restitusi maupun hasil putusan pidana. Hal ini
memiliki harapan supaya korban mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk
mendapat kompensasi tanpa harus bergantung pada hasil putusan pidana.
Pelaksanaan kompensasi terhadap tindak pidana terorisme pada masa lalu juga
diharapkan lebih maksimal demi tercapainya keadilan oleh korban pada saat itu.

Anda mungkin juga menyukai