Anda di halaman 1dari 21

UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGANAN

HUKUM BAGI PERAWAT PERSPEKTIF


TUDUHAN BERBUAT KEJAHATAN KESEHATAN

SUTRISNO
A. Latar Belakang

 Setiap orang berhak memperoleh layanan kesehatan (Deklarasi HAM Artikel 25:1 dan Pasal 28 H ayat (1) UUD
Negara RI 1945)
 Negara bertanggungjawab atas fasilitas layanan kesehatan yang layak – Pasal 34 UUD Negara RI 1945
 Negara memiliki Kementrian Kesehatan sebagai pelaksana kesehatan.
 Layanan kesehatan dilakukan oleh Tenaga Kesehatan yang Profesional

- Kewenangan Atributif
- Kewenangan Delegatif
- Kewenangan Mandat

Pasal 36 – UU RI 38/2014 Dalam melaksanakan praktek keperawatan berhak


a) Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai standar pelayanan, standar
profesi, standar operasional dan ketentuan peraturan per undang-undangan
B. Pencegahan Berbuat Kejahatan
(CRIME PREVENTION)
(SECURITY CONSULT)

Menurut National Crime Prevention Council (USA)


Pencegahan Kejahatan adalah pola sikap perilaku yang diarahkan untuk mengurangi ancaman kejahatan dan
meningkatkan rasa aman

Menurut (United Nation of an Drugs and Crime ) UNODC – 2002


Pencegahan kejahatan terdiri dari strategi dan tindakan untuk mengurangi resiko terjadinya kejahatan dan potensi
akibat buruknya terhadap individu dan masyarakat termasuk ketakutan terhadap kejahatan dengan melakukan
intervensi untuk mempengaruhi berbagai penyebabnya

Mengurangi terjadinya serta danpak negative, serta melakukan intervensi untuk mempengaruhi penyebabnya
C. Faktor yang Mempengaruhi Berbuat Kejahatan
Steven Briggs merangkumnya sebagai berikut :

1. Rational Choice Theory


Manusia bertindak sesuai kepentingannya sendiri dan mengambil keputusan untuk berbuat kejahatan. Setelah menimbang
potensi resiko yang dihadapi terhadap manfaat yang didapat kalua kejahatan berhasil

2. Strain Theory
Mempunyai tujuan yang sama tetapi kemampuan dan kesempatan untuk mencapainya berbeda

3. Social Learning Theory


Sebagian besar manusia mengembangkan motivasi dan kemampuan untuk berbuat jahat nelalui pergaulan dengan orang-orang
jahat disekelilingnya

4. Social Control Theory


Sebagian besar manusia akan berbuat jahat apabila pengawasan masyarakat melalui lembaga, organisasi dll mengalami
kegagalan

5. Labeling Theory
Penguasa menentukan perbuatan apa yang dinyatakan sebagai kejahatan dan menetapkan pelakunya sebagai penjahat

6. Biology, genetic And Evolution


Asupan makan yang buruk sebagai bentuk penyakit jiwa, kenakalan bersifat agresif adalah penyebab perilaku kejahatan
D. Pengertian

Kejahatan Adalah tiap kelakuan yang bersifat tidak susila dan merugikan yang menimbulkan
begitu banyak ketidak tenangan dalam suatu masyarakat tertentu, sehingga
masyarakat itu berhak untuk mencela dan mengatakan penolakan atas
kelakuan tersebut

Kejahatan Adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertantangan dengan norma-norma dan
etika
E. Kewajiban Administrasi Praktek Perawat

 Sesuai undang – undang no 38 tahun 2014 tentang Keperawatan


 Pasal 18 (1) Perawat praktek wajib memilik STR yang sah dan berlaku
(3) Memiliki Ijazah perawat yang sah
- Sehat Fisik dan mental
- Memiliki Surat pernyataan sumpah Profesi / janji
- Memiliki Sertifikat Kompetensi Profesi

 Pasal 19 (1) Perawat praktek wajib memiliki Izin (SIPP) yang berlaku
F. Rumusan Perbuatan Tindak Pidana

Secara umum dalam hukum pidana itu berisi pasal – pasal / rumusan – rumusan perbuatan dalam tindakan
pidana ( STRAF BAAR FEIT ) harus memenuhi 4 unsur

1. Tindakan itu di ancam pidana oleh hukum


2. Tindakan itu bertentangan dengan hukum
3. Tindakan itu dilakukan oleh yang bersalah
4. Orang itu dipandang yang bertanggung jawab

Dapat juga pidana di urai dalam 2 aspek

5. ACTUS REUS
• Yakni apa perbuatan jahat itu (objek) dapat bersifat Commissie Delict (postif)
• Bersifat Ommissie Delict (negative) seorang tidak melakukan perbuatan tertentu yang ia wajib
melakukannya sehingga suatu peristiwa yang tidak di harapkan terjadi

peristiwa ini tidak akan terjadi apabila perbuatan tertentu itu yang wajib dilakukan tapi tidak dilakukan
2. MEANS REA
• Yakni pertanggung jawaban dari pelaku (subyektif) suatu tindakan pidana apapun bentuknya harus ada 3
unsur

1. Sebagai perbuatan yang dilarang


2. Akibat dari perbuatan itu menjadi alas an mengapa perbuatan itu dilarang
3. Adanya sifat melanggar (melawan) hokum dalam rangkaian sebab akibat dari suatu perbuatan

Ke tiga unsur diatas sebagai faktor seseorang di duga sebagai pelaku. Hal ini sebagai kesalahan hukum
pidana Tiada pidana, tanpa kesalahan ( GEEN STRAF ZONDER SCHULD )

 Kesalahan itu berhubungan dengan situasi kebatinan sipelaku, ketika melakukan suatu tindakan pidana
sebagai ukuran pertanggung jawabannya
 Pasal 63 ayat 2 RUHP Bab perbarengan tindak pidana jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan
pidana umum diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka yang khusus itulah yang di terapkan
asas LEX SPECIALIS DEROGAT LEGI GENERALI
Cara Memperoleh Kewenangan

Secara teori terdapat tiga cara untuk memperoleh wewenang yakni Atribusi, Delegasi dan Mandat.

 Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintah oleh pembuat Undang-undang kepada organisasi
pemerintah
 Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintah dari suatu organ kepada organ pemerintah lainnya
 Mandat adalah terjadi ketika organ pemerintah mengijinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas
namanya
G. Penanganan Hukum

Pelaku tindak pidana terdiri dari tiga jenis, yakni sesuai pasal 55 ayat 1 poin 1 KUHP
 Yang melakukan
 Yang menyuruh melakukan (Doen Plegen)
 Yang turut serta melakukan (Medepleger)
PEMILIHAN PENYELESAIAN

1. Melalui Litigasi → Jalur Pengadil


2. Melalui Non Litigasi → Mediasi
ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

Pasal 6 (Undang – undang Republik Indonesia Nomor 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa

1) Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif penyelesian sengketa
yang didasarkan pada itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri

2) Penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui alternatif penyelesian sengketa sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diselesaikan dalam pertemuan langsung oleh para pihak dalam waktu paling lama 14 (empat
belas) hari dan hasilnya dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis

3) Dalam hal sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat diselesaikan, maka
atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau
lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator
4) Apabila para pihak tersebut dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dengan bantuan seorang mediator
atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator tidak berhasil mencapai kata sepakat, atau mediator
tidak berhasil mempertemukan kedua belah pihak, maka para pihak dapat menghubungi sebuah lembaga
arbitrase atau lembaga alternatif penyelesian sengketa untuk menunjuk seorang mediator

5) Setelah penunjukan mediator oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa, dalam
waktu paling lama 7 (tujuh) hari usaha mediasi harus sudah dapat dimulai

6) Usaha penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui mediator sebagaimana dimaksud dalam ayat (5)
dengan memegang teguh kerahasiaan, dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari harus tercapai kesepakatan
dalam bentuk tertulis yang ditanda tangani oleh semua pihak yang terkait

7) Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat secara tertulis adalah final mengikat para pihak untuk
dilaksanakan dengan itikad baik serta wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga
puluh) hari sejak penandatanganan
8) Kesepakatan penyelesian sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) wajib selesai
dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran

9) Apabila usaha perdamaian sebagaimana dimaksud adalam ayat (1) sampai dengan ayat (6) tidak dapat dicapai,
maka para pihak berdasarkan kesepakatan secara tertulis dapat mengajukan usaha penyelesaiannya melalui
lembaga arbitrase atau arbitrase ad-hoc
PROSEDUR PENANGANAN
A. Prosedur Penanganan Kasus di BBHA PPNI

1. Kasus didapat melalui :


a. Pengaduan dari pasien atau keluarga atau kasus hukum pasien atau pihak lain yang merasa dirugikan
akibat tindakan perawat dan diduga adanya pelanggaran hukum oleh perawat
b. Laporan langsung dari perawat yang sedang bermasalah atau menjadi terlapor
c. Pemberitaan media cetak dan atau elektronik yang telah diverifikasi oleh PPNI

2. Pengurus BBHA PPNI melakukan verifikasi


a. Pengadu yang teridentifikasi
b. Administrasi dari perawat terlapor (identitas, DPW PPNI atau DPD PPNI tempat terlapor yang terdaftar
sebagai anggota dan memiliki NIRA)
3. Pengurus BBHA PPNI melakukan analisa pengaduan

4. Apabila terlapor mencabut kuasa pembelaannya akan lepas haknya

5. Apabila kasus yang belum teridentifikasi dengan jelas, maka :


1) Dilakukan pemanggilan terhadap perawat terlapor
2) Apabila merupakan kasus disiplin keilmuan keperawatan maka diperiksa kembali keperawatan
3) Terkait poin 2) diatas maka pengurus BBHA PPNI melakukan pembelaan dan pendampingan
4) Apabila merupakan kasus hukum (pidana atau perdata), pengurus BBHA PPNI melakukan pembelaan
dengan segala instrumen yang melingkupinya (misal : mempersiapkan saksi ahli)
B. Koordinasi Hubungan Kerja BBHA PPNI
Hubungan kerja BBHA PPNI terbagi atas hubungan kerja internal dan hubungan kerja eksternal :
1. Hubungan Kerja Internal
a. BBHA PPNI Pusat dan DPW BBHA Provinsi merupaka hubungan koordinasi yang bersifat konsultasi dan
rujukan
b. BBHA PPNI Pusat dan BBHA PPNI Provinsi dengan bidang atau divisi hukum dan pemberdayaan politik
PPNI DPP dan DPW memiliki hubungan koordinasi yang bersifat konsultasi dalam pembinaan dan
pembelaan
c. BBHA PPNI Pusat dan BBHA PPNI Provinsi dengan Bagian Hukum Ikatan atau himpunan, bekerjasama
dalam pembelaan, pembinaan dan konsultasi
d. BBHA PPNI Pusat, BBHA PPNI Provinsi, MKEK Provinsi, serta Kolegium Keperawatan memiliki
hubungan koordinasi dan kerjasama dalam penyelesaian masalah
2) Hubungan Kerja Eksternal
BBHA PPNI mengadakan kerjasama dengan lembaga dan instansi lain, yaitu :
a. BBHA PPNI Pusat dengan Konsil Keperawatan agar pembinaan dan bimbingan hukum dapat terlaksana
secara professional
b. BBHA PPNI Pusat dan BBHA PPNI Provinsi dengan instansi tempat perawat terlapor bertugas, di instansi
pemerintah maupun swasta
c. BBHA PPNI Pusat dan BBHA PPNI Provinsi dengan Penegak Hukum dalam rangka pendampingan dan
pembelan perawat terlapor, serta menyediakan saksi ahli
d. BBHA PPNI dan DPW BBHA PPNI dengan kementrian dan atau lembaga yang terkait sesuai dengan
tingkatannya
Tata Cara Pengaduan

1. Pengaduan oleh anggota PPNI


2. Pengaduan oleh pengurus PPNI
3. Pengaduan pihak lain
Dugaan Informasi Laporan dari
Pelanggaran Awal Anggota PPNI
Hukum

Koordinasi Mengumpulkan Diterima


dengan BBHA data dan informasi Komisariat
PPNI Provinsi serta verifikasi Kabupaten/
dan BBHA PPNI tentang pelaporan Kota/
Pusat Pusat

Mengidentifikasi Jika terdapat unsur


Verifikasi jenis kasus masuk pidana / perdata,
Data ke dalam BBHA PPNI Pusat
Pidana/Perdata/Ad dan BBHA PPNI
ministrasi/Etika Provinsi memberikan
pendampingan dan
pembelaan

Putusan Menentukan Strategi


pengadilan dan Pelaporan dan atau penyelesaian kasus
atau nota kasus selesai perawat : Non Litigasi
kesepakatan dan atau Litigasi
hasil mediasi
Tata Cara Pengaduan Oleh Anggota PPNI
Dugaan Informasi Laporan dari
Pelanggaran Awal pengurus PPNI
Hukum

Koordinasi Mengumpulkan
dengan BBHA data dan informasi Diterima DPP
PPNI Pusat dan serta verifikasi PPNI
BBHA PPNI tentang pelaporan
Provinsi

Mengidentifikasi Jika terdapat unsur


Verifikasi jenis kasus masuk pidana / perdata,
Data ke dalam BBHA PPNI Pusat
Pidana/Perdata/Ad dan BBHA PPNI
ministrasi/Etika Provinsi memberikan
pendampingan dan
pembelaan

Putusan Menentukan Strategi


pengadilan dan Pelaporan dan atau penyelesaian kasus
atau nota kasus selesai perawat : Non Litigasi
kesepakatan dan atau Litigasi
hasil mediasi
Tata Cara Pengaduan Oleh Pengurus PPNI
Laporan dari
Dugaan Informasi pasien/keluarga
Pelanggaran Awal pasien/pihak lain yg
Hukum merasa dirugikan/pihak
yg mengetahui

Koordinasi Mengumpulkan Diterima


dengan BBHA data dan informasi komisariat
PPNI Pusat dan serta verifikasi kabupaten/
BBHA PPNI tentang pelaporan Kota/Pusat
Provinsi

Mengidentifikasi Jika terdapat unsur


Verifikasi jenis kasus masuk pidana / perdata,
Data ke dalam BBHA PPNI Pusat
Pidana/Perdata/Ad dan BBHA PPNI
ministrasi/Etika Provinsi memberikan
pendampingan dan
pembelaan

Putusan Menentukan Strategi


pengadilan dan Pelaporan dan atau penyelesaian kasus
atau nota kasus selesai perawat : mediasi dan
kesepakatan atau pengadilan
hasil mediasi
Tata Cara Pengaduan Oleh Pihak Lain PPNI
SEKIAN
dan
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai