SUTRISNO
A. Latar Belakang
Setiap orang berhak memperoleh layanan kesehatan (Deklarasi HAM Artikel 25:1 dan Pasal 28 H ayat (1) UUD
Negara RI 1945)
Negara bertanggungjawab atas fasilitas layanan kesehatan yang layak – Pasal 34 UUD Negara RI 1945
Negara memiliki Kementrian Kesehatan sebagai pelaksana kesehatan.
Layanan kesehatan dilakukan oleh Tenaga Kesehatan yang Profesional
- Kewenangan Atributif
- Kewenangan Delegatif
- Kewenangan Mandat
Mengurangi terjadinya serta danpak negative, serta melakukan intervensi untuk mempengaruhi penyebabnya
C. Faktor yang Mempengaruhi Berbuat Kejahatan
Steven Briggs merangkumnya sebagai berikut :
2. Strain Theory
Mempunyai tujuan yang sama tetapi kemampuan dan kesempatan untuk mencapainya berbeda
5. Labeling Theory
Penguasa menentukan perbuatan apa yang dinyatakan sebagai kejahatan dan menetapkan pelakunya sebagai penjahat
Kejahatan Adalah tiap kelakuan yang bersifat tidak susila dan merugikan yang menimbulkan
begitu banyak ketidak tenangan dalam suatu masyarakat tertentu, sehingga
masyarakat itu berhak untuk mencela dan mengatakan penolakan atas
kelakuan tersebut
Kejahatan Adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertantangan dengan norma-norma dan
etika
E. Kewajiban Administrasi Praktek Perawat
Pasal 19 (1) Perawat praktek wajib memiliki Izin (SIPP) yang berlaku
F. Rumusan Perbuatan Tindak Pidana
Secara umum dalam hukum pidana itu berisi pasal – pasal / rumusan – rumusan perbuatan dalam tindakan
pidana ( STRAF BAAR FEIT ) harus memenuhi 4 unsur
5. ACTUS REUS
• Yakni apa perbuatan jahat itu (objek) dapat bersifat Commissie Delict (postif)
• Bersifat Ommissie Delict (negative) seorang tidak melakukan perbuatan tertentu yang ia wajib
melakukannya sehingga suatu peristiwa yang tidak di harapkan terjadi
peristiwa ini tidak akan terjadi apabila perbuatan tertentu itu yang wajib dilakukan tapi tidak dilakukan
2. MEANS REA
• Yakni pertanggung jawaban dari pelaku (subyektif) suatu tindakan pidana apapun bentuknya harus ada 3
unsur
Ke tiga unsur diatas sebagai faktor seseorang di duga sebagai pelaku. Hal ini sebagai kesalahan hukum
pidana Tiada pidana, tanpa kesalahan ( GEEN STRAF ZONDER SCHULD )
Kesalahan itu berhubungan dengan situasi kebatinan sipelaku, ketika melakukan suatu tindakan pidana
sebagai ukuran pertanggung jawabannya
Pasal 63 ayat 2 RUHP Bab perbarengan tindak pidana jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan
pidana umum diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka yang khusus itulah yang di terapkan
asas LEX SPECIALIS DEROGAT LEGI GENERALI
Cara Memperoleh Kewenangan
Secara teori terdapat tiga cara untuk memperoleh wewenang yakni Atribusi, Delegasi dan Mandat.
Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintah oleh pembuat Undang-undang kepada organisasi
pemerintah
Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintah dari suatu organ kepada organ pemerintah lainnya
Mandat adalah terjadi ketika organ pemerintah mengijinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas
namanya
G. Penanganan Hukum
Pelaku tindak pidana terdiri dari tiga jenis, yakni sesuai pasal 55 ayat 1 poin 1 KUHP
Yang melakukan
Yang menyuruh melakukan (Doen Plegen)
Yang turut serta melakukan (Medepleger)
PEMILIHAN PENYELESAIAN
Pasal 6 (Undang – undang Republik Indonesia Nomor 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa
1) Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif penyelesian sengketa
yang didasarkan pada itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri
2) Penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui alternatif penyelesian sengketa sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diselesaikan dalam pertemuan langsung oleh para pihak dalam waktu paling lama 14 (empat
belas) hari dan hasilnya dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis
3) Dalam hal sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat diselesaikan, maka
atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau
lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator
4) Apabila para pihak tersebut dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dengan bantuan seorang mediator
atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator tidak berhasil mencapai kata sepakat, atau mediator
tidak berhasil mempertemukan kedua belah pihak, maka para pihak dapat menghubungi sebuah lembaga
arbitrase atau lembaga alternatif penyelesian sengketa untuk menunjuk seorang mediator
5) Setelah penunjukan mediator oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa, dalam
waktu paling lama 7 (tujuh) hari usaha mediasi harus sudah dapat dimulai
6) Usaha penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui mediator sebagaimana dimaksud dalam ayat (5)
dengan memegang teguh kerahasiaan, dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari harus tercapai kesepakatan
dalam bentuk tertulis yang ditanda tangani oleh semua pihak yang terkait
7) Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat secara tertulis adalah final mengikat para pihak untuk
dilaksanakan dengan itikad baik serta wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga
puluh) hari sejak penandatanganan
8) Kesepakatan penyelesian sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) wajib selesai
dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran
9) Apabila usaha perdamaian sebagaimana dimaksud adalam ayat (1) sampai dengan ayat (6) tidak dapat dicapai,
maka para pihak berdasarkan kesepakatan secara tertulis dapat mengajukan usaha penyelesaiannya melalui
lembaga arbitrase atau arbitrase ad-hoc
PROSEDUR PENANGANAN
A. Prosedur Penanganan Kasus di BBHA PPNI
Koordinasi Mengumpulkan
dengan BBHA data dan informasi Diterima DPP
PPNI Pusat dan serta verifikasi PPNI
BBHA PPNI tentang pelaporan
Provinsi