Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak adalah generasi masa depan bangsa, untuk itu Negara berperan sangat

penting dalam melindungi anak, menjamin hak-haknya, hal ini juga merupakan hasil

dari konvensi hak-hak anak dari dunia internasional. Dengan kata lain seluruh Negara

yang ada di dunia mengharapkan perlindungan dan cara yang mendidik dalam

penyelesaian perbuatan kejahatan yang dilakukan oleh anak1

Aborsi tidak hanya terjadi pada orang dewasa saja, melainkan pada anak-

anak seperti contohnya kasus yang sedang dilakukan penelitian oleh peneliti ini anak

melakukan tindak pidana aborsi. Perbuatan Aborsi di Indonesia merupakan tindak

pidana, Pengaturan hukumnya terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,

yaitu Pasal 346, Pasal 347, Pasal 348, Pasal 349.2

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2014 Tentang

Kesehatan Reproduksi Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Aturan ini lahir dilatar belakangi untuk melaksanakan ketentuan yang sudah diatur

dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang

Kesehatan, yaitu Pasal 74 ayat (3), Pasal 126 ayat (4), Pasal 75 ayat (4).

1
Trini Handayani, Aji Mulyana, Tindak Pidana Aborsi, Penerbit Indeks, Jakarta Barat, 2019,
hal. 21.
2
Achadiat Charisdiono, Dinamika Etika & Hukum Kedokteran, (Jakarta: Buku Kedokteran,
2007), hal. 12.

1
Pemerintah perlu menjamin nyawa seluruh masyarakat, walaupun pelaku

adalah ibu kandungnya sendiri, baik yang dianggap menurut ilmu kedokteran sudah

dapat dianggap sebagai ahli waris seorang anak yang berada dalam kandungan ibunya

dalam keadaan tertentu. Perbuatan Aborsi dalam arti luas juga merupakan kejahatan

terhadap nyawa. Aborsi yang dilakukan oleh anak baik dikarenakan alasan tidak

direstui orangtuanya, ataupun tidak di inginkan kehadirannya tetap bukan merupakan

suatu alasan pemaaf dan pembenar dalam pidana.3

Dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun

2014 Tentang Kesehatan Reproduksi. Yang menjadi ruang lingkup aturan ini adalah

adanya suatu indikasi perkosaan dan kedaruratan medis sebagai suatu alasan

pengecualian mengenai larangan aborsi. Pengecualian aborsi hanya sah dilakukan dan

tidak berpotensi pelanggaran hukum pidana apabila adanya kehamilan akibat

pemerkosaan dan kedaruratan medis menurut Undang-Undang ini. Untuk kategori

aborsi akibat pemerkosaan hanya boleh dilakukan jika usia kehamilan dibawah 40

hari, dengan cara perhitungan terakhir kali mengalami menstruasi. Jika tidak

mengetahui kapan terakhir menstruasi dapat digunakan alat pendukung.4

Dalam menentukan alasan pengecualian aborsi perihal darurat medis

dilakukan oleh Tim kelayakan aborsi yang beranggotakan minimal 2 (dua) orang

dokter dan tenaga kesehatan yang memiliki surat izin dan sah menurut undang-

undang yang mengatur. 5 Pertimbangan tim dokter yang akan membuktikan layak atau
3
Wayan Resmini,Pandangan Norma Agama dan Norma Hukum Tentang Aborsi. Jurnal
Hukum. Vol 4.No 2010.Hlm. 11
4
Htt // Aborsi Menurut Hukum diindonesia di Akses ada tanggal 10 November 2018
5
Ibid., hal. 36.

2
tidaknya mendapatkan pengecualian aborsi dan dituangkan dalam bentuk surat

keterangan kelayakan aborsi.6

Penyelenggaran Aborsi menurut Pasal 35 Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi yaitu, “Aborsi

berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan harus

dilakukan dengan aman, bermutu, dan bertanggung jawab. Praktik aborsi yang aman,

bermutu, dan bertanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi

dilakukan oleh dokter sesuai dengan standar dilakukan di fasilitas pelayanan

kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri, atas permintaan atau

persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan. dan dengan izin suami, kecuali

korban perkosaan, tidak diskriminatif, dan tidak mengutamakan imbalan materi”.

Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ada beberapa alasan

pengecualian yang boleh atau sah menurut hukum yaitu adanya indikasi kedaruratan

medis dan Kehamilan merupakan akibat dari pemerkosaan. Dokter yang dapat

melakukan tindakan aborsi sebagaimana yang dimaksud dalam aturan ini adalah

dokter yang telah memiliki standard dan telah memenuhi persyaratan yang dilakukan

oleh menteri.

Tindak pidana terdiri dari kesalahan dan pelanggaran. Perbuatan salah

adalah setiap perbuatan yang menyalahgunakan pengaturan hukum pidana.

Pengaturan hukum pidana memuat rincian kegiatan apa saja yang termasuk dalam

6
Ibid., hal. 37.

3
kategori pidana dan sanksinya. Pelanggaran yang senada dengan Anton G. Harahap

dapat berupa, "Jadilah suatu pelanggaran dapat berupa wetsdelict, lebih spesifiknya

delik hukum yang menyalahgunakan apapun yang diputuskan oleh undang-undang".

Suatu keadaan yang tidak diperkenankan menurut SR Sianturi adalah, “Suatu

kegiatan pada waktu, waktu dan keadaan tertentu yang tidak diperbolehkan (atau

merusak perikatan) dan dipidana oleh hukum serta melawan hukum dan mengandung

unsur kesalahan yang dilakukan oleh seseorang yang mampu berakal.” Pemenuhan

semua unsur tindak pidana tidak menjamin bahwa seseorang dinyatakan sadar pidana.

Unsur-unsur yang ada di dalam tindak pidana seperti itu menunjukkan bahwa

pelakunya telah melakukan kesalahan sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut.

Untuk dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya secara pidana, pelakunya tidak

boleh memenuhi

Berdasarkan data dan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti

masalah tersebut dalam bentuk skripsi dengan judul “Analisis Perlindungan

Hukum Terhadap Anak, Yang Melakukan Tindak Pidana Aborsi (Putusan

Pengadilan Negeri Muara Bulian Nomor 5/Pid.Sus.Anak/2018/PN. Mbn)”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka

permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Peraturan Hukum Undang–Undang Pelindungan terhadap anak yang

berhadapan dengan hukum?

4
2. Bagaimana Penerapan Hukum Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana

Aborsi?

3. Bagaimana Analisis Perlindungan Hukum terhadap Anak yang melakukan tindak

pidana aborsi (Putusan Pengadilan Negeri Muara Bulian Nomor

5/Pid.Sus.Anak/2018/PN. Mbn)?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan, maka tujuan yang

hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui Peraturan Hukum Undang–Undang Pelindungan terhadap

anak yang berhadapan dengan hukum.

2. Untuk mengetahui penerapan hukum terhadap anak yang melakukan tindak

pidana aborsi.

3. Untuk mengetahui Analisis Perlindungan Hukum terhadap Anak yang

melakukan tindak pidana aborsi (Putusan Pengadilan Negeri Muara Bulian

Nomor 5/Pid.Sus.Anak/2018/PN. Mbn).

D. Manfaat Penelitian

Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara

teoritis maupun secara praktis yaitu:

1. Manfaat Akademis

Manfaat teoritis bersifat pengembangan ilmu pengetahuan, khasanah dan

wawasan serta peningkatan mutu pengetahuan hukum tentang tindak pidana aborsi

yang dilakukan anak.

5
2. Manfaat Teoritis

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan sebagai bahan

pemikiran bagi pembaca yakni akademisi dalam kajian hukum tentang tindak pidana

aborsi yang dilakukan anak dan diharapkan dapat sebagai bahan perbandingan bagi

kajian lanjutan dikemudian hari.

3. Manfaat Praktis

Pembahasan ini diharapkan dapat memberikan informasi hukum dan

manfaat dalam memahami perlindungan hukum terhadap anak dan pembahasan ini

juga diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang hasil Putusan Mahkamah

Agung Republik Indonesia Nomor 5/Pid.Sus.Anak/2018/PN. Mbn

E. Keaslian Penelitian

1. Risci Anantri (NIM: 0810113353), Fakultas Hukum Program Reguler Mandiri

Universitas Andalas Padang 2012 dengan judul penelitian “Pertanggungjawaban

Pidana Dalam Turut Serta Terhadap Tindak Pidana Aborsi”.7

Dengan permasalahan:

a. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana

aborsi dalam turut serta (deelneming)?

b. Apakah dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap

besarnya hukuman pelaku tindak pidana aborsi?

Kesimpulan :

7
Risci Anantri, Pertanggungjawaban Pidana Dalam Turut Serta Terhadap Tindak Pidana
Aborsi, Fakultas Hukum Program Reguler Mandiri Universitas Andalas Padang, 2012, hal. 30,

6
Berdasarkan penelitian terlihat bahwa pertanggungjawaban pidana

didasarkan kepada adanya suatu perbuatan yang dilakukan yang mana perbuatan

tersebut dicela oleh masyarakat dan memenuhi semua unsur yang ada dalam delik

aborsi serta adanya unsur kesalahan dalam diri si pelaku. Hakim dalam menentukan

pertanggungjawaban pidana didasarkan pada surat dakwaan dan fakta-fakta dalam

persidangan dan dipenuhinya unsur “sengaja”. Adanya peranan Pasal 55 dan 56

KUHP sehingga memudahkan dalam menentukan pertanggungjawaban pidana

masing-masing pelaku. Dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan

dalam tindak pidana aborsi didasarkan pada banyak hal. Diantaranya adalah bukti-

bukti yang diajukan, keterangan saksi, keterangan terdakwa, dan surat dakwaan yang

diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum.

2. Zaitun Hamid Al Hamid, (NIM: B11114551) Fakultas Hukum Universitas

Hasanuddin Makassar 2017, dengan judul penelitian “Tinjauan Yuridis Terhadap

Tindak Pidana Aborsi (Studi Kasus Putusan Nomor : 417/Pid.B/2017/Pn.Mks)”.8

Dengan permasalahan:

a. Bagaimanakah pengaturan Hukum tindak pidana aborsi?

b. Bagaimanakah penerapan Hukum Pidana Materil terhadap Tindak Pidana

Aborsi pada putusan Nomor : 417/.Pid.B/2017/PN.MKS ?

Kesimpulan :

8
Zaitun Hamid Al Hamid, Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Aborsi (Studi Kasus
Putusan Nomor : 417/Pid.B/2017/Pn.Mks), Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar,
2017,http://digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/
Mzc2OGQzZTdlZjgyYjg1njvkzgjkyjm0ztm2ywrky2e1mgflmzu0na==.pdf, diakses Pada hari Minggu
Tanggal 15 Agustus 2020, Pukul 20:39 WIB.

7
Pengaturan Hukum atas tindak pidana aborsi sudah sangat jelas tercantum

dalam KUHP, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, dan Peraturan Pemerintah

Nomor 61 Tahun 2014. Bahwa unsur “dengan sengaja “melakukan aborsi telah

terpenuh dari Pasal Pasal 194 Undang-Undang Republik lndonesia. Nomor 36 Tahun

2009 tentang Kesehatan, maka Terdakwa sudah dinyatakan telah terbukti secara sah

dan meyakinkan melakukan tindak pidana aborsi.

Penerapan Hukum Pidana Materil dalam kasus ini adalah adanya dakwaan

penuntut umum yang menuntut 3 (tahun) dan 6 (enam) bulan tetapi Hakim

menjatuhkan pidana selama 4 (empat) Tahun dikarenakan Hakim yakin bahwa

perbuatan terdakwa adalah suatu perbuatan yang tidak bermoral dan tidak manusiawi

yang telah menghilangkan nyawa janinnya sendiri. Dalam hal ini juga berlaku asas

Lex specialis derogat legi generali adalah suatu asas penafsiran hukum yang

menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan

hukum yang bersifat umum (lex generalis)

3. Desi Rayani Ginting (NIM: 140200036) Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara Medan 2018, Dengan Judul Penelitian “Tinjauan Yuridis Terhadap

Tindak Pidana Aborsi Oleh Anak Akibat Hubungan Diluar Perkawinan (Studi

Putusan No: 118/Pid.Sus/2014/Pn.Kng.)”.9

Dengan Permasalahan:

9
Desi Rayani Ginting, Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Aborsi Oleh Anak Akibat
Hubungan Diluar Perkawinan (Studi Putusan No: 118/Pid.Sus/2014/Pn.Kng.), Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara Medan 2018,http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/7930, diakses
Pada hari Minggu Tanggal 15 Agustus 2020, Pukul, 20:44 WIB.

8
a. Bagaimana Pengaturan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Aborsi Di

Indonesia?

b. Bagaimana Penerapan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Aborsi

Dalam Putusan Nomor 118/Pid.Sus/2014/Pn.Kng?

Kesimpulan :

a. Pengaturan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Aborsi Di Indonesia, menurut Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

1. Pasal 299 KUHP

Dalam pasal 299 KUHP mengatakan :

a. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh

supaya diobati, dengan memberitahukan atau menimbulkan harapan bahwa

dengan pengobatan itu kandungannya dapat digugurkan, diancam pidana

2. Pasal 346 KUHP

Dalam Pasal 346 KUHP mengatakan “Seorang wanita yang sengaja

menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk

itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.

Anak tersebut mengakhiri kehamilan sebelum waktunya pada hari Selasa, 22 Mei

2018 pukul 18.00 WIB di rumah milik anak dalam kamar di RT 04 Dusun II

Kota Pulau Pulau Muara Tembesi Peraturan Batang Hari, anak melakukan ini

karena takut dipindahkan dari rumah, pada saat Asmara Dewi ) mengetahui

bahwa anak tersebut sedang hamil. Bahwa ayah dari bayi tersebut adalah saudara

kandung yang lebih kawakan dari anak tersebut, hubungan seksual primer terjadi

9
di rumah pada bulan September 2017 dan telah terjadi 9 (sembilan) kali

hubungan seksual. Kerabat si anak terus menerus melemahkan untuk memukul si

anak, kalau-kalau si anak tidak perlu berhubungan seks. Sore hari tanggal 22 Mei

2018, Asmara Dewi fair pulang dari pemotongan karet, Anak mengatakan bahwa

perut Anak terluka karena rintangan tersebut, Asmara Dewi menyuruh Anak

untuk mengoleskan minyak angin ke perut Anak, karena Anak masih mengeluh

perutnya masih sakit , Asmara Dewi memberi Anak, minum saripati kunyit,

setelah minum zat kunyit, anak itu sekali lagi mengoleskan minyak angin pada

perutnya dan meremas perutnya.

Beberapa judul penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu, tidak

ada topik maupun permasalahan yang sama dengan penelitian (skripsi) ini, oleh

karena itu penelitian (skripsi) ini dengan topik “ Analisis Perlindungan Hukum

Terhadap Anak, Yang Melakukan Tindak Pidana Aborsi (Putusan Pengadilan

Negeri Muara Bulian Nomor 5/Pid.Sus.Anak/2018/PN. Mbn)”. Dapat di

pertanggung-jawabkan keaslian dan kebenaran secara akademik.

F. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Analisis Perlindungan Hukum

Menurut Muchsin, Perlindungan Hukum adalah, “Kegiatan untuk

melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-kaidah

yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban

dalam pergaulan hidup antar sesama manusia. Dan segala upaya pemenuhan hak dan

pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban,

10
perlindungan hukum korban kejahatan sebagai bagian dari perlindungan masyarakat,

dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, seperti melalui pemberian restitusi,

kompensasi, pelayanan medis, dan bantuan hukum”.

Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Perlindungan

hukum adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk menjamin keadilan,

kepastian, dan melindungi masyarakat dari kejahatan yang dilakukan oleh orang atau

badan hukum". Pemerintah membuat peraturan perundang-undang mengenai segala

hal yang menyangkut dalam upaya kepastian dalam melindungi masyarakat terhadap

berbagai perbuatan kejahatan oleh pelaku tindak pidana.10

Perlindungan Hukum terdiri dari 2 (dua) kata “Perlindungan” dan “Hukum”.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Pengertian perlindungan adalah tempat

berlindung dan hal (perbuatan dan sebagainya) untuk memperlindungi”. Sedangkan

Hukum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah, “Peraturan atau adat yang

secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah,

undang-undang, peraturan, dan sebagainya untuk mengatur pergaulan hidup

masyarakat patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa (alam dan sebagainya)

yang tertentu, keputusan (pertimbangan) yang ditetapkan oleh hakim (dalam

pengadilan) vonis”.11

Menurut Muchsin, “Perlindungan Hukum merupakan suatu hal yang

melindungi subyek-subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang

10
Setiono, Supremasi Hukum, UNS, Surakarta:, 2004, hal. 30.
11
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Edisi Kedua, Cet. 1, Balai Pustaka, Jakarta, hal.
595.

11
berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Perlindungan hukum

dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Perlindungan Hukum Preventif Perlindungan

yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya

pelanggaran. Hal ini terdapat dalam Peraturan Perundang-Undangan dengan maksud

untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-

batasan dalam melakukan suatu kewajiban”.

Menurut Philipus M. Hadjon berpendapat bahwa, “Perlindungan Hukum

adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hakhak asasi

manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari

kesewenangan. Menurut Satjipto Raharjo mendefinisikan Perlindungan Hukum

adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain

dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati

semua hak-hak yang diberikan oleh hukum”.

2. Pengertian Anak

Pengertian Anak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah, “Generasi

kedua atau keturunan pertama, ini bukannya, melainkan cucunya, atau manusia yang

masih kecil”. Menurut R.A. Kosnan yang menyatakan bahwa, “Anak-anak yaitu

manusia muda dalam umur muda dalam jiwa dan perjalanan hidupnya karena mudah

terpengaruh untuk keadaan sekitarnya”.12 Dari penjelasan diatas dapat ditarik

12
R.A. Koesnan, Susunan Pidana dalam Negara Sosialis Indonesia, Sumur, Bandung, 2009,
hal. 113.

12
kesimpulan bahwa anak adalah manusia yang masih kecil atau masih berumur muda

dan ditentukan dalam undang-undang dapat dikatakan sebagai kategori anak13

Menurut Sugiri sebagai mana yang dikutip dalam buku karya Maidi Gultom

mengatakan bahwa, “selama di tubuhnya masih berjalan proses pertumbuhan dan

perkembangan, anak itu masih menjadi anak dan baru menjadi dewasa bila proses

perkembangan dan pertumbuhan itu selesai, jadi batas umur anak-anak adalah sama

dengan permulaan menjadi dewasa, yaitu 18 (delapan belas) tahun untuk wanita dan

21 (dua puluh) tahun untuk laki-laki."14

3. Pengertian Tindak Pidana

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian tindak pidana adalah,

"Perbuatan Pidana (perbuatan kejahatan)”. Menurut Andi Hamzah tindak pidana

adalah, “Kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan”. Dalam perkembangan

hukumnya tidak hanya orang yang dapat dikatakan sebagai subjek tindak pidana

melainkan juga badan hukum. 15


Menurut Molengraaff, “Badan hukum pada

hakikatnya adalah hak maupun kewajiban dari setiap anggotanya secara kolektif,

yang dimana di dalamnya terdapat harta kekayaan bersama yang tidak bisa

dibagikan”. 16

13
Undang-Undang HAM Nomor 39 tahun 1999, Asa Mandiri, Jakarta, 2006, hal. 50
14
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak, Cetakan Kedua, .P.T.Refika
Aditama Bandung, 2010, hal. 32.
15
Bisma Siregar, Keadilan Hukum dalam Berbagai aspek Hukum Nasional, Rajawali,
Jakarta, 2009, hal. 105.
16
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana II, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009, hal.
67.

13
Menurut Sudarto, “Pembentuk undang-undang sekarang sudah agak tetap

dalam pemakaian istilah yakni tindak pidana sebagai pengganti strafbaarfeit, hal ini

ditunjukkan pada beberapa Peraturan Perundang-Undangan antara lain: Undang-

Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1995 tentang Pengusutan, Penuntutan, Peradilan

Tindak Pidana Ekonomi, Penetapan Presiden Nomor 4 Tahun 1964 tentang

Kewajiban Kerjabakti dalam rangka pemasyarakatan bagi terpidana karena

melakukan kejahatan”.17

Menurut Moeljatno perbuatan pidana adalah, “Perbuatan yang dilarang oleh

suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana”.

Moeljatno berpendapat bahwa, “Perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu

aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana, asal saja dalam pidana itu diingat

bahwa larangan tersebut ditujukan pada perbuatan yaitu suatu keadaan atau kejadian

yang ditimbulkan oleh kelalaian orang, sedangkan ancaman pidananya ditujukan

kepada orang yang menimbulkan kejadian tersebut”.18

Sementara perumusan strafbaarfeit, menurut Van Hammel adalah, “Sebagai

“Strafbaarfeit” adalah kelakuan orang yang dirumuskan dalam undang-undang,

bersifat melawan hukum yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Maka

sifat-sifat yang ada dalam setiap tindak pidana adalah sifat melanggar hukum

(wederrectelijkheid, onrechtmatigheid)”.

4. Pengertian Aborsi
17
Amir Ilyas, Asas-Asas Hukum Pidana, Rangkang Education Yogyakarta & PuKAP
Indonesia, Yogyakarta, 2012, hal. 18-19.
18
C.S.T. Kansil dan Christine S.T Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Pradnya Paramita,
Jakarta, 2009, hal. 54.

14
Pengertian Aborsi menurut Al-Ghazali adalah, “Aborsi sebagai penghilang

jiwa yang sudah ada di dalam janin. Ia membagi dua fase keadaan janin, yaitu fase

kehidupan yang belum teramati yang ditandai dengan adanya proses kehidupan

secara diam-diam dan fase kehidupan yang sudah teramati ketika ibu, atau orang lain

dapat mendeteksi tanda-tanda kehidupan bayi dalam kandungan. Menurutnya, kedua

fase tersebut harus dihormati dan dihargai sebagai suatu kehidupan bayi dalam

kandungan. Hal yang sama juga di ungkapkan Mahmud yaltut bahwa kehidupan

terjadi semenjak masa konsepsi tidak boleh dilakukan”.19

Sementara dalam kamus besar Bahasa Indonesia sendiri aborsi adalah,

“Terpencarnya embrio yang tidak mungkin lagi hidup sebelum habis bulan keempat

dari kehamilan atau aborsi bisa didenfinisikan pengguran janin atau embrio setelah

melebihi masa dua bulan kehamilan”.20

Sedangkan definisi aborsi menurut kedokteran sebagaimana dikatakan Dr.

Gulardi, ”Aborsi ialah berhentinya (mati) dan dikeluarkannya kehamilan sebelum 20

minggu (dihitung dari haid terakhir) atau berat janin kurang dari 500 gram atau

panjang janin kurang dari 25 cm. Pada umumnya abortus terjadi sebelum kehamilan

tiga bulan”.21

G. Metode Penelitian
19
Maria Ulfah Anshor, Fikih Aborsi (Wacana Penguatan Hak Reproduksi Perempuan),
Kompas, Jakarta, 2009, hal. 32.
20
Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Bahasa (Indonesia), Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, 2009, hal. 56.
21
Maria Ulfah Ansor, Wan Nedra, dan Sururin (editor), Aborsi Dalam Perspektif Fiqh
Kontemporer, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 158.

15
Metode penelitian merupakan cara yang dipakai peneliti untuk mendapatkan

jawaban dari hal-hal yang dipertanyakan dalam rumusan masalah :

1. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat Deskriptif, Penelitian Deskriptif adalah penelitian yang

bertujuan untuk melukiskan tentang sesuatu hal didaerah tertentu dan pada saat

tertentu. Penelitian ini adalah Deskriptif Analitis yang bersifat pemaparan dan

bertujan untuk memperoleh gambaran (Deskripsi) lengkap tentang keberadaan gejala

sosial tertentu atau peristiwa hukum tertentu.22

Biasanya dalam penelitian ini, peneliti sudah mendapatkan/mempunyai

gambaran yang berupa data awal tentang permasalahan yang akan diteliti. Jadi

berbeda dengan penelitian eksploratis seperti diatas. Dalam penelitian deskriptif

seorang peneliti sudah sering menggunakan teori-teori dan mungkin juga hipotesa-

hipotesa.23

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini termasuk dalam jenis Penelitian Hukum Normatif atau

metode penelitian hukum kepustakaan adalah metode atau cara yang dipergunakan

didalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang

ada. Dikatakan sebagai penelitian perpustakaan atau studi dokumen disebabkan

penelitian ini lebih banyak dilakukan terhadap data yang bersifat skunder yang ada di

22
Elisabeth Nurhani Butarbutar, Metode Penelitian Hukum : Lankah-Langkah Untuk
Menemukan Kebenaran Dalam Ilmu Hukum, Medan, 2018, hal.68.
23
Suratman dan H.Philips Dillah, Metode Penelitian Hukum, Alfabeta, Bandung, 2015,
hal.47.

16
perpustakaan. Penelitian perpustakaan demikian dapat dikatakan pula sebagai lawan

dari penelitian empiris (penelitian lapangan).24

3. Metode Pengumpulan Data

Dalam memperoleh data yang dibutuhkan penulis melakukan pengumpulan

data Studi Pustaka (library research) atau disebut dengan studi dokumen yang

meliputi bahan hukum primer, sekunder maupun tersier. 25 Penelitian dilakukan

dengan membaca Buku-Buku, Undang-Undang ataupun Literatur-Literatur yang

berhubungan dengan rumusan masalah.

4. Jenis Data

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang terdiri dari: Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun

2009 Tentang Kesehatan, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun

2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, sebelumnya Undang Undang RI

Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan

Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

24
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009, hal.13.
25
Amiruddin Dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers,
Jakarta, 2014, hal.68.

17
b. Bahan Hukum Sekunder, Jenis penelitian ini menggunakan bahan hukum

sekunder yang terutama adalah buku-buku hukum termasuk skripsi, tesis dan

disertasi buku hukum, serta jurnal-jurnal hukum.

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang mendukung bahan hukum

primer dan bahan hukum sekunder dengan memberikan pemahaman dan

pengertian atas bahan hukum lainnya.26

5. Analisis Data

Analisis data Kualitatif adalah analisis data yang digunakan oleh penulis

dalam penelitian ini yaitu melakukan fakta, kenyataan atau informasi data

berdasarkan hasil penelitian yang berbentuk penjelasan yang pada prinsipnya

dilakukan terhadap kaidah hukum dalam perundang-undangan, yurisprudensi dan

doktrin yang dilakukan secara kualitatif.27

H. Sistematika Penulisan

Dalam hal ini, penulis memakai susunan dan struktur dalam menulis skripsi

seperti susunan dalam Outline atau Daftar Isi. Penulis disusun mulai dari BAB I

Pendahuluan smpai pada BAB V Penutup beserta sub-sub bab yang menyertainya.

Tulisan ini dibuat dalam alinea-alinea sesuai dengan bab-bab yang bersangkutan (satu

alinea satu bab).

26
Dyah Ochtorina Susanti dan Aaan Effendi, Penelitian Hukum (Legal Research), Sinar
Grafika, Jakarta, 2014, hal. 30.
27
Munir Fuadi, Metode Riset Hukum : Pendekatan Teori dan Konsep, PT. Raja Grafido
Persada, Jakarta, 2018, hal.220

18
BAB I : Berisikan tentang Pendahuluan yang didalamnya memaparkan

tentang Latar Belakang, Dasar Hukum Perlindungan Anak,

penerapan dan perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2002 Tentang Perlindungan Anak, Perlindungan terhadap anak

yang berhadapan dengan hukum.

BAB II : Berisikan tentang Penerapan Undang-Undang Perlindungan

Anak Terhadap Anak Yang Berhadapan Atau Berkonflik

Dengan Hukum Terdiri Dari Dasar Hukum Perlindungan Anak,

Penerapan Dan Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2002 Tentang Perlindungan Anak, Dan Perlindungan Kedua

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan

Anak.

BAB III : Berisikan tentang Penerapan Hukum Terhadap Anak Yang

Melakukan Tindak Pidana Aborsi terdiri dari Tindak Pidana

Aborsi Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,

Tindak Pidana Aborsi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan Anak Yang Melakukan

Tindak Pidana Aborsi.

BAB IV : Berisikan tentang Analisis Perlindungan Hukum Terhadap

Anak Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Muara Bulian

Nomor 5/Pid.Sus.Anak/2018/PN.MBn terdiri dari Sistem

Peradilan Anak, Fakta Persidangan Dan Putusan Mahkamah

19
Agung Republik Indonesia Nomor

5/Pid.Sus.Anak/2018/PN.MBn dan Analisis Perlindungan

Hukum Terhadap Anak Berdasarkan Putusan Mahkamah

Agung Republik Indonesia Nomor

5/Pid.Sus.Anak/2018/PN.MBn.

BAB V : Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran

20

Anda mungkin juga menyukai