Anda di halaman 1dari 12

Oleh :

ANDRI WINJAYA LAKSANA,SH.,M.H.


Skema Persidangan Pidana
HAKIM HAKIM HAKIM
PANITERA
ANGGOTA KETUA ANGGOTA

PENUNTUT TERDAKWA
UMUM

PENASEHAT
PENUNTUT HUKUM
TERPERIKSA
UMUM

PENASEHAT
HUKUM

PENGUNJUNG SIDANG
MACAM PERSIDANGAN
DALAM HUKUM
ACARA PIDANA
1. Pada dasarnya kewenangan pengadilan untuk mengadili didasarkan pada
pengadilan yang mempunyai wilayah hukum di mana tindak pidana itu
terjadi (locus delicti), sebagai pengecualian dimungkinkan:
2. Pengadilan negeri yang di dalam daerah hukumnya terdakwa bertempat
tinggal, berdiam terakhir, di tempat ia diketemukan atau ditahan, hanya
berwenang mengadili perkara terdakwa tersebut, apabila tempat
kediaman sebagian besar saksi yang dipanggil lebih dekat pada tempat
pengadilan negeri itu dari pada tempat kedudukan pengadilan negeri yang
di dalam daerahnya tindak pidana itu dilakukan. (Pasal 84 (2) KUHAP)
3. Apabila seorang terdakwa melakukan beberapa tindak pidana dalam
daerah hukum pelbagai pengadilan negeri, maka tiap pengadilan negeri
itu masing-masing berwenang mengadili perkara pidana itu. (Pasal 84 (3)
KUHAP)
LANJUTAN

4. Terhadap beberapa perkara pidana yang satu sama lain ada sangkut
pautnya dan dilakukan oleh seorang dalam daerah hukum pelbagai

pengadilan negeri, diadili oleh masing-masing pengadilan negeri

dengan ketentuan dibuka kemungkinan penggabungan perkara

tersebut. (Pasal 84 (4) KUHAP)

5. Dalam hal keadaan daerah tidak mengizinkan suatu pengadilan negeri

untuk mengadili suatu perkara, maka atas usul ketua pengadilan

negeri atau kepala` kejaksaan negeri yang bersangkutan, Mahkamah

Agung mengusulkan kepada Menteri Kehakiman untuk menetapkan

atau menunjuk pengadilan negeri lain daripada yang tersebut pada

Pasal 84 untuk mengadili perkara yang dimaksud.


6. (PASAL 86) Apabila seorang melakukan tindak pidana di luar negeri yang dapat

diadili menurut hukum Republik Indonesia, maka Pengadilan Negeri Jakarta

Pusat yang berwenang mengadilinya.


Jika terjadi dua pengadilan atau lebih yang
menyatakan dirinya berwenang mengadili
atas perkara yang sama;
Jika dua pengadilan atau lebih menyatakan tidak
berwenang mengadili perkara yang sama. (Pasal
150 KUHAP)

Pengadilan yang berwenang memutus sengketa


tersebut adalah Pengadilan Tinggi, yaitu apabila
terjadi sengketa antara dua pengadilan negeri
atau lebih yang berkedudukan dalam daerah
hukum pengadilan tinggi yang bersangkutan
(Pasal 151 ayat1 KUHAP),
sedangkan ayat 2, mengatur bahwa
Mahkamah Agung memutus pada tingkat
pertama dan terakhir semua sengketa
wewenang mengadili :
➢Antara pengadilan dari satu lingkungan
peradilan dengan pengadilan dari
lingkungan peradilan yang lain;
➢Antara dua pengadilan negeri yang
berkedudukan dalam daerah hukum
pengadilan tinggi yang berlainan;
➢Antara dua pengadilan tinggi atau lebih.
PRAPRADILAN

Wewenang dari Pengadilan Negeri Untuk Memeriksa dan Memutus Mengenai :


➢ Sah atau tidaknya Penangkapan, Penahanan,
Penghentian Penyidikan atau Penuntutan (Pasal 77 KUHAP);
➢ Ganti Kerugian dan atau Rehabilitasi bagi Seorang
Yang Perkara Pidananya Dihentikan Pada Tingkat Penyidikan
Atau Penuntutan (Pasal 77 KUHAP);
➢ Sah atau tidaknya benda yang disita sebagai alat pembuktian
(Pasal 82 ayat 1 dan 3 KUHAP);
➢ Tuntuntan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya
atas penangkapan dan atau penahanan serta tindakan-tindakan lain
tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau kekeliruan
mengenai orang atau hukum yang diterapkan, yang perkaranya
tidak diajukan ke pengadilan negeri (Pasal 95 ayat 2 KUHAP);
➢ Permintaan rehabilitasi oleh tersangka atas penagkapan atau
penahanan tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau kekeliruan
mengenai orang atau hukum yang diterapkan, yang perkaranya tidak diajukan
ke pengadilan negeri (Pasal 97 ayat 2 KUHAP).
Tersangka, Penuntut
keluarga Umum
atau kuasanya;

Penyidik Pihak Ketiga


Yang berkepentingan
“Ganti kerugian dan rehabilitasi
di dalam KUHAP hanya diatur dalam tiga pasal,
yaitu Pasal 95 dan 96 mengenai ganti kerugian
dan Pasal 97 mengenai rehabilitasi.”
• Ganti rugi :
➢ Ganti rugi dapat diajukan dalam tenggang waktu tiga bulan sejak putusan
pengadilan berkekuatan hukum tetap/ 3 bulan penetapan praperadilan.
➢ Ganti rugi minimal lima ribu rupiah, maksimal satu juta rupiah, apabila
sakit atau cacat tetap sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan,
maksimal tiga juta rupiah.
➢ Ganti kerugian diberikan oleh Menteri keuangan / ditjen anggaran dalam
hal ini Kantor Perbendaharaan Negara.
REHABILITASI
Pasal 97 KUHAP dan PP Nomor: 27 Tahun 1983, Psal 12.
Pasal 97 KUHAP
1) Seorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan
diputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum
yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
2). Rehabilitasi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus
dalam putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat.(1).
3) Permintaan rehabilitasi oleh tersangka atas penangkapan atau
penahanan tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau
kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan
ke pengadilan negeri diputus oleh hakim praperadilan yang dimaksud dalam Pasal 77.

Pasal 12 PP Nomor 27 Tahun 1983


Rehabilitasi diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya
kepada pengadilan negeri yang berwenang selambat-lambatnya
dalam waktu 14 hari setelah putusan mengenai sah tidaknya penangkapan
atau penahanan diberitahukan kepada pemohon.
• Ganti Kerugian Kepada Pihak Korban (Victim
of Crime)

Hal ini diatur pada Pasal 98 – 101 KUHAP tentang


penggabungan perkara gugatan ganti kerugian pada perkara
pidananya.
Permintaan tersebut hanya dapat diajukan selambat-lambatnya
sebelum penuntut umun mengajukan tuntutan pidana
(requisitoir). Dan apabila dalam suatu perkara yang tidak
dihadiri oleh penuntut umum (perkara cepat) permintaan
tersebut diajukan selambat-lambatnya sebelum hakim
menjatuhkan putusan (Pasal 98 ayat 2 KUHAP).

Anda mungkin juga menyukai