Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Teknologi Pertambangan Volume 5 Nomor 1 Periode Maret – Agustus 2019

Analisis Interaksi Double Tunnel dengan Finite Element Method: Pengaruh Posisi
Terowongan dan Tahapan Penggalian di Terowongan Cisumdawu

M. Rahman Yulianto, Singgih Saptono, Sudaryanto

UPN “Veteran” Yogyakarta


Afiliasi/Institusi Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknologi Mineral, UPN “Veteran” Yogyakarta,
Jl. SWK 104 (Lingkar Utara), Yogyakarta 55283 Indonesia
e-mail: mhrahmanc@gmail.com

ABSTRACT
The advancing of development requires the use of underground area for the construction of transportation
infrastructure facilities. Construction of double-tunnel at the same time, with the position of tunnel which is
adjacent to the others tunnel may be done horizontally manner. The excavation method which is used in soft soil
tunnel construction is three-bench seven-step excavation method that can stabilize the tunnel face but it does not
require any additional support, it has been widely used in tunnels with large cross-sections for highway. Since,
both the tunnels spacing and the excavation sequence affect the displacement and stresses in the lining, it is major
interest to study the influence of these factors on the tunnel design. Numerical simulations are conducted to reveal
displacement characteristics and obtain optimal construction approach for tunnels in Indonesia. The method
which is used for calculation is very suitable for estimating the stability level of tunnels with reliable result. This
paper presents analysis of this issue with a particular interest for the optimization of both tunnels spacing of the
double-tunnels and the excavation sequence. The analysis conduct in two dimensions of analysis.
Keywords: weak rock, double tunnels, NATM, finite element

ABSTRAK
Kemajuan dalam pembangunan membutuhkan penggunaan area bawah tanah untuk pembangunan infrastuktur
fasilitas transportasi. Pembangunan terowongan ganda pada waktu yang bersamaan dengan posisi terowongan
yang saling berdekatan dilakukan secara horizontal. Metode penggalian yang digunakan dalam konstruksi
terowongan tanah lunak adalah metode penggalian three-bench seven-step yang dapat menstabilkan pemuka
terowongan tanpa memerlukan tambahan penyangga, yang telah banyak diterapkan dalam pembangunan
terowongan dengan penampang besar untuk jalan raya. Karena jarak antar terowongan dan tahapan penggalian
yang diterapkan mempengaruhi besarnya perpindahan dan tegangan pada terowongan, maka hal tersebut
merupakan kepentingan utama untuk dipelajari pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap desain terowongan.
Simulasi numerik dilakukan untuk memperlihatkan karakteristik perpindahan dan mendapatkan pendekatan
optimal untuk pembangunan terowongan di Indonesia. Metode yang digunakan dalam perhitungan sangat cocok
untuk menaksir tingkat stabilitas terowongan dengan hasil yang dapat dipercaya. Makalah ini menyajikan analisis
terhadap masalah diatas untuk optimalisasi jarak antar terowongan pada terowongan ganda dan tahapan
penggalian yang diterapkan. Analisis yang dilakukan adalah analisis dua dimensi.
Kata kunci: batuan lemah, terowongan ganda, NATM, finite element

I. PENDAHULUAN Penggalian terowongan berpengaruh langsung


Latar Belakang terhadap kekuatan batuan sekitar, dikarenakan adanya
perubahan distribusi tegangan pada batuan. Bidang
Kemajuan pada pembangunan infrastruktur
bebas pada terowongan akan mengalami deformasi
mendorong penggunaan area bawah tanah untuk
dan memungkinkan tercapainya keseimbangan baru
pembangunan fasilitas infrastruktur transportasi,
pada terowongan. Perilaku ini ditunjukkan dengan
salah satunya adalah pembangunan terowongan jalan
adanya perpindahan pada dinding dan atap
tol Cisumdawu. Lokasi pembangunan terowongan
terowongan. Interaksi dari dua terowongan akan
Cisumdawu berada di Seksi II Rancakalong-
mempengaruhi keadaan tegangan dan perpindahan di
Sumedang, Fase 1 dan 2 pada Sta. 12+628 - 13+100,
sekitar terowongan, perpindahan permukaan tanah
tepatnya di daerah Cigendel, Kecamatan Pamulihan.
dan beban penyangga. Sehingga perlu dipelajari
Penerowongan ini menembus bukit dengan kondisi
interaksi dua terowongan paralel dan pengaruh
material batuan lemah dan/atau tanah lunak (Verruijt,
interaksi tersebut pada tegangan dan perpindahan di
2001). Terowongan Cisumdawu merupakan
sekitar terowongan serta beban penyangga. Hal
terowongan ganda (double tunnel) dan termasuk
tersebut dicapai dengan melakukan serangkaian
terowongan dangkal. Sehingga, metode penggalian
analisis numerik menggunakan finite element method
yang tepat sangat diperlukan agar kegiatan
terhadap model terowongan ganda untuk rentang
penggalian tidak mengganggu aktivitas yang berada
berbagai parameter. Hasilnya disajikan dalam dua
di atas permukaan.
bagian, pada bagian pertama parameter utama yang
diteliti adalah pengaruh jarak antar dua terowongan.

181
Analisis Interaksi Double Tunnel dengan Finite Element Method… M. Rahman Yulianto, dkk.

Sedangkan pada bagian kedua, parameter utama yang 11,59” LS. Kecamatan Pamulihan berbatasan
diteliti adalah pengaruh tahapan penggalian langsung dengan
terowongan. Pada analisis ini pengaruh kedalaman
terowongan dan kondisi penyangga juga
dipertimbangkan.
Permasalahan
Penggalian double tunnel mengakibatkan interaksi
yang terjadi antar terowongan sehingga perlu
diketahui faktor apa saja yang mempengaruhi
interaksi pada double tunnel tersebut. Posisi dan
tahapan penggalian terowongan berpengaruh
terhadap keamanan penggalian double tunnel dan
perpindahan di sekitar terowongan. Penentuan
metode penggalian didasarkan pada karakteristik dan
sifat material tanah pada daerah penggalian tersebut
serta geometri terowongan. Gambar 1
Letak Kesampaian Daearah Lokasi Penelitian
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan antara lain : Keadaan Geologi
1. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh Fisiografi
terhadap stabilitas terowongan tanah lunak. Secara garis besar lokasi proyek terowongan
2. Mengetahui metode penggalian terowongan tanah Cisumdawu terletak pada zona Bandung, yang
lunak. merupakan daerah gunung api. Zona ini merupakan
3. Menganalisis stabilitas terhadap metode suatu depresi jika dibanding dengan zona Bogor dan
penggalian New Austrian Tunneling Method yang zona Pegenungan Selatan yang mengapitnya yang
telah diterapkan. terlipat pada zaman tersier. Zona Bandung sebagain
besar terisi oleh endapan vulkanik muda produk dari
Batasan Masalah gunungapi disekitarnya. Gunung-gunung berapi
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai terletak pada dataran rendah antara kedua zona itu
berikut: dan merupakan dua barisan di pinggir zona Bandung
1. Lokasi penelitian berada pada tol Cisumdawu pada perbatasan zona Bogor dan zona Pegunungan
STA 12+628 s/d STA 13+100. Selatan. Walaupun zona Bandung merupakan suatu
2. Analisis yang dilakukan berada pada STA depresi, ketinggiannya masih cukup besar, misalnya
12+825. depresi Bandung dengan ketinggian 650 – 700 mdpl.
3. Analisis yang dilakukan hanya terbatas pada Zona Bandung sebagian terisi oleh endapan-endapan
pengaruh terhadap posisi terowongan dan tahapan alluvial dan vukanik muda (kwarter), tetapi di
penggalian. beberapa tempat merupakan campuran endapan
4. Perhitungan numerik yang dilakukan tertier dan kwarter. Pegunungan - pegunungan tersier
menggunakan Finite Element Method. tersebut adalah pegunungan Bayah, bukit di lembah
5. Analisis yang dilakukan berdimensi 2 (2D) Cimandiri-Sukabumi, bukit-bukit Rajamandala dan
dengan pendekatan regangan bidang bukit-bukit Kabanaran. Pegunungan itu telah
menggunakan program RS2 (RockSoil2) versi 9.0 tertoreh-toreh dan tererosikan dengan kuat, sehingga
berlisensi sebagai alat bantu perhitungan. merupakan permukaan yang agak datar(peneplain).
6. Perhitungan penyanggan terbatas pada Peneplain itu terus melandai ke Barat ke Selat Sunda.
penyanggaan sementara. Padabeberapa tempat di Selatan pantai zona Bandung
7. Kriteria keruntuhan yang digunakan Mohr- lautnya curam, terdiri atas depresi Cianjur Sukabumi,
Coloumb. depresi Bandung, depresi Garut dan depresi Citanduy
para ahli geologi menyebutnya sebagai cekungan
Manfaaat Penelitian antar pegunungan (cekungan intra montana).
Manfaat dari penelitian ini adalah mendapatkan Stratigrafi
pengalaman dalam penanganan penyanggaan Jenis batuan yang ada di area proyek terowongan
sementara dan metode penggalian pada pembuatan jalan bebas hambatan Cisumdawu merupakan hasil
terowongan jalan tol di material tanah lunak. dari gunung api muda tak teruaraikan, berupa pasir
tufaan, lapilli, breksi, lava, anglomerat. Sebagian
II. TINJAUAN UMUM berasal dari Gunung Tangkuban parahu dan sebagian
Letak Kesampaian Daerah dari Gunung Tampomas. Antara Sumedang dan
Lokasi penelitianberada di Desa Cigendel, Bandung, batuan ini membentuk dataran-dataran
Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang kecil atau bagian-bagian rata dan bukit-bukit rendah
merupakan salah satu bagian wilayah Provinsi Jawa yang tertutup oleh tanah yang berwarna abu-abu
Barat. Secara geografis terletak pada 107°49’59,05” kuning dan kemerah-merahan.
BTs/d107° 49’ 52,50” BT dan 6° 51’59” LSs/d6° 52’

182
Analisis Interaksi Double Tunnel dengan Finite Element Method… M. Rahman Yulianto, dkk.

III. Dasar Teori tegangan terinduksi akibat penggalian terowongan


Klasifikasi Massa Tanah dapat dilihat pada Gambar 2.
Klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan
beberapa jenis tanah yang berbeda-beda tapi
mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompok dan
subkelompok berdasarkan pemakaiannya (Das,
1995). Sistem klasifikasi memberikan suatu bahasa
yang mudah untuk menjelaskan secara singkat sifat-
sifat umum tanah yang sangat bervariasi tanpa
penjelasan yang terinci. Ada beberapa macam sistem
klasifikasi tanah yang umumnya digunakan sebagai
hasil pengembangan dari sistem klasifikasi yang Gambar 2. (a) Kondisi tegangan pada kondisi awal
sudah ada. Beberapa sistem tersebut (b) Kondisi setelah penggalian terowongan (Szechy,
memperhitungkan distribusi ukuran butiran dan 1973)
batas-batas Atterberg. Sistem-sistem tersebut adalah Kirsch (1898) menurunkan rumus tegangan radial
sistem klasifikasi AASHTO dan sistem klasifikasi (*2 ), tegangan tangensial (*3 ) dan tegangan geser
Unified. Sistem klasifikasi AASHTO pada umumnya (423 ) disekitar terowongan dalam persamaan berikut
dipakai oleh departemen jalan raya di semua negara ini.
bagian di Amerika Serikat. Sedangkan sistem *7 8 *9 R2
*2 , 56 : ;1 < =>
2 r2
klasifikasi Unified pada umumnya lebih disukai oleh
para ahli geoteknik untuk keperluan-keperluan teknik
*7 < *9 4B2 3B4
yang lain. 8 5? @ 51 < 8 > cos 2θ>
2 C2 C4
Tegangan In-Situ
Tegangan in situ vertikal pada tanah/batuan *7 8 *9 R2
*3 , 56 : ;1 < =>
2 r2
merupakan fungsi kedalaman.
*+ , -ℎ
*7 < *9 3B4
8 5? @ 51 8 > cos 2θ>
Keterangan :
*+ = tegangan vertikal 2 C4
- = berat isi tanah/batuan
ℎ *7 < *9 2B2 3B4
423 , 5< ? @ ;1 8 < = sin 2θ>
= kedalaman
2 C2 C4
Tegangan horizontal yang bekerja pada elemen keterangan :
batuan pada kedalaman z di bawah permukaan jauh R = Jari-jari terowongan
lebih sulit diperkirakan daripada tegangan vertikal. F = Sudut yang dibentuk ke titik pengamatan searah
Biasanya, rasio tekanan horisontal rata-rata terhadap putaran jarum jam.
tegangan vertikal dilambangkan dengan huruf k
sedemikian rupa sehingga diperoleh persamaan: Deformasi Terowongan
*/ , 0*+ , 0-1
Menurut Bray (1967), penggalian yang menghasilkan
tegangan besar (tegangan tangensial lebih besar dari
keterangan : setengah unconfined compressive strength), akan
*/ = tegangan horizontal menyebabkan perlemahan hingga lokasi tertentu.
0 = rasio tegangan horizontal rata-rata Perlemahan tersebut merupakan area plastis (plastic
terhadap tegangan vertikal, k = v/(1-v) zone). Diasumsikan bahwa terowongan melingkar
v = Poisson ratio. dengan jari-jari CG yang dikenai tekanan hidrostatik
Pengukuran tegangan horisontal di lingkungan sipil HG dan tekanan internal penyangga HI seperti yang
dan pertambangan di seluruh dunia menunjukkan diilustrasikan pada Gambar 3.
bahwa rasio k cenderung tinggi pada kedalaman
dangkal dan menurun pada kedalaman (Brown dan
Hoek, 1978, Herget, 1988).
Tegangan Induksi
Sebelum penggalian dilakukan, massa batuan berada
dalam kondisi setimbang. Dan setelah penggalian
dilakukan, kesetimbangan tersebut menjadi terganggu
dan dapat mengubah distribusi tegangan awal. Akibat
adanya penggalian, maka tegangan dari massa yang
digali akan dialihkan/ditransfer ke sisi terowongan.
Akibat transfer tegangan ini, terjadi akumulasi Gambar 3. Area plastis dan elastik menurut Bray
tegangan di permukaan galian terowongan. Untuk (Goodman, 1989)
mengetahui distribusi tegangan di sekitar terowongan
Keruntuhan massa batuan disekitar terowongan
dapat digunakan persamaan Kirsch (1898). Ilustrasi
terjadi ketika tegangan internal yang disediakan oleh

183
Analisis Interaksi Double Tunnel dengan Finite Element Method… M. Rahman Yulianto, dkk.

penyangga kurang dari tegangan penyangga kritis


HJ2 , yang didefinisikan oleh:
2HK < *JL
HJ2 ,
180
Jika tegangan penyangga internal HI lebih besar dari
tegangan penyangga kritis HJ2 , maka tidak terjadi
keruntuhan, perilaku massa batuan disekitar
terowongan adalah elastis dan perpindahan elastis
radial kedalam dari dinding terowongan yang
ditunjukkan oleh persamaan:
CK O1 8 7P
MIN , ORK < RI P
QL
keterangan:
QL = modulus young atau modulus deformasi
7 = poisson ratio
saat tekanan penyangga internal HI kurang dari
Gambar 6
tekanan penyangga kritis HJ2 , keruntuhan terjadi dan
Deformasi terowongan dibandingkan dengan tekanan
jari-jari zona plastis CS disekitar terowongan adalah
penyangga (E. Hoek, dkk., 1993)
V
2OHG O0 < 1P 8 *JL P OWXVP
Kriteria Keruntuhan Mohr-Coulomb
CS , CG 5 >
O1 8 0PTO0 < 1PHI 8 *JL U
Kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb, diperlukan
penentuan sudut gesek dalam ∅ dan kohesi c untuk
untuk kegagalan plastis, total perpindahan radial setiap massa batuan dan rentang tegangan. Berikut
kearah dalam dari dinding terowongan adalah persamaan untuk sudut gesek dalam ∅ dan kekuatan
CG O1 8 7P CS Y kohesi c:
MIS , 52O1 < 7POHG < HJ2 P 6 : 6hij Ok 8 ij *lm Pn_g
Q CG ∅ , sin_g 5 >
2O1 8 hPO2 8 hP 8 6hij Ok 8 ij *lm Pn_g
< O1 < 27POHG < HI P>
*JI ⌊O1 8 2hPk 8 O1 < hPij *lm ⌋Ok 8 ij *lm Pn_g
Kurva yang digambarkan pada Gambar 5 dan d,
Gambar 6 didefinisikan pada persamaan sebagai O1 8 hPO2 8 hPq1 8 O6hij Ok 8 ij *lm Pn_g P/TO1 8 hPO2 8 hPU
berikut:
ZS
\ keterangan:
HI *JL ?\^_G,`a@
]

, 61,25 < 0,625 : *lm , *lLns /*JI


ZG HG HG
\]
bI HI *JL ?Y,c\^_Y@
, 60,002 < 0,0025 :
ZG HG HG
Keterangan:
ZS = jari-jari zona plastik
bI = deformasi dinding terowongan
ZG = jari-jari terowongan (m)
*JL = kekuatan massa batuan
= 2d cos ∅⁄O1 < sin ∅P

Gambar 7
Kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb
Perhatikan bahwa nilai *lLns , batas atas dari
tegangan batas dimana hubungan antara kriteria
Gambar 5 Hoek-Brown dan Mohr-Coulomb dipertimbangkan,
Ukuran zona plastis dibandingkan dengan tekanan harus ditentukan untuk setiap kasus individual.
penyangga (E. Hoek, dkk., 1993) Kekuatan geser Mohr-Coulomb τ, untuk tegangan

184
Analisis Interaksi Double Tunnel dengan Finite Element Method… M. Rahman Yulianto, dkk.

normal yang diberikan σ, ditemukan dengan Undrained Test, kohesi terkecil yaitu 0,02 kg/cm2
substitusi dari nilai-nilai c dan ∅ ke persamaan: pada kedalaman 29,5 m - 30 m dengan nomor sampel
4 , d 8 * tan ∅ DS 1 diperoleh melalui Direct Shear Test, nilai sudut
gesek dalam terbesar yaitu 36,520 pada kedalaman
plot yang setara, dalam hal tegangan mayor dan
49,5 m – 50 m dengan nomor sampel DS 5 diperoleh
minor, didefinisikan oleh:
2d cos ∅ 1 8 sin ∅
melalui Direct Shear Test, dan nilai sudut gesek
*g , *JL 8 0*l , 8 * dalam terkecil yaitu 3,7310 pada kedalaman 5 m – 5,5
1 < sin ∅ 1 < sin ∅ l m dengan nomor sampel UDS 1 diperoleh melalui
Triaxial Unconsolidated Undrained Test
IV. Hasil Penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.
Klasifikasi Tanah
Berdasarkan hasil klasifikasi tanah menggunakan Tabel 3. Data Sifat Mekanik Material Tanah
USCS (Unified Soil Classification System) dari
pengujian laboratorium didapatkan hasil bahwa
perlapisan tanah hasil pemboran didominasi oleh
tanah dengan klasifikasi (MH – OH) dengan tipe
material lanau organik kompresibilitas tinggi dan
lempung organik. Berdasarkan hasil diskripsi visual
terhadap hasil boring didapatkan hasil bahwa
perlapisan tanah didominasi oleh jenis tanah Sandy
Clayey Silt dan Clay Sandy Silt seperti yang
tercantum pada Tabel 1.
Penggalian Terowongan
Tabel 1. Data Klasifikasi Tanah
Metode NATM
Metode Penggalian terowongan Cisumdawu
menggunakan New Austrian Tunneling Method dan
digunakan sistem penyanggaan guna menahan beban
dan memperkuat batuan agar tidak terjadi
keruntuhan. Terowongan Cisumdawu digali pada
tanah lunak, sehingga diperlukan metode penggalian
yang tepat agar tidak terjadi keruntuhan saat proses
penggalian berlangsung. Pada penggalian terowongan
Cisumdawu digunakan metode New Austrian
Tunneling Method dengan sistem penggalian 3 bench
Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Tanah and 7 steps. Skema pola penggalian yang dapat
Pengujian sifat fisik batuan ini merupakan pengujian diterapkan pada penggalian terowongan Cisumdawu
yang tidak merusak contoh batuan tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
(undistructive test). Pengujian ini memperoleh
paramater sifat fisik tanah diantaranya nilai dari
kadar air, berat isi asli, berat isi kering, berat jenis,
kejenuhan, angka pori, dan porositas. Berikut adalah
hasil uji sifat fisik terhadap contoh batuan hasil
pemboran pada lokasi penelitian.
Tabel 2. Data Sifat Fisik Material Tanah
Gambar 8
Pola Tahapan Penggalian Terowongan I); II); III)

Sistem Penyangga
Sistem penyangga sementara yang digunakan pada
konstruksi terowongan Cisumdawu terdiri dari
beberapa penyangga, diantaranya adalah Wire Mesh,
Steel Fibre Reinforcement Shortcrete, dan Steel Rib.
Berikut adalah sifat mekanik dari masing-masing
penyangga yang digunakan pada terowongan
Dari hasil pengujian laboratorium pada conto hasil Cisumdawu.
pemboran dengan total kedalaman 60 m didapatkan
nilai kohesi terbesar yaitu 1,179 kg/cm2 pada
kedalaman 5 m – 5,5 m dengan nomor sampel UDS 1
diperoleh melalui Triaxial Unconsolidated

185
Analisis Interaksi Double Tunnel dengan Finite Element Method… M. Rahman Yulianto, dkk.

a) Wire Mesh Hubungan Stabilitas Terowongan terhadap


Tabel 4 Tahapan Penggalian
Data Hasil Uji Sifat Mekanik Wire Mesh Pada analisis ini akan dibahas mengenai pengaruh
pola penggalian terowongan pada tanah lunak
menggunakan New Austrian Tunneling Method
dengan tiga pola penggalian yang berbeda terhadap
nilai strength factor pada setiap tahapan penggalian
tersebut. Tiga pola penggalian tersebut diterapkan
pada material yang sama yaitu material yang berada
b) Steel Fibre Reinforcement Shortcrete pada lokasi terowongan Cisumdawu.
Tabel 5
Data Hasil Uji Sifat Mekanik SFRS

c) Steel Rib
Tabel 5
Data Hasil Uji Sifat Mekanik Steel Rib

Pemodelan

Gambar 10
Pola Penggalian I

Gambar 9
Tahapan Permodelan Phase2

V. Pembahasan
Untuk mendapatkan model 2 dimensi, dilakukan
sayatan melintang tegak lurus terhadap arah
kemajuan terowongan sesuai dengan lokasi yang
diteliti. Data sifat fisik dan sifat mekanik batuan, data
perlapisan batuan dan data penyangga yang
digunakan tertera pada tabel di bab sebelumnya (Bab
IV Hasil Penelitian). Beberapa parameter yang Gambar 11
didapatkan pada analisis numerik antara lain sigma 1, Pola Penggalian II
Sigma 3, total Displacement, dan strength factor.

186
Analisis Interaksi Double Tunnel dengan Finite Element Method… M. Rahman Yulianto, dkk.

5.00
1D
4.50
4.00 2D
3.50 3D

Sigma 1 [MPa]
3.00
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
0 10 20 30 40 50
Distance [m]

Gambar 13
Perbandingan Tegangan Mayor (*g ) pada
Terowongan Kiri Cisumdawu dengan Variasi Jarak
Antar Terowongan
b) Analisis tegangan mayor (*l )
Nilai tegangan minor (*l ) pada terowongan kiri,
tidak terdapat perbedaan yang signifikan dengan
masing-masing kondisi spasi jarak antar terowongan
tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa masing-
Gambar 12 masing titik di sekitar terowongan menerima
Pola Penggalian III tegangan minor (*l ) yang relatif sama walaupun
Berdasarkan hasil perhitungan nilai strength factor memiliki perbedaan variasi jarak antar terowongan
pada masing-masing pola penggalian, dapat kita lihat tersebut. Pada Gambar 5.14 merupakan grafik yang
bahwa dengan pola penggalian tersebut menunjukkan menunjukkan perbandingan tegangan minor (*l )
nilai strength factor dengan kondisi beragam. Pola pada terowongan kiri Cisumdawu dengan variasi
penggalian III, menunjukkan kondisi yang lebih jarak antar terowongan.
aman daripada pola penggalian I dan II, karena
kondisi rawan yang timbul lebih sedikit daripada 5.00
kondisi rawan yang timbul pada pola penggalian I 4.50 1D
dan II. 4.00 2D
Sigma 3 [MPa]

3.50
Perbandingan Stabilitas Terowongan 3D
3.00
Berdasarkan Variasi Jarak Antar Terowongan 2.50
Pada pembahasan dibawah ini akan dibahas 2.00
mengenai perbedaan nilai pada masing-masing 1.50
parameter tegangan mayor (*g ), tegangan minor (*l ), 1.00
total perpindahan, dan strength factor terhadap 0.50
0.00
variasi jarak spasi antar terowongan 1D, 2D dan 3D. 0 10 20 30 40 50
a) Analisis tegangan mayor (*g ) Distance [m]
Nilai tegangan mayor (*g ) pada terowongan kiri, Gambar 14
tidak terdapat perbedaan nilai yang signifikan dengan Perbandingan Tegangan Minor (*l ) pada
masing-masing kondisi spasi jarak antar terowongan Terowongan Kiri Cisumdawu dengan Variasi Jarak
tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa masing- Antar Terowongan
masing titik di sekitar terowongan menerima
c) Analisis total perpindahan
tegangan mayor (*g ) yang relatif sama walaupun
memiliki perbedaan variasi jarak antar terowongan Parameter total perpindahan menunjukkan perbedaan
tersebut. Pada Gambar 13 dapat dilihat bahwa yang mencolok pengaruh jarak penggalian antar
terdapat 4 titik lonjakan tegangan mayor (*g ) pada terowongan terhadap nilai total perpindahan yang
semua kondisi. Titik-titik tersebut merupakan titik terjadi. Pada parameter ini nilai total perpindahan
sambung penyangga antara upper-middle, dan terkecil terjadi pada kondisi jarak antar terowongan
middle-lower. Hal tersebut meunjukkan bahwa pada yang terpanjang yaitu 3 D. Begitu juga sebaliknya,
titik sambung penyangga menerima tegangan mayor pada jarak penggalian antar terowongan 1 D memiliki
(*g ) yang lebih besar daripada titik lainnya. nilai total perpindahan yang terbesar. Hal tersebut
dapat disimpulkan bahwa semakin dekat jarak
penggalian antar terowongan, semakin
mempengaruhi stabilitas dari terowongan tersebut.
Pernyataan tersebut terjadi pada analisis terowongan
kiri maupun terowongan kanan. Walaupun memiliki

187
Analisis Interaksi Double Tunnel dengan Finite Element Method… M. Rahman Yulianto, dkk.

nilai total perpindahan yang lebih besar pada jarak 1 Hubungan Jarak Horizontal Terowongan
D, namun perbedaan tersebut tidak signifikan dan terhadap Nilai Total Perpindahan
bukan merupakan parameter tunggal untuk Berdasarkan analisis stabilitas terowongan terhadap
menentukan spasi jarak antar terowogan tersebut. variasi jarak antar terowongan yang telah dilakukan
pada pembahasan sebelumnya, dapat diketahui bahwa
0.06
0.06 variasi jarak horizontal sangat berpengaruh terhadap
0.05 nilai total perpindahan yang terjadi. Penggalian
Total Displacement [m]

0.05 pertama dilakukan pada terowongan L, dan


0.04
0.04 dilanjutkan penggalian terowongan R. Terowongan
0.03 yang diamati pada pembahasan ini adalah
0.03 terowongan kiri. Pembahasan ini akan menganalisis
0.02 1D
0.02
pengaruh penggalian terowongan R terhadap
0.01 2D terowongan L yang telah terkonstruksi dengan variasi
0.01 3D jarak horizontal. Pada kasus ini akan dibahas
0.00 mengenai hubungan jarak horizontal terowongan
0 10 20 30 40 50
terhadap nilai total perpindahan yang terjadi pada
Distance [m]
terowongan. Jarak horizontal yang diterapkan adalah
Gambar 15 1 D, 2 D, dan 3 D (D = diameter terowongan). Titik
Perbandingan Total Perpindahan pada Terowongan pengamatan total perpindahan dilakukan pada 4 titik
Kiri Cisumdawu dengan Variasi Jarak Antar yaitu pada atap, dinding kanan, dinding kiri, dan
Terowongan invert terowongan. Sehingga didapatkan hubungan
d) Analisis strength factor yang dapat dilihat pada Gambar 17 di bawah ini.
Pada parameter strength factor tidak menunjukkan 0.05
perbedaan yang mencolok pada pengaruh jarak y = 0.045x-0.063
y = 0.046x-0.062
penggalian antar terowongan terhadap nilai strength 0.04
y = 0.0432x-0.062
factor tersebut. Nilai strength factor berada diatas
y = 0.0342x-0.111
Total Perpindahan

titik batas keamanan yaitu 1,1. Walaupun terdapat 0.03


beberapa titik dalam jumlah kecil yang menunjukkan
nilai dibawah nilai batas tersebut, namun jumlah titik 0.02
tersebut hanyalah sedikit yang kemudian disekitarnya
memiliki nilai strength factor yang lebih besar dari 0.01
nilai batas aman tersebut. Titik yang memiliki nilai
Atap Dinding Kanan Dinding Kiri invert
kurang dari 1,1 adalah titik yang memiliki nilai 0.00
anomali tegangan mayor yaitu pada titik sambung 0 1 2
Jarak horizontal (D)
3 4

penyangga. Namun masalah tersebut dapat diatasi


oleh titik sekitar yang memiliki nilai strength factor Gambar 17
lebih besar dari 1,1. Berdasarkan hasil tersebut dapat Hubungan jarak horizontal terowongan terhadap nilai
disimpulkan bahwa pengaruh jarak spasi antar total perpindahan
terowongan terhadap nilai strength factor tidak Pada masing-masing titik pengamatan didapatkan
terjadi perbedaan yang signifikan yaitu tetap nilai total perpindahan yang semakin menurun
memiliki nilai diatas batas aman, walaupun pada apabila jarak horizontal semakin jauh. Dengan besar
jarak 1 D memiliki nilai strength factor yang perpindahan 1-3 mm / jarak horizontal D.
terendah daripada jarak lainnya. Berdasarkan hubungan yang didapatkan pada
8 Gambar 5.23 terdapat beberapa hubungan yang
7
1D terjadi di 4 titik pengamatan. Hubungan yang terjadi
2D pada total perpindahan atap terowongan terhadap
6
3D jarak horizontal terowongan adalah u,
Strength Factor

5 0,045v _G,Gwl. Hubungan yang terjadi pada total


4 perpindahan dinding kanan terowongan terhadap
jarak horizontal terowongan adalah u,
0,0342v _G,ggg . Hubungan yang terjadi pada total
3
2
perpindahan dinding kiri terowongan terhadap jarak
1
horizontal terowongan adalah u , 0,046v _G,GwY.
0 Hubungan yang terjadi pada total perpindahan invert
0 10 20 30 40 50 terowongan terhadap jarak horizontal terowongan
adalah u , 0,0432v _G,GwY.
Distance [m]
Gambar 16
Pemantauan
Perbandingan Strength Factor pada Terowongan Kiri
Sistem pemantauan terowongan dilakukan secara
Cisumdawu dengan Variasi Jarak Antar Terowongan
berkala. Pemantauan secara berkala mencakup
pemantauan keadaan luar dan dalam terowongan

188
Analisis Interaksi Double Tunnel dengan Finite Element Method… M. Rahman Yulianto, dkk.

yaitu pemantaun penurunan permukaan tanah dan sambung tersebut berada dibawah batas aman
perpindahan di sekitar dinding terowongan. 1,1.
Keberhasilan pemantauan mencakup pada ketepatan 3. Berdasarkan analisis hasil strength factor
peralatan yang digunakan, spesifikasi peralatan, dan terhadap pola tahapan penggalian yang
metode analisis. Pemantauan dilakukan pada atap diterapkan. Pola penggalian yang menunjukkan
terowongan, dinding kiri, dan dinding kanan yang kondisi paling aman adalah pola penggalian III.
dilakukan secara berkala. Berdasarkan hasil 4. Penerapan jarak horizontal antar terowongan
pemantauan selama 46 hari didapatkan nilai total berpengaruh terhadap nilai perpindahan yang
perpindahan pada atap terowongan sebesar 0,050 m. terjadi yang mempengaruhi stabilitas
Sedangkan total perpindahan berdasarkan hasil terowongan. Nilai perpindahan semakin
perhitungan numerik pada atap terowongan menurun apabila jarak horizontal yang
didapatkan nilai total perpindahan sebesar 0,051 m diterapkan semakin jauh dengan perbedaan nilai
yang dihitung pada tahapan penggalian dan perpindahan 1-3 mm / jarak horizontal D.
pemasangan penyangga terakhir. Adanya perbedaan Saran
nilai disebabkan karena pada perhitungan numerik 1. Pada penggalian terowongan ganda di tanah
digunakan asumsi karakterisitik massa batuan yang lunak diperlukan penentuan jarak horizontal
homogen, isotrop, dan diskontinu. Sedangkan pada antar terowongan yang tepat dengan minimal
hasil pemantauan karakteristik massa batuan melihat jarak horizontal adalah 1 D dan pemilihan pola
pada keadaan sebenarnya yaitu heterogen, anisotrop, penggalian yang aman untuk diterapkan pada
dan diskontinu. Dari semua hasil perhitungan New Austrian Tunnelling Method.
perpindahan, hasil pemantauan digunakan sebagai 2. Diperlukan perhatian lebih pada titik sambung
rujukan atau acuan dalam proses konstruksi penyangga steel rib agar didapatkan nilai
terowongan karena proses pemantauan strength factor yang lebih besar dari nilai batas
memperhitungkan kondisi massa batuan pada kondisi aman.
sebenarnya. Hasil pemantauan nilai total perpindahan 3. Diperlukan proses validasi untuk memastikan
pada atap terowongan dapat dilihat pada Gambar 18 hasil empirik dari hasil penelitian ini ke salah
di bawah ini. satu penggalian terowongan di lain tempat
0 dengan material yang hampir sama dengan
-5 material di terowongan Cisumdawu dimana
-10 sistem pemantauan sebagai dasar pengukuranya.
-15
perpindahan (mm)

-20
-25 VII. DAFTAR PUSTAKA
-30 Abramson, L.W., Lee, T.S., Sharma, S., and Boyce,
-35 G.M., 2002. Slope Stability and Stabilization
-40
-45
Methods. John Wiley & Sons Inc. pp.712.
-50 Arif, Irwandy, 2016, Geoteknik Tambang, Gramedia
-55 Pustaka Utama, Jakarta. hal 67-92, 118-120,
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 42 44 46 48 50
hari
154-156, 267-298.
Bieniawski Z. T., 1989, Engineering Rock Mass
Gambar 5.24 Clasifications, Jhon Whiley & Sons, Inc.,
Hasil pemantauan atap terowongan Canada. pp. 3, 9, 52-55
Bowles, J. E, 2000, Sifat-Sifat Fisik dan Geoteknis
VI. KESIMPULAN DAN SARAN Tanah Longsor, Edisi Kedua, Erlangga, Jakarta.
Kesimpulan Budhu, M., Soil Mechanics and Foundations, 2nd
Berdasarkan uraian yang telah dibahas sebelumnya Edition. John Wiley & Sons., 2007.
dapat disimpulkan: Das, Braja M., dkk., 1995., Mekanika Tanah Jilid 1,
1. Karakteristik massa tanah pada terowongan Penerbit Erlangga, Jakarta.
Cisumdawu merupakan tanah lunak yang Das, Braja M., dkk., 1995., Mekanika Tanah Jilid 2,
memiliki daya dukung tanah yang rendah. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Sehingga diharuskan menggunakan penyangga Hoek, E., dkk.,1998, Support of Underground
untuk memperkuat terowongan dan mencegah Excavation in Hard Rock, A.A. Balkema
terjadinya keruntuhan terowongan. Sistem Publishers, Rotterdam.
penyangga yang digunakan terdiri dari steel rib, Hoek, E., Practical Rock Engineering, Electronic
wire mesh, steel fibre reinforced shotcrete, dan Book, Capilano Crescent, Canada, 2000, 341
forepoling sebagai sistem penyangga sementara. pp.
2. Hasil perhitungan numerik menunjukkan Hoek, E., Carter, T.G., Diederichs, M.S.,
adanya penurunan nilai strength factor pada Quantification of the Geological Strength Index
titik sambung penyangga steel rib yang Chart, 47th US Rock Mechanics/ Geomechanics
menyebabkan nilai strength factor pada titik Symposium –San Francisco, USA. pp. 1-2
Kolymbas, Dimitrios., 2008, Tunnelling and Tunnel
Mechanics, Springer, Berlin.

189
Analisis Interaksi Double Tunnel dengan Finite Element Method… M. Rahman Yulianto, dkk.

Rai, M.A., Kramadibrata, S., Wattimena, R.K., 2013, Taki, O and Yang, D.S., Excavation Support and
Mekanika Batuan. Penerbit ITB, Bandung. hal Groundwater Control Using Soil-Cement
6-8, 14-16, 68-148, 298-301, 441-442. Mixing Wall for Subway Projects, Proceedings,
Saptono, S., 2012, Pengembangan Metode Analisis Rapid Excavation and Tunneling Conference,
Stabilitas Lereng Berdasarkan Karakterisasi Los Angeles, 1989, pp. 156 – 175.
Batuan di Tambang Terbuka Batubara, Terzaghi, K., dan Peck, R.B., 1987, Mekanika Tanah
Disertasi, Program Studi Rekayasa dalam Praktek Rekayasa, Edisi Kedua,
Pertambangan, Institut Teknologi Bandung, Diterjemahkan oleh : Bagus Witjaksono dan
Bandung. hal 19-24, 57-59. Benny Krisna R., Erlangga, Jakarta. hal 4.
Saptono, S., dkk., 2009, Pengaruh Ukuran Contoh Terzaghi, K. and Peck, R. B. 1967. Soil Mechanics in
Terhadap Kekuatan Batuan, Jurnal Teknologi Engineering Practice, 3rd edition, Wiley, New
Mineral Vol. XVI No. 1/2009, ITB. hal 1. York, NY, USA.
Singh, B., and Goel, R.K., 1999, Rock Mass Turner, A.K, and Schuster, R.L., Landslides
Classification, Elsevier Science Ltd, Oxford, Investigation and mitigation: National Research
UK. Council, Transportation Research Board Special
Singh, B., and Goel, R.K., 2006, Tunnelling in Weak Report 247, National Academy Press,
Rock, Elsevier Science Ltd, Oxford, UK. Washington, D.C., 1996, 673 p.
Smith, M.J., 1984, Mekanika Tanah, Edisi Keempat, Verrujit, A., Soil Mechanics, Electronic Book,
Diterjemahkan oleh : Elly Madyayanti, http://geo.citg.tudelf.nl/ 336.
Erlangga, Jakarta. hal 1, 89-92. Wyllie, D. C. and Mah, C.W., 2004, Rock Slope
Soedarmo, G.D., dan Purnomo, S.J.E, 1993, Engineering Civil andMining 4th Edition, Spon
Mekanika Tanah 1, Penerbit Kanisius, Malang. Press, 270 Madison Avenue, New York, USA.
hal 15-19. pp. 94-95, 98, 100, 130-131, 155-156, 178, 205-
206.

190

Anda mungkin juga menyukai