STUDI LITERATUR
Terowongan adalah lubang bukaan mendatar atau sedikit miring yang dibuat di bawah
tanah, gunung, sungai, laut, daerah industri, bahkan pemukiman padat penduduk. Ada dua
tujuan utama manusia membuat terowongan. Terowongan yang dibuat untuk mengambil
bahan galian dibawah tanah, dikenal dengan dengan terowongan tambang. Terowongan yang
dibuat untuk menembus rintangan alam atau rintangan yang dibuat oleh manusia disebut
terowongan sipil.
Konsep perancangan lubang bukaan adalah sesuatu hal yang relatif baru. Konsep ini
berbeda dengan konsep perancangan struktur pada teknik sipil pada umumnya. Metoda
pelaksanaan memegang peranan yang sangat besar dalam konsep rancangan terowongan.
Ditempatkan pada batuan atau daerah yang Keadaaan batuan (Ground Condition)
memerlukan eksplorasi lebih lokasi dalam pertambangan lebih teridentifikasi
terperinci. karena aktivitas penambangan sudah
berlangsung selama bertahun-tahun.
Terowongan sipil biasanya dibangun pada Umumnya sangat dalam
kedalaman 500m
Kondisi tegangan bersifat statis Kondisi tegangan bersifat dinamis, karena
pada tambang kegiatan penggalian
berlangsung secara terus menerus sehingga
perubahan tegangan pada batuan selalu
berubah-ubah.
Lokasi diusahakan pada kondisi Lokasi ditentukan oleh daerah-daerah yang
tanah/batuan yang baik. mengandung mineral tambang.
Terowongan ini termasuk dalam grup terowongan jalan (road tunnel) dengan
penampang yang lebih kecil. Terowongan ini biasanya dibangun dibawah jalan raya
yang ramai atau dibawah sungai dangkal sebagai tempat untuk para pejalan kaki.
d. Terowongan navigasi
Terowongan ini dibuat untuk kepentingan penyaluran air di kanal-kanal dan
sungai-sungai yang menghubungkan satu kanal atau sungai ke kanal yang lainnya.
Terowongan ini juga ditemukan di pegunungan untuk memperpendek jarak
penyaluran air. Kerena lining dari terowongan ini sangat rentan terhadap retakan,
maka pada daerah-daerah yang memiliki potensi gerakan tektonik serta formasi dan
struktur batuannya banyak mengandung patahan dan rekahan, maka terowongan
navigasi sebaiknya tidak dibangun pada daerah tersebut.
e. Terowongan transportasi di bawah kota
Biasanya terowongan ini dibangun di bawah kota yang penduduknya padat
sebagai alternatif pempangunan jalan raya.
f. Terowongan transportasi di tambang bawah tanah.
Terowongan ini dibuat sebagai jalan masuk kedalam tambang bawah tanah
yang digunakan untuk lalulintas para pekerja tambang, mengangkut peralatan
tambang, mengangkut batuan dan bijih hasil penambangan.
2. Terowongan angkutan
a. Terowongan stasiun pembangkit listrik tenaga air
Terowongan yang penampangnya terisi penuh oleh air langsung dari reservoir
ke turbin disebut terowongan tekan (pressure Tunnel), sedang terowongan yang hanya
mengalirkan air dari satu tempat ke tempat yang lai dinamakan terowongan saluran
(discharge tunnel)
b. Terowongan penyediaan air
Menyalurkan air dari mata air ketempat penyimpanan didalam kota atau
membelokkan air ketempat penyimpanan tersebut.
c. Terowongan untuk saluran air kotor
Terowongan ini dibangun untuk membuang air kotor dari kota atau pusat
industri ketempat pembuangan yang sudah disediakan.
d. Terowongan yang digunakan untuk kepentingan umum
Terowongan ini biasanya dibangun didaerah perkotaan untuk menyalurkan
kabel listrik dan telepon, pipa gas dan air, dan juga pipa-pipa lainnya yang penting,
dibuat dibawah saluran air, jalan raya, jalan kereta api, blok bangunan untuk
memudahkan inspeksi secara kontiniu, pemeliharaan dan perbaikan sewaktu-waktu
kalau ada kerusakan.
batuan merupakan cikal bakal dari pendekatan rancangan empiris yang secara luas
digunakan pada rekayasa batuan. Dalam kenyataannya, klasifikasi digunakan sebagai
dasar praktis untuk merancang struktur bawah tanah yang kompleks. Untuk terowongan
pada tanah, karena masih jarang dilakukan sehingga dalam pelaksanaannya, para
pelaksananya harus melakukan beberapa test dan analisis untuk memodelkan kondisi
tanah dimana terowongan itu akan dibangun.
Pada terowongan dalam, kondisi tegangan dianggap sama disegala arah. Hal ini
disebabkan karena kedalaman terowongan sehingga perbedaaan antara tegangan vertikal dan
tegangan horizontal semakin kecil. Jika kita membuka lubang galian bulat di tempat yang
dalam, maka kenyataan yang terjadi adalah respon deformasi yang sama pada seluruh dinding
lubang galian.
Berbagai macam metode pembuatan terowongan pada batuan maupun tanah telah
dikembangkan oleh manusia. Metode-metode tersebut memiliki karakteristik masing-masing,
baik itu kelebihan maupun kekurangan. Tetapi secara umum metode pembuatan lubang
bukaan terowongan dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu :
a. cara portal
b. cara open cut
2.2.1. Penggalian
2.2.1.1. Metode Full Face
Merupakan metoda dimana seluruh penampang terowongan digali secara bersamaan.
Metode ini sangat cocok untuk terowongan dengan penampang melintang kecil hingga
terowongan hingga terowongan dengan diameter 3 meter.
a. Keuntungan
Dengan menggali seluruh penampang lubang bukaan, maka dapat
mempercepat pekerjaan.
Lintasan untuk pembuangan hasil peledakan dapat langsung dipasang
bersamaan pada saat proses penggalian berikutnya.
Proses tunneling dapat dilakukan secara berkelanjutan
b. Kerugian
Membutuhkan alat-alat mekanis dalam jumlah besar
Tidak dapat digunakan pada kondisi batuan / tanah yang tidak stabil
Terbatas untuk terowongan yang memiliki lintasan pendek
dikerjakan (bench cut) sampai membentuk penampang terowongan yang diinginkan. Proses
ini diulangi sampai seluruh lintasan terowongan tercapai.
a. Keuntungan
Memungkinkan pengerjaan pengeboran dan pembuangan sisa peledakan
dilakukan secara simultan
Metode ini efektif untuk terowongan berukuran penampang besar dengan
lintasan yang relatif panjang
Metode ini dapat diterapkan pada setiap kondisi batuan
b. Kerugian
Waktu pengerjaan relatif lebih lama jika dibandingkan dengan metode full
face.
a. Keuntungan
Memberikan sistem ventilasi yang baik
Kerena ukurannya cukup kecil, maka tidak memerlukan sistem penyangga
yang cukup rumit
Mucking dapat dikerjakan bersamaan dengan pekerjaan penggalian
b. Kerugian
Center drift harus sudah selesai terlebih dahulu sebelum melakukan perluasan
lubang.
Alat bor dipasang dengan pola tertentu, sehingga seringkali spasi alat bor
tersebut dirubah dan disesuaikan dengan kondisi batuan yang akan diledakkan.
Kadang-kadang material seperti besi cetak, beton, dan batu pada umumnya bersifat
getas. Dengan kondisi seperti ini material-material tersebut mengalami regangan yang kecil
ketika penambahan tegangan. Kemudian, pada titik tertentu material tersebut runtuh
(Gbr.2.9e).
Lebih kompleks lagi namun tetap realistis, adalah material dengan work hardening
(Gbr 2.9f). Material ini akan menjadi lebih kaku (modulus semakin besar) seiring dengan
terjadinya regangan atau material tersebut bekerja memikul beban. Kebanyakan tanah juga
memiliki sifat work hardening, misalnya lempung atau pasir yang dipadatkan. Material
dengan sifat work softening (Gbr 2.9f) menunjukkan penurunan tegangan ketika material
tersebut diregangkan setelah tegangan puncak. Tanah lempung sensitif merupakan
merupakan salah satu contoh dari material ini.
f = f ( ) (2-1)
Garis keruntuhan (failure envelope) yang dinyatakan oleh persamaan (2-1) diatas sebenarnya
berbentuk lengkung seperti terlihat pada Gambar 2.10b. Untuk sebagian besar masalah-
masalah mekanika tanah, garis tersebut cukup didekati dengan sebuah garis lurus yang
menunjukkan hubungan linier antara tegangan normal dengan geser (Coulomb, 1776).
Proportial limit
y y
Work Hardening
Work Softening
f = c + tan (2-2)
dengan
c = kohesi
= sudut geser internal
x
Garis keruntuhan menurut
Mohr
(a) (b)
Gambar 2.10. Garis Keruntuhan menurut Mohr dan hukum keruntuhan Mohr-Coulomb
H
P = T/A
c
o T
b n3 = P3 /A
n2 = P2 /A
a
n1 = P1 /A
(a) Apparatus 0
+ n3
n2
n1
c H 0
b
a
-
Gambar 2.11. (a) Skema Diagram Direct Shear Aparatus; (b) Hasil Tes (Pasir Padat);
(c) Diagram Mohr Untuk Sampel Dengan Kerapatan Relatif Sama
Rubber
membrane
(a)
axial
} 1
cell
cell = 2l = 3
axial = ( 1 3 )
Gambar 2.12. (a) Skema Diagram Triaxial Aparatus (b) Asumsi Kondisi Tegangan
Pada tabel 2.1 Terzaghi dan Heuer melakukan beberapa klasifikasi terhadap kondisi
tanah yang umumnya ditemukan.
Raveling Slow raveling Chunks or flakes of material begin Residual soils or sand with small
to drop out of the arch or walls amounts of binder may be fast
Fast raveling sometime after the ground has been raveling below the water table,
exposed, due to loosening or to over- slow raveling above. Stiff fissured
stress and "brittle" fracture (ground clays may be slow or fast raveling
separates or breaks along distinct depending upon degree of over-
surfaces, opposed to squeezing stress.
ground). In fast raveling ground, the
process starts within a few minutes,
otherwise the ground is slow raveling.
Squeezing Ground squeezes or extrudes plasti- Ground with low frictional strength.
cally into tunnel, without visible Rate of squeeze depends on degree
fracturing or loss of continuity, and of overstress. Occurs at shallow
without perceptible increase in water to medium depth in clay of very
content. Ductile, plastic yield and soft to medium consistency. Stiff
flow due to overstress. to hard clay under high cover may
move in combination of raveling
at execution surface and squeezing
at depth behind face.
Running Cohesive Granular materials without cohesion Clean, dry granular materials,
running arc unstable at a slope greater than Apparent cohesion in moist sand,
their angle of repose (= 30`-35 ). or weak cementation in any granular
Running When exposed at steeper slopes soil, may allow the material to stand
they run like granulated sugar or for a brief period of raveling before
dune sand until the slope flattens it breaks down and runs. Such
to the angle of repose. behavior is cohesive running.
Flowing A mixture of soil and water flows _ Below the water table in silt, sand,
into the tunnel like a viscous fluid. or gavel without enough clay con-
The material can enter the tunnel , tent to give significant cohesion and
from the invert as well as from the plasticity. May also occur in highly
face, crown, and wall, and can flow sensitive clay when such material
for great distances, completely fill- is distrubed.
ing the tunnel in some cases.
dengan
Pz = tekanan overburden total pada kedalaman z
C = undrained shear strength tanah lempung
B = lebar lubang bukaan
Untuk nilai Z/B 2, nilai kritis dari Pz/C sekitar 6. Namun, jika nilai Z/B 2, maka
nilai kritis harus dihitung dengan persamaan
Z
2 + 1
Pz B
= (2- 4)
C 1B
1+
6Z
Bersama dengan rekomendasi dari Deere et al (1969) dan Peck, maka kriteria
stabilitas dari muka terowongan dapat didasarkan atas beberapa kriteria, yakni :
Pz
a. Jika < 2 3 , pergerakan dari muka terowongan masih relatif kecil dan bersifat
C
elastik.
Pz
b. Jika 3 < < 6 , pergerakan dari muka terowongan mulai bersifat pastik, dan
C
Pz
meningkat secara bertahap seiring dengan meningkatnya rasio .
C
Pz
c. Jika > 6 , kondisi kritis dari stabilitas muka terowongan akan tercapai dan muka
C
terowongan memiliki potensi keruntuhan yang tinggi.
Material-material tanah yang bersifat getas (brittle) atau mudah retak (fissured)
seringkali tidak stabil dalam kondisi rasio Pz/C yang rendah. Peck mengklasifikasikan
material-material tersebut berdasarkan nilai stability factor-nya.
Tabel 2.2 menampilkan hubungan faktor stabilitas dengan sifat-sifat dari tanah
kohesif.
Tabel 2.2 Kriteria Stabilitas Lempung Plastik Pada Kedalaman Lebih Besar Dari 2 Kali Diameter
Nr =(Ps Pa)/Su
Nr = stability factor
PZ = total vertical pressure, depth z
Pa = air pressure above atmosphere
Su = undrained shear strength of clay
Tunneling without
4 unusual difficulties
Rate of squeeze does not present a problem.
1
*The analysis may be applied to silts only if their properties are adequately defined by their undrained shear strengths.
Untuk tanah lempung yang terkonsolidasi lebih, terdapat perbedaaan dalam analisa
stabilitas yang disertai dengan fenomena tanah mengembang (Swelling). Pembangunan
terowongan pada material ini menghasilkan kondisi dimana terjadi pelepasan tegangan pada
tepi penggalian. Pada tanah lempung jenuh, perbedaaan resultan tegangan akan menyebabkan
air pori mengalir ke zona relaksasi. Berdasarkan derajat terkonsolidasi lebihnya tanah, proses
mengembang ini akan terus terjadi hingga lubang bukaan benar-benar tertutup. Metode yang
paling efisien dalam mengatasi kondisi material tersebut adalah dengan melakukan
pemasangan lining tepat setelah dilakukannya proses penggalian pada lubang bukaan.
Tanah lempung sensitif merupakan jenis tanah yang juga sering dijumpai dalam
proses konstruksi terowongan. Jenis material ini memiliki kekuatan tekan bebas dari material
1
terganggu sekitar 1 kali daripada kekuatan tekan bebas material tidak terganggu.
4
Lempung jenis ini memiliki kadar air yang sangat tinggi dan kehilangan kekuatan akibat
ganguan dihubungkan dengan perubahan permeabilitas. Proses konstruksi terowongan pada
tanah lempung sensitif selalu menyebabkan proses pembentukan kembali material tanah
terganggu dan berkurangnya kekuatan material dekat dengan batas penggalian yang
menyebabkan bergeraknya material tanah mengisi ruang kosong dibelakang shield.
b. Grouting
Grouting dapat didefinisikan sebagai proses injeksi cairan bertekanan pada
lubang bukaan di tanah, rekahan pada batuan, atau pada galian buatan yang ditemukan
di rekahan belakang lining terowongan dan lain-lain, dimana cairan tersebut seiring
dengan berjalannya waktu akan mengeras dan menutup lubang ataupun rekahan yang
terjadi (Ischy dan Glossop, 1962).
Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap II-21
Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga
BAB II Studi Literatur
Tujuan dasar dari grouting adalah untuk menutup rongga dan jalur aliran pada
tanah/batuan sehingga air tanah tidak dapat mengalir melalui jalur tersebut dan masuk
ke galian (pengurangan permeabilitas) dan/atau untuk menambah kekuatan material
tanah sehingga proses konstruksi terowongan pada tanah apung tidak mengalami
kesulitan, dan juga untuk meningkatkan faktor keselamatan. Disamping itu, metode
grouting ini digunakan dalam konstruksi terowongan dalam hubungannya untuk
mengurangi penurunan permukaan dan sebagai tambahan teknik perkuatan untuk
struktur diatasnya pada area perkotaan. Gambar 2.15 memberikan penjelasan
mengenai prinsip grouting.
c. Compressed Air
Compressed Air merupakan metode yang paling sering digunakan dalam
stabilitas tanah untuk terowongan yang dibangun pada lapisan permeabel dibawah
muka air tanah, dimana proses dewatering tidak praktis dilakukan khususnya untuk
terowongan dibawah muka air. Metode ini juga dapat bertindak sebagai penyangga
pada terowongan di tanah lunak, dan meningkatkan faktor stabilitas melebihi batas
kritis di tanah lempung yang mengalami pemampatan (squeezing clays). Tujuan
metode ini adalah untuk menyeimbangkan tekanan hidrostatis diluar terowongan.
Gambar 2.16 memperlihatkan penggalian lapisan tanah dengan compressed air.
d. Ground Freezing
Proses membekukan lapisan tanah yang mengandung air merupakan sebuah
metode yang sangat rumit dan memerlukan keahlian serta biaya operasi yang sangat
mahal tetapi sangat efektif dalam pengendalian sementara air tanah ataupun
peningkatan stabilitas. Agar proses ini berhasil maka didalam tanah harus dipastikan
memiliki air, sebab proses ini tidak akan meningkatkan karakteristik dari tanah tanpa
air (kering). Gambar 2.17 memperlihatkan proses freezing yang dilakukan di tanah.
Proses freezing ini dapat dilakukan dengan menggunakan refrigerated brine dan
nitrogen cair.
e. Electro-osmosis
Electro-osmosis merupakan teknik pengeringan yang digunakan khususnya
untuk stabilitas lempung lunak dan lanau dimana pengeringan dengan metode
konvensional tidak dapat dilakukan. Metode ini didasarkan pada prinsip elektrolisis,
dengan dua elektroda yang dimasukkan kedalam tanah dengan dialiri oleh arus listrik.
Berdasarkan proses kimia dari elektrolisis, molekul-molekul air akan ditarik oleh
katoda (elektroda negatif) dan kemudian akan dipompakan ke atas melalui elektroda
tersebut. Prinsip umum dari electro-osmosis diperlihatkan pada Gambar 2.18.
Apabila terdapat suatu sistem yang dikenai gaya luar, maka gaya luar tersebut diserap
oleh sistem tersebut dan akan menimbulkan gaya dalam dan perpindahan. Untuk mengetahui
besarnya gaya dalam dan perpindahan akibat gaya luar tersebut, perlu dibentuk suatu
persamaan yang mewakili sistem tersebut.
Salah satu metoda yang mewakili adalah metode elemen hingga. Keseluruhan sistem
dibagi kedalam elemen-elemen dengan jumlah tertentu. Selanjutnya dibentuk persamaan
[K ]{D} = {R}
Dimana : [K ] = matriks kekakuan global
{D} = matriks perpindahan global
{R} = matriks gaya global
Kondisi batas dan kondisi awal gaya-gaya dan perpindahan secara khusus harus
memenuhi kondisi kesetimbangan dan kondisi kompatibilitas. Hubungan ketiga kondisi
diatas tergambar dalam bagan berikut :
Gaya dan
Tegangan Perpindahan
Permukaan Ui
Fi, Ti
Kesetimbangan Kompatibilitas
Tegangan Regangan
ij ij
Persamaan Konstitutif
Gambar 2. 19. Hubungan antara variabel-variabel dalam penyusunan persamaan elemen hingga
(Chen and Baladi, 1985)
x
x = (2-5)
Ex
diman E adalah modulus elastisitas bahan.
x
x = (2-7)
Ex
dimana adalah konstanta Poisson Ratio.
Untuk bahan yang isotropik modulus elastisitas bahan dalam segala arah sama besar.
Dengan demikian diperoleh keseluruhan tegangan normal sebagai berikut :
x =
1
E
[
x ( y + z ) ] (2-8)
y =
1
E
[ ]
y ( x + z ) (2-9)
z =
1
E
[
z ( x + y ) ] (2-10)
x
1 0 x
E
y = 1 0 y (2-17)
(1 + )(1 2 ) 0 1 2
xy 0 xy
2
z + y + x
z diperoleh dari persamaan z = 0 = setelah nilai x dan y.
E
x 1 0 x
E
y = 1 0 y (2-18)
1
2
1
xy 0 0 xy
2
r 1 0 r
z E
1 0 z
= 1 0 (2-19)
(1 + )(1 2 ) 1 2
xy 0 0 0
2 xy
2.4.2.1 Plaxis 2D
PLAXIS merupakan sebuah paket elemen hingga yang bertujuan untuk menganalisis
deformasi dan stabilitas dalam proyek rekayasa geoteknik. Dibawah ini diberikan penjelasan
singkat tentang karakteristik progam PLAXIS 2D secara umum.
a. Model Geometri
Pada bagian ini, user dapat memasukkan informasi tentang geometri struktur,
lapisan tanah, tahap konstruksi, beban dan kondisi batas yang dapat digambarkan
pada area gambar yang telah tersedia. Pada tahap ini juga dapat dilakukan pemodelan
interaksi antara struktur-tanah yang dimodelkan dengan interface.
b. Kondisi Batas
Pada tahap ini, user dapat memasukkan kondisi batas yang diaplikasikan pada
tanah penentuan beban yang bekerja, serta menentukan reaksi perletakan, rol, sendi,
jepit, ataupun tidak terkekang) pada lokasi tertentu yang dijadikan kondisi batas.
c. Karakteristik material Tanah
Pada tahap ini, user dapat memasukkan parameter-parameter tanah seperti ,
, , E, dan lain-lain sesuai dengan model material tanah yang kita inginkan. Setiap
model material, mencerminkan perilaku tanah yang ditinjau. Oleh karena itu, semakin
kompleks model tanahnya, maka perilaku tanah yang dimodelkan akan semakin
akurat.Untuk komponen-komponen lainnya seperti balok, PLAXIS juga menyediakan
beberapa model. Parameter yang diperlukan untuk model ini antara lain EI dan EA.
d. Mesh Generation
PLAXIS secara otomatis dapat melakukan prosedur pembangunan mesh
secara otomatis. Dimana geometri dibagi-bagi menjadi elemen-elemen dasar serta
elemen struktur yang bersesuaian. Elemen yang digunakan adalah elemen segitiga
yang memiliki 6 titik (node) dan 15 node. Dari titik tersebut dapat diperoleh informasi
mengenai deformasi dan tegangan yang terjadi. Sehingga semakin banyak titiknya,
semakin akurat pula perhitungan yang dilakukan.
e. Kondisi awal
Pada umumnya, kondisi awal mencakup kondisi air tanah awal, konfigurasi
geometri awal, dan kondisi tegangan efektif awal.
f. Perhitungan dan Output
PLAXIS memberikan beberapa point perhitungan sesuai dengan kebutuhan
user baik perhitungan deformasi tanah, maupun tegangan tanah. Pada tahap ini, user
juga dapat mengatur tahapan konstruksi dari struktur yang dianalisis. User juga dapat
memperoleh hasil output perhitungan PLAXIS yang akan ditampilkan oleh PLAXIS
antara lain tegangan, tekanan air, deformasi, dan lain-lain.
Gambar 2.22. Geometri NATM Tunnel, Penampang Melintang (Kiri) Dan Tampak Samping
(Kanan)
a. Geometri
Pada bagian ini, user dapat memasukkan informasi tentang geometri dari
terowongan yakni NATM Tunnel, geometri lapisan tanah, yang digambarkan pada
area gambar yang telah tersedia. Pada tahap ini juga dapat dilakukan pemodelan
interaksi antara struktur-tanah yang dimodelkan dengan interface.
b. Kondisi batas
Pada tahap ini, user dapat memasukkan kondisi batas yang diaplikasikan pada
tanah penentuan beban yang bekerja, serta menentukan reaksi perletakan, rol, sendi,
jepit, ataupun tidak terkekang) pada lokasi tertentu yang dijadikan kondisi batas.
c. Karakteristik material Tanah
Pada tahap ini, user dapat memasukkan parameter-parameter tanah seperti ,
, , E, dan lain-lain sesuai dengan model material tanah yang kita inginkan. Setiap
model material, mencerminkan perilaku tanah yang ditinjau. Oleh karena itu, semakin
kompleks model tanahnya, maka perilaku tanah yang dimodelkan akan semakin
akurat.Untuk komponen-komponen lainnya seperti balok, PLAXIS juga menyediakan
beberapa model. Parameter yang diperlukan untuk model ini antara lain EI dan EA.
d. Mesh Generation
Untuk PLAXIS 3D, pertama-tama kita harus membangun mesh 2D terlebih
dahulu, kemudian mesh 3D dapat dibangun. Elemen yang digunakan adalah elemen
segitiga yang memiliki 15 node.
Poisson, .Model linier elastis sangat terbatas untuk pemodelan perilaku tanah. Model
ini terutama digunakan pada struktur-struktur yang kaku dalam tanah.
b. Model Mohr Coulomb :
Model yang sangat dikenal ini digunakan untuk pendekatan awal terhadap
perilaku tanah secara umum. Model ini meliputi lima buah parameter, yaitu
modulus Young, E, dan angka Poisson, , kohesi, c, sudut geser, , dan sudut
dilatansi, .
c. Model Jointed Rock :
Model ini merupakan model elastis-plastis dimana penggeseran plastis hanya
dapat terjadi pada beberapa arah penggeseran tertentu saja. Model ini dapat digunakan
untuk memodelkan perilaku dari batuan yang terstratifikasi atau batuan yang
memiliki kekar (joint).
d. Model Hardening Soil :
Model ini merupakan model hiperbolik yang bersifat elastoplastis, yang
diformulasikan dalam lingkup plastisitas dari pengerasan akibat friksi (friction
hardening plasticity). Model ini telah mengikutsertakan kompresi hardening untuk
memodelkan pemampatan tanah yang tidak dapat kembali seperti semula
(irreversible) saat menerima pembebanan yang bersifat kompresif. Model
berderajat dua ini dapat digunakan untuk memodelkan perilaku tanah pasiran,
kerikil serta jenis tanah yang lebih lunak seperti lempung dan lanau.
e. Model Soft Soil :
Model ini merupakan model Cam-Clay yang digunakan untuk
memodelkan perilaku tanah lunak seperti lempung terkonsolidasi normal dan
gambut Model ini paling baik digunakan untuk situasi kompresi primer.
f. Model Soft Soil Creep :
Model ini merupakan model berderajat dua yang diformulasikan dalam
lingkup viskoplastisitas. Model ini dapat digunakan untuk memodelkan perilaku
tanah lunak yang bergantung pada waktu (time-dependent) seperti lempung
terkonsolidasi normal dan gambut. Model ini telah mengikutsertakan kompresi
logaritmik.
g. Model Tanah dari Pengguna :
Dengan pilihan ini maka pengguna dapat menggunakan model-model
konstitutif lain diluar model-model standar dalam PLAXIS. Penjelasan detil dari
fasilitas ini diberikan dalam Modul Model Material.
| 1- 3|
1 1
E0 E50
regangan - 1
Gambar 2.26. Definisi E0 Dan E50 Untuk Hasil Uji Triaksial Terdrainase Standar
Untuk tanah, modulus pengurangan beban Eur dan modulus pembebanan E50
cenderung semakin meningkat terhadap peningkatan tegangan keliling yang bekerja. Karena
itu, lapisan tanah yang dalam cenderung mempunyai kekakuan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan lapisan tanah yang dangkal.
Angka Poisson ( )
Uji triaksial terdrainase standar dapat menghasilkan perubahan volume yang
signifikan pada awal pemberian beban aksial, yang menghasilkan konsekuensi berupa nilai
angka Poisson awal ( 0) yang rendah. Pada beberapa kasus, khususnya pada masalah
pengurangan beban, mungkin realistis untuk menggunakan nilai awal yang rendah, tetapi
secara umum saat menggunakan model Mohr-Coulomb, Penentuan angka Poisson cukup
sederhana jika model elastis atau model Mohr-Coulomb digunakan untuk pembebanan
grvitasi (dengan meningkatkan Mweight dari 0 ke 1 pada perhitungan plastis). Dalam
banyak kasus akan diperoleh nilai yang berkisar antara 0.3 dan 0.4. Umumnya, nilai
tersebut tidak hanya digunakan pada kompresi satu dimensi, tetapi juga juga dapat digunakan
untuk kondisi pembebanan lainnya. Namun untuk kasus pengurangan beban, lebih umum
untuk menggunakan nilai antara 0.15 dan 0.25.
Kohesi (c)
Kekuatan berupa kohesi mempunyai satuan tegangan. PLAXIS dapat menangani pasir
non-kohesif (c = 0), tetapi beberapa pilihan akan berjalan kurang baik. Untuk menghindari
hal ini, pengguna yang belum berpengalaman disarankan untuk memasukkan nilai yang kecil
untuk kohesi (gunakan c > 0.2 kPa).
Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap II-37
Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga
BAB II Studi Literatur
Sudut geser ( )
Nilai sudut geser, (phi), dimasukkan dalam satuan derajat. Sudut geser yang tinggi,
seperti pada pasir padat, akan mengakibatkan peningkatan beban komputasi plastis.
tegangan
geser
- 1
- 3
c tegangan
- 2 normal
- 3 -2 -1
Sudut dilatansi ( )
Sudut dilatansi, (psi), dinyatakan dalam derajat. Selain tanah lempung yang
terkonsolidasi sangat berlebih, tanah lempung cenderung tidak menunjukkan dilatansi sama
sekali (yaitu = 0). Dilatansi dari tanah pasir bergantung pada kepadatan serta sudut
gesernya. Untuk pasir kwarsa besarnya dilatansi kurang lebih adalah 30. Walaupun
demikian, dalam kebanyakan kasus sudut dilatansi adalah nol untuk nilai kurang dari 30.
Nilai negatif yang kecil untuk hanya realistis untuk tanah pasir yang sangat lepas.
Keruntuhan yang paling sering terjadi adalah pada saat konstruksi terowongan masih
berlangsung. Keberhasilan dalam proses penggalian lubang bukaan serta stabilitasnya sangat
erat hubungannya dengan penggunaan penyangga sementara secara efektif sampai dengan
pemasangan lining secara permanen pada terowongan.
Beberapa kasus kegagalan pada tahap kontruksi telah sering terjadi. Terowongan
Wilson, Hawai, dengan lebar 10.4 m, dan tinggi 7.9 m dan panjang 823 m digali dikaki
pegunungan vulkanik yang mengandung lava dan debu. Setelah penggalian sepanjang 100 m,
terjadi kegagalan dimana terowongan tersebut runtuh dan dipenuhi lumpur pada jarak 24 m
dari muka terowongan. Keruntuhan kemudian terjadi 35 hari kemudian pada saat penggalian
kembali terowongan. Untuk mengatasi masalah ini, konstruksi terowongan dilakukan dengan
menggali bagian top heading dan saluran air terlebih dahulu. Setelah menyelesaikan top
heading, konstruksi selanhutnya dilaksanakan berdasarkan tahap-tahap konstruksi.
Terowongan Woohead di Inggris dengan lebar 9.3 m, dan tinggi 8.03 m mengalami
keruntuhan setelah proses konstruksi dari terowongan tersebut selesai. Hal ini terjadi karena
kondisi tanah yang sulit dan kurangnya pengetahuan terhadap karakteristik tanah.
Dari kasus diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa perilaku tanah sangatlah berbeda
dengan batuan, terutama dengan adanya air tanah. Untuk itu sangat penting bagi kita untuk
mengetahui kondisi tanah dimana akan dibangun terowongan. Metoda konstruksi yang dipilih
juga harus sesuai dengan kondisi geologi serta karakteristik tanah.
Ghalba (2002) melakukan studi analisis terhadap lining terowongan dengan menguji
ketepatan metoda-metoda konvensional dan dibandingkan dengan metode elemen hingga.
Sengara dan Widiadi (2000) melakukan penelitian dengan memodelkan proses galian
bertahap serta pengaruh konstruksi MRT terhadap bangunan sekitar. Dalam paper tersebut,
model tanah didekati dengan model hiperbolik. Pemodelan juga dilakuan terhadap konstruksi
stasiun bawah tanah WMATA dan terowongan Thamrin Berdasarkan penelitian tersebut
didapat kesimpulan bahwa dengan metode elemen hingga non linier dapat menghasilkan
output yang cukup realistik mendekati dengan perhitungan dilapangan.
Widiadi (1997) melakukan studi analisis terhadap terhadap tahapan konstruksi galian
dengan menggunakan metode elemen hingga. Analisis dilakukan dengan memodelkan
perilaku tanah dengan model hiperbolik. Studi ini membandingkan kinerja antara program
EPSSIP dengan SIGMA/W.