Laily Fatmawati
4411418003
Protein tersusun atas sejumlah asam
amino yang membentuk suatu untaian
(polimer) dengan ikatan peptida.
Selain itu, protein juga memiliki gugus
amina (NH2) dan gugus karboksil
(COOH). Beberapa jenis protein
antara lain:
1. Glikoprotein yaitu protein yang
mengandung karbohidrat.
2. Lipoprotein yaitu protein yang
mengandung lipid
Sumber Protein :
Daging sapi, daging ayam, daging ikan, seafood,
kacangkacangan, telur, dan lain sebagainya
Fungsi Protein:
01 pendahuluan 03 pembahasan
02 hasil 04 kesimpulan
PENDAHULUAN
Kurang Energi dan Protein (KEP) pada anak masih menjadi masalah gizi dan kesehatan
masyarakat di Indonesia. Berdasarkan riset kesehatan dasar (RisKesDas) tahun 2010, sebanyak
13,0% berstatus gizi kurang, diantaranya 4,9% berstatus gizi buruk. Data yang sama
menunjukkan 13,3% anak kurus, diantaranya 6% anak sangat kurus dan 17,1% anak memiliki
kategori sangat pendek
Gizi buruk adalah KEP tingkat berat akibat kurang konsumsi makanan bergizi dan atau
menderita sakit dalam waktu lama. Ditandai dengan status gizi sangat kurus menurut berat
badan (BB) terhadap tinggi
Kwashiorkor adalah suatu sindrom klinik yang timbul sebagai akibat adanya kekurangan protein
yang parah dan pemasukan kalori yang kurang dari yang dibutuhkan.
● Kwashiorkor merupakan bentuk dari malnutrisi protein-energi yang berhubungan dengan
defisiensi protein yang ekstrim dan dikarakteristikan dengan edema, hipoalbunemia, anemia
dan pembesaran hati. Umumnya masih terdapat lemak subkutan, dan muscular wasting
tertutupi oleh adanya edema serta adanya retardasi pertumbuhan
● Penelitian ini merupakan studi kualitatif dengan pendekatan laporan kasus. Data yaitu
berupa data primer yang didapat dari pemeriksaan fisik dan penunjang, serta data sekunder
dari alloanamnesis dengan ibu pasien. Studi dilakukan pada 8 April 2015 di Rumah Sakit
Umum Abdul Moeloek (RSUAM) Lampung.
HASIL
● Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang dengan kesadaran
komposmentis, nadi 100x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36,5ºC. Pasien memiliki tinggi
badan 105 cm dan berat badan 12 kg. Rambut berwarna coklat kemerahan, tipis, sedikit mudah
dicabut, agak kasar dengan distribusi merata. Perut tampak datar, hepar dan lien tidak teraba,
nyeri tekan bagian epigastrium, bising usus (+), auskultasi paru vesikuler +/+. Terdapat tanda gizi
buruk berupa pitting edema pada tungkai dan punggung kaki.
● Status gizi berdasarkan WHO Growth Chart Standart 2006 BB/U dan BB/TB berada di bawah
garis -3SD tetapi TB/U kesan normal. Pemeriksaan penunjang pada pasien ini didapatkan hasil
laboratorium darah lengkap; hemoglobin 12 gr/dl, hematokrit 35%, LED 5 mm/jam, leukosit
10700/ul, trombosit 292000/uL, albumin 2.8 gr/dl. Pemeriksaan urine lengkap dalam batas
normal.
● Masalah pasien ini adalah gizi buruk tipe kwashiorkor kondisi V. Pasien ditatalaksana dengan
perbaikan status gizi serta terapi medikamentosa dengan pemberian furosemid, vitamin A,
antibiotik, dan transfusi albumin. Selain itu dengan pemberian edukasi kepada orang tua.
PEMBAHASAN
• Pasien didiagnosis sebagai kwashiorkor kondisi V. Diagnosis ini ditegakkan
dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
• Gizi buruk adalah suatu keadaaan kurang gizi tingkat berat pada anak
berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) <-3 standar
deviasi WHO-NCHS dan atau ditemukan tandatanda klinis marasmus,
kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor. Faktor yang mempengaruhi gizi
buruk yaitu social ekonomi keluarga, infeksi, dan lingkungan
• Kwashiorkor adalah suatu bentuk malnutrisi protein yang berat disebabkan oleh asupan
karbohidrat yang normal atau tinggi dan asupan protein yang inadekuat. Kwashiorkor ditandai
dengan edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki, wajah membulat
(moon face) dan sembab, pandangan mata sayu, rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut
jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit dan mudah rontok, perubahan status mental, apatis,
dan rewel, pembesaran hati, otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi
berdiri atau duduk, kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis), sering disertai penyakit
infeksi (akut), anemia dan diare.
• Pada pasien dapat diketahui adanya rambut berwarna seperti
jagung, bengkak pada punggung kaki, wajah tidak seperti orang
tua, tidak ada iga gambang, tidak ada baggy pants.
Kemungkinan besar diangnosis pasien adalah kwashiorkor.
• Terdapat 10 langkah tindakan pelayanan pada gizi buruk, yaitu mencegah dan mengatasi
hipoglikemia, mencegah dan mengatasi hipotermia, mencegah dan mengatasi dehidrasi,
memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit, mengobati infeksi, memperbaiki
kekurangan zat gizi mikro, memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi,
memberikan makanan untuk tumbuh kejar, memberikan stimulasi untuk tumbuh
kembang, dan mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah yang masing-masing dibagi
dalam 4 fase, yaitu fase stabilisasi, fase transisi, fase rehabilitasi, dan fase tindak lanjut.
Selain itu, terdapat hal penting yang harus diperhatikan, yaitu jangan berikan Fe sebelum
minggu ke-2, jangan berikan cairan intravena kecuali syok atau dehidrasi berat, jangan
berikan protein terlalu tinggi pada fase stabilisasi, jangan berikan diuretik pada penderita
kwashiorkor
• Pada tatalaksana pasien ini, diberikan cairan intravena dan diberikan
diuretik seperti furosemid. Pemberian furosemid pada kasus ini
dimaksudkan untuk mengurangi edema. Cara kerja furosemid yaitu
menghambat reabsorpsi elektrolit natrium, kalium dan clorida di ansa Henle
asendens bagian epitel tebal. Furosemid yang diberikan dalam bentuk
tablet dengan dosis 10 mg (1/4 tablet) pada pasien ini sudah tepat, karena
furosemid dapat diberikan pada anak dengan dosis 1-2 mg/KgBB dosis
tunggal
• Pada rencana V untuk pemberian makanan sendiri yang harus dilakukan pertama kali yaitu
segera memberikan 50 ml glukosa/ larutan gula pasir 10% oral, lalu catat nadi, pernafasan, dan
kesadaran. Setelah itu, pada 2 jam pertama berikan F75 setiap 30 menit, ¼ dari dosis untuk 2
jam sesuai berat badan, lalu catat nadi, kesadaran, dan asupan F75 setiap 30 menit. 10 jam
berikutnya, teruskan pemberian F75 setiap 2 jam, catat nadi, frekuensi nafas, dan asupan F75.
Bila anak dapat menghabiskan sebagian besar F75, ubah pemberian menjadi setiap 3 jam, bila
anak dapat menghabiskan F75, ubah pemberian menjadi setiap 4 jam. Kurangi pemberian F75
sesuai dengan kebutuhan kalori minimal bila ada tanda bahaya seperti denyut nadi dan
frekuensi nafas meningkat, edema meningkat, dan vena jugularis terbendung. Evaluasi setelah
1 jam, bila membaik lanjutkan rencana V sampai selesai, diteruskan pemberian cairan dan
makanan untuk tumbuh kejar
• Formula yang dianjurkan WHO adaah F75 (75 kkal atau 325 kJ/100cc) dan
F100 (100 kkal atau 420 kJ/100cc). Diet yang diberikan adalah frekuensi
yang sering dan volume yang sedikit. Kalori yang diberikan adalah 80-100
kkal/kg per hari pada fase stabilisasi, 100-150 kkal/kgBB pada fase transisi,
dan 150-220 kkal/kgBB per hari pada fase rehabilitasi. Untuk stimulasi
sendiri diberikan kasih sayang, lingkungan yang ceria, aktivitas fisik segera
setelah sembuh, dan keterlibatan ibu untuk memberi makan, mandi, dan
sebagainya
• Pada fase stabilisasi pasien ini diberikan vitamin A. Pasien yang tidak memiliki gejala mata atau
dalam 3 bulan terakhir tidak sakit campak dapat diberikan Vitamin A 1 x 200.000 IU untuk usia
1-5 tahun pada hari pertama. Pemberian vitamin A sudah tepat.
• Antibiotik dapat diberikan pada anak dengan gizi buruk. Antibiotika yang diberikan adalah
kloramfenikol IV atau IM (25mg/kgBB) setiap 8 jam selama 5 hari jika tidak terdapat komplikasi
atau gentamisin IV atau IM (7,5 mg/kgBB) setiap hari selama 7 hari ditambah dengan ampisilin
IV atau IM (50 mg/kgBB setiap 6 jam selama 2 hari, kemudian diikuti dengan ampisilin oral (15
mg/kgBB) setiap 8 jam selama 5 hari jika terdapat komplikasi seperti infeksi. Sementara pada
pasien ini pilihan antibiotik kurang tepat yaitu cefotaxime 1 gr/24 jam
• Kadar serum albumin yang rendah pada anak gizi buruk yang dirawat di
rumah sakit lebih berisiko untuk mendapatkan infeksi. Transfusi albumin
25% sebanyak dua kali diberikan pada pasien ini. Tujuan pemberian albumin
pada pasien ini adalah untuk membantu menarik cairan dari jaringan
interstitial dan juga pengurangan resiko infeksi. Pada pasien ini, transfusi
albumin diawali dengan injeksi furosemide sebanyak 7,5mg. Transfusi
albumin seharusnya diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2
mg/kgBB
KESIMPULAN
Kurang Energi dan Protein (KEP) pada anak
masih menjadi masalah gizi dan kesehatan
masyarakat di Indonesia. Peran sosial, ekonomi,
dan lingkungan diperlukan. Pemeriksaan fisik
serta penatalaksanaan yang benar juga
diperlukan guna mengurangi masalah ini.