Anda di halaman 1dari 16

1

KELOMPOK KEPERCAYAAN BUDI DAYA


(Studi tentang Makna Kepercayaan, Sejarah Perkembangan,
dan Pokok Ajaran Kelompok Kepercayaan Budi Daya)

Faisal Muzzammil
salzammil@gmail.com
STAI DR. KHEZ. Muttaqien Purwakarta

Abstrak: Aliran kepercayaan dan kebatinan di Indonesia telah nyata


keberadaannya, hal itu terbukti bahwa dewasa ini telah banyak bermunculan
organisasi Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kelompok
Budi Daya merupakan salah satu kelompok kepercayaan yang ada di Jawa Barat.
Kelompok Budi Daya ini berasal dari Ciparay, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Studi ini bertujuan untuk mengungkap dan menggali lebih jauh tentang: makna dan
pengertian kepercayaan Budi Daya, sejarah perkembangan Budi Daya, dan pokok
ajaran Budi Daya. Studi tentang kelompok kepercayaan Budi Daya ini
menggunakan metode grounded theory dengan pendekatan etnografi.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara dokumentasi dan interview. Hasil temuan
di lokasi penelitian menunjukan: Pertama, makna dari Budi Daya adalah segalanya
menggunakan tenaga dan pikiran untuk mendapatkan sesuatu. Kedua, secara
historis lahirnya kelompok Budi Daya tidak dapat pisahkan dari kelompok Aliran
Kebatinan Perjalanan (AKP). Secara resmi, kelompok Budi Daya ini berdiri pada
tanggal 1 Juni 1980. Ketiga, pokok ajaran kelompok Budi Daya terdiri dari:
kepercyaan parahyangan, ketuhan, kemanusiaan, manunggal kawula gusti, dan
peribadatan. Hasil studi ini diharapkan dapat berkontribusi: Pertama, untuk
memberi informasi kepada masyarakat terkait dengan kelompok kepercyaan yang
ada di Jawa Barat, khususnya kelompok kepercayaan Budi Daya. Kedua, untuk
mengetahui dan memahami segala entitas yang berasal dari kelompok kepercayaan
Budi Daya. Ketiga, untuk menambah khazanah kajian dan pengetahuan tentang
Indigenous Religion in Indonesia.

Keyword: Kelompok Budi Daya, Makna, Sejarah, dan Pokok Ajaran.

A. Pendahuluan
Aliran kepercayaan dan kebatinan di Indonesia telah nyata keberadaannya,
hal itu terbutki bahwa dewasa ini telah banyak bermunculan organisasi Penghayat
Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kemunculan kelompok atau
organisasi tersebut, menimbulkan kecemasan terhadap salah satu pihak, sementara
pihak lain menyambutnya dengan terbuka dan gembira.
Berkaitan dengan bermunculannya kelompok kepercayaan ini, berdasarkan
data Dewan Musyawarah BKKI (Badan Kongres Kebatinan Indonesia) pada tahun
2

1972 ada sekitar 644 kelompok aliran kepercayaan atau kebatinan. Jumlah tersebut
semakin bertambah setelah tahun 1978.1
Mengkaji tentang kelompok-kelompok kepercyaan di Indonesia, pada akhir
Maret tahun 1982 di wilayah Jawa Barat tercatat ada empat kelompok kebatinan
atau keperayaan yang secara resmi diakui dan terdaftar secara administratif di
pemerintahan. Empat kelompok kepercayaan atau kebatinan yang berasal dari Jawa
Barat tersebut adalah:2
1 Aliran Kepercayaan Aji Dipa No. 1.159/F.6/F.2/1980
2 Aliran Kepercayaan Lebak Cawene No. 1.195/F.3/N.1/1982
3 Aliran Budi Rahayu No. 1.010/F.6/F.2/1980
4 Paguyuban Adat Cara Karuhun No. 1.192/F.3/N.1/1982
5 Aliran Perjalanan Budi Daya No. 1.158/F.6/F.2/1980

Mengamati dari banyaknya kelompok kepercayaan/kebatinan yang muncul


dan berkembang di Indonesia, menarik dan penting untuk dilakukan sebuah kajian
terhadap kelompok tersebut. Kajian tersebut berguna memberikan pemahaman
kepada masyarakat luas tentang kelompok aliran kepercayaan terkait, agar tidak
terjadi salah paham yang pada eksesnya menimbulkan konflik antar masyarakat.
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa di wilayah Jawa Barat
sendiri ada lima kelompok kepercayaan yang diakui dan terdaftar secara resmi.
Salah satu dari lima kelompok tersebut dalah Kelompok (Aliran) Kepercayaan Budi
Daya. Pada bahasan ini, akan mencoba mengkaji dan menguraikan tentang
Kelompok Kepercayaan Budi Daya. Kajian tersebut meliputi makna (pengertian)
dari Budi Daya, sejarah pekembangan Budi Daya, dan pokok ajaran Budi Daya.
Kajian tentang kelompok kepercayaan Budi Daya ini menjadi sangat menarik
dan penting untuk dilakukan, terutama untuk fokus wilayah Jawa Barat. Tujuan
dilakukan kajian ini adalah: Pertama, untuk memberi informasi kepada masyarakat
terkait dengan kelompok kepercyaan yang ada di Jawa Barat, khususnya kelompok
kepercayaan Budi Daya. Kedua, untuk mengetahui dan memahami segala entitas

1 Abd. Mutholib Ilyas & Abd. Ghofur Imam, Ailran Kepercayaan & Kebatinan di Indonesia, (Surabaya: CV
Amin Surabaya, 1988), hal. 14.
2 Ilyas & Iman, Aliran Kepercayan, hal. 188.
3

yang berasal dari kelompok kepercayaan Budi Daya. Ketiga, untuk menambah
khazanah ilmu Indigenous Religion in Indonesia.

B. Metodologi
Studi tentang kelompok Budi Daya ini dilakukan dengan menggunakan
metode grouded theory (penelitian dasar). Grounded theory merupakan metode
penelitian yang “memproduksi” teori umum dan abstrak dari suatu proses, aksi, atau
interaksi tertentu yang berasal dari pandangan-pandangan partisipan.3 Penggunaan
metode grounded theory ini betujuan untuk menghasilkan teori, asumsi, atau
hipotesis (yang baru) tentang kajian budaya, tradisi, dan kepercyaan suatu
masyarakat atau komunitas.
Untuk dapat mengungkapkan makna, sejarah, dan pokok ajaran kelompok
Budi Daya, maka studi ini menggunakan pendekatan etnografi. Secara praktis,
pendekatan etnografi merupakan pekerjaan mendeskripsikan suatu kebudayaan.
Tujuan utama aktivitas ini adalah memahami suatu pandangan hidup dari sudut
pandang penduduk asli.4 Secara spesifik, pendekatan etnografi dalam studi ini
digunakan untuk memahami makan, sejarah, dan pokok ajaran Budi Daya.
Penggalian dan pengumpulan data dalam paper ini dilakukan melalui
dokumentasi dan observasi. Pada praktiknya, dokumentasi dilakukan dengan cara
mempelajari berbagai sumber dokumen yang berkaitan dengan pokok penelitian.
Dokumen yang dijadikan data dalam penelitian ini dapat berupa gambar, tulisan,
atau karya momental yang terkait dengan objek penelitian tentang makna, sejarah,
dan pokok ajaran kelompok Budi Daya. Sedangkan interview dilakukan dengan
cara menggali informasi melalui dialog dari beberapa warga informan utama yang
mengetahui banyak informasi dan data tentang kelompok Budi Daya.

C. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelusuran, penggalian dan pendalaman data-data di
lokasi penelitian tentang fenomena yang terkait dengan kelompok Budi Daya,

3 John W. Creswell, Reseacrh Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Approach, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2013), hal. 20.
4 James P. Spradley, The Etnographic Interview, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1997), hal. 3.
4

ditemukan beberapa hal penting. Penjelasan dan pembahasan lebih rinci dapat
dijelaskan sebagai berikut:

1. Makna dan Pengertian “Budi Daya”


Ditinjau dari segi kebahasaan (etimologi) secara umum, “Budi Daya” terdiri
dari dua kata. Pertama, Budi, artinya akal (sebagai alat batin untuk menimbang
sesuatu baik buruk, benar salah, dan sebagainya), tabiat, perangai, watak, dan
sebagainya.5 Kedua, Daya, artinya tenaga, kekuatan, akal, jalan (cara, ikhtiar) untuk
sesuatu.6 Berdasarkan arti tersebut, dapat diketahui bahwa makna Budi Daya adalah
segala menggunakan tenaga dan pikiran untuk mendapatkan sesuatu.
Makna lebih mendalam tentang Budi Daya ini, dikemukakan oleh Mei
Kartawinata sebagai Founding Father dari kelompok kepercayaan ini. Ia
menyatakan bahwa Budi Daya adalah:“Budi teh hartina gerakna badan lemes anu
hade” (budi artinya gerak badan halus [batin] yang baik). “Daya nyaeta gerakna
badan wadag, anu kagerakeun ku badan lemes tea sarta anu bisa kasaksi ku panca
indera” (daya artinya gerakan badan kasar [lahir] yang digerakkan oleh badan halus
serta dapat disaksikan oleh panca indera).7
Menurut Suyudi, yang dimaksud dengan istilah “Budi Daya”, ialah suatu
usaha untuk menyelaraskan aktifitas jasmani dan aktifitas rohani manusia agar ia
dapat hidup selaras dengan prinsip-prinsip manusi yang beradab.8 Manusia lahir di
dunia ini keberadaannya disebabkan oleh budi daya yang dimiliki para karuhun
(leluhur) secara turun temurun, begitu seterusnya sampai pada tingkat asalnya, yaitu
atas kehendak Tuhan Yang Maha Mulia. Dengan “Budi Daya” itulah para leluhur
dahulu dapat memperoleh kesejahteraannya, dan dengan “Budi Daya” itu pula
manusia dapat melangsungkan kehidupannya dan menyeleraskan perbuatan lahir
batin demi kesempurnaan hidupnya dalam mencapai derajat kemanusiaan.

5 WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), hal. 158.
6 Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, hal. 158.
7 Mei Kartawniata, Budi Daya, (Bandung: Gunung Keutik Ciparay, 1956), hal. 5.
8 Suyudi, Ikhtisar Pandangan Hidup Mei Kartawinata, (Bandung: t.p. 1983), hal. 4.
5

2. Sejarah Perkembangan Budi Daya


Lahirnya Kepercayaan Budi Daya berkaitan erat dengan asal usul dan
perkembangan Aliran Kebatinan Perjalanan (AKP). AKP ini sendiri didirikan oleh
Mei Kartawinata pada tanggal 17 September 1955. Ajaran AKP ini berasal dari
Wangsit yang diterima oleh Mei Kartawinata bersama M. Rasi dan Sumitra di
Cimerta, Subang, Jawa Barat, pada hari Jum’at Kliwon tanggal 17 September 1927
atau tanggal 19 Hasyuyi (Maulud) tahun 1858 Saka, pukul: 12.00.9
Berkenaan dengan kelompok Aliran Kebatinan Perjalanan (AKP), secara
lebih lengkap bisa ditelaah pada buku yang ditulis oleh Abdul Rozak dengan judul
“Teologi Kebatinan Sunda: Kajian Antropologi Agama tentang Kebatinan
Perjalanan” (2005). Buku tersebut berasal dari disertasi penulisnya yang berjudul
“Teologi Kebatinan Perjalanan (Studi Antropologi Agama)”. Terkait dengan
kelompok kepercayaan di Jawa Barat, pada buku tersebut dinyatakan bahwa
masyarakat Jawa Barat mempunyai kecenderungan ke arah kebatinan. Fakta
tersebut ditunjukkan secara kulural, kondisi lingkungan, kebudayaan, filsafat hidup,
dan nilai spiritual etnik Sunda yang cenderung dalam ruang lingkup kebatinan.
Secara sosiologis, fakta tersebut ditunjukkan dengan kondisi sosial dan struktur
sosial etnik Sunda, meskipun diduga, secara arkeologis, berpangkal pada kultur
tasawuf Islam, setelah berakumulasi dengan nilai kultur entik Sunda juga cenderung
kental kebatinan.10
Kepercayaan Budi Daya merupakan pecahan dari Aliran Kebatinan
Perjalanan. Setelah terjadi perbedaan pemahaman antara sesama pengurus pada
tahun 1980 yang berakibat aliran tersebut pecah menjadi tiga kelompok yang
masing-masing mendirikan aliran (kelompok) sendiri-sendiri. Kelompok
Kepercayaan Budi Daya secara resmi berdiri pada tanggal 1 Juni 1980 yang diketuai
oleh HM. Soegani, pada perkembangan selanjutnya, kelompok ini diketuai oleh
Andi Sugandi. Kelompok Kepercayaan Budi Daya terdaftar pada Himpunan
Penghayat Kepercayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan No.

9Ilyas & Imam, Aliran Kepercayaan, hal. 80.


10Abdul Rozak, Teologi Kebatinan Sunda: Kajian Antropologi Agama tentang Kebatinan Perjalanan (Bandung:
Kiblat Buku Utama, 2005), hal. 298.
6

1.158/F.6/F.2/1980 yang pada waktu itu mempunyai pengikut terbanyak dari pada
AKP dan Aliran Kepercyaan Aji Dipa, yaitu sekitar 32.100 orang. 11 Sekalipun
Kepercayaan Budi Daya sudah berdiri sendiri, namun tetap mengakui bahwa Mei
Kartawinata adalah sebagai pendiri pertamanya, berdasarkan wangsit yang
diterimanya berupa suara tanpa rupa dari dalam air. Menurut Mei Kartawinata,
wangsit yang diterimanya tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:12
1. Seseorang harus berbudi luhur agar dapat menjadi bangsa yang baik.
2. Setiap perbuatan harus bisa membawa penerangan dan ketentraman baik untuk
diri sendiri maupun orang lain.
3. Seseorang harus mematuhi segala peraturan Tuhan dan peraturan negara.
4. Seseorang harus percaya kepada Tuhan YME, berusaha menyatu dengan-Nya.
5. Gerak perjuangan hendaklah mengikuti cara yang dilakukan Wali Songo
6. Bahwa keadaan duni ini dijadikan Tuhan berpasangan (berjodoh).
7. Tujuan hidup manusi adalah memperoleh kemerdekaan.
8. Asal usul manusia berasal dari Tuhan Yang Maha Esa.
9. Manusi harus menjauhi semu sifat dan perbuatan yang jelek.
10. Seseorang tidak boleh hidup menyendiri, egoistis, dan individualistis, tetapi
harus dalak keadaan kebersamaan.
Wangsit atau ilham gaib yang diterima Mei Kartawinata tersebut, dapat
disimpulkan sebagai berikut: “Kalau kamu akan memberi sesuatu kepada orang lain
jangan banyak-banyak perthitungan, contohlah air sungai Cileuleuy yang tida henti-
hentinya memberikan pertolongan sepanjangan masa (perjalanan) baik kepada
manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan”.
Dari rumusan tersebut, maka inti ajaran Kepercayaan Budi Daya adalah
mengabdikan diri demi perikamanusiaan dalam kehidupan sehari-hari tanpa
memandang warna kulit, status sosial, dan agama. Kitab “Budi Daya” karangan
Mei Kartawinata adalah kitab pegangan (handbook) Kelompok Kepercayaan Budi
Daya. Selain kita tersebut, ada beberapa kitab karangan Mei Kartawinata yang
dijadikan rujukan oleh Kelompok Kepercayaan Budi Daya, seperti: Katineung,

11 Ilyas & Iman, Aliran Kepercayaan, hal. 81.


12 Mei Kartawinata, Katineung, (Bandung: t.p, t.th), hal. 5-6.
7

Kamusiaan, Pupus (Lebur Papan Sareng Tulis), Marhaen, Pancasila Dasar Agama
Sanes Agama, dan Pedoman Dasar Perjalanan.

3. Pokok Ajaran Budi Daya


Berdasarkan hasil beberapa kajian baik berupa fakta di lapangan, informasi
dari perorangan, maupun literatur yang membahas tentang Kepercayaan Budi Daya,
dapat diketahui bahwa pokok ajaran Kepercayaan Budi Daya terklasifikasi menjadi
lima, yaitu: 1) kepercayaan parahyangan, 2) ketuhanan, 3) kemanusiaan, 4)
manunggal kawulo gusti, dan 5) peribadatan.

a. Kepercayan Parahyangan
Mei Kartawinata telah meletakan dasar-dasar Kepercayaan Budi Daya yang
ditulisnya dalam kitab Budi Daya. Kitab tersebut memuat berbagai aspek yang
berhubungan dengan masalah ketuhanan, peribadatan, sosial, dan sebagainya.
Diantara ajaran Mei Kartawinata ialah menanamkan kepada warganya tentang
suatu kepercayaan, yaitu yang disebut “Kepercayaan Parahyangan” (kepercayaan
hamba Tuhan), yaitu:13

Pertama, Percaya tur nyaho ka Hyang Agung; Kedua, Percaya ka kuring anu
asal ti Hyang Agung, jeung prak migawe cara anu agung; Ketiga, Percaya
kanu karasa; Keempat, Percaya kanu melekakeun tekad; Kelima, Percaya
kana takdir; Keenam, Percaya hirup taya anggeusna.

Itulah enam kepercayaan dasar yang harus dipegang oleh warga Kelompok
Kepercayaan Budi Daya. Selain itu, setiap warga juga harus mempercayai enam
perkara yang disebut “Rukun Iman”, yaitu: 1) Percaya ka Allah... Pangeran. 2)
Percaya ka kitab Allah... Piwuruk. 3) Percaya ka Rasul Allah... Panutan. 4)
Percaya ka malaikat Allah... Sakti. 5) Percaya ka takdir. 6) Percaya kana poe
kiamat.14 Dalam menjabarkan “Kepercayaan Parahyangan”, Mei Kartawinata
sering menggunakan contoh dan peristilahan yang ada dalam agama Islam; karena
dengan peristilahan tersebut ajaran Budi Daya akan mudah dipahami oleh warganya
yang mayoritas dari pemeluk agama Islam. Selanjutnya istilah-istilah Islam tersebut

13 Mei Kartawinata, Katineung, hal. 14.


14 Mei Kartawinata, Katineung, hal. 41.
8

tidak dipahami dan ditafsikan sesuai dengan yang ada dalam Islam, melainkan
menurut alam pikiran Mei Kartawinata dan menurut budaya Indonesia.

b. Ketuhanan
Tuhan menurut Kepercayaan Budi Daya adalah sumber dan asal dari segala
yang ada, termasuk manusia. Kelahiran manusia di dunia ini tak lain adalah
disebabkan budi daya yang dimiliki para karuhun (leluhur) secara turun temurun
sampai tingkat bawah, dan ke atasnya sampai ke tingkat asalnya yaitu kehendak
Tuhan Yang Maha Esa. Untuk mengenal siapa Tuhannya, maka manusia harus
memikirkan tentang kejadiannya sendiri, dari mana asalnya dan ke mana
akhirnya.15 Dengan memperhatikan asal-usul kejadian manusia atau kejadian
dirinya sendiri, akan timbul suatu kepercayaan bahwa kejadian dirinya tak lain
adalah berasal dari Tuhan, artinya Thuan menghendaki adanya manusia untuk
dijadikan sebagai hamba-Nya (Parahyangan), artinya hamba-hamba Tuhan itu
berasal dari-Nya.
Yang bisa tahu dan bersaksi bahwa Tuhan itu Wujud (Ada) dan tetap pada
Wujud-Nya, tak lain adalah hamba yang wujud ini (manusia). Yang mengetahui
bahwa Tuhan itu tanpa dzat, tanpa sifat (laisa kamitslihi), tidak berarah dan tidak
bertempat (bila kaifin, bila makanin) hanyalah hamba yang berdzat dan bersifat,
berarah dan bertempat yaitu manusia. Adanya manusia, dunia dan segala isinya ini
membuktikan adanya Tuhan. Dalam hal ini, Mei Kartawinata menjelaskan:

Gusti itu Hyang Agung, yang menjadi asal dari Parahyangan. Hyang Agung
itu adalah Hyang Widi (Yang Kuasa) dan bukti kuasanya ada di mana-mana;
Hyang Widi itu adalah Hyang Sukma (Yang Berkehendak) dan bukti
kehendaknya adalah adanya adanya hidup ini. Hyang Sukma itu adalah
Hyang Manon (Yang Mendengar) buktinya dapat mendengarkan dengan
kehendaknya. Itulah Hyang Agung asal dari Para-Hyangan, itulah Tuhan
asal dari semua manuia, yang: Hidup-Nya tidak menggunakan nafas.
Mendengar-Nya tidak menggunakan telinga. Melihat-Nya tidak
menggunakan mata. Bicara-Nya tidak menggunakan mulut.16

15 Mei Kartawinata, Katineung, hal. 5.


16 Mei Kartawinata, Katineung, hal. 10.
9

Sebagaimana diuraikan di atas bahwa Tuhan itu tidak ber-Dzat dan ber-Sifat,
tiada ber-Arah dan ber-Tempat, hidup tanpa nafas, mendengar tanpa telingan,
melihat tanpa mata, dan berbicara tanpa mulut, keadaan tersebut menyebabkan
manusia tidak mengenal Tuhannya. Oleh karena itu menurut Kepercayaan Budi
Daya Tuhan mempunyai sifat sebanyak 20 dan dengan sifat-sifat inilah manusia
baru dapat mengenal Tuhannya, yang selanjutnya dapat mempercayai Ada-Nya.
Jika manusia sudah mempercayai adanya Tuhan, maka manusia juga harus
mempunyai sifat-sifat seperti sifat Tuhan dan menyeleraskan dengannya. Sifat-sifat
tersebut adalah:17
1) Wujudkan kelakuan yang baik, sebab Tuhanmu adalah “Wujud”-Nya
Maha Suci; 2) Dahulukan (utamakan) kelakuan yang baik, sebab Tuhan mu
“Qidam” (terdahulu) Maha Suci-Nya; 3) Abadikan kelakuan yang baik, sebab
Tuhan mu “Baqa” (abadi) Maha Suci-Nya; 4) Bedakan yang wajib dengan yang
tidak wajib pada sifat Tuhan, sebab Tuhan mu “Mukhalafatu lil hawaditsi” (beda)
Maha Suci-Nya; 5) Dirikan oleh kamu kelakuan yang baik, sebab Tuhan mu
“Qiyamuhu Ta’ala Binafsihi” (beridir dengan sendiri) Maha Suci-Nya; 5)
Tunggalkan (Esakan) kamu dengan kelakuan yang baik, seabab Tuhan mu
“Wahdaniyat” (tunggal) Maha Suci-Nya; 6) Kuasakan dalam menjalankan yang
bik, sebab Tuhan mu “Qadiran” (Yang Kuasa) Maha Suci-Nya; 7) Harus
menjalankan yang baik, sebab Tuhan mu “Muridan” (Yang Berkehendak) Maha
Suci-Nya; 8) Harus tahu yang baik tentang apa yang kamu jalankan, sebab Tuhan
mu “Aliman” (Yang Tahu) Maha Suci-Nya; 9) Hidupkan anggota badanmu untuk
menjalankan yang baik, sebab Tuhan mu “Hayan” (Yang Hidup) Maha Suci-Nya;
10) Dengarkan pada kebaikan, sebab Tuhan mu Maha Suci Mendengar-Nya
(Sami’an); 11) Perlihatkan pada kebaikan, sebab Tuhan mu Maha Suci Melihat-
Nya (Bashiran); 12) Katakan pada kebaikan, sebab Tuhan mu Maha Suci
Perkataan-Nya (Mutakallimin).
Adapun alat mengerjakan sesuatu yang ada pada kamu itu adalah: 1) Dzat dan
adat kamu berasal dari “Kudrat” Maha Suci; 2) Kemauanmu berasal dari “Iradat”

17 Mei Kartawinata, Katineung, hal. 18-19.


10

Maha Suci; 3) Pengetahuanmu berasal dari “Ilmu” Maha Suci; 4) Hidupmu berasal
dari “Hayat” Maha Suci; 5) Pendengaranmu berasal dari “Sama” Maha Suci; 6)
Penglihatanmu berasal dari “Bashar” Maha Suci; 7) Perkataanmu berasal dari
“Kalam” Maha Suci.
Itulah sifat 20 Tuhan yang harus ditiru oleh manusia, dengan kata lain sifat
manusia harus selaras dengan sifat Tuhan. Jadi apabila ada manusia yang perbuatan
lahir dan batinnya (budi daya)-nya tidak selaras dengan sifat 20 Tuhan, maka
manusia bukan hamba Tuhan (Parahyangan) melainkan hamba setan.

c. Kemanusiaan
Kepercayaan Budi Daya mengajarkan bahwa manusia adalah mahkluk yang
paling mulia yang memiliki jasmani dan rohani, badan kasar dan badan halus yang
kesemuanya itu berasal dari Tuhan Yang Maha Esa. Manusia disebut “manusia”
yang sebenarnya karena adanya raga dan rasa serta hidupnya. Ia baru disebut
manusia yang sempurna apabila ia mempunyai jiwa (rasa kemanusiaan) yang
sempurna. Oleh karena itu, seseorang janganlah merasa cukup sebab ia telah
mengetahui asal-usul kejadinnya.
Manusia baru dianggap cukup sempurna kemanusiaannya apabila telah
mengatahui asal-usul kejadiannya dan dapat menjlankan rasa kemanusiaannya
sesuai antara perilaku dengan batinnya (budi dayanya), sesuai dengan wujudnya
dan sesuai dengan kedudukannya sebagai manusia. Jangan sampai wujudnya
manusia, akan tetapi perilakunya hewan, atau wujudnya manusia, akan tetapi
jwanya setan, jahat dan sewenang-wenangnya. Apabila semua manusia di dunia ini
sudah bisa melaksankan kemanusiaannya, maka dapat dipastikan dunia dan isinya
ini akan baik dan rapi, bohong, iri hati, curan dan merusak sesama makhluk menjadi
tidak ada.18 Kepercayaan Budi Daya mengajarkan bahwa: “Kamanusan teh yaeta
makhluk anu kaanceukan (eukeur) migawe pagawean manusa, salawasna Ngabdi
ka Gusti na, anu matak pantes dingaranan ‘Kaulaning Gusti’ atawa Abdina Gusti”.
Manusia berasal dari kata, “ma” artinya ibu, dan “nusa” artinya pulau,
tempat, pertiwi, atau dunia. Dunia kejadiannya terdiri dari empat unsur yaitu tanah,

18 Mei Kartawinata, Kamanusaan, (Bandung: t.p, 1953), hal. 5.


11

air, api, dan angin. Dari keempat unsur itulah yang menjadi dzat sumber terjadinya
manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Manusia yang baru lahir menyusu kepada
ibunya, yang air susunya mengandung zat-zat makanan yang berasal dari keempat
unsur duni atad, dan setelah bai besar, ia langsung makan sendiri makanan dari
bumi yang mengandung empat unsur tersebut, yang kesemuannya itu tak lain
adalah berasal dari Tuhan Yang Maha Berguna. Oleh karena manusia berasal dari
Wujud Tuhan Yang Maha Berguna, maka wujud manusia kehidupannya harus
“berguna” bagi masyarakatnya yang disebut “kemanusiaan”. Untuk menjadi
manusia yang berguna sesuai dengan sifat kemanusiaanya, maka:
1) Sebagai manusia yang melihat, mendengar, dan berbicara maka ia harus
bertekad menjalankan sesuatu untuk: 1) keperluan dirinya supaya sehat; 2)
keperluan tingkah lakunya supaya baik; 3) keperluan pengetahuan supaya
benar; 4) keperluan dirinya supaya bisa mengabdi.
2) Sebagai Kaulaning Negara ia harus tidak melanggar peraturan yang dibuat
Pemerintah yang disebut “M Pitu”: 1) Madat, karena perbuatan ini dapat
merusak badan dan pikiran; 2) Main, karena dapat merusak rumah tangga; 3)
Madon, karena menurutkan hawa nafsu itu dapat merusak keturunan; 4)
Minum, karena dapat merusak ingatan; 5) Maling, karena dapat merusak
ketentraman dunia; 6) Mangani, karena reka daya atau tipu muslihat itu dapat
merusak kebahagiaan; 7) Mateni, karena dapat merusak hidup manusia.
3) Sebagai Kaulaning Rasul, maksudnya batin manusia itu harus: 1) berbudi (besar
perasaannya); 2) tidak iri hati, jahat dan merusak; 3) tidak berbohong terhadap
sesama manusia; 4) memandang oran lain seperti dirinya sendiri.
4) Sebagai Kaulaning Gusti, haruslah berdaya upaya mewujudkan lahir dan
batinnya sampai terbukti: 1) mendahulukan kelakukan baik; 2) membiasakan
kelakuan baik; 3) mendirikan kelakukan baik; 4) membedakan antara yang baik
dan yang jelek; 5) menyatukan dan merasakan: mengerti dari siapa? rasa dari
mana? dilahirkan oleh siapa? lahir dari mana? untuk apa dan ke mana?

Sifat-sifat kemanusiaan sebagaimana yang dipaparkan di atas, dapat diringkas


menjadi sebagai tiga poin penting berikut:
12

Lahirnya : (daya, jasad, manusia) tunduk kepada peraturan pemerintah


dengan meninggalkan “M Pitu”
Batinnya : (budi, jiwa manusia) saling rasa merasakan sesama hidup dan
mengasihi orang lain seperti terhadap dirinya sendiri.
Akunya : (budi daya manusia) mengabdi keapda Tuhan Yang Maha Esa
untuk keselamatan hidup bersama.
Agar perbuatan lahir dan batin (budi daya) sesuai dengan kemanusiaannya
dan selaras dengan kehendak Tuhan Yang Maha Esa, maka manusia harus berbuat
baik terhadap sesamanya, menghormati leluhur (karuhun) terutama aya dan ibu,
karena lantaran keduanya itulah manusia ada. Untuk mencapai semua itu, maka
manusia harus mengerti tentang:
Tata Tertib : Agar segalanya dapat dan teratur rapi.
Tata Titi : Memperhatikan undak usuk (tingkatan), sebab kedudukan
manusia dalam kehidupan ini tidak sama.
Tata Krama : Harga menghargai dan hormat menghormati antara sesama
manusia.
Tata Susila : Menggunakan kesopanan, tingkah laku sesuai dengan waktu,
tempat dan keadaan.
Tata Nagara : Tahu kewajibannya sebagai warga negara yang baik di tengah-
tengah masyarakat.
Demikianlah ajaran kemanusiaan menurut Kepercayaan Budi Daya yang
tujuannya hidupnya untuk mengabdi demi kemanusiaan dan mengabdi kepada
Tuhan untuk dapat menyatu dengan-Nya (Manunggal Kawula Gusti).

d. Manunggal Kawula Gusti


Kepercayaan Budi Daya mengajarkan bahwa dalam diri manusia terdapat
badan halus yang disebut batin. Batin adalah soal dalam, kesunyataan, kebenaran,
dan hakikat. Batin sebgai soal yang dalam tidak dapat dilihat oleh indera mata, tidak
dapat diraba, karena sifat batin adalah gaib. Batin dapat menerima kesunyataan,
karena hakikat batin adalah pengusa-Nya Tuhan Yang Maha Esa (rahasia Tuhan)
yang ada pada manusia. Segala sesuatu yang diterima batin adalah kebenaran
13

mutlak, sebab bukan lagi berupa keterangan atau petunjuk menurut kata-kata orang
lain, akan tetapi benar-benar telah diketahui dan disaksikan adanya. Batin
merupakan syarat mutlak terhadap persaksian adanya Tuhan Yang Maha Esa yang
berkuasa atas manusia, persaksian atas Zat Tuhan, Rasa Tuhan (Rasa Jati) asal dari
segala asal rasa dan keadaan dunia.
Kebatinan adalah persaksian bahwa manusia itu berasal dari Tuhan Yang
Maha Esa. Kebatinan memberikan kesaksian bahwa Tuhan Yang Esa dengan
Kawal itu tunggal (tidak terpisah), karena segala mubah, musik kawula itu tak lain
adalah mubah musik (kehendak, kekuatan) Tuhan. Antara manusia dengan Tuhan
ibarat gula dengan manisnya. Wujud gula adalah ibarat wujud Tuhan yang ada pada
badan manusia, dan rasa manis ibarat rasa Tuhan, Zat Tuhan yang ada pada rasa
atau batin manusia. Antara keduanya tidak dapat dipisahkan, walaupun antara yang
satu dengan yang lainnya berbeda namanya. Tidak ada gula tanpa rasa manis, begitu
sebaliknya tidak ada rasa manis tanpa adanya gula. Kesatuan antara gula dengan
rasa manis atau kesatuan manusia dengan Tuhan disebut “Gusti Kawula – Kawula
Gusti”.19
Hubungan antara Gusti dengan Kawula ibarat Dalang dengan Wayang, untuk
dapat dinikmati ceritera wayang juga harus dilihat dari segai kebatinan. Dalam
hubungan ini, Mei Kartawinata mengatakan:

“Kakayon rineko jalma, dalang murba wayang, wayang murba dalang,


nggoleki kang anggoleki. Nayogyanana wali sesanga, dalangna Sang Wali
Tunggal, lalayo lalayona”. Artinya: Kayu direka seperti manusia. Dalang
menguasai wayang, wayang menguasai dalang, mencari yang sedang
mencari, diantar Wali Songo. Dalangnya sang Wali Tunggal.20

Dalang menguasai wayang: maksudnya bahwa Tuhan Yang Maha Esa adalah
yang menguasai dan menggerakan semua perbuatan manusia sesuai dengan
kehendak manusia itu sendiri. Jadi kekuasaan Tuhan dalam cara menggerakkan
perbuatan manusia sesuai dengan kehendak manusia itu sendiri, inilah yang
dimaksud “segala ucap lampah wayang dilakukan oleh dalanga”.

19 Mei Kartawinata, Katineung, hal. 94.


20 Ilyas & Imam, Aliran Kepercyaan, hal. 92.
14

Wayang menguasai dalang: maksudnya manusi itu menguasai Tuhan, karena


yang dapat memberikan kesaksian adanya Tuhan hanyalah manusia, Tuhan adalah
objek dari batin manusia. Walaupun Tuhan itu yang menciptakan manusia, namun
cara menggerakkannya mengikuti kehendak manusia. Inilah yang dimaksud dengan
tingkah laku, berbicara dalam menurut sifat wayang.
Mencari yang sedang mencari: maksudnya dengan kekuasaan Tuhan Yang
Maha Esa yang ada pada diri manusia, maka manusia itu mencari Tuhannya,
padahal yang dicari itu ada pada dirinya sendiri (dekatnya tanpa gepokan) ibarat
urat leher dengan leher masih terdapat antara, sedangkan antara manusia dengan
Tuhan, atau Kawula dengan Gusti dekat tiada sekat lagi (Tunggal).
Diantar Wali Songo: maksudnya yang mengantar i’tikad (tekad) manusia ada
sembilan entitas: 1) otak dengan pikirannya; 2) mata dengan lihatnya; 3) telinga
dengan dengarnya; 4) hidung dengan ciumannya; 5) mulut dengan ucapnya; 6)
syaraf dengan rasanya; 7) hati dengan sadarnya; 8) tangan dengan geraknya; dan 9)
kaki dengan langkahnya.
Dalangnya sang Wali Tunggal: maksudnya Aku (manusia) yang mempunyai
i’tikad, yang mengatur dan menguasai seluruh badan, baik gerak lahir maupun
gerak batinnya. Dengan demikian maka ceritera wayang tergantung pada dalang,
atau kisah perjalanan hidup manusia yang baik dan yang buruk tergantuk Aku Wali
Tunggal (manusia sendiri) dan dalang (Tuhan) adalah tunggal, jika dikatakan Tuhan
yang menguasai dan menggerakkan manusia, maka itu sebenarnya adalah Aku yang
menguasai dan menggerakkan diriku sendiri, sebab Aku sama dengan dalang, Aku
sebagai dalang dan dalang adalah Sku (Gusti Kawula–Kawula Gusti).21

e. Peribadatan
Kepercayaan Budi Daya mengajarkan bahwa setiap manusia harus
melakukan peribadatan kepada Yang Maha Kuasa, yaitu yang disebut sembahyang,
sholat, neteupan, atau ibadah; namun yang sering dipakai adalah istilah
sembahyang. Sembahyang termasuk salah satu kewajiban yang harus dilakukan,
karena sembahyang termasuk bagian dari “Patokan Parahyangan”.

21 Ilyas & Imam, Aliran Kepercyaan, hal. 92-93.


15

Patokan Parahyangan berisi sebagai berikut: 1) kalimah kalih (boga pamilih),


artinya kalimat dua atau punya dua pilihan. 2) sembahyang (nyaah ka diri), artinya
sayang terhadap diri sendiri. 3) tulung tinulung (nyaah ka diri batur), artinya tolong
menolong adalah bentuk sayang kepada diri orang lain. 4) ngaji rasa, artinya belajar
memahami sesuatu secara batin atau olah rasa. 5) rukun, artinya damai dengan
sesama manusia. Sholat dalam bahasa Sunda disebut sembahyang atau neteupan.
Pengertian sholat dalam agama Islam pada dasarnya sama dengan pengertian
sembahyang dalam Kepercayaan Budi Daya, yaitu berbakti atau menyembah
keapda Tuhan, hanya caranya yang berbeda. Sholat atau sembahyang dalam
kepercayaan Budi Daya adalah “eling”, yaitu ingat kepada Tuhan YME yang
menciptakan manusia dengan perantaraan budi daya leluhur.
Mei Kartawinata mengatakan bahwa setiap yang ingin memelihara dirinya itu
artinya sama dengan menyembah kepada Hyang Widi (Tuhan), sedangkan yang
menyembah kepada Hyang Widi itu namanya sedang Sembah Hyang. Sembahyang
adalah memelihara diri sehingga akan: awak kudu cageur (badan harus sehat);
kalakuan kudu bageur (kelakuan harus baik); kanyaho kudu beneur (ilmu harus
benar); kuringna kudu pinteur (pribadinya harus pintar); dapat memilihi mana yang
baik dan mana yang jelek, mana yang benar dan mana yang salah. Dalam
pelaksanaan peribadatan atau sembahyang, Kepercayaan tidak memberikan
peraturan mengenai tempat tertentu, waktu dan bacaan tertentu, semunya dapat
dilaksanakan secara bebas dengan bahasa apa saja, kapan saja dan dimana saja
seseorang dapat sembahyang dengan “eling” kepada Tuhan YME.

D. Penutup
Berdasarkan uraian tentang sejarah perkembangan sampai pada pokok ajaran
Kepercayaan Budi Daya, dapat diketahui bahwa terbentuknya kelompok
keperacayaan ini bertujuan untuk menyeleraskan aktifitas jasmani dan rohani
manusia agar ia dapat hidup sesuai dengan nilai-nilai alam dan ketuhanan. Jika
ditinjau dari perspektif ajaran agama Islam, pokok ajaran Kepercayaan Budi Daya
ini pada esensinya sama dengan ajaran agama Islam. Fakta tersebut bisa dilihat dari
beberapa ajaran dan praktik spritual Kepercayan Budi Daya, seperti:
16

Pertama, pada ajaran Kepercayaan Parahyangan, di dalamnya teradapat


esensi Rukun Iman dan Islam. Kedua, dalam konsep ketuhanan Kepercayaan Budi
Daya, di dalamnya ada 20 sifat Tuhan yang sama dengan 20 sifat Allah s.w.t dalam
ajaran agama Islam. Ketiga, pada ajaran kemanusian, secara normatif Kepercayaan
Budi Daya ini mengajarkan hal-hal yang bersifat universal seperti ajaran setiap
agama. Keempat, pada ajaran Manunggal Kawula Gusti, dalam agama Islam juga
ada ada beberapa ajaran Tarekat memiliki tujuan seperti ‘manunggal kawula gusti’
yaitu: Al Ittihad, Hulul, Mahabbah, dan Ma’rifat.

Daftar Rujukan:
Abd. Mutholib & Abd. Ghofur Imam. 1988. Aliran Kepercayaan & Kebatinan di
Indonesia. Surabaya: CV Amin.
Abdul Rozak. 2005. Teologi Kebatinan Sunda: Kajian Antropologi tentang
Kebatinan Perjalanan. Bandung: Kiblat Buku Utama.
James P. Spradley. 1997. The Etnographic Interview. Yogyakarta: Tiara Wacana.
John W. Creswell. 2013. Reseacrh Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed
Approach. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mei Kartawinata. 1953. Kamanusaan. Bandung: t.p.
_____________. 1956. Budi Daya. Bandung: Gunung Keutik Ciparay.
_____________. t.th. Katineung. Bandung: t.p.
Poerwadarminta. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Suyudi. 1983. Ikhtisar Pandangan Hidup Mei Kartawinata. Bandung: t.p.

Anda mungkin juga menyukai