Anda di halaman 1dari 9

1

LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL


REPUBLIK INDONESIA

PROPOSAL
KERTAS KARYA ILMIAH PERSEORANGAN

TANTANGAN REVOLUSI INDUSTRI 4.0 ERA GLOBALISASI MASA KINI


DAN KE DEPAN BAGI KETAHANAN NASIONAL

1. Latar Belakang
Dinamika perkembangan lingkungan strategis bergulir cepat dan dinamis
seiring perjalanan waktu beserta berbagai ancaman yang semakin kompleks.
Pada konteks ini, globalisasi di jaman modern yang ditandai dengan pesatnya
kemajuan teknologi informasi dan komunikasi 1 telah mampu merubah pola
hubungan manusia dalam segala aspek kehidupan yang menjadi sendi-sendi
kehidupan bangsa (astagatra), yang selain memiliki hal-hal yang positif, juga
menghadirkan berbagai ancaman yang membuat perkiraan masa depan menjadi
semakin rumit dan sulit. Selanjutnya, tahap perubahan perubahan besar dan
radikal terhadap cara manusia memproduksi barang inilah yang kemudian lebih
dikenal dengan Revolusi Industri2, dimana pada masa saat ini, dunia sudah mulai
memasuki Revolusi Industri 4.0, yaitu sebuah tahap yang secara global adalah
tentang otomatisasi dan pertukaran data dalam teknologi pabrik, nano, robotic,
artificial intelligence dan internet of things,3 dimana kemudian menghasilkan Smart
Process, yakni cara membangun proses teknologi informasi yang cerdas, 4 dimana
didalamnya tersusun modul, sistem siber–fisik mengawasi proses fisik serta
algoritma, yang menciptakan dunia nyata secara virtual dan desentralisasi dalam
pengambilan keputusan.5 Dengan demikian, teknologi telah mengubah kebiasaan

1
Kompas. 2018. "Globalisasi: Arti dan Dampaknya".
https://www.kompas.com/skola/read/2019/12/20/100000969/globalisasi-arti-dan-dampaknya?page=all
diakses pada 15 Maret 2021.
2
Susanto, Marcel. 2019. “Apa itu Revolusi Industri 4.0”. https://www.zenius.net/blog/21104/revolusi-
industri-4-0 diakses pada 15 Maret 2021.
3
Ibid.
4
Jati, Anggoro Suryo. 2019. “Kiat Menghadapi Revolusi Industri 4.0 ala AGIT”.
https://inet.detik.com/cyberlife/d-4460806/kiat-menghadapi-revolusi-industri-40-ala-agit diakses pada 15
Maret 2021.
5
Rum, Muhammad. 2018. “Kesiapan Perpustakaan Perguruan Tinggi Dalam Menghadapi Revolusi Industri
4.0”: Baitul ‘Ulum: Jurnal Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Vol. 1, No. 1, 2018. Jambi: UIN Sulthan Thaha
2

hidup yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya, termasuk cara berinteraksi dan
cara bekerja yang berubah sangat cepat, dimana meluasnya teknologi digital
dalam era revolusi industri 4.0 sangat besar dampaknya pada pasar kerja global. 6
Menurut laporan McKinsey Global Institute, diperkirakan sekitar 400 sampai
dengan 800 juta orang akan kehilangan pekerjaan pada tahun 2030 karena robot
dan kecerdasan buatan akan menggantikan mereka. 7 Terkait hal ini, pemerintah
RI telah membuat roadmap untuk menghadapi teknologi robotic dan digital dalam
era Revolusi Industri 4.0 melalui making Indonesia 4.0.8 Meskipun begitu,
beberapa ahli meragukan apakah benar itu yang dibutuhkan 9, mengingat dampak
atas perubahan Revolusi Industri 4.0 tersebut, seperti potensi ledakan jumlah
pengangguran dan masalah–masalah sosial akibat pemutusan hubungan kerja,
serta banyak lagi potensi dampak lainnya, sehingga secara holistic merupakan
potensi perang hibrida termasuk perang siber.10
Sehubungan dengan hal tersebut, perang hibrida (hybrid warfare) yang
tergolong sebagai perang modern merupakan pengembangan dan kombinasi dari
perang konvensional, perang asimetris dan perang proksi telah hadir, dimana
perang hibrida ini menggunakan perpaduan antara metode militer dan non militer
pada masa damai untuk mencapai tujuan militer. 11 Jadi ancaman hibrida
merupakan perpaduan antara ancaman militer dan ancaman nonmiliter. Ancaman
hibrida antara lain mengkombinasikan antara ancaman konvensional, asimetris,
teroris dan cyber warfare serta kriminal yang beragam dan dinamis termasuk
keterpaduan serangan antara penggunaan senjata Chemical, Biological,
Radiation, Nuklir dan Explosive (CBNRE) serta perang informasi.12 Adapun
definisi perang asimetris itu sendiri menurut Dewan Riset Nasional (DRN), adalah
Saifuddin Jambi. h.34.
6
The Conversation. 2019. “Optimisme dan kebingungan Indonesia terhadap dampak Revolusi Industri 4.0
pada dunia kerja”. https://theconversation.com/optimisme-dan-kebingungan-indonesia-terhadap-dampak-
revolusi-industri-4-0-pada-dunia-kerja-116167 diakses pada 15 Maret 2021.
7
Prodita Sabarini, 2019. Optimisme-dan-kebingungan-indonesia-terhadap-dampak-revolusi-
industri-4-0-pada-dunia-kerja. http://theconversation.com/116167. 3 Maret 2021, pukul 20.35 WIB.
8
Kementerian Perindustrian RI. 2018. “Make Indonesia brief Bahasa Indonesia“.
https://www.kemenperin.go.id/download/18384&usg=AOvVaw2gYXSCUBbqNBOPG7KiEYuE diakses pada
15 Maret 2021.
9
Op. Cit.
10
Republika. 2017. “Ini 5 Potensi Ancaman Bagi Indonesia Menurut Marsekal Hadi”.
https://nasional.republika.co.id/berita/nasional/politik/17/12/06/p0j2kq409-ini-5-potensi-ancaman-bagi-
indonesia-menurut-marsekal-hadi diakses pada 15 Maret 2021.
11
Kol (Purn) Arthur N Tulak (AD Amerika Serikat), 2016. Perang Hibrida. https:// ipdefenseforum.
com/id/2016/08/perang-hibrida. 3 Maret 2021, pukul 20.41 WIB.
3

suatu model peperangan yang dikembangkan dari cara berpikir yang tidak lazim
dan di luar aturan peperangan yang berlaku, dengan spektrum perang yang
sangat luas dan mencakup aspek–aspek astagatra perpaduan antara trigatra
(geografi, demografi, dan sumber daya alam) serta pancagatra (ideologi, politik,
ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan). Perang asimetri selalu
melibatkan peperangan antara dua aktor atau lebih, dengan ciri menonjol dari
kekuatan yang tidak seimbang.13
Kemudian, sebagai sebuah ancaman terhadap stabilitas, maka potensi
perang hibrida yang termasuk didalamnya adalah perang asimetris sebagai
perang modern/kontemporer, dapat dianalisis hal yang menonjol adalah penetrasi
korporasi multinasional dan modal asing kepada negara sasaran yang dalam
hubungan Revolusi Industri 4.0 merupakan satu kesatuan watak Neo–
Kolonialisme. Neo–Kolonialisme tidak ubahnya penjajahan tidak langsung dan
tanpa kekerasan, dimana bangkitnya negara–negara berkembang pasca perang
dunia kedua dan saat berakhirnya perang dingin, negara Kapitalis Imperialis
dengan pemikiran baru mengurangi penggunaan militer dalam ekpansionismenya.
Perang asimetris ini lebih memiliki daya hancur yang lebih besar ketimbang
perang konvensional, dimana negara sasaran dapat dihancurkan secara sistemik
sehingga bisa menjadi negara gagal. 14
Perang tersebut dilakukan secara non militer melalui bidang gatra yang
menjadi sendi–sendi kehidupan bangsa, sehingga perang ini lebih merupakan
perang kontrol dari negara berkoalisi global yang secara unilateral sebuah negara
dengan kekuatannya memiliki kemampuan hegemoni yang kuat. Lingkup perang
ini mempunyai area cakupan yang luas sehingga mampu menyebabkan sebuah
pemerintahan negara tidak lagi menjadi aktor yang paling menentukan dalam
eskalasi politik luar negerinya maupun politik internasional. Mengapa demikian ?
ya, tentu saja kekuasaan pemerintahan telah beralih pada kekuatan bukan aktor
12
Peraturan Menteri Pertahanan RI No. 24 Tahun 2015 Tentang Strategi Pertahanan Negara
2015, hal 100.
13
The Global Review. 2017. “Mengenal Perang Asimetris: Sifat, Bentuk, Pola dan Sumber”.
https://theglobal-review.com/mengenal-perang-asimetris-sifat-bentuk-pola-dan-sumber/#:~:text=“Perang
%20asimetris%20merupakan%20metode%20peperangan,aspek%20kehidupan%20(astagatra).” Diakses
pada 15 Maret 2021.
14
Aksi Bela Negara RI. 2017. “Pelatihan Bela Negara Harus Dalam Bingkai Untuk Menangkal Perang
Asimetris Dan Skema Penjajahan Gaya Baru”. https://abnri.com/2020/03/19/pelatihan-bela-negara-harus-
dalam-bingkai-untuk-menangkal-perang-asimetris-dan-skema-penjajahan-gaya/ Diakses pada 15 Maret
2021.
4

negara (non state actors) seperti korporasi multinasional yang memiliki sumber
daya manusia dan sumber daya finansial melimpah. Kemudian aktor–aktor yang
terlibat dalam perang ini semakin meluas baik negara, bukan negara, organisasi
internasional bahkan perorangan. Hal ini terjadi, dimana era globalisasi
merupakan era pangsa pasar bebas.
Selanjutnya, kenyataan perang ini didalam perkembangannya sulit untuk
dilawan, karena sulit diikat oleh aturan yang disepakati dan bahkan mungkin
hanya bisa dikenali melalui tujuan perang modern itu sendiri. Diantara tujuan
perang modern yang bisa dikenali adalah: mengeliminir kemampuan negara
sasaran agar tidak berpotensi sebagai ancaman; melemahkan kemampuan
kemajuannya sehingga semakin bergantung dan lebih mudah ditekan hingga
totalitas penguasaan.
Memang era Revolusi Industri 4.0 sebagai era digital, era komputerisasi
dan era teknologi artificial intelligence mempunyai banyak dampak positif. Namun
demikian harus disikapi dengan hati–hati, sebab hal yang sangat krusial dan
esensi diantaranya adalah perusahaan–perusahaan dunia global akan banyak
mengganti tenaga manusia dengan menerapkan sistem komputer dan robot.
Penyesuaian kerja manusia menjadi robotik pastinya akan membawa dampak
pengurangan jumlah tenaga kerja, dimana banyak aktivitas manusia akan sirna
sebab digantikan oleh mesin–mesin melalui artificial intelligence. Terkait hal ini,
secara kultural berdampak pada perubahan hubungan dan aktivitas manusia dan
atau robot di dalam dunia corporate dengan dalih menyesuaikan perkembangan
jaman berakibat pada rumitnya proses penyelesaian hubungan industrial.
Menyimak implikasi Revolusi Industri 4.0 berupa zone abu–abu (the grey
zone) yang mengancam stabilitas dengan potensi perang hibrida termasuk perang
siber, tampak jelas dalam hubungan Kapitalisme Imperialis, bahwa sejatinya ada
sesuatu yang hilang dalam proses penentuan kebijakan oleh Penentu Kebijakan,
yaitu hilangnya peran negara selaku aktor yang paling menentukan. Selanjutnya,
Kapitalis Imperialis ini, terimplementasi sebagai sebuah varian, yakni ekonomi
Neoliberalisme (Neolib) dengan karakter mendasar kapitalisme, yaitu: mencari
bahan baku semurah–murahnya dan menciptakan pasar seluas–luasnya.
Menurut Giersch (1961), Neolib adalah sebuah sistem perekonomian yang
dibangun atas tiga prinsip, antar lain adalah: (1) tujuan utama ekonomi liberal
5

adalah pengembangan kebebasan individu untuk bersaing secara bebas-


sempurna di pasar; (2) Kepemilikan pribadi terhadap faktor–faktor produksi diakui;
dan (3) Pembentukan harga pasar bukanlah sesuatu yang alami, melainkan hasil
dari penertiban pasar yang dilakukan oleh negara melalui penertiban undang–
undang.15
Merujuk tiga prinsip Giersch di atas, bahwa peran negara dalam neolib
dibatasi hanya pengatur dan penjaga bekerjanya mekanisme pasar. Akan tetapi
dalam perkembangannya sesuai paket Konsensus Washington, maka peran
negara ditekankan kepada empat hal, antara lain: (1) pelaksanaan kebijakan
anggaran ketat, termasuk penghapusan subsidi; (2) liberalisasi sektor keuangan;
(3) liberalisasi perdagangan; dan (4) pelaksanaan privatisasi BUMN. 16
Menghadapi kondisi adanya sesuatu yang hilang dalam proses penentuan
kebijakan, maka hubungan industrialisasi harus dibangun secara harmonis,
sehingga setidaknya akan sangat membantu. Sebaliknya bila kondisi semacam ini
tidak terjadi, maka pastinya akan menjadi persoalan baru. Adapun dalam hal
roadmap yang telah dibuat pemerintah, tentunya sangat perlu untuk diurai dalam
tataran yang lebih praktis secara parsial dapat dikonversi kedalam kebijakan–
kebijakan publik yang mampu diimplementasikan secara totalitas dan terintegrasi
bersama seluruh instrument negara dan pemerintah, agar dapat berfungsi sebagai
mitigasi risiko yang akan muncul dari dampak masuknya era Revolusi Industri 4.0
terkendali dan bisa terukur.
Dilain sisi, dihadapkan pada pangsa pasar bebas dalam era globalisasi,
penuh persaingan ditengah sebuah perubahan yang menuntut adanya
perubahan mindset, cara kerja, dan pola membangun hubungan yang harmonis
antar kelompok masyarakat maupun organisasi, maka treatment sumber daya
manusia sangat penting menjadi perhatian. Lalu, perubahan hubungan industrial
harus dibangun secara harmonis bersama–sama demi pencapaian tujuan dapat
dijalankan.
Oleh karena itu, bagaimana semestinya SDM yang tersedia mampu
menjalankan proses tersebut sesuai dengan kompetensi yang dimiliki secara
professional serta bagaimana relasi antara pekerja dengan dunia usaha dapat
15
Arief Pranoto dan Hendrajit, 2016. Perang Asimetris dan Skema Penjajahan Gaya Baru. Jakarta
Selatan: Global Future Institute, hal. 85.
16
Ibid, hal. 86.
6

berjalan seiring untuk menyesuaikan perkembangan peradaban modern yang


sarat dengan teknologi. Hubungan ini saling mengkait dikarenakan proses
tersebut akan segera menegasikan peran manusia dalam setiap proses yang
dilakukan didalam dunia usaha.
Terkait dengan apa yang telah diketengahkan, tampak adanya gap antara
kenyataan dengan harapan dan penyimpangan pengalaman dengan yang
semestinya serta potensi menjadi masalah, dimana fakta dunia nyata bonus
demografi adalah sebuah keniscayaan seiring kenyataan pangsa pasar bebas
penuh persaingan ditengah perubahan diiringi determinasi non state actors di
tengah dominasi negara yang ditampakkan dari hubungan Kapitalisme Imperialis
yang sejatinya ada sesuatu yang hilang dalam proses penentuan kebijakan
sebagai hilangnya peran negara selaku aktor yang paling menentukan. 17 Disisi
lain, ketidakstabilan, ketidakpastian, kompleksitas dan ambiguitas bukanlah
anggapan tetapi fakta fenomena dunia nyata sebagai tantangan sekaligus
ancaman abstrak tapi tampak nyata dalam hidup kekinian dan kedepan sebagai
gejala krisis yang berpotensi krisis membutuhkan kejelian dan ketajaman
perspektif sebagai kontra respon mencegah terjadinya krisis. Demikian, suatu
pemecahan masalah sebagaimana kondisi yang diharapkan terjadinya stabilitas
berkesinambungan yang mampu menghadapi ancaman akibat perang hibrida
termasuk perang siber diperlukan sebagai jawaban atas tantangan Revolusi
Industri 4.0 yang telah mampu menciptakan Zone abu–abu (the grey zone) yang
mengancam stabilitas dengan potensi perang hibrida/perang siber bagi ketahanan
nasional.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan di atas dapat dirumuskan
masalah yaitu bagaimana menjawab tantangan Revolusi Industri 4.0 yang telah
mampu menciptakan Zone abu–abu (the grey zone) yang mengancam stabilitas
dengan potensi perang hibrida/perang siber bagi ketahanan nasional.

17
Taufiqurakhman. 2014. “Kebijakan Publik: Pendelegasian Tanggungjawab Negara Kepada Presiden Selaku
Penyelenggara Pemerintahan”. Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Moestopo
Beragama (Pers).
7

3. Pertanyaan-pertanyaan Kajian
Mengacu pada rumusan masalah tersebut, maka dapat dirumuskan
beberapa pertanyaan untuk dikaji lebih mendalam, antara lain:
a. Bagaimana menghadapi berbagai aktor yang terlibat dalam perang
modern yang kompleks berhadapan dengan Neolib yang memiliki
hegemoni yang sangat kuat didalam persaingan pasar bebas, dimana adanya
potensi sesuatu yang hilang dalam hal proses penentuan kebijakan
menjawab tantangan Revolusi Industri 4.0 yang telah mampu menciptakan
Zone abu– abu (the grey zone) yang mengancam stabilitas dengan potensi
perang hibrida/perang siber bagi ketahanan nasional ?
b. Apa yang dapat dilakukan untuk masa depan, agar lebih dapat
menghadapi Revolusi Industri 4.0 yang telah mampu menciptakan Zone
abu–abu (the grey zone) yang mengancam stabilitas dengan potensi
perang hibrida/perang siber bagi ketahanan nasional ?
c. Bagaimana menghadapi ketidakstabilan, ketidakpastian,
kompleksitas dan ambiguitas dalam hubungan menjawab tantangan
Revolusi Industri 4.0 yang telah mampu menciptakan Zone abu–abu (the
grey zone) yang mengancam stabilitas dengan potensi perang hibrida/
perang siber bagi ketahanan nasional ?

4. Ruang Lingkup
Kemajuan teknologi yang pesat menimbulkan dampak yang luas baik
manfaat maupun perubahan pola hubungan manusia dalam berbagai aspek
sendi-sendi kehidupan bangsa melahirkan ancaman yang kompleks dan luas,
sehingga ruang lingkup dibatasi pada permasalahan bagaimana menjawab
tantangan Revolusi Industri 4.0 yang telah mampu menciptakan Zone abu–abu
(the grey zone) yang mengancam stabilitas dengan potensi perang hibrida/perang
siber bagi ketahanan nasional.

5. Rencana Referensi
8

a. Buku Referensi:

b. Jurnal:

c. Internet:

a. Arief Pranoto dan Hendrajit. 2016. Perang Asimetris dan Skema


Penjajahan Gaya Baru. Jakarta: Global Future Institute;
b. Dimyati Hartono, Membangun Negara Maritim dalam Perspektif
Ekonomi, Sosial, Budaya, Politik dan Pertahanan, Jakarta: Indonesian
Maritime Institut;
c. Lemhanas, http://lib.lemhannas.go.id/public/media/catalog/0010-
011600000000134/swf/3767/files/basic-html/page8.html;
d. Muchsin R.2019.Artificial Intelligence-JohnMcCarthy;
e. Kol (Purn) Arthur N Tulak. 2016. Perang Hibrida (Tantangan Baru
Dalam Lingkungan Informasi). Indo-Pacific Defense Forum.
https://ipdefenseforum.com/id/2016/08/perang-hibrida
f. Prodita Sabarini, 2019. Optimisme-dan-kebingungan-indonesia-
terhadap-dampak-revolusi-industri-4-0-pada-dunia-kerja;
g. Peraturan perundang-undangan terkait dengan tulisan, sesuai
kebutuhan;
h. Buku, majalah, jurnal, artikel dan barang cetakan dokumentasi
lainnya terkait dengan tulisan, sesuai kebutuhan.

6. Kerangka Teoritis
Teori yang digunakan dalam merumuskan pertanyaan–pertanyaan kajian,
antara lain:
a. Teori tantangan dan respon, Arnold Tonybee;
b. Teori kebijakan publik, Hoogerwerf; David Easton;
c. Teori stimulus-respon, Gagne;
d. Teori improvisasi, KBBI; Kemendikbud;
e. Teori Teori Artficial Intelligence (AI), Kusumadewi (2003) dan
McCarthy (1956)
9

Teori lainnya yang relevan yang memungkinkan untuk digunakan dalam


pembahasan pada tulisan ini, diantaranya:
a. Teori rasionalitas, Amitai Etzioni;
b. Teori neolib, Giersch;
c. Teori nilai, Giddens; Horton & Hunt; Schaefer & P.Lmm;
d. Teori konflik, Anjal K. Dahal; Meliala; Louis Kriesberg; Fisher & Dkk;
e. Teori keunggulan komparatif, David Ricardo;
f. Teori pengembangan, Seels B & Rita C Richey;
g. Untuk keperluan analisis, dapat digunakan beberapa metode
analisis, seperti: analytic hierarchie proces (AHP); SWOT/TOWS; causal
loop diagram; fishbone diagram; dan lain-lain sesuai kebutuhan.

Jakarta, 08 Maret 2021


Penyusun

Andi Abdul Aziz, S.H., M.M.


No. Peserta 08

Anda mungkin juga menyukai