Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ANAK 1

Dosen Pembimbing: Ria Andriani, M.Kep.,Sp.,Kep.,An

DISUSUN OLEH :
Putri Exa Lorenza
1932311034

S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADYAH SUKABUMI
TAHUN 2021
Jl. R. Syamsudin, SH. No. 50 Tlp (0266) 218345 Fax : (0266) 218342 Sukabumi
43113
LAPORAN PENDAHULUAN

KEJANG DEMAM

A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
mencapai >38'C. Kejang demam dapat terjadi karena proses intrakranial maupun
ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan
sampai dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013).
Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang
suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memory yang bersifat sementara
(Hudak and gallo, 1996). Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak
yang terjadi bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu
gangguan neurologik yang paling sering dijumpai pada anak-anak dan menyerang
sekitar 4% anak. Kebanyakan serangan kejang terjadi setelah usia 6 bulan dan
biasanya sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan pada anak-
anak yang berusia kurang dari 18 bulan. Kejang demam jarang terjadi setelah usia
5 tahun. (Dona L.Wong, 2009) Jadi dapat disimpulkan kejang demam adalah
kenaikan suhu tubuh yang menyebabkan perubahan fungsi otak akibat perubahan
potensial listrik serebral yang berlebihan sehingga mengakibatkan renjatan berupa
kejang
2. Etiologic
1. Faktor-faktor prenatal
2. Malformasi otak congenital
3. Faktor genetika
4. Penyakit infeksi
5. Demam
6. Gangguan metabolisme
7. Trauma
3. Klasifikasi
Widagno (2012), mengatakan berdasarkan epidemiologi, kejang demam
dibagi 3 jenis, yaitu :
a. Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion), biasanya terjadi pada
anak umur 6 bulan sampai 5 tahun, yang disertai kenaikan suhu tubuh yang
mencapai ≥ 39⁰C. Kejang bersifat umum, umumnya berlangsung beberapa
detik/menit dan jarang sampai 15 menit. Pada akhir kejang diakhiri dengan
suatu keadaan singkat seperti mengantuk (drowsiness), dan bangkitan kejang
terjadi hanya sekali dalam 24 jam, anak tidak mempunyai kelainan neurologik
pada pemeriksaan fisik dan riwayat perkembangan normal, demam bukan
disebabkan karena meningitis atau penyakit lain dari otak.
b. Kejang demam kompleks (complex or complicated febrile convulsion)
biasanya kejang terjadi selama ≥ 15 menit atau kejang berulang dalam 24 jam
dan terdapat kejang fokal atau temuan fokal dalam masa pasca bangkitan.
Umur pasien, status neurologik dan sifat demam adalah sama dengan kejang
demam sederhana.
c. Kejang demam simtomatik (symptomatic febrile seizure) biasanya sifat dan
umur demam adalah sama pada kejang demam sederhana dan sebelumnya
anak mempunyai kelainan neurologi atau penyakit akut. Faktor resiko untuk
timbulnya epilepsi merupakan gambaran kompleks waktu bangkitan. Kejang
bermula pada umur < 12 bulan dengan kejang kompleks terutama bila
kesadaran pasca iktal meragukan maka pemeriksaan CSS sangat diperlukan
untuk memastikan kemungkinan adanya meningitis.

4. Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO:dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan
dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat
sulit dilalui oleh ion natrium (Na") dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (CI).
Akibatnya konsentrasi ion K* dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na' rendah,
sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial
membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K
ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran
ini dapat diubah oleh :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan Pada keadaan demam kenaikan suhu l'C akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari
seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh
karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion
kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besamya sehingga dapat meluas ke seluruh sel
maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan "neurotransmitter" dan
terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi
untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia,
asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal
disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang
disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan
metabolisme otak meningkat.

5. Komplikasi
Menurut Ngastiyah (2005) risiko terjadi bahaya / komplikasi yang dapat terjadi
pada pasien kejang demam antara lain:
1. Dapat terjadi perlukaan misalnya lidah tergigit atau akibat gesekan dengan
gigi.
2. Dapat terjadi perlukaan akibat terkena benda tajam atau keras yang ada di
sekitar anak.
3. Dapat terjadi perlukaan akibat terjatuh.

Selain bahaya akibat kejang, risiko komplikasi dapat terjadi akibat pemberian obat
antikonvulsan yang dapat terjadi di rumah sakit. Misalnya:
1. Karena kejang tidak segera berhenti padahal telah mendapat fenobarbital
kemudian di berikan diazepam maka dapat berakibat apnea.
2. Jika memberikan diazepam secara intravena terlalu cepat juga dapat
menyebabkan depresi pusat pernapasan.
Menurut Taslim S. Soetomenggolo dapat mengakibatkan :
1. Kerusakan sel otak
2. Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih dari 15 menit
dan bersifat unilateral
3. Kelumpuhan (Lumbatobing, 1989)
4. Epilepsi, terjadi karena kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah
mendapat serangan kejang yang berlangsung lama.
5. Asfiksia
6. Aspirasi

Walaupun kejang demam menyebabkan rasa cemas yang amat sangat pada
orang tua, sebagian kejang demam tidak mempengaruhi kesehatan jangka panjang,
kejang demam tidak mengakibatkan kerusakan otak, keterbelakangan mental atau
kesulitan belajar / ataupun epiksi Epilepsy pada anak di artikan sebagai kejang
berulang tanpa adanya demam kecil kemungkinan epilepsy timbul setelah kejng
demam. Sekitar 2 - 4 anak kejang demam dapat menimbulkan epilepsy, tetapi
bukan karena kejang demam itu sendiri kejang pertama kadang di alami oleh anak
dengan epilepsy pada saat mereka mengalami demam. Namun begitu antara 95 –
98 % anak yang mengalami kejang demam tidak menimbulkan epilepsy.

6. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektro encephalograft (EEG) Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang
mempunyai nilai prognostik. EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk
menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam yang berulang
dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien
kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak
dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.
2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang
pertama. Pada bayi yang masih kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas
sehingga harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang berumur kurang dari 6
bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.
3. Darah
a. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200
mq/dl)
b. BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan
indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit : K, Na Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi
kejang Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl ) Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
4. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnomal dari CCS tanda infeksi,
pendarahan penyebab kejang.
5. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
6. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih
terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk
transiluminasi kepala

7. Penatalaksanaan
Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri setenang
mungkin dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus di perhatikan
adalah sebagai berikut :
a. Anak harus di baringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping,
bukan terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak.
b. Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut sianak seperti sendok atau
penggaris, karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan nafas.
c. Jangan memegangi anak untuk melawan kejang.
d. Sebagian besar kejang berlangsung singkat & dan tidak memerlukan
penanganan khusus.
e. Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera di bawa ke
fasilitas kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk di bawa ke
fasilitas kesehatan jika kejang masih berlanjut setelah 5 menit. Ada pula
sumber yang menyatakan bahwa penanganan lebih baik di lakukan secepat
mungkin tanpa menyatakan batasan menit.
f. Setelah kejang berakhir ( jika < 10 menit ), anak perlu di bawa menemui
dokter untuk meneliti sumber demam, terutama jika ada kakakuan leher,
muntah-muntah yang berat,atau anak terus tampak lemas. Jika anak di bawa
kefasilitas kesehatan , penanganan yang akan di lakukan selain point-point di
atas adalah sebagai berikut :
1. Memastikan jalan nafas anak tidak tersumbat
2. Pemberian oksigen melalui face mask
3. Pemberian diazepam 0.5 mg / kg berat badan per rectal (melalui) atau jika
terpasang selang infuse 0.2 mg / kg per infuse
4. Pengawasan tanda-tanda depresi pernafasan
1. Pengobatan
a. Pengobatan fase akut Obat yang paling cepat menghentikan
kejang demam adalah diazepam yang diberikan melalui
interavena atau indra vectal. Dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis
IV (perlahan-lahan). Bila kejang belum berhenti dapat diulang
dengan dosis yang sama setelah 20 menit.
b. Turunkan panas Anti piretika : parasetamol / salisilat 10
mg/kg/dosis. Kompres air PAM / Os
c. Mencari dan mengobati penyebab Pemeriksaan cairan serebro
spiral dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis,
terutama pada pasien kejang demam yang pertama, walaupun
demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya
pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila aga
gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama.
d. Pengobatan profilaksis Pengobatan ini ada dalam cara :
profilaksis intermitten / saat demam dan profilaksis terus menerus
dengan antikanulsa setiap hari. Untuk profilaksis intermitten
diberikan diazepim secara oral dengan dosis 0,3 - 0,5
mg/hgBB/hari.
e. Penanganan sportif
1) Bebaskan jalan napas
2) Beri zat asam
3) Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
4) Pertahankan tekanan darah
2. Pencegahan
a. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam
sederhana. Beri diazepam dan antipiretika pada penyakit-
penyakit yang disertai demam.
b. Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata Dapat
digunakan : - Fero barbital - Fenitorri - Klonazepam 5-7
mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis 2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis
(indikasi khusus)
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Fokus
1) Riwayat keperawatan Data subyektif
1. Biodata/Identitas Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.
Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial
anak meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan,
penghasilan, alamat.
2. Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000)
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan:
 Apakah betul ada kejang? Diharapkan ibu atau keluarga yang
mengantar dianjurkan menirukan gerakan kejang si anak
 Apakah disertai demam? Dengan mengetahui ada tidaknya demam
yang menyertai kejang, maka diketahui apakah infeksi memegang
peranan dalam terjadinya bangkitan kejang.
 Lama serangan Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang
merasakan waktu berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita
dapat mengetahui kemungkinan respon terhadap prognosa dan
pengobatan.
 Pola serangan Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap
mengenai pola serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik?
Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran
seperti epilepsi mioklonik? Apakah serangan benupa tonus otot hilang
sejenak disertai gangguan kesadaran seperti epilepsi akinetik? Apakah
serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara
tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile? Pada
kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum.
 Frekuensi serangan
Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang
terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per-tahun.
Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada
umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
 Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan Sebelum kejang
perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan tertentu yang dapat
menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan
lain-lain. Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya.
Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah penderita segera sadar,
tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, menangis dan sebagainya?
3. Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada
penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA,
Morbili dan lain-lain.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah
penderita pemah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang
terjadi untuk pertama kali? Apakah ada riwayat trauma kepala, radang
selaput otak, KP, OMA dan lain-lain.
5. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pemah mengalami
infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per-
vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama
hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan
tindakan (forcep/vakum), perdarahan ante partum, asfiksi dan lain-lain.
Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau
menetek, dan kejang-kejang.
6. Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta
umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya
setelah mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang
dapat menimbulkan kejang.
7. Riwayat Perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi : Personal sosial
(kepribadian/tingkah laku sosial): berhubungan dengan kemampuan
mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya. Gerakan
motorik halus: berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati
sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu
saja dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang
cermat, misalnya menggambar, memegang suatu benda, dan lain-lain.
Gerakan motorik kasar: berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
Bahasa: kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti
perintah dan berbicara spontan.
8. Riwayat kesehatan keluarga.
Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+25 % penderita kejang
demam mempunyai faktor turunan). Adakah anggota keluarga yang
menderita penyakit syaraf atau lainnya? Adakah anggota keluarga yang
menderita penyakit seperti ISPA, diare atau penyakit infeksi menular yang
dapat mencetuskan terjadinya kejang demam
9. Riwayat sosial
Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu dikaji
siapakah yang mengasuh anak? Bagaimana hubungan dengan anggota
keluarga dan teman sebayanya?
10. Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan Ditanyakan keadaan sebelum dan
selama sakit bagaimana?
Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi : Pola persepsi dan tatalaksanaan
hidup sehat Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan
tentang kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan
tindakan medis?Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita,
pelayanan kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota
keluarga yang sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.
11. Pola nutrisi Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan
bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh
anak? Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak? Bagaimana selera
makan anak? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari?
12. Pola Eliminasi BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara
makroskopis ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat
darah? Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat anak kencing. BAB :
ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak? Bagaimana
konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir?
13. Pola aktivitas dan latihan Apakah anak senang bermain sen diri atau
dengan teman sebayanya? Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam?
Aktivitas apa yang disukai?
14. Pola tiduristirahat Berapa jam sehari tidur? Berangkat tidur jam berapa?
Bangun tidur
2) Pemeriksaan fisik Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum (Corry S, 2000) Pertama kali perhatikan keadaan
umum vital: tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu.
Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi sedangkan
kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang tanpa
kelainan neurologi.
2. Pemeriksaan fisik Kepala
 Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali?
 Adakah dispersi bentuk kepala?
 Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial. yaitu ubun-ubun
besar cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau
belum?
 Rambut Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain
rambut. Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut
yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut
tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien. Muka/ Wajah. Paralisis
fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal bila
anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat.
 Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ?
 Apakah ada gangguan nervus cranial ?
 Mata Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil
dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
 Telinga Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda
adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang
telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran. Hidung
Apakah ada pemapasan cuping hidung?
 Polip yang menyumbat jalan napas?
 Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya?
 Mulut Adakah tanda-tanda sardonicus?
 Adakah cynosis?
 Bagaimana keadaan lidah?
 Adakah stomatitis?
 Berapa jumlah gigi yang tumbuh?
 Apakah ada caries gigi? Tenggorokan Adakah tanda-tanda peradangan
tonsil? Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan eksudat?
 Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid? Adakah
pembesaran vena jugularis? Thorax Pada inspeksi, amati bentuk dada
klien, bagaimana gerak pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman,
adakah retraksi Intercostale? Pada auskultasi, adakah suara napas
tambahan ? Jantung Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta
iramanya? Adakah bunyi tambahan? Adakah bradicardi atau
tachycardia? Abdomen Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot
pada abdomen? Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus? Adakah
tanda meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar? Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah
terdapat oedema, hemangioma? Bagaimana keadaan turgor kulit?
Ekstremitas Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah
terjadi kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral?
 Genetalia Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari
vagina, tanda-tanda infeksi?
2. Pathway
3. Analisis Data

4. Prioritas Diagnosa Keperawatan


1) Diagnosa 1: Hipertermia
1. Definisi: peningkatan suhu tubuh di atas rentang normal
2. Batasan karakteristik
 Subjektif : Klien mengatakan badannya panas
 Objektif : Kulit merah, Suhu tubuh meningkat diatas
rentang normal, Frakuansi napas meningkat, Kejang atau
konfulsi Kulit teraba hangat Takikardi Tachipnea
3. Faktor yang berhubungan
 Dehidrasi
 Penyakit atau trauma
 Ketidakmampuan atau penurunan kemampuan untuk
berkeringat
 Pakaian yang tidak tepat
 Peningkatan laju metabolism Obat atau anastesia
 Terpajan pada lingkungan yang panas
 Aktivitas yang berlebihan Proses penyakit
2) Diagnosa 2: Ketidakefektifan Pola Nafas
1. Definisi: Inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi
yang adekuat
2. Batasan karakteristik
 Subjektif : Dispnea • Napas pendek
 Objektif : Perubahan ekskursi dada • Mengambil posisi tiga
titik tumpu • Bradipnea • Penurunan tekanan inspirasi-
ekspirasi • Penurunan vntilasi semenit • Penurunan
kapasitas vital • Napas dalam • Peningkatan diameter
anterior-posterior • Napas cuping hidung • Ortopnea • Fase
ekspirasi memanjang • Pernapasan binir mencucu •
Kecepatan respirasi 17 • Usia dewasa atau 14 tahun lebih ;
<11 atau 24 x permenit • Usia 5-14 tahun < 15 atau > 25 •
Usia 1-4 tahun <20 atau >30• Usia dewasa atau 14 tahun
lebih ; <I1 atau 224 x permenit • Usia 5-14 tahun <15 atau
> 25 • Usia 1-4 tahun <20 atau >30 • Usia bayi <25 atau
>60 • Takipnea • Rasio waktu Pengunaan otot bantu
asesoris untuk bernapas
3. Faktor yang berhubungan : Ansietas • Posisi tubuh • Deformitas
tulang • Deformitas dinding dada • Penurunan energy dan
kelelahan • Hiperventilasi • Sindrom hipoventilasi • Kerusakan
musculoskeletal • Imaturitas neurologis • Disfungsi neuromuscular
• Obesitas Nyeri • Kerusakan persepsi atau kognitif • Kelelahan
otot-otot pernapasan • Cedera medulla spinalis
3) Diagnosa 3: Resiko cedera
1. Definisi : Rentan mengalami cedera fisik akibat kondisi lingkungan
yang berinteraksi dengan sumber adaptif dan sumber defensif
individu, yang dapat mengganggu kesehatan
2. Faktor yang berhubungan :
 Eksternal : Agen nosocomial Gangguan fungsi kognitif •
Gangguan fungsi psikomotor • Hambatan fisik • Hambatan
sumber nutrisi • Moda transfortasi tidak aman • Pajanan
pada kimia toksik • Pajanan pada patogen • Tingkat
imunisasi di komunitas
 Internal : Disfungsi biokimia • Disfungsi efektor •
Disfungsi imun • Disfungsi integrasi sensori Gangguan
mekanisme pertahanan primer • Gangguan orientasi afektif
• Gangguan sensasi Hipoksia jaringan • Malnutrisi • Profil
darah yang abnormal • Usia eksterm
5. Perencanaan Keperawatan
Diagnose 1 Hipertermi b.dg proses penyakit

Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional


hasil
Setelah dilakukan 1. Kaji dan catat suhu 1. Tindakan ini
tindakan tubuh setiap 2 atau 4 sebagai dasar
keperawatan 3x 24 jam. untuk menentukan
jam pasien 2. Observasi intervensi.
menunjukan membrane mukosa, 2. Untuk
pengisian kapiler, mengidentifikasi
dan turgor kulit. tanda-tanda
3. Berikan minum 2- dehidrasi akibat
2,5 liter sehari panas.
selama 24 jam. 3. Kebutuhan cairan
4. Berikan kompres dalam tubuh cukup
hangat pada dahi, mencegah
ketiak, dan lipat terjadinya panas.
paha. 4. Kompres hangat
5. Anjurkan pasien memberi efek
untuk tirah baring vasodilatasi
(bed rest) sebagai pembuluh darah,
upaya sehingga
pembatasanaktivitas mempercepat
selama fase akut. penguapan tubuh.
6. Anjurkan pasien 5. Menurunkan
untuk menggunakan kebutuhan
pakaian yang tipis metabolisme tubuh
dan menyerap sehingga turut
keringat. menurunkan
7. Berikan terapi obat panas.
golongan antipiretik 6. Pakaian tipis
sesuai program memudahkan
medis evaluasi penguapan panas.
efektivitasnya. Saat suhu tubuh
8. Pemberian antibiotik naik, pasien akan
sesuai program banyak
medis. mengeluarkan
9. Pemberian cairan keringat.
parenteral sesuai 7. Untuk
program medis. menurunkan atau
10. Observasi hasil mengontrol panas
pemeriksaan darah badan.
dan feses. 8. Untuk mengatasi
11. Observasi adanya infeksi dan
peningkatan suhu mencegah
secara terus - penyebaran
menerus, distensi infeksi.
abdomen, dan nyeri 9. Penggantian cairan
abdomen akibat penguapan
panas tubuh.
10. Untuk mengetahui
perkembangan
penyakit tipes dan
efektivitas terapi.
11. Peningkatan suhu
secara terus
menerus setelah
pemberian
antiseptik dan
antibiotik,
kemungkinan
mengindikasikan
terjadinya
komplikasi
perforasi usus.
Diagnose 2 Ketidakefektifan Pola Nafas b.dg kelelalahan otot-otot pernapasan

Tujuan dan kriteria Intervensi rasional


hasil
Setelah dilakukan NIC Label : Airway NIC Label : Airway
tindakan keperawatan Management Management
selama 3 x 24jam 1. Posisikan pasien 1. Untuk
pasien menunjukkan semi fowler memaksimalkan
keefektifan pola 2. Auskultasi suara potensial ventilasi
nafas, dengan kriteria nafas, catat hasil 2. Memonitor
hasil: penurunan daerah kepatenan jalan
ventilasi atau tidak napas
NOC Label : adanya suara 3. Memonitor
Respiratory. Status: adventif respirasi dan
Airway patency 1. 3. Monitor keadekuatan
Frekuensi, irama, pernapasan dan oksigen
kedalaman status oksigen yang NIC Label : Oxygen.
pernapasan dalam sesuai Therapy
batas normal 2. Tidak NIC Label : Oxygen 1. Menjaga
menggunakan otot- Therapy keadekuatan
otot bantu pernapasan 1. Mempertahankan ventilasi
jalan napas paten 2. Meningkatkan
NOC Label : Vital 2. Kolaborasi dalam ventilasi dan
Signs Tanda Tanda pemberian oksigen asupan oksigen
vital dalam rentang terapi 3. Menjaga aliran
normal (tekanan 3. Monitor aliran oksigen
darah, nadi, oksigen mencukupi
pernafasan) (TD 120- NIC Label : Respiratory_ kebutuhan pasien
90/90-60 mmHg, Monitoring NIC Label : Respiratory
nadi 80-100 x/menit, 1. Monitor kecepatan, Monitoring
RR : 18-24 x/menit, ritme, kedalaman 1. Monitor
suhu 36,5 – 37,5 C) dan usaha pasien keadekuatan
saat bernafas pernapasan
2. Catat pergerakan 2. Melihat apakah
dada, simetris atau ada obstruksi di
tidak, salah satu bronkus
menggunakan otot atau adanya
bantu pernafasan gangguan pada
3. Monitor suara ventilasi
nafas seperti 3. Mengetahui
snoring adanya sumbatan
4. Monitor pola pada jalan napas
nafas: bradypnea, 4. Memonitor
tachypnea, keadaan
hiperventilasi, pernapasan klien
respirasi kussmaul,
respirasi cheyne-
stokes dll

Diagnosa 3 Resiko cedera b.dg aktifitas motoric yang meningkat

Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Hasil
Setelah dilakukan 1. Jelaskan pada 1. Penjelasan yang
tindakan keperawatan keluarga akibat- baik dan tepat
selama 1 x 24jam akibat yang sangat penting
pasien menunjukkan terjadi sat kejang untuk
penurunan resiko berulang (lidah meningkatkan
cedera. Kriteria hasil : tergigit). pengetahuan
Lidah tidak tergigit dan 2. Sediakan spatel dalam mengatasi
jatuh ke belakang. lidah yang telah kejang (lidah
dibungkur gaas tergigit)
verban 2. Spatel lidah
3. Beri posisi digunakan untuk
miring kiri/kanan menahan lidah jika
4. Kolaborasi tergigi
dengan dokter 3. Mencegah aspirasi
dalam pemberian pada lambung
obat anti 4. Obat anti
konvulsan konvulsan sebagai
pengatur gerakan
motorik dalam hal
ini anti konvulsan
menghentikan
gerakan motorik
yang berlebihan

6. Studi Literatur
Judul jurnal : Determinan Kejadian Kejang Demam pada Balita di Rumah Sakit
Ibu dan Anak Budhi Mulia Pekanbaru
Pengertian : Kejang demam adalah bangkitan kejang yang dapat terjadi pada
anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu
diatas 380C) yang tidak disebabkan oleh proses intracranial. Di Rumah Sakit Ibu
dan Anak Budhi Mulia angka kejadian kejang demam pada balita tahun 2017
berjumlah 98 kasus dengan proporsi kasus yaitu 34,03%.
Tujuan penelitian ini untuk menggambarkan dan mengetahui determinan
kejadian kejang demam pada balita di RSIA Budhi Mulia Pekanbaru tahun 2015-
2017. Desain Penelitian adalah case control.
Populasi sebanyak 1.119 orang dengan besar
sampel sebanyak 144 dengan perbandingan 1:1 di mana 72 untuk kasus dan 72
untuk kontrol.Teknik pengambilan sampel secara quota sampling dengan metode
penelusuran dokumen. Alat penelitian kuesioner. Jenis data yang digunakan
adalah data sekunder. Pengolahan data dengan aplikasi SPSS.Analisis data secara
univariat dan bivariat dengan uji chi-square.
Hasil penelitian diperoleh kadar hemoglobin (p value= 0,000 dan OR=9,23; CI:
4,30-19,79), kadar leukosit (p value= 0,000 dan OR=9,71; CI: 4,53-20,79), usia (p
value= 0,012 dan OR=2,95; CI:1,32-6,59), dan suhu tubuh(p value=0,000 dan
OR=7,80; CI:3,71-16,38). Diharapkan Rumah Sakit Ibu dan Anak Budhi Mulia
berkoordinasi dengan tim promosi dalam penatalaksanaan kasus kejang demam
pada balita sehingga angka kematian pada balita dapat diminimalisir.

DAFTAR PUSTAKA
Nanda 2011-2012. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Primamedika.
Wilkinson, Judith M. 2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 9. Jakarta :
EGC. Wong, Donna L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Edisi 6. Jakarta:
EGC Http://Askepkita. Com

Anda mungkin juga menyukai