Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Globalisasi yang dianggap sebagai penggerak, komunikator dan pengendali
ideologi kapitalis di seluruh dunia yang akan menciptakan budaya global yang
populer, modis dan kontemporer yang sering ditiru para konsumen. Budaya global ini
juga menetapkan budaya dan cara hidup yang harus diikuti, sehingga mewujudkan
imperialisme budaya semacam ini, Secara bertahap merusak nilai budaya lokal.
Dengan dilihat dengan kasat mata, bahwa aturan barat terjadi dalam setiap hal dengan
cara yang jauh lebih kuat dibandingkan sebelumnya dan dalam hal ini, media sangat
membantu masuknya perubahan.
Budaya sangat erat kaitannya dengan globalisasi, cepat atau lambat globalisasi
telah menghilangkan batas-batas sistem komunikasi dari satu daerah ke daerah lain.
Hilangnya pembatasan tersebut karena adanya pertukaran informasi antar masyarakat
di berbagai daerah, negara terlebih benua mendapatkan informasi dengan cepat
melalui media massa contohnya, internet, majalah dan televisi. Budaya nasional suatu
negara dengan cepat menjadi budaya global dan industri yang dapat mempengaruhi
budaya nasional negara lain.
Saat ini, perkembangan maupun promosi industri pariwisata negara semakin
gencarnya dan meningkat tajam di tingkat lokal maupun secara nasional untuk
mendukung rencana pembangunan nasional. Perekonomian Indonesia kemungkinan
besar akan bergeser ke industri jasa nantinya, seperti industri kreatif dan pariwisata.
Sejak revolusi industri, pariwisata diharapkan menjadi industri global, Hal ini
berdampak pada peningkatan pendapatan yang cukup besar dan menunjang berbagai
kemudahan di berbagai belahan dunia dapat dengan mudah diakses. Indonesia tentu
memiliki kekayaan alam dan budaya yang luar biasa yang patut diapresiasi dan
dikunjungi oleh dunia internasional. Semakin hari semakin banyak pula objek wisata
di Indonesia yang telah menjadi tempat wisata di dalam dan luar negeri terlebih
kuliner yang ditawarkan dari setiap daerah destinasi wisata yang menjadi daya tarik.
Dalam masyarakat terdapat interaksi budaya yang berbeda, Penyebaran budaya
tidak terlepas dari keberadaan kekuasaan. Bentuk kekuatan yang paling dasar pada
dasarnya adalah pembentukan pemikiran manusia. Dengan pengaruhnya terhadap
pemikiran manusia maka akan menentukan cara berperilaku manusia. Tomlinson
percaya bahwa budaya pada dasarnya adalah komponen globalisasi. Dalam hal ini
budaya diartikan sebagai konstruksi sosial, digambarkan sebagai representasi dari
kehidupan pribadi dan kolektif, pengalaman hidup dan lingkungan. Hubungan budaya
dan globalisasi merupakan hasil interkoneksi globalisasi, bagaimana kita bisa
mengglobalisasikan perilaku budaya lokal.
Hal tersebut sejalan dengan pandangan yang disampaikan oleh Anthony Gidden
(2011) gaya hidup masyarakat yang semakin mengglobal, semakin kuat pula
ketergantungan mereka pada nilai-nilai yang lebih dalam seperti budaya, seni, agama,
adat istiadat dan sebagainya. Begitu pula dari perspektif lokal, Saat dunia menjadi
lebih homogen, maka kita akan semakin menghargai tradisi dari dalam. Tanpa
disadari, nilai strategis budaya lokal telah memacu potensi daerah untuk
mengembangkan pariwisata di Indonesia, termasuk di bidang kuliner. Tetapi kita juga
harus melindungi kekayaan alam dan budaya, termasuk makanan tradisional yang kita
miliki, dan harus dilindungi dan perlu dijaga untuk menarik destinasi wisata domestik
dan mancanegara.
Penyebaran budaya terjadi lewat komunikasi antar budaya yang semakin luas
membuat budaya- budaya tertentu kemudian teruniversalkan bahkan diterapkan dalam
aspek kehidupan seperti dalam politik dan hukum. Manusia pada masa kini tiada
mungkin menghindar dari pengaruh globalisasi yang menimbulkan kekuatan yang
sangat signifikan dalam menciptakan dan mengembangkan identitas budaya.
Permasalahan dalam paper ini apa dan bagaimana pengaruh kuliner sebagai
pendukung industri pariwisata berbasis kearifan lokal, dan mengapa komunikasi
global dapat menjadi agen perubahan kuliner sebagai pendukung industri pariwisata.
Adapun tujuan penulisan paper ini agar dapat lebih memahami kuliner sebagai
pendukung industri pariwisata yang terus menerus mengalami proses perubahan dan
akan memengaruhi kualitas hidup manusia dalam globalisasi.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pemahaman Tentang Kuliner


Kuliner merupakan elemen budaya dari suatu bangsa yang sangat mudah
dikenali sebagai identitas suatu masyarakat. Kuliner merupakan salah satu unsur dari
budaya dan menunjukkan adanya hubungan sosial. Apa yang kita makan, dengan
siapa kita makan, dan bagaimana penyajian makanan menunjukkan peranan yang
penting dalam memaknai relasi sosial.
Makanan selain merupakan kebutuhan biologis agar manusia dapat bertahan
hidup, juga merupakan kebutuhan sosial dan budaya manusia dalam komunitas atau
masyarakat. Pilihan makanan untuk asupan makanan dibentuk oleh faktor-faktor
sosial dan budaya yang memberi makna simbolis pada makanan. Faktor-faktor budaya
merupakan bagian dari pengalaman manusia yang selalu berkembang dan berubah.
Dalam hubungan ini, kuliner dapat dimaknai sebagai sumber kekuasaan dalam
heterogenitas hubungan lintas budaya. Hasil silang budaya terjadi dalam ‘dialog’ antar
kuliner dari bangsa-bangsa yang saling bertemu. Agen dari ‘dialog’ yang dominan
adalah media komunikasi yang saat ini makin terbuka dan merasuk dalam kehidupan
manusia di seluruh pelosok dunia. Melalui komunikasi global, kuliner berkembang
dengan membentuk banyak pilihan dengan memperluas inovasi gastronomi,
memadukan multietnis makanan.
2.2 Industri pariwisata
Pengertian Industri Pariwisata menurut Undang-undang Pariwisata Nomer 10
tahun 2009, adalah organisasi usaha pariwisata yang saling terkait dalam rangka
menghasikan barang atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam
penyelenggaraan wisata. Definisi lain tentang Industri Pariwisata adalah merupakan
kumpulan berbagai macam bidang usaha yang secara bersama-sama menghasilkan
produk-produk maupun jasa atau pelayanan yang nantinya baik langsung maupun
tidak langsung akan dibutuhkan oleh wisatawan. Sedangkan industri pariwisata yang
berbasis kearifan lokal adalah bidang usaha yang secara bersama-sama menghasilkan
produk maupun jasa pelayanan yang dibutuhkan oleh wisatawan yang menjadikan
unsur budaya dan kearifan lokal sebagai daya tarik wisata termasuk kulinernya.
Tujuan industri pariwisata yang pertama adalah Meningkatkan ekonomi
masyarakat sekitar lokasi wisata dan secara makro akan meningkatkan dan
menumbuhkan perekonomian nasional. Kedua, mendorong tumbuhnya investasi
dibidang industry pariwisata antara lain pembangunan lokasi / daerah wisata,
pembangunan hotel, pengadaan transportasi, pembangunan infra struktur berupa jalan,
fasilitas umum, rumah makan, kedai, lapak dan sebagainya.
2.3 Kuliner sebagai pendukung industri pariwisata dalam globalisasi
Setiap bangsa memiliki budaya kuliner yang berbeda yang merupakan karakter
nasional yang kuat dan keragaman wujudnya. Perbedaan dalam budaya kuliner juga
memunculkan adanya komunikasi lintas budaya. Sebagai contoh dalam memahami
perbedaan kuliner China dan kuliner Eropa menghasilkan konotasi budaya yang
menelisik warisan budaya dan memancarkan perubahan budaya secara
complementary and compatible. Pemikiran postmodern memengaruhi perkembangan
kuliner dalam globalisasi. Dalam karya Jean François Lyotard “The Postmodern
Condition,” terdapat
penegasan bahwa pengetahuan dan kebenaran tidak pasti dan bisa diubah. Hal
ini nyata nampak terjadinya pengaruh pada perubahan kuliner secara global, terutama
dengan dipicu perkembangan teknologi informasi. Budaya postmodern merasuk yang
mempertanyakan dunia, mempertimbangkan kebenaran dan realitas yang relatif dan
tidak tetap, serta menolak adanya pembatasan.
Keterkaitan antara budaya dan globalisasi, diperjelas dalam pemikiran Douglass
Kellner dalam “Globalization and the Postmodern Turn” dengan ulasan bahwa dalam
globalisasi terjadi pengikisan budaya dan tradisi lokal melalui budaya global.
Selanjutnya Kellner menyatakan bahwa selain pengembangan ekonomi pasar global
baru dan sistem pergeseran negara-bangsa, kebangkitan budaya global. Globalisasi
melibatkan penyebaran teknologi baru yang memiliki dampak luar biasa pada
ekonomi, pemerintahan, masyarakat, budaya, dan kehidupan sehari-hari. Kuliner
dalam globalisasi mudah ditelusuri dari kolonialisme pada masa lalu, karena secara
historis banyak makanan dan praktek makan telah dipertukarkan dalam pemerintahan
kolonial (Kellner, 2004: 23-24). Makanan merupakan ranah budaya dalam kehidupan
sehari-hari yang telah sangat dipengaruhi oleh globalisasi. Makanan menghubungkan
manusia, dan mungkin semua makhluk hidup, oleh kebutuhan umum untuk itu semua.
Dengan penyebaran dan pertukaran makanan, masing-masing pihak dan budaya
diletakkan dalam kontak dengan yang lain, dan saling memengaruhi.
2.4 Kuliner Sebagai Pendukung Industri Pariwisata Berbasis Kearifan Lokal
Industri wisata di Indonesia masih terlihat kental budaya dan kearifan lokal yang
dilestarikan oleh masyarakat setempat, jika kita cermati dari jasa layanan makanan
dan minuman yang pada umumnya menyuguhkan hidangan khas daerah setempat,
seperti lontong sate, pecel, soto, rujak cingur, tahu kupat, bakso, nasi rawon, dan
kuliner khas daerah lainnya. Jika kita cermati nilai-nilai lokal mampu menginspirasi
tumbuhnya kearifan lokal untuk mengembangkan potensi lokalitas dalam
pengembangan pariwisata. Ide tersebut dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa
pembangunan daya tarik wisata didasarkan pada pembangunan masyarakat dan
budaya setempat. Dalam masalah kuliner juga terlihat budaya masyarakat setempat
masih kental. Makanan yang dijajakan tidak terlepas dari makanan yang ada di daerah
masing-masing meskipun sudah terlihat adanya inovasi dan cita rasa serta
penyajiannya yang kekinian atau modern sehingga menarik selera wisatawan. Myra
(2003) mengatakan bahwa dalam mengembangkan seni kuliner harus tetap
diusahakan untuk mempertahankan keaslian dan keunikan yang dipunyai dari masing-
masing daerah, baik dari cara memasak, cara menghidangkan maupun perangkat
sajinya.
Kuliner Indonesia pun tidak luput dari pengaruh komunikasi lintas budaya
tersebut. Kuliner Indonesia memiliki spektrum yang sangat luas, dengan bentangan
kepulauan Nusantara dan memiliki lokasi strategis untuk terwujudnya dialog antar
bangsa, dan yang terpenting memiliki kekayaan hayati yang dapat ditrasformasikan
menjadi bahan makanan. Kuliner Indonesia perlahan mulai mendunia karena memiliki
Cita rasa yang beragam dan unik. Penyajian secara tradisional dengan menggunakan
daun pisang, janur (daun kelapa yang masih kucup), dan daun pandan menarik
perhatian banyak kalangan dari mancanegara.
Dampak dari adanya kekuasaan di balik komunikasi, memacu perubahan dalam
kuliner Indonesia. Misalnya, gado-gado diberi penambahan sayuran seperti romaine
lettuce dan daun basil agar lebih wangi dan bergaya Barat. Hidangan tradisional
Indonesia disajikan dalam sederet hidangan yang dikenal sebagai rijstafel. Hal ini
merupakan ‘fusion’, sehingga makanan tradisional Indonesia akan semakin kaya
variasi, dan mengarah pada modernisasi. Kuliner di Indonesia mulai bergeser
mengikuti perkembangan budaya dalam globalisasi.

BAB III
PENUTUP

3.1 Evaluasi dan kesimpulan


Perkembangan dunia wisata saat ini membuka peluang bagi berkembangnya
industry pariwisata bidang kuliner di daerah destinasi wisata, baik skala kecil,
menengah maupun skala besar (internasional). Termasuk pada konstruksi sosial
terhadap kuliner Indonesia sebagai pendukung industri wisata. Hal ini semakin jelas
percepatan prosesnya dengan adanya keterbukaan media massa yang dipacu kemajuan
teknologi informasi, dan adanya unsur kekuasaan di dalamnya dan dengan adanya
industri pariwisata yang berbasis pada kearifan lokal dapat Meningkatkan ekonomi
masyarakat disekitarnya, pendapatan nasional meningkat, Berkembangnya industri
makanan jajanan sebagai buah tangan para wisatawan yang bisa mengangkat citra
pariwisata di Indonesia dan terkhususnya dapat melestarikan budaya Indonesia dari
zaman ke zaman.

DAFTAR PUSTAKA

Anita Trisiana, D. A. K. E. W. & (2019) ‘Pentingnya Komunikasi Sosial Budaya Di Era


Globalisasi Dalam Perspektif Nilai Pancasila’, Jurnal Global Citizen : Jurnal Ilmiah
Kajian Pendidikan Kewarganegaraan, 6(2). doi: 10.33061/glcz.v6i2.2551.
Ardian, H. Y. (2017) ‘Komunikasi Dalam Perspektif Imperialisme Kebudayaan’, Perspektif
Komunikasi UMJ, 1(1), p. 5.
Myra. P. Gunawan. 2003. Seni Kuliner dan Perangkat Saji Makanan Khas Nusantara. Deputi
Bidang Pengembangan Produk dan Usaha Pariwisata Kementerian Kebudayaan dan
Pariwisata
Rumyeni (2012) ‘GLOBALISASI DAN PERIKLANAN: PENAMPILAN BUDAYA ASING
DALAM IKLAN INDONESIA’, 1(2004), pp. 36–42.
Shindy, M. (2017) ‘KOMUNIKASI ORGANISASI SEKOLAH Studi Kasus : UPT SMP 20
Mei Kota Depok’, desain, 5, pp. 28–25.

Anda mungkin juga menyukai