Oleh :
Kelompok 7
Riska Ari Santi
131710101043
Sulihati Jannah
131710101052
Dessy Eka K
131710101089
Arief Fahmi U
131910201047
Rizman Pebrian
131910201033
UPT BSMKU
UNIVERSITAS JEMBER
2015
BAB 1. PENDAHULUAN
kepercayaan,
kesenian,
moral,
hukum,
adat-istiadat,
dan
kemampuan lain, serta kebiasaan yang di dapat oleh manusia sebagai anggota
masyarakat (Ranjabar, 2006).
Goodenough (dalam Kalangie, 1994) mengemukakan, bahwa kebudayaan
adalah suatu sistem kognitif, yaitu suatu sistem yang terdiri dari pengetahuan,
kepercayaan, dan nilai yang berada dalam pikiran anggota-anggota individual
masyarakat. Dengan kata lain, kebudayaan berada dalam tatanan kenyataan yang
ideasional. Atau, kebudayaan merupakan perlengkapan mental yang oleh
anggotaanggota masyarakat dipergunakan dalam proses orientasi, transaksi,
pertemuan, perumusan, gagasan, penggolongan, dan penafsiran perilaku sosial
nyata dalam masyarakat mereka.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh
sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya
terbentuk dari sistem yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat,
bahasa, perkakas, pakaian, bangunan dan karya seni. Budaya adalah suatu pola
hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak dan luas. Banyak aspek
budaya turut menentukan perilaku komunikatif.
Budaya merupakan tradisi yang ada secara turun temurun. Dan dapat pula
menjadi cerita yang bisa diwariskan kepada anak-cucu. Adat jawa sarat dengan
simbolis. Dari jajan sampai upacara adat mempunya arti simbolis yang merupakan
pengharapan , doa, dan rasa sukur. Orang jawa mempunya tradisi saling berbagi
dan saling membantu satu sama lain.
Pada dasarnya di Jawa Timur kebanyakan adanya budaya hanya secara lisan,
tidak tercatat, dan hanya mengandalkan ingatan. Budaya lisan memang tidak perlu
dikikis. Karena komunikasi lisan masih diperlukan di saat komunikasi tertulis di
situasi dan kondisi tertentu tidak diperlukan atau tidak bisa dilakukan. Tapi
dominasi budaya lisan bisa berdampak kualitas dan kuantitas transfer budaya akan
menyusut karena ia tidak tercatat melainkan lebih bersandar pada ingatan.
Sementara akurasi dan kelengkapan patut diragukan. Akurasi baik kuantitas
ataupun kualitas, utuh dan tidaknya khazanah budaya yang dipunyai dan transfer
budaya, banyak dibantu oleh dokumentasi. Dalam keadaan beginilah maka
masalah dokumentasi peran penting dokumentasi menjadi mencuat.
Berbekal dari word of mouth kisah seputar jajan dan catatan resep yang ada,
terdapat hubungan menarik dengan ritual tertentu. Tidak ada penjelasan yang
lengkap sejarah kuliner tersebut, tetapi kisah yang menyelimutinya masih terbawa
dalam nuansa kehidupan sehari-hari bahkan sampai sekarang. Tidak sekedar
membuat jajanan lalu menghidangkannya. Sehingga jajanan tradisional khusus
dibuat jika ada kejadian khusus pula. Disebut warisan karena jajan ini ada dan
dibuat secara terus menerus dari generasi ke generasi. Pengolahan lebih banyak
mengandalkan hasil bumi dan murni dari tanah air sendiri. Disebut jajan pasar,
makanan ini tidak termasuk sebagai makanan pokok tapi melengkapinya.
Meskipun begitu maknanya tersebut sangat berarti dalam kejadian dan momen
kehidupan seseorang atau sebuah keluarga.
Tjetjep Rohendi mengungkapkan tentang perspektif antropologi dalam
memandang budaya makan, tertulis dalam paparan Kemasan Tradisional
Makanan Sunda Bahasan dalam Perspektif Antropologi Budaya, 2001:
Dalam perspektif antropologi, khususnya budaya, makanan bukanlah sesuatu
yang dipandang semata-mata berhubungan dengan aspek fisiologis dan biologis
manusia melainkan secara menyeluruh terserap dalam suatu sistem budaya
suatu manifestasi dan pancaran rasa keindahan, pemikiran, kesenangan yang lahir
dalam diri sesorang untuk menghasilkan suatu aktiviti.
Wujud dari lahirnya suatu karya seni adalah hasil dari ide-ide para seniman
yang berlandaskan daya imajinasi, pengetahuan, pendidikan dan inspirasi serta
tenaga seniman itu sendiri. Karya seni dapat dituangkan dalam bentuk garis,
warna, gerak, bunyi, kata-kata, bahasa dan rupa bentuk yang bersifat kreatif dan
imajinatif dari suatu kemahiran.
Seni juga merupakan segi batin masyarakat yang juga berfungsi sebagai
jembatan penghubung antar kebudayaan yang beraneka ragam. Karya seni selalu
bersifata sosial karena kehadirannya menggambarkan masyarakat yang berjiwa
kreatif, dinamis dan agung. Memahami seni suatu masyarakat yang bersangkutan
dalam momen yang paling dalam dan kreatif.
2.3 Pangan Lokal (Jajanan Pasar)
Pangan lokal merupakan produk pangan yang telah lama diproduksi,
berkembang dan dikonsumsi di suatu daerah atau suatu kelompok masyarakat
lokal tertentu. Umumnya produk pangan lokal diolah dari bahan baku lokal,
teknologi lokal, dan pengetahuan lokal pula. Di samping itu, produk pangan lokal
biasanya dikembangkan sesuai dengan preferensi konsumen lokal pula. Sehingga
produk pangan lokal ini berkaitan erat dengan budaya lokal setempat. Karena itu,
produk ini sering kali menggunakan nama daerah, seperti gudek jogja, dodol
garut, jenang kudus, beras cianjur, dan sebagainya (Hariyadi, 2010).
Aneka ragam pangan lokal tersebut berpotensi sebagai bahan alternatif
pengganti beras. Sebagai contoh, di Papua ada beberapa bahan pangan lokal
setempat yang telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat setempat sebagai bahan
baku pengganti beras, seperti ubi jalar, talas, sagu, gembili, dan jawawut. Produk
pangan lokal tersebut telah beradaptasi dengan baik dan dikonsumsi masyarakat
Papua secara turun temurun (Rauf Wahid dan Sri Lestari, 2009). Selain di Papua,
beberapa pangan lokal yang telah dimanfaatkan oleh masyarakatnya sebagai
bahan pengganti beras adalah jagung di Madura dan Gorontalo.
Di sisi lain, pangan lokal atau pangan tradisional dapat berperan sebagai
survival strategi bagi masyarakat golongan ekonomi lemah dalam sistem
Kehadiran makanan cepat saji dalam industri makanan di Indonesia juga bisa
mempengaruhi pola makan kaum remaja di kota. Khususnya bagi remaja tingkat
menengah ke atas, restoran makanan cepat saji merupakan tempat yang tepat
untuk bersantai. Makanan di restoran fast food ditawarkan dengan harga
terjangkau sesuai kantong mereka, servisnya cepat dan jenis makanannya
memenuhi selera (Khomsan, 2004).
Makanan cepat saji mempunyai kelebihan yaitu penyajian cepat sehingga
hemat waktu dan dapat dihidangkan kapan dan dimana saja, tempat saji dan
penyajian yang hieginies.
BAB 3. PEMBAHASAN
3.1 Perkembangan Ipteks
Perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan seni bergerak sangat cepat,
sehingga perlu ditanggapi dan dipersiapkan dalam menghadapinya sesuai dengan
kebutuhan pembangunan. Dalam menghadapi IPTEKS masyarakat Indonesia
harus memiliki kemampuan untuk beradaptasi dan memanfaatkannya.
Dalam menghadapi era teknologi modern dan industrialisasi, maka dituntut
adanya keahlian untuk menggunakan, mengelola dan senantiasa menyesuaikan
dengan teknologi-teknologi dan ilmu pengetahuan yang baru. Selain itu sikap
mental dan nilai hidup yang harus mengarah terhadap nilai tersebut. Dalam
menghadapi perkembangan makanan cepat saji dengan perkembangan Ipteks yang
sangat pesat.
3.2 Perkembangan Pangan Lokal
Perkembangan Globalisasi juga berpengaruh pada aspek makanan. Yang
dulunya makanan dibuat dengan cara sederhana, seperti membuat tempe, tahu,
tape. Saat makanan dapat dibuat dengan cepat. Hal ini membuat makanan yang
selama ini kita konsumsi semakin langka dan membuat makanan yang baru
kembali beranjak semakin luas yaitu makanan cepat saji atau yang disebut fast
food.
Masyarakat
Indonesia
yang
ada
di
kota-kota
besar
banyak
yang
mengkonsumsi makanan cepat saji yang sebenarmya berasal dari negara lain
seperti ayam goreng (Mc Donald), pizza, spaghetti dan hamburger dari pada
makanan tradisional yang sudah jarang terlihat contohnya, kue cucur, kue putu,
lontong sayur, ketupat sayur dan masih banyak lagi. Mereka lebih bangga atau
menyukai makanan tersebut daripada makanan khas Indonesia seperti nasi gudeg,
nasi gandul, nasi pecel dan lain-lain.
sebagai
tempat
untuk
BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Pertumbuhan industri restoran cepat saji di Indonesia menunjukkan
perkembangan yang relatif pesat, sehingga mengakibatkan konsumsi
makanan cepat saji semakin lama semakin meningkat.
2. Perkembangan pangan lokal di era global sekarang ini memiliki daya saing
yang tinggi. Untuk itu, usaha pengembangan produk pangan lokal mutlak
diperlukan. Untuk dapat menjadikan produk pangan lokal berdaya saing
tinggi harus ditunjang oleh inovasi teknologi yang berkaitan dengan aspek
pengukuran (metrologi) yang diperlukan dalam standarisasi produk yang
dibuat.
3. Hasil kuesioner didapatkan hasil bahwa 80% mahasiswa teknik lebih
menyukai makanan cepat saji. Umumnya, mereka menganggap bahwa
makanan cepat saji lebih praktis. Selain itu, banyak dari mereka yang tidak
mengetahui arti pangan lokal atau jajanan pasar. Dengan adanya hal
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa adanya ipteks dapat dijadikan
sebagai tergesernya pangan lokal.
4.2 Saran
Lebih banyak melakukan penelitian lagi tentang makanan atau jajanan
pasar yang merupakan bagian dari budaya.
DAFTAR PUSTAKA
Bertram. 1975. Fast Food Operation. London: Great Britian By Chapel Rives,
Press.
Hariyadi, P. 2010. Mewujudkan Keamanan Pangan Produk-Produk Unggulan
Daerah.
Kalangie, N. S. 1994. Kebudayaan dan Kesehatan (Pengembangan Pelayanan
Kesehatan Primer melalui Pendekatan Sosial Budaya). Jakarta : PT Kesaint
Blanc Indah Corp.
Khomsan, Ali. 2004. Peranana Pangan Dan Gizi Untuk Kualitas Hidup. Jakarta:
Gramedia Widiasarana.
Notoatmodjo, S. 2005. Prmosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Popper, K. R. 1959. The Logic Scientific Discovery. New York: Basic Books.
Puji lestari, A. S., Maksum, M., Widodo, K. H. 2007. Peran Makanan Tradisional
Berbahan Bahan Baku Ubi Kayu Terhadap Sistem Ketahanan Pangan Di
Tinjau Dari Perspektif Ekonomi Rumah Tangga.
Purnadi, R. 2009. Cepat Saji Eksis di Ibukota. www.swg.co.id. 5 oktober.
Ranjabar, Jacobus. 2006. Sistem Sosial Budaya Indonesia. Bogor: Ghalia
Indonesia.
Rauf, A. Wahid dan Martina Sri Lestari. 2009. Pemanfaatan Komoditas Pangan
Lokal Sebagai Sumber Pangan Alternatif Di Papua. Papua: Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Papua.
LAMPIRAN
Lembar Kerja Mahasiswa 1
Hari, tanggal : Selasa, 10 Maret 2015
Tema
Judul
Pokok Bahasan
Diskusi kelompok
Judul
Pokok Bahasan
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
a. Definisi Makanan Cepat Saji
b. Definisi Pangan Lokal
c. Tingginya makanan cepat saji
d. Turunnya pangan lokal
e. Tujuan
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana Makanan Cepat Saji yang berkembang di Indonesia?
b. Bagaiamana perkembangan pangan lokal di Indonesia?
c. Bagaimana pengaruh makanan cepat saji terhadap minat masyarakat untuk
mengkonsumsi pangan lokal?
1.3 Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui perkembangan makanan cepat saji di Indonesia
b. Untuk mengetahui perkembangan pangan lokal di Indonesia
c. Untuk mengetahui pengaruh makanan cepat saji terhadap minat
masyarakat untuk mengkonsumsi pangan lokal
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Makanan Cepat Saji
1. Pembuatan Kuisioner
Contoh kuisioner
Nama
Usia
:
:
:
Judul
Pokok Bahasan
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
a. Definisi Makanan Cepat Saji
b. Definisi Pangan Lokal
c. Tingginya makanan cepat saji
d. Turunnya pangan lokal
e. Tujuan
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana Makanan Cepat Saji yang berkembang?
b. Bagaiamana perkembangan pangan lokal?
c. Bagaimana pengaruh makanan cepat saji terhadap minat masyarakat untuk
mengkonsumsi pangan lokal?
1.3 Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui perkembangan makanan cepat saji
b. Untuk mengetahui perkembangan pangan lokal
c. Untuk mengetahui pengaruh makanan cepat saji terhadap minat
masyarakat untuk mengkonsumsi pangan lokal
Ilmu Pengetahuan
2.2.2
Teknologi
2.2.3
Seni
Hari, tanggal
KUISIONER
Nama:
Kelas:
Fakultas:
1. Apakah anda mengetahui pangan lokal?
Ya
Tidak
2. Jika iya, apakah yang anda ketahui seputar pangan lokal? Jelaskan!
3. Produk pangan lokal apa yang masih bertahan di Jember? Sebutkan!
4. Seiring
berkembangnya
IPTEKS,
apakah
ada
pengaruh
terhadap
Ya
Tidak
5. Lebih menyukai makanan cepat saji (fast food) atau pangan lokal? Berikan
alasan!
Ya
Tidak