Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH ILMU SOSIAL BUDAYA

DASAR (ISBD)
09APR2015 Tinggalkan komentar
by meliati Midwife in Tak Berkategori
TUGAS MAKALAH
ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR
DOSEN PENGAMPU : SOEPRI TJAHJONO,S.pd,M.pd
Disusun Oleh :
Nama : Meliati
NIM : 14150055
Prodi : D3 Kebidanan
Kelas : A.11.2
Universitas Respati Yogyakarta
Fakultas Ilmu Kesehatan
Tahun ajaran 2014/2015
BAB I
PEMBAHASAN
1.1 Perkembangan Nilai Budaya
Seperti yang kita ketahui, perkembangan nilai budaya indonesia selalu saja naik dan turun.
Pada awalnya, indonesia sangat banyak mempunyai peninggalan budaya dari nenek moyang
kita terdahulu, hal seperti itulah yang harus dibanggakan oleh penduduk indonesia sendiri,
tetapi sekarang-sekarang ini budaya indonesia agak menurun dari sosialisasi penduduk kini
telah banyak yang melupakan apa itu budaya Indonesia. Semakin majunya arus globalisasi rasa
cinta terhadap budaya semakin berkurang, dan ini sangat berdampak tidak baik bagi
masyarakat asli Indonesia. Ini terjadi karena adanya proses perubahan sosial seperti Akulturasi
dan Asimilasi.
Akulturasi adalah proses masuknya kebudayaan baru yang secara lambat laun dapat diterima
dan diolah dengan kebudayaan sendiri, tanpa menghilangkan kebudayaan yang ada. Asimilasi
adalah proses masuknya kebudayaan baru yang berbeda setelah mereka bergaul secara intensif,
sehingga sifat khas dari unsur-unsur kebudayaan itu masing-masing berubah menjadi unsur-
unsur kebudayaan campuran.
Perkembangan kebudayaan Indonesia saat ini banyak didominasi dengan budaya-budaya asing
yang dinilai lebih praktis dibandingkan dengan kebudayaan lokal.
Berikut Faktor-faktor Pendorong Hilangnya Budaya Indonesia:
Masuknya Budaya Asing
Budaya asing saat ini banyak mewarnai budaya Indonesia, masuknya budaya asing dinilai
sebagai salah satu penyebabnya. Contohnya adalah sebagai berikut:
1.Cara Berpakaian
Sekarang ini masyarakat Indonesia lebih menyukai berpakaian yang lebih terbuka seperti
bangsa barat yang sebenarnya tidak sesuai dengan adat ketimuran bangsa Indonesia yang
dianggap berpakaian lebih sopan dan tertutup.
2. Alat Musik
Perkembangan alat musik saat ini juga dibanjiri dengan masuknya budaya asing, kita dapat
mengambil contoh dari kebudayaan asli betawi di Jakarta, pada saat ini sudah tidak ada lagi
terdengar alat musik Tanjidor musik khas dari tanah Betawi, saat ini yang sering kita dengar
adalah alat-alat musik modern yang biasanya menggunakan tenaga listrik.
3. Permainan Tradisional
Bahkan masuknya budaya asing juga mempengaruhi permainan tradisional, seperti permainan
gangsing atau mobil-mobilan yang terbuat dari kayu, pada saat ini sudah jarang kita temukan,
yang saat ini kita temukan adalah produk-produk permainan yang berasal dari Cina, seperti
mainan mobil remote control yang berbahan baku besi atau plastik.
Serta berbagai macam yang lainnya seperti tarian, rumah adat, makanan, adat-istiadat dan
kesenian atau hiburan telah didominasi budaya asing.
Kurangnya Kesadaran
Bangsa Indonesia harus memiliki jati diri dengan cara mempertahankan nilai-nilai budaya, saat
ini masyarakat kita tidak peduli budaya yang masuk itu dapat merusak atau tidak, namun pada
kenyataannya masyarakat sekarang lebih senang menerima budaya asing dibandingkan
melestarikan budaya lokal atau tradisional, yang sebenarnya dapat mengakibatkan hilangnya
budaya Indonesia.
Kemajuan Teknologi dan Peralatan Hidup
Kemajuan teknologi juga sebagai pendorong hilangnya budaya Indonesia, contohnya adalah
pada saat ini banyak seseorang yang dituntut untuk dapat bekerja secara cepat dan efisien,
maka seseorang akan lebih memilih teknologi yang lebih maju untuk mendukung pekerjaannya
dibandingkan dengan peralatan tradisional yang labih lambat.Penerapan teknologi maju yang
mahal biayanya cenderung bersifat exploitative dan expansif dalam pelaksanaannya. Untuk
mengejar keuntungan materi seoptimal mungkin, mesin-mesin berat yang mahal harganya dan
biaya perawatannya, mendorong pengusaha untuk menggunakannya secara intensif tanpa
mengenal waktu. Pembabatan hutan secara besar-besaran tanpa mengenal waktu siang dan
malam, demikian juga mesin pabrik harus bekerja terus menerus dan mengolah bahan mentah
menjadi barang jadi yang siap di lempar ke pasar. Pemenuhan bahan mentah yang diperlukan
telah menimbulkan tekanan pada lingkungan yang pada gilirannya mengancam kehidupan
penduduk yang dilahirkan, dibesarkan dan mengembangkan kehidupan di lingkungan yang di
explotasi secara besar-besaran.Di samping itu penerapan teknologi maju juga cenderung tidak
mengenal batas lingkungan geografik, sosial dan kebudayaan maupun politik. Di mana ada
sumber daya alam yang diperlukan untuk memperlancar kegiatan industri yang ditopang
dengan peralatan modern, kesana pula mesin-mesin modern didatangkan dan digunakan tanpa
memperhatikan kearifan lingkungan (ecological wisdom) penduduk setempat.Ketimpangan
sosial-budaya antar penduduk pedesaan dan perkotaan ini pada gilirannya juga menjadi salah
satu pemicu perkembangan norma-norma sosial dan nilai-nilai budaya yang befungsi sebagai
pedoman dan kerangka acuan penduduk perdesaan yang harus nmampu memperluas jaringan
sosial secara menguntungkan. Apa yang seringkali dilupakan orang adalah lumpuhnya pranata
sosial lama sehingga penduduk seolah-olah kehilangan pedoman dalam melakukan kegiatan.
Kalaupun pranata sosial itu masih ada, namun tidak berfungsi lagi dalam menata kehidupan
pendudduk sehari-hari. Seolah-olah terah terjadi kelumpuhan sosial seperti kasus lumpur panas
Sidoarjo, pembalakan liar oleh orang kota, penyitaan kayu tebangan tanpa alas an hokum yang
jelas, penguasaan lahan oleh mereka yang tidak berhak.
Hal tersebut tentu saja mempengaruhi perkembangan kebudayaan di Indonesia sehingga
muncullah beberapa dampak yang timbul akibat pengaruh-pengaruh yang ada akibat adanya
proses asimilasi dan akulturasi budaya.
Dampak- dampak yang timbul akibat proses tersebut adalah sebagai berikut:
1. Dampak negatif
Dapat menghilangkan kebudayaan asli Indonesia, serta dapat terjadi proses perubahan social
didaerah yang dapat mengakibatkan permusuhan antar suku sehingga rasa persatuan dan
kesatuan bangsa menjadi goyah.
Apabila budaya asing masuk ke Indonesia, dan tidak ada lagi kesadaran dari masyarakat untuk
mempertahankan dan melestarikannya, dipastikan lagi masyarakat Indonesia tidak akan dapat
lagi melihat kebudayaan Indonesia kedepan.
menimbulkan perubahan dalam gaya hidup, yang mengarah pada masyarakat yang konsumtif.
2. Dampak positif
Dengan adanya Kemajuan dalam bidang teknologi dan peralatan hidup masyarakat pada saat
ini dapat bekerja secara cepat dan efisien karena adanya peralatan yamg mendukungnya
sehingga dapat mengembangkan usahanya dengan lebih baik lagi.
peningkatan dalam ilmu pengetahuan yang menyebabkan masyarakat untuk lebih berpikir
kreatif agar dapat bersaing dalam dunia global.
1.2 Individu, Masyarakat dan Kebudayaan
Individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan dalam lingkungan sosial
saja, melainkan memiliki kepribadian dan pola tingkah laku yang khas.
Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang membentuk
sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara
individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat
adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah
komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah
masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu
komunitas yang teratur.
Kebudayaan yaitu sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem
ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari,
kebudayaan itu bersifat abstrak. Kata budaya atau kebudayaan itu sendiri berasal dari bahasa
Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal)
diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Aspek individu, keluarga, masyarakat dan kebudayaan adalah aspek-aspek sosial yang tidak bisa
dipisahkan. Keempatnya mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Tidak akan pernah ada
keluarga, masyarakat maupun kebudayaan apabila tidak ada individu. Sementara di pihak lain
untuk mengembangkan eksistensinya sebagai manusia, maka individu membutuhkan keluarga
dan masyarakat, yaitu media di mana individu dapat mengekspresikan aspek sosialnya. Di
samping itu, individu juga membutuhkan kebudayaan yakni wahana bagi individu untuk
mengembangkan dan mencapai potensinya sebagai manusia.
Lingkungan sosial yang pertama kali dijumpai individu dalam hidupnya adalah lingkungan
keluarga. Di dalam keluargalah individu mengembangkan kapasitas pribadinya. Di samping itu,
melalui keluarga pula individu bersentuhan dengan berbagai gejala sosial dalam rangka
mengembangkan kapasitasnya sebagai anggota keluarga. Sementara itu, masyarakat merupakan
lingkungan sosial individu yang lebih luas. Di dalam masyarakat, individu mengejewantahkan
apa-apa yang sudah dipelajari dari keluarganya. Mengenai hubungan antara individu dan
masyarakat ini, terdapat berbagai pendapat tentang mana yang lebih dominan. Pendapat-
pendapat tersebut diwakili oleh Spencer, Pareto, Ward, Comte, Durkheim, Summer, dan Weber.
Individu belum bisa dikatakan sebagai individu apabila dia belum dibudayakan. Artinya hanya
individu yang mampu mengembangkan potensinya sebagai individulah yang bisa disebut
individu. Untuk mengembangkan potensi kemanusiaannya ini atau untuk menjadi berbudaya
dibutuhkan media keluarga dan masyarakat.
Aspek individu, keluarga, masyarakat dan kebudayaan adalah aspek-aspek sosial yang tidak bisa
dipisahkan. Keempatnya mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Tidak akan pernah ada
keluarga, masyarakat maupun kebudayaan apabila tidak ada individu. Sementara di pihak lain
untuk mengembangkan eksistensinya sebagai manusia, maka individu membutuhkan keluarga
dan masyarakat, yaitu media di mana individu dapat mengekspresikan aspek sosialnya. Di
samping itu, individu juga membutuhkan kebudayaan yakni wahana bagi individu untuk
mengembangkan dan mencapai potensinya sebagai manusia.
Lingkungan sosial yang pertama kali dijumpai individu dalam hidupnya adalah lingkungan
keluarga. Di dalam keluargalah individu mengembangkan kapasitas pribadinya. Di samping itu,
melalui keluarga pula individu bersentuhan dengan berbagai gejala sosial dalam rangka
mengembangkan kapasitasnya sebagai anggota keluarga. Sementara itu, masyarakat merupakan
lingkungan sosial individu yang lebih luas. Di dalam masyarakat, individu mengejewantahkan
apa-apa yang sudah dipelajari dari keluarganya. Mengenai hubungan antara individu dan
masyarakat ini, terdapat berbagai pendapat tentang mana yang lebih dominan. Pendapat-
pendapat tersebut diwakili oleh Spencer, Pareto, Ward, Comte, Durkheim, Summer, dan Weber.
Individu belum bisa dikatakan sebagai individu apabila dia belum dibudayakan. Artinya hanya
individu yang mampu mengembangkan potensinya sebagai individulah yang bisa disebut
individu. Untuk mengembangkan potensi kemanusiaannya ini atau untuk menjadi berbudaya
dibutuhkan media keluarga dan masyarakat.
Apa yang menjadi kesepakatan bersama warga masyarakat adalah kebudayaan, yang antara lain
diartikan sebagai pola-pola kehidupan di dalam komunitas. Kebudayaan di sini dimengerti
sebagai fenomena yang dapat diamati yang wujud kebudayaannya adalah sebagai suatu sistem
sosial yang terdiri dari serangkaian tindakan yang berpola yang bertujuan untuk memenuhi
keperluan hidup. Serangkaian tindakan berpola atau kebudayaan dimiliki individu melalui
proses belajar yang terdiri dari proses internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi.
Keterkaitan anatara individu, masyarakat dan kebudayaan sangatlah erat dalam kehidupan
individu itu sendiri maupun orang banyak. Individu harus Bersosialisai
dalam masyarakat sehingga melestarikan kebudayaan dan menimbulkan kebudayaan baru yang
mencirikan budaya Bangsa Indonesia sendiri.
• Hubungan Individu Dengan Masyarakat
Hubungan individu dengan masyarakat terletak dalam sikap saling menjungjung hak dan
kewajiban manusia sebagai individu dan manusia sebagai makhluk sosial. Mana yang menjadi
hak individu dan hak masyarakat hendaknya diketahui dengan mendahulukan hak masyarakat
daripada hak individu. Gotong royong adalah hak masyarakat, sedangkan rekreasi dengan
keluarga, hiburan, shopping adalah hak individu yang semestinya lebih mengutamakan hak
masyarakat.
• Hubungan Masyarakat Dengan Kebudayaan
Masyarakat adalah kumpulan manusia yang hidup pada suatu daerah dan sudah menetap serta
mempunyai aturan-aturan untuk mengatur mereka demi kesejahteraan bersama.
Hubungan masyarakat dengan kebudayaan sangat erat. Kebudayaan tidak akan timbul tanpa
adanya masyarakat dan eksistensi masyarakat itu hanya dapat dimungkinkan oleh adanya
kebudayaan.
1.3 Konsep nilai, Sistem nilai dan Sistem sosial
a. Konsep nilai
Theodorson dalam Pelly (1994) mengemukakan bahwa nilai merupakan sesuatu yang abstrak,
yang dijadikan pedoman serta prinsip – prinsip umum dalam bertindak dan bertingkah laku.
Keterikatan orang atau kelompok terhadap nilai menurut Theodorson relatif sangat kuat dan
bahkan bersifat emosional. Oleh sebab itu, nilai dapat dilihat sebagai tujuan kehidupan manusia
itu sendiri.
Sedangkan yang dimaksud dengan nilai budaya itu sendiri sduah dirmuskan oleh beberapa ahli
seperti :
• Koentjaraningrat
Menurut Koentjaraningrat (1987:85) lain adalah nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi
yang hidup dalam alam fikiran sebahagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang
mereka anggap amat mulia. Sistem nilai yang ada dalam suatu masyarakat dijadikan orientasi
dan rujukan dalam bertindak. Oleh karena itu, nilai budaya yang dimiliki seseorang
mempengaruhinya dalam menentukan alternatif, cara-cara, alat-alat, dan tujuan-tujuan
pembuatan yang tersedia.
• Clyde Kluckhohn dlam Pelly
Clyde Kluckhohn dalam Pelly (1994) mendefinisikan nilai budaya sebagai konsepsi umum yang
terorganisasi, yang mempengaruhi perilaku yang berhubungan dengan alam, kedudukan
manusia dalam alam, hubungan orang dengan orang dan tentang hal – hal yang diingini dan
tidak diingini yang mungkin bertalian dengan hubungan orang dengan lingkungan dan sesama
manusia.
• Sumaatmadja dalam Marpaung
Sementara itu Sumaatmadja dalam Marpaung (2000) mengatakan bahwa pada perkembangan,
pengembangan, penerapan budaya dalam kehidupan, berkembang pula nilai – nilai yang
melekat di masyarakat yang mengatur keserasian, keselarasan, serta keseimbangan. Nilai
tersebut dikonsepsikan sebagai nilai budaya.
Selanjutnya, bertitik tolak dari pendapat diatas, maka dapat dikatakan bahwa setiap individu
dalam melaksanakan aktifitas vsosialnya selalu berdasarkan serta berpedoman kepada nilai –
nilai atau system nilai yang ada dan hidup dalam masyarakat itu sendiri. Artinya nilai – nilai itu
sangat banyak mempengaruhi tindakan dan perilaku manusia, baik secara individual, kelompok
atau masyarakat secara keseluruhan tentang baik buruk, benar salah, patut atau tidak patut
Suatu nilai apabila sudah membudaya didalam diri seseorang, maka nilai itu akan dijadikan
sebagai pedoman atau petunjuk di dalam bertingkahlaku. Hal ini dapat dilihat dalam kehidupan
sehari – hari, misalnya budaya gotong royong, budaya malas, dan lain – lain. Jadi, secara
universal, nilai itu merupakan pendorong bagi seseorang dalam mencapai tujuan tertentu.
Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai budaya adalah suatu bentuk konsepsi umum yang dijadikan
pedoman dan petunjuk di dalam bertingkah laku baik secara individual, kelompok atau
masyarakat secara keseluruhan tentang baik buruk, benar salah, patut atau tidak patut.
b. Sistem nilai
Tylor dalam Imran Manan (1989;19) mengemukakan moral termasuk bagian dari kebudayaan,
yaitu standar tentang baik dan buruk, benar dan salah, yang kesemuanya dalam konsep yang
lebih besar termasuk ke dalam ‘nilai’. Hal ini di lihat dari aspek penyampaian pendidikan yang
dikatakan bahwa pendidikan mencakup penyampaian pengetahuan, keterampilan, dan nilai-
nilai.
Kedudukan nilai dalam setiap kebudayaan sangatlah penting, maka pemahaman tentang sistem
nilai budaya dan orientasi nilai budaya sangat penting dalam konteks pemahaman perilaku
suatu masyarakat dan sistem pendidikan yang digunakan untuk menyampaikan sisitem perilaku
dan produk budaya yang dijiwai oleh sistem nilai masyarakat yang bersangkutan.
Clyde Kluckhohn mendefinisikan nilai sebagai sebuah konsepsi, eksplisit atau implisit, menjadi
ciri khusus seseorang atau sekelompok orang, mengenai hal-hal yang diinginkan yang
mempengaruhi pemilihan dari berbagai cara-cara, alat-alat, tujuan-tujuan perbuatan yang
tersedia. Orientasi nilai budaya adalah Konsepsi umum yang terorganisasi, yang mempengaruhi
perilaku yang berhubungan dengan alam, kedudukan manusia dalam alam, hubungan orang
dengan orang dan tentang hal-hal yang diingini dan tak diingini yang mungkin bertalian dengan
hubungan antar orang dengan lingkungan dan sesama manusia.
Sistem nilai budaya ini merupakan rangkaian dari konsep-konsep abstrak yang hidup dalam
masyarakat, mengenai apa yang dianggap penting dan berharga, tetapi juga mengenai apa yang
dianggap remeh dan tidak berharga dalam hidup. Sistem nilai budaya ini menjado pedoman
dan pendorong perilaku manusia dalam hidup yang memanifestasi kongkritnya terlihat dalam
tata kelakuan. Dari sistem nilai budaya termasuk norma dan sikap yang dalam bentuk abstrak
tercermin dalam cara berfikir dan dalam bentuk konkrit terlihat dalam bentuk pola perilaku
anggota-anggota suatu masyarakat.
Kluckhohn mengemukakan kerangka teori nilai nilai yang mencakup pilihan nilai yang dominan
yang mungkin dipakai oleh anggota-anggota suatu masyarakat dalam memecahkan 6 masalah
pokok kehidupan.
Ada beberapa pengertian tentang nilai, yaitu sebagai berikut:
• Nilai adalah sesuatu yang berharga, keyakinan yang dipegang sedemikian rupa oleh seseorang
sesuai denagn tututan hati nuraninya (pengertian secara umum)
• Nilai adalah seperangkat keyakinan dan sikap-sikap pribadi seseorang tentang kebenaran,
keindahan, dan penghargaan dari suatu pemikiran, objek atau prilaku yang berorientasi pada
tindakan dan pemberian arah serta makna pada kehidupan seseorang (simon,1973).
• Nilai adalah keyakinan seseorang tentang sesuatu yang berharga, kebenaran atau keinginan
mengenai ide-ide, objek, atau prilaku khusu (Znowski, 1974).
pancasila merupakan sumber utama nilai – nilai di Indonesia. Adapun nilai nilai yang
terkandung pada pancasila antara lain:
1. Nilai Ketuhanan
Nilai ketuhanan Yang Maha Esa artinya aanya pengakuan terhadap adanya tuhan sebagai
pencipta alam semesta. Dengan adanya ini bangsa Indonesia merupakan bangsa yang religious
bukan Negara Atheis . nilai ketuhanan juga memiliki arti adanya pengakuan dan kebebasan
memilih dan memeluk agama sesuai dengan keyakinannya masing masing serta tidak berlaku
diskriminatif terhadap kepercayaaan agama lain.
Namun pada faktanya , saat Pemilihan umum di Jakarta banyak sekali dijumpai ketidak
pahaman akan nilai ketuhanan. Mmisalnya adanya penyebaran isu SARA yang menyerang salah
satu calon pasangan gubernur. Mereka beranggapan pemimpin yang tidak seiman akan
memberikan mudharat daripada manfaat.Dengan cara tersebut pasangan cagub yang
menyerang tersebut agar mampu memenangkan pilkada Jakarta tersebut. Cara yang demikian
ini sangat bertentengan dengan nilai ketuhanan pancasila yang sangat menghargai
keberagaman agama. Semoga kita tidak seperti contoh diatas.
2. Nilai Kemanusiaan
Nilai kemanusiaan yang adill dan beradap memiliki arti bahwa setiap manusia meiliki kelebihan
dan kekuangan dari orang lain. Nilai ini mengajjarkan bagaimana kita bersikap dengan orang
lain, menjaga perasaan orang lain, dll.
Berbicara tentang nilai kemanusiaaan tentu tak lepas dari HAM atau hak asasi manusia yang
insyaAllah Akan Kami posting pada kesempatan berikutnya.
3. Nilai Persatuan
Nilai persatuan Indonesia mengandung makna usaha kearah bersatu dan kebullatan rakyat
membina rasa nasionalisme dalam Negara kesatuan republic Indonesia . persatuan juga
merupakan penghargaan terhadap keberagaman kebudayaan , sesuai semboyan “Bhineka
Tunggal Ika”.
Namun saat ini , nilai persatuan tersebut semakin berkurang. Yang paling teranyar adalah
bentrokan mahasiswa satu kampus di Makassar beberapa waktu lalu. Hanya karena masalah
sepele namun menggunakan otot bukan otak. Bahkan ada yang tak segan membunuh temannya
sendiri. Miris jika kita melihatnya. Seharusnya sebagai generasi muda kita bersatu untuk
berkarya dan menciptakan sesuatu yang berguna bagi masyarakat inndonesia, bukan malah
tawuran dan saling memmbunuh.
4. Nilai Kerakyatan
Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perrwakilan mengandung makna suatu pemerintahan dari,,oleh dan untuk rakyat. Nilai
kerakyatan ini sangat erat dengan proses demokrasi yang ada di Indonesia yang insyaAllah
Akan Kami terbitkan pada kesempatan yang akan datang.
5. Nilai Keadilan
Nilai keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia mengandung makna sebagai dasar sekaligus
tujuan yaitu tercapainya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur secara lahiriyah dan
batiniyah.
Namun kenyataannya di Indonesia sangat sulit sekali dijumpai sebuah keadilan. Misanya
pembangunan. Nampak jelas pembangunan hanya dipusatkan pada pulau jawa saja, namun
untuk daerah atau pulau lainnya jaarang sekali terjamah, lihat saja di Kalimantan. Jarag sekali
dijumpai jalan beraspal sehingga transportasi disana sangat sulit. Bandingkan dengan di jawa
yang sangat mudah untuk transportasi.
Nilai nilai tersebut bersifat abstrak dan normative , karena sifatnya itu maka isinya belum bias
dioperasionalkan. Agar mampu mengoperasionalkan nilai tersebut dijabarkan dalam suatu
undang undang dasar (UUD 1945) dan peraturan perundang undangan lainnya.
Nilai merupakan suatu ciri, yaitu sebagai berikut:
• Nilai-nilai membentuk dasar prilaku seseorang
• Nilai-nilai nyata dari seseorang diperlihatkan melalui pola prilaku yang konsisten.
• Nilai-nilai menjadi kontrol internal bagi prilaku seseorang.
• Nilai-nilai merupakan komponen intelektual dan emosional dari seseorang yang secara
intelektual diyakinkan tentang sutu nilai serta memegang teguh dan mempertahan kannya.
Nilai budaya adalah bagian dari budaya. Sedangkan, budaya merupakan sebuah, konsep lebih
luas dari pada sekedar nilai budaya. Untuk itu, sebelum membahas tentang nilai budaya ada
baiknya kita bahas terlebih dahulu konsep tentang budaya.
Budaya (kebudayaan / kultur) sering kali di artikan oleh beranekaragam arti atau makna.
Antara satu makna dengan makna yang lain dapat berbeda. Antara orang awam dan akademisi
pun dapat berbeda pendapat tentang arti budaya ini, bahkan di antara akademisi mempunyai
pandangan yang tidak sama. Kenyataanya budaya memang adalah sebuah konsep yang
bermakna serta beraneka ragam. Ada yang memaknainya secara luas dan ada pula yang
memaknainya secara sempit. Bagi mereka yang memaknai sempit/terbatas, budaya di artikan
hanya sekedar sebuah seni, candi, tari-tarian, kesusastraan, dan sebagainya. Padahal bagian
dari arti-arti seperti di sebutkan adalah bagian dari budaya.
c. Sistem sosial
Menurut Garna(1994),“sistem sosial adalah suatu perangkat peran sosial yang berinteraksi atau
kelompok sosial yang memiliki nilai-nilai, norma dan tujuan yang bersama”. Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa sistem sosial itu pada dasarnya ialah suatu sistem dari tindakan-
tindakan. Seperti yang diungkapkan oleh Parsons(1951), “Sistem sosial merupakan proses
interaksi di antara pelaku sosial”.
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam
masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan SISTEM SOSIAL.
Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan
kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan
adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati
dan didokumentasikan.
1.4 Moral, etika, norma, nilai dan akhlak
a. Moral
Kata moral berasal dari kata latin “mos”yang berarti kebiasaan. Moral berasal dari bahasa latin
yaitu Moralitas adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan
yang mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia
tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif dimata manusia lainnya. Sehingga moral adalah
hal yang mutlak yang harus dimiliki manusia. Moral secara umum adalah hal-hal yang
berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan
proses sosialisasi.
Antara etika dan moral memang memiliki kesamaan. Namun, ada pula berbedaannya, yakni
etika lebih banyak bersifat teori, sedangkan moral lebih banyak bersifat praktis. Menurut
pandangan ahli filsafat, etika memandang tingkah laku perbuatan manusia secara universal
(umum), sedangkan moral secara lokal. Moral menyatakan ukuran, etika menjelaskan ukuran
itu.
Namun demikian, dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan. Pertama,
kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbutan manusia baik atau buruk
menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan dalam pembicaran moral tolak ukur
yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di
masyarakat. Istilah moral senantiasa mengaku kepada baik buruknya perbuatan manusia
sebagai manusia. Inti pembicaraan tentang moral adalah menyangkut bidang kehidupan
manusia dinilai dari baik buruknya perbutaannya selaku manusia. Norma moral dijadikan
sebagai tolak ukur untuk menetapkan betul salahnya sikap dan tindakan manusia, baik
buruknya sebagai manusia.
Macam- macam moral
Moral keagamaan
Merupakan moral yang selalu berdasarkan pada ajaran agama Islam.
Moral sekuler
Merupakan moral yang tidak berdasarkan pada ajaran agama dan hanya bersifat duniawi
semata-mata.
b. Etika
Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa yunani, ethos yang berarti
watak kesusilaan ata adat. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, ilmu pengetahuan tentang
asas-asas akhlak (moral).
Selain akhlak kita juga lazim menggunakan istilah etika. Etika merupakan sinonim dari akhlak.
Kata ini berasal dari bahasa Yunani yakni ethos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan yang
dimaksud kebiasaan adalah kegiatan yang selalu dilakukan berulang-ulang sehingga mudah
untuk dilakukan seperti merokok yang menjadi kebiasaan bagi pecandu rokok. Sedangkan etika
menurut filasafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang
buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal
pikiran. Etika membahasa tentang tingkah laku manusia.
Ada orang berpendapat bahwa etika dan akhlak adalah sama. Persamaan memang ada karena
kedua-duanya membahas baik dan buruknya tingkah laku manusia. Tujuan etika dalam
pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh manusia disetiap waktu dan
tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan buruk sejauh yang dapat diketahui oleh akal
pikiran manusia. Akan tetapi dalam usaha mencapai tujuan itu, etika mengalami kesulitan,
karena pandangan masing-masing golongan dunia ini tentang baik dan buruk mempunyai
ukuran (kriteria) yang berlainan.
Apabila kita menlusuri lebih mendalam, maka kita dapat menemukan secara jelas persamaan
dan perbedaan etika dan akhlak. Persamaan diantara keduanya adalah terletak pada objek yang
akan dikaji, dimana kedua-duanya sama-sama membahas tentang baik buruknya tingkah laku
dan perbuatan manusia. Sedangkan perbedaannya sumber norma, dimana akhlak mempunyai
basis atau landasan kepada norma agama yang bersumber dari hadist dan al Quran.
Para ahli dapat segera mengetahui bahwa etika berhubungan dengan empat hal sebagai berikut.
Pertama, dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas perbutaan yang
dilakukan oleh manusia.
Kedua, dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran dan filsafat. Sebagai hasil
pemikiran maka etika tidak bersifat mutla, absolut dan tidak pula universal.
Ketiga, dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap
terhadap suatu perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, terhina dsb.
Keempat, dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relatif yakni dapat berubah-rubah sesuai
tuntutan zaman.
Dengan ciri-ciri yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatakan
baik atau buruk. Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan
oleh akal manusia.
c. Norma
Pengertian norma adalah tolok ukur/alat untuk mengukur benar salahnya suatu sikap dan
tindakan manusia. Normal juga bisa diartikan sebagai aturan yang berisi rambu-rambu yang
menggambarkan ukuran tertentu, yang di dalamnya terkandung nilai benar/salah. Norma yang
berlaku dimasyarakat Indonesia ada lima, yaitu (1) norma agama, (2) norma susila, (3) norma
kesopanan, (4) norma kebiasan, dan (5) norma hukum, disamping adanya norma-norma
lainnya. Pelanggaran norma biasanya mendapatkan sanksi, tetapi bukan berupa hukuman di
pengadilan. Menurut anda apa sanksi dari pelanggaran norma agama? Sanksi dari agama
ditentukan oleh Tuhan. Oleh karena itu, hukumannya berupa siksaan di akhirat, atau di dunia
atas kehendak Tuhan. Sanksi pelanggaran/ penyimpangan norma kesusilaan adalah moral yang
biasanya berupa gunjingan dari lingkungannya. Penyimpangan norma kesopanan dan norma
kebiasaan, seperti sopan santun dan etika yang berlaku di lingkungannya, juga mendapat sanksi
moral dari masyarakat, misalnya berupa gunjingan atau cemooh. Begitu pula norma hukum,
biasanya berupa aturan-aturan atau undang-undang yang berlaku di masyarakat dan disepakati
bersama. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa norma adalah petunjuk hidup
bagi warga yang ada dalam masyarakat, karena norma tersebut mengandung sanksi. Siapa saja,
baik individu maupun kelompok, yang melanggar norma dapat hukuman yang berwujud sanksi,
seperti sanksi agama dari Tuhan dan dapartemen agama, sanksi akibat pelanmggaran susila,
kesopanan, hukum, maupun kebiasaan yang berupa sanksi moral dari masyarakat.
d. Nilai
Pengertian nilai, menurut Djahiri (1999), adalah harga, makna, isi dan pesan, semangat, atau
jiwa yang tersurat dan tersirat dalam fakta, konsep, dan teori, sehingga bermakna secara
fungsional. Disini, nilai difungsikan untuk mengarahkan, mengendalikan, dan menentukan
kelakuan seseorang, karena nilai dijadikan standar perilaku. Sedangkan menurut Dictionary
dalam Winataputra (1989), nilai adalah harga atau kualitas sesuatu. Artinya, sesuatu dianggap
memiliki nilai apabila sesuatu tersebut secara instrinsik memang berharga.
Dalam membahas nilai ini biasanya membahas tentang pertanyaan mengenai mana yang baik
dan mana yang tidak baik dan bagaimana seseorang untuk dapat berbuat baik serta tujuan yang
memiliki nilai. Pembahasan mengenai nilai ini sangat berkaitan dangan pembahasasn etika.
Kajian mengenai nilai dalam filsafat moral sangat bermuatan normatif dan metafisika.
Penganut islam tidak akan terjamin dari ancaman kehancuran akhlak yang menimapa umat,
kecuali apabila kita memiliki konsep nilai-nilai yang konkret yang telah disepakati islam, yaitu
nilai-nilai absolut yang tegak berdiri diatas asas yang kokoh. Nilai absolut adalah tersebut
adalah kebenaran dan kebaikan sebagai nilai-nilai yang akan mengantarkan kepada
kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat secara individual dan sosial.
e. Akhlak
Ada dua pendekatan untuk mendefenisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan)
dan pendekatan terminologi (peristilahan). Akhlak berasal dari bahasa arab yakni khuluqun
yang menurut loghat diartikan: budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat
tersebut mengandung segi-segi persesuaian denga perkataan khalakun yang berarti kejadian,
serta erat hubungan dengan khaliq yang berarti pencipta dan makhluk yang berarti diciptakan.
Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan
baik antara khaliq dengan makhluk dan antara makhluk dengan makhluk.
Secara terminologi kata “budi pekerti” yang terdiri dari kata budi dan pekerti. Budi adalah yang
ada pada manusia, yang berhubungan dengan kesadaran, yang didorong oleh pemikiran, rasio
atau character. Pekerti adalah apa yang terlihat pada manusia karena didorong oleh hati, yang
disebut behavior. Jadi budi pekerti adalah merupakan perpaduan dari hasil rasio dan rasa yang
termanifestasikan pada karsa dan tingkah laku manusia.
Sedangkan secara terminologi akhlak suatu keinginan yang ada di dalam jiwa yang akan
dilakukan dengan perbuatan tanpa intervensi akal/pikiran. Menurut Al Ghazali akhlak adalah
sifat yang melekat dalam jiwa seseorang yang menjadikan ia dengan mudah tanpa banyak
pertimbangan lagi. Sedangkan sebagaian ulama yang lain mengatakan akhlak itu adalah suatu
sifat yang tertanam didalam jiwa seseorang dan sifat itu akan timbul disetiap ia bertindak tanpa
merasa sulit (timbul dengan mudah) karena sudah menjadi budaya sehari-hari
Defenisi akhlak secara substansi tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat melihat lima
ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu :
Pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam dalam jiwa seseorang,
sehingga telah menjadi kepribadiannya.
Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa
pemikiran. Ini berarti bahwa saat melakuakan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam
keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur dan gila.
Ketiga, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang
mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbutan
yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan. Bahwa ilmu
akhlak adalah ilmu yang membahas tentang perbuatan manusia yang dapat dinilai baik atau
buruk.
Keempat, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesunggunya,
bukan main-main atau karena bersandiwara
Kelima, sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik)
adalah perbuatan yang dilakukan karena keikhlasan semata-mata karena Allah, bukan karena
dipuji orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian.
Disini kita harus bisa membedakan antara ilmu akhlak dangan akhlak itu sendiri. Ilmu akhlak
adalah ilmunya yang hanya bersifat teoritis, sedangkan akhlak lebih kepada yang bersifat
praktis.
1.5 Pandangan Nilai Masyarakat Terhadap Individu, Keluarga Dan Masyarakat
a. Pandangan nilai masyarakat terhadap Individu
Nilai budaya yang dianut individu merupakan masukan nilai-nilai yang berasal dari era global
yang sangat luas. Nilai pada hakikatnya mengarahkan perilaku dan pertimbangan seseorang
namun tidak menghakimi apakah perilaku itu salah atau benar. Nilai pada individu akan
mengikuti perkembangan dan perubahan yang ada pada masyarakat. Sebagai contoh makin
maraknya sinetron di televisi yang menampilkan artis-artis dengan pakaian yang agak terbuka
maka akan mempengaruhi nilai-nilai budaya yang ada pada individu. Dahulu di masyarakat
terdapat nilai bahwa selayaknya mengenakan pakaian yang menutup aurat. Begitu juga pada
sapek lingkungan, bila individu tersebut bergaul di lingkungan yang baik maka sikap baik juga
yang akan ditunjukkan dalam kesehariannya. Kini nilai-nilai itu mengalami pergeseran atau
perubahan yakni wanita telah dianggap lazim mengenakan pakaian yang mini.
Di era sebelum tahun 1990-an masih banyak wanita yang memliki rambut yang panjang
(sampai lutut) namun pada kenyataannya akhir-akhir ini sudah sedikit sekali kita dapat
menjumpai seorang wanita yang berambut panjang. Hal itu karena bila seorang wanita
berambut panjang maka dianggap tidak fleksibel atau ribet dalam beraktifitas dan mungkin ada
anggapan wanita berambut panjang sudah ketinggalan jaman.
Selama nilai-nilai itu mengalami perubahan yang masih relative positif maka tidak berdampak
buruk bagi integritas individu itu sendiri dan begitu pula sebaliknya.
b. Pandangan nilai masyarakat terhadap Keluarga
Keluarga menempati posisi diantara individu dan masyarakat yang juga merupakan suatu
system. Sebagai system keluarga mempunyai anggota yaitu; ayah, ibu dan anak atau semua
individu yang tiunggal di dalam rumah tangga tersebut. Anggota keluarga saling berinteraksi,
interelasi dan interdependensi untuk mencapai tujuan bersama. Keluarga merupakan system
yang terbuka sehingga dapat dipengaruhi oleh supra sistemnya yaitu linkungan dan masyarakat
dan sebaliknya sebagai subsistem dari lingkungan (masyarakat) keluarga dapat mempengaruhi
masyarakat (suprasistem). Oleh karena itu betapa pentingnya peran dan fungsi keluarga dalam
membentuk manusia sebagai anggota masyarakat yang bernilai budaya positif.
Keluarga memiliki lima fungsi dasar yang telah diuraikan oleh Friedman (1986) sebagai berikut:
1. Fungsi afektif: berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga yang merupakan basis
kekuatan keluarga. Berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan
pelaksanaan funsi afektif tampak pada kebahagian dan kegembiraan dari seluruh anggota
keluarga. Tiap anggota keluarga saling mempertahankan iklim yang positif. Hal tersebut
dipelajari dan dikembangkan melalui interaksi dan hubungan dalam keluarga. Dengan
demikian keluarga yang berhasil melaksanakan fungsi afektif, seluruh keluarga dapat
mengembangkan konsep diri yang positif. Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga dalam
memenuhi fungsi afektif adalah:
a. Saling mengasuh, cinta kasih, kehangatan, saling menerima, saling mendukung antar anggota
keluarga. Setiap anggota yang mendapatkan kasih saying dan dukungan dari anggota yang lain
maka kemapuannya untuk memberikan kasih sayang akan meningkat yang pada akhirnya
tercipta hubungan yang hangat dan saling mendukung. Hubungan intim didalam keluarga
merupakan modal dasar dalam member hubungan dengan orang lain diluar keluarga.
b. Saling menghargai, bila anggota keluarga saling menghargai dan mengakui keberadaan dan
hak setiap anggota keluarga serta selalu mempertahankan iklim yang positif maka fungsi afektif
akan tercapai.
c. Ikatan dan identifikasi, ikatan dimulai sejak pasangan sepakat memulai hidup baru. Ikatan
anggota keluarga dikembangkan melalui proses identifikasi dan penyesuaian pada berbagai
aspek kehidupan anggota keluarga. Orang tua harus mengembangkan proses identifikasi yang
positif sehingga anak-anak dapat meniru perilaku yang positif tersebut.
2. Fungsi sosialisasi: sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui
individu, yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam lingkungan sosial.
Sosialisasi dimulai sejak lahir. Keluarga merupakan tempat individu untuk belajar
bersosialisasi. Keberhasilan perkembangan individu dan keluarga dicapai melalui interaksi atau
hubungan antar anggota keluarga yang diwujudkan dalam sosialisasi. Anggota keluarga belajar
displin, belajar norma-norma, budaya dan perilaku melalui hubungan dan interaksi dengan
keluarga.
3. Fungsi Reproduksi: keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menambah sumber
daya manusia.
4. Fungsi ekonomi: fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan
semua anggota keluarga, seperti kebutuhan makanan, tempat tinggal dan lain sebagainya.
5. Fungsi perwatan keluarga: keluarga juga berfungsi untuk melaksanakan praktek asuhan
kesehatan, yaitu mencegah terjadinya gangguan kesehatan atau merwat anggota keluarga yang
sakit.
Dari berbagai fungsi di atas ada 3 fungsi pokok keluarga terhadap keluarga lainnya, yaitu :
1. Asih adalah memberikan kasih saying, perhatian, rasa aman, kehangatan,pada
anggotakeluarga sehingga memungkinkan mereka tumbuh dan berkembang sesuai usia
dankebutuhannya.
2. Asuh adalah menuju kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anak agar kesehatannya
selaluterpelihara sehingga memungkinkan menjadi anak-anak sehat baik fisik, mental, sosial,
danspiritual.
3. Asah adalah memenuhi kebutuhan pendidikan anak, sehingga siap menjadi manusia dewasa
yang mandiri dalam mempersiapkan masa depannya.
c. Pandangan nilai masyarakat terhadap Masyarakat
Nilai dan masyarakat memiliki kaitan yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan.
Masyarakat akan terkoyak bila nilai-nilai kebersamaan telah lenyap dari masyarakat itu.
Perkembangan nilai dalam suatu masyarakat sangat dipengaruhi oleh warga masyarakat atau
bangsa yang memiliki nilai itu sendiri.
Nilai merupakan bagian yang sangat penting di masyarakat dan perkembangan kebudayaan.
Suatu tindakan atau perbuatan warga masyarakat dianggap sah apabila sesuai atau serasi
dengan nilai-nilai yang berlaku atau dijunjung tinggi oleh suatu masyarakat. Misalnya suatu
masyarakat menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, maka bila terdapat anggota masyarakat
yang selalu berbuat jujur dalam berperilaku sehari-hari di masyarakat maka ia akan di hormati
oleh warga masyarakat itu sendiri. Namun sebaliknya, bila ia suka berbuat curang, tidak berkata
sebenarnya maka warga masyarakat akan menjadikan ia sebagai bahan pergunjingan.Selama
nilai-nilai itu mengalami perubahan yang masih relative positif maka tidak berdampak buruk
bagi integritas masyarakat namun bila di masyarakat yang berkembang adalah nilai-nilai yang
negative maka dapat mengancam kesinambungan masyarakat itu sendiri. Dulu kita sering
mendengar bahwa masyarakat kita adalah masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai
kegotongroyongan, namun kini nilai-nilai itu telah bergeser menjadi nilai-nilai yang mengarah
pada individualis, yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi daripada kepentingan
bersama. Kita juga punya nilai-nilai kepedulian sosial yang tinggi, namun kini telah mengalami
pergeseran menjadi “cuek is the best”. Hal ini sangat berbahaya bila kita tidak
mengantisipasinya. Jangan sampai integritas masyarakat terkoyak karena kita tidak mampu
mengarahkan perkembangan atau perubahan nilai yang berlangsung di masyarakat.
1.6 Konsep dasar masyarakat
Kontjaraningrat (1990)
Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan istilah lain saling
berinteraksi. Kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat
tertentu yang bersifat kontinyu dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama. (Effendy, N, 1998)
Soerdjono Soekanto (1982)
Masyarakat atau komunitas adalah menunjuk pada bagian masyarakat yang bertempat tinggal
di suatu wilayah (dalam arti geografi) dengan batas-batas tertentu, dimana yang menjadi
dasarnya adalah interaksi yang lebih besar dari anggota-anggotanya, dibandingkan dengan
penduduk di luar batas wilayahnya.
Mac Iaver (1957)
Masyarakat adalah sekelompok manusia yang mendiami territorial tertentu dan adanya sifat-
sifat yang saling tergantung, adanya pembagian kerja dan kebudayaan bersama.
Linton (1936)
Masyarakat merupakan sekelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama,
sehingga dapat mengorganisasikan diri dan berpikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan
sosial dengan batas-batas tertentu.
A. Ciri-ciri Masyarakat
Dari berbagai pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat itu memiliki cirri-
ciri sebagai berikut:
1. Interaksi diantara sesama anggota masyarakat
2. Menempati wilayah dengan batas-batas tertentu
3. Saling tergantung satu dengan lainnya
4. Memiliki adat istiadat tertentu/kebudayaan
5. Memiliki identitas bersama
B. Tipe-tipe Masyarakat
Menurut Gilin and Gilin lembaga masyarakat dapat diklasifikasikan sebagai berikut, Dilihat dari
sudut perkembangannya:
1. Cresive Institution
Lembaga masyarakat yang paling primer, merupakan lembaga-lembaga yang secara tidak
disengaja tumbuh dari adat istiadat masyarakat, misalnya yang menyangkut: hak milik,
perkawinan, agama dan sebagainya.
2. Enacted Institution
Lembaga kemasyarakatan yang sengaja dibentuk untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya
yang menyangkut: lembaga utang-piutang, lembaga perdagangan, pertanian, pendidikan yang
kesemuanya berakar kepada kebiasaan-kebiasaan tersebut disistematisasi, yang kemudian
dituangkan ke dalam lembaga-lembaga yang disyahkan oleh negara.
Dari sudut sistem nilai yang diterima oleh masyarakat
a. Basic institution
Lembaga kemasyarakatan yang sangat penting untuk memelihara dan mempertahankan tata
tertib dalam masyarakat, diantaranya keluarga, sekolah-sekolah yang dianggap sebagai institusi
dasar yang pokok.
b. Subsidiary institution
Lembaga-lembaga kemasyarakatan yang muncul tetapi dianggap kurang penting, karena untuk
memenuhi kegiatan-kegiatan tertentu saja. Misalnya pembentukan panitia rekreasi,
pelantikan/wisuda bersama dan sebagainya.
Dari sudut pandang masyarakat
a. Approved atau social sanctioned institution
Adalah lembaga yang diterima oleh masyarakat seperti sekolah, perusahaan, koperasi dan
sebagainya.
b. Unsanctioned institution
Adalah lembaga-lembaga masyarakat yang ditolak oleh masyarakat, walaupun kadang-kadang
masyarakat tidak dapat memberantasnya, misalnya kelompok penjahat, pemeras, pelacur,
gelandangan dan pengemis dan sebagainya.
Dari sudut pandang penyebaran
a. General institution
Adalah lembaga masyarakat didasarkan atas faktor penyebarannya. Misalnya agama karena
dikenal hampir semua masyarakat dunia.
b. Restricted institution
Adalah lembaga-lembaga agama yang dianut oleh masyarakat tertentu saja, misalnya Budha
banyak dianut oleh Muangthai, Vietnam, Kristen khatolik banyak dianut oleh masyarakat Italic,
Perancis, Islam oleh masyarakat Arab dan sebagainya.
Dari sudut pandang fungsi
a. Operative institution
Adalah lembaga masyarakat yang menghimpun pola-pola atau tata cara yang diperlukan untuk
mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan, seperti lembaga industri.
b. Regulative institution
Adalah lembaga yang bertujuan untuk mengawasi adat istiadat atau tata kelakuan yang tidak
menjadi bagian mutlak daripada lembaga itu sendiri, misalnya lembaga hukum diantaranya
kejaksaan, pengadilan dan sebagainya.
1.7 Proses Terbentuknya Masyarakat
Proses terbentuknya masyarakat Indonesia ini merupakan bagian dari kajian sistem budaya
Indonesia yang memiliki lokus masyarakat Indonesia. Apakah masyarakat itu? Masyarakat
dapat didefinisikan sebagai kumpulan individu dan lembaga yang terorganisir, yang dibatasi
oleh satu wilayah yang sama, yang merupakan subyek dari satu otoritas politik, dan
terorganisasikan sedemikian rupa melalui nilai-nilai serta cita-cita bersama.
Masyarakat juga harus merupakan subyek otoritas politik yang sama, yang bermakna setiap
orang di satu lokasi tertentu tersebut (masyarakat) agar dapat disebut satu kesatuan, setiapnya
harus merupakan subyek dari peraturan (regulasi) yang sama. Sementara itu, kumpulan
individu yang terorganisir tersebut memiliki cita-cita serta nilai-nilai bersama bermakna bahwa
setiap anggota masyarakat mengakui dan mempraktekkan nilai-nilai konsensual serupa
sekaligus memiliki cita-cita ataupun tujuan hidup yang secara umum juga serupa.
Masih menurut Kimmel and Aronson, masyarakat tidak sekonyong-konyong ada. Masyarakat
sengaja diciptakan baik melalui metode bottom-up maupun up-to-bottom. Individu-individu
dan lembaga-lembaga di dalam masyarakat saling berinteraksi satu sama lain yang
menyebabkan masyarakat juga dikatakan sebagai sekumpulan interaksi sosial yang terstruktur.
Terstruktur mengartikan bahwa setiap tindakan individu ketika berinteraksi dengan sesamanya
tidaklah terjadi bergerak di ruang vakum karena terjadi dalam konteks sosial. Misalnya,
interaksi tersebut berlangsung di dalam komunitas keluarga, kelompok keagamaan, hingga
negara. Masing-masing konteks membutuhkan perilaku yang spesifik, berbeda-beda. Namun,
keseluruhan interaksi tersebut diikat oleh norma serta dimotivasi oleh nilai-nilai yang diakui
secara bersama. Kata sosial mengacu pada fakta bahwa tidak ada individu dalam masyarakat
yang hidup sendiri. Individu selalu hidup di dalam keluarga, kelompok, dan jaringan. Kata
interaksi mengacu pada cara berperilaku disaat berhubungan dengan orang lain. Akhirnya,
dapat dikatan bahwa masyarakat diikat melalui struktur sosial.
Perilaku hubungan ini berbeda antara masyarakat satu dengan masyarakat lain. Konsep-konsep
yang juga terkandung di dalam masyarakat – selain yang sudah disebutkan – adalah sosialisasi,
peran, status, kelompok, jaringan, organisasi, dan lembaga.
Berdasarkan definisi seperti dikemukakan Kimmel and Aronson, Indonesia merupakan sebuah
masyarakat. Kumpulan individu yang ada di 33 provinsi di Indonesia adalah masyarakat
Indonesia. Mereka ini terorganisir melalui struktur-struktur sosial yang dikembangkan baik
oleh komunitas-komunitas adat setempat, pemerintah lokal, juga pemerintah pusat. Di masing-
masing wilayah, terdapat lembaga-lembaga kemasyarakatan yang bervariasi, yang berkisar pada
lembaga keluarga, pendidikan, ekonomi, atau agama.
Sejalan dengan pemahaman masyarakat diatas maka menurut teori sibernetik tentang General
System Of Action (Ankie M.M.. Hoogvelt : 1985) menjelaskan bahwa suatu masyarakat akan
dapat dianalisis dari sudut syarat-syarat fungsionalnya yaitu .
1) Fungsi mempertahankan pola (Pettern Maintenance)
Fungsi ini berkaitan dengan hubungan antara masyarakat sebagai sistem sosial dengan sub
sistem kebudayaan. Hal itu berarti mempertahankan prinsip-prinsip tertinggi dari masyarakat,
oleh kerena diorientasikan realitas yang terakhir.
2) Fungsi integrasi
Yang mana mencakup jaminan terhadap koordinasi yang diperlukan antara unit-unit dari suatu
sistem sosial, khususnya yang berkaitan dengan kontribusinya pada organisasi dan peranannya
dalam keseluruhan sistem.
3) Fungsi pencapaian tujuan (Goal Attaindment),
Hal ini menyangkut hubungan antara masyarakat sebagai sistem sosial dengan sub sistem aksi
kepribadian. Fungsi ini menyangkut penentuan tujuan-tujuan yang sangat penting bagi
masyarakat, mobilisasi warga masyarakat untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
4) Fungsi adaptasi
Yang menyangkut hubungan antara masyarakat sebagai sistem sosial dengan sub sistem
organisme perilaku dan dengan dunia fisik organik. Hal ini secara umum menyangkut
penyesuaian masyarakat terhadap kondisi-kondisi dari lingkungan hidupnya.
Seperti diketahui bahwa salah satu kekuatan yang dapat mendorong keterbukaan seseorang
untuk melakukan perubahan dan perbaikan kehidupannya adalah karena lemahnya ikatan
sosial budaya lingkungan sekitar. Dalam hal ini menurut Abdul Syani (1995) nilai-nilai sosial
budaya masyarakat setempat tidak mampu memenuhi berbagai kepentingan masyarakat sesuai
dengan perkembangan zaman yang relatif tergantung pada perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi dengan kecenderungan berpengaruh pada anggota masyarakat untuk segera
dapat melakukan mobilitas baik secara vertikal maupun horisontal.
Menurut Soekanto (1982), selama dalam suatu masyarakat ada sesuatu yang dihargai, dan
setiap masyarakat mempunyai sesuatu yang berharga, maka hal ini akan menjadi bibit yang
dapat menumbuhkan adanya sistem pelapisan dalam masyarakat. Sesuatu yang dihargai
didalam masyarakat itu mungkin berupa uang atau benda-benda yang bernilai ekonomis,
mungkin juga berupa tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan, kesolehan dalam beragama atau
mungkin juga keturunan dari keluarga yang terhormat.
Menurut JW.Schoorl (1980) bahwa kelompok-kelompok yang berbeda-beda masing-masing
mempunyai kekuatan, kekayaan dan wibawa yang berlainan. Beliau mengartikan stratifikasi
sebagai proses atau struktur yang timbul dan tersusun menjadi lapisan-lapisan yang berbeda
menurut besarnya prestise atau kekayaan dan kekuatan.
Sesuai uraian diatas oleh Abu Ahmadi (1991) mengatakan bahwa stratifikasi terjadi disegala
lapisan masyarakat hanya saja jarak tingkatan yang satu dengan yang lain tidak begitu nampak.
Misalnya dalam masyarakat primitif dikenal adanya dukun, kepala suku dan lain-lain sedang di
masyarakat Amerika stratifikasi nampak dalam tiga golongan masyarakat seperti; upper class,
middle class, dan lower class atau di India Brahmana, Ksatria, Waisa dan Sudra. Masing-masing
golongan dilihat oleh Ahmadi mempunyai sifat-sifat dan cara-cara berhubungan yang berbeda-
beda.
Menyangkut pokok-pokok pedoman tentang proses terjadinya stratifikasi dalam masyarakat
menurut J.R.Robin Williams dalam Abdul Syani (1995) mengatakan :
a) Sistem stratifikasi sosial mungkin berpokok pada sistem pertentangan dalam masyarakat.
Sistem demikian hanya mempunyai arti yang khusus bagi masyarakat-masyarakat tertentu yang
menjadi objek penyelidikan.
b) Sistem stratifikasi sosial dapat dianalisis dalam ruang lingkup unsur-unsur sebagai berikut:
1. Distribusi hak-hak istimewa yang objektif seperti penghasilan, kekayaan, keselamatan
(kesehatan, laju angka kejahatan), wewenang dan sebagainya.
2. Sistem pertentangan yang diciptakan warga masyarakat (prestige dan penghargaan).
3. Kriteria sistem pertentangan, yaitu apakah didapatkan berdasarkan kualitas pribadi,
keanggotaan kelompok kerabat tertentu, milik, wewenang atau kekuasaan;
4. Lambang-lambang status, seperti tingkah laku hidup, cara berpakaian, perumahan,
keanggotaan pada suatu organisasi dan sebagainya;
5. Mudah atau sukarnya bertukar status;
6. Solidaritas diantara individu-individu atau kelompok-kelompok sosial yang menduduki
status yang sama dalam sistem sosial masyarakat :
Faktor utama yang mendorong terjadinya pelapisan dalam masyarakat adalah karena tidak ada
keseimbangan dalam pembagian hak-hak dan kewajiban-kewajiban, kewajiban-kewajiban dan
tanggung jawab nilai-nilai sosial dan pengaruhnya diantara anggota-anggota masyarakat.
Sistem pelapisan sosial dalam masyarakat ada yang bersifat terbuka dan ada yang bersifat
tertutup. Pelapisan sosial yang terbuka kemungkinan anggota masyarakat dapat untuk
berpindah dari status satu ke status lainnya berdasarkan usaha-usaha tertentu. Sistem
pelapisan terbuka lebih dinamis, dan anggota-anggotanya selalu mengalami kehidupan yang
tegang dan was-was, lantaran didalam memperjuangkan cita-citanya itu selalu bersaing dan
berebut kesempatan untuk naik status yang jumlahnya relatif terbatas, sebagai akibatnya
banyak anggota masyarakat yang mangalami goncangan dan konflik antar sesama.
Pada sistem pelapiasan sosial yag tertutup terdapat pembatasan kemungkinan untuk pindah
dari status satu ke status yang lainnya dalam masyarakat. Dalam sistem ini, satu-satunya
kemungkian untuk dapat masuk pada status tinggi dan terhormat dalam masyarakat adalah
karena kelahiran dan keturunan. Hal ini jelas dapat diketahui dari kehidupan masyarakat yang
mengagungkan kasta seperti India misalnya; atau dalam kehidupan masyarakat yang masih
mengagungkan paham feodalisme, atau dapat pula terjadi pada suatu masyarakat dimana
statusnya ditentukan atas dasar ukuran perbedaan ras dan suku bangsa.
1.8 Masyarakat Desa dan Kota
Pada mulanya masyarakat kota sebelumnya adalah masyarakat pedesaan, dan pada akhirnya
masyarakat pedesaan tersebut terbawa sifat-sifat masyarakat perkotaan, dan melupakan
kebiasaan sebagai masyarakat pedesaannya.
Masyarakat Perkotaan
Pengertian masyarakat perkotaan lebih ditekankan pada sifat-sifat kehidupannya serta ciri-ciri
kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan.
Secara umum, masyarakat perkotaan sosialisasinya sudah berkurang dan kepribadiannya
beragam. Kurangnya rasa sosialisasi karena masyarakat perkotaan sudah sibuk dengan
kepentingannya masing-masing, sedangkan dari kepribadiannya masyarakat perkotaan
kebanyakan sedikit stress karena banyaknya target/pencapaian yang harus dicapai dalam
jangka waktu tertentu. Pola interaksi masyarakat perkotaan lebih ke motif ekonomi, politik,
pendidikan, dan terkadang hierarki dan bersifat vertikal serta individual. Pola solidaritas sosial
masyarakat perkotaan terbentuk karena adanya perbedaan-perbedaan yang ada dalam
masyarakat. Walaupun begitu, tidak semua masyarakat perkotaan seperti apa yang dijelaskan di
atas.
Masyarakat Pedesaan
Yang dimaksud dengan desa menurut Sutardjo Kartohadikusuma adalah suatu kesatuan hukum
dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan sendiri. Menurut Bintarto desa
merupakan perwujudan atau persatuan geografi, sosial, ekonomi, politik, dan kultural yang
terdapat di situ (suatu daerah) dalam hubungannya dan pengaruhnya secara timbal balik
dengan daerah lain. Sedangkan menurut Paul H. Landis, desa adalah penduduknya kurang dari
2.500 jiwa.
Secara umum, masyarakat pedesaan lebih bersosialisasi dengan kepribadian yang sederhana.
Masyarakat pedesaan itu lebih bisa bersosialisasi dengan orang-orang di sekitarnya, sehingga
mereka hampir hafal semua penduduk yang tinggal di desa. Masyarakat pedesaan juga sangat
ramah terhadap orang asing yang belum dikenalnya. Untuk kepribadian, masyarakat pedesaan
lebih terkesan santai karena kerjanya tidak terlalu berat seperti masyarakat perkotaan. Pola
interaksi masyarakat pedesaan adalah dengan prinsip kerukunan dan bersifat horizontal serta
mementingkan kebersamaan. Pola solidaritas sosial masyarakat pedesaan timbul karena adanya
kesamaan-kesamaan kemasyarakatan.
Karakteristik umum masyarakat pedesaan yaitu masyarakat desa selalu memiliki ciri-ciri dalam
hidup bermasyarakat, yang biasa nampak dalam perilaku keseharian mereka. Pada situasi dan
kondisi tertentu, sebagian karakteristik dapat dicontohkan pada kehidupan masyarakat desa di
jawa. Namun dengan adanya perubahan sosial dan kebudayaan serta teknologi dan informasi,
sebagian karakteristik tersebut sudah tidak berlaku. Berikut ini ciri-ciri karakteristik
masyarakat desa, yang terkait dengan etika dan budaya mereka yang bersifat umum.
• Sederhana
• Mudah curiga
• Menjunjung tinggi norma-norma yang berlaku didaerahnya
• Mempunyai sifat kekeluargaan
• Lugas atau berbicara apa adanya
• Tertutup dalam hal keuangan mereka
• Perasaan tidak ada percaya diri terhadap masyarakat kota
• Menghargai orang lain
• Demokratis dan religius
• Jika berjanji, akan selalu diingat
Sedangkan cara beradaptasi mereka sangat sederhana, dengan menjunjung tinggi sikap
kekeluargaan dan gotong royong antara sesama, serta yang paling menarik adalah sikap sopan
santun yang kerap digunakan masyarakat pedesaan.
Berbeda dengan karakteristik masyarakat perkotaan, masyarakat pedesaan lebih
mengutamakan kenyamanan bersama dibanding kenyamanan pribadi atau individu.
Masyarakat perkotaan sering disebut sebagai urban community.
Perbedaan masyarakat kota dan masyarakat desa :
1. Lingkungan Umum dan Orientasi Terhadap Alam, Masyarakat pedesaan berhubungan kuat
dengan alam, karena lokasi geografisnya di daerah desa. Penduduk yang tinggal di desa akan
banyak ditentukan oleh kepercayaan dan hukum alam. Berbeda dengan penduduk yang tinggal
di kota yang kehidupannya “bebas” dari realitas alam.
2. Pekerjaan atau Mata Pencaharian, Pada umumnya mata pencaharian di daerah pedesaan
adalah bertani tapi tak sedikit juga yang bermata pencaharian berdagang, sebab beberapa
daerah pertanian tidak lepas dari kegiatan usaha.
3. Ukuran Komunitas, Komunitas pedesaan biasanya lebih kecil dari komunitas perkotaan.
4. Kepadatan Penduduk, Penduduk desa kepadatannya lebih rendah bila dibandingkan degan
kepadatan penduduk kota, kepadatan penduduk suatu komunitas kenaikannya berhubungan
degan klasifikasi dari kota itu sendiri.
5. Homogenitas dan Heterogenitas, Homogenitas atau persamaan ciri-ciri sosial dan psikologis,
bahasa, kepercayaan, adat-istiadat dan perilaku nampak pada masyarakat pedesaan bila
dibandingkan dengan masyarakat perkotaan. Di kota sebaliknya penduduknya heterogen,
terdiri dari orang-orang degan macam-macam perilaku dan juga bahasa, penduduk di kota lebih
heterogen.
6. Diferensiasi Sosial, Keadaan heterogen dari penduduk kota berindikasi pentingnya derajat yg
tinggi di dlm diferensiasi Sosial.
7. Pelapisan Sosial, Kelas sosial di dalam masyarakat sering nampak dalam bentuk “piramida
terbalik” yaitu kelas-kelas yang tinggi berada pada posisi atas piramida, kelas menengah ada
diantara kedua tingkat kelas ekstrem dari masyarakat.
Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat kota yaitu:
1. Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa.
Masyarakat kota hanya melakukan kegiatan keagamaan hanya bertempat di rumah peribadatan
seperti di masjid, gereja, dan lainnya.
2. Di kota-kota, kehidupan keluarga sering sukar untuk disatukan, karena perbedaan politik dan
agama dan sebagainya.
3. Jalan pikiran rasional yang dianut oleh masyarkat perkotaan.
4. Interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan pribadi daripada
kepentingan umum.
Hal tersebutlah yang membedakan antara karakteristik masyarakat perkotaan dan pedesaan,
oleh karena itu, banyak orang-orang dari perkotaan yang pindah ke pedesaan untuk mencari
ketenangan, sedangkan sebaliknya, masyarakat pedesaan pergi dari desa untuk ke kota mencari
kehidupan dan pekerjaan yang layak untuk kesejahteraan mereka.
Ada beberapa ciri yang mencolok pada masyarakat pedesaan, yaitu :
1. Kehidupan keagamaan sangat erat dalam diri masyarakat pedesaan
2. Mempunyai pergaulan hidup yang saling mengenal antara ribuan jiwa
3. Cara berusaha (ekonomi) adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi oleh
alam seperti : iklim, keadaan alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris
adalah bersifat sambilan
4. Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan
5. Di dalam masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang lebih
mendalam dan erat
6. Masyarakat tersebut homogen, seperti dalam hal mata pencarian, agama, adat istiadat dan
sebagainya
7. Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan
Setelah apa yang sudah dijelaskan di atas, terdapat ciri-ciri yang menjadi dasar perbedaan
antara masyarakat perkotaan dan masyarakat pedesaan.
Ciri-cirinya adalah sebagai berikut :
• Jumlah dan kepadatan penduduk
• Lingkungan hidup
• Mata pencaharian
• Corak kehidupan sosial
• Stratifikasi sosial
• Mobilitas sosial
• Pola interaksi sosial
• Pola solidaritas sosial
• Kedudukan dalam hierarki sistem administrasi nasional
Disamping itu, masyarakat perkotaan dan masyarakat pedesaan saling berhubungan.
Masyarakat perkotaan dan masyarakat pedesaan bukanlah dua komunitas yang terpisah sama
sekali satu sama lain. Bahkan dalam keadaan yang wajar diantara keduanya terdapat hubungan
yang erat, bersifat ketergantungan, karena di antara mereka saling membutuhkan. Kota
tergantung pada desa dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan-bahan pangan seperti
beras, sayur-mayur, daging dan ikan. Desa juga merupakan sumber tenaga kasar bagi jenis-jenis
pekerjaan tertentu dikota, misalnya saja buruh bangunan dalam proyek-proyek perumahan,
proyek pembangunan atau perbaikan jalan raya atau jembatan dan tukang becak.
1.9 Sumber Daya Sarana Kesehatan Pedesaan Dan Perkotaan
Untuk mecapai pembangunan yang berkualitas tentunya diperlukan sumber daya yang juga
berkualitas, sehingga perlu diupayakan kegiatan dan strategi pemerataan kesehatan dengan
mendayagunakan segenap potensi yang ada. Sumber daya tersebut dapat dicakup dari
lingkungandesa maupun dari lingkungan dari lingkungan kota.
Sumber Daya di Desa
Tingkat kepercayaan masyarakat desa terhadap petugas kesehatan masih rendah karena mereka
masih percaya kepada dukun, sehingga kita perlu untuk meningkatkan pengetahuan
masyarakat desa tentang dunia medis.
Gambaran mengenai situasi sumber daya kesehatan di kelompokkan dalam sajian informasi
mengenai sarana kesehatan dan tenaga kesehatan.
Sarana Kesehatan didesa
1. Puskesmas
Di desa untuk saat ini hampir 100% sudah membangun puskesmas untuk mensejahterakan
masyarakatnya. Secara konseptual, puskesmas menganut konsep wilayah dan diharapkan dapat
melayani sasaran jumlah penduduk yang ada di wilayah masing-masing.
2. BPS (Bidan Praktek Swasta)
Merupakan salah satu sumber daya yang dapat mensejahterakan kesehatan ibu dan anak. Di
BPS bidan dapat memberikan penyuluhan yang dapat meningkatkan kesehatan ibu dan anak di
wilayah tersebut, khususnya di daerah pedesaan.
3. Sarana Kesehatan di Desa Bersumber Daya Masyarakat
Dalam rangka meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada masyarakat berbagai upaya
dilakukan dengan memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada di masyarakat. Upaya
kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) diantaranya adalah:
a. Posyandu
Posyandu merupakan jenis UKM yang paling memasyarakatkan dewasa ini. Posyandu yang
meliputi lima program prioritas yaitu: KB, KIA, Imunisasi, dan penanggulangan Diare. Terbukti
mempunyai daya ungkit besar terhadap penurunan angka kematian bayi. Sebagai salah satu
tempat pelayanan kesehatan masyarakat yang langsung bersentuhan dengan masyarakat level
bawah, sebaiknya posyandu digiatkan kembali sperti pada masa orde baru karena terbukti
ampuh mendeteksikan permasalahn gizi dan kesehatan di berbagai daerah. Permasalahan gizi
buruk anak balita, kekurangan gizi, busung lapar dan masalah kesehatan lainnya menyangkut
kesehatan ibu dan anak akan mudah dihindari jika posyandu kembali diprogramkan secara
menyeluruh.
b. PKK
Adalah gerakan pembangunan masyarakat yang tumbuh dari bawah dengan wanita sebagai
motor penggerakan untuk membangun keluarga sebagai unit atau kelompok terkecil dalam
masyarakat dan bertujuan membantu pemerintah untuk ikut serta memperbaiki dan membina
tata kehidupan dan penghidupan keluarga yang dijiwai oleh Pancasila menuju terwujudnya
keluarga yang dapat menikmati keselamatan, ketenangan dan ketentraman hidup lahir dan
bathin (keluarga sejahtera).
c. Pos Obat Desa (POD)
Pos obat desa merupakan wujud peran serta masyarakat dalam hal pengobatan sederhana.
Kegiatan ini dapat dipandang sebagai perluasan kuratif sederhana. Kegiatan ini dapat
dipandang sebagai perluasan kuratif sederhana, melengkapi kegiatan preventif dan promotif
yang telah di laksanakan di posyandu. Dalam implementasinya POD dikembangkan melalui
beberapa pola di sesuaikan dengan stuasi dan kondisi setempat.
Merupakan pelayanan kesehatan yang bersumber pada daya masyarakat yang dibentuk di desa
dalam rangka mendekatkan dan menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat yang
ada di desa.
d. Polindes
Merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam rangka mendekatkan pelayanan
kebiadanan melalui penyediaan tempat pertolongan persalinan dan pelayanan kesehatan ibu
dan anak.
Sarana Tenaga Kesehatan didesa
a. Bidan desa
Bidan Desa adalah bidan yang ditempatkan, diwajibkan tinggal serta bertugas melayani
masyarakat di wilayah kerjanya, yang meliputi satu atau dua desa yang dalam melaksanakan
tugas pelayanan medik baik di dalam maupun di luar jam kerjanya bertanggung jawab langsung
kepada kepala Puskesmas dan bekerja sama dengan perangkat desa.
b. Dukun bersalin
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan non-medis seringkali dilakukan oleh seseorang
yang disebut sebagai dukun beranak, dukun bersalin atau peraji. Pada dasarnya dukun bersalin
diangkat berdasarkan kepercayaan masyarakat setempat atau merupakan pekerjaan yang sudah
turun temurun dari nenek moyang atau keluarganya dan biasanya sudah berumur ± 40 tahun
ke atas.
Dukun dapat dibedakan menjadi:
1. Dukun terlatih
Dukun terlatih adalah dukun yang telah mendapatkan latihan oleh tenaga kesehatan yang
dinyatakan lulus.
2. Dukun tidak terlatih
Dukun tidak terlatih adalah dukun bayi yang belum pernah dilatih oleh tenaga kesehatan atau
dukun bayi yang sedang dilatih dan belum dinyatakan lulus.
Peranan dukun beranak sulit ditiadakan karena masih mendapat kepercayaan masyarakat dan
tenaga terlatih yang masih belum mencukupi. Dukun beranak masih dapat dimanfaatkan untuk
ikut serta memberikan pertolongan persalinan.
Sumber Daya di Kota
Sarana kesehatan di kota
1. Puskesmas
Seperti halnya di desa, di kota juga terdapat puskesmas, akan tetapi untuk mekanisme
pengobatan masyarakat lebih banyak pergi ke rumah sakit. Pembinaan pembangunan
kesehatan dengan adanya puskesmas yang memiliki tenaga dokter yang didukung tenaga
keperawatan/bidan, non medis lainnya sesuai standar, sarana dan biaya operasional yang
memadai, sehingga puskesmas mampu melaksanakan pelayanan obstretrik dan neonatal
emergensi dasar (PONED) dan diperlukan potensi peningkatan pengetahuan tenaga medis.
2. Rumah sakit (RS)
Indikator yang digunakan untuk menilai perkembangan rumah sakit antara lain dengan melihat
perkembangan fasilitas perawatan yang biasanya diukur dengan jumlah rumah sakit dan tempat
tidurnya serta rasio terhadap jumlah penduduk. Semua RS kabupaten/kota mampu
melaksanakan pelayanan Obstretrik Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK), sehingga
kemauan kemampuan dan kesadaran penduduk dalam upaya kesehatan ibu dan anak dapat
diwujudkan. Setiap daerah dapat memanfaatkan sumber daya yang ada, dari APBD, termasuk
lembaga donor internasional.
3. Klinik bersalin
Merupakan suatu institusi professional yang menangani proses persalinan dan pelayanannya
disediakan oleh dokter, perawat, bidan dan tenaga kesehatan lainnya. Klinik bersalin biasanya
lebih banyak terdapat di daerah perkotaan.
4. Sarana produksi dan distribusi sedian dan alat kesehatan
Salah satu factor penting untuk menggambarkan ketersediaan sarana pelayanan kesehatan
adalan jumlah sarana produksi dan distribusi sediaan farmasi dan alat kesehatan.
Sarana tenaga kesehatan di kota
1. Dokter Kandungan
2. Bidan
3. Apoteker
4. Perawat
5. Ahli Gizi
6. Tenaga Kesehata Masyarakat
1.10 Permasalahan sosial masyarakat pedesaan dan perkotaan
Menurut Soerjono Soekanto masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur
kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Jika terjadi
bentrokan antara unsur-unsur yang ada dapat menimbulkan gangguan hubungan sosial seperti
kegoyahan dalam kehidupan kelompok atau masyarakat. Masalah sosial muncul akibat
terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita yang ada.
Yang dapat menjadi sumber masalah sosial yaitu seperti proses sosial dan bencana alam.
Adanya masalah sosial dalam masyarakat ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan
khusus seperti tokoh masyarakat, pemerintah, organisasi sosial, musyawarah masyarakat, dan
lain sebagainya.
Masalah sosial dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) jenis faktor, yakni antara lain:
1. Faktor Ekonomi : Kemiskinan, pengangguran, dll.
2. Faktor Budaya : Perceraian, kenakalan remaja, dll.
3. Faktor Biologis : Penyakit menular, keracunan makanan, dsb.
4. Faktor Psikologis : penyakit syaraf, aliran sesat, dsb
Masalah-masalah yang ada diperkotaan :
1. Banjir
Penyebab banjir di DKI Jakarta, secara umum terjadi karena dua faktor utama yakni faktor
alam dan faktor manusia. Penyebab banjir dari faktor alam antara lain karena lebih dari 40%
kawasan di DKI Jakarta berada di bawah muka air laut pasang. Sehingga Jakarta Utara akan
menjadi sangat rentan terhadap banjir saat ini. Berbagai faktor penyebab memburuknya kondisi
banjir Jakarta saat itu ialah pertumbuhan permukiman yang tak terkendali disepanjang
bantaran sungai, sedimentasi berat serta tidak berfungsinya kanal-kanal dan sistem drainase
yang memadai. Kondisi ini diperparah oleh kecilnya kapasitas tampung sungai saat ini
dibanding limpasan (debit) air yang masuk ke Jakarta. Kapasitas sungai dan saluran makro ini
disebabkan karena konversi badan air untuk perumahan, sedimentasi dan pembuangan sampah
secara sembarangan.
2. Urbanisasi
Berdasarkan survei penduduk antar sensus (Supas) 1995, tingkat urbanisasi di Indonesia
padatahun 1995 adalah 35,91 persen yang berarti bahwa 35,91 persen penduduk Indonesia
tinggal didaerah perkotaan. Tingkat ini telah meningkat dari sekitar 22,4 persen pada tahun
1980 yanglalu. Sebaliknya proporsi penduduk yang tinggal di daerah pedesaan menurun dari
77,6 persen pada tahun 1980 menjadi 64,09 persen pada tahun 1995.Meningkatnya kepadatan
penduduk perkotaan membawa dampak yang sangat besar kepadatingkat kenyamanan yang
tinggi. Kota seperti Jakarta misalnya tidak dirancang untuk melayanimobilitas penduduk lebih
dari 10 juta orang. Dengan jumlah penduduk lebih dari 8 juta penduduk saat ini, ditambah
dengan 4-6 juta penduduk yang melaju dari berbagai kota sekitar Jakarta, menjadikan Jakarta
sangatlah sesak.
3. Kriminalitas
Kejahatan atau kriminalitas di kota-kota besar sudah menjadi permasalahan sosial yang
membuat semua warga yang tinggal atau menetap menjadi resah, karena tingkat kriminalitas
yang terus meningkat setiap tahunnya.faktor penyebab Tingkat pengangguran yang tinggi ,
Kurangnya lapangan pekerjaan membuat tingkat kriminal juga meningkat karena kurangnya
lapangan pekerjaan danKemiskinan yang dialami oleh rakyat kecil kadang membuat mereka
berfikir untuk melakukan tindakan kriminalitas.
Masalah-masalah yang ada dipedesaan :
1. Pendidikan
Pada dasarnya, pendidikan yang baik itu haruslah mampu menciptakan proses belajar mengajar
yang efektif dan bermanfaat serta menjadikan masyarakat pedesaan lebih terbuka dan akses
terhadap pendidikan. Seiring perkembangan zaman, pengertian pendidikan pun mengalami
perkembangan. Sehingga, pengertian pendidikan menurut beberapa ahli (pendidikan) berbeda,
tetapi secara esenssial terdapat kesatuan unsur-unsur atau faktor-faktor yang terdapat di
dalamnya, yaitu bahwa pendidikan menunjukkan suatu proses bimbingan, tuntunan atau
pimpinan yang didalamnya mengandung unsur-unsur seperti pendidik, anak didik, tujuan dan
lainnya.
Umumnya masyarakat pedesaan kurang begitu sadar akan pentingnya pendidikan, Mereka
lebih memilih mengajak anak-anak mereka berkebun atau bertani, ketimbang menyekolahkan
mereka. Alhasil banyak dari masyarakat pedesaan yang buta tulis dan hitung. Oleh karena itu
taraf hidup masyarakat pedesaan relative.
Salah satu kendala yang telah disadari oleh pemerintah dalam bidang pendidikan di tanah air
adalah kesenjangan dan ketidakadilan dalam mengakses terutama pendidikan. Hal ini yang
menyebabkan kesadaran masyarakat di desa sangat kurang dan tidak antusias serta memahami
akan pentingnya pendidikan.
Selain itu, kendala lain negara berkembang termasuk Indonesia, untuk masa yang lama
menghadapi empat hambatan besar dalam bidang pendidikan, yaitu:
1.Peninggalan penjajah dengan masyarakat yang tingkat pendidikannya sangat rendah,
2. Anggaran untuk bidang pendidikan yang rendah dan biasanya kalah bersaing dengan
kebutuhan pembangunan bidang lainnya,
3. Anggaran yang rendah biasanya diarahkan pada bidang-bidang yang justru menguntungkan
mereka yang relatif kaya,
4. Karena anggaran rendah, dalam pengelolaan pendidikan biasanya timbul pengelolaan yang
tidak efisien.
Hal ini terlihat dimana pemerintah tidak saja mampu merancang penerapan kebijakan yang
disukainya, tetapi juga menafsirkan ulang teks kebijakan sesuai preferensi kebijakannya,
termasuk dalam bidang pendidikan. Dimana kebijakan disetujui, diterima, dan dilaksanakan
oleh pranata pemerintah.
Manfaat pendidikan bagi masyarakat pedesaan sebagai instrumen pembebas, yakni
membebaskan masyarakat pedesaan dari belenggu kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan,
dan penindasan. Selain itu, pendidikan yang baik seharusnya berfungsi pula sebagai sarana
pemberdayaan individu dan masyarakat desa khususnya guna menghadapi masa depan.
Pendidikan difokuskan melalui sekolah, pesantren, kursus-kursus yang didirikan di pedesaan
yang masyarakatnya masih ‘buta’ akan ilmu.
Masyarakat pedesaan yang terberdayakan sebagai hasil pendidikan yang baik dapat memiliki
nilai tambah dalam kehidupan yang tidak dimiliki oleh masyarakat yang tidak mengenyam
pendidikan sama sekali. Sehingga jelas, peranan pendidikan sebagai kebutuhan pokok yang
mendasar dan haruslah terpenuhi bagi masyarakat pedesaan dalam manfaat lainnya untuk
meningkatkan taraf hidup dan kesajahteraan hidup yang berkelanjutan.
2. Tingginya angka kemiskinan
Dalam upaya percepatan pembangunan di segala bidang masih terdapat beberapa
kendala,antara lain masih tingginya angka penduduk miskin, walaupun selama empat tahun
terakhir jumlah penduduk miskin mengalami penurunan sekitar 19,51% dari jumlah penduduk
miskin tahun 2001 yaitu sebanyak 164.125 jiwa. Dari penurunan jumlah penduduk miskin
tersebut sampai pada tahun 2005 jumlah penduduk miskin masih sebanyak 132.125 jiwa atau
24,28 %.
3. Rendahnya kualitas sumber daya manusia
Peningkatan layanan pendidikan sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan kompetensi
anak didik. Output layanan pendidikan dengan pendekatan Indek Pembangunan Manusia
(IPM) masih menunjukkan kondisi yang jauh dari harapan. Indek Pembangunan Manusia
komponen pendidikan tahun 2004 menunjukkan angka 6,18 tahun atau masih lebih rendah
dari rata-rata IPM Jawa Timur dengan capai 6,55. Namun bila dibandingkandengan IPM tahun
2003 terdapat kenaikan 0,13. Demikian pula segi kesehatan. masih banyak yang perlu
mendapatkan perhatian,khususnya angka kematian ibu dan anak dan kesakitan malaria masih
relatif tingginya.
1.11 Polarisasi desa kota
Kita baru saja melewati syahdunya bulan Ramadhan dan Lebaran yang juga diwarnai oleh hiruk
pikuknya suasana mudik dan arus balik. Di saat musim mudik, kota-kota besar seperti Jakarta,
Depok, Bekasi, Tangerang, Bogor dan beberapa kota besar di Jawa terasa lengang. Tetapi disaat
balik, kemacetan dan kesemrawutan kota kembali seperti sedia kala. Pemberlakuan operasi
yustisi (pemeriksaan KTP) atau apapun nama dan bentuknya terasa tidak efektif untuk
menekan populasi, selama masih adanya kesenjangan kota-desa.
Salah satu masalah pembangunan terutama bagi negara sedang berkembang adalah polarisasi
desa-kota. Peranan perkotaan atas perdesaan dipertanyakan, apakah sebagai pendorong
pertumbuhan ataukah lebih bersifat sebagai parasit (Singer, 1964).
Disamping akibat berbagai keterbatasan kapasitas sumberdaya, pada dasarnya kemiskinan dan
keterbelakangan kawasan perdesaan bukanlah semata-mata terisolasinya kawasan desa ke kota
melainkan juga akibat bentuk dan sistem
keterkaitan desa dengan kota yang cenderung mengarah pada hubungan eksploitatif.
Desa-desa yang memiliki kedekatan dan keterkaitan yang tinggi dengan perkotaan tidak
otomatis diiringi peningkatan aksesibilitas masyarakat desa ke sumberdaya ekonomi perkotaan.
Sebaliknya adalah meningkatnya potensi masyarakat perkotaan dalam memanfaatkan dan
mengeksploitasi sumberdaya perdesaan. Perdesaan juga terjebak pada spesialisasi satu
komoditas pertanian atau sumberdaya alam (overly-specialized single crop or natural resource
economies) untuk melayani perkotaan (Amstrong dan Mc Gee, 1985).
Masalah buruknya sistem keterkaitan perkotaan dan perdesaan sebenarnya bukanlah masalah
yang berskala lokal atau nasional saja tetapi memiliki perspektif global. Teori
ketergantungan (dependency theory) menerangkan bahwa kota metropolitan di negara
berkembang memiliki ketergantungan yang tinggi dengan sistem ekonomi negara di utara.
Terjadinya transfer surplus yang masif dari selatan berlangsung melalui hubungan kota-kota
(metropolitan) dengan negara industri maju di utara. Dunia utara pada dasarnya secara aktif
menekan (mengeksploitasi) negara-negara agraris di belahan selatan. Dengan demikian
permasalahan keterkaitan kota dan desa tidak terlepas dari struktur ekonomi global yang
cenderung “mempertahankan” kemiskinan dan keterbelakangan di perdesaan.
Masalah polarisasi desa-kota tidak selalu dipandang secara pesimistik, karena terdapat
pula pandangan antagonis_walaupun minor_yang menyatakan bahwa adanya efek backwash
dari urbanisasi hanya akan berlangsung singkat dan terjadi pada tahap awal pembangunan saja.
Karena semakin matangnya sistem perencanaan pembangunan antarwilayah, kebijakan
pembangunan akan semakin diarahkan pada upaya menurunkan polarisasi pembangunan
(Williamson, 1965) sebagaimana terjadi di Asia Timur (Jepang, Taiwan dan Korea Selatan).
Tetapi ini tidak terjadi secara mulus di sebagian besar negara berkembang. Berbagai bukti
memperjelas, backwash, pertumbuhan ekonomi di berbagai negara berkembang (peningkatan
GNP dan GNP per kapita) tidak selalu diikuti suatu kematangan yang menurunkan kesenjangan
(Douglass, 1990).
Migrasi horizontal dalam bentuk mobilisasi sumberdaya adalah bentuk respon dari masyarakat
karena adanya ekspektasi meningkatkan kesejahteraan para urban dan kota yang sangat
atraktif. Akibat konsentrasi pertumbuhan yang secara spasial hanya terbatas di kota-kota
metropolitan utama saja, menyebabkan kapasitas kota dalam menampung dan menyediakan
lapangan kerja, fasilitas dan berbagai bentuk pelayanan menjadi terbatas, terjadi over-
urbanization; yakni laju proses urbanisasi melebihi kapasitas kota penampungnya. Muncullah
penyakit urbanisasi (kongesti, pencemaran hebat, pemukiman kumuh, malnutrisi dan
kriminalitas). Ini akan menurunkan produktivitas masyarakat perkotaan dan akhirnya kota dan
desa terjebak dalam hubungan yang saling memperlemah, bukannya hubungan yang saling
memperkuat (reinforcing each other).
1.12 Urbanisasi dan urbanisme
Dengan adanya hubungan Masyarakat Desa dan Kota yang saling ketergantungan dan saling
membutuhkan tersebut maka timbulah masalah baru yakni ; Urbanisasi yaitu suatu proses
berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau dapat pula dikatakan bahwa urbanisasi
merupakan proses terjadinya masyarakat perkotaan. Sedangkan definisi dari Urbanisme ialah
sikap dan cara hidup orang kota, perkembangan daerah perkotaan dan ilmu tentang kehidupan
kota.
Proses urbanisasi boleh dikatakan terjadi diseluruh dunia, baik pada Negara-negara yang sudah
maju industrinya maupunyang secara relative belum memiliki industry. Urabanisasi juga
memiliki akibat-akibat yang negatiif terutama dirasakan bagi Negara agraris seperti Indonesia
ini. Dan boleh dikatakan factor kebanyakan penduduk dalam suatu daerah “over-population”
erupakan gejala yang umum di Negara agraris yang secara ekonomis masih terbelakang.
a. Faktor penarik terjadinya urbanisasi
1. Kehidupan kota yang lebih modern
2. Sarana dan prasarana kota lebih lengkap
3. Banyak lapangan pekerjaan di kota
4. Pendidikan sekolah dan perguruan tinggi lebih baik dan berkualitas
b. Faktor pendorong terjadinya urbanisasi
1. Lahan pertanian semakin sempit
2. Merasa tidak cocok dengan budaya tempat asalnya
3. Menganggur karena tidak banyak lapangan pekerjaan di desa
4. Terbatasnya sarana dan prasarana di desa
5. Diusir dari desa asal
6. Memiliki impian kuat menjadi orang kaya
c. Keuntungan urbanisasi
1. Memoderenisasikan warga desa
2. Menambah pengetahuan warga desa
3. Menjalin kerja sama yang baik antarwarga suatu daerah
4. Mengimbangi masyarakat kota dengan masyarakat desa
d. Akibat urbanisasi
1. Terbentuknya suburb tempat-tempat pemukiman baru dipinggiran kota
2. Makin meningkatnya tuna karya (orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap)
3. Masalah perumahan yg sempit dan tidak memenuhi persyaratan kesehatan
4. Lingkungan hidup tidak sehat, timbulkan kerawanan sosial dan criminal Urbanisme.
1.13 Dasar dan sifat stratifikasi
Sifat-sifat stratifikasi sosial Stratifikasi memiliki tiga sifat, yaitu: a. Stratifikasi tertutup b.
Stratifikasi sosial terbuka c. Stratifikasi sosial campuran.
Stratifikasi Terbuka (Open Social Stratification) Adalah Setiap anggota masyarakat mempunyai
kesempatan untuk naik ke pelapisan sosial yang lebih tinggi karena kemampuan dan
kecakapannya sendiri, atau turun ke pelapisan sosial yang lebih rendah bagi mereka yang tidak
cakap dan tidak beruntung. Contoh Masyarakat di negara industri maju atau masyarakat
pertanian yang telah mengalami gelombang modernisasi.
Stratifikasi Sosial Tertutup (Closed Social Stratification) adalah Pada stratifikasi sosial tertutup
membatasi kemungkinan berpindahnya seseorang dari satu lapisan ke lapisan lain baik yang
merupakan gerak ke atas dan gerak ke bawah. Satu-satunya jalan untuk menjadi anggota dalam
stratifikasi sosial tertutup adalah kelahiran. Stratifikasi sosial tertutup terdapat dalam
masyarakat feodal dan masyarakat berkasta.
Stratifikasi sosial campuran adalah Pada sistem stratifikasi sosial campuran, perpindahan
lapisan hanya terjadi pada golongan lapisan yang sama.
Faktor-faktor penyebab Terbentuknya stratifikasi sosial Faktor-faktor penyebab Terbentuknya
stratifikasi sosial dalam masyarakat didukung oleh:
a. Perbedaan ras dan kebudayaan
b. Adanya spesialisasi dalam bidang pekerjaan.
c. Adanya kelangkaan dalam masyarakat menyangkut pembagian hak dan kewajiban.
Dasar-dasar stratifikasi sosial Kriteria untuk menggolongkan masyarakat ke golongan tertentu
ditentukan oleh:
a. Kekayaan. b. Kekuasaan. c. Kehormatan. d. Pendidikan/pengetahuan.
Unsur-unsur stratifikasi sosial Stratifikasi sosial memiliki dua unsur yaitu:
a. Status b. Peran Status Adalah posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial.
1.14 Ciri adanya stratifikasi
Adanya stratifikasi sosial membuat sekelompok orang memiliki ciri-ciri yangberbeda dalam hal
kedudukan, gaya hidup, dan perolehan sumber daya. Ketiga ciri stratifikasi sosial adalah sebagai
berikut:
1. Perbedaan Kemampuan Anggota masyarakat dari kelas (strata) tinggi memiliki kemampuan
lebihtinggi dibandingkan dengan anggota kelas sosial di bawahnya. Misalnya, orangkaya tentu
mampu membeli mobil mewah, rumah bagus, dan membiayaipendidikan anaknya sampai
jenjang tertinggi. Sementara itu, orang miskin,harus bejuang keras untuk biaya hidup sehari-
hari.
2. Perbedaan Gaya HidupGaya hidup meliputi banyak hal, seperti mode pakaian, model rumah,
seleramakanan, kegiatan sehari-hari, kendaraan, selera seni, cara berbicara, tata
kramapergaulan, hobi (kegemaran), dan lain-lain. Orang yang berasal dari kelas atas(pejabat
tinggi pemerintahan atau pengusaha besar) tentu memilikigayahidup yang berbeda dengan
orang kelas bawah. Orang kalangan atas biasanyaberbusana mahal dan bermerek, berlibur ke
luar negeri, bepergian denganmobil mewah atau naik pesawat, sedangkan orang kalangan
bawah cukupberbusana dengan bahan sederhana, bepergian dengan kendaraan umum,
danberlibur di tempat-tempat wisata terdekat.
3. Perbedaan Hak dan Perolehan Sumber Daya Hak adalah sesuatu yang dapat diperoleh atau
dinikmati sehubungan dengankedudukan seseorang, sedangkan sumber daya adalah segala
sesuatu yangbermanfaat untuk mendukung kehidupan seseorang. Semakin tinggi kelas
sosialseseorang maka hak yang diperolehnya semakin besar, termasuk kemampuanuntuk
memperoleh sumber daya. Misalnya, hak yang dimiliki oleh seorangdirektur sebuah perusahaan
dengan hak yang dimiliki para karyawan tentuberbeda. Penghasilannya pun berbeda.
Sementara itu, semakin besarpenghasilan seseorang maka semakin besar kemampuannya untuk
memperolehhal-hal lain.
1.15 Unsur-unsur stratifikasi sosial
Dalam suatu masyarakat, stratifikasi sosial terdiri atas dua unsur, yaitu kedudukan (status) dan
peranan (role).
1. Kedudukan (status)
Status atau kedudukan adalah posisi sosial yang merupakan tempat di mana seseorang
menjalankan kewajibankewajiban dan berbagai aktivitas lain, yang sekaligus merupakan tempat
bagi seseorang untuk menanamkan harapan-harapan. Dengan kata lain status merupakan
posisi sosial seseorang dalam suatu hierarki.
Ada beberapa kriteria penentuan status seperti dikatakan oleh Talcott Parsons, yang
menyebutkan ada lima criteria yang digunakan untuk menentukan status atau kedudukan
seseorang dalam masyarakat, yaitu kelahiran, mutu pribadi, prestasi,pemilikan,danotoritas.
Sementara itu, Ralph Linton mengatakan bahwa dalam kehidupan masyarakat kita mengenal
tiga macam status, yaitu ascribed status, achieved status, dan assigned status.
1) AscribedStatus
Ascribed status merupakan status yang diperoleh seseorang tanpa usaha tertentu. Status sosial
ini biasanya diperoleh karena warisan, keturunan, atau kelahiran. Contohnya seorang anak yang
lahir dari lingkungan bangsawan, tanpa harus berusaha, dengan sendirinya ia sudah memiliki
status sebagai bangsawan.
2) AchievedStatus
Status ini diperoleh karena suatu prestasi tertentu. Atau dengan kata lain status ini diperoleh
seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja. Status ini tidak diperoleh atas dasar keturunan,
akan tetapi tergantung pada kemampuan masing-masing dalam mengejar serta mencapai
tujuan-tujuannya. Misalnya seseorang dapat menjadi hakim setelah menyelesaikan kuliah di
Fakultas Hukum dan memenuhi persyaratan-persyaratan yang memerlukan usaha-usaha
tertentu.
3) AssignedStatus
Assigned status adalah status yang dimiliki seseorang karena jasa-jasanya terhadap pihak lain.
Karena jasanya tersebut, orang diberi status khusus oleh orang atau kelompok tersebut.
Misalnya gelar-gelar seperti pahlawan revolusi, peraih kalpataru atau adipura, dan lainnya.
2. Peranan (role)
Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan atau status. Dalam kehidupan di masyarakat,
peranan diartikan sebagai perilaku yang diharapkan oleh pihak lain dalam melaksanakan hak
dan kewajiban sesuai dengan status yang dimilikinya. Status dan peranan tidak dapat
dipisahkan karena tidak ada peranan tanpa status, dan tidak ada status tanpa peranan.
Interaksi sosial yang ada di dalam masyarakat merupakan hubungan antara peranan-peranan
individu dalam masyarakat. Ada tiga hal yang tercakup dalam peranan, yaitu sebagai berikut:
1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau kedudukan seseorang
dalam masyarakat.
2. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam
masyarakat sebagai organisasi.
3. Peranan merupakan perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.
BAB II
PENUTUP
2.1 KESIMPULAN
perkembangan nilai budaya indonesia selalu saja naik dan turun. Perkembangan kebudayaan
Indonesia saat ini banyak didominasi dengan budaya-budaya asing yang dinilai lebih praktis
dibandingkan dengan kebudayaan lokal.
• Hubungan antara individu dan masyarakat:
Masyarakat merupakan lingkungan sosial individu yang lebih luas.
• Hubungan antara individu, keluarga, dan masyarakat.
Masyarakat berkaitan erat dengan aspek sosial dari Keluarga Individu individu yang
menggambarkan kebutuhan hakiki dari manusia, yang tercakupi melalui kontak individu
dengan keluarga dan masyarakatnya.
Moral,etika,norma,nilai,dan akhlak saling berkaitan satu sama lain.
Stratifikasi dibagi menjadi tiga :
1. Stratifikasi terbuka
2. Stratifikasi tertutup
3. Stratifikasi campuran
REFERENSI
http://debyadjjah.wordpress.com/2010/03/01/perkembangan-budaya-di-indonesia-saat-ini/
http://blogsyurika.blogspot.com/2010/05/perkembangan-budaya-indonesia-dan.html
http://www.wikimu.com/news/displaynewsremaja.aspx?id=5142
http://gakul.blogspot.com/2013/11/individu-masyarakat-dan-kebudayaan.html
http://iyee-rhianto.blogspot.com/2011/09/hubungan-individu-masyarakat-dan.html
http://adianlangge.blogspot.com/2013/05/pengertian-konsep-nilai-dan-sistem.html
http://rian-dnino.blogspot.com/2011/06/makalah-sistem-sosial-budaya-indonesia.html
http://ruslantara06.blogspot.com/2013/04/persamaan-dan-perbedaan-antara.html
http://heryanigx.blogspot.com/2014/08/makalah-pendagama-islam-moral-akhlak.html
http://carinfomu.blogspot.com/2014/08/makalah-isbd-hubungan-perkembangan.html
http://dwyardyan24.blogspot.com/2012/04/konsep-dasar-masyarakat.html
http://setabasri01.blogspot.com/2011/12/masyarakat-indonesia.html
http://mbahduan.blogspot.com/2012/04/makalah-proses-terbentuknya-masyarakat.html
http://aghamisme.blogspot.com/2012/10/perbedaan-masyarakat-desa-dan-kota.html
http://nurulfajariy.blogspot.com/2012/10/sumber-daya-yang-ada-di-pedesaan-dan.html
http://zein-homework.blogspot.com/2012/12/masalah-sosial-di-desa-dan-perkotaan_28.html
https://www.mail-archive.com/forum-pembaca-kompas@yahoogroups.com/msg56511.html
http://sitiherdianipoetri.blogspot.com/2012/01/urbanisasi-dan-urbanisme.html
http://arissetiyad.blogspot.com/2013/02/stratifikasi-sosial.html
https://sosiologiblog.wordpress.com/2012/11/20/ciri-ciri-stratifikasi-sosial/
http://ssbelajar.blogspot.com/2013/02/unsur-unsur-stratifikasi-sosial.html

Anda mungkin juga menyukai