II. TUJUAN :
Mahasiswa mampu :
1. Mahasiswa mampu dan mengerti perkembangan Etika Komputer.
2. Mahasiswa mampu dan mengerti cakupan pembahasana Etika Komputer.
3. Mahasiswa mampu dan mengerti isu-isu yang sering muncul dalam Etika Komputer.
III. A. Pendahuluan
Perkembangan teknologi yang terjadi dalam kehidupan manusia, memberikan banyak
perubahan pada cara berpikir manusia, baik itu dalam usaha pemecahan masalah,
perencanaan maupun juga dalam pengambilan keputusan. Perubahan yang terjadi pada cara
berpikir manusia sebagai salahsatu akibat adanya perkembangan teknologi tersebut, sedikit
banyak akan berpengaruh terhadap pelaksanaan dan cara pandang manusia terhadap etika dan
norma-norma dalam kehidupannya.
Selannjutnya pada bagian ini anda akan diajak secara lebih khusus mempelajari etika di
bidang komputer, mulai dari tinjauan sejarah sampai pembahasan isu-isu pokok dalam
penerapannya.
11
baru di masa sekarang ini. Perkembangan tersebut akan dibagi menjadi beberapa tahap seperti
yang akan dibahas berikut ini.
“It has long been clear to me that the modern ultra-rapid computing machine was in
principle an ideal central nervous system to an apparatus for automatic control; and that
its input and output need not be in the form of numbers or diagrams. It might very well
be, respectively, the readings of artificial sense organs, such as photoelectric cells or
thermometers, and the performance of motors or solenoids ... We are already in a
position to construct artificial machines of almost any degree of elaborateness of
performance. Long before Nagasaki and the public awareness of the atomic bomb, it had
occurred to me that we were here in the presence of another social potentiality of
unheard-of importance for good and for evil ...” (Bynum, 2001).
Dalam buku tersebut dikatakan bahwa Wiener mengungkapkan bahwa mesin komputasi
modern pada prinsipnya merupakan sistem jaringan syaraf yang juga merupakan peranti
12
kendali otomatis. Dalam pemanfaatan mesin tersebut, manusia akan dihadapkan pada
pengaruh sosial tentang arti penting teknologi tersebut yang ternyata mampu memberikan
“kebaikan”, sekaligus “malapetaka”.
Pada tahun 1950, Wiener menerbitkan sebuah buku yang monumental, berjudul The
Human Use of Human Beings. Walaupun Wiener tidak menggunakan istilah “etika
komputer” dalam buku tersebut, ia meletakkan suatu fondasi menyeluruh untuk analisa dan
riset tentang etika komputer. Istilah etika komputer sendiri akhirnya umum digunakan lebih
dari 2 (dua) dekade kemudian. Buku Wiener ini mencakup beberapa bagian pokok tentang
hidup manusia, prinsip-prinsip hukum dan etika dibidang komputer. Bagian-bagian pokok
dalam buku tersebut adalah sebagai berikut (Bynum, 2001) :
1. Tujuan hidup manusia.
2. Empat prinsip-prinsip hukum.
3. Metode yang tepat untuk menerapkan etika.
4. Diskusi tentang masalah-masalah pokok dalam etika komputer.
5. Contoh topik kunci tentang etika komputer.
Dasar-dasar etika komputer yang diberikan Wiener berada jauh didepan waktunya, dan
hamper diabaikan untuk beberapa decade. Dalam pandangannya, pengintegrasian teknologi
komputer ke dalam masyarakat akan segera menimbulkan “revolusi industry yang ke-2
(dua)”. Dalam revolusi industri tersebut, perubahan dapat terjadi secara radikal. Adalah suatu
pekerjaan besar bagi pelaku didalamnya untuk memperhatikan keanekaragaman tugas dan
tantangan. Para pekerja harus melakukan penyesuaian dalam pekerjaannya; pemerintah harus
menetapkan peraturan dan hukum baru; bisnis dan industri harus menciptakan kebijaksanaan
baru dalam prakteknya; organisasi profesional harus mengembangkan kode etik yang baru
untuk anggota mereka; sarjana sosiologi dan psikologi harus belajar dan memahami gejala
sosial dan psikologis baru; dan ahli filsafat harus memikirkan kembali konsep-konsep etika
yang telah ada, dan banyak hal lain yang harus dipikirkan.
13
“that when people entered the computer center they left their ethics at the door”.
(Fodor and Bynum, 1992).
14
pemeriksaan yang berhadapan dengan permasalahan etis yang diciptakan oleh pemakaian
teknologi komputer waktu itu. Maner menawarkan suatu kursus eksperimental atas materi
pokok tersebut pada Old Dominion University in Virginia. Sepanjang tahun 1970 sampai
pertengahan 1980, Maner menghasilkan banyak minat pada kursus tentang etika komputer
setingkat universitas. Tahun 1978, ia juga memublikasikan sendiri karyanya Starter Kit in
Computer Ethics, yang berisi material kurikulum dan pedagogi untuk para pengajar
universitas dalam pengembangan pendidikan etika komputer.
15
yang dipimpin oleh Jeroen van Hoven, serta di Australia terjadi riset terbesar etika komputer
yang dipimpin oleh Cris Simpson dan Yohanes Weckert.
Perkembangan yang cukup penting lainnya adalah kepeloporan Simon Rogerson dari De
Montfort University (UK), yang mendirikan Centre for Computing and Social Responsibility.
Didalam pandangan Rogerson, ada kebutuhan dalam pertengahan tahun 1990 untuk sebuah
“generasi kedua” yaitu tentang pengembangan etika komputer :
The mid-1990s has heralded the beginning of a second generation of Computer Ethics.
The time has come to build upon and elaborate the conceptual foundation whilst, in
parallel, developing the frameworks within which practical action can occur, thus
reducing the probability of unforeseen effects of information technology application
(Rogerson, Bynum, 1997).
Berkat jasa dan kontribusi pemikiran yang brilian dari para ilmuwan dibidang etika
komputer, dimulai dari Wiener, Parker, Weizenbaum, sampai pada Rogerson, akhirnya etika
komputer menjadi salahsatu bidang ilmu utama pada banyak pusat riset dan perguruan tinggi
di dunia yang akan terus dikembangkan mengikuti perkembangan komputer itu sendiri.
16
Ketika memutuskan untuk menggunakan istilah “etika komputer” pada pertengahan
tahun 70-an, Walter Maner menggambarkan bidang tersebut sebagai bidang ilmu yang
menguji “permasalahan etis yang menjengkelkan, yang diciptakan oleh teknologi komputer”.
Maner berpendapat bahwa beberapa permasalahan etis sebelumnya sudah ada, diperburuk
oleh munculnya komputer yang menimbulkan permasalahan baru sebagai akibat penerapan
teknologi informasi.
Sementara Deborah Johnson (1985) dalam bukunya Computer Ethics, menggambarkan
bidang ini sebagai satu studi tentang cara yang ditempuh oleh komputer memiliki standard
moral baru, yang memaksa kita sebagai penggunanya untuk menerapkan norma-norma baru
pula didalam dunia yang “belum dipetakan”. Johnson merekomendasikan etika terapan
dengan pendekatan konsep dan prosedur penggunaan dari utilitarianisme dan kantianisme.
Namun, berbeda dengan Maner, ia tidak percaya bahwa komputer menciptakan permasalahan
moral baru secara keseluruhan. Baginya, komputer member sebuah “new twist” ke isu-isu etis
sebelumnya yang telah ada.
James Moor mendefinisikan etika komputer didalam artikelnya “What Is Computer
Ethics” (Apakah Etika Komputer Itu ?) yang ditulis pada tahun 1985. Dalam artikel tersebut,
Moor mengartikan etika computer sebagai bidang ilmu yang tidak terikat secara khusus
dengan teori ahli filsafat manapun dan kompatibel dengan pendekatan metodologis yang luas
pada pemecahan masalah etis. Moore mengungkapkan etika komputer sebagai suatu bidang
yang lebih luas dibandingkan dengan yang didefinisikan oleh Maner atau Johnson. Moor
menggambarkan etika komputer sebagai bidang yang terkait dengan “policy vacuums” and
“conceptual muddles” atau kebijakan ruang hampa dan konseptual yang campur aduk
mengenai aspek sosial dan penggunaan secara etis teknologi informasi :
A typical problem in computer ethics arises because there is a policy vacuum about how
computer technology should be used. Computers provide us with new capabilities and
these in turn give us new choices for action. Often, either no policies for conduct in
these situations existing policies seem inadequate. A central task of computer ethics is to
determine what we should do in such cases, that is, formulate policies to guide our
actions ... One difficulty is that along with a policy vacuum there is often a conceptual
vacuum. Although a problem in computer ethics may seem clear initially, a little
reflection reveals a conceptual muddle. What is needed in such cases ia an ... analysis
that provides a coherent copceptual framework within which to formulate a policy for
action (Bynum, 2001).
17
Dari kutipan diatas, terlihat bahwa suatu masalah khas dalam etika komputer muncul
karena adanya suatu kebijakan yang belum jelas tentang bagaimana teknologi komputer harus
digunakan. Komputer melengkapi kita dengan berbagai kemampuan baru dan ini pada
gilirannya member banyak pilihan baru untuk tindakan yang dapat dilakukan. Satu tugas etika
komputer adalah menentukan apa yang perlu kita lakukan didalamnya. Dalam kasus ini
adalah merumuskan kebijakan untuk memandu tindakan kita. Secar lebih lanjut, Moor
mengatakan bahwa teknologi komputer itu sebenarnya memiliki sifat revolusioner karena
memiliki “logically malleable”.
Computers are logically malleable in that they can be shaped and molded to do any
activity that can be characterized in terms of outputs and connecting logical operations
... Because logic applies everywhere, the potential applications of computer technology
appear limitless. The computer is the nearest thing we have to a universal tool. Indeed,
the limits of computers are largely the limits of our own creativity. (Moor, 1985).
Komputer disebut “logically malleable” karena bisa melakukan aktivitas apapun dalam
membantu tugas manusia. Hal ini terjadi karena komputer bekerja menggunakan suatu logika
pemrograman tertentu yang bisa dibuat oleh programmernya. Logika pemrograman tersebut
terhubung dimana-mana sehingga potensi aplikasi komputer tampak tiada habisnya.
Komputer merupakan suatu alat yang universal. Tentu saja batas komputer adalah seberapa
besar batas dari kreativitas manusia sendiri.
Menurut Moor, revolusi komputer sedang terjadi dalam 2 (dua) langkah. Langkah ke-1
adalah “pengenalan teknologi” dimana tekonlogi komputer dapat dikembangkan dan disaring.
Ini telah yang terjadi di AS sepanjang 40 tahun pertama setelah PD ke-2. Langkah ke-2 adalah
“penyebaran teknologi” dimana teknologi mendapatkan integrasi kedalam aktivitas manusia
sehari-hari dan kedalam institusi sosial, mengubah seluruh konsep pokok, seperti ; uang
(money), pendidikan (education), kerja (work) dan pemilihan yang adil (fair elections).
Pendekatan lain dilakukan Wiener (1950) didalam bukunya The Human Use of Human
Beings, dan juga yang didiskusikan oleh Moor dalam “What Is Computer Ethics?”. Menurut
alternatif ini, etika komputer mengidentifikasi dan meneliti dampak teknologi informasi
terhadap nilai-nilai manusiawi seperti ; kesehatan, kekayaan, kesempatan, kebebasan,
demokrasi, pengetahuan, keleluasaan pribadi, keamanan, pemenuhan diri, dan seterusnya. Ini
18
adalah pandangan etika komputer secara lebih luas dalam penerapan etika, sosiologi
komputasi, penilaian teknologi, hukum komputer, dan bidang-bidang yang berhubungan
dengan itu dan memperkerjakan konsep, metodologi serta teori dari disiplin ilmu ini.
Kesuksesan dari pemahaman etika komputer ini dicerminkan ketika pemikiran tersebut
didiskusikan dalam konferensi utama seperti National Conference on Computing and Values
(1991), dan riset-riset lainnya.
Pada tahun 1990, Donald Gotterbarn mempelopori suatu pendekatan yang berbeda
dalam melukiskan cakupan khusus bidang etika komputer. Dalam pandangan Gotterbarn,
etika komputer harus dipandang sebagai suatu cabang etika profesional, yang terkait semata-
mata dengan standard kode dan praktek yang dilakukan oleh para profesional dibidang
komputasi :
“There is little attention paid to the domain of professional ethics – the values that guide
the day-to-day activities of computing professionals in their role as professionals. By
computing professional I mean anyone involved in the design and development of
computer artifacts ... The ethical decisions made during the development of these
artifacts have a direct relationship to many of the issues discussed under the broader
concept of computer ethics ... “. (Gotterbarn, 1991).
19
Kejahatan komputer dapat diartikan sebagai “Kejahatan yang ditimbulkan karena
penggunaan komputer secara illegal” (Andi Hamzah, 1989). Selanjutnya, seiring dengan
perkembangan pesat teknologi komputer, kejahatan bidang ini pun terus meningkat. Berbagai
jenis kejahatan komputer yang terjadi mulai dari kategori ringan seperti ; penyebaran virus,
spam email, penyadapan transmisi sampai pada kejahatan-kejahatan kategori berat, seperti
misalnya ; carding (pencurian melalui internet), DoS (Denial of Services) atau melakukan
serangan yang bertujuan untuk melumpuhkan target sehingga ia tak dapat memberikan
layanan lagi, dan sebagainya.
20
internasional yang terdiri dari para perancang jaringan, operator, penjual dan peneliti yang
terkiat dengan evolusi arsitektur dan pengoperasian Internet. Organisasi ini terbuka bagi
individu dimanapun dan siapapun yang terkait dengan internet. Untuk lebih jelasnya, kita
dapat mengunjungi situs resmi organisasi ini di www.ietf.org. Dalam kegiatannya, IETF
terbagi menjadi kelompok-kelompok kerja yang menangani beberapa topik seputar internet
baik dari sisi teknis maupun non teknis, termasuk didalamnya menetapkan Netiqueete
Guidelines yang terdokumentasi dalam Request For Comments (RFC) : 1855.
III. D. 3. E-Commerce
Selanjutnya, perkembangan pemakaian internet yang sangat pesat juga menghasilkan sebuah
model perdagangan elektronik yang disebut Electronic Commerce (E-Commerce). Secara
umum dapat dikatakan bahwa e-commerce adalah sistem perdagangan yang menggunakan
mekanisme elektronik yang ada di jaringan internet. E-Commerce merupakan warna baru
dalam dunia perdagangan, dimana kegiatan perdagangan tersebut dilakukan secara elektronik
dan online. Pembeli tidak harus dating ke took dan memilih barang secara langsung,
melainkan cukup melakukan browsing didepan komputer untuk melihat daftar barang
dagangan elektronik. Jika mempunyai keputusan membeli, ia cukup mengisi beberapa form
yang disediakan, kemudian mengirimkannya secara online. Pembayaran bisa dilakukan
dengan kartu kredit atau transfer bank, dan kemudian pulang ke rumah menunggu barang
datang.
Dalam pelaksanaannya, e-commerce menimbulkan beberapa isu menyangkut aspek
hukum perdagangan dalam penggunaan sistem yang berbentuk secara on line networking
management tersebut. Beberapa permasalahan tersebut antara lain menyangkut prinsip-prinsip
yurisdiksi dalam transaksi, permasalahan kontrak dalam transaksi elektronik, masalah
perlindungan konsumen, masalah pajak (taxation), kasus-kasus pemalsuan tanda tangan
digital, dan sebagainya.
Dengan berbagai permasalahan yang muncul menyangkut perdagangan via internet
tersebut, diperlukan acuan model hukum yang dapat digunakan sebagai standard transaksi.
Salahsatu acuan internasional yang banyak digunakan adalah Uncitral Model Law on
Electronic Commerce 1996. Acuan yang berisi model hukum dalam transaksi e-commerce
tersebut diterbitkan oleh UNCITRAL sebagai salahsatu komisi internasional yang berada
dibawah naungan PBB. Model tersebut telah disetujui oleh General Assembly Ressolution
No. 51/162 tanggal 16 Desember 1996.
21
III. E. Pelanggaran HAKI
Sebagai teknologi yang bekerja secara digital, komputer memiliki sifat keluwesan yang tinggi.
Hal itu berarti bahwa jika informasi berbentuk digital maka secara mudah seseorang dapat
menyalinnya untuk berbagi dengan orang yang lain. Sifat itu disatu sisi menimbulkan banyak
keuntungan, tetapi disisi lain juga menimbulkan permasalahan, terutama menyangkut HAKI.
Beberapa kasus HAKI itu antara lain adalah ; pembajakan perangkat lunak, softlifting
(pemakaian lisensi melebihi kapasitas penggunaan yang seharusnya), penjualan CD ROM
illegal atau juga penyewaan perangkat lunak illegal.
Indonesia merupakan salahsatu negara yang memiliki tingkat pembajakan perangkat
lunak cukup tinggi. Survey yang dilakukan Business Software Alliance (BSA) pada tahun
2001, menempatkan Indonesia pada peringkat ke-3 terjadinya pembajakan terbesar didunia.
Dengan peringkat tersebut, Indoneia berada dibawah Vietnam sebagai peringkat ke-1 dan
China sebagai peringkat ke-2. Kebanyakan pembajakan di Indonesia adalah pembajakan yang
dilakukan oleh end user seperti ; penggunaan satu lisensi untuk banyak PC, pelanggaran
kontrak lisensi serta pemuatan perangkat lunak bajakan di PC.
22
Di Indonesia, organisasi profesi dibidang komputer yang didirikan sejak tahun 1974
yang bernama IPKIN (Ikatan Profesi Komputer dan Informatika), juga sudah menetapkan
kode etik yang disesuaikan dengan kondisi perkembangan pemakaian teknologi komputer di
Indonesia. Kode etik profesi tersebut menyangkut kewajiban pelaku profesi terhadap ilmu
pengetahuan dan teknologi, kewajiban pelaku profesi terhadap masyarkat, kewajiban pelaku
profesi terhadap sesama pengemban profesi ilmiah, serta kewajiban pelaku profesi terhadap
sesama umat manusia dan lingkungan hidup.
Munculnya kode etik profesi tersebut tentunya memberikan gambaran adanya tanggung-
jawab yang tinggi bagi para pengemban profesi bidang komputer untuk menjalankan fungsi
dan tugasnya sebagai seorang profesional dengan baik sesuai garis-garis profesionalisme yang
ditetapkan.
IV. LATIHAN/SOAL
23
V. PENUTUP
Modul ini menjelaskan tentang sejarah perkembangan Etika Komputer, cakupan pembahasan
Etika Kompuer dan isu-isu yang sering muncul dalam Etika Komputer.
24