Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fungsi utama dari elektrokimia yaitu menghasilkan energi listrik. Salah satu
penerapan ilmu elektrokimia pada kehidupan sehari-hari adalah aki. Aki adalah
sebuah sel listrik yang didalamnya berlangsung proses eletrokimia dan reversible.
Reversible artinya didalam aki terjadi proses pengubahan reaksi kimia menjadi listrik
dan sebaliknya (Komuderio, 2018).
Dalam sel elektrokimia, dapat menghasilkan energi listrik dengan jalan
pelepasan elektron pada suatu elektroda atau oksidasi dan penerimaan elektron pada
elektron lainnya atau reduksi. Elektroda yang melepaskan elektron dinamakan anoda
sedangkan elektroda yang menerima elektron dinamakan katoda. Jadi sebuah sel
elektrokimia selalu terdiri dari dua bagian atau dua elektroda, setengah reaksi
oksidasi akan berlangsung pada anoda dan setengah reaksi reduksi akan berlangsung
pada katoda dengan kata lain pada sel elektrokimia, kedua setengah reaksi dipisahkan
dengan maksud agar aliran listrik atau elektron yang ditimbulkan dapat
dipergunakan. Salah satu faktor yang menunjukkan sebuah sel adalah Gaya Gerak
Listrik (GGL) atau perbedaan potensial listrik antara anoda dan katoda (Manggala,
2017).
Dalam sel elektrokimia, akan terjadi perubahan reaksi redoks secara spontan
atau tidak spontan jika didalam sel terdapat suatu larutan yang dapat menghantar
listrik, larutan tersebut adalah larutan elektrolit. Larutan elektrolit merupakan suatu
materi berupa larutan yang menghantarkan arus listrik dengan perpindahan ion-
ionnya (Anugrahaini, 2015).

1.2 Tujuan Percobaan


Tujuan percobaan yang dilakukan pada praktikum ini adalah untuk menyusun
dan mengukur GGL sel elektrik (sel elektrokimia) dan mencoba menguji persamaan
Nerst.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Elektrokimia
Elektrokimia merupakan ilmu kimia yang mempelajari tentang perpindahan
elektron yang terjadi pada sebuah media pengantar listrik (elektroda). Elektroda
terdiri dari elektroda positif dan elektroda negatif. Hal ini disebabkan karena
elektroda tersebut akan dialiri oleh arus listrik sebagai sumber energi dalam
pertukaran elektron. Konsep elektrokimia didasari oleh reaksi reduksi-oksidasi
(redoks) dan larutan elektrolit. Reaksi redoks merupakan gabungan dari rekasi
reduksi dan oksidasi yang berlangsung secara bersamaan. Pada reaksi reduksi
terjadi peristiwa penangkapan elektron sedangkan reaksi oksidasi merupakan
peristiwa pelepasan elektron yang terjadi pada media pengantar pada sel
elektrokimia. Proses elektrokimia membutuhkan media pengantar sebagai tempat
terjadinya serah terima elektron dalam suatu sistem reaksi yang dinamakan larutan.
Larutan dapat dikategorikan menjadi tiga bagian yaitu larutan elektrolit kuat,
larutan elektrolit lemah dan larutan yang bukan elektrolit (Harahap, 2016).

2.2. Larutan Elektrolit


Larutan elektrolit kuat merupakan larutan yang mengandung ion-ion terlarut
yang dapat mengantarkan arus listrik sangat baik sehingga proses serah terima
elektron berlangsung cepat dan energi yang dihasilkan relatif besar. Sedangkan
larutan elektrolit lemah merupakan larutan yang mengandung ion-ion terlarut
cenderung terionisasi sebagian sehingga dalam proses serah terima elektron
relatif lambat dan energi yang dihasilkan kecil. Namun demikian proses
elektrokimia tetap terjadi. Untuk larutan bukan elektrolit, proses serah terima
elektron tidak terjadi. Pada proses elektrokimia tidak terlepas dari logam yang
dicelupkan pada larutan disebut elektroda. Terdiri dari katoda dan anoda (Harahap,
2016).
Larutan yang berupa senyawa asam seperti senyawa asam sulfat, asam oksalat,
asam format, dan asam sitrat diketahui merupakan larutan elektrolit. Elektrolit

2
digunakan dalam sistem sel Galvani untuk menghantarkan ion-ion dari anoda menuju
katoda sehingga dapat menghasilkan listrik (Suryaningsih, 2016).

2.3. Elektroda
Elektroda adalah konduktor yang digunakan untuk bersentuhan dengan bagian
atau media non-logam dari sebuah sirkuit. Elektroda merupakan salah satu komponen
yang sangat penting pada proses elektrolisis air. Elektroda berfungsi sebagai
penghantar arus listrik dari sumber tegangan ke air yang akan dielektrolisis. Pada
elektrolisis yang menggunakan arus DC, elektroda terbagi menjadi dua kutub yaitu
positif sebagai anoda dan negatif sebagai katoda
(Marlina dkk.,2013).
Logam tembaga dicelupkan dalam larutan CuSO4 dan logam seng
dicelupkan dalam larutan ZnSO4. Kedua larutan dihubungkan dengan jembatan
garam. Jembatan garam merupakan tabung U yang diisi agar-agar dan garam
KNO3. Sedangkan kedua elektroda (logam Cu dan Zn) dihubungkan dengan alat
penunjuk arus yaitu voltmeter. Elektroda pada Sel Volta yaitu berupa katoda
dan anoda. Katoda adalah elektroda di mana terjadi reaksi reduksi, berarti logam
Cu dalam sel volta disebut sebagai elektroda positif. Sedangkan Anoda adalah
elektroda di mana terjadi reaksi oksidasi, berarti logam Zn dalam sel volta
disebut sebagai elektroda negatif.

2.4. Jembatan Garam


Fungsi jembatan garam adalah menyetarakan kation dan anion dalam larutan.
Adapun syarat jembatan garam yaitu bisa dilewati ion dan hanya sedikit melewatkan
pelarut. Perbedaan konsentrasi akan menyebabkan difusi ion secara alami dari
konsentrasi tinggi menuju konsentrasi rendah. (Arizal,dkk,2017).

2.5. Sel Volta


Sel Volta merupakan sel elektrokimia yang menghasilkan energi listrik
diperoleh dari reaksi kimia yang berlangsung spontan. Beberapa literatur
menyebutkan juga bahwa sel volta sama dengan sel galvani. Diperoleh oleh

3
gabungan ilmuan yang bernama Alexander Volta dan Luigi Galvani pada tahun
1786. Bermula dari penemuan baterai yang berasal dari cairan garam. Pada sel
Volta anoda adalah kutub negatif dan katoda kutub positif. Anoda dan katoda akan
dicelupkan kedalam larutan elektrolit yang terhubung oleh jembatan garam.
Jembatan garam memiliki fungsi sebagai pemberi suasana netral (grounding)
dari kedua larutan yang menghasilkan listrik. Dikarenakan listrik yang dihasilkan
harus melalui reaksi kimia yang spontan maka pemilihan dari larutan elektrolit
harus mengikuti kaedah deret volta. Deret volta disusun berdasarkan daya oksidasi
dan reduksi dari masing-masing logam (Harahap, 2016).

4
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam percobaan ini :
 Gelas ukur 250 ml 1 buah
 Labu ukur 250 ml 1 buah
 Multitester 1 set
 Gelas kimia 100 ml 2 buah
 Tisu
 Kabel dan Penjepit
 Lempengan Tembaga (Cu)
 Lempangan Seng (Zn)
 Kertas Amplas
 Spatula 1 buah

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini :


 CuSO4.5H2O
 ZnSO4.7H2O
 KNO3
 Aquades

3.2 Prosedur Kerja


1. Disiapkan potongan logam tembaga dan seng dengan ukuran yang sama.
Dibersihkan logam tersebut dengan menggunakan kertas amplas. Kemudian
ditimbang berat kedua logam tersebut.
2. Disiapkan larutan jenuh KNO3 sebagai jembatan garam. Ambil selembar
kertas tisu, digulung dan direkatkan menggunakan selotip pada bagian tengah
untuk mencegah gulungan terbuka.

5
3. Disiapkan 2 gelas kimia berukuran masing – masing 50 ml. Lalu gelas kimia
pertama diisi dengan larutan CuSO4.5H2O dan gelas kedua diisi dengan
larutan ZnSO4.7H2O. Kemudian dicelupkan elektroda Cu pada larutan
CuSO4.5H2O dan elektroda Zn pada larutan ZnSO4.7H2O. Kemudian, kedua
logam dihubungan dengan menggunakan kabel.
4. Dicelupkan kertas tisu yang telah digulung kedalam larutan jenuh KNO3.
Kemudian ditempatkan gulungan itu sebagai penghubung kedua gelas. Amati
nilai GGL (Gaya Gerak Listrik) pada multitester.
5. Diulangi percobaan dengan menggunakan lempengan logam Zn yang
dipotong sisir.

6
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh Konsentrasi CuSO4 Terhadap Nilai Esel


Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan hubungan antara konsentrasi
terhadap nilai Esel dapat dilihat pada Gambar 4.1 sebagai berikut.

0.58
0.57
0.56
0.55 Esel Logam
0.54 Cu yang
E sel (V)

0.53 disisir 6
0.52 Esel Logam
0.51 Cu yang
0.5 tidak disisir
0.49
0.48
0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.1 0.11
Konsentrasi CuSO₄ (N)

Gambar 4.1 Hubungan antara konsentrasi CuSO4 terhadap nilai Esel dengan
konsentrasi ZnSO4 0,1 N.

Pada Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa hubungan konsentrasi CuSO 4 terhadap
nilai E0sel menunjukkan semakin besarnya konsentrasi, maka nilai Esel yang
dihasilkan juga semakin besar. Pada konsentrasi 0,1; 0,08; 0,06 dan 0,04 N pada
jembatan garam KNO3 dengan elektroda Cu yang tidak disisr Esel yang dihasilkan
sebesar 0,549; 0,551; 0,536 dan 0,53 Volt sedangkan Esel pada elektroda Cu yang
telah disisir 6 adalah 0,512; 0,57; 0,558 dan 0,513 Volt . Hal ini dipengaruhi juga
karena adanya perbedaan konsentrasi akan menyebabkan difusi ion secara alami dari
konsentrasi tinggi menuju konsentrasi rendah (Arizal dkk.,2017).
Dari Gambar 4.1 juga dapat diketahui bahwa pada konsentrasi 0,1 N dengan
logam Cu yang disisir 6 terjadi penurunan hal ini disebabkan berkurangnya jarak
antar lempengan yang disisir sehingga luas permukaan logam menjadi lebih kecil.
Luas permukaan elektoda juga memainkan peranan penting terhadap besar kecilnya
beda potensial yang dapat dihasilkan sistem. Luas pemukaan elektroda yang besar

7
akan menangkap elektron lebih banyak dipermukaannya sehingga dapat dihasilkan
energi listrik yang lebih besar (Sinaga dkk.,2014).

4.2 Perbandingan Esel Teoritis dan Esel Aktual pada Berbagai Konsentrasi
CuSO4
Pada percobaan ini didapatkan nilai Esel yang berbeda. Perbandingan nilai Esel
teoritis dan Esel aktual pada elektroda Cu yang disisir dan tidak disisir dapat dilihat
pada Gambar 4.2 berikut
1.2

0.8 Esel Teoritis


E sel (Volt)

Esel Aktual Logam Cu


0.6 tidak disisir
Esel aktual Logam Cu
0.4 yang disisir 6

0.2

0
0.1 0.08 0.06 0.04
Konsentrasi (N)

Gambar 4.2 Perbandingan Esel Teoritis dan Esel Aktual

Pada Gambar 4.2 juga dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan nilai Esel
aktual dan nilai Esel teoritis. Perbedaan nilai Esel yang didapatkan secara teoritis dan
aktual besar. Dengan variasi konsentrasi CuSO4 0,1; 0,08; 0,06 dan 0,04 N, pada
logam Cu yang tidak disisir didapat nilai Esel berturut-turut sebesar 0,549; 0,551;
0,536 dan 0,53 Volt dan pada logam Cu yang disisir didapat nilai Esel berturut-turut
sebesar 0,512; 0,57; 0,558 dan 0,513 Volt, sedangkan untuk nilai Esel teoritis didapat
nilai Esel berturut-turut sebesar 1,1; 1,0714; 1,0342 dan 0,9827 Volt. Adanya
perbedaan nilai Esel aktual dan nilai Esel teoritis disebabkan oleh beberapa faktor
yaitu:
1. Elektroda yang digunakan bukan merupakan tembaga murni
2. Proses membersihkan elektroda yang kurang maksimal
3. Kurang akuratnya membaca nilai Esel pada Voltmeter

8
4.3 Pengaruh Bentuk Elektroda Zn Terhadap Nilai E Sel
Pengaruh variasi luas permukaan elektroda Zn terhadap nilai Esel dapat dilihat
pada Gambar 4.3 sebagai berikut
0.54

0.53

0.53

0.52
E Sel

0.52

0.51

0.51

0.5
Lempengan Cu dipotong sisir Lempengan Cu tidak dipotong
sisir

Gambar 4.3 Pengaruh luas permukaan elektroda terhadap Nilai Esel pada konsentrasi
0,04 N.

Berdasarkan Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa pada lempengan elektroda


Cu yang dipotong sisir mempunyai nilai Esel yang lebih tinggi daripada
lempengan elektroda Cu yang tidak dipotong. Elektroda Cu yang dipotong sisir
mempunyai luas permukaan yang lebih besar daripada elektroda Cu yang tidak
dipotong. Pada praktikum ini didapat nilai Esel rata-rata elektroda Cu yang
dipotong sisir dan yang tidak dipotong pada konsentrasi larutan CuSO 4 0,04 N
secara berurutan adalah sebesar 0,53 Volt dan 0,558 Volt. Tingginya nilai Esel
yang didapat pada elektroda Cu yang dipotong sisir dibandingkan dengan yang
tidak dipotong karena elektroda Cu merupakan elektroda positif (katoda) yang
melakukan reaksi oksidasi, yaitu menangkap elektron. Dalam hal ini elektroda
Zn yang merupakan anoda tidak diperlakukan hal yang sama ketika percobaan
pada elektroda Cu yang dipotong sisir, melainkan elektroda Zn tidak dipotong.
Hal ini menyebabkan akan semakin banyaknya elektron yang ditangkap oleh
reaksi reduksi-oksidasi Menurut teori Sinaga dkk. (2014) tersebut, luas
permukaan elektroda memainkan peranan penting terhadap besar kecilnya
beda potensial yang dapat dihasilkan. Luas permukaan elektroda yang besar

9
akan menangkap elektron lebih banyak di permukaannya sehingga dapat
dihasilkan energi listrik yang lebih besar, dimana hal ini sesuai dengan fakta
penelitian yang dilakukan yaitu ketika luas permukaan elektroda bertambah
maka beda potensial yang dihasilkan semakin besar.

10
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dampat disimpulkan sebagai


berikut :
1. Semakin besarnya konsentrasi, maka nilai Esel yang dihasilkan juga semakin
besar. Pada konsentrasi 0,1 N pada logam Cu yang tidak disisir Esel yang
dihasilkan sebesar 0,549 Volt dan pada logam Cu yang disisir 6 Esel yang
dihasilkan sebesar 0,512 Volt. Pada konsentrasi 0,08 N pada logam Cu yang
tidak disisir Esel yang dihasilkan sebesar 0,551 Volt dan pada logam Cu yang
disisir 6 Esel yang dihasilkan sebesar 0,57 Volt. Pada konsentrasi 0,06 N pada
logam Cu yang tidak disisir sebesar 0,536 Volt dan pada logam Cu yang disisir
6 Esel yang dihasilkan sebesar 0,558 Volt. Sedangkan pada konsentrasi 0,04 N
pada logam Cu yang tidak disisir Esel yang dihasilkan sebesar 0,53 Volt dan
pada logam Cu yang disisir 6 Esel yang dihasilkan sebesar 0,513 Volt.
2. Nilai Esel secara aktual pada konsentrasi 0,1 N ; 0,08 N ; 0,06 N dan 0,04 N
pada logam Cu yang tidak disisir diperoleh 0,549 ; 0,551; 0,536 dan 0,53 Volt.
3. Nilai Esel secara aktual pada konsentrasi 0,1 N ; 0,08 N ; 0,06 N dan 0,04 N
pada logam Cu yang disisir 6 diperoleh 0,512 ; 0,57 ; 0,558 dan 0,513 Volt.
4. Nilai Esel secara teoritis pada konsentrasi 0,1 N ; 0,08 N ; 0,06 N dan 0,04 N
sebesar 1,1 ; 1,0714 ; 1,0342 dan 0,9827 Volt.
5. Perbedaan nilai Esel teoritis dan Esel aktual disebabkan oleh beberapa faktor,
seperti ketidaktelitian praktikan dalam membaca nilai Esel pada voltmeter,
kurangnya keakuratan pada alat, kesalahan merekatkan elektroda pada kabel
dan lainnya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Anugrahaini, US., Sutikno., Masturi. 2015. Pengaruh Buah Lemon Sebagai Media
Pembelajaran Listrik Dinamis Terhadap Kondisi Stress Siswa. Prosiding
Seminar Nasional (E-Journal). 4(1) : 8.

Arizal, F., Muhammad, H., Abd Kadir. 2017 . Pengaruh Kadar Garam Terhadap
Daya Yang Dihasilkan Pembangkit Listrik Tenaga Air Garam Sebagai
Energi Alternatif Terbarukan. Jurnal Ilmiah . 1 (1) : 1-5.

Harahap, M.R. 2016 . Sel Elektrokimia Karakteristik dan Aplikasi . Jurnal Circuit. 2
(1) : 178.
Komunderio, AS., Muid, A., Suhardi. 2018. Prototype Monitoring Aki Kendaraan
Bermotor Menggunakan Arduino Nano dengan Antarmuka Smartphone
Android. Jurnal Teknologi Informasi dan Komunikasi. 9 (2) : 25.
Marlina, E., Slamet, W., Lilis, Y. 2013. Produksi Brown’s Gas Hasl Elektrolisis H 2O
dengan Katalis NaHCO3. Jurnal Rekayasa Mesin. 4(1).
Sinaga, DH., L, Suyati., ALN, Aminin. 2015. Studi Pendahuluan Pemanfaatan Whey
Tahu Sebagai Substrat dan Efek Luas Permukaan Elektroda Dalam Sistem
Microbial Fuel Cell. Jurnal Sains dan Matematika. 22 (2) : 30-35.

12

Anda mungkin juga menyukai