Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

HUBUNGAN PERBURUAN DAN INDUSTRIAL

DIBUAT:

MUHAMMAD AZZA FAZARUDIN

NIM : 18 110 036

MATA KULIAH

HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PERBURUAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PALEMBANG

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kesehatan jasmani dan rohani sehingga kita masih tetap bisa menikmati indahnya alam
ciptaanya.sholawat dan salam kita curahkan pada nabi besar kita nabi muhammad
SAW pada para keluaga ,sahabat, dan pengikutnya yang istiqomah hingga akhir
jaman.

makalah yang berjudul Hubungan Perburuan dan Industrial sebagai salah satu
materi dalam mata kuliah Hubungan Perburuan dan Industrial.

Penulis memahami jika makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan maka kritik dan
saran sangat kami butuhkan guna memperbaiki karya-karya kami di waktu mendatang.

HUBUNGAN PERBURUAN DAN INDUSTRIAL

2
Arti Hubungan Industrial dan Hubungan Perburuhan

Hubungan industrial adalah hubungan semua pihak yang terkait atau berkepentingan atas

proses produksi barang atau jasa di suatu perusahaan [1]. Pihak yang berkepentingan dalam

setiap perusahaan (Stakeholders):

Pengusaha atau pemegang saham yang sehari-hari diwakili oleh pihak manajemen

Para pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh

Supplier atau perusahaan pemasok

Konsumen atau para pengguna produk/jasa

Perusahaan Pengguna

Masyarakat sekitar

Pemerintah

Disamping para stakeholders tersebut, para pelaku hubungan industrial juga melibatkan:

Para konsultan hubungan industrial dan/atau pengacara

Para Arbitrator, konsiliator, mediator, dan akademisi

Hakim-Hakim Pengadilan hubungan industrial

Abdul Khakim (2009) menjelaskan, istilah hubungan industrial merupakan terjemahan dari

"labour relation" atau hubungan perburuhan. Istilah ini pada awalnya menganggap bahwa

hubungan perburuhan hanya membahas masalah-masalah hubungan antara pekerja/buruh dan

pengusaha. Seiring dengan perkembangan dan kenyataan yang terjadi di lapangan bahwa

masalah hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha ternyata juga menyangkut

aspek-aspek lain yang luas. Dengan demikian, Abdul Khakim (2009) menyatakan hubungan

perburuhan tidaklah terbatas hanya pada hubungan antara pekerja/buruh dan pengusaha, tetapi

perlu adanya campur tangan pemerintah.

3
Dua istilah ini sejak lama selalu digunakan secara rancu baik oleh praktisi manajemen

sumberdaya manusia maupun oleh pejabat pemerintah khususnya para pejabat di departemen

Tenaga Kerja Republik Indonesia. Uniknya adalah bahwa istilah dan topik hubungan

industrial atau “Industrial Relations” sebenarnya sudah tidak pernah dibahas lagi oleh para

penulis buku Amerika. Dalam buku-buku mereka seperti Ivancevich, Bernardine & Russel

dan Dessler justru membahas secara khusus topik “Labor Relations” atau hubungan

perburuhan. Departemen Tenaga Kerja RI, para pengusaha yang tergabung dalam APINDO

(Asosiasi Pengusaha Indonesia) / KADIN dan Serikat Pekerja konsisten menggunakan istilah

Hubungan Industrial apalagi ketika masa Orde Baru yang sangat konsisten mempromosikan

“Hubungan Industrial” (berbasis) Panca Sila di perusahaan-perusahaan.

Tetapi hampir semua orang yang terlibat dalam “hubungan industrial” mengetahui bahwa

istilah tersebut digunakan untuk mengganti istilah “perburuhan” yang didalamnya

mengandung kata “buruh” yang banyak digunakan oleh organisasi buruh “kiri” pada masa

orde lama. Akhirnya Lembaga Tripartit Nasional khususnya Departemen Tenaga Kerja

berusaha keras memberikan definisi yang menunjukan perbedaan antara keduanya. Menurut

definisi mereka, “hubungan industrial” adalah hubungan-hubungan yang terjadi dalam

lingkungan industri yang melibatkan tiga unsur pelaku yaitu; serikat pekerja, pengusaha dan

pemerintah”. Sedangkan hubungan perburuhan didefinisikan sebagai; “hubungan-hubungan

dalam lingkungan perusahaan yang hanya melibatkan 2 (dua) pihak yaitu pengusaha dan

serikat pekerja”. Pembedaan antara kedua konsep tersebut mencerminkan keinginan

pemerintah untuk memposisikan diri sebagai salah satu pelaku hubungan industrial.

Keinginan tersebut adalah refleksi dari “pendekatan keamanan” yang cukup kuat dalam

menangani hubungan perburuhan.

4
Akhirnya, sesuatu yang unik juga ditemukan di Indonesia mengenai “hubungan industrial”

ini. Pertama, didalam banyak perusahaan masih tetap digunakan istilah “Hubungan Industrial”

dan ada pejabat yang disebut Manajer Hubungan Industrial. Pembaca akan menemukan

“Uraian Jabatan” Manajer Hubungan Industrial pada akhir dari Bagian 187 nanti. Kemudian,

pada banyak perusahaan yang mayoritas atau hampir semua karyawannya termasuk dalam

kelompok “kerah putih” atau yang bergerak pada sektor industri jasa menggunakan istilah

“Employee Relations” (Hubungan Kekaryawanan) untuk menggantikan istilah “Hubungan

Perburuhan”. Alasannya juga jelas karena masih adanya perasaan “risih” bila menggunakan

istilah “perburuhan”. Untuk menghindarkan kerancuan maka penulis menganggap bahwa

kedua istilah tersebut pada dasarnya mempunyai arti yang sama.

Prinsip-Prinsip Hubungan Industrial


Payaman J. Simanjuntak (2009) menjelaskan beberapa prinsip dari Hubungan industrial,

yaitu:

Kepentingan Bersama: Pengusaha, pekerja/buruh, masyarakat, dan pemerintah


Kemitraan yang saling menguntungkan: Pekerja/buruh dan pengusaha sebagai mitra yang
saling tergantung dan membutuhkan
Hubungan fungsional dan pembagian tugas
Kekeluargaan
Penciptaan ketenangan berusaha dan ketentraman bekerja
Peningkatan produktivitas
Peningkatan kesejahteraan bersama

Sarana Pendukung Hubungan Industrial


Payaman J. Simanjuntak (2009) menyebutkan sarana-sarana pendukung Hubungan industrial,
sebagai berikut:

5
Serikat Pekerja/Buruh
Organisasi Pengusaha
Lembaga Kerjasama bipartit (LKS Bipartit)
Lembaga Kerjasama tripartit (LKS Tripartit
Peraturan Perusahaan
Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
Peraturan perundang-undangan ketenagakerjaaan
Lembaga penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial

Perjanjian Kerja Bersama (PKB)

Perjanjian Kerja Bersama atau disingkat PKB merupakan pijakan karyawan dalam

menorehkan prestasi yang pada gilirannya akan berujung kepada kinerja korporat dan

kesejahteraan karyawan. Jadi, PKB memang penting bagi perusahaan manapun. Hubungan

kerja senantiasa terjadi di masyarakat, baik secara formal maupun informal, dan semakin

intensif di dalam masyarakat modern. Di dalam hubungan kerja memiliki potensi timbulnya

perbedaan pendapat atau bahkan konflik. Untuk mencegah timbulnya akibat yang lebih buruk,

maka perlu adanya pengaturan di dalam hubungan kerja ini dalam bentuk PKB. Dalam

praktiknya, persyaratan kerja diatur dalam bentuk perjanjian kerja yang sifatnya perorangan.

Perjanjian kerja Bersama ini dibuat atas persetujuan pemberi kerja dan Karyawan yang

bersifat individual. Pengaturan persyaratan kerja yang bersifat kolektif dapat dalam bentuk

Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).Perjanjian Kerja Bersama

atau PKB sebelumnya dikenal juga dengan istilah KKB (Kesepakatan Kerja Bersama) / CLA

(Collective Labour Agreement) adalah merupakan perjanjian yang berisikan sekumpulan

syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak yang merupakan hasil perundingan antara

Pengusaha, dalam hal ini diwakili oleh Managemen Perusahaan dan Karyawan yang dalam

hal ini diwakili oleh Serikat Karyawan, serta tercatat pada instansi yang bertanggung jawab

6
dibidang ketenagakerjaan. Hal ini juga tertuang dalam Pasal 1 UU No.13 tahun 2003 Point

21.PKB dibuat dengan melalui perundingan antara managemen dan serikat karyawan.

Kesemua itu untuk menjamin adanya kepastian dan perlindungan di dalam hubungan kerja,

sehingga dapat tercipta ketenangan kerja dan berusaha. Lebih dari itu, dengan partisipasi ini

juga merupakan cara untuk bersama-sama memperkirakan dan menetapkan nasib perusahaan

untuk masa depan.Masa berlakunya PKB paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang

masa berlakunya paling lama 1 (satu) tahun. PKB juga merupakan suatu instrumen yang

digunakan untuk untuk menjalankan hubungan industrial, dimana sarana yang lain adalah

serikat karyawan, organisasi pengusaha, lembaga kerjasama bipartit, lembaga kerjasama

tripartit, peraturan perusahaan, peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan, lembaga

penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Menurut ketentuan, Perundingan pembuatan PKB berikutnya dapat dimulai paling cepat 3

(tiga) bulan sebelum berakhirnya PKB yang sedang berlaku. Dalam hal perundingan tidak

mencapai kesepakatan, maka PKB yang sedang berlaku tetap berlaku untuk paling lama 1

(satu) tahun. Sehingga dengan demikian proses pembuatan PKB tidak memakan waktu lama

dan berlarut-larut sampai terjadi kebuntuan (dead lock) yang mengakibatkan tidak adanya

kepastian hukum.

Riwayat Pergerakan Perburuhan Di Indonesia

Pergerakan Perburuhan di Indonesia sebenarnya sudah dimulai sejak lama yaitu sejak

Indonesia masih dibawah penjajahan Belanda. Tentu saja gerakan tersebut juga merupakan

imbasan dari apa yang terjadi di Eropa dan diperkenalkan oleh orang-orang Belanda yang

waktu itu bekerja di Indonesia. Organisasi buruh pertama adalah Netherlands Onderwerpen

Genootschaft sebuah organisasi yang mengorganisir guru-guru sekolah Belanda yang berdiri

7
pada tahun 1879. Baru pada tahun 1908 berdiri sebuah organisasi buruh untuk pekerja

Indonesia dalam lingkungan perusahaan yaitu Vereneging van Spoor en Trem Personeel.

Serikat Buruh-nya para pekerja Kereta Api dan Trem. Dimasa pendudukan Jepang gerakan

perburuhan di Indonesia terhenti karena dilarang oleh pemerintahan pendudukan Jepang.

Setelah Indonesia memperoleh kemerdekaan serikat pekerja / organisasi buruh mendapat

kesempatan kembali untuk berkembang. Hampir semua organisasi buruh pada saat itu

bernaung atau menjadi anak organisasi (‘underbouw”) partai politik yang waktu itu

jumlahnya juga puluhan. Organisasi buruh yang menonjol pada waktu itu antara lain adalah

Kesatuan Buruh Marhaen (KBM) yang bernaung di bawah PNI, sentral Organisasi Buruh

eluruh Indonesia (SOBSI) “underbouw” dari Partai Komunis Indonesia (PKI) dan

SARBUMUSI yang bernaung di bawah NU. Atas desakan organisasi buruh tersebut

pemerintah Indonesia membuat sejumlah Undang-undang yang mengatur standar perburuhan

dan hak-hak azazi manusia di Indonesia antara lain :

UU NO.2 tahun 1948 (Undang-undang Kerja)

UU No.33/1947 tentang Kecelakaan Kerja

UU No.23/1948 tentang Pengawasan Perburuhan dan banyak lagi

Pembaca dapat melihat nama dan nomor Undang-undang peraturan, Peraturan Pemerintah dan

peraturan lain yang penting untuk diketahui isinya dalam Daftar yang khusus dibuat dan

dimuat dibuku ini.

Pada masa kekuasaan rezim Orde Baru, keaneka ragaman organisasi buruh berakhir denga

berakhirnya juga keaneka ragaman dalam partai politik. Dalam ruang lingkup hubungan

perburuhan ini pemerintah bertindak lebih ekstrim lagi karena akhirnya hanya mengizinkan

8
satu organisasi buruh untuk berdiri padahal dalam ruang lingkup politik pada saat itu diijinkan

ada 3 (tiga) partai politik. Pada awalnya langkah yang ditempuh pemerintah adalah

mensponsori terbentuknya Majelis Permusyawaratan Buruh Indonesia (MPBI) pada tahun

1969 beranggotakan 22 serikat pekerja sisa-sisa sebelum era Orde Baru. Selanjutnya, MPBI

digiring oleh pemerintah untuk membentuk wadah tunggal untuk gerakan buruh dengan

merubah diri menjadi Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI) yang akhirnya menjadi

Serikat Pekerja Seluruh Indonesia.

Pemerintah RI mendapat banyak kritik baik dari dalam atau dari luar negeri (yang dilancarkan

dalam sidang-sidang tahunan Organisasi Buruh International / ILO). Sehubungan dengan itu

maka pemerintah meminta SPSI merubah diri mereka untuk kembali menjadi “federasi” yang

merupakan organisasi induk bagi SPSI Sektor Industri sehingga seolah-olah di Indonesia

jumlah serikat pekerja banyak. Selain daripada itu, pemerintah juga mendorong berdirinya

Serikat Pekerja Tingkat Perusahaan (SPTP) yang berstatus perhimpunan pekerja internal

perusahaan yang tidak perlu berafiliasi ke SPSI sektor manapun. Pada masa Orde Baru

tersebut gerakan serikat pekerja tidak banyak menghasilkan Undang-Undang atau Peraturan

Pemerintah kecuali UU No.3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang

mendorong diperkuatnya posisi PT. JAMSOSTEK yang sebetulnya lebih untuk kepentingan

pemerintah dalam menarik dana dari Perusahaan. Sebuah Peraturan Pemerintah yang cukup

penting dikeluarkan pada waktu itu adalah PP.No.8/1981 tentang Perlindungan Upah.

Hubungan Perburuhan Di Indonesia DALAM ERA REFORMASI

Dengan runtuhnya kekuasaan Orde Baru pada bulan Mei tahun 1998 maka pemerintah baru

tidak dapat lagi mempertahankan FSPSI sebagai organisasi tunggal untuk gerakan buruh.

9
Hanya beberapa bulan setelah turunnya Presiden Soeharto telah terjadi perubahan yang sangat

besar dalam pola dan arah perkembangan Hubungan Industrial dan Hubungan Perburuhan di

Indonesia. Pada bulan Mei itu juga pemerintah dipaksa untuk meratifikasi kembali Konvensi

ILO No.87/1948 melalui Keputusan Presiden No.8/1998. Pada saat yang bersamaan Menteri

Tenaga Kerja juga mengeluarkan PERMENAKER No.5/1998 yang membuka kesempatan

untuk serikat pekerja / organisasi buruh yang baru berdiri untuk mendaftarkan diri agar

eksistensinya dianggap legal.

Akhirnya, pada tahun 2000 pemerintah menerbitkan UU No.21/2000 tentang Serikat Pekerja

yang merupakan penjabaran Konvensi ILO No.87/1948. Sejak keluarnya UU No.21/2000

maka terjadi perubahan drastis dalam pola dan tatanan hubungan industrial / hubungan

perburuhan di Indonesia. Yang dapat dilihat dengan jelas dan dirasakan adalah sebuah

fenomena dan keadaan yang mirip dengan yang terjadi pada masa “Orde Lama” yaitu jumlah

Serikat Pekerja / Organisasi Buruh yang sangat besar. Sejak PEREMENAKER No.5/1998

diberlakukan sampai bulan Juli 2001 sudah tercatat ada 40 organisasi buruh / serikat pekerja

baru. Bila ditambah dengan SPSI Sektoral yang bernaung dibawah FSPSI maka jumlahnya

sudah lebih dari 60.

Sedangkan berdasarkan data dari Kementrian Ketenagakerjaan, pada tahun 2014 tercatat ada

6 Konfederasi, 100 Federasi dan 6808 Serikat Pekerja tingkat perusahaan (diantaranya banyak

yang tidak berafiliasi dengan Federasi manapun tapi bertindak mandiri, misalnya Serikat

Pekerja semua BUMN). Jumlah itu meliputi 1.678.364 orang anggota Serikat Pekerja. Tetapi

pada tahun 2016 hanya diperoleh nama 63 buah Konfederasi dan Federasi Serikat Pekerja

yang daftarnya tersedia di Web Kemnaker atau Web I.L.O.

10
Penyebab mengapa sampai sedemikian besar jumlah organisasi buruh baru yang didirikan dan

terdaftar menurut para pakar dan pengamat adalah sebagai berikut :

Merupakan bagian dari euphoria kebebasan berpolitik yang jalannya dibuka oleh pemerintah

melalui ratifikasi Konvensi ILO No.87/1948 dan UU No.21/2000. Undang-undang ini sangat

mempermudah pendirian sebuah serikat pekerja / organisasi buruh baru dalam perusahaan

dengan mensyaratkan jumlah 10 (sepuluh) orang pekerja sudah dapat mendirikan serikat

pekerja / organisasi buruh. Bayangkan saja bila dalam sebuah perusahaan yang jumlah

pekerjanya 1.000 dapat berdiri sebuah organisasi buruh yang diprakarsai / didukung oleh

hanya 1% dari jumlah seluruhnya.

Pendirian serikat pekerja / organisasi buruh baru merupakan refleksi dari protes terhadap

pengekangan dan monopoli kegiatan perburuhan selama ini.

Pekerja merupakan basis massa yang bila kondisi ekonomi membaik jumlahnya akan semakin

besar dan sehingga dapat dijadikan instrumen politik dan kekuatan penekan yang cukup besar.

Mendirikan organisasi buruh / serikat pekerja secara resmi adalah merupakan cara terbaik

untuk memperjuangkan hak-hak buruh / pekerja secara efektif.

Beberapa organisasi buruh / serikat pekerja berdiri dengan dilatar belakangi pertimbangan

moral dan idealisme yang tinggi untuk merobah pola perilaku dan sikap sebagian pengusaha

yang masih memperlakukan buruh semata-mata sebagai alat produksi tanpa memikirkan

kesejahteraan mereka.

Implikasi Dari Pola dan Tatanan Multi Organisasi Pekerja.

Pola multi organisasi buruh yang sekarang berkembang mempunyai sejumlah konsekwensi

dan berimplikasi cukup berat pada manajemen sumberdaya manusia dan khususnya

11
penanganan hubungan perburuhan didalam perusahaan. Manajemen dan manajer sumberdaya

manusia akan lebih disibukkan dan dipusingkan dengan masalah ini. Bila tadinya mereka

dengan mudah menghadapi 1 (satu) atau malah nol serikat pekerja tiba-tiba sekarang harus

menghadapi 2 atau lebih serikat pekerja yang satu sama lain juga belum tentu sepakat dalam

segala hal. Implikasi yang dicatat adalah dibawah ini :

Sesuai dengan ketentuan UU No.21/2000 semua organisasi buruh yang berdiri secara resmi

dan terdaftar tidak boleh dihalang-halangi dan harus dibiarkan. Walaupun tidak ditetapkan

oleh peraturan pemerintah, perusahaan harus memberikan bantuan berupa fasilitas seperti

ruang kantor, meja kerja dan alat kantor dan telekomunikasi kepada tiap serikat pekerja.

Bila jumlahnya lebih dari satu dapat dipastikan akan terjadi persaingan keras diantara serikat

pekerja / organisasi buruh untuk meluaskan pengaruh masing-masing dan memperoleh

pendukung. Apalagi bila organisasi buruh baru tersebut menjadi “onderbouw” partai politik.

Untuk memperluas pengaruh tiap organisasi akan berusaha menjadi populer dan menjadi

“pahlawan” dengan berbagai usul atau tindakan yang ditujukan kepada perusahaan !

Penetapan segala kebijakan dalam bidang sumber daya manusia yang harus disepakati serikat

pekerja termasuk Kesepakatan Kerja Bersama yang merupakan salah satu instrumen utama

dalam Hubungan Industrial Panca Sila sekarang harus dimusyawarahkan dengan lebih dari

satu serikat pekerja. Diantara serikat pekerja / organisasi buruh sendiri harus terjadi

kesepakatan lebih dahulu untuk memiliki sikap yang sama. Hal ini sukar sekali untuk terjadi

karena adanya persaingan antar mereka.

Permintaan ijin dari pada pengurus serikat pekerja / organisasi buruh untuk menghadiri acara-

acara dengan induk organisasinya akan meningkat jumlahnya dan dapat melibatkan belasan

orang per bulan-nya. Hal ini dapat menjadi gangguan bagi kelancaran pelaksanaan pekerjaan

dan menurunkan produktivitas.

12
Tuntutan-tuntutan kenaikan kesejahteraan yang seringkali tidak rasional padahal bukan

komponen yang “normatif” yang seringkali didasari oleh pertama “ephoria”, ingin menonjol

dan mencari pengaruh atau kekurangan pengetahuan anggota pengurus serikat pekerja /

organisasi buruh.

MENYIKAPI TATANAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BARU

Untuk menghadapi pola dan tatanan hubungan industrial baru di Indonesia, perusahaan yang

masih “bebas” dari serikat pekerja / organisasi buruh, atau yang masih memiliki satu, maupun

yang sudah memiliki lebih dari satu, harus selalu mengambil tindakan-tindakan dibawah ini

untuk menciptakan dan memelihara suasana kerja yang kondusif dan produktif didalam

organisasinya.

Selalu meninjau ulang (mereview) dan mengaudit seluruh strategi, kebijakan dan sistem-

sistem manajemen sumberdaya manusia mereka untuk mendeteksi segala kekurangan atau

penyesuaian yang harus dilakukan agar lebih tepat untuk situasi, kondisi dan tatanan baru.

Meninjau ulang, menegaskan dan menyepakati hak-hak dan kewajiban semua pelaku dalam

hubungan industrial / perburuhan termasuk hak-hak dan kewajiban perusahaan (yang

terpenting adalah apa yang disebut dengan “hak prerogative” manajemen dalam mengelola

perusahaan). Penegasan hak dan kewajiban ini dibuat secara tertulis dalam bentuk Peraturan

Perusahaan (bila belum ada SP / ORBU) atau berbentuk Kesepakatan Kerja Bersama.

Mengembangkan program Manajemen Konflik dan Diteksi Dini untuk mengidentifikasi

potensi konflik dan menangani setiap konflik yang muncul dengan tepat dan cepat. Dalam

program atau sistem itu harus termasuk pula sebuah prosedur untuk menyampaikan keluhan

pekerja/karyawan yang harus disosialisasikan kepada seluruh jajaran dalam perusahaan.

13
Khusus untuk para praktisi MSDM yang masih pemula atau baru, adalah perlu berusaha

memahami isi semua Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan dan Keputusan

Menteri Tenaga Kerja yang mengatur semua aspek legal dari manajemen sumber daya

manusia. Selain itu, bagi yang belum menjadi praktisi, disarankan untuk mulai belajar

melakukan interaksi dan negosiasi terutama dari aspek psikologi-nya.

Jenis Perselisihan Hubungan Industrial

Dalam sebuah perusahaan, baik itu pengusaha maupun pekerja pada dasarnya memiliki

kepentingan atas kelangsungan usaha dan keberhasilan perusahaan. Meskipun keduanya

memiliki kepentingan terhadap keberhasilan perusahaan, tidak dapat dipungkiri

konflik/perselisihan masih sering terjadi antara pengusaha dan pekerja.

Perselisihan dalam hubungan industrial merupakan hal yang kerap terjadi dalam dunia.

Perselisihan hubungan industrial menurut UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI) ialah perbedaan pendapat yang mengakibatkan

pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat

pekerja/serikat buruh.

Pasal 2 UU PPHI mengatur empat jenis perselisihan hubungan industrial, yaitu perselisihan

hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar

serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan. Lalu apa perbedaan dari keempat

jenis peselisihan kerja tersebut?

Perselisihan hak ialah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya

perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan,

perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Hak yang dimaksud

dalam perselisihan ini adalah hak normatif, yang sudah ditetapkan dalam perjanjian kerja,

peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama atau peraturan perundang-undangan.

14
Perselisihan ini dapat terjadi ketika misalnya pekerja menolak gaji yang diberikan oleh

perusahaan karena masing-masing pihak mempunyai definisi atas gaji yang berbeda dari

perjanjian kerja yang telah dibuat.

Perselisihan kepentingan Adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak

adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan/atau perubahan syarat-syarat kerja

yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja

bersama. Misalnya adalah jika perusahaan mengubah isi dari perjanjian kerja tanpa adanya

kesepakatan dari karyawan.

Perselisihan pemutusan hubungan kerja Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah

perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran

hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak. Kasus yang sering terjadi adalah ketika

perusahaan memutuskan hubungan kerja secara sepihak dengan pekerjanya dan pekerja

tersebut tidak setuju dengan keputusan perusahaan tersebut.

Perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan Perselisihan antar serikat pekerja

dalam satu perusahaan adalah perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan karena

tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan pelaksanaan hak, dan kewajiban

keserikatpekerjaan.

Untuk menyelesaian perselisihan di atas, terdapat beberapa cara yang dapat digunakan yaitu:

Perundingan bipartit Perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja/buruh atau

serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan

industrial. Semua jenis perselisihan hubungan industrial wajib terlebih dahulu diupayakan

penyelesaiannya melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat.

Mediasi Mediasi adalah lembaga penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan,

perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh

15
hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih

mediator yang netral.

Konsiliasi Konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan

hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu

perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang

netral.

Arbitrase Arbitrase adalah penyelesaian suatu perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar

serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan

Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan

penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat

final.

Pengadilan Hubungan Industrial Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) adalah pengadilan

khusus yang dibentuk di lingkungan pengadilan negeri yang berwenang memeriksa,

mengadili dan memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial.

Cara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial antara pengusaha dan pekerja sangat

diperlukan demi terciptanya hubungan industrial yang harmonis dan kondusif antara kedua

belah pihak.

Dalam sebuah perusahaan, baik itu pengusaha maupun pekerja pada dasarnya memiliki

kepentingan atas kelangsungan usaha dan keberhasilan perusahaan.Meskipun keduanya

memiliki kepentingan terhadap keberhasilan perusahaan, tidak dapat dipungkiri

konflik/perselisihan masih sering terjadi antara pengusaha dan pekerja.

Bila sampai terjadi perselisihan antara pekerja dan pengusaha, perundingan bipartit bisa

menjadi solusi utama agar mencapai hubungan industrial yang harmonis. Hubungan industrial

16
yang kondusif antara pengusaha dan pekerja/buruh menjadi kunci utama untuk menghindari

terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja, meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh serta

memperluas kesempatan kerja baru untuk menanggulangi pengangguran di Indonesia.

Siapa sajakah yang menjadi pihak-pihak dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan


Industrial

Berdasarkan Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial adalah pengadilan khusus yang di

bentuk di lingkungan pengadilan negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan

memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial.

Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial, Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan

pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan

pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya

perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja

dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

Dengan demikian pihak yang berselisih dalam perselisihan hubungan industrial adalah

pengusaha, gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat

buruh yang penyelesaiannya merupakan wilayah hukum atau kompetensi absolut

pengadilan hubungan industrial

4 Jenis Perselisihan Hubungan Industrial dan Cara Penyelesaiannya

1. Perselisihan Hak
Jenis perselisihan hubungan industrial ini bisa timbul karena tidak terpenuhinya

hak, akibat ada perbedaan pelaksanaan maupun penafsiran terhadap ketentuan dari

17
peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, maupun

perjanjian kerja bersama.

Hak yang dimaksud dalam jenis perselisihan hubungan industrial ini adalah hak

normatif. Merupakan hak yang sudah ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan

perusahaan, perjanjian kerja bersama atau peraturan perundang-undangan.

Contoh dari timbulnya perselisihan ini bisa terjadi saat pekerja menolak gaji yang

diberikan oleh perusahaan karena tiap pihak memiliki definisi atas gaji yang

berbeda dari perjanjian kerja yang sudah dibuat.

2. Perselisihan Kepentingan

Kemudian, jenis perselisihan hubungan industrial selanjutnya bisa timbul karena

tidak ada sama pendapat mengenai pembuatan, dan/atau perubahan syarat-syarat

kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, maupun

perjanjian kerja bersama.

Sebagai contoh, ketika sebuah perusahaan mengubah isi dari perjanjian kerja tapi

tanpa ada kesepakatan dari karyawan yang seharusnya ikut dilibatkan.

3. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja

Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja adalah jenis perselisihan hubungan

industrial yang timbul karena tidak ada sama pendapat tentang bagaimana cara

mengakhiri hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.

Salah satu contoh kasus yang paling sering terjadi yaitu ketika perusahaan

memutuskan hubungan kerja secara sepihak dengan pekerjanya, tapi sayangnya

18
pekerja tersebut tidak setuju dengan keputusan dari perusahaan yang

bersangkutan.

4. Perselisihan Antar Serikat Pekerja dalam satu perusahaan


Perselisihan Antar Serikat Pekerja dalam Satu Perusahaan merupakan jenis

perselisihan hubungan industrial antara serikat pekerja dengan serikat pekerja

lainnya, namun terbatas hanya dalam satu perusahaan.

Timbulnya hal tersebut bisa disebabkan karena tidak adanya persamaan paham

mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, serta kewajiban keserikatan pekerjaan.

Tiga Macam Pendekatan Hubungan Industrial

1. Hubungan Industrial dengan Pendekatan Konflik Pendekatan ini dibangun bahwa di iklim

masyarakat bebas, maka siapa yang kuat akan menekan yang lemah. Meminjam istilah

Presiden Soekarno, maka akan terjadi eksploitasi manusia oleh manusia (exploitation

l’homme par l’homme). Untuk mencegah hal tersebut, maka harus diciptakan keadaan di

mana pihak pekerja dan pihak pengusaha memiliki kekuatan yang sama dan seimbang agar

hubungan perburuhan menjadi kondusif. Pendekatan ini biasa dipakai oleh negara-negara

ekonomi liberal. Contoh penerapan Hubungan Industrial dengan pendekatan konflik dapat

dilihat di Amerika Serikat. Pemerintah Amerika Serikat dengan instrumen yang ada berusaha

untuk membuat kedudukan antara pekerja (diwakili oleh Serikat Pekerja) dan pengusaha

menjadi seimbang. Diharapkan, dengan seimbangnya kedudukan antara pekerja dan

pengusaha, maka dapat dicari penyelesaian konflik secara berimbang.

2. Hubungan Industrial dengan Pendekatan Kooperatif Pendekatan ini memberikan peran

terbesar kepada Pemerintah. Pihak pengusaha dan pihak pekerja hanya mengikuti arahan dan

kebijakan yang sudah ditentukan oleh Pemerintah. Pihak buruh dan pengusaha biasanya

berada dalam posisi yang sama karena arahan Pemerintah. Pendekatan ini biasa digunakan

19
dalam negara-negara beraliran ekonomi sosialis. Contoh penerapan Hubungan Industrial

dengan pendekatan kooperatif dapat dilihat di China. China memiliki Serikat Pekerja terbesar

di Dunia, yakni All-China Federation of Trade Unions dan Asosiasi Pengusaha yang cukup

besar, yakni All-China Federation of Industry and Commerce. Ketua Serikat Pekerja China

merupakan Wakil Ketua Kongres Rakyat Nasional (DPR China). Sementara Ketua Asosiasi

Pengusaha China merupakan Wakil Ketua Konferensi Konsultatif Politik Rakyat China (MPR

China). Kedua lembaga tersebut harus tunduk pada arahan yang ditentukan oleh Partai

Komunis China sebagai Pemerintah China. Hal tersebut menggambarkan bahwa

sesungguhnya pekerja, pengusaha, dan Pemerintah China merupakan satu kesatuan dan

tunduk pada arahan Partai Komunis China selaku pemegang kekuasaan tertinggi di China.

3. Hubungan Industrial dengan Pendekatan Campuran Pendekatan ini menggabungkan dua

pendekatan yang ada sebelumnya dengan mengambil kebaikan dari masing-masing

pendekatan. Faktor penunjang dari pendekatan ini adalah pendidikan hukum perburuhan.

Pendekatan ini bertujuan untuk menciptakan harmoni, ketenangan bekerja dan ketenangan

berusaha (industrial peace). Pendekatan ini berusaha mencari solusi untung sama untung bagi

semua pihak. Contoh penerapan pendekatan ini adalah konsep Hubungan Industrial Pancasila

yaitu hubungan antara pekerja, pengusaha, dan Pemerintah dalam praktek perburuhan yang

didasarkan pada nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila dan UUD 1945 yang tumbuh

dan berkembang di atas kepribadian bangsa dan kebudayaan nasional Indonesia. Hubungan

Industrial Pancasila tersebut didukung oleh tiga pilar yang disebut Tridharma, yakni: rasa

memiliki (rumangsa melu handarbeni), rasa mempertahankan (rumangsa melu hangrungkebi),

rasa toleran satu dengan yang lain (mulat sarira hangrasa wani).

Hubungan Industrial Pancasila

20
Hubungan industrial yang berlaku di Indonesia adalah Hubungan Industrial Pancasila, yang

merupakan hubungan antar pelaku dalam proses produksi barang dan jasa (pekerja,

pengusaha, dan pemerintah) yang didasarkan atas nilai-nilai yang merupakan manifestasi dari

keseluruhan sila-sila dari Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 yang tumbuh dan berkembang di atas kepribadian dan kebudayaan nasional

Indonesia.14 Adapun ciri-ciri dari Hubungan Industrial Pancasila adalah:

1. mengakui dan meyakini bahwa bekerja bukan hanya bertujuan untuk sekedar mencari

nafkah saja, akan tetapi sebagai pengabdian kepada tuhannya, kepada sesama manusia,

kepada masyarakat, bangsa dan negara;

2. menganggap pekerja bukan hanya sekedar faktor produksi belaka, tetapi sebagai manusia

pribadi dengan segala harkat dan martabatnya;

3. melihat antara pekerja dan pengusaha bukanlah mempunyai kepentingan yang

bertentangan, akan tetapi mempunyai kepentingan yang sama yaitu kemajuan perusahaan,

karena dengan perusahaan yang maju semua pihak akan mendapatkan kesejahteraan;

4. setiap perbedaan pendapat antara pekerja dan pengusaha harus diselesaikan dengan jalan

musyawarah untuk mencapai mufakat yang dilakukan secara kekeluargaan;

5. terdapat keseimbangan antara hak dan kewajiban kedua belah pihak dalam perusahaan,

keseimbangan itu dicapai bukan didasarkan atas perimbangan kekuatan (balance of power),

akan tetapi atas dasar rasa keadilan dan kepatutan.

Hubungan industrial merupakan hubungan antara semua pihak yang terkait atau

berkepentingan atas proses produksi barang atau pelayanan jasa di suatu perusahaan, pihak

yang berkepentingan (stakeholder) dalam sebuah perusahaan terdiri dari: pengusaha atau

21
pemegang saham yang sehari-hari diwakili manajemen; para pekerja dan serikat pekerja; para

perusahaan pemasok; masyarakat konsumen; pengusaha pengguna, dan masyarakat sekitar.

Disamping para stakeholder tersebut para pelaku hubungan industrial telah berkembang

dengan melibatkan para konsultan hubungan industrial atau pengacara, para arbitrator,

konsiliator, mediator, dan dosen; serta hakim-hakim pengadilan hubungan industrial.

Fungsi utama hubungan industrial, yaitu :

1. Untuk menjaga kelancaran atau peningkatan produksi

2. Untuk memelihara dan menciptakan ketenangan kerja

3. Untuk mencegah dan menghindari adanya pemogokan

4. Untuk ikut menciptakan serta memelihara stabilitas nasional.

Hubungan industrial akan serasi jika dikembangkan dan dilaksanakan dengan baik, maka

dapat membantu meningkatkan produksi, menambah kemungkinan kesempatan kerja, dan

lebih membantu menjamin pembagian yang merata dari hasil pembangunan nasional. Di

samping itu hubungan industrial ini dapat membantu pemerintah dalam bekerja sama dengan

organisasi-organisasi pengusaha serta buruh. Jadi hubungan tersebut berfungsi sebagai

motivator untuk menggerakkan partisipasi sosial dan menyukseskan pembangunan sehingga

tercipta ketenangan bekerja dan ketenangan berusaha.

Sarana Hubungan Industrial

Hubungan industrial akan dikatakan berhasil apabila terjadi peningkatan produktivitas dan

kesejahteraan. Hubungan industrial dikatakan tidak berhasil apabila timbul perselisihan

perburuhan, terjadi pemutusan hubungan kerja, terjadi pemogokan atau pengrusakan barang

dan tindak pidana lainnya.16 Agar hubungan industrial dapat berlangsung dengan baik maka

berdasarkan ketentuan Pasal 103 UU No.13 Tahun 2003 ditentukan sarana hubungan

industrial, yaitu:

22
1. Serikat pekerja/serikat buruh Serikat pekerja/buruh adalah organisasi yang dibentuk dari,

oleh, dan untuk pekerja/buruh, baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat

bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela

serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan

pekerja/buruh dan keluarganya.

2. Organisasi pengusaha

Sama halnya dengan pekerja, para pengusaha juga mempunyai hak dan kebebasan untuk

membentuk atau menjadi anggota organisasi atau asosiasi pengusaha. Asosiasi pengusaha

sebagai organisasi atau perhimpunan wakil pimpinan perusahaan-perusahaan merupakan

mitra kerja serikat pekerja dan pemerintah dalam penanganan masalah-masalah

ketenagakerjaan dan hubungan industrial. Asosiasi pengusaha dapat dibentuk menurut sektor

industri atau jenis usaha, mulai dari tingkat lokal sampai ke tingkat kabupaten, provinsi

hingga ketingkat pusat atau tingkat nasional.

3. Lembaga kerja sama bipartit

Setiap perusahaan yang mempekerjakan 50 (lima puluh) orang pekerja/buruh atau lebih wajib

membentuk lembaga kerja sama bipartit. Lembaga kerja sama bipartit berfungsi sebagai

forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal ketenagakerjaan di perusahaan. Susunan

keanggotaan lembaga kerja sama bipartit terdiri atas unsur pengusaha dan unsur pekerja/buruh

yang ditunjuk oleh pekerja/buruh secara demokratis untuk mewakili kepentingan

pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.

4. Lembaga kerja sama tripartit

23
Lembaga kerja sama tripartit adalah forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah tentang

masalah ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri dari unsur organisasi pengusaha, serikat

pekerja/serikat buruh dan pemerintah.

Lembaga kerja sama tripartit terdiri dari:

a. lembaga kerja sama tripartit nasional, provinsi dan kabupaten/kota;

b. lembaga kerja sama tripartit sektoral nasional, provinsi, dan

kabupaten/kota.

5. Peraturan perusahaan

Peraturan perusahaan adalah yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-

syarat kerja dan tata tertib perusahaan. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh

sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat peraturan perusahaan yang mulai

berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau pejabat yang di tunjuk.

6. Perjanjian kerja bersama

Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat

pekerja/serikat buruh atau beberapa serikatpekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi

yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa

pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban

kedua belah pihak.

7. Peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan Peraturan perundang-undangan

ketenagakerjaan pada dasarnya mencakup ketentuan sebelum bekerja, selama bekerja, dan

24
sesudah bekerja. Peraturan selama bekerja mencakup ketentuan jam kerja dan istirahat,

pengupahan, perlindungan, penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

8. Lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial Berdasarkan ketentuan Pasal 136

UU No.13 Tahun 2003 bahwa penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib

dilaksanakan oleh pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh secara

musyawarah untuk mufakat. Dalam hal penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat tidak

tercapai, maka pengusaha dan pekerja atau serikat pekerja menyelesaiakan perselisihan

hubungan industrial melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang

diatur dengan undangundang.

Pemutusan Hubungan Kerja

Tidak selamanya hubungan antara pekerja/buruh dan pengusaha berjalan dengan baik.

Manusia sebagai makhluk sosial dalam berinteraksi sudah pasti\ terdapat persamaan dan

perbedaan dalam suatu kepentingan maupun pandangan, sehingga selama pelaksanaan

hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha tidak tertutup kemungkinan adanya

suatu perselisihan yang berujung pada terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK). Lalu

Husni dalam bukunya menyatakan bahwa “Pemutusan Hubungan Kerja adalah pengakhiran

hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja karena berbagai sebab”.29 Menurut Pasal 1

angka 25 UU No. 13 Tahun 2003, yang dimaksud dengan pemutusan hubungan kerja adalah

pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak

dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha. Berdasarkan Pasal 150 UU No. 13 Tahun

2003, pemutusan hubungan kerja meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan

usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan atau

badan hukum, baik milik swasta maupun milik Negara, maupun usaha-usaha sosial dan

25
usaha-usaha lainnya yang mempunyai pengurus, dan mempekerjakan orang lain dengan

membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

PHK merupakan peristiwa yang tidak diharapkan terjadi. Khususnya bagi pekerja, karena

pemutusan hubungan kerja akan memberikan dampak psikologis dan financial bagi pekerja

dan keluarganya30, sebab:

a. Dengan adanya pemutusan hubungan kerja, bagi buruh telah kehilangan mata pencaharian;

b. Untuk mencari pekerjaan yang baru sebagai penggantinya, harus banyak mengeluarkan

biaya;

c. Kehilangan biaya hidup untuk diri dan keluarganya sebelum mendapat pekerjaan yang baru

sebagai penggantinya.31

Pengusaha dilarang melakukan PHK apabila didasarkan pada alasanalasan berdasarkan Pasal

153 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003, yaitu:

a. Pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama

waktu tidak melampaui 12(dua belas) bulan secara terusmenerus;

b. Pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban

terhadap negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku;

c. Pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;

d. Pekerja/buruh menikah;

e. Pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan atau menyusui bayinya;

26
f. Pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan

pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja,

peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;

g. Pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan atau pengurus serikat pekerja/serikat

buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau

di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam

perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;

h. Pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan

pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;

i. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis

kelamin,kondisi fisik, atau status perkawinan;

j. Pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena

hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya

belum dipastikan.

PHK dengan alasan tersebut di atas adalah batal demi hukum dan pengusaha wajib

mempekerjakan kembali pekerja yang bersangkutan. Alasan yang diperbolehkan untuk

menjadi dasar pemutusan hubungan kerja adalah:

a. karena pekerja melakukan kesalahan berat;

b. karena pekerja ditahan pihak berwajib;

c. karena telah diberikan surat peringatan ketiga;

27
d. karena perubahan status perusahaan;

e. karena perusahaan tutup;

f. karena perusahaan pailit;

g. karena pekerja meninggal dunia;

h. karena pensiun;

i. karena mangkir;

j. karena pengusaha melakukan perbuatan yang tidak patut;

k. karena kemauan diri sendiri; serta

l. karena sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja.32

Dalam UU No. 13 Tahun 2003 menentukan bahwa apabila dalam segala upaya telah

dilakukan, tetapi PHK tidak dapat dihindari, maka pengusaha diwajibkan membayar uang

pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja danuang penggantian hak yang seharusnya

diterima.

DAFTAR PUSTAKA

https://achmadruky.com/698/hubungan-industrial-dan-hubungan-perburuhan-di-
indonesia/#:~:text=Sedangkan%20hubungan%20perburuhan%20didefinisikan
%20sebagai,yaitu%20pengusaha%20dan%20serikat%20pekerja
%E2%80%9D.&text=Pertama%2C%20didalam%20banyak%20perusahaan
%20masih,yang%20disebut%20Manajer%20Hubungan%20Industrial.
https://id.wikipedia.org/wiki/Hubungan_industrial
https://disnakertrans.ntbprov.go.id/sebaiknya-anda-tahu-jenis-perselisihan-hubungan-
industrial/
https://jdih.kemnaker.go.id/faq-siapa-sajakah-yang-menjadi-pihakpihak-dalam-
penyelesaian-perselisihan-hubungan-industrial.html
https://smartlegal.id/smarticle/2019/03/12/tiga-macam-pendekatan-hubungan-
industrial/

28
https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/95761c49d0e855485a811784a029e11a.pdf

29

Anda mungkin juga menyukai