Anda di halaman 1dari 16

1. Viskositas (viskositas brookfield metode rheologis ( Lachman, Leon.

,1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri ,


penerbit : fakultas kedokteran universitas indonesia, hal 1013)
metode rheologis praktis meliputi penggunaan viskometer brookfield yang dipasang pada landasan
berdiri. Sumbu batang-T dibuat untuk turun perlahan ke suspensi, dan pembacaan pada viskometer tersebut
kemudian merupakan ukuran ketahanan yang terdapat pada berbagai level dalam suatu sedimen. Dalam
teknik ini, batang-T terus-menerus mengubah posisi, dan mengukur sampel yang tidak terganggu ketika
batang tersebut maju ke bawah ke dalam suspensi tersebut. Teknik ini juga meunjukan dalam level mana
dari suspensi tersebut suspensi tersebut terstruktur itu lebih besar, disebabkan aglomerasi (penggumpalan)
partikel, karena batang-T menurun ketika ia berputar, dan batang tersebut secara kontinu memasuki bahan
yang baru dan pada dasarnya tidak terganggu.

Alat : Viskometer Brookfield


kv (konstanta alat) LV = 673,7 dyne/cm
kv (konstanta alat) RV = 7187.0 dyne/cm
ƞ = skala x factor (cps)
F = skala x konstanta alat/kv (dyne/cm2)

Formula No.Spindel Skala Faktor RPM ɳ (cPs) F (dyne/cm2)


4 17 20000 0.3 340000 11452.9
4 31.5 10000 0.6 315000 21221.55
1 4 65.5 4000 1.5 262000 44127.35
4 31.5 10000 0.6 315000 21221.55
4 18 20000 0.3 360000 12126.6

Keterangan :

-Skala< 10 naikkan RPM


- Skala > 100 ganti spindle
Contoh Tabulasi data

FormulaI

No rpm skala faktor Skala.faktor F(dyne/cm²)


spindel

CONTOH PERHITUNGAN

Perhitungan Viskometer Brookfield Tipe LV

Kv (konstanta alat) tipe LV = 7187.0 dyne/cm²

1. RPM 0.3 2. RPM 0.6

ɳ=rxf ɳ=rxf

17 x 20000 = 340000 cPs 31.5 x 10000 = 315000 cPs

3. RPM 1.5 4. RPM 0.6

ɳ=rxf ɳ=rxf

65.5 x 4000 = 262000 cPs 31.5 x 10000 = 315000 cPs

5. RPM 0.3

ɳ=rxf

18 x 20000 = 360000 cPs


340000+ 315000+262000+315000+360000
ɳ rata-rata = = 318400 cPs
5

Perhitungan F (gaya gesek)

Kv = 673.70 dyne⁄ cm2

F = skala x kv
1. RPM 0.3 2. RPM 0.6 3. RPM 1.5

F = 17 x 673.70 F = 31.5 x 673.70 F = 65.5 x 673.70

= 11452.9 dyne⁄ cm2 = 21221.55 dyne⁄cm 2 = 44127.35 dyne⁄cm 2

4. RPM 0.6 5. RPM 0.3

F = 31.5 x 673.70 F = 18 x 673.70

= 21221.55 dyne⁄ cm = 12126.6 dyne⁄ cm


2 2
2. Sifat alir rheologi (Agoes, G., 2012, Sediaan Farmasi Liquida-Semisolida, edisi 7,
265-267 , ITB, Bandung.)
PRINSIP (sediaan farmasi likuida-semisolida,penerbit ITB, hal265-267)
Sifat reologi seperti pada sediaan semisolida, dapat mempengaruhi sistem
penghantaran obat .viskostas bepengaruh langsung terhadap kecepatan difusi obat
pada tingkat mikrostruktur. Pada sediaen sennisolida dengan viskositas yang relatif
tinggi (kemungkinan) masih dapat menunjukkan kecepatan difusi yang tinggi jika
dibandingkan dengan sediaan setnisolida dengan viskositaslebih rendah. Pengamatan
ini menckankan betapa pentingnya sifat reologi sediaan semisolida, secara spesifik,
viskositas dan kinerja produk obat semisolida.

Kebanyakan sediaan semisolida jika mengalami geseran (sheared)


menunjukkanperilaku non- newton. Struktur yang terbentuk dalam sediaan semisolida
selamamanufaktur dapat menunjukkan rentang perilaku yang berbeda, seperti
viskositas geser pencair (shear thinning), tiksotropik, dan kerusakan struktur yang
mungkin tidak reversible atau reversible secara potensial, Di samping viskositas,
sediaan semisolida sangat dipengaruhi olch faktor struktur frsika inheren dari produk,
teknik pengamtilan sampel produk, tomperatur sampel urtuk pengujian viskositas,
ukuran dan bentuk kontener, dan metodologi spesifik yang digunakan dalam
pengukuran viskositas, Bermacam metode dapat dilakukan untuk karakterisasi
konsistensi sediaan semisolida, scperti penetrometri, viskometri, dan rheometri,
Dengan melakukan pengujian inenurut semua metode ini, perlu sekali diperhatikan
sejarah geser yang dialami oleh sampel yang diuji.

Berdasarkan rheogram, cairan non-newton dibagi dalam 2 kelompok, yaitu :


1. Sifat alirannya tidak dipengaruhi oleh waktu
♣ Aliran Plastis
♣ Aliran Pseudoplastis
♣ Aliran Dilaktan

2. Sifat alirannya dipengaruhi oleh waktu


♣ Aliran Tiksotropik
♣ Aliran Rheopeksi
♣ Aliran Viskoelastis

3. Daya sebar ( R.voight,1994, buku pembelajaran teknologi farmasi, penerbit : Gajah


Mada Universitas Press.hal: 381-383)
Griadometer terdiri dari sebuah blok logam yang keras, dibagian sebelah
atasnya dibuat satu buah atau dua buah jalur dengan lebar kira-kira 1 cm yang
permukaanya miring, diaman tingkat kedalamannya secara kontinyu meningkat dari
0-30 μm atau 0-100μm. pada bagian memanjangnya terdapat skala yang
memungkinkan pembacaan setiap kedalaman jalur. Untuk menentukannya, sampel
salap didistribusikan secara homogeny diseluruh bidang dan daerah yang paling
dalam sampai yang terdangkal dengan menggunakan penggaris rambut baja keras.
Pada lokasi dimana ukuran partikel bahan obat yang digabungkan sesuai dengan
kedalaman jalurnya. (VOIGHt 383)

Vertikal Horizontal d(mm) r(mm) F(mm)2


7,5 mm 8,50 mm 8 4 50,24

Keterangan :
d = diameter (mm)
r = jari (mm)
F = daya sebar (mm)²
Rumus F (mm²) : πr²

PERHITUNGAN :
7,5 mm+8,50 mm
= 8 mm (d) = 4 mm (r)
2

F = πr²
= 3.14 x 4² = 50.24 mm²

4. Penetapan pH (Depkes RI, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 1089, Departeman
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.) (Depkes RI, 2014, Farmakope Indonesia,
Edisi V, 1563, Departeman Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.)

PRINSIP
Harga pH adalah harga yang diberikan oleh alat potensiometrik (pH meter) yang
sesuai, yang telah dI bakukan sebagaimana mestinya, yang mampu meng-ukur harga
pH sampai 0,02 unit pH menggunakan elektrode indikator yang peka terhadap
aktivitas ion hidrogen, elektrode kaca, dan elektrode pembanding yang sesuai seperti
elektrode kalomel atau electrode perak-perak klorida.( FI ED IV HAL 1039, FI ED V
HAL 1563)

METODE
Alat harus mampu menunjukkan potensial dari pasangan elektrode dan untuk
pembakuan pH menggunakan potensial yang dapat diatur ke sirkuit dengan
menggunakan "pembakuan", "nol", "asimetri", atau "kalibrasi" dan harus mampu
mengontrol perubahandalam milivolt per perubahan unit pada pembacaanpH melalui
kendali "suhu" dan/atau kemiringan.Pengukuran dilakukan pada suhu 25:+2; kecuali
dinyatakan lain dalam masing-masing monografi. Skala
pH ditetapkan dengan persamaan sebagai berikut:
pH = pHs +(E-ES)/k
E dan E, berturut-turut adalah potensial terukur dengan sel galvanik berisi larutan uji,
dinyatakan se-bagai pH.dan Larutan dapar untuk pembakuan yang tepat, dinyatakan
sebagai pH; harga k adalah perubahan dalam potensial per perubahan unit dalam
pH,dan secara teoritis sebesar (0,05916 +0,000198 (1- 25)) volt pada suhu t. .( FI ED
IV HAL 1039, FI ED V HAL 1563)

pH
6
Gambar pH universal

Gambar pH meter

5. Volume terpindahan (Depkes RI, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 1089,
Departeman Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.)
Uji ini dirancang sebagai jaminan bahwa larutan oral dan suspensi yang
dikemas dalam wadah dosis ganda, dengan volume yang tertera pada etiket tidak lebih
dari 250 ml, yang tersedia dalam bentuk sediaan cair atau sediaan cair yang
dikonstitusi dari bentuk padat dengan penambahan bahan pembawa tertentu dengan
volume yang ditentukan, jika dipindahkan dari wadah asli, akan memberikan volume
sediaan seperti yang tertera pada etiket. Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih
tidak kurang dari 30 wadah, dan selanjutnya ikuti prosedur berikut untuk bentuk
sediaan tersebut.

Larutan oral, suspensi oral dan sirup dalam wadah dosis ganda, kocok isi 10
wadah satu persatu.
Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering terpisah dengan
kapasitas gelas ukur tidak lebih dari dua setengah kali volume yang diukur dan telah
dikaliberasi, secara hati-hati untuk menghindarkan pembentukkan gelembung udara
pada waktu penuangan dan diamkan selama tidak lebih dari 30 menit. Jika telah bebas
dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran : volume rata-rata larutan,
suspensi, atau sirup yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100 %, dan tidak
satupun volume wadah yang kurang dari 95 % dari volume yang dinyatakan pada
etiket. Jika A adalah volume rata-rata kurang dari 100 % dari yang tertera pada etiket
akan tetapi tidak ada satu wadahpun volumenya kurang dari 95 % dari volume yang
tertera pada etiket, atau B tidak lebih dari satu wadah volume kurang dari 95 %, tetapi
tidak kurang dari 90 % dari volume yang tertera pada etiket, lakukan pengujian
terhadap 20 wadah tambahan. Volume rata-rata larutan, suspensi, atau sirup yang
diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100 % dari volume yang tertera pada etiket,
dan tidak lebih dari satu dari 30 wadah volume kurang dari 95 %, tetapi tidak kurang
dari 90 % seperti yang tertera pada etiket
(Farmakope Indonesia edisi IV hal 1089)

Volume Sediaan Hasil Pengamatan


50 ml 50 ml

6. Volume sedimentasi ( Lachman Leon,1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri ,


penerbit : fakultas kedokteran universitas indonesia, hal 1011) (Sinko, P.J.,2011,
Martin Farmasi Fisika dan Ilmu farmasetika edisi 5, diterjemahkan oleh Tim Alih
Bahasa Sekolah Farmasi ITB, 633, Penerbit Buku Kedokteran ECG, Jakarta.)

Konsep volume endapan (volume sedimentasi) adalah sederhana. Pendeknya,konsep


tersebut mempertimbangkan rasio tinggi akhir dari endapan (Hu) terhadap tinggi awal
dari suspensi keseluruhan (Ho) pada waktu suspensi mengendap dalam suatu silinder
di bawah kondisi standar. Makin besar fraksi ini, makin baik kemampuan
suspensinya. (lachman 1011)
Metode dengan menggunakan volume sedimentasi yag diperoleh dalam suatu silinder
menawarkan pendekatan praktis untuk penetapan kestabilan fisika sistem-sistem
suspensi. Yang amat menggembirakan adalah kenyataan bahwa sistem tersebut tidak
terganggu. (lachman 1011)
Parameter penting dalam uji evaluasi sediaan emulsi salah satunya volume
sendimentasi (F) yang didefinisikan sebagai perbandngan volume akhir sendimen
(Vu), engan volume awal sediaan (Vo) sbelum mengendap . (Martin Farmasi Fisika
hal 633)
F= Vu/Vo
Volume sendimentasi dapat memiliki kisaran 0<F<1. (Martin Farmasi Fisika hal 633)
Waktu Formula
V0 25 ml
1 hari Vu 25 ml
F 1
V0 25 ml
Vu 21 ml
2 hari
F 0,84

V0 25 ml
Vu 21 ml
3 hari
F 0,84

Lama Formula 1
Percobaan
Vu Vo F
0 menit
15 menit
30 menit
1 hari
2 hari
3 hari

7. Waktu rekonstitusi (voight hal. 945)


Pengujian homogenitas suspensi : suspensi harus menunjukan homogenitasnya selama
5 menit, setelah dilakukan pengocokan selama 60 det K.

Waktu untuk Formula 1 (granulasi)


Rekonstitusi 2 menit

8. Uji kejernihan ( R.voight,1994, buku pembelajaran teknologi farmasi, penerbit :


Gajah Mada Universitas Press.hal: 959)
Pengujian kejernihan larutan : dari minimal 3 wadah setelah masing masing 50 ml
kandungan setiap wadah dikocok untuk ditentukan kejernihanya sesuai dengan uraian
“pembuatan” (lihat farmakope –DDR.83). Pada larutan minyak digunakan minyak
jarak sebagai pembanding. Jika isi wadah kurang dari 5,0 ml, digunakan sejumlah
wadah sehingga sesuai persyaratan. Tetes mata harus jernih, sejauh sediaannya berupa
larutan.
Pengujian ukuran partikel suspensi : ukuran partikel diuji seperti halnya pada sediaan
salap. Pada persyaratan ini, setiap bidang pengamatan tidak diperbolehkan
menunjukan suatu permukaan lebih besar dari pada 30
Pengujian kemurnian mikrobiologi : pengujian dilakukan sesuai dengan ”pengujian
terhadap kemurnian mikrobiologis”

Cara : dilakukan secara visual menggunakan lampu senter yang disoroti pada sediaan

9. Uji homogenitas ( Lachman Leon,1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri , penerbit
: fakultas kedokteran universitas indonesia, hal 1143)
Homogenisasi krim atau salep yang memerlukan perlakuan lebih lanjut kemudian
dipindahkan atau dipompakan pada alat penghomogen (homogenisator) yang cocok,
yang dipilih berdasarkan derajat dan laju shear stress yang diperlukan. Pemilihan
termasuk pompa degan penekan yang rendah berbentuk roda gigi, penggilingan yang
menggunakan alat penggulung, penggerus kolid, homogenisator tipe katup, dan sonic
homogenizer yang cocok. Dispersi sama rata dari suatu obat yang tidak larut dalam
sediaan semipadat, juga pengurangan ukuran kumpulan lemak dapat dicapai dengan
mengalirkan salep atau krim hangat (300 sampai 400C) melalui homogenisator atau
alat penggiling.

10. Uju organoleptik. Carstensen Jens T and Rhodes C.T, Drug Stability principles and
practices ,3rd edision revised and expanded, newyork : Informa Healthcare, 2007.p.
263
Evaluasi organoleptik biasanya dilakukan secara subyektif, yaitu, penguji (operator,
teknisi), akan menilai produk dan memberi skor, baik secara numerik atau deskriptif
atau keduanya. Dalam hal munculnya solusi, harus selalu ada pernyataan subyektif
(deskripsi kuantitatif atau subyektif) bahkan jika lebih banyak parameter instrumental
kuantitatif dicatat. Oleh karena itu beberapa kata terkait pengujian organoleptik dan
penampilan.
Banyak perusahaan menggunakan hanya satu tester untuk tugas pengujian
organoleptik, tetapi ini bisa menjadi pandangan pendek, karena penguji dapat pergi,
pergi berlibur, atau menjadi sakit, dan dalam hal ini solusi logisnya adalah untuk
menugaskan orang lain untuk tugas tersebut. Mungkin ada bias evaluasi antara kedua
penguji, dan ini harus ditetapkan pada permulaan. Pertama-tama, kedalaman
kapasitas organoleptik harus diuji. Ini dapat dilakukan dengan meminta tester untuk
merasakan pengenceran serial dari suatu bahan pahit (mis., Kina). Karenanya tingkat
sensitivitas dapat ditetapkan. Kontrol mis. air atau pengenceran tinggi harus selalu
menjadi bagian dari protokol. Perlu dicatat bahwa teknisi bukan penguji rasa dalam
arti biasa. Artinya, tidak perlu mencocokkan "kesukaan" mereka dengan keinginan
masyarakat umum. Sebaliknya, penting bahwa mereka dapat (a) menduplikasi hasil
mereka dan (b) mengingatnya, karena mereka akan diminta untuk mencicipi persiapan
yang awalnya mereka uji 3 atau 6 bulan sebelumnya. Dengan melakukan itu mereka
harus menilai tingkat perasa. mis., apakah kurang dari yang ada pada awalnya, yaitu,
apakah rasanya hilang? Mereka juga harus bisa menggambarkan rasa dengan baik
pada awalnya. Sebagai contoh, jika bahan kimia sedikit dibius, durasi anestesi akan
menjadi penting. Jika ada interaksi dengan botol plastik, apakah ada rasa yang
muncul dalam produk? Akhirnya penting untuk menyaring beberapa penguji untuk
memastikan bahwa mereka memberikan "hasil yang sama." Dalam menggambarkan
rasa, beberapa kategori dapat digunakan (tingkat asam, tingkat rasa asin, tingkat rasa,
jenis rasa).

Warna Bau tekstur

11. Uji pelepasan (Depkes RI, 2014, Farmakope Indonesia, Edisi V, 1548, Departeman
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.)
PRINSIP
Pengujian ini bertujuan untuk untuk menentukan kesesuaian pelepasan obat dengan
persyaratan yang tercantum pada masing-masing monografi. Ganti alikot yang
diambil untuk analisis dengan sejumlah volume sama media disolusi yang baru pada
suhu yang dinyatakan dalam monografi atau jika dapat ditunjukkan bahwa peggantian
media tidak diperlukan, lakukan koreksi terhadap perubahan volume dalam
perhitungan. Jaga wadah agar selalu tertutup selama penetapan dan periksa suhu
campuran uji pada waktu tertentu.
CARA KERJA
Masukkan sejumlah volume media disolusi ke dalam labu, pasang alat tanpa cakram
dan biarkan media hingga mencapai suhu 32o±0,5o, lekatkan sediaan uji pada cakram,
pastikan agar pemukaan pelepasan sediaan serata mungkin. Sediaan dapat dilekatkan
pada cakram menggunakan perekat yang sesuai pada cakram. Keringkan selama satu
menit. Tekan sediaan, permukaan pelepasan menghadap ke atas pada sisi cakram
yang dilapisi perekat. Jika digunakan suatu membran sebagai penyangga sediaan,
tidak boleh terdapat gelembung antara membran dan permukaan pelepasan. Letakkan
cakram secara mendatar pada dasar labu dengan permukaan pelepasan menghadap ke
atas dan sejajar dengan ujung bilah dari permukaan media. Bahan tidak boleh
mengadsorbsi, bereaksi dengan atau mengganggu cuplikan yang diiuji.

12. Tipe emulsi (Agoes, G., 2012, Sediaan Farmasi Liquida-Semisolida, edisi , ITB,
Bandung.) (Sinko, P.J.,2011, Martin Farmasi Fisika dan Ilmu farmasetika edisi 5,
diterjemahkan oleh Tim Alih Bahasa Sekolah Farmasi ITB, 641, Penerbit Buku
Kedokteran ECG, Jakarta.)
PRINSIP
Pada umumnya emulsi menunjukan karakterisasi fase eksternalnya. (sedian farmasi
semisolida-likuida, penerbtit ITB).
Dalam sediaan emulsi pada dasarnya bersifat polar (air),sementara fase lainnya
relative nonpolar (minyak) ,jika fasa minyak didispersikan sebagai globul dalam fasa
kontinu berair, berarti sistem emulsi tersebut adalah minyak dalam air (m/a). jika fasa
minyaknya kontinu maka sistem emulsi tersebut adalah air dalam minyak (a/m).
(Farmasi Fisika Martin hal 641).
METODE
beberapa metode umum digunakan untuk menentukan tipe suatu emulsi. Sedikit bahan
pewarna yang larut dalam air, seperti metilen biru dapat ditaburkan pada permukaan
emulsi . jika pada fase eksternal yaitu emulsi tipe m /a bahan pewarna melarut dan
berdifusi merata padaair. Jika tipe emulsi a/m maka bahan pewarna akan menggumpal
membentuk globul ( Martin Farmasi Fisika hal 641)
karakterisasi tipe emulsi (sedian farmasi semisolida-likuida, penerbtit ITB).
1. Cara pengenceran
Emulsi a/m dapat diencerkan
Emusi m/a tidak dapat diencerkan
2. Uji pewarnaan
Dengan sudan III larut dalam fase minyak
Dengan metilen biru larut dalam fase air
3. Kertas kobal klorida (CoCl2)
Kertas saring dibacam engan CoCl2 dan dikeringkan . warna biru akan berubah
menjadi merah pink jika diteteskan emulsi tipe M/A
4. Flioresensi
Dibawah cahaya UV emusi M/A akan menunjukan pola titik,seangkan tipe A//M
fluoresnsi secara menyeluruh

Metode penentuan tipe emulsi (teori dan praktek farmasi industry,Leon Lachman hal
1040)

Methylen Blue Sudan III Tipe emulsi

M/A

CONTOH PERHITUNGAN BEBERAPA EVALUASI

1) BOBOT JENIS
( bobot piknometer+ zat )− piknometer kosong
¿¿

Formula Bobot Bobot Bobot BJ (g/cmL)


piknometer piknometer + piknometer
kosong (g) air (g) +zat (g)

I 32,41 83,02 85,83 1,0555

II 32,41 83,02 85,35 1,0460

w
2) VISKOSITAS MENGGUNAKAN VISKOMETER STORMER
RPM

Jumlah Beban (g) Waktu (t) RPM = n =KV.w / RPM


(cps)
Putaran 60xjumlah
putaran
t
100 10 37,61 159,5320 42,2298

100 10 35,87 167, 2707 40,2760

100 20 18,00 333,3334 40,4220

Keterangan :

1) dilakukan jika sediaan terlalu encer dan


tidak bisa diukur dengan viscometer
Brookfield tipe LV dengan spindle 1,
2) KV alat menyesuaikan dengan KV visko
Brookfield sesuai tipe
3) Sifat Alir Secara Tidak Langsung
Pada cara (a), serbuk ditampung pada kertas grafik millimeter, catat
tinggi (h) dan diameter unggukan serbuk. Hitung α ( sudut istirahat )
menggunakan persamaan :
Tg α = h/r

Syarat : (Aulton hal.248)

Tan α = h/r
Tan α = h/r
α

i
n
v

t
a
n

k
e
t
e
r
a
n
g
a
n

:
r :
jari
-
jari
bid
ang
dat
ar
ker
ucu
t
h :
tin
ggi
ker
ucu
t
α : sudut baring

Sudut diam Keterangan


<25 Sangat
25 – 30 baik Baik
30 – 40 Cukup
>40 Kurang

Data Evaluasi Sifat Alir Formula I


Massa t r h α Kecepatan alir (g/dtk)
0
(g) (detik) (cm) (cm) ( )
25 5,06 4,25 1,7 6,98 4,94
25 6,16 4,50 1,8 6,98 4,05
25 5,10 4,35 1,8 7,22 4,90

Anda mungkin juga menyukai