KELOMPOK 7
TIPE SOAL B
1. Pararel Flow
Kedua fluida ,mengalir dalam heat exchanger dengan aliran yang searah. Kedua fluida
memasuki HE dengan perbedaan suhu yang besar. Perbedaan temperatur yang besar akan
berkurang seiring dengan semakin besarnya x, jarak pada HE. Temperatur keluaran dari fluida
dingin tidak akan melebihi temperatur fluida panas.
2. CounterFlow
Berlawanan dengan paralel flow, kedua aliran fluida yang mengalir dalam HE masuk dari
arah yang berlawanan. Aliran keluaran yang fluida dingin ini suhunya mendekati suhu dari
masukan fluida panas sehingga hasil suhu yang didapat lebih efekrif dari paralel flow.
Mekanisme perpindahan kalor jenis ini hampir sama dengan paralel flow, dimana aplikasi dari
bentuk diferensial dari persamaan steady-state:
dQ U T t a" dL
dQ WCdT wcdt
1. Kontrol Proporsional
Kontrol P jika G(s) = kp, dengan k adalah konstanta.
Jika u = G(s) • e maka u = Kp • e dengan Kp adalah Konstanta Proporsional. Kp berlaku
sebagai Gain (penguat) saja tanpa memberikan efek dinamik kepada kinerja kontroler.
Penggunaan kontrol P memiliki berbagai keterbatasan karena sifat kontrol yang tidak
dinamik ini. Walaupun demikian dalam aplikasi-aplikasi dasar yang sederhana kontrol P
ini cukup mampu untuk memperbaiki respon transien khususnya rise time dan settling time.
Pengontrol proporsional memiliki keluaran yang sebanding/proporsional dengan besarnya
sinyal kesalahan (selisih antara besaran yang diinginkan dengan harga aktualnya).
2. Kontrol Integratif
Keluaran pengontrol ini merupakan hasil penjumlahan yang terus menerus dari
perubahan masukannya. Jika sinyal kesalahan tidak mengalami perubahan, maka keluaran
akan menjaga keadaan seperti sebelum terjadinya perubahan masukan. Sinyal keluaran
pengontrol integral merupakan luas bidang yang dibentuk oleh kurva kesalahan / error.
3. Kontrol Derivatif
Efek dari setiap pengontrol Proporsional, Integral dan Derivatif pada sistem loop tertutup
disimpulkan pada tabel berikut ini:
Tabel 1. Efek Pengontrol PID
Setiap kekurangan dan kelebihan dari masing-masing pengontrol P, I dan D dapat saling
menutupi dengan menggabungkan ketiganya secara paralel menjadi pengontrol proporsional plus
integral plus diferensial (pengontrol PID). Elemen-elemen pengontrol P, I dan D masing-masing
secara keseluruhan bertujuan:
Kita coba ambil contoh dari pengukuran temperatur, setelah terjadinya pengukuran dan
pengukuran kesalahan maka kontroler akan memustuskan seberapa banyak posisi tap akan
bergeser atau berubah. Ketika kontroler membiarkan valve dalam keadaan terbuka, dan bisa saja
kontroler membuka sebagian dari valve jika hanya dibutuhkan air yang hangat, akan tetapi jika
yang dibutuhkan adalah air panas, maka valve akan terbuka secara penuh. Ini adalah contoh dari
proportional control. Dan jika ternyata dalam prosesnya air panas yang diharapkan ada datangnya
kurang cepat maka controler bisa mempercepat proses pengiriman air panas dengan membuka
valve lebih besar atau menguatkan pompa, inilah yang disebut dengan intergral kontrol.
Karakteristik pengontrol PID sangat dipengaruhi oleh kontribusi besar dari ketiga
parameter P, I dan D. Penyetelan konstanta Kp, Ki dan Kd akan mengakibatkan penonjolan sifat
dari masing-masing elemen. Satu atau dua dari ketiga konstanta tersebut dapat disetel lebih
menonjol disbanding yang lain. Konstanta yang menonjol itulah akan memberikan kontribusi
pengaruh pada respon sistem secara keseluruhan.
Adapun beberapa grafik dapat menunjukkan bagaimana respon dari sitem terhadap
perubahan Kp, Ki dan Kd sebagai berikut:
PID Controler adalah controler yang penting yang sering digunakan dalam industri. Sistem
pengendalian menjadi bagian yang tidak bisa terpisahkan dalam proses kehidupan ini khususnya
dalam bidang rekayasa industri, karena dengan bantuan sistem pengendalian maka hasil yang
diinginkan dapat terwujud. Sistem pengendalian dibutuhkan untuk memperbaiki tanggapan sistem
dinamik agar didapat sinyal keluaran seperti yang diinginkan. Sistem kendali yang baik
mempunyai tanggapan yang baik terhadap sinyal masukan yang beragam.
BAB II
ISI
Steam
Ts
𝑞̇
Liquid out (Lout)
Liquid in (Lin)
Ti, 𝑤̇ i To, 𝑤̇ o
Ts
Condensate
Asumsi:
1. Uap yang masuk adalah saturated, dan kondesat keluar HE sebagai cairan saturated pada
suhu yang sama.
2. Harga konstanta penting di dalam HE, diketahui: U = 800 W/m2K ; A = 300 m2, sehingga
koefisien perpindahan panas keseluruhan adalah UA = 240 kW/K.
3. Nilai konstanta lainnya : densitas cairan, ρL = 800 kg/m3; liquid holdup didal tube, VL =
2,1 m3; kapasitas panas cairan, Cp = 1,8 kJ/kg.K, semuanya bukan merupakan fungsi suhu
4. Akumulasi energi di dalam material dinding tube diabaikan
5. Cairan di dalam tube tercampur sempurna baik arah radial maupun aksial dan
incompressible.
Tugas:
1. Buktikan bahwa 𝑤̇ i = 𝑤̇ o = 𝑤̇
2. Turunkan model dinamik dari perubahan suhu di HE tersebut.
3. Cari persamaan Transformasi Laplace dari model dinamik di Tugas 2 tersebut.
4. Buat model (subsystem) di dalam Simulink yang merepresentasikan persamaan dinamik dari
Tugas 2, dimana ada 3 variabel bebas (manipulated variable) : Ti, TS, dan ẇ. Dan ada 2 variable
terikat (controlled variable) yaitu: 𝑞̇ dan To.
5. Buat model (block transfer function) di Simulink untuk tugas 3.
6. Dengan Simulink, buat perbandingan untuk kondisi open-loop response dari fungsi alih
(transfer function) proses dengan menggunakan hasil dari Tugas 2 dan Tugas 3. Dimana
1
diketahui untuk fungsi alih dari valve dan sensor adalah : Gv = Gs = 𝑠+1
7. Dari hasil Tugas 6, gunakan PRC metode ke-2 untuk mendapatkan nilai K, θ, dan τ serta
persamaan FOPDTnya.
8. Lakukan tuning pengendalian dengan menggunakan metode Ziegler-Nichols untuk algoritma
P, PI, dan PID. Tampilkan grafik hasilnya dalam satu gambar dan bahas/analisis hasilnya.
Jawaban:
1. Buktikan bahwa 𝒘̇i = 𝒘̇o = 𝒘̇
Sebelum membuktian 𝑤̇ i = 𝑤̇ o = 𝑤̇ , dapat dilakukan penentuan persamaan neraca massa
total dengan persamaan berikut:
𝑑𝑚
ẇ𝑖 − ẇ𝑜 =
𝑑𝑡
𝑑(𝜌𝑉)
ẇ𝑖 − ẇ𝑜 =
𝑑𝑡
Pada soal, diketahui bahwa tidak terjadi generasi ataupun konsumsi pada proses, maka laju
massa generasi ataupun laju massa konsumsi tidak ada atau sama dengan (0). Selanjutnya,
persamaan di atas kemudian dapat dinyatakan sebagai berikut:
𝑑𝑉 𝑑𝜌
ẇ𝑖 − ẇ𝑜 = 𝜌 + 𝑉
𝑑𝑡 𝑑𝑡
Dengan menggunakan asumsi bahwa nilai volume (VL) dan densitas (𝜌L) konstan, maka didapat:
ẇ𝑖 − ẇ𝑜 = 𝜌(0) + 𝑉(0)
ẇ𝑖 − ẇ𝑜 = 0
Persamaan laju perpindahan panas (q) Heat Exchanger yang terjadi pada sistem:
𝑞̇ = 𝑈𝐴∆𝑇𝑘𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛
𝑞̇ = 𝑈𝐴(𝑇𝑠 − 𝑇𝑜 )
𝑑𝑇𝑜
ẇ𝑖 𝐶𝑝 𝑇𝑖 − ẇ𝑜 𝐶𝑝 𝑇𝑜 + 𝑞̇ = 𝑤𝐶𝑝
𝑑𝑡
Dengan mensubstitusikan antara persamaan di atas dengan persamaan laju perpindahan panas 𝑞̇
pada heat exchanger, didapat hasil berikut:
3. Mencari persamaan Transformasi Laplace dari model dinamik di Tugas 2.
Untuk menyelesaikan persamaan transformasi laplace dari model dinamik, perlu dihitung beberapa
parameter pengendalian berupa nilai steady-state gain dan konstanta waktu dari model dinamik
yang telah didapat pada Tugas 2.
Dengan model dinamik di atas, dilakukan penyederhanaan untuk menghasilkan persamaan yaitu:
Transformasi Laplace
Berdasarkan persamaan yang didapat di atas, dapat dilakukan transformasi Laplace dari model
Dari model dinamik yang didapatkan pada Tugas 2, dapat dibentuk subsistem Simulink sebagai
berikut:
Gambar 1. Tugas 2
Pada permodelan Simulink untuk tugas 2, terdapat dua subsistem yaitu subsistem energy balance dan
subsistem heat transfer rate. Kedua subsistem yang telah dibuat dapat dilihat sebagai berikut:
Berdasarkan perhitungan soal 1, dapat diketahui bahwa sistem memiliki laju alir massa
konstan. Kemudian, dilakukan perhitungan untuk mendapat nilai laju alir massa tersebut (𝑤̇ ):
Dengan mendapatkan nilai laju alir massa, maka parameter proses lainnya dapat dihitung
berdasarkan persamaan yang sebelumnya didapatkan pada Tugas 2, didapat sebagai berikut:
Perhitungan nilai 𝜏
kg 𝑘𝐽
𝑤𝐶𝑝 𝜌. 𝑉. 𝐶𝑝 (800 3 ) . (2.1 𝑚3 ). (1.8 )
𝑚 𝑘𝑔. 𝐾
𝜏= = = = 6.3 𝑠
𝑤̇ 𝐶𝑝 + 𝑈𝐴 𝑤̇ 𝐶𝑝 + 𝑈𝐴 (133.33 kg/s). (1.8 kJ/kg. K) + (240 kJ/K. s)
Kemudian dibentuk model Simulink dengan nilai Gv dan Gs. Model tersebut dapat dilihat
sebagai berikut:
Gambar 4. Simulink dengan Block Transfer Function dengan Gv dan Gs
6. Dengan Simulink, buat perbandingan untuk kondisi open-loop response dari fungsi alih
(transfer function) proses dengan menggunakan hasil dari Tugas 2 dan Tugas 3. Dimana
𝟏
diketahui untuk fungsi alih dari valve dan sensor adalah : Gv = Gs = 𝒔+𝟏
dengan memasukkan Simulation stop time = 100, didapat hasil grafik sebagai berikut
Simulation Stop
Time= 100
Simulation Mode=
Normal
Gambar 6. Grafik Kondisi Open Loop Response dari Model Subsistem Tugas 2
Gambar 7. Model Simulink Open Loop Response Tugas 3
Gambar 8. Grafik Open Loop Response dari Block Transfer Function Tugas 3
Berdasarkan grafik Open Loop Response dari Tugas 2 dan Tugas 3, dapat dilihat perbandingan
pada waktu dimana grafik mencapai steady-state. Tugas 2 merepresentasikan model subsistem
dari Heat Exchanger sedangkan Tugas 3 merepresentasikan block transfer function yang dibentuk.
Pada model subsistem Tugas 2, nilai steady state adalah sebesar 1 dan pada block transfer function
Tugas 3, nilai steady state sebesar 25,2. Dari nilai yang didapat, diketahui bahwa waktu mencapai
steady-state untuk model block transfer function pada Tugas 3 lebih cepat dibandingkan dengan
dengan model subsistem pada Tugas 2 tersebut. Kesalahan dapat terjadi pada sistem block
transfer function dikarenakan terdapat prosedur transformasi Laplace dan perhitungan parameter
dari proses yang sebelumnya dilakukan.
7. Dari hasil Tugas 6, gunakan PRC metode ke-2 untuk mendapatkan nilai K, θ, dan τ serta
persamaan FOPDTnya.
Perhitungan nilai K dapat dilakukan dengan melihat kondisi saat steady state yaitu pada saat
mendekati atau mecapai garis lurus, untuk model subsistem dan model Open Loop Response
dapat dilihat sebagai berikut
Model Subsistem
Kp = 0,999
Langkah selanjutnya adalah menghitung 63Δ dan 28Δ. Perhitungan dapat dilakukan seperti:
t28%= 7,184
Mencari nilai 𝜏
Mencari nilai 𝜃
Maka,
0,999𝑒 −3,004𝑠
FOPDT =
12,54𝑠+1
Model Open Loop Response
Kp = 25,199
Langkah selanjutnya adalah menghitung 63Δ dan 28Δ. Perhitungan dapat dilakukan seperti:
t28%= 5,082
Mencari nilai 𝜏
Maka,
Dalam melakukan tuning hanya perlu dilakukan terhadap model subsistem yang menggunakan
metode Ziegler-Nichols dengan cara memanfaatkan data-data yang telah diperoleh sebelumnya,
Kp = 0,999
𝜏= 12,54 s
𝜃 = 3,004 s
Lalu data-data tersebut disubstitusikan sesuai dengan rumus untuk masing-masing algoritma
pengendalian, yang ditunjukkan dalam tabel di bawah ini yaitu:
P Control 0 0
-
PI Control 𝐾𝜃 0
I=0
D=0
B. Untuk Algoritma PI
P = Kc = 3,76
I = Kc/Ti
= 3,76/9,91 = 0,379
D=0
Gambar 14. Hasil Scope dengan Algoritma Pengendalian PI
I = Kc/Ti
= 5,01/6,01 = 0,833
D = Kc*TD
= 5,01*1,50 = 7,515
Gambar 15. Hasil Scope dengan Algoritma Pengendalian PID
Analisis
Berdasarkan grafik yang didapat pada gambar tersebut, dapat dilihat bahwa ketiga jenis controller
tersebut tidak terjadi undershoot. Controller P dan PI menghasilkan overshoot namun controller
PID hanya menghasilkan overshoot yang sangat kecil. Dapat dilihat bahwa waktu respons tercepat
dihasilkan oleh controller PID, lalu controller P dan PI waktu responsnya hampir sama.
Sedangkan untuk settling time tercepat dihasilkan oleh controller P, lalu controller PI dan PID
memiliki setting time yang hampir sama. Berdasarkan grafik hasil scope, dapat dilihat bahwa
controller P tidak memberikan nilai steady state yang sesuai dengan set point. Hal ini disebabkan
karena controller P memiliki offset yang cukup besar. Oleh sebab itu dapat dikatakan controller P
tidak membawa sistem menuju set point yang diharapkan.
REFERENSI
Holfman, J.P. 1988. Perpindahan Kalor Edisi Keenam, Alih Bahasa Ir. E. Jasjfi. M.Sc. Jakarta:
Erlangga
Stramigioli, Stefano. 1999. Matlab and Simulink for Modeling and Control. Delft: Control
Laboratory Delft TU