Anda di halaman 1dari 40

HIKAYAT ABDULLAH

DARI ANOTASI OLEH AMIN DATUK MAJUNDU

DIJTETAK DENGAN KLISE MENURUT TERBITAN ASLI (REKAMAN BATU)


YANG DIUSAKAN OLEH ABDULLAH SENDIRI DI SINGAPURA

DITERBITKAN OLEH PENERBITAN JEMBATAN DAN GUNUNG AGUNG

Pengantar dari Penerbitan

Kata pengantar tidak terlalu jelas karena sobek (tulisan biru terdapat informasi yang
robek sehingga penulis berusaha mencari kata yang cocok)

Kata yang ditulis dengan tulisan berwarna merah adalah tulisan yang salah didalam
penulisan

Bismillahirrahmaanirrohim Dalam tahun 1849 buku ini telah diterbitkan di Singapura


dengan rekaman batu dalam tahun 1882 telah diterbitkan pula dengan cetakan huruf Arab
Deli dan diusahan oleh H.S Kalingkar terbitannya ini adalah salinan dari buku rekaman
batu yang tersebut di atas dalam tahun 1887-1897 telah diterbitkan di Singapura yang
dijadikan dua jilid tetapi penerbitan ini dalam beberapa hal banyak berlain-lain dari buku
rekaman batu tadi dalam tahun 1953 buku ini telah diterbitkan oleh penerbitan Jembatan
dengan huruf latin yang diusahakan dan diberi anotasi oleh Ruhuh Datuk besar dan Ruhuh
Rolping

Mengenai penerbitan buku ini kami tak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada
yayasan Lembaga Kebudayaan Indonesia yang telah bermurah hati meminjami bukunya
untuk kami klise sayang beberapa halaman telah hilang yakni halaman 412 sampai 415
karena itu pembuat anotasi buku ini telah menulisnya kembali dan menyisipkan pada tempat
yang hilang itu tentang nama-nama orang Inggris dan nama-nama orang asing lain tidak ada
dalam anotasi buku ini hal ini mungkin meragukan pembacanya untuk memudahkannya ialah
melihat buku huruf latinnya penerbitan huruf latin itu.

Dalam bab aslinya yang diusahakan penerbitannya oleh Abdullah sendiri terdapat
kesalahan-kesalahan kecil seperti ketinggalan titik misalnya huruf (G) banyak sekali yang
tidak pakai titik begitupun huruf ‫ي‬-‫ف‬- nya dan juga sebagiannya lain dari itu banyak pula

dihilangkan huruf mati (‫ )ه‬misalnya kata sudah tertulis suda kata lengah tertulis lenga- darah
tertulis dara akan tetapi adapula kata yang bertambah dengan huruf (‫ )ه‬misalnya dara tertulis
darah- tanda tertulis tandah. Dan yang memang kesalahan tulis pun ada seperti bulu tertulis
pulu dan sebagiannya semuanya itu tidak kami perbaiki untuk menjaga keasliannya, tentang
angka-angka halaman banyak pula yang salah tulis misalnya angka halaman 80 seharusnya
86- 96 seharusnya 90 97 seharusnya 67- 128 seharusnya 123 dan sebagiannya halaman-
halaman ini sudah sebagai mana mestinya jadi hanya nomor halamannya saja yang salah.
Kesalahan-kesalahan itu menurut pendapat kami tidaklah begitu mengganggu pembacaannya.
Halaman 1 dan ke dua tidak diberi nomor

Halaman 1

Bahwa maka ada kepada tatkala hijrah 1284 tahun. Kepada lima likur hari di bula Sya’ban al-
Mukarram yaitu kepada lima likur hari ulan Oktober tarikh Masehi 1840 tahun. Bahwa
Adiyusa itu adalah seorang sahabatku yaitu orang Putih yang ku kasihi akan dia. Maka ialah
meminta sangat-sangat kepada aku yaitu hendak mengetahui akan asal-usulku dan periai
hikayat sekala kehidupan diriku, maka ia meminta karangkan suatu kitab dengan bahasa
Melayu maka adalah sebab segala hal dan perkara yang tersebut itu menjadi. Masygulillah.

Halaman 2

Aku serta beratlah rasanya anggut aku,sebab berfikirkan kehendak kekasihku yang demikian,
karena segala hal ihwal yang tersebut itu semuanya perkara-perkara yang telah lalu zamannya.
Sebagai lagi yang mendatangkan dukacita dalam hatiku, sebab bahwa sesungguhnya aku ini
seorang bodoh lagi dengan kurang budiku dan pahamku dalam ilmu mengarang adanya.

SYAHDAN lagi adalah halku ini timbul tenggelam dalam pekerjaan jawatanku, maka oleh
sebab segala

Halaman 3

perbuatan itulah mendatangkah percitaan dalam hatiku sekalipun. Maka adalah aku akan
diriku . Sebab ku dengar dan ku lihat sekecualinya kebanyakan pula orang yang dahulu,
dirinya pada zaman itu pandai dan cakapnya berlebih-lebihan supaya dipercaya orang akan
dia pandai, tetapi cakap angin sahaja. Maka apabila disuruhkan orang akan dia berbuat
barang suatu pekerjaan atau karangan atau dari hal tulis menulis arti bahasa, niscahaya
didapatilah akan dia itu kurang, sebab segala cakap dan kepandaiannya itu bukan dengan
pelajaran melainkan menengar-denar sahaja sepanjang jalan. Maka sebab itulah tiada
berketahuan hulu hilirnya dan lagipula kebanyakan orang bebal yang tiada berbatu uji di
tangannya apabila ia menengar cakap orang berbagai-bagai itu. Ia bukan adalah kelakuannya
seperti orang mengantuk disurungkan bantal lelaplah sahaja ia. Yakni percayalah ia akan dia
dengan tiada dicobanya ialah atau tidak seumpama sebatang buloh berdiri. Maka pada
sangkanya inilah sebatang kayu yang baik lagi lurus tiada bengkong-bungkuk pasti ada
berturus dalamnya.Maka jikalau kiranya orang yang mempunyai budi, niscahaya
dibelahnyalah dahulu dilihatnya dalamnya.Niscahaya didapatinya kurang adanya. Tetapi
adalah seperti kata arif bahwasanya Jauhari juka yang mengenal manikam. Maka istimewa
pula pada zaman ini semenjak selat telah menjadi negeri

Halaman 4

Negeri yang telah menjadi yang telah menjadi lang dan pecit-pecit pun telah menjadi kura-
kura dan cacing pun telah menjadi naga.

Bermula adapun asalnya segala ajaib ini terbitnya dari sebab harta dan tahta. Maka jikalau
hina dan bodoh sekalipun., asal ada berharta niscahaya ialah pandai dan termulia. Maka
jikalau pandai dan mulia, tetapi tiada berharta niscahaya terhina juga. Sebermula adalah
sekala perkataan dan misal dan umpamaan itu semuanya ku ambil ibarat bagi diriku pertama-
tama, hina keadaaan diriku dan kedua, miskin hal kehidupanku, dan ketika, kurang ilmu dan
pahamku, dan keempat bukannya aku ini ahli bagi pekerjaan karang mengarang itu.
Bahwasanya tiadalah bagiku kuat kuasa dan daya upaya, melainkan daripada Allah adanya.
Dan lagi sekali-sekali tiada sunyi diriku dari hal bersifat kekurangan dan kelemahan pada
tiap-tiap masa dan ketika adanya.

Kala kian setelah habislah pikiranku yang demikian maka tiba-tiba tersadarlah seolah-olah
dikejutkan orang akan daku daripada tidurku, sambil berkata “ demikian jikalau kiranya
engkau hina, memintalah pada yang mulia, dan jikalau engkau miskin pintalah pada yang
kaya, dan jikalau kurang pahammu pohonkanlah kepada tuhan yang telah
berjanji ,barangsiapa yang meminta ia akan mendapat “. Maka jikalau kiranya demikianlah
kemurahan-Nya Tuhan itu, InsyaAllah Ta’ala aku meminta tolong juga dengan seboleh-
bolehnya kepadaNya yang telah mementingka
Halaman 5

Alam yang besar itu dengan tiada bertingkat . Supaya dipahaminya akan kehendak
kekasihku itu, maka jikalau aku ini bukannya ahli bagi yang demikian sekalipun bahwa
haraplah juga kepadanya akan menyertai aku atas pekerjaan yang sedikit ini adanya.

Hikayat Abdullah

Bahwa sekarang dengarkan olehmu hai kekasihku . Maka adalah aku karangkan akan kitab
ini dari hal hikayat diriku. Maka aku namai akan dia hikayat Abdullah. Maka adalah ku
rencanakan dalamnya dari zaman moyangku sampailah kepada masa aku diperanakkan oleh
ibuku dalam negeri Malaka barang dipeliharakan Allah daripada sekala mara bahaya dan
bencana, sehingga barang yang kulihat dan yang ku dengar dari pada segala hal ihwal zaman-
zaman yang tersebut itu , baik dalam negeri Malaka, baik dalam nekeri Singapura adalah ku
sebutkan dalam hikayatku ini. Yaitu sehingka kepada tarikh pengabisan kitab ini. Maka
dalam segala hal yang tersebut itu telah yakin hatiku mengatakan bahwa dapat tiada adalah
juga beberapa kesalahan dalamnya dari pada khilaf

Halaman 6

Huruf, baik dari pada jalan bahasanya, baik dari pada ceritra-ceritranya, dari pada tulisan
hurufnya atau daripada cinggang perkataannya. Maka atas sekalian pekara ini aku
menundukkan kepalaku di hadapan tuan-tuan atau Inci’-inci’, segala yang sudi membaca
hikayatku ini yang telah masyhur kesalahannya. Maka dengan sesuci-suci hatiku serta
dengan muka yang manis, aku meminta ampun dan maaf daripada khilaf dan bebalku itu,
sebab aku telah mengaku dari pada mulanya kitab ini bahwa sekali-kali jauh aku dari pada
nama pandai itu. Maka dapatiada aku ini penuh dengan bodoh dan kesalahan pada tiap-tiap
masa dan ketika.

Sebermula adapun moyangku laki-laki itu seorang orang Arab. Negerinya Yaman dan
bangsanya Utsmani dan namanya Syaik Abdul Qodir, maka adalah pekerjaannya itu menjadi
guru daripada agama dan bahasa. Maka yaitu turun dari Yaman ke bawah angin, maka
singgahlah ia di tanah Kaling dalam negeri Nagura. Lalu mengajarlah orang-orang disana
dengan beberapa lamanya. Dalam hal yang demikian maka diperistrikan oranglah akan dia.
Hati. Maka ia pun mendapat empat orang anak laki-laki, seorang bernama Muhammad
Ibrahim dan seorang Muhammad Disa dan seorang Nur Muhammad dan seorang Zainal
Abidin. Maka kemudian ia pun matilah disana. Maka kemudian daripada matinya itu, maka
anak-anaknya itupun turunlah ke bawah angin ini. Adapun anak yang bernama Ibrahim itu

Halaman 7

Tinggal di rumah. Diperistrikan oranglah ia dengan nenekku perempuan yang bernama


Perinyai. Seorang budak perempuan Syaikh Mairlabai. Maka beranakkanlah bapaku.
Maka ditaruhnya nama anaknya itu Syaikh Abdul Qodir dari sebab mengambil berkat nama
bapanya.

Syahdan. Maka anaknya yang lagi tiga orang itu semuanya pergi ke sebelah tanah Jawa.
Adapun Muhammad Disa itu pergi ke Negeri Ambon. Beranak beristri disana dan Nur
Muhammad itu pergi ke negeri Sidayu beranak bercucu disana dan Zainal Abidin itu ke
negeri Semarang tinggal beranak buah disitu sampai mati.

Sebermula adapun bapaku itu besarlah ia dalam negeri Malak. Maka tatkala sudahlah ia
khatam mengaji Quran kemudian belajar bahasa dan belajar kira-kira. Setelah sudahlah
sempurna ia dalam perkara itu maka pergilah berniaga membawa dagangan ke hulu Malaka
berjual beli.

Hati dengan beberapa lamanya ia disana, pekerjaannya sambil berniaka sambil mengajar
orang-orang Hulu itu daripada hal mengaji dan sembahyang dan sebagainya dari hal perkara
agama Islam. Maka dengan hal yang demikian, kasihlah mereka itu sekalian akan dia. Lalu
diperistrikan oranglah ia disana. Dijadikannya akan dia khatib dalam kampung yang bernama
Lubuk Kaping. Maka duduklah ia disana. Sedikit hari kemudian berpindahlah mereka itu
sekalian ke sungai baru. Maka

Halaman 8

diangkatlah ia di sungai baru menjadi khatib. Maka kemudian dari pada itu beranaklah ia
seorang laki-laki, dinamainya Muhammad Ali dan seorang anak perempuan namanya
Syarifah .

Bermula adapun bapaku itu pandai dalam bahasa Hindu yaitu bahasa Kaling dari pada tulis
baca dan ilmu kira-kira. Dalam bahasa itu istimewa dalam bahasa Melayu dari pada tulis
menulis dan mengarang dan membuat surat kiriman kepada raja-raja Melayu. Maka sekalian
perkara inilah pekerjaannya mencari makan pada zaman itu dan lagi ia ada mengajar tuan
Inggris yang bernama tuan Marsadin, dari pada jalan bahasa Melayu. Maka adalah tuan itu
memberi padanya satu surat tanda, ia ada belajar dari padanya. Maka adapun surat yang
tersebut itu adalah ku dapati dalam peti tulis bapaku. Maka ku anjakkan kepada tuan Paderi
Thamsin karena adalah halku pada ketika itu sekatahpun tiada tau bertutur bahasa Inggris.
Istimewa pula suratnya. Maka apabila dilihat oleh Tuan Thamsin akan surat itu, maka
katanya surat ini namanya dalam bahasa Inggris karakter diberi oleh tuan Marsadin kepada
inci’ punya bapa. Bahwa tuan itulah yang mengarang kitab logat bahasa Melayu dan bahasa
Inggris. Maka ia ada belajar kepada inci’ punya bapa lamanya setahun delapan bulan dalam
negeri Malaka adanya.

Sebermula. Maka kemudian daripada bapaku itu tinggal di sungai Baru beberapa lamanya.
Maka

Halaman 9

Beberapa tahun bapaku yang di dalam Malaka terlalu sangat suka cita hendak mengajar di
dalam Malaka. Maka hal itu bapaku pun mendapat sakit payah di Sungai Baru. Maka itu
perkilah sekala adik kakak dari Malaka mengambil akan dia. Dibawalah ke Malaka lalu
bercerailah ia dengan bininya yang di Sungai baru itu. Lalu pulanglah ke Malaka beberapa
lamanya. Kemudian maka diperistrikan oranglah dengan bundaku dalam nekeri Malaka yaitu
kepada tarikh 1200 sannah.

Adapun asal ibuku itu neneknya orang Hindu dan nekerinya Kedah. Maka datanglah mereka
itu ke Malaka masuk agama Islam. Ia pun beranakkanlah ibuku itu dalam Malaka, maka
dinamainya Salamah.

Syahdan. Maka adalah pada masa itu pekerjaan bapaku itu memegang pekerjaan tuan
Syahbandar Hulanda. Yaitu zaman Hulanda yang dahulu dalam nekeri Malaka. Maka
bahwasanya adalah bapaku kepada zaman itu umpamanya seperti seekor tikus yang jatuh ke
dalam karung beras. Tiadalah berkira-kira lagi duduk dengan kesenangannya, berteriak di kiri
di kanan menyahut. Maka jikalau ringgit ini seperti air basuh tangan adanya maka terlupalah
ia kelak akan hal dunia ini berubah-rubahlah kesudahannya. Maka bundakupun
beranakkanlah abang ku yang sulung anak laki-laki kemudian dari pada empat bulan
umurnya matilah. Maka dengan hal yang demikian empat orang abangku laki-laki mati.

Hati. Maka Inggris pun datanglah mengambil negeri Malaka dari tangan Hulanda. Adapun

Halaman 10

Penulisan angka yang terbalik

Bangsa Inggris yang datang itu tuan Majirkok dan nama Anjinarnya tuan Farkur namanya .
Beberapa lamanya maka tuan Kuk itupun berlayarlah, digantikan oleh tuan Farkur menjadi
raja di di Malaka adanya. Tatkala itu bapaku menjadi saudagar membawa dagangan pergi
datang ke negeri Sikakaran. Pada zaman itu negeri Sekarami laki dengan kayanya pada
setahun berpikul-pikul emas dari sana datang ke Malaka dan negeri Malaka pun bandar besar
dan perniagaan pun baik segala dagangan daripada segala pihak pun berhimpunlah ke Malaka.
lakipun pada masa itu Pulau Pinang belum menjadi negeri, maka sehingga penuh-penuh
Kuala Malaka dengan perahu dagang daripada serba bangsa sampai-sampai ke dalam Sungai
Masak. Maka pada zaman itulah kebanyakan orang menjadi kaya dalam Malaka.

Hati. Kemudian dari pada sedikit hari pula bapaku memegang pekerjaan tuan Adriyangkuk
yaitu raja muda dalam Malaka. Maka sedikit hari pula maka bapaku dijadikannya Nakhoda
dalam sebuah perahu terlalu besar yang bernama layar Siriyat yaitu perki datang ke negeri
Kedah. Karena tuan Adriyangkuk bershahabat dengan raja-raja Kedah. Maka itulah
zamannya bapaku membawa gajah dari Kedah ke Malaka. Yaitu hadiah daripada Tengku
Daud, raja Kedah kepada Tuan Kuk. Maka baharulah orang-orang Malaka melihat rupa gajah
hidup adanya *

Syahdan lagi adalah pekerjaan bapaku itu menjadi utusan kepada negeri-negeri

Halaman 11

tetangga dan Riau Pahang Trenggono dan Kalimantan Palembang. Maka sampai ke tanah
Jawa dan sebagainya yaitu dari pada Raja Malaka dan Raja Muda. Maka sebab itulah
menjadi berkenal-kenalanlah bapaku itu dengan segala raja-raja negeri-negeri yang tersebut
itu. Maka sedikit hari lagi datanglah perintah dari Betawi yaitu dari pada Tuan sekertaris
Gaberman ke Malaka menyuruhkan bapaku perki ke Riau dan Langgapahang Trenggono
dan Kalimantan akan mencari kitab-kitab bahasa Melayu serta menjadi utusan kepada raja-
raja Melayu itu serta membawa surat dari pada raja Malaka Tamramantasyin. Serta pula ada
Tuan Raja Muda itu membekalkan wang lima ratus ringgit pergi dengan sebuah perahu Feri
bendera Hulanda.

Maka pergilah bapaku kepada sekala negeri-negeri yang tersebut itu. Maka ada yang dapat
dibeli kitab-kitab itu dan ada yang dapat raja-raja itu memberi hadiah sahaja dengan tiada
berharka dan ada yang diupahkan oleh bapaku menyalin hikayat-hikayat dan kitab-kitab itu.
Maka dengat hal yang demikian adalah kira-kira dapat enam tujuh puloh jilit kitab-kitab itu
berbakai-bakai namanya dan isinya.

HATI maka setelah selesailah daripada pekerjaan menjadi utusan itu kemudian datang pula
perintah lagi dari Betawi, menyuruhkan bapaku perki ke Riau mencari Tulok, yaitu juru
bahasa dan juru tulis bahasa Melayu. Maka pergilah bapaku ke Riau sehingga Hulanda
berperang dengan Bugis dan Melayu. Maka sampai selesai peperangan itu, ada tika tahun
lamanya ia di sana. Maka kembalilah pula ke Malaka.
Halaman 12

Maka dengan hal yang demikian datanglah peredaran dunia ini. Maka dengan takdir Allah
Maha Kuasa atas Hamba-Ny, pada hijrah Nabi 1231 sanah tahun maka bundaku pun
kembalilah ke Rahmatullah. Kemudian itu dengan kehendak Tuhan yang Maha Besar pada
hijrah nabi 1231 sanah tahun maka bapaku pun kembali ke Rahmatullah. Dari negeri yang
fana ke negeri yang baka. Adapun tatkala itu aku ada di Singapura lagi tengah mengajar
sekala tuan-tuan saudakar Inggris adanya.

SEBERMULA. Adapun negeri yang tempat aku tumpah darah yaitu negeri Malaka yang
dipeliharakan Allah dari pada segala bala dan aniaya. maka pada masa itu Inggris memegang
perintah dalam Malaka. Bermula maka adalah perang Inggris dalam Malaka itu diwakili.
Maka sekali, konon khabarnya adalah kira-kira sembilan puloh atau seratus tahun lalu yaitu
zaman Hulanda memegang perintah Malaka, maka tiba-tiba suatu pagi kelihatan dua buah
kapal sebuah Kacaci berlayar di laut Malaka. Maka apabila ia sampai ke labuhan maka lalu
masuklah ia hampir-hampir dekat ke darat. Maka setelah dekat di kapal-kapal Hulanda yang
ada berlabuh itu, lalu ditembaknya dengan peluru ada beberapa kali. Kemudian
dibalikkannya kapalnya ditujunya ke laut berlayar. Maka dengan sebentar itu juka ia pun
lepaslah maka sekala Hulanda yang ada di Malaka dan orang-orang nekeripun gemparlah.
Maka baharulah diketahui orang yaitu kapal Inggris. Maka makinlah menjadi gempar dan
berjaga segenap Sanasen sebab

Halaman 13

menjadi ia balik pula adanya. Hati. Maka kemudian dari pada itu baharulah Inggris pergi ke
Malak. Maka pula datang mengambil negeri Malaka dengan tiada perang atau bersusah,
sebab Adriangkuk itu beloh. Diberinya kesempatan akan Inggris itu naik dari kebunnya di
bandar hilir sebab dia sudah berpakat dengan Inggris.
Peria Abdullah diperanakkan

Kepada tarikh 1211 sanah, tahun kepada tujuh hari bulan Shafar hari Ahad siang ketika
Syamsi. Yaitu lepas dari pada delapan bulan Inggris mengambil Malaka dari tangan Hulanda.
Maka namanya raja Inggris itu Manjirkuk dan nama Anjinernya Tuan Farkuar.
SYAHDAN adalah nama kampung yang tempat aku diperanakkan itu kampung Pali yaitu
dengan bahasa Kaling maka artinya kampung Masjid. Maka adapun saudaraku seibu sebapa
itu empat orang laki-laki. Semuanya itu abangku, maka aku inilah yang bungsu. Adapun
abang-abangku yang tersebut itu semuanya mati tatkala laki kecil. Ada yang mati umur enam
bulan, ada umur setahun, ada yang dua tahun, ada yang tika tahun. Demikianlah halnya
sehingga bundaku pun seperti laku orang gila sebab mati anak-anaknya itu. maka senantiasa
duduk menangis dan duka cita juka. Maka beberapa lamanya dalam hal yang demikian, maka
datanglah seorang orang Arab Sayyid yang bernama Jabib Abdullah

Halaman 14

Hadad. Maka adalah yaitu Aulia. Maka sangatlah dipermulia orang akan dia dalam Malaka
sehingga laki-laki dan perempuanpun perkilah berguru kepadanya dari hal perkara agama
Islam. Maka bundaku juga yang tiada pergi senaniasa duduk menangis, sebab terkenangkan
anak-anaknya yang mati itu. Maka adalah rumahku itu berhadapan dengan rumah tempat
Tuan itu tinggal. Maka sehari-hari ia menengar bundaku menangis. Maka disuruhnya panggil
bapaku, diperiksanya akan hal bundaku itu duduk menangis-nangis.Maka oleh bapaku
diceritakannyalah segala hal anak-anaknya habis mati itu. Maka kata Tuan itu ” baiklah pergi
engkau katakan kepada istrimu, janganlah ia menangis! InsyaAllah nanti diberi Allah
kepadanya seorang anak laki-laki, maka apabila beranak kelak, engkau namakan dengan
namaku ”

Maka pulanglah bapaku, serta mengatakan kepada bundaku akan sekala perkataan Tuan itu.
Maka bundaku pun berhentilah dari pada menangis dan duka cita.
HATI berapa lamanya kemudian daripada itu, maka dengan takdir Allah Ta’ala melakukan
kehedaknya di atas hamba-Nya, maka mengandunglah bundaku akan daku. Barang diampuni
Allah kiranya akan segala dosanya dan diberi Allah akan dia tempat kebajikan, sebab
beberapa sengsara dan siksa yang dirasai oleh ibuku itu pada tatkala mengandungkan aku.
Makan tak kenyang, tidur tak lelap. Istimewa pula tatkala beranakkan aku itu seperti
bergantung di rambut sehelai. Mati hidup membeli nyawa, pergi nyawa datang serta dengan
keluh kesah peluhnya berhamburan seperti mutiara yang terhambur

Halaman 15

oleh angin. Maka beberapa kali ia terpingsan, siuman pula. Maka setelah genaplah bulan
sepuluh harinya pada sa’at yang tersebut di atas itu, maka akupun jadilah. Dan lagi beberapa
pula susahnya ia memelihara akan aku dari pada waktu kecilku. Maka ama’manya jikalau
barang suatu kena di kakiku rasanya seperti di biji matanya. Demikianlah kasih ibu akan
anak. Maka jikalau kiranya umurku seratus tahun lamanya, senantiasa aku berbuat kebaikan
kepada ibuku sekalipun, belumlah pada apa di sekali aku berbalik dalam perutnya dirasainya
sakit itu. Maka pada masa aku kecil tatkala ia tidur lelap bahwa menangislah aku. Maka maka
terkejutlah ia dengan tergopoh-gopoh serta pula dengan muka manis ia membujuk aku serta
dihiburkannya akan daku dengan berbakai-bakai ragamnya dan nyanyian sehingga
mengantuknya itupun hilanglah. Dipangkunya bermalam-malam tersangguk-sangguk
mengantuk pula serta diberinya susunya aku hisap. Lagipun dengan hal miskin bundaku tiada
berhamba dan tiada pula beradik kakak yang menolong akan dia, sebab kasihnya akan daku .
Dipangkunya juga, maka tiada pula ia percaya memberikan aku ke tangan orang lain. Takut
barangkali orang pengapkan akan daku.
SYAHDAN jikalau aku terkenang-kenang akan kasih ibuku itu adalah aku menanggung
seberat bumi dengan langit Kasih ibu bapa itu tiadalah dapat aku membalas melainkan sehari-
hari aku mendu’a akan dia mudah-mudahan diberi Allah Syurga
Halaman 16

Ma’wa kediamannya bersama-sama dengan segala orang yang telah dikasihani Allah akan
dia pada selama-lamanya mereka hidup.

Nashihat

Dengarkan olehmu hai sekala anak yang berbudi dan yang berbahagia. Bahwa demikianlah
besarnya kebajikan ibu bapa itu akan anaknya. Adakah patut kita durhaka akan dia dan tiada
kita menurut akan perintahnya dan kita memecahkan hatinya dan kita mengeluarkan air
matanya? Maka adalah beberapa anak-anak pada zaman itu yang telah ku lihat mendurhaka
akan ibu bapanya. Maka ada pula yang memukul dan memaki ibu bapanya itu. Dijauhkan
Allah kiranya aku daripada anak-anak isi neraka itu. Maka tiadalah aku lanjutkan akan
perkataan ini karna bukannya hajatku mengarang yang demikian. Maka jikalau kiranya aku
karangkan dari hal kasih ibu bapa akan anaknya, niscahaya cakaplah ku jadikan suatu kitab
yang terkaya adanya dari pada kitab ini baki sekala orang yang budiman.

Sebermula setelah selamat dengan sejahteranya atas ibuku dari pada segala bahaya bersalin
itu maka pada tatkala itulah akupun dinamai oleh ibu bapaku Abdullah, oleh sebab menurut
nama guru bundaku itu yang bernama Habib Abdullah Hadad adanya.

SYAHDAN adalah halku dari pada masa telah diperanakkan itu sehingga empat bulan juga
lamanya adalah sehat tubuhku dan pulihlah air mandiku. Maka kemudian dari pada itu
tiadalah merasai senang melainkan sehari-hari dalam penyakit tidak satu-satu. Maka
beberapalah wang ibu bapaku

Halaman 17

habis sebab membelanjakan obat ada kepada orang Kaling dan Melayu dan Cina. Dua tiga
hari baik, empat lima hari sakit. Maka bundaku pun duduklah dalam susah lagi penat
lelahnya. Maka barang dimana sahaja ada orang yang tahu obat maka dibawalah akan daku
kesana

HATI. Maka dengan hal yang demikian maka kata orang-orang sekalian, jikalau demikian
hal budak ini tiada berhenti dari pada penyakit sahaja. Bahwa barangkali ibu bapanya tiada
serasi memeliharakan dia. Baiklah dijualkan kepada orang yang ada beranak banyak karna
demikianlah diperbuat oleh orang tua-tua.

NASIHAT. Bahwa inipun satu adat nenek moyang bodoh yang tiada ia mengetahui Allah
Ta’ala. Adakah sebab dijualkan itu menjadi panjang umurnya dan jikalau dipelihara oleh ibu
bapanya menjadi pendek umurnya atau mati. Maka sekali-kali jangan kita percaya yang
demikian .

Bermula. Adapun adat menjualkan anak itu bukannya seperti orang menjualkan hamba,
melainkan namanya sahaja. Seorang atau lima enam duit maka duit itu diambil oleh ibu
bapanya, dibelikannya panganan atau barang-barang makanan dimakannya. Maka kemudian
anak itu dia juga memeliharakan dia tetapi dinamakan sahaja anak si anu itu bukannya kami
kedua ibu bapanya.

SYAHDAN. Adapula orang yang percaya sebab nama budak itu terlalu besar. Itulah konon
mendatangkan penyakit atau mati. Maka sekaliannya itu bohong dan adat-adat bodoh belaka
yang bukannya

Halaman 18

Penomoran halaman 18 tertinggal atau kosong

Dari pada Allah dan Rasul datangnya. Adapun dari hal ibu bapa itu sebab tersengat besar
sayang akan anaknya. Maka bagaimanapun baik biarlah asal hidup sahaja. Syukurlah adapun
aku ini telah dijualkan oleh ibuku kepada enam tujuh orang dan orang yang menyuai akan
daku pun kira-kira lima enam belas orang, ada yang enam tujuh hari, ada yang sebulan, ada
yang dua bulan oleh sebab ibuku itu tiada ber air susu. Bahwa demikianlah susahnya aku ini
dipeliharakan oleh ibu bapaku seperti meniup api dalam air adanya. Maka sebab hendak
dihidupkan Allah juka akan daku sehingga empat lima tahun umurku dalam hal itu. Tetapi
sebab bila pelihara ibuku itu maka baik juga tubuhku sehingga bisalah bertutur pelit-pelit itu
dan meminta barang suatu. Maka suka citalah bundaku itu sebab melihat akan daku tau
berkata-kata dengan pelit-pelit itu. Maka makinlah pula bertambah-tambah kasihnya seperti
menatang minyak yang penuhlah ia memelihara akan daku itu. Maka sekali-kali tiadalah ia
percaya orang lain memberi makan atau memandikan dan menidurkan aku melainkan dengan
tangannya sendiri juga. Bahwa demikianlah hal kasih ibu bapa itu akan anaknya. Mudah-
mudahan diturunkah Allah hujan rahmat-Nya dan ampunnya di atas kuburnya dan
dimasukkan-Nya ke dalam jumlah orang yang beroleh Rahmat amin.

SEBERMULA. Maka adalah pada zaman itu dalam negeri Malaka bahwa nenek perempuan
sebelah bapaku itulah menjadi guru besar dalam kampung Pali. Ada kira-kira dua ratus anak
muridnya.

Halaman 19

Laki-laki dan perempuan mengaji Qur’an dan berbagai-bagai orang belajar kepadanya. Ada
yang menulis, ada yang berlajar surat dan bahasa Melayu. Masing-masing dengan
kehendaknya. Maka hampir-hampir habis se-Malaka itu punya kanak-kanak datang belahar
kepadanya.

SYAHDAN. Maka bundaku pun duduklah bersama-sama dengan nenekku itu serumah,
sebab pada masa itu bapaku sudah berlayar pergi berniaga ke Siyak karna peniakaan terbuka
dalam negeri Siyak atau Pekanbaru sehingga berpikul emas yang datang dari sana ke
Malaka dalam setahun. Maka akupun adalah bersama-sama dengan segala kanak-kanak yang
banyak itu tetapi belum lagi aku belajar atau boleh membunyikan suatu perkataan-perkataan
melainkan dengan pelit-pelit. Maka pada ketika itu manjalah aku kepada nenekku itu, maka
senantiasa ditaruhnya akan daku dekatnya tatkala ia mengajar-ngajar itu. Maka barang apa-
apa pengajarannya kepada budak-budak itu semuanya ku turut sahaja. Itulah menjadi
permainanku dari bangun pagi, sehingga pukul enam petang tiadalah menengar bunyi apa
lain lagi, melainkan riyuh bunyi belajar dan mengaji sahaja. Maka sebab itu menjadi dapatlah
aku serba sedikit hafizh di mulut sahaja, tiada dengan mengenal huruf. Maka dengan hal yang
demikian sampailah umurku enam tahun. Maka kenalah aku penyakit buang-buang air darah
beberapa lamanya. Maka susahlah pula ibuku, tiada diboleh tidur lelap sudah. Aku berteriak
hendak buang air, maka sampailah kemana-mana ia pergi mencarikan obat berjenis-jenis, lain
diminum di sapupurnya. lain dibuat tuwam
Halaman 20

Dan berbagai-bagai. Adalah setahun tutup dengan hal yang demikian. Maka beberapa kali
senantiasa ditangisi oleh bundaku. Disangkanya mati beribu-ribu rahmat atasnya sebab
beberapa kesusahan yang dirasainya memelihara akan daku.

Kala kian. Dengan tolong Allah penyakit itupun sembuhlah. Maka badanku pun pulihlah
pulang semula. Maka adalah mainanku diberi oleh nenekku itu sebatang qalam rosam dan
suatu papan loh dan sedikit dawat buras. Katanya “ inilah engkau buat main sehari-hari!
jikalau engkau bermain tanah atau pergi main kepanas , aku pukul “ .

Maka takutlah aku pergi kemana-maka melainkan duduklah aku mencentang-centang papan
itu dengan qolam dan dawat. Maka setelah penuhlah papan itu dengan dawat, disuruhnya
kepada budak-budak membasuhkan, dijemurkan. Setelah keringlah maga ku centang-centang.
Itulah pekerjaanku sehari-harian disuruhkan oleh nenekku yaitu sebelum ku belajar atau
mengenal bagaimana rupa juruf adanya.

Permulaan Belajar Mengaji

Syahdan maka adalah beberapa lamanya aku dalam hal yang tersebut itu, menjadi biasalah
tanganku memegang qolam dan dapatlah ku turut-turut rupa huruf sedikit-sedikit tetapi .

Halaman 21

Kabarnya maka pada suatu hari apabila dilihat oleh nenekku rupa centang-centang itu hampir
serupa huruf, maka baharulah dituliskannya pengajianku dalam suatu loh kecil. Disuruhnya
mengaji, maka mengajilah aku apabila suka, maka kalau tidak aku pergi bermain-main. Maka
dengan hal yang demikian sampailah umurku tujuh tahun. Maka belumlah lagi dapat sejuz-
sejuz sebab terlalu manja aku kepada ninikku. Tiadalah pernah dipukulnya atau dimarahinya
akan daku. Menjadi tiadalah aku perdulikan pengajian itu melainkan sehari-hari likur bermain
sahaja. HATI. Maka bapaku pun datanglah dari Malaka serta ia sampai. Maka bertanyalah ia
kepada bundanya. Adapun panggilannya kepada bundanya itu Aci, yaitu bahasa kaling
artinya kakak dalam bahasa Melayu. Adapun sebab dipanggilnya demikian itu karena tiga
belas tahun umur ninikku beranakkan bapaku itu. Dipandang orang seperti adik beradik
adanya. Maka sebab itulah dari kecil bapaku itu biasa memanggil bundanya itu Aci, artinya
kakak. Maka kata bapaku “ arah beri Abdullah ini mengaji berapa juz-juz sudah dan apa-apa
kepandaian ia sudah tahu ? “

Maka kata ninikku “ janganlah engkau susahkan ini, sebab dia sehari-hari dalam penyakit.
Maka jikalau digeretak dan dipukul, siapa tau menjadi penyakit “

Maka kemudian daripada beberapa hari, maka bapaku pun berpindahlah ke rumah lain, yaitu
dekat-dekat kampung Pali itu juga. Maka pada tiap-tiap pagi aku pergi mengaji ke tempat
belajar dan malam-malam di ajar oleh bapaku di rumah. Maka beberapa banyak kena pukul
dan tampar dan beberapa papan loh yang pecah-pecah dihempaskan oleh

Halaman 22

Guruku di kepalaku dan beberapa rotan pecah-pecah di tubuhku. Dan beberapa kali ditangisi
oleh bundaku akan daku sebab banyak kena pukul itu. Maka barangkali jari-jariku sampai
bengkak-bengkak kena pukul sebab menulis salah itu. Ketahui olehmu bahwasanya
demikianlah susahnya akan mendapat ilmu dan akal itu serta kepandaian dan pelajaran yang
baik adanya.

SYAHDAN. Maka adalah pada ketika itu penuhlah dalam hatiku dengan benci dan amarah
dan dengki akan orang yang mengajar aku itu. Maka beberapa pula do’aku, mudah-mudahan
kalau boleh sukur, ia mati supaya tiada aku susah belajar. Bolehlah pergi main barang
kemana sukaku, karena adalah pada masa itu kesukaanku bermain layang-layang. Maka
sebab itu beberapalah kena pukul dan digantungkan oleh bapaku layang-layang itu di leherku.
disuruhnya mengaji dan lagi kalau apabila guruku itu ada sakit-sakit sedikit tiada boleh
mengajar. Maka itulah menjadi sekecit yang besar kepada aku supaya boleh aku pergi
bermain. Dan jikalau pada ketika belajar itu disuruh oleh guruku atau orang lain barang
kemana-mana atau di tempat yang berbahaya sekalipun, suka juga aku pergi supaya jangan
belajar. Dan lagi, jikalau ada sedikit-sedikit badanku tiada sedap rasanya maka sengaja aku
jadikan sakit banyak, supaya jangan aku belajar. Dan lagi, mahulah aku memandang muka
harimau daripada memandang muka guruku itu. Demikianlah adanya sudah adat jikalau
kebun yang baik tumbuh-tumbuh hanya, maka

Halaman 23

jikalau tiada dipagar dapat tiada masuklah binatang atau barang sebagainya membinasakan
dia.

Nashihat

Adapun ilmu dan kepandaian itu menjadi tangga kepada pangkat kekayaan. Dan kekayaan
itu membawa kepada kebesaran. Maka bahwasanya segala benda yang dijadikan Allah dalam
dunia ini masing-masing adalah dengan harganya, yaitu dapat dinilaikan oleh manusia
melainkan ilmu itulah sahaja yang tiada ternilai oleh manusia akan harganya. Dan lagipula
adapun harta dunia dan kekayaan-kekayaannya dan kebesarannya itu durjana adanya, seperti
perempuan jalang berpindah-pindahlah ia kepada barang siapa yang dikehendakinya. Tetapi
ilmu itu bukannya demikian, teramat teguh setianya. Dan lagi dan bercahaya warna mukanya
yaitulah sebaik-baik taulan orang yang berbudi adanya. Maka jikalau sekiranya bercerai-cerai
nyawa dari pada badan maka pada waktu itulah ia pun bercerai dari padanya. Syahdan lagi
adalah yaitu kejadian yang amat ajaib dijadikan Allah. Heran tiada pula ia dapat diambil
pencuri dan tiada ia menyusahkan atau memberatkan kita memikul akan dia. Dan tiada ia
menyesakkan tempat kita. Dan tiada pula meminta makan atau minum, melainkan barang bila
dikehendaki adalah dia sudi.

Maka sebab itulah kata ‘arif, apabila engkau dapat wang belikan emas maka jualkan pula
emas itu belikan intan, maka jualkan pula intan itu, belikan manikam jualkan pula manikam

Halaman 24
itu belikan ilmu. Maka demikianlah besar kemuliaannya itu, serta dengan teguh setianya
kepada orang yang mencari ilmu itu. Maka adalah yaitu diumpamakan seperti suatu tiang
batu adanya. Barang berapa berat yang ditanggungkan dan ditahannya juga. Maka jikalau
sekiranya terlampau dari pada adat bertanya itu, remuklah ia patah sekali. Tetapi tiada ia tahu
melantur atau bengkok seperti tiang kayu sebagainya.

SEBERMULA

Maka apabila aku terkenang-kenang akan palu dan susah dan tampar dan maki dan beberapa
papan loh yang pecah di kepalaku dan rajuk dan masam muka dan tungging hardik segala
guruku itu. Adapun satu-satu biluru rotan di atas tubuhku tatkala belajar itu. Sekarang ini
menjadi satu suluh adanya. Dan satu-satu tampar itu menjadi satu cermin mata padaku pada
masa ini. Maka jikalau sekiranya tiada suluh itu di tanganku dan cermin mata itu ku pakai
niscahaya banyak kali sudah aku terperosok ke dalam lembah dan parit yang penuh pada tiap-
tiap lorong dan jalan. Seperti kecuali kebanyakkan kelakuan orang yang memegang suluh itu
terperosok ia kesana kemari jatuh bangun coreng moreng berlumur dengan lumpur dan arang
dan patah riyuk kaki tangannya di hadapanku.

Maka adalah ku pohonkan kepada Allah kalau dengan mudah-mudahannya diberi-Nya


beribu-ribu rahmat dan selamat sejahtera dengan kebajikan atas guruku yang telah
menyadarkan aku dari pada terperosok itu, serta pula diberinya batu uji di tanganku supaya
tiada boleh aku terkena emas linjungan atau perak linjungan dan intan disangkakan batu
kerikil, maka kebaikkan.

Halaman 25

Maka adalah orang yang tiada berbatu uji itu terkena perkara yang demikian itu, tiada saksi
yang menunjukkan baik jahat atau salah benarnya. Bahwa sekaranglah baharu aku kecap
akan air madu yang telah terpencar dari pada sarang lebah yang telah ku usahakan
menganggu akan dia dari pada zaman kecilku itu. Maka beberapa di sengatnya habis tubuhku
bengkak bongkel mukaku. Maka rasanya manis sekarang terlebih dari pada segala perkara
yang manis. Maka adapun kebaikan orang yang tiada berani hampir kepada sarang lebah itu,
sebab takut disengatnya. Maka pada sangkanya itu suatu bahaya adanya. Tetapi tiada
diketahuinya akan faedah air madu yang akan jadi dari pada lebah itu.

NASIHAT

Maka bahwasanya aku wasiatkan akan nasihatku ini bagi segala kanak-kanak yang ada di
bukakan Allah mata hati. Maka jikalau sekiranya ada umurmu seribu tahun sekalipun, maka
janganlah engkau takut membelanjakan dia, sebab menuntut ilmu itu karena dapatiada segala
hamba Allah dalam dunia ini semuanya menghendaki kebesaran dan kemuliaan dan kekayaan.
Maka seorang jua pun tiada yang benci akan perkara yang tersebut itu. Maka jikalau
demikian, bahwa ilmu itulah tangganya akan menaikkan segala perkara yang tersebut itu dan
lagi jikalau ada ilmu itu bagimu, sekali-kali tiada engkau akan terbuang dan tiada pula
engkau dihinakan orang, melainkan termulia juga adanya. Dan lagi yaitu kelak boleh
menolong akan dikau dari dunia sampai ke akhirat.

Halaman 26

Kala kian

Maka duduklah aku belajar dengan usaha. Maka dengan tolong Allah serta pula ada janjiku
hendak mendapat itu maka dapatlah aku mengaji dan menulis sendiri akan bacaanku.
Bukannya seperti kanak-kanak yang lain itu, dituliskan oleh guru akan lohnya, karena pada
zaman itu orang pedulikan menulis dari pada kecilnya itu. Kemudian sampai tua baharulah
hendak menulis di manikam boleh betul adanya.

Maka adalah hal manusia ini seumpama ranting kayu adanya. Apabila ia lagi muda
bagaimana kehendak kita boleh dilantur akan dia. Ia mengikut karena ia lagi sembuh. Maka
apabila ia sudah tua, keringlah ia. Maka jikalau dilantur sedemikian sahaja niscahaya
patahlah ia. Demikianlah adanya. HATI.

Maka dengan beberapa lamanya diusahakan oleh bapaku dan ninikku serta pula dengan usaha
bapa saudara aku kedua. Seorang bernama Ismail Labi dan seorang Muhammad Lathif. Maka
keduanya itu saudara bapaku seibu. Maka adalah mereka itu seperti aku memandang harimau.
Maka yang terlebih ku takuti bapa saudaraku Muhammad Lathif itulah karena ialah yang
banyak memukul dalam pelajaran yaitu mengaji dan menulis. Adapun pada mula-mula diajar
oleh mereka itu menulis, digoreskannya dengan qalam sahaja di atas papan loh itu dengan
tiada berdawat, maka di atasnya itulah ku turut dengan dawat supaya biasa tangan. Maka
kemudian bolehlah aku merangkaikan huruf

Halaman 27

Itu dengan sepatutnya dan bekas tanganku pun adalah banyak sedikit.

SYAHDAN

Apabila dilihat oleh ninikku akan daku, boleh membaca dan menulis itu maka dijadikannya
khalifah bagi segala budak-budak yang sebaya dengan aku itu dari hal mendengar bacaannya
dan mengajar dan menuliskan papan lohnya. Maka dengan demikian, sehari-hari tiadalah
berhenti siang malam dari pada belajar itu.

Maka barang apa perkataan orang bolehlah aku eja dan menulis akan dia. Adapun segala
budak-budak yang menyuruh tuliskan papannya itu adalah masing-masing itu memberi upah
dalam tempat mengaji itu akan daku. Ada yang memberi seduit, ada yang memberi panganan,
ada yang memberi buah-buah dan sebagainya. Maka pada ketika itu juga aku telah mendapat
faedah ilmu itu dan hasilnya. Dan lagi barang apa perkataanku dalam tempat mengaji seorang
pun tiada berani melalui, oleh sebab aku menjadi gurunya mengajar mengaji dan menulis.
Akan tetapi semuanya yang dibaca dan yang ditulis itu bahasa Arab karena dari zaman ninik
moyang belum pernah mendengar ada orang menaruh tempat belajar bahasa Melayu.

Sebermula adalah berbagai-bagai perkakas hukuman dan siksa dalam tempat mengaji itu.
Sedia berbagai-bagai rupanya dihukumkan atas jenis kesalahannya.

Pertama-tama, rotan dan apit Cina. Adapun apit Cina itu diperbuat dari pada rotan segi
empat keping, kira-kira panjangnya sejengkal-jengkal. Maka cucuk

Halaman 28

sebelah hujung dimatikan dan lagi sebelah diberi bertali panjang. Demikianlah rupa
gambarnya. Maka yaitu hukuman mengapitkan jari yaitu hukuman seperti budak-budak
mencuri atau memukul kawan-kawannya.
Dan lagi kayu palat namanya, yaitu satu kayu bulat panjang sekira-kira sebelah dada. Maka
yaitu diberi berlubang tiga. Maka dua panci kiri kanan itu dimatikan, dimasukkan talinya itu
di lubang tengahnya. Maka yaitu hukuman seperti budak-budak pelari mengaji atau memanjat
pohon-pohon atau menendang kawan-kawannya. Dimasukkan dua belah kakinya ke dalam
tali itu, diputar ke atas kemudian disasah tapak kakinya. Demikianlah rupanya.

DAN LAGI suatu rantai besi kira-kira panjangnya sedipa atau lebih. Maka yaitu dipakukan
kepada suatu kepala balak, maka sebelah lagi itu diberi berkunci. Maka yaitu hukuman budak
yang lari sebentar-sebentar dan selalu berkelahi atau tiada mau menengar pengajar ibu
bapanya dan lambat belajar. Maka dikuncikan rantai di punggungnya dan disuruh pikul kayu
itu berkeliling tempat mengaji itu. Terkadang ditinggalkan dia dengan rantai-rantai itu, tiada
dilepas pulang. Dihantar nasi kesitu.

Dan lagi sianggang yaitu hukuman budak-budak yang banyahan dan jahat, yaitu suruh
pegang tangan kiri ke telinga kanan

Halaman 29

dan tangan kanan ke telinga kiri serta disuruh bangun duduk dengan tiada berhenti. Begitulah
gambarnya.

Dan lagi pula adalah suatu hukuman kepada budak-budak yang malas mengaji dan
sebagainya. Yaitu dibubuh asfa dalam sebuah kereng banyak-banyak kemudian pula
ditunggangkan budak itu ke atas asfa itu. Maka yang ada pula dibubuhkan ladah Cina kering
ke dalam api itu. Maka pedihnya asfa itu bukan barang-barang. Habis keluar air mata dan air
hidung.

Dan lagi, suatu hukuman budak-budak barang salah dalam tempat mengaji. Ada satu tali
pintal, maka ditambatkan punggung budak itu, diikatkan ke tiang, disuruhkan mengaji papan
lohnya itu sampai ia dapat. Sebelum ia dapatiada ia dilepaskan. Dihantar nasi oleh ibu
bapanya disitu.
Dan lagi, suatu hukuman budak-budak yang sangat jahat lagi melawan dan lagi pelari dan
pencuri, maka yaitu digantung kedua belah tangannya berjejak kakinya. Dan lagi pula satu
hukuman budak-budak yang sangat jahatnya dan pelari maka yaitu ditiharapkan.

Halaman 30

Budak disasah pantatnya.

Dan lagi suatu hukuman, jikalau budak itu terlalu bohong dan memaki orang maka yaitu
digosok ladah Cina mulutnya.

SYAHDAN. Adapun segala hukuman yang tersebut di atas ini bolehlah dihukumkan oleh
gurunya dalam tempat mengaji. Maka jikalau anak raja atau anak orang kaya-kaya tiadalah
peduli. Bolehlah dipukul oleh gurunya dalam tempat mengaji meski sampai berdarah.
Tiadalah boleh di da’wakan dia karena ia mengajar baik.

Sebagai lagi. Maka adalah adat apabila seorang melepaskan anaknya mengaji. Maka
datanglah ibu atau bapa budak yang akan mengaji itu dahulu menyembah guru itu serta
membawakan sirih secerana dan panganan ke dulang bersama-sama dengan budak yang
kendak mengaji itu. Serta ibu bapanya itu berkata “ tuan atau Inci’, sahaya pinta dua perkara
sahaja. Pertama-tama, janji mata budak ini dan kedua kaki tangannya jangan dipatahkan!
maka lain dari pada itu Inci’ punya kuasa “. Maka disuruhnya anaknya itu menyembah kaki
gurunya itu. Kemudian baharulah dibacakan oleh gurunya itu du’a selamat. Maka segala
panganan itupun dibahagikanlah kepada segala budak-budak. Dan wangnya diambil oleh
gurunya itu dan bunga cendana semuanya dibahagikan. Maka tiadalah aku lanjutkan
perkataan dan adat yang dalam tempat mengaji itu karena orang yang berakal itu tiada suka
mendengar perkataan yang lanjut melainkan sekedar mengambil qiyas dan ibarat sahaja
adanya.

SEBERMULA maka adalah kira-kira delapan sembilan bulan aku bertekun mengaji dan

Halaman 31

menulis itu. Maka tinggilah sudah bacaanku. Maka inilah terbuka jalan pengajian itu kepada
aku. Maka adalah waktu tengah hari lepas-lepas mengaji itu, aku perbuat layang-layang lidi
kecil. Ku jual kepada budak-budak, satu seduit harganya. Maka itulah menjadi belanja aku
membeli panganan dan buah-buah. Adapun daripada layang-layang itulah asalnya aku tahu
menulis bunga-bunga dan gambar-gambar, karena pada masa itu aku biasakan tanganku dan
aku perhatikan barang-barang di mana kelihatan orang-orang Cina membuat gambar-gambar
dan bunga-bunga. Maka aku tuliskan kepada layang-layang. Maka ada juga orang lain-lain
pun membuat layang-layang, dijualnya tetapi budak-budak tiada suka membeli karena bunga-
bunganya itu dibawahnya kertas merah dan hijau hitam ditempelnya. Adapun aku membuat
itu semuanya putih juga, tetapi ada kusediakan dawat warna-warna. Maka datang seorang
budak hendak membeli itu. Ku tanya “apa engkau mau bunganya? “ Maka katanya ‘ sahaya
mau gajah” dan kata seorang “ sahaya mau burung “ dan kata seorang “ sahaya mau ikan “.
Maka barang kehendaknya ku tuliskan. Itulah sebabnya budak-budak terlalu suka membeli
kepada aku. Demikianlah halku mencari duit belanja dan lagi lain pula aku mendapat upah-
upah diberi budak-budak sebab menuliskan papan masing-masing.

Maka dengan hal yang demikian tamatlah aku mengaji. Kemudian sedikit hari lagi disuruh
oleh bapaku mengulang-ulang bacaanku itu, adalah kira-kira dua puluh kali tamat.
kubanyakkan bacaan itu hampir-hampir hafizh akan Qur’an itu. HATI. Kemudian dari pada
itu, maka bapaku memberi hukum akan daku. Katanya hendaklah engkau pergi pada tiap-tiap
hari lepas sembahyang

Halaman 32

Magrib mengaji dalam masjid karena dalam masjid itu beratus-ratus orang keluar masuk.
Maka barang siapa mendengar salam bacaanmu itu dapatiada ditergurkannya. Maka ku
perbuatlah seperti suruhan bapaku itu beberapa lamanya. Maka kemudian dari pada beberapa
bulan, maka mewafaktalah ibu bapaku kepada segala adik kakaknya, hendak dikhatamkan
Quran serta disunatkan akan daku. Setelah tentulah bicara itu maka oleh ibu bapaku
dijemputkannyalah segala adik dan kakak dalam Malaka, laki-laki dan perempuan. Maka
berhimpunlah semuanya dalam suatu majlis yang besar. Maka akupun dipakai-pakaikan dari
pada pakaian yang indah-indah, emas perak. Setelah itu, maka dibawalah akan daku ke
hadapan majlis itu disuruhkan mengaji barang apa yang dikehendaki oleh orang-orang itu
serta oleh guruku itupun bersama-sama. Maka pada masa itu ada pula orang yang pandai-
pandai itu bertanya beberapa perkara su’al dari hal membaca Quran dan bunyinya dan barang
sebagainya. Setelah sudah ku jawab, maka oleh imam atau khatib pun membacakan du’a
selamat, kemudian aku pun disuruhlah menyembah gurunya, ,kemudian ibu bapaku. Maka
itulah ketika diberi oleh ibu bapaku persalinan akan guruku itu dibuahkan dalam cofer kain
baju dan sapu tangan dan kasut sepasang dan wang seberapa kadar. Ada yang sepuluh dua
puluh ringgit. Maka dibawahkan sekalian persalinan itu, diletakkan di hadapan guru itu serta
menyembah meminta halal akan segala pengajarannya. Maka lain dari pada itu adalah
beberapa pula pekerjaan yang tiada ku sebutkan dalam hikayatku ini. Maka pada malam itu
dibawahalah inti akan daku seperti pekerjaan orang kahwan karena ibu bapaku itu berpuas
hati sebab anaknya seorang. Maka kemudian pula esoknya dijemputkan

Halaman 33

Orang beratus-ratus, diberi makan minum. Maka pada malamnya di araklah di atas kereta,
diiringkan orang beratus-ratus serta dengan bunyi-bunyi berkeliling negeri, kemudian pulang.
Setelah esoknya, dijemputkan pula segala orang-orang itu, diberi makan minum. Setelah
membaca du’a selamat maka adalah sudah sedia tukang sunat akan orang itu. Maka setelah
sudah disunatkan itu maka tujuh hari lamanya baharu mandi, kemudian bawalah berjalan.
Setelah itu diberilah pula persalinan akan tukang sunat itu serta dengan wangnya tiga empat
ringgit. Maka selalu juga ia berulang-ulang datang sampai sembuh sekali, baharulah berhenti
adanya.

SYAHDAN

Setelah sembuhlah sudah aku daripada bersunat itu ada kira-kira sebulan lamanya. Maka
diserahkanlah oleh bapaku kepada guru belajar bahasa Kaling dan suratnya yaitu bahasa
Hindu, karena oleh adat dalam negri Malaka dari pada zaman ninik moyang. Semuanya anak
orang baik-baik dan orang kaya semuanya belajar bahasa itu. Adapun gunanya itu supaya
mengetahui ilmu kira-kira dan hitung-menghitung dan boleh bertutur bahasa, karena pada
zaman itu penuh sesak saudagar-saudagar dalam negeri Malaka. Maka banyaklah mereka itu
yang menjadi kaya sebab berniaga dalam Malaka. Maka sebab itulah menjadi masyhur nama
orang Kaling di Malaka. Maka masing-masing menyuruhkan anaknya belajar bahasa Kaling.
Dan lagi, dalam Malaka pada masa itu ada empat kapitan masing-masing bangsa dengan
kapitannya. Maka yaitu sudah jadi adat itu dari pada zaman Hulanda. Ada kapitan Kaling,
ada kapitan Melayu, ada kapitan Cina, ada kapitan Nashrani. Maka barang suatu dari pada
baik
Halaman 34

jahat masing-masing pergelud mengadukan kepada kapitannya. Maka jikalau sekiranya tiada
boleh dihabiskan oleh kapitan, maka baharulah dihantarkannya kepada paskal. Kemudian
kepada pitur. Maka kemudian baharulah masuk ke dalam Jawasatya. Maka sebab itulah
dalam negeri Malaka banyak bangsa apa seorang menaruh malu akan seorang dan seorang
takut akan seorang. Maka jikalau kiranya anak Melayu berbuat pekerjaan jahat atau barang
sebagainya yang tiada baik dilihat oleh orang Cina atau bangsa manapun baik, maka boleh
diajarnya dan dipukulnya akan dia. Maka yaitu dipuji oleh ibu bapak budak itu. Maka jikalau
sekiranya ada bicara yang kecil-kecil, boleh dihabiskan oleh orangtua-orangtua kampung
sahaja karena adalah adalah pada tiap-tiap kampung dijadikan oleh kapitan masing-masing
tua kampung. Adapun jikalau ada apa-apa gaduh diberi tau kepada tua kampung itu dahulu
adanya.

Sebermula adalah lamanya aku duduk belajar bahasa Kaling dan menulis itu dua tahun enam
bulan. Yaitu pun ku rasai susah. Bukannya sedikit berapa kena tampar dan nista serta haus-
haus hujung telunjuk menulis di pasir itu, karena tiada mereka itu berani mengubahkan adat
dahulu kala itu, melainkan telunjuk juga menjadi qalam. Jikalau dibuat kayu atau barang
sebagainya niscahaya menjadi salah besar. Maka pada sangka mereka itu terlebih baik
terlunjuk itu haus tinggal tulang sekalipun dari pada mengubahkan sedikit jua pun adat ninik
moyang itu.

Maka diberi Allah, dapatlah juga aku sedikit banyak pelajaran itu. Setelah itu, maka diberi
pula akan guruku itu persalinan serta dengan wang hadiah, akan tetapi sungguhpun dalam ku
belajar bahasa Kaling

Halaman 35

itu.. Maka bapaku memberi perintah akan daku. Dapatiada hendaklah ada aku hadir pada
tiap-tiap lima waktu sembahyang di masjid, maka jikalau tiada dilihatnya aku pergi satu
waktu tentulah kena rotan.

Maka adalah pada tatkala itu rasa hatiku, terlebih baik aku bertemu dengan harimau dari
pada bertemu dengan bapaku. Dan lagi bertahun-tahun adatku tiada berani bercakap kepada
bapaku. Maka barang-barang apa kehendaknya atau hendak disuruhnya dikatakannyalah
kepada bundaku. Maka bundaku itulah memberi tau kepada aku. Hanya kepada bundaku
itulah aku sangat manja. boleh duduk bercakap dan bermain dan barang sebagainya, akan
tetapi pada ketika makan itu dapatiada makan bersama-sama dengan bapaku. Jikalau tiada
sampai kemana-mana dicarinya juga sampai dapat, baharulah ia makan.

HATI

Maka dengan hal yang demikian itu, maka kepada suatu hari diberi perintah oleh bapaku.
Katanya “ ambilah sekeping kertas dan satu tempat dawat dan qalam! Pada tiap-tiap hari
duduk di masjid! Maka barang siapa masuk keluar dalam masjid itu tulis namanya, maka
petang-petang unjukkan kepada aku “ Maka apabila dikata oleh bundaku demikian maka
heranlah pada pikiranku. Apa pula gunanya menulis nama-nama orang cuma-cuma. Maka
jawab bundaku “ entah aku tiada tau perintah bapamu, turutilah! sebab adalah suatu
kebajikannya, maka disuruhkannya “ Maka aku pikir dalam hatiku ini suatu bencana besar
rasanya tiada boleh senang sehari-hari ada pekerjaan. Maka menangislah aku. Maka kata
makku “ hai Budah, bukankah baik belajar dari pada pergi dengan tiada berfaedah? “

Maka itulah pekerjaanku pada tiap-tiap malam. Pergi mengunjukkan nama-nama orang itu .
Maka dalam

Halaman 36

Pada itupun berapa kena tampar dan nista. Maka barang nama-nama yang tiada betul rangkai
hurufnya itu digantungkannya di leherku supaya malu. Maka adalah kira-kira sebulan
lamanya demikian itu baharulah betul menulis segala nama-nama orang.

Kala kian. Maka pada suatu pagi, kata bapaku sendiri “ ambil dawat qalam dan sekeping
kertas! bawa kemari! “ Setelah sudah kubawa, katanya “ tulislah engkau apa yang aku kata!
maka apabila kurang, itu baru diberilah hatiku sebab belum pernah ku perbuat demikian.
Maka mau tak mau duduklah aku serta ku tuliskanlah barang apa perkataan yang keluar dari
mulutnya. Maka adalah kira-kira dua jam lamanya ku tulis itu maka pintanya surat itu
dilihatnya serta dengan masam mukanya seraya katanya “ ini hari aku ma’afkan. Coba esok
engkau tulis lagi salah-salah bagian satu salah satu sebut. engkau kena rotan “ Maka
dibubuhkannyalah tanda-tanda yang mana ada salah atau yang bertukar-tukar hurufnya dan
yang mana bersalahan rangkai hurufnya dan tempat-tempat perhentiannya. Setelah sudah,
maka katanya “ sehari-hari bagian hari, engkau datang menulis kemari! maka pada masa itu
hatiku sangatlah susah / rusuh oleh sebab tiada diboleh pergi bermain.

SYAHDAN. Pada esoknya pun demikianlah, maka perkataan yang kemarin itu tiadalah
dikatanya lagi.Lain pula perkataan yang tiada-tiada pernah ku dengar dan bahasa-bahasa
dalam semuanya serta nama-nama yang pelik-pelik itulah pula disuruhnya tulis. Demikianlah
sehari-hari kena marah dan gertak dan beberapa injing dan macit. Dikatakannya tiadalah kena
rotan maka makin sehari makinlah ku rasai senang. Adalah kira-kira dua bulan duduk dengan
demikian. Maka tiada lagi bersalah. Maka kemudian dari pada itu aku

Halaman 37

Belajarkanlah pula arti-arti perkataan dan bagaimana memakai perkataan itu. Maka jikalau
ditaruh di tempat ini, jadi lain artinya dan di tempat itu lain artinya. Maka tiadalah aku
lanjutkan perkataan perkara yang telah ku rasai dari sebab belajar ilmu itu dengan beberapa
susah akan mendapat itu, seperti aura ditarik sengseng adanya, ku rasa-rasa dengan tubuh
jungkang-jungkang dengan muka sebab menaruh pikiran dan susah hati, sebab belum
mendapat dan sebab malu nanti kena marah.

Adapun sebab itulah bagaimana ku beli mahal. Demikianlah hendak ku jual pun mahal.
Maka jikalau sekiranya ku dapati sepanjang jalan dan ku tiru-tiru dan kurang-kurang sahaja,
jangankan hendak dibeli orang, jikalau dipintanya sahaja, ku berikan cuma-cuma melainkan
terlebih-lebih ma’alumlah tuan-tuan yang membaca hikayat ini. Bahwa tiap-tiap benda yang
murah harganya itu dapatiada adalah ‘aibnya dan tiap-tiap benda yang mahal itu dapatiada
ada juga suatu kelebihannya. Bukankah intan itupun suatu batu juga adanya? apa sebabnya
yaitu menjadi termulia di antara segala manusia bahwa bukankah oleh sebab cahayanya?

SEBERMULA

Maka pada suatu hari, kata bapaku “ sekarang jangan engkau berjalan kemana-mana cuma-
cuma! ada aku belikan kertas. Duduklah engkau menulis Qur’an di rumah! “

Maka diunjukkannya bagaimana mengikat papan mistar. Maka setelah itu duduklah aku
menulis. Maka dalam itupun beberapa hadiah dan pujia-pujian dan bahwaan-bahwaan.
Adapun hadiahnya itu rotan dan puji-pujiannya itu makai dan bahwaan-bahwaannya itu muka
masam.

Halaman 38

Dan sungguh, pada tiap-tiap hari adalah kira-kira enam tujuh bulan duduk dengan demikian .
Yang mana salah, di unjukkannya. Maka bolehlah sudah aku menulis Qur’an atau Kitab
dengan betulnya.

SYAHDAN setelah sudah dilihatnya boleh aku menulis Qur’an itu maka kata bapaku “ ada
suatu Kitab bahasa Melayu dengan bahasa Arab terlalu bagus. Salinlah itu Kitab!”

Maka itupun ku salinlah. Ada beberapa lamanya maka sudahlah kitab itu. Maka dilihat oleh
orang lain akan tulisannya Kitab itu. Semua orang mengatakan baik, tetapi bapaku sahaja
menguji-nguji aku dengan tiada berkeputusan, katanya “ lihat rupa tulisanmu seperti cakar
ayam! membuang-buang kertas budak-budak kecil pun boleh menulis demikian “

Semuanya disalahkannya, suatupun tiada yang baik. Maka sekaranglah baharu ku ketahui
bahwa akal bapaku itu tiada ia mau memuji kebajikanku atau tulisanku sebab ia takut menjadi
besar hatiku serta congkak oleh sebab kepandaian dan ilmu itu .

Bermula maka adalah pada masa itu di Malaka segala rangit Inggris itu sufi semuanya.
Mereka itu orang Islam dan sebahagian orang Hindu. Adapun segala orang-orang Islam itu
semuanya mengaji Qur’an dan sembahyang belaka. Maka datanglah mereka itu ke rumah
ninikku mengupah menulis Qur’an kepada bapa saudara aku. Maka akupun menulislah
bersama-sama. Banyaklah aku diberi upah, oleh sebab itu menjadi suka citalah aku sebab
mendapat wang itu. Maka makinlah bertambah-tambah rajinku menulis itu. Tiada berhenti
malam siang. Maka apabila dilihat oleh bapaku itu, maka marahlah ia katanya “ jangan
engkau biasakan
Halaman 39

menulis malam! karena nanti lekas rusak mata. Dan siang pun jangan bertekun sangat!
Karena engkau budak-budak. Nanti menjadi penyakit”

Maka itupun menjadi kemarahan pula sebab ditagahkan oleh bapaku itu. Maka jikalau lambat
menulis lambatlah mendapat wang, maka bersembunyi-sembunyi di belakang bapaku ku tulis
juga sebab kesukaan hatiku mendapat wang itu adanya.

SYAHDAN

Adalah suatu susah kepada aku sebab tiada tau bahasa Hindustan itu melainkan jikalau
hendak bercakap dengan mereka itu bermain tangan sahaja seperti orang bisu. Dan lagipula
pada masa itu terlalu mahal orang yang mengetahui bahasa itu. Maka sebab itu, teringinlah
hatiku hendak belajar bahasa itu. Maka aku beri tau kepada orang Barat, aku sangat hendak
belajar bahasa ini. Maka jawabannya “ Marilah engkau pergi ke rumahku dalam kota. Boleh
aku beri makan minum dan boleh ku suruh ajar dengan guruku akan bahasa ini. Maka engkau
pun boleh menjadi guru kami sekalian. Dan boleh engkau menulis Qur’an.Nanti kita orang
Bali”

Maka ku khabarkanlah kepada bundaku akan perkataan orang Barat Sufi itu. Maka
dikhabarkanlah oleh bundaku kepada bapaku, katanya “Baiklah. Biarlah dia belajar bahasa
Hindustan itu supaya kemudian kelak boleh menjadi suatu kepandaian kepadanya”

HATI

Maka pergilah aku tinggal ke dalam kota. Karena bapak saudaraku pun ada bersama-sama
disana, maka dua tiga hari berulang-ulanglah aku pulang pergi serta makan minum dan
menulis serta belajar

Halaman 40

bahasa itu. Maka diberi oleh mereka itu wang dan lagi minyak sapi dan beras serta beramah-
ramahanlah aku dengan segala sufi-sufi itu semuanya, berkenal-kenalanlah karena mereka itu
terlalu ramai laki-laki perempuannya. Maka adalah kira-kira tiga empat tahun aku duduk
bersama-sama mereka itu, maka diberi Allah dapatlah bahasa itu. Maka pada tiap-tiap hari
aku bercakap dengan mereka itu dengan bahasa Hindustan juga. HATI . Maka dari pada
ketika itulah digelar oleh mereka itu akan daku Manti, artinya guru atau pengajar dalam
bahasa-bahasa. Maka daripada masa itu lekatlah gelaran itu sampai sekarang ini.

SYAHDAN

Setelah beberapa lamanya dengan hal yang demikian, maka disuruhkan oleh bapaku pulang
ke rumah. Katanya, “sehari-hari duduklah engkau membaca kitab itu semuanya bahasa
Melayu! Bila ketiga-tiga hari sekali nanti aku periksa akan arti-arti perkataan itu dan
bagaimana patut dipakai akan perkataan itu adanya” Maka itulah pula kerjaku sehari-hari,
dengan tiada boleh bergerak pergi kemana-mana atau bermain. Maka dari pada ketika itulah
banyak pendapatanku yaitu mengetahui dari hal jalan agama dan kedua, perkara mengetahui
jalan bahasa dan artinya dan kuasanya. Maka pada tiap-tiap tiga hari sekali datanglah bapaku
ke tempat belajar itu. Maka barang kehendaknya, baik dari hal agama atau dari pada jalan
bahasa semuanya dari pada botaknya su’al jawab. Maka barang perkara yang ku ketahui,
diberinya tau. Maka demikianlah, terkadang-kadang pada seketika datang pikiranku, apakah
guna aku ini hidup sehari-hari? tiada boleh senang duduk dengan belajar sahaja, tiada diboleh
pergi bermain kemana-mana

Halaman 41

dan tiada boleh berkampung dengan kawan-kawan. Maka dengan pikiran yang demikian
maka menangislah aku serta dikecit dengan muka masam. Maka datanglah bundaku ke dalam
bilik itu serta dilihatnya hal ku demikian. Katanya, “Mengapa pula tiada kemana-mana
engkau menangis. Maka sehatku ‘”dari pada hidup yang demikian terlebih baiklah mati anak
orang lain sahaya ini lain?” Maka jawab bundaku “Mengapa tiadakah engkau makan atau
tiadakah pakaian? maka jikalau tiada seperti anak orang kaya maka seperti anak orang miskin
pun ada juga bapamu memelihara akan engkau ini. Mengapa cuma-cuma engkau menangis?”
Maka jawabku “Jikalau kiranya bunda beri makan emas sekalipun sehari-hari, tiada berguna
kalau hatiku tak suka” Maka kata bundaku “apatah yang engkau susahkan?” Maka jawabku
“Lihatlah bapa ini! Sehari-hari disuruhnya belajar tak satu-satu. Tiada boleh senang dan lagi
tiada diberi berkampung-kampung sama kawan-kawan” Segala perkataanku itu. Maka
dipalaknya leherku sambil-sambil di cubit mukaku. Katanya “Anak, mengapa engkau engkau
bodoh ini? Bukanlah belum sampai akalmu. Sampai-sampailah engkau budak-budak.
Sekarang belum lagi engkau tau akan gunanya ilmu itu. Nanti di belakang, kelak baharulah
engkau tau akan gunanya ilmu itu dan kasih ibu bapa itu akan anaknya. Bahwa bukankah
engkau ini anakku seorang? Maka jikalau tiada engkau tahu mengaji dan menulis seperti
pekerjaan anak orang baik-baik niscahaya kemudian kelak besarlah engkau sesalkan atas ibu
bapamu itu, sebab tiada mengajar engkau akan perkara yang baik itu. Adapun pada masa ini
engkau rasai yaitu terlebih pahit dari pada hampedu. Nanti kemudian kelak baharulah

Halaman 42

engkau tau adapun yaitu terlebih manis dari pada air madu. Maka pada masa itulah baharu
kelak engkau puji akan kebajikan ibu bapamu itu.

SYAHDAN

Jikalau kami kedua tinggalkan kepadamu beberapa banyak harta sekalipun, jikalau tiada
untungmu niscahaya sebentar juga ia lenyap dari pada matamu. Tetapi ilmu dan pengajaran
yang baik itu bukannya demikian. Sehingga bercerailah nyawa dari pada tubuhmu, maka ia
pun bercerailah. Bahwa benar benar benar perkataan bundaku itu. Maka sekaranglah
baharu ku rasai manisnya ilmu itu terlebih dari pada air madu adanya.

Bermula. Maka tatkala lagi tengah aku bercakap dengan bundaku itu, maka bapaku pun
masuklah. Maka terhentilah cakap itu. Adapun adat bapaku itu apabila dipandangnya akan
daku tiada pernah dengan manis mukanya, melainkan dengan masamnya. Dan lagi tabiatnya
kepada aku, barang apa perbuatanku baik dari pada tulisanku, bacaanku tiada pernah
dibenarkannya melainkan adalah salah tak satu-satu.Maka kedudukanku itu menjadi serba
salah, tetapi orang lain memuji. Maka apabila didengarnya ditagahkannya katanya “mereka
itu hendak merusakkan anakku”

ARKIYAN. Maka pada suatu hari, datang seorang nakhoda mencari bapaku di rumah, hendak
membuat surat tandah tangan ia ada berhutang kepada seorang saudagar Cina di Malaka tiga
ratus ringgit eceknya. Maka pada hari itu bapaku ada terlalu banyak kerja tuan Adriyangkuq.
Maka duduklah nakhoda itu di rumahku menanti-nanti sampai tengah hari, lalu ia pulanglah
makan. Kemudian ia balik menanti-nanti sampai petang.
Halaman 43

Maka pada masa itu aku pun keluar bertanya kepada nakhoda itu “ darimana datang Inci’
nakhoda dan apa dicari?” maka jawabnya “Sahaya cari Inci’ punya orangtua” Maka jawabku,
“ Ini hari bapa sahaya ada banyak kerja di rumah tuan Adriyangkuq” Maka jawabnya “apalah
hal sahaya ini sudah berjanji kepada orang tua Inci’, ia hendak membuatkan surat karena
sahaya hendak berlayar sekarang” Maka kataku “ Inci’ nakhoda. Kalau suka, boleh sahaya
coba tuliskan” Maka berlarilah aku masuk sebentar ke dalam tempatku menulis itu. Lalu ku
tulislah. Maka aku bertanya apa nama Inci’ nakhoda. Maka kawannya mengatakan namanya
itu nakhoda Ahmad .Ia sendiri tiada mau menyebutkan namanya dan nama orang Cina yang
di tempat ia berhutang itu. Maka setelah habislah, maka aku bawa keluar, ku unjukkan
kepadanya. Setelah sudah dibacanya, lalu menggeleng seraya katanya “sudah betul itu Inci’
melainkan biarlah sahaya bubuh tandah tangan di hadapan Inci’” Maka dibubuhnyalah
tandah tangannya sambil meminta diri tatkala ia hendak keluar itu. Maka di unjukkannya satu
ringgit ke tanganku sambil menyembah, katanya “Ambilah ini Inci beli-beli panganan!”
Maka ku sambutlah serta dengan suka cita yang besar sebab sebentar mendapat satu ringgit
itu serta katanya “susah inci’” Maka jawabku “Terimakasih nakhoda” Maka tiba-tiba dengan
seketika itu juga bapaku pun masuk serta dilihatnya nakhoda itu. Maka katanya “apa khabar
nakhoba? Bila datang kemari?” Maka demi aku terpandang bapaku itu, maka larilah aku
masuk ke dalam bilik itu berdiam diriku serta dengan beberapa sesal sebab membuat surat
itu .Maka jawab nakhoda itu “Lama sudah sahaya menantikan tuan. Dari pagi sahaya.

Halaman 44

ini anak Tuan inci’ Abdullah tuliskan” Maka apabila aku mendengar namaku disebutnya itu,
berdebarlah hatiku sebab takut. Barangkali ada salah karena belum pernah-pernah aku
membuat surat yang demikian itu. Lagi pun tiada diberi tauladan melainkan dengan berani
serta pikiranku sendiri. Maka apabila dilihat oleh bapaku surat itu maka tersenyumlah ia
sambil katanya “Budak nakal. Ia membuat pandai-pandai sendiri sahaja. Boleh pakai ini surat,
nakhoda. Bawalah berikan kepada tempat nakhoda berhutang itu!” Maka nakhoda itu pun
berjalanlah pulang. Maka bapaku pun masuklah dengan tersenyum-tersenyum sempul
lagunya. Maka bundaku pun bertanya “Apa ini tersenyum?” Maka jawab bapaku “Ini hari,
jikalau aku dapat seribu ringgit pun, tiada begitu suka seperti anakku sudah boleh menolong
aku” Maka diceritakannyalah kepada bundaku. Akhirnya maka keduanya pun tertawa serta
katanya “Ditambah Ya Allah akal bicara yang baik akan dia” Maka jawab pula bapaku
katanya “baharulah pada hari ini aku mendapat anak seperti yang engkau peranakkan akan
dia pada hari ini. Maka jikalau ia tiada tau mengaji dan menyurat, tinggal bodoh. Aku
bilangkan dia seperti sudah mati adanya”.

Maka adalah segala perkataan ibu bapaku itu semuanya aku dengar dari dalam bilik itu. Maka
baharulah pada hari ini aku ketahui akan kasih ibu bapaku itu akan daku. Dan mengetahui
guna segala pengajarannya dan akan faedah ilmu yang diajarkannya itu. Maka dari pada masa
itu terpakulah ke dalam hatiku itu bahwa segala pengajaran ibu bapa itu sekaliannya benar
dan patut dan baik adanya semata-mata. HATI. Kemudian maka masuklah bapaku ke dalam
bilik tempat ku belajar itu dengan masam mukanya “Apa engkau buat ini hari aku tiada di
rumah?

Halaman 45

Engkaupun tiada pedulikan pelajaranmu dan menulis sebab malasmu itu. Satu pun tiada tau
tulis engkau buatkan surat nakhoda Ahmad orang Siyak itu. Beberapa banyak salah sudah aku
betulkan” Maka pikirku dalam hati, maka semuanya hal lain sudah ku ketahui. Maka sekali-
kali bapaku itu tiada mau mengatakan aku ini tau atau pandai atau memuji aku, sebab
takutnya aku mendapat hati adanya. Maka adalah semenjak itu maka barang surat kiriman
atau surat tandah tangan atau surat-surat wakil atau surat wasiat dan sebagainya, maka jikalau
ada orang datang hendak membuat surat kepada bapaku maka sekaliannya itu disuruh oleh
bapaku tulis kepada aku. Maka mula-mula dikatakannya, demikian-demikian halnya dan
sekalian-sekalian banyak wangnya dan sekalian-sekalian lama perjanjiannya. Maka
disuruhnya aku karang sendiri. Pada sekali dua kali ada juga sedikit-sedikit salah, maka
ketiga kalinya sudahlah betul. Kemudian dari pada itu, dipulangkanlah oleh bapaku akan
segala perkakasnya dan peti-peti tulisnya kepadaku.

Sebermula adalah pada zaman itu dalam negeri Malaka terlalulah mahal orang yang tau
menulis dan mengarang barang suatu, melainkan adalah empat lima orang yang terpakai
dalam pekerjaan itu. Pertama-tama juga Muhammad yaitu peranakkan Kaling Malaka. Maka
ialah menjadi tolak kempani. Kemudian dari pada itu, Jamal Muhammad Bin Nur
Muhammad Suwarti dan bapaku Abdul Qodir bin Muhammad Ibrahim dan Muhyidin Bin
Ahmad Labai. Maka adalah dari pada pihak anak-anak Melayu yang ku ketahui, Inci’ Yahya
Bin Abdul Wahid dan Inci’ Ismail Bin Muhammad Arif Suwarti .

Halaman 46

Maka adalah sekalian orang yang ku sebutkan, sekaliannya orang terbilang sebab tersangat
usaha mereka itu belajar dan mencari ilmu sehingga menjadi pandai adanya. Maka mereka
yang tersebut inilah dicari orang salah seorang dalam barang pekerjaan. Dan lagi di mulia
orang dalam barang majlis. Dan lagi, mereka itu hidup dalam pekerjaan itulah, tiada dengan
pekerjaan yang lain.. Maka dari sebab ma’murnya negeri Malaka pada masa itu, sebentar pun
tiadalah boleh senang mereka itu. Pada tiap-tiap hari adalah pekerjaan yang mendatangkan
faedah tidak satu-satu adalah pekerjaan. Maka terpujilah nama mereka itu sampai ke negeri
mana-mana dan terpakai kepada orang putih dan termulia dalam majelis yang besar-besar.

SYAHDAN

Adapun dari hal anak muda-muda yang pada zaman itu tiadalah seorang pun yang ingin
dengan suka hatinya hendak belajar akan pekerjaan dari hal tulis menulis dan baca surat
Melayu itu, sebab bahasa Melayu adanya. Melainkan akulah sahaja orang yang hina lagi
miskin dan bodoh hendak berniaga pun, emak bapaku orang miskin, tiada berharta sebab
itulah ku tuntut benar-benar sehingga aku menerimalah pusaka serta memorian akan qalam
dawat tuan-tuan yang tersebut namanya di atas tadi. Bahwa dalam perkara ini. Wallahi.
Janganlah sekali-kali tuan-tuan yang membaca surat ini menyangkakan bahwa aku memuji
diriku karena berpikir tuan-tuan. Maka jikalau kiranya ada benih yang demikian, telah
tercampak barang dimana. Maka dapatiada bertumbuh juga ia pada zaman ini karena pada
pikiran orang-orang sekalian tiada patut dipelajari akan bahasa Melayu itu, sebab yaitu
bahasa kita sendiri dan lagipula daripada zaman ninik moyang pun tiada pernah
Halaman 47

Pula orang menaruh tempat belajar bahasa Melayu melainkan tempat mengaji Qur’an sahaja.
Dan patut dibelajarkan bahasa Arab karena yaitu yang berguna kepada agama dan lagi dalam
akhirat dan lagi bahasa itu sahaja yang terlebih mulia di antara orang Islam.

Bermula dari pada orang-orang yang tersebut itulah aku telah belajar serta betanya akan
rahasia-rahasia bahasa Melayu itu dan mendapat-dapat barang tauladan atau petua atau tiruan.
Dan lagi pula adalah yang telah ku dapati beberapa banyak perkataan bahasa Melayu dan
nama yang pelik-pelik dan umpamaan dan qiyas dan ibarat dan ikatan perkataan yang indah-
indah dan yang manis-manis dan sebagainya. Itu semuanya dari sebab usahaku bertanya-
tanya dan membaca hikayat-hikayat yang dahulu kala dan karang-karangan orang tua-tua.
Maka dalam simpanan-simpanan yang tersebut itulah aku peroleh kebanyakan simpulan
perkataan dan ikatan perkataan dan rangkai perkataan dan ringkaskan perkataan dan
lanjutkan perkataan dan kuasa perkataan dan memaniskan perkataan dan tumbuh perkataan

Dan campuran perkataan dan tuju perkataan dan tajamkan perkataan dan sindiran perkataan
dan rahasia perkataan dan sebagainya. Dan lagi pula beberapa ilmu bahasa yang ada ku lihat
tersembunyi dalam bahasa Melayu itu.

Bermula barang perkataan yang baharu yang ada bertemu dalam kitab-kitab dan hikayat itu
syair, maka dengan segawat pergilah aku mendapatkan salah seorang dari pada mereka itu.
Dengan beberapa hormat dan merendahkan diri bertanyakan artinya perkataan itu dan
gunanya

Halamanan 48

dan asalnya tumbuh perkataan itu dan bagaimana memakai dia maka terkadang dijayakan
tertawa oleh mereka itu sebab satu perkataan aku pergi begitu jauh antara rumahnya dengan
rumahku seraya katanya “Engkau boleh mendapat lekas ilmu ini, oleh sebab rajinmu suatu
usaha” Maka adalah pula beberapa perkataan dalam kitab-kitab atau hikayat yang ku dapati
yang belum didengar oleh mereka itu atau mengetahui artinya maka diunjukkan oleh mereka
itu akan tempatku bertanya, yaitu kepada atu’ Sulaiman, orang Melayu asal yang diam di
kampung Hulu. Maka kepadanyalah aku dapat akar hambi bahasa Melayu itu. Adalah pada
masa ku dapati akan dia itu, kira-kira umur Datu’ Sulaiman itu lebih kurang dari pada lapan
atau sembilan puluh tahun. Maka itulah orang asal berasal Melayu. Lagipun yaitu orang yang
berpengetahuan dan bangsawan. Dan lagi ada seorang datu’ Satur namanya. Sama tuanya.
Dengan tiada mereka itu mau mengubahkan pakaian asal Melayu sampai matinya, yaitu
berada setara dan berbaju taqwa dan berkain kembang adanya. Maka kepada mereka itulah
guru-guru orang-orang yang tersebut itu dan tempat mereka itu bertanya akan bahasa dan
nama yang pelik-pelik yang tersebut dalam kitab-kitab atau hikayat-hikayat.

Sebermul. Maka mereka itulah sekalian guruku yang menyatakan kepadaku akan segala
rahasia bahasa Melayu. Maka ia lah yang mengatakan kepadaku bahwa bahasa Melayu itu
ada nahwunya dan shorofnya, di i’rofnya dan lagi ada pula beberapa perhentiannya dan
permulaan bahasa dan baris di atas dan di bawah dan dihadapan dan tanda mati dan lagi ada
pula perkataan jikalau dikeraskan suara menjadi lain artinya dan

Halaman 49

Jjikalau diperlahankan jadi lain artinya. Dan lagi ada pula berbagai-bagai perhiasan bahasa
itu, masing-masing dengan tempatnya sekaliannya. Ada lengkap genap belaka dalam bahasa
Melayu sekalipun dengan manis bunyinya tetapi katanya tiada ahlinya yakni orang yang
pandai yang boleh mengaturkan dan menentukan hukum bahasa Melayu itu adanya.
SYAHDA. Maka dari situlah aku menerima segala keputusan perkataan-perkataan itu.
Dengan selesainya hati dengan beberapa lamanya aku ber ulang-ulang belajar akan segala
perkara yang tersebut itu adalah kira-kira setahun sembilan bulan lamanya. Maka guruku
itupun kembalilah ke ramatullah. Maka menjadi terhentilah pelajaranku itu. Tinggal tiadalah
boleh mendapat pada zaman itu dalam Malaka seorang pun yang lebih pandai dalam bahasa
Melayu itu dari padanya. Maka sebab itu menjadi tau lah hatiku hendak belajar dari pada
orang lain, melainkan bertanya-tanya sahaja kepada orang-orang yang tersebut itu. Karena
lebihlah sekiranya disimpulnya dengan kakinya, tiadalah dapat ku uraikan dengan tanganku.
Dan lagi, sudah ku ketahui akan rahasia orang yang berguru dengan orang yang meniru itu
terlalu jauh bezanya.
ARKIYAN. Maka adalah sedikit hari kemudian dari pada sudah mati guruku yang mengajar
bahasa Melayu itu, maka duduklah aku menulis sahaja surat-surat ku dengan susah hatiku
dengan tiada belajar. Maka dengan tolong Allah, datanglah seorang-orang Arab bangsanya
Syaikh dan negeri Yaman. Adapun yaitu ahli dalam

Halaman 50

pengajian Qur’an. Dan namanya mu’alim Muhyidin. Maka apabila segala orang-orang
Malaka mendengar pengajian itu, maka masing-masing pun tercenganglah serta mendengar
bunyi-bunyian syurga sebab pengajian itu serta dengan hukum tajwid dengan panjang pendek
serta ukurannya. Maka masing-masing pun ajaklah pergi hendak belajar kepadanya. Maka
jawabnya “Sahaya mau berlayar ke tanah Jawa. Tiada boleh sahaya mengajar disini”

Maka kemudian pergilah beberapa orangtua-orangtua meminta kepadanya, supaya ia


menahun di Malaka karena banyak orang hendak mengaji. Maka jawabnya “Jikalau boleh
sahaya mendapat faedah, disinilah sahaya tinggal. Karena sahaya ada anak bini dalam negeri
Aceh, sebab itulah sahaya datang kemari hendak mencari nafkah mereka itu.

HATI. Maka muwafaqtalah masing-masing dengan membuat perjanjian, barang siapa


mengaji setahun, seorang bayar lima ringgit. Maka ridholah masing-masing hendak
membayar. Maka aku serta empat lima puluh orang semuanya pun mengajilah. Maka dari hal
pengajianku yang dahulu itu,semuanya dileburnya semula dan lagi diberinya hukum-hukum
pengajian. Maka dengan kasihan Allah serta pengajarannya itu, SYAHDAN. Dari pada
zaman itulah baharu masyhur pengajian anak-anak Malaka. Maka dahulu dari pada zaman itu
tiadalah terbilang adanya karena tiada mengetahui hukumnya atau panjang pendeknya dan
madnya dan waqafnya dan qalqalahnya dan sebagainya. Maka kemudian dari pada itu,
beberapa banyak pula hadiah-hadiah orang akan dia, terlebih pula dari pada pemberian yang
tersebut itu dari pada olehnya.

Halaman 51

Maka suka cita lah ia .Serta dengan beberapa du’anya lalulah ia berlayar pulang ke Aceh.
Sebermula setelah selesailah dari pada aku belajar mengaji Qur’an itu, kemudian dari pada
sedikit hari pula, bahwa datanglah seorang orang ‘alim yaitu bangsa Arab lagi Sayyid,
namanya Sayyid Syaikh Ibnu ‘Alwi, Bafikyah bangsanya. Maka bahwasanya adalah yaitu
‘alim besar dalam bahasa Melayu, astimyua dalam bahasa Arab. Maka apabila datanglah ia
ke dalam Malaka, maka masing-masing tercenganglah sebab mendengarkan suatu mas’alah
yang diuraikannya dan beberapa sual di adakannya tiadalah terjawab oleh segala mereka itu
adanya. Akan tetapi keadaannya itu miskin. Setelah dilihat oleh orang Malaka akan hal itu,
maka masing-masing pun ajaklah hendak belajar. Maka itupun diperbuatlah oleh orang tua-
tua bicara, kalau barang siapa hendak belajar, boleh bayar seorang lima ringgit dalam setahun.
Maka bermula-mula aku lah memberi tapak tangan di atas surat perjanjian itu. Maka
mengajilah pula aku adalah bersama-sama kawanku mengaji itu lima enam puluh orang.
Adapun kitab yang mula-mula dipelajari itu kitab Aushal namanya. Amal berahian yaitu
periai menyatakan dzat Allah dan sifat Allah dan kekayaan-Nya dan kemuliaan Allah yang
bagaimana patut kita belaku kepada-Nya dan supaya mengetahui kehinaan dan kemuliaan
kita dan sebagainya. Maka setelah sedikit hari mengaji maka tamatlah kitab itu. Kemudian
dimulai pula mengaji Kitab Fiqih yaitu perkara hukum Islam dan periai sembahyang dan
sebagainya. Maka setelah itu belajarlah pula dari pada berbagai-bagai ilmu dan hikayat-
hikayat

Halaman 52

yang memberi faedah dan yang mendatangkan pikiran yang baik dan akal. Maka segala kitab-
kitab itu dari pada bahasa Melayu adanya. Maka segala perkara yang tersebut itu pun sedikit
banyak dengan kurnia Allah, dapatlah mufahamnya olehku dari sebab berkata guruku yang
tersebut itu. Adalah kira-kira setahun lebih-lebih lamanya duduk belajar itu sekalian.
SYAHDAN. Maka dari pada masa itulah baharu celek mata orang Malaka. Adapun dahulu
dari pada itu begitulah dalam terasa tiada boleh seorang mengetahui sekalian itu sebab
tiadalah diindahkan oleh mereka itu akan segala perkara yang demikian. Adapun tatkala tuan
ada di Malaka segala ‘alim yang lain-lain semuanya menutup kitabnya. Tiadalah berani
bersu’al jawab dengan dia.
ARKIYAN. Setelah habislah perjanjian itu, maka ia pun berlayarlah ke tanah Jawa. Maka
adalah ia hidup sampai sekarang ini dalam negeri Sumanap yaitu Kiyahi serta menjadi guru
kepada Sulthan Sumanap adanya.

Nashihat. Adalah suatu heran tercengang aku sebab melihatkan dan memikirkan hal orang
Melayu itu belum sadar akan dirinya. Ia tinggal dalam bodohnya itu oleh sebab ia tiada mau
belajar bahasa sendiri dan tiada mau menaruh tempat belajar bahasanya itu. Maka mustahil
pada akal adalah orang yang tiada belajar itu boleh menjadi pandai sendirinya.Bukankah
segala bangsa-bangsa yang lain dalam dunia ini masing-masing ada belajar bahasanya ?
Melainkan orang Melayu. Dan lagi pula katanya apakah gunanya dipelajari karena yaitu
bahasa kita, lagi pun dalam dunia sahaja berguna. Terlebih baik bahasa Arab berguna dunia
akhirat .Itu pun benar juga tetapi heran aku bagaimana boleh diketahui bahasa orang

Halaman 53

lain jikalau sebelum mengetahui bahasa kita sendiri dahulu. Akan tetapi ia berkata-kata itu
dengan bahasa Melayu, ia berjual beli dan berkirim surat dan membalas surat dengan bahasa
Melayu juga. Maka belumlah pernah aku melihat, baik orang Melayu, baik peranakkan atau
barang bangsa yang lain-lain menggunakan bahasa Arab dalam pekerjaannya, baik dari hal
berniaga atau menulis kira-kiranya atau berkirim surat atau membalas surat, melainkan
sekalian mereka itu menggunakan bahasa masing-masing melainkan dalam sembahyang atau
berdu’a itulah sahaja.

Anda mungkin juga menyukai