Anda di halaman 1dari 27

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP

PRESTASI BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN TATA


RIAS UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

Di Susun Oleh:

Wilda Amalia – 1516617033

PENDIDIKAN TATA RIAS

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan hal yang tidak dapat dihindari dalam kelangsungan
hidup manusia. Pendidikan memegang peranan penting guna mewujudkan
perubahan kearah lebih baik dan kemajuan serta kesejahteraan hidup suatu
bangsa. Maju tidaknya suatu bangsa dapat dilihat pada kualitas pendidikan
yang dimilikinya. Kualitas pendidikan yang baik mampu menghasilkan
sumber daya manusia yang berkualitas. Pada dasarnya pendidikan merupakan
suatu kebutuhan primer setiap individu karena melalui pendidikan seorang
individu mampu menambah pengetahuan yang dimiliki serta dapat
memperoleh jawaban dari keingintahuan terhadap hal-hal baru.
Pelaksanaan pendidikan di Indonesia difokuskan pada tercapainya tujuan
umum pendidikan nasional yakni sesuai dengan UU No. 22 tahun 2003 yaitu
berkembang potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi waraga yang demokrasi serta bertanggung
jawab sehingga diharapkan pendidikan Indonesia akan mampu melaksanakan
tujuan guna menciptakan sumber daya manusia berkualitas, dan berguna bagi
bangsanya.
Berbagai upaya dilakukan setiap individu demi mendapatkan pendidikan.
Dengan pendidikan seseorang akan mendapatkan ilmu pengetahuan yang
nantinya akan berguna untuk masa depan yang cerah. Pendidikan dapat
dikatakan investasi masa depan anak bangsa dimana mereka di didik agar
mampu meneruskan gerak kehidupan bangsa menjadi bangsa yang maju,
berpendidikan serta bermoral. Dengan kata lain, masa depan bangsa sangat
bergantung pada kondisi pendidikan.
Pendidikan memerlukan lembaga pendidikan sebagai suatu organisasi
yang memberikan sarana pendidikan formal dalam dunia pendidikan. Salah
satu lembaga pendidikan yaitu perguruan tinggi. Pendidikan di perguruan
tinggi merupakan salah satu jenjang pendidikan yang harus dijalani dalam
rangka meningkatkan sumber daya manusia. Berbagai macam alasan
seseorang yang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi antara lain
mempersiapkan diri untuk melanjutkan karir.
Dalam pendidikan formal, belajar menunjukkan bahwa terdapat perubahan
positif yang kemudian pada tahap akhir akan memperoleh keterampilan,
kecakapan dan pengetahuan baru. Hasil yang ditunjukkan dari proses belajar
dapat dilihat dalam prestasi belajar yang diraihnya. Disamping itu, dalam
upaya meraih prestasi belajar yang optimal dibutuhkan proses belajar. WJS.
Poerwadarminta dalam Djamarah (2012:20) mengatakan bahwa prestasi
merupakan hasil dari suatu kegiatan yang telah dicapai. Prestasi tidak akan
mungkin dapat diraih oleh seseorang yang tidak melakukan usaha. Prestasi
yang diperoleh akan sebanding dengan usaha yang dilakukan.
Banyak orang yang berasumsi bahwa untuk mencapai prestasi belajar yang
tinggi, seseorang juga harus memiliki tingkat kecerdasan intelektual yang
tinggi, karena kecerdasan intelektual merupakan kondisi potensial yang dapat
mendorong pembelajaran serta menghasilkan prestasi belajar yang terbaik
(Uswatul Chusna, 2013). Namun kenyataannya, tidak jarang seseorang yang
memiliki kecerdasan intelektual relatif rendah tetapi mampu memperoleh
prestasi belajar yang relatif lebih baik dibanding dengan seseorang yang
memiliki kecerdasan intelektual tinggi.
Menurut penelitian Hatima dkk. (2016) bahwa hasil penelitiannya
menunjukkan kecerdasan intelektual berpengaruh secara signifikan terhadap
prestasi akademik. Dalam konteks tersebut
Menurut penelitian Silen, A.P (2014) yang berjudul “Pengaruh kecerdasan
Intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual terhadap prestasi
akademik” menunjukkan bahwa kecerdasan intelektual berpengaruh secara
signifikan terhadap hasil belajar. Dalam konteks tersebut, walaupun
mahasiswa Taruna memiliki tingkat intelegensi yang tinggi, bukan berarti
akan berhasil dalam belajarnya karena belajar merupakan suatu proses yang
kompleks dengan banyak factor yang turutserta mempengaruhinya, sedangkan
IQ hanya salah satu factor diantara factor lainnya.
Berdasarkan penjelasan diatas membuktikan bahwa IQ bukan satu-satunya
factor penentu keberhasilan mahasiswa, tetapi ada factor lain yang turut serta
mempengaruhinya yaitu kecerdasan emosional (EQ). Istilah kecerdasan
emosional pertama kali dikemukakan oleh Peter Salovey dan John Mayer dari
University of New Hampshire menjelaskan mengenai kualitas-kualitas
emosional yang tampaknya penting bagi kesuksesan individu. Kualitas yang
dimaksud antara lain: dapat mengendalikan amarah, bersikap mandiri,
mempunyai rasa empati, disukai banyak orang, dapat memahami dan
mengungkapkan perasaan, mempunyai kemampuan menyesuaikan diri, dapat
memecahkan masalah antar pribadi, ketekunan diri, kesetiakawanan, sikap
ramah tamah, dan sikap hormat (Shapiro, 1998:5).
Penelitian menurut Goleman (2003:44) menunjukkan bahawa IQ hanya
berkontribusi sebesar 20%, bagi keberhasilan mahasiswa, sedangkan 80%
lainnya didukung oleh faktor-faktor lainnya, diantaranya adalah factor
kecerdasan emosional. IQ merupakan faktor bawaan, sehingga tidak
memungkinkan mahasiswa untuk dapat meningkatkan IQ nya. Sementara EQ
yang dimiliki mahasiswa dapat dilatih, dipelajari maupun dikembangkan
sehingga terdapat peluang untuk meningkatkannya demi keberhasilan
mahasiswa itu sendiri.
Pada proses belajar, IQ dan EQ sangat berkaitan demi keberhasilan
mahasiswa. IQ tidak dapat berfungsi dengan optimal tanpa adanya partisipasi
kecerdasan emosional dalam menerima dan memahami pembelajaran. Adanya
keseimbangan antara kecerdasan intelegensi dan kecerdasan emosional
merupakan kunci keberhasilan belajar sehingga mahasiswa dapat meraih
prestasi belajar di Lembaga pendidikannya. Berdasarkan teori Daniel
Goleman, walaupun kecerdasan emosional merupakan sesuatu hal yang baru
dibandingkan kecerdasan intelegensi, tetapi EQ tidak kalah penting dengan IQ
(Goleman, 2009).
Menurut Uno (2006:68) bahwa kecerdasan emosional merupakan
kemampuan individu dalam mengenali perasaannya maupun perasaan
orang lain, kemampuan pengendalian diri serta semangat, kemampuan
untuk mampu memotivasi diri serta mampu bertahan menghadapi frustasi,
kemampuan mengendalikan dorongan hati dan kemampuan
mengendalikan suasan hati.
Dengan adanya kecerdasan emosional, seseorang mampu memahami dan
mengetahui perasaan mereka sehingga kemungkinan besar akan berhasil
dalam kehidupan selanjutnya karena mereka memiliki motivasi untuk meraih
prestasi. Kepekaan mahasiswa yang memiliki tingkat kecerdasan emosional
yang tinggi akan memotivasi mereka untuk mencari manfaat, potensi serta
mengubahnya dari yang dipikirkan menjadi sesuatu yang harus dijalani. Hal
tersebut yang nantinya akan mempengaruhi prestasi belajar.
Universitas Negeri Jakarta merupakan salah satu perguruan tinggi yang
ada di Indonesia dan memiliki salah satu program studi di bidang tata rias.
Dalam proses pembelajaran tata rias mengharuskan mahasiswa untuk mampu
menguasai pembelajaran teori maupun praktik. Dalam konteks tersebut,
pembelajaran teori hanya sebatas pengetahuan mahasiswa dalam berpikir
maupun menganalisis, namun ketika praktik mahasiswa tidak hanya
membutuhkan kecerdasan intelektual tetapi juga membutuhkan kecerdasan
emosional, dimana kecerdasan emosional yang paling memeras pikiran dan
tenaga mahasiswa. Oleh karena itu, mahasiswa tata rias harus mampu
menyeimbangi antara pembelajaran teori dan pembelajaran praktik tetapi tetap
mampu meraih prestasi yang optimal.
Prestasi belajar merupakan proses belajar yang dialami mahasiswa dan
menghasilkan perubahan dalam bidang pengetahuan, pemahaman, penerapan,
daya analisis, sintesis dan evaluasi (Bloom, dalam Hawadi 2006). Lebih lanjut
Bloom mengungkapkan bahwa prestasi belajar mahasiswa adalah sebuah
proses yang dilakukan oleh mahasiswa untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Dalam hal ini tujuan yang dimaksud adalah nilai akademik yang
diikuti oleh mahasiswa selama masa perkuliahan.
Salah satu sistem penilaian dalam perkuliahan dapat dilihat pada nilai
Indeks Prestasi (IP) yang diraih per-semesternya. IP merupakan suatu alat
ukur berupa angka yang menunjukkan prestasi belajar mahasiswa dalam satu
semester. Nilai IP dalam satu semester dapat menentukan beban studi pada
semester berikutnya. Berdasarkan Peraturan Rektor UNJ Nomor 7 tahun 2018
Tentang Peraturan Akademik UNJ, a. jika IPS >3,50 maka mahasiswa
diperbolehkan mengambil 24 SKS, b. Jika IPS 2,75-3,50 maka mahasiswa
diperbolehkan mengambil 22 SKS, c. Jika IPS 2,00-2,75 maka mahasiswa
diperbolehkan mengambil 20 SKS, d. Jika IPS <2,00 hanya diperbolehkan
mengambil 12 SKS
Berdasarkan observasi awal penelitian, mahasiswa pendidikan tata rias
angkatan 2017 dan 2018 pada semester 4 dan semester 5 sudah mengambil
Mata Kuliah Umum (MKU) dan juga Mata Kuliah Kependidikan (MKDK),
dimana jika sudah mengarah kepada MKDK sudah pasti akan ada mata kuliah
teori dan praktik. Dalam mata kuliah praktik, mahasiswa tata rias dituntut
untuk dapat memperoleh hasil yang terbaik. Untuk memperoleh hasil yang
terbaik tentunya harus ada usaha yang dilakukan, salah satunya adalah
mencari dan mendapatkan model yang sesuai dengan kriteria. Bukan hal yang
mudah bagi mahasiswa tata rias untuk mendapatkan model sesuai dengan
kriteria. Oleh karena itu, mahasiswa tata rias harus berusaha semaksimal
mungkin untuk mendapatkan model sesuai kriteria yang nantinya akan
mempengaruhi hasil praktik. Dalam hal tersebut, emosional mahasiswa tata
rias memiliki peran penting demi kelancaran proses praktik, dimana
mahasiswa membutuhkan emosi yang stabil untuk dapat menghasilkan hasil
yang optimal karena jika emosi mahasiswa itu sendiri kurang baik, besar
kemungkinan dapat mempengaruhi hasil praktik yang nantinya akan
dikombinasikan dengan hasil teori dan pada akhirnya menghasilkan hasil
belajar yang dapat dilihat pada prestasi belajar melalui nilai Indeks Prestasi
(IP). Disamping itu, tidak dapat dipungkiri jika mahasiswa tata rias mudah
Lelah dan tidak terkendalikan emosinya setelah mengikuti pembelajaran teori
dan dilanjutkan dengan pembelajaran praktik ataupun sebaliknya. Oleh karena
itu, perlu adanya kecerdasan emosional yang dimiliki mahasiswa tata rias
untuk dapat mengendalikan emosi serta termotivasi untuk meraih prestasi
belajar
Selanjutnya, hasil data yang diperoleh peneliti bahwa mahasiswa
pendidikan tata rias angkatan 2017 dan 2018 pada semester 4 dan semester 5
mengambil mata kuliah teori sebanyak 60% dan mata kuliah praktik 40%.
Namun walaupun lebih banyak teori dibandingkan dengan praktik,
kemungkinan tetap menjadi beban bagi mahasiswa karena mahasiswa tata rias
diharuskan dapat mengikuti kedua pembelajaran tersebut dalam satu hari
sehingga dibutuhkan emosi yang stabil agar tetap mampu menyerap
pembelajaran dengan baik yang nantinya akan menimbulkan prestasi belajar
yang optimal. Dalam konteks tersebut, mahasiswa mengalami penurunan IP
pada semester 4 menuju semester 5 yaitu sebanyak 22 mahasiswa dari 73
mahasiswa. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut
apakah dengan adanya kecerdasan emosional yang rendah dapat
mempengaruhi penurunan IP mahasiswa pendidikan tata rias dan apakah
kecerdasan emosional dapat mempengaruh prestasi belajar mahasiswa tata rias
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan
emosional merupakan salah satu factor penting yang harus dimiliki mahasiswa
untuk meraih prestasi akademik, karena kecerdasan emosional memiliki
pengaruh terhadap keberhasilan mahasiwa. Semakin tinggi kecerdasan
emosional yang dimiliki, maka akan semakin mendukung pencapaian prestasi
belajar mahasiswa.
Dalam kaitan pentingnya kecerdasan emosional dalam meraih prestasi
belajar, maka peneliti termotivasi untuk mengetahui lebih dalam mengenai
pengaruh kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar mahasiswa
Selanjutnya peneliti menuangkan dalam judul “Pengaruh Kecerdasan
Emosional Terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa Pendidikan Tata Rias
Universitas Negeri Jakarta”
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat di identifikasikan
permasalahan tersebut, antara lain:
1. Kecerdasan emosional memiliki pengaruh dalam keberhasilan mahasiswa
2. Mahasiswa tata rias dituntut untuk mengikuti pembelajaran di bidang tata
rias dan di bidang kependidikan
3. Perlu adanya pengendalian emosi pada mahasiswa tata rias
4. Mahasiswa tata rias mengalami penurunan prestasi belajar pada semester 4
menuju semester 5
1.3 Pembatasan Masalah
Secara garis besar, terdapat beberapa factor yang mempengaruhi prestasi
akademik, yakni factor internal dan factor eksternal. Karena keterbatasan
waktu, tenaga dan biaya maka peneliti membatasi permasalahan hanya pada
pengaruh kecerdasaan emosional terhadap prestasi belajar mahasiswa
pendidikan tata rias angkatan 2017 dan 2018.
1.4 Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini, antara lain:
1. Apakah kecerdasan emosional yang rendah dapat mempengaruhi
penurunan prestasi belajar pada mahasiswa pendidikan tata rias?
2. Adakah pengaruh kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar
mahasiswa pendidikan tata rias?
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah
mengetahui apakah terdapat pengaruh kecerdasan emosional terhadap prestasi
belajar mahasiswa pendidikan tata rias
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah:
a. Secara teoritis
Menambah wawasan pengetahuan mengenai pentingnya mengetahui
factor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar mahasiswa terutama
factor psikologi yaitu masalah emosional agar mahasiswa selalu
termotivasi untuk meraih prestasi belajar
b. Secara praktis
1. Bagi mahasiswa
Dengan mengetahui bahwa kecerdasan emosi dapat mempengaruhi
pestasi belajar, diharapkan mahasiswa dapat meningkatkan kecerdasan
emosional sehingga dapat meraih prestasi akademik yang tinggi
2. Bagi dosen
Sebagai bahan masukan dan informasi yang bermanfaat dalam proses
pembelajaran agar lebih memperhatikan tingkat kecerdasan emosional
mahasiswa guna membentuk kepribadian mahasiswa sehingga
tercapainya tujuan pembelajaran yang diharapkan
3. Bagi perguruan tinggi
Sebagai bahan masukan agar memperhatikan factor yang dapat
mempengaruhi prestasi belajar mahasiswa
4. Bagi peneliti
Sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan sarjana dan juga
kesempatan untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam
meningkatkan kecerdasan emosional untuk meraih prestasi

BAB II
KERANGKA TEORITIK, PENELITIAN RELEVAN DAN
KERANGKA BERPIKIR
2.1 Kecerdasan Emosional
2.1.1 Pengertian Kecerdasan
(prolog dlu pengertian kecerdasan) Menurut W. Stain (dalam
Agus Sujanto, 1993) kemampuan atau kesanggupan jiwa untuk
beradaptasi dengan cepat dalam situasi baru.
Umumnya, kecerdasan memiliki arti yang sangat luas. Menurut
(Yani, 2011) kecerdasan adalah kemampuan individu dalam mencerna
ilmu dan mempraktikan keterampilan pemecahan masalah yang telah
dipelajarinya. Sedangkan menurut Dwijayanti (2009) kecerdasan
merupakan kemampuan individu dalam memecahkan suatu masalah yang
berguna bagi orang lain.
Kecerdasan merupakan factor psikologis terpenting dalam proses
belajar mahasiswa, karena dengan adanya kecerdasan dapat menentukan
kualitas belajar mahasiswa tersebut. Semakin tinggi kecerdasan yang
dimiliki individu, semakin besar pula peluang individu dalam meraih
prestasi akademik. Sebaliknya, semakin rendah kecerdasan individu,
semakin sulit peluang untuk mencapai kesuksesan belajar (Baharudin dan
Esa Nur Wahyuni, 2008)
Kecerdasan adalah kemampuan individu untuk merespon situasi
baru dan belajar dari pengalaman (Amstrong dalam Dwijayanti, 2009).
Lebih lanjut, Psikolog Perancis Binet mengungkapkan bahwa kecerdasan
adalah kemampuan individu dalam mempertahankan apa yang dituju
melalui sikap kritis terhadap diri sendiri (Lesmana, 2010)
Berdasarkan definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan mengenai
kecerdasan yaitu kecerdasan dapat didefinisikan sebagai suatu kemampuan
yang dimiliki individu yang menggambarkan kepintaran, kemampuan
berpikir, kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan dalam
beradaptasi dengan situasi baru.
2.1.2 Pengertian Emosi
Istilah emosi berasal dari Bahasa latin yakni Emovere yang
memiliki arti bergerak menjauh. Arti kata ini mengistilahkan bahwa
kecenderungan untuk bertindak bersifat absolut secara emosi (Daniel
Goleman, 2015). Emosi terkait dengan konsep psikologi lainnya, seperti
suasana hati, tempramen, kepribadian dan disposisi. Emosi adalah keadan
individu yang tidak jelas dan sulit di ukur maupun dikendalikan.
Menurut Goleman (2002:411, dalam Firmansyah,2010) Emosi
mengacu pada perasaan serta pikiran yang khas, keadaan biologis dan
psikologis, serta serangkaian kecenderungan tindakan. Pada dasarnya,
emosi adalah dorongan seseorang untuk bertindak. Umumnya, emosi
adalah respon terhadap rangsangan internal dan eksternal seseorang. Dapat
dicontohkan seperti emosi bahagia menyebabkan emosi seseorang
berubah, maka secara fisiologis terlihat tertawa. Begitupun sebaliknya,
emosi sedih dapat menyebabkan seseorang menangis.
Menurut Prawitasari (1995) emosi adalah salah satu aspek
terpenting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat meningkatkan
motivator perilaku, tetapi dapat juga menggangu perilaku manusia yang
disengaja. Goleman (2000) mendefinisikan berbagai macam emosi, antara
lain:
a. Amarah, meliputi beringas, mengamuk, membenci, jengkel,
kesal hati, tersinggung
b. Kesedihan, meliputi pedih, sedih, kesepian, melankolis,
mengasihi diri, putus asa, dan depresi
c. Rasa takut, meliputi cemas, gugup, khawatir dan was-was
d. Kenikmatan, meliputi bahagia, gembira, riang, puas dan senang
e. Cinta, meliputi penerimaan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa
dekat, bakti, hormat, kemesraan, dan kasih sayang
f. Terkejut, meliputi terpesona dan terpukau
g. Jengkel, meliputi tidak suka, benci, dan hina
h. Malu, meliputi menyesal dan malu hati
Sebagaimana disebutkan diatas, menurut Goleman, semua emosi
pada dasarnya adalah motif individu untuk bertindak. Oleh karena itu,
berbagai macam emosi memacu seseorang untuk merespon atau
melakukan rangsangan yang ada.
2.1.3 Pengertian Kecerdasan Emosional
Salovey dan Mayer (dalam Uno, 2012:69) mendefinisikan
kecerdasan emosional sebagai kemampuan individu untuk mengenali
perasaan, meraih serta membangun perasaan untuk membantu pikiran,
memahami perasaan beserta maknanya dan mengendalikan perasaan
sehingga dapat membantu mengembangkan emosi dan intelektual
Ahli psikolog Israel, Bar-On mengusulkan model terobosan lain
mengenai kecerdasan emosional pada tahun 1992, yaitu kecerdasan
emosional sebagai serangkaian kemampuan pribadi, emosional dan social
yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhasil dalam mengatasi
tuntutan maupun tekanan dari lingkungan (Goleman, 2000:180)
Goleman (2017) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai
kemampuan individu dalam memotivasi diri, kemampuan beradaptasi
dengan masalah, mengendalikan emosi, kesenangan tidak berlebihan,
mengelola suasana hati, dan menjaga agar beban stress tidak
melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdo’a.
Lebih lanjut, Goleman (2000) mengungkapkan kecerdasan
emosional adalah kemampuan individu dalam mengelola kehidupan
emosinya dengan intelegensi (to manage our emotional life with
intelligence); menjaga kesesuaian dan ekspresi emosi (the appropriateness
of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri,
pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan social.
Kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk merasakan,
memahami serta secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi
sebagai sumber energi, emosi, hubungan dan pengaruh yang bersifat
manusiawi (Robert dan Cooper, dalam Ginanjar, 2001).
Berdasarkan penjelasan dari beberapa ahli diatas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa kecerdasan emosional merupakan suatu kemampuan
individu untuk memahami dan mengelola emosi diri sendiri maupun orang
lain, kemampuan untuk memotivasi diri dalam menghadapi frustasi dan
kemampuan untuk menjalin hubungan dengan orang lain (kerjasama).
2.1.3.1 Aspek-aspek Kecerdasan Emosional
Goleman (2001:57-59) mengungkapkan aspek-aspek kecerdasan
emosional yang dikutip dari Salovey dan memperluas kemampuan tersebut
menjadi 5 kemampuan utama, antara lain kemampuan mengenali emosi
diri, kemampuan mengelola emosi, kemampuan motivasi diri, kemampuan
mengenali emosi orang lain, dan kemampuan membina hubungan.
Kemampuan mengenali emosi diri merupakan dasar dari
kecerdasan emosional. Kemampuan mengenali emosi diri adalah suatu
kemampuan yang dimiliki individu untuk mengenali perasaan sewaktu
perasaan itu terjadi. Ahli psikologi menyebutkan kemampuan ini sebagai
kesadaran diri atau metamood, yakni kesadaran indvidu akan emosinya.
Adanya kesadaran diri dapat menjadi sebuah acuan untuk selalu waspada
terhadap suasana hati dan pikiran. Seseorang yang acuh terhadap hal
tersebut akan mudah larut dalam emosi dan suasana hatinya didominasi
oleh emosi tersebut. Walaupun kesadaran diri belum menjamin dapat
terkontrolnya emosi, tetapi merupakan prasyarat penting untuk
mengendalikan emosi, sehingga seseorang dapat dengan mudah
mengendalikan emosi.
Kemampuan mengelola emosi merupakan kemampuan individu
dalam menangani dan mengendalikan perasaan atau emosi sehingga dapat
diungkapkan secara tepat sehingga tercapai keseimbangan dalam diri
individu. Emosi merupakan suatu kekuatan yang dapat mengalahkan nalar,
oleh karena itu diperlukan pengendalian, penanggulangan dan
pendisiplinan kehidupan emosional melalui aturan-aturan untuk
mengurangi gejolak emosi terutama pada manusia yang seringkali
memiliki nafsu yang terlalu bebas dan mengalahkan nalar manusia.
Dengan kata lain, individu harus mampu mengelola emosinya dengan
baik. Seseorang yang berhasil mengelola emosinya maka mampu
menghibur diri sendiri saat mengalami kesedihan, mampu keluar dari rasa
cemas, mampu bangkit dari rasa ketersinggungan dan perasaan-perasaan
yang menekan. Dan juga sebaliknya, seseorang yang tidak berhasil dalam
mengelola emosinya akan selalu bertarung melawan perasaan murung dan
bahkan melarikan diri dari hal-hal yang merugikan dirinya. Emosi dengan
intensitas terlampau lama serta berlebihan yang meningkat dapat merusak
stabilitas individu
Kemampuan memotivasi diri. Motivasi adalah hasrat yang dimiliki
seseorang untuk melakukan sesuatu yang menuntun seseorang mencapai
tujuan, membantu dalam pengambilan tindakan inisiatif dan bertindak
secara efektif untuk bertahan dalam menghadapi kegagalan dan frustasi.
Dalam mencapai prestasi seseorang harus memiliki motivasi diri, dalam
arti memiliki ketekunan dalam menahan diri terhadap kepuasan,
mengendalikan dorongan hati serta memiliki motivasi yang positif yakni
antusianisme, gairah, optimis dan keyakinan diri. Individu yang memiliki
kemampuan memotivasi diri cenderung lebih produktif dalam upaya yang
dilakukannya serta memiliki kegigihan dalam memperjuangkan tujuan
walaupun tentunya pasti ada hambatan serta peluang kegagalan.
Kemampuan mengenali emosi orang lain, biasa disebut dengan
empati. Empati merupakan kemampuan seseorang dalam mengenali atau
peduli pada orang lain dan menunjukkan kecakapan empati seseorang
(Goleman, 2017). Seseorang dengan kemampuan empatinya akan lebih
mudah merasakan yang dirasakan orang lain, mampu menerima sudut
pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan mampu untuk
mendengarkan orang lain. Kemampuan mengenal emosi orang lain atau
empati didasarkan pada kesadaran diri. Jika seseorang terbuka terhadap
emosinya, maka besar kemungkinan seseorang tersebut akan terampil
dalam membaca perasaan orang lain. Begitupun sebaliknya, seseorang
yang belum mampu menyesuaikan dengan emosinya sendiri, tentunya
tidak akan mampu mengenali dan menghormati perasaan atau emosi orang
lain
Kemampuan membina hubungan yakni kemampuan dalam
membina hubungan merupakan keterampilan yang menunjang popularitas,
kepemimpinan dan keberhasilan antarpribadi. (Goleman (2002:59)).
Kemampuan dasar dalam berhasilnya seseorang membina hubungan yaitu
dengan adanya keterampilan dalam berkomunikasi. Seseorang yang hebat
dalam kecakapan membina hubungan akan berhasil dalam bidang apapun.
Seseorang akan berhasil dalam pergaulannya karena mampu
berkomunikasi dengan lancar pada orang lain. Menurut Goleman
(2000:59) individu yang popular dalam lingkungannya dan menjadi teman
yang menyenangkan karena kemampuannya dalam berkomunikasi.
Bagaimana seseorang mampu membina hubungan dengan orang lain dapat
dilihat dari keramah tamahan seseorang, kebaikan hati, hormat dan disukai
orang lain. Berkembangnya kepribadian seseorang dapat dilihat dari
banyaknya hubungan interpersonal yang dilakukannya Seseorang yang
memiliki kemampuan dalam membina hubungan memungkinan untuk
membentuk hubungan, menggerakan dan mengilhami orang-orang,
membina kedekatan, meyakinkan dan mempengaruhi serta membuat orang
lain merasa nyaman.
Nugraha dan Rahmawati (2011:62) menjabarkan kelima aspek
yang dipaparkan oleh Goleman dalam pemetaan yang sistematis
berdasarkan aspek dan karakteristik kecerdasan emosional, ditunjukkan
dalam table berikut ini:

Tabel 2.1
Aspek-aspek kecerdasan emosional dan karakteristiknya

Aspek-aspek Karakteristik perilaku


kecerdasan emosional
Kesadaran diri a. Mengenal dan merasakan emosi diri
b. Mengetahui dan memahami
penyebab perasaan/emosi yang
timbul
c. Mengetahui pengaruh
perasaan/emosi terhadap tindakan
Mengelola emosi a. Memiliki sikap toleran dalam
menghadapi frustasi dan mampu
mengelola amarah dengan baik
b. Mampu mengungkapkan emosi
secara tepat
c. Dapat mengontrol perilaku agresif
yang dapat merusak diri sendiri
maupun orang lain
d. Mampu mengatasi ketegangan jiwa
(stress)
e. Mampu mengurangi perasaan
kesepian maupun kecemasan
Motivasi diri a. Mempunyai rasa tanggung jawab
b. Berfokus pada tugas yang dikerjakan
c. Pengendalian diri dan tidak bersifat
implusif
Empati a. Mampu menerima perspektif orang
lain
b. Memiliki kepekaan hati
c. Mampu mendengarkan orang lain
Membina hubungan a. Memahami dalam menganalisa
hubungan dengan orang lain
b. Mampu menyelesaikan konflik
c. Mampu berkomunikasi dengan baik
dengan orang lain
d. Mudah bergaul atau memiliki sikap
berteman yang menyenangkan
e. Memiliki perhatian terhadap orang
lain
f. Memperhatikan kepentingan social
dan mampu hidup selaras dengan
kelompok

2.1.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional


Goleman (2017) mengungkapkan bahwa ada beberapa factor yang
mempengaruhi kecerdasan emosional, yakni factor internal dan eksternal.
a. Factor internal
Factor internal berasal dari dalam diri individu dan memiliki dua
sumber, yakni segi jasmani dan segi psikologis. Segi jasmani dapat
dilihat dari factor fisik dan kesehatan seseorang. Sedangkan segi
psikologis meliputi pengalaman, perasaan, kemampuan berpikir dan
motivasi individu.
Factor internal terbagi menjadi 2, yaitu:
1) Factor otak
Factor otak sendiri berfungsi untuk mengungkapkan
bagaimana otak memberikan tempat istimewa bagi amigdala
yang dapat disebut sebagai penjaga emosi. Seorang ahli saraf
di Center For Neural Socience New York, Josep Ledoux
menjelaskan peran penting amigdala yaitu sebagai semacam
gudang ingatan emosi seperti rasa sedih, marah, nafsu dan
kasih sayang. Bila seseorang kehilangan amigdala, maka
seseorang tersebut tidak akan mampu menangkap makna
emosi dari suatu peristiwa
2) Factor keluarga
Goleman berpendapat bahwa keluarga merupakan pendidikan
pertama dalam mempelajari emosi yaitu belajar dalam
merasakan, memahami maupun menanggapi perasaan diri dan
orang lain dan berpkir mengenai perasaan tersebut. Orang tua
memegang peran yang penting dalam mengembangkan
kecerdasan emosional anak.
b. Factor eksternal
Faktor eksternal terbagi menjadi dua, yaitu:
1) Factor lingkungan social
Adanya dukungan social dianggap mampu untuk mengembangkan
aspek-aspek kecerdasan emosional sehingga menghasilkan
perasaan berharga dalam mengembangkan kepribadian, melalui
potensi yang ada dan melalui kontak social. Factor lingkungan
social dapat dilihat dari suatu hubungan interpersonal yang terdapat
dalam bentuk fisik, informasi dan pujian
2) Factor lingkungan sekolah
Guru memgang peran penting dalam mengembangkan potensi
peserta didik melalui teknik, gaya kepemimpinan dan metode
dalam mengajar sehingga kecerdasan emosi dapat berkembang
secara optimal

Menurut penelitian Shapiro (2003) ada beberapa factor yang


mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan emosional, antara lain:

a. Factor psikologis
Faktor ini berasal dari dalam diri individu yang akan membantu
individu dalam mengelola, mengatasi, mengendalikan dan
mengkoordinasikan keadaan emosi
b. Factor pelatihan emosi
Pada dasarnya emosi tidak dipengaruhi oleh factor genetic, sehingga
kecerdasan emosional dapat diajarkan kepada dan memberikan
kesempatan bagi orang tua sekaligus pendidik untuk mengajarkan dan
mengembangkan kecerdasan emosional individu
c. Factor pendidikan
Melalui pendidikan, individu dapat mengenal berbagai bentuk
kecakapan emosi yang berguna untuk dirinya, orang lain maupun
lingkungan sekitar
d. Factor keluarga
Keluarga merupakan tempat pertama kali individu dapat mengenal
berbagai bentuk emosi yang dapat diajarkan melalui pola asuh orang
tua dan individu dapat berinteraksi dengan lingkungan social

2.2 Prestasi Belajar Mahasiswa


2.2.1 Pengertian Mahasiswa
Mahasiswa didefinisikan sebagai seseorang yang belajar di
Perguruan Tinggi (dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007). Menurut
penelitian Hartaji (2008), mahasiswa merupakan individu yang sedang
dalam proses memperoleh ilmu atau menjalani pendidikan di salah satu
bentuk perguruan tinggi, seperti akademik, politeknik, sekolah tinggi,
institusi dan universitas. Lebih lanjut mahasiwa didefinisikan menurut
Siswoyo (2011) sebagai seseorang yang sedang menimba ilmu di tingkat
perguruan tinggi negeri maupun swasta atau di Lembaga lainnya yang
setingkat dengan perguruan tinggi. Seorang mahasiswa dianggap
mempunyai tingkat intelektual yang tinggi. Sifat yang cenderung dimiliki
setiap mahasiswa yaitu dapat berpikir kritis dan mampu bertindak secara
tepat dan cepat.
Sarwono (1978) berpendapat bahwa mahasiswa adalah setiap
individu yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di
perguruan tinggi dengan batas usia sekitar 18-30 tahun. Sejalan dengan
pendapat tersebut, Yusuf (2012) mengkategorikan perkembangan seorang
mahasiwa pada usia 18 hingga 25 tahun yang merupakan masa remaja
akhir sampai masa dewasa awal. Pada usia tersebut merupakan
pemantapan pendirian hidup seseorang.
2.2.2 Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar merupakan sebuah pernyataan atau kalimat yang
terdiri dari dua kata, yakni prestasi dan belajar. Dua kata tersebut memiliki
arti yang berbeda. Penelitian Djamarah (1994:20) mendefinisikan prestasi
sebagai apa yang telah diciptakan, hasil dari sebuah pekerjaan serta hasil
yang mampu menyenangkan hati yang diperoleh dari keuletan kerja
seseorang. Penelitian lain mengungkapkan bahwa prestasi merupakan
kecakapan nyata dari hasil interaksi yang bersumber dari berbagai factor
yang mempengaruhi, yang berasal dari dalam diri individu maupun luar
individu (Sudirman AM dalam Widayanti, 2012:11)
Selanjutnya pengertian belajar menurut C.T Morgan (dalam
Introductiob to Psychology, 1961) adalah suatu perubahan perilaku yang
relative permanen yang terjadi akibat dari pengalaman masa lalu.
Sedangkan belajar menurut Hakim (2005:1) merupakan proses perubahan
kepribadian manusia yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan kualitas
dan kuantitas perilaku, seperti peningkatan keterampilan, pengetahuan,
sikap, kebiasaan, pemahaman, daya pikir dan lain-lain
Penelitian Bloom (dalam Hartaji 2008) mengungkapkan bahwa
prestasi belajar merupakan proses yang dialami mahasiswa yang mengarah
pada perubahan dalam bidang pengetahuan, pemahaman, penerapan, daya
analisis dan evaluasi. Pada umumnya, prestasi belajar adalah istilah untuk
membuktikan pencapaian keberhasilan mahasiswa dalam mencapai tujuan
dari usaha belajar yang telah dilakukan secara optimal (Setiawan, dalam
Naam (2009). Menurut Slamento (2013:10) bahwa prestasi belajar suatu
perubahan yang telah diraih mahasiswa setelah melewati proses
pembelajaran
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa
prestasi belajar merupakan suatu usaha yang telah dicapai mahasiswa
dalam meraih keberhasilan dan adanya perubahan perilaku secara
keseluruhan. Adapun dalam penelitian ini yang dimaksud dengan prestasi
belajar mahasiswa merupakan suatu tingkat keberhasilan mahasiswa
setelah menjalani proses pembelajaran di suatu perguruan tinggi dan dapat
diukur melalui nilai Indeks Prestasi yang bisa diperoleh mahasiswa setiap
akhir semester.
Prestasi belajar menjadi suatu masalah yang berkelanjutan dalam
kehidupan karena manusia dalam kehidupannya selalu mengejar prestasi
sesuai bidang serta kemampuannya (Zaenal Arifin, 1990:2-4). Selanjutnya
Zaenal mengungkapkan fungsi utama dari prestasi belajar, antara lain:
a. Prestasi belajar sebagai indicator kualitas maupun kuantitas
pengetahuan yang telah dikuasai
b. Prestasi belajar sebagai lambang pemusatan keingintahuan
c. Prestasi belajar diartikan sebagai motivasi untuk meningkatkan
pengetahuan
d. Prestasi akademik sebagai indicator internal maupun eksternal dari
institusi pendidikan
e. Prestasi akademik dijadikan sebagai indicator daya serap (kecerdasan
peserta didik)
2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar mahasiswa
Terdapat banyak factor yang mempengaruhi mahasiswa dalam meraih
prestasi belajar yang baik. Suryabrata (dalam Tjundjing, 2001)
mengungkapkan factor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, antara
lain:
1. Factor internal
Factor internal berasal dari dalam diri mahasiswa yakni kondisi
jasmani dan rohani mahasiswa itu sendiri. Factor internal terbagi
menjadi dua aspek, antara lain:
a. Factor fisiologis, yakni yang berhubungan dengan kesehatan
maupun pancaindera mahasiswa yang meliputi:
i. Kesehatan badan
Dalam menempuh pendidikan, khususnya proses belajar
perlu diperhatikan dan dipelihara kesehatan tubuh
mahasiswa. Jika kesehatan fisik mahasiswa lemah dapat
menjadi penghambat dalam meraih prestasi. Untuk
memelihara kesehatan fisik, perlu diperhatikan pola makan,
pola tidur dan olahraga demi memperlancar metabolism
dalam tubuh.
ii. Panca indera
Panca indera memiliki peran penting dalam kegiatan
belajar, salah satunya ialah mata dan telinga karena
sebagian hal yang dipelajari manusia melalui penglihatan
dan pendengaran. Oleh karena itu, mahasiswa yang
memiliki cacat secara fisik besar kemungkinan akan
terhambat dalam memperoleh materi perkuliahan yang
nantinya akan berpengaruh pada prestasinya
b. Factor psikologis
i. Intelegensi
Pada dasarnya, prestasi belajar memiliki kaitan yang erat
dengan tingkat kecerdasan yang dimiliki mahasiswa.
Dengan adanya kecerdasan yang dimilikinya, dapat
menjadi sebuah peluang yang besar untuk mencapai
prestasi yang lebih tinggi. Sebaliknya, jika mahasiswa
memiliki kecerdasan yang rendah kemungkinan prestasi
yang diraih juga rendah. Tetapi jika mahasiswa dengan
kecerdasan yang rendah dapat memperoleh prestasi yang
tinggi bukanlah suatu hal yang tidak mungkin. Begitupun
sebaliknya.
ii. Sikap
Factor yang dapat menghambat mahasiswa dalam meraih
prestasinya ialah sikap yang pasif, rendah diri dan
kurangnya percaya diri individu. Sikap merupakan kesiapan
seseorang dalam bertindak terhadap hal-hal tertentu.
Mahasiswa yang memiliki sikap yang positif terhadap mata
kuliah merupakan langkah awal yang baik dalam proses
belajar dan meraih prestasi.
iii. Minat
Minat merupakan suatu hal yang berhubungan dengan rasa
dan memiliki rasa suka maupun ketertarikan pada suatu hal
tanpa adanya paksaan dari luar. Minat disebut sebagai
motor penggerak seseorang dalam menentukan
keberhasilan belajar.
iv. Bakat
Bakat merupakan kemampuan seseorang dalam bidang
tertentu. Bakat adalah potensi yang dibawa sejak lahir.
Bakat yang dimiliki setiap mahasiswa berbeda-beda.
Apabila bakat yang dimilikinya mampu dikembangkan,
maka akan dapat mencapai prestasi yang tinggi
v. Motivasi
Motivasi disebut sebagai penggerak perilaku seseorang
karena dengan adanya motivasi, seseorang dapat terdorong
untuk melakukan sesuatu atau meraih sesuatu. Timbulnya
motivasi karena adanya keinginan maupun kebutuhan dari
dalam diri seseorang. seseorang yang memiliki motivasi
diri yang kuat, akan mempercepat dan memperbesar
usahanya dalam mencapai prestasi yang tinggi
2. Factor eksternal
Selain factor internal, terdapat factor eksternal yang berasal dari luar
diri mahasiswa yang dapat mempengaruhi prestasi akademik, antara
lain:
a. Factor lingkungan keluarga
i. Social ekonomi keluarga
Dengan adanya social ekonomi yang memadai maka
seorang mahasiswa dapat berkesempatan dalam
mendapatkan fasilitas belajar yang lebih baik, mulai dari
pemilihan perguruan tinggi, kebutuhan akan perkuliahan
dan lain-lain.
ii. Pendidikan orang tua
Orang tua yang telah menempuh jenjang pendidikan tinggi
akan cenderung lebih memperhatikan dan memahami
pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya.
iii. Perhatian orang tua dan Suasana hubungan antara anggota
keluarga
Dukungan dari keluarga merupakan suatu hal yang memacu
semangat mahasiswa dalam meraih prestasi. Dalam hal ini,
dukungan yang dimaksud berupa secara langsung seperti
pujian atau nasihat dan secara tidak langsung, seperti
hubungan keluarga yang harmonis
b. Factor lingkungan sekolah
i. Sarana dan prasarana
Kelengkapan sarana maupun prasarana sekolah dapat
membantu lancarnya proses belajar mengajar.
ii. Kompetensi guru
Kualitas pengajar berpengaruh dalam mahasiswa meraih
prestasi. Bila seorang mahasiwa merasa kebutuhannya
untuk berprestasi secara optimal dapat terpenuhi, misalnya
lengkapnya fasilitas dan tenaga pendidik yang
berkompeten, mampu memenuhi rasa keingintahuannya,
hubungan dengan pengajar dan juga teman-temannya dapat
berlangsung harmonis, maka mahasiswa akan memperoleh
situasi belajar yang menyenangkan. Berdasarkan hal
tersebut, maka mahasiswa akan terdorong untuk
meningkatkan prestasi belajarnya secara terus menerus
iii. Metode mengajar dan kurikulum
Dalam hal ini mencakup materi dan bagaimana pengajar
menyampaikan materi. Metode pembelajaran yang
interaktif akan menimbulkan minat dan peran serta siswa
dalam kegiatan pembelajaran. Factor pengajar adalah factor
yang penting, karena jika pengajar dapat mengajar secara
bijaksana, tegas, disiplin yang tinggi, luwes dan mampu
membuat siswa senang akan pelajaran, maka prestasi
belajar yang akan diraih siswa cenderung tinggi.
c. Factor lingkungan masyarakat
i. Social budaya
Pandangan masyarakat akan pentingnya pendidikan dapat
mempengaruhi ketekunan pengajar dan mahasiswa. Jika
masyarakat memandang pendidikan dalam tingkat rendah,
maka akan berat hati untuk melanjutkan pendidikan
anaknya dan pengajar dipandang rendah oleh masyarakat.
ii. Partisipasi terhadap pendidikan
Apabila semua pihak telah berpartisipasi dan mendukung
kegiatan pendidikan, mulai dari pemerintah hingga
kalangan bawah, maka setiap orang akan lebih menghargai
dan berusaha memajukan pendidikan dan ilmu pengetahuan
2.3 Penelitian yang Relevan
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang mendukung penelitian ini, antara
lain:
1. Joko Hirtono, dengan judul penelitian “Hubungan Kecerdasan Emosi
Dengan Prestasi Akademik Mahasiswa Akademi Kebidanan Medika
Wiyata Kediri”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
antara tingkat kecerdasan emosi dengan prestasi akademik mahasiswa
Akademi Kebidanan Medika Wiyata Kediri. Subjek penelitian ini adalah
seluruh mahasiswa akademi kebidanan medika wiyata kediri semester
tingkat II dan tingkat III sejumlah 94 mahasiswa. Penelitian diambil
menggunakan teknik random sampling dan mengumpulkan data
menggunakan lembar kuesioner dan lembar observasi. Hasil penelitian
menunjukkan ada hubungan antara tingkat kecerdasan emosi dengan
prestasi akademik Kebidanan Medika Wiyata Kediri dengan arah positif
dan adanya keeratan hubungan yang cukup kuat
2. Arum Purnaningtyas dan Suharto, dengan judul penelitian “Pengaruh
Kecerdasan Emosi Terhadap Prestasi Belajar Siswa Mata Pelajaran Seni
Budaya SMP”. Populasi penelitian ini adalah semua siswa kelas VII SMP
Negeri 4 Ungaran tahun pelajaran 2009/2010 terdiri dari 7 kelas yang
berjumlah 250 orang siswa. Sampel penelitian menggunakan proporsional
random sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik angket
dan documenter, sedangkan teknik analisis data menggunakan analisis
koefisien koreasi, analisis regresi dan analisis koefisien determinasi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan antara kecerdasan emosi
dengan prestasi belajar siswa mata pelajaran Seni Budaya SMP dengan
korelasi yang signifikan karena diperoleh r hitung sebesar 0,349
sedangkan r table untuk taraf kesalahan 5% (0,349.0,304)
3. Prita Indriawati, dengan judul penelitian “Pengaruh Kepercayaan Diri dan
Kecerdasan Emosional Terhadap Hasil Belajar Mahasiswa Universitas
Balikpapan”. Populasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswa FKIP
Universitas Balikpapan. Penelitian menggunakan dua variable bebas yakni
Kepercayaan Diri (X1) dan Kecerdasan Emosional (X2). Variable terikat
ialah hasil belajar (Y). Metode pengumpulan data menggunakan
kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh signifikan dari
pengaruh kepercayaan diri dan kecerdasan emosi terhadap hasil belajar
mahasiswa FKIP Universitas Balikpapan yang ditunjukkan dari hasil
persamaan regresi berganda Y=-3,1892 + 0,4842X1 + 0,4816X2 artinya
kepercayaan diri dan kecerdasan emosional memberikan pengaruh positif
terhadap hasil belajar
2.4 Kerangka Berpikir
Keberhasilan proses belajar mahasiswa ditentukan oleh prestasi belajar
yang dapat dilihat melalui IP yang diperoleh mahasiswa pada setiap akhir
semester. Untuk meraih prestasi belajar tentunya ada factor yang
mempengaruhinya, yakni factor internal dan factor eksternal.
Kecerdasan emosional termasuk kedalam factor internal yakni factor
psikologis yang mempengaruhi prestasi belajar mahasiswa. Kecerdasaan
emosional sebagai kemampuan untuk memahami dan mengelola emosi diri
sendiri maupun orang lain, kemampuan untuk memotivasi diri dalam
menghadapi frustasi dan kemampuan untuk menjalin hubungan dengan orang
lain. Indicator kecerdasan emosional meliputi mengenal emosi, mengelola
emosi, empati, motivasi diri, dan membina hubungan dengan orang lain.
Dengan adanya kecerdasan emosional yang dimiliki mahasiswa, maka
mahasiswa tersebut akan mampu mengetahui serta mengelola
perasaan/emosinya dengan baik dan juga mampu mengenal perasaan/emosi
orang lain. Kecerdasan emosional memberikan dampak bagi mahasiswa
untuk meraih prestasi belajar, seperti meningkatkan motivasi diri.
Penjelasan diatas menunjukkan bahwa kecerdasan emosional mahasiswa
yang baik dapat meningkatkan prestasik belajar. Mahasiswa yang memiiki
tingkat kecerdasan emosional yang tinggi, maka akan berhasil dalam
kehidupannya dan memiliki motivasi untuk berprestasi. Begitupun sebaliknya,
jika kurangnya kecerdasan emosional yang dimiliki mahasiswa, maka akan
berpengaruh terhadap meraih prestasi.
Penelitian ini mengambil factor internal yakni factor psikologi mengenai
kecerdasan emosional dengan melihat lima aspek kecerdasan emosional.
Untuk lebih mempermudah gambaran mengenai pengaruh kecerdasan
emosional terhadap prestasi akademik mahasiswa tata rias Universitas Negeri
Jakarta dapat dilihat pada Gambar 2.1

Mengenal emosi

Mengelola emosi

Empati Prestasi Akademik


Kecerdasan
Emosional Indikator : IP
Motivasi diri

Membina
hubungan

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir


2.5 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara mengenai rumusan masalah yang
dinyatakan dalam bentuk kalimat (Sugiyono, 2015:96). Berdasarkan uraian
kerangka berpikir diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Hipotesis alternative (Ha): “Ada pengaruh kecerdasan emosional terhadap
prestasi belajar mahasiswa pendidikan tata rias”
2. Hipotesis nihil (Ho): “Tidak ada pengaruh kecerdasan emosional terhadap
prestasi belajar mahasiswa pendidikan tata rias”

Anda mungkin juga menyukai