4422 Laporan Tahunan Bantuan Hukum
4422 Laporan Tahunan Bantuan Hukum
Implementasi
Undang-Undang Nomor 16 tahun 2011
tentang Bantuan Hukum
Implementasi
Undang-Undang Nomor 16 tahun 2011
tentang Bantuan Hukum
A. EXECUTIVE SUMMARY .................................................................................................. 3
1. Pengantar ..................................................................................................................................................... 4
a. Sekilas tentang Bantuan Hukum di Indonesia..................................................................................... 4
b. Highlite Implementasi Undang-Undang Bantuan Hukum.................................................................. 5
c. Tentang Laporan Tahunan ini............................................................................................................... 10
DAFTAR ISI
I. LAPORAN KEUANGAN.................................................................................................... 75
1. Laporan Keuangan Reimbursement 2013.................................................................................................. 76
J. LAMPIRAN........................................................................................................................ 79
1. Regulasi......................................................................................................................................................... 80
a. Peraturan Pemerintah............................................................................................................................ 80
b. Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI.............................................................................................. 101
c. Standard Biaya ....................................................................................................................................... 159
d. Petunjuk Pelaksanaan............................................................................................................................ 161
A
EXECUTIVE SUMMARY
4
1. Pengantar
Saat sebuah negara berpindah dari rejim diktator ke demokrasi, maka harga yang harus
dibayar adalah Supremasi Hukum dan Prinsip persamaan kedudukan di muka Hukum.
Karena itu diperlukan keseimbangan “persenjataan di pengadilan” (equality of arms) di mana
semua orang harus memperoleh pembela yang profesional. Hal ini menjadi sulit bagi orang
miskin yang berperkara hukum. Dalam konteks inilah, bantuan hukum untuk orang miskin
menjadi kewajiban negara (state obligation) untuk memastikan prinsip-prinsip tersebut
berjalan. Hal ini sesuai dengan International Covenant on Civil and Political Rights Pasal 14
yang mengatur tentang persamaan hak di pengadilan. Salah satu bentuk kewajiban negara
ini adalah pendanaan bantuan hukum yang sebagian besar harus bersumber dari negara.
Dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 ditegaskan bahwa Indonesia merupakan negara hukum.
Sebagai konsekuensi dari negara hukum, hak untuk mendapatkan bantuan hukum harus
diberikan oleh negara dan itu merupakan jaminan perlindungan terhadap hak asasi
manusia. Oleh karena itu dengan adanya Undang-Undang Nomor 16 tahun 2011 tentang
Bantuan Hukum diharapkan dapat melindungi hak konstitusional setiap individu untuk
mendapatkan bantuan hukum selain itu juga diharapkan dapat mengakomodir perlindungan
terhadap masyarakat yang kurang mampu dalam menghadapi kasus-kasus hukum.
Pengakuan dan jaminan terhadap asas Equality Before the Law ini tidak saja sebatas
pengakuan politik negara saja. Akan tetapi lebih mengedepankan tindakan konkrit negara
dalam memberikan jaminan kepada masyarakat dalam mendapatkan akses terhadap
keadilan guna terpenuhi hak-hak dasar manusia (HAM), bahkan tindakan afirmatif juga
harus dilakukan untuk menjamin terselengaranya kewajiban negara ini. Dengan derasnya
laju pertumbuhan pembangunan dan politik di Indonesia memunculkan permasalahan-
permasalahan mendasar yang meminggirkan bahkan mengabaikan hak-hak dasar manusia
yang berujung kepada kriminalisasi dan memposisikan rakyat untuk meminta hak atas
keadilan di Pengadilan maupun di luar pengadilan guna mendapatkan keadilan.
Bantuan hukum adalah hak konstitusional setiap warga. Lahirnya UU Bantuan Hukum
seharusnya menjadi wujud nyata tanggung jawab negara terhadap Hak Atas Bantuan Hukum
sebagai akses keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia sebagaimana diamanahkan oleh
UUD 1945, UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), Kitab Undang-
undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, pasal 14(3)
(d) Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil
and Political Rights) yang telah disahkan melalui Undang-Undang Nomor 12 tahun 2005,
juga ada pemberian jaminan bagi setiap orang untuk mendapatkan bantuan hukum dan
pelayanan dari Advokat ( a right to have a legal counsel) yang berkualitas bagi masyarakat
miskin.
4. Credibility di mana bantuan hukum harus dapat dipercaya dan memberikan keyakinan
bahwa yang diberikan adalah dalam rangka peradilan yang tidak memihak (juga saat
mereka menghadapi kasus melawan negara, tidak ada keraguan tentang itu); serta
5. Accountability di mana pemberi bantuan hukum harus dapat memberikan
pertanggungjawaban keuangan kepada badan pusat dan kemudian badan pusat harus
mempertanggungjawabkan kepada parlemen.
Lahirnya Undang-Undang Bantuan Hukum sudah diadvokasi sejak tahun 1998 oleh para
aktivis Bantuan Hukum. Tahun 2004 draft Undang-Undang Bantuan Hukum sudah dibuat.
Tahun 2009 Undang-undang ini masuk ke Program Legislasi Nasional. Baru pada tanggal 2
Nopember 2011 diundangkanlah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan
Hukum.
Hak atas bantuan hukum sendiri merupakan non derogable rights, sebuah hak yang tidak
dapat dikurangi dan tak dapat ditangguhkan dalam kondisi apapun. Oleh karena itu,
Bantuan hukum adalah hak asasi semua orang, yang bukan diberikan oleh negara dan bukan
belas kasihan dari negara, tetapi juga merupakan tanggung jawab negara dalam mewujudkan
equality before the law, acces to justice, dan fair trial.
Kewajiban negara yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 16 tahun 2011 tentang
Bantuan Hukum. Ada tiga pihak yang diatur di undang-undang ini, yakni penerima
bantuan hukum (orang miskin), pemberi bantuan hukum (organisasi bantuan hukum) serta
penyelenggara bantuan hukum (Kementerian Hukum dan HAM RI). Sebagai sebuah harga
demokrasi yang harus dibayar, tentu pelaksanaan Undang-Undang ini harus dikawal oleh
semua pihak. Dengan demikian akses terhadap keadilan bagi orang miskin dapat terpenuhi.
Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM RI memiliki
peran sangat strategis dan penting dalam implementasi Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2011 tentang Bantuan Hukum. Bantuan Hukum untuk Orang Miskin dalam skema Undang-
Undang ini memiliki 3 (tiga) stakeholder, yakni:
Dalam pembentukan regulasi pelaksana Undang-Undang ini, BPHN selalu melibatkan para
pemangku kepentingan. Mulai dari Pembentukan Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri
Hukum dan HAM RI, hingga Pembuatan Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis (Juklak/
Juknis), para pemangku kepentingan baik dari organisasi masyarakat sipil, organisasi
Bantuan Hukum, Advokat, serta mitra pembangunan bahu membahu bersama Pemerintah.
Keterbukaan dan kerjasama antara Pemerintah dan Masyarakat Sipil ini bertujuan untuk
menjamin isi peraturan pelaksanaan dapat dilaksanakan dengan baik.
Verifikasi dan Akreditasi Organisasi Bantuan Hukum dilaksanakan pada kwartal pertama
tahun 2013. Tahapan ini diawali dengan pengumuman Verifikasi/Akreditasi melalui harian
Kompas dan 41 media cetak lokal, RRI serta website BPHN, Portal Kemenkumham dan
Portal Mitra Pembangunan. Kemudian Pelaksanaan Verifikasi faktual dan administrasi
dilaksanakan bekerjasama dengan Kantor Wilayah mulai tanggal 8 Maret sampai 14 April
2013. Hasil Verifikasi/Akreditasi Organisasi Bantuan Hukum diumumkan tanggal 30 Mei
2013 melalui Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor M.HH-02.HN.03.03 Tahun 2013 tanggal 31 Mei 2013 tentang Pengumuman Hasil
Verifikasi/Akreditasi Pelaksanaan Pemberian Bantuan Hukum yang ditampilkan di Website
BPHN dan Kemenkumham. Dari 593 Organisasi Bantuan Hukum yang mendaftar, terpilih
310 Organisasi Bantuan Hukum yang lolos verifikasi, yang terdiri dari 10 OBH terakreditasi
A, 21 OBH terakreditasi B serta 279 OBH terakreditasi C.
Tentu saja ada yang tidak puas dengan hasil verifikasi/akreditasi ini. BPHN sebagai
Penyelenggara Bantuan Hukum digugat oleh POSBAKUMADIN Pusat di Pengadilan Tata
Usaha Negara Jakarta Timur serta di Komisi Keterbukaan Informasi Publik. Setelah
menghabiskan waktu beberapa bulan, Putusan PTUN terhadap gugatan tersebut adalah
“tidak diterima”.
Pemberi Bantuan Hukum sudah bisa melaksanakan Pemberian Bantuan Hukum terhitung
tanggal 1 Juli 2013. Namun pelaksanaan ini tidak berjalan dengan mulus. Ada beberapa
kendala yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Sebaran OBH yang tidak merata. Ada 4 Propinsi yang masing-masing hanya memiliki
1 (satu) OBH, yakni Propinsi Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Sulawesi Barat dan
Sulawesi Utara. Demikian juga, sebaran OBH secara keseluruhan hanya menjangkau
kurang dari 50 % kabupaten di Indonesia;
2. Kurangnya Sosialisasi mengenai program ini di kalangan penegak hukum dan masyarakat;
3. Kurangnya jumlah Advokat yang ada di OBH;
4. Minimnya waktu, yakni hanya 5 bulan terhitung dari tanggal 1 Juli hingga 9 Desember
2013;
5. Mekanisme Reimbursement dalam Sistem Pertanggungjawaban Keuangan Negara
sangat asing bagi OBH;
6. Sebagian besar OBH tidak aktif dalam melaksanakan Pemberian Bantuan Hukum. Salah
satu penyebabnya adalah belum terbiasa dengan sistem reimbursement. Saat akhir
tahun tercatat hanya 172 OBH yang mengajukan Reimbursement;
7. Banyak OBH yang belum memiliki SK Pengesahan Badan Hukum dari Ditjen Administrasi
Hukum Umum; serta
8. Sumber Daya Manusia di Kantor Wilayah yang belum memadai baik secara kuantitas
maupun kualitas.
8
Untuk akselerasi penyerapan dana bantuan hukum tahun 2013, sudah banyak usaha yang
ditempuh oleh BPHN, diantaranya:
Dalam Pelaksanaan Penyelenggaraan Bantuan Hukum ini, dibentuk Panitia Pengawas Pusat
dan Daerah. Panitia Pengawas Pusat terdiri dari Perwakilan BPHN, Inspektorat Jenderal
Kemenkumham RI, Kantor Perbendaharaan Negara, dan Biro Perencanaan Sekretariat
Jenderal Kementerian Hukum dan HAM RI. Sedangkan Panitia Pengawas Daerah terdiri
dari Kepala Kantor Wilayah, Kepala Divisi Pelayanan Hukum, Kepala Bidang dan Sub Bidang
Pelayanan dan Bantuan Hukum, Kepala Rumah Tahanan serta Biro Hukum Pemerintah
Daerah. Pengawasan dilakasanakan baik secara langsung dan tidak langsung (melalui laporan
Masyarakat). Pengawasan dilakukan terhadap penerapan standard Pemberian Bantuan
Hukum, Kode Etik Advokat, dan terhadap Kondisi/keadaan Pemberi Bantuan Hukum.
Reimbursement tahun 2013 juga tidak berjalan dengan mulus. Hampir semua Organisasi
Bantuan Hukum mengirim dokumen reimbursement secara bersamaan pada deadline
tanggal 9 Desember 2013. Karena itu pula, Panitia Pengawas Daerah tidak dapat bekerja
dengan maksimal. Sebagian besar Panitia Daerah tidak memiliki waktu lagi untuk memeriksa
berkas atau dokumen reimbursement dan langsung dikirim ke BPHN. Akibatnya, terjadi
penumpukan berkas yang sangat signifikan di BPHN. Sampai pada deadline verifikasi
berkas ke Kantor Perbendaharaan Negara, masih ada banyak sekali berkas yang belum dapat
diperiksa.
Untuk tahun 2014, tidak ada dispensasi status Badan Hukum lagi bagi Organisasi
Bantuan Hukum sebagai syarat reimbursement. Dari 310 Organisasi Bantuan Hukum,
tercatat 150 OBH sudah berbadan hukum dan 145 OBH sedang pengurusan. Karena
itu, dibutuhkan percepatan SK Badan Hukum supaya pelaksanaan reimbursement tahun
2014 tidak mendapatkan kendala. Untuk itu, BPHN bekerjasama dengan Direktorat
Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) dan Ikatan Notaris Indonesia (INI) Pusat
pada tanggal 17-27 Februari 2014 melakukan Program Percepatan SK AHU. Program ini
dilaksanakan dengan mengumpulkan OBH pada sebuah kluster kemudian mengirim staff
dari Subdirektorat Badan Hukum, DITJEN AHU yang membawa serta notaris yang ditunjuk
oleh INI Pusat dan Daerah bersangkutan untuk menyelesaikan SK Badan Hukum secepatnya
dengan biaya jasa notaris seminimal mungkin atau malah gratis sama sekali (kecuali PNBP).
Pembagian Kluster berdasarkan dari banyaknya OBH. 1 (satu) Kluster akan melayani sekitar
10 (sepuluh) Organisasi Bantuan Hukum, kecuali Jakarta yang akan melayani 24 (dua puluh
empat) OBH. Adapun kluster-kluster tersebut ialah:
Dari hasil program percepatan tersebut akhirnya terdapat 259 OBH yang Berbadan Hukum,
39 OBH dalam proses, dan 12 OBH sama sekali tidak mengurus. Artinya untuk tahun 2014,
hanya ada 298 OBH yang akan menandatangani kontrak, dengan catatan bahwa 39 OBH
yang dalam proses pengurusan tersebut akan menyelesaikan paling lambat tanggal 31 Mei
2014.
Implementasi Undang-Undang Bantuan Hukum ini mendapat dukungan yang sangat kuat
dari para Mitra Pembangunan yakni Australian Aid melalui Program AIPJ, UNDP melalui
program SAJI, Yayasan TIFA serta World Bank melalui program Justice for The Poor.
10
Laporan Akhir ini menyajikan tinjauan mengenai aktivitas dan kinerja Penyelenggaraan
Bantuan Hukum sejak pra-implementasi hingga penyelenggaraan tahun 2013 dan rencana
kerja di tahun 2014, berdasarkan empat perspektif kunci yakni:
Laporan Akhir ini menyajikan tinjauan mengenai aktivitas dan kinerja Penyelenggaraan
Bantuan Hukum sejak pra-implementasi hingga penyelenggaraan tahun 2013 dan rencana
kerja di tahun 2014 berdasarkan empat perspektif kunci yakni Memperluas akses keadilan
melalui Bantuan Hukum, Menuju Pelayanan Bantuan Hukum yang baik, Keterhubungan
layanan Bantuan Hukum dan Dukungan dari berbagai pihak.
Dalam kesempatan ini saya juga menyampaikan terima kasih yang sebesarbesarnya
kepada para Mitra pembangunan yakni Ausaid melalui Program AIPJ, UNDP melalui SAJI
Project, Yayasan TIFA dan World Bank melalui program Justice for the Poor. Para Mitra
Pembangunan selalu mendukung kami dalam implementasi Bantuan Hukum.
Amir Syamsuddin
12
13
B
Implementasi Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum
14
Dalam pra-implementasi dan implementasi ini, BPHN juga membuka akses seluas-luasnya
kepada semua stakeholder untuk memberi masukan dan juga terlibat aktif di dalamnya.
Sejak pertemuan pertama di bulan Desember 2011, BPHN bersama seluruh stakeholder
melalukan berbagai upaya untuk persiapan pelaksanaan undang-undang ini.
a. Pra Implementasi
Dengan waktu yang terbatas, yakni kurang lebih 1 (satu) tahun sejak diundangkan, Badan
Pembinaan Hukum Nasional segera bertindak cepat melakukan hal-hal yang diperlukan
dalam pra-implementasi yakni pembentukan regulasi pelaksana dan beberapa assessment.
Dalam waktu kurang lebih 1 (satu) Tahun telah dihasilkan beberapa Regulasi Pelakasanaan
sebagai berikut:
• Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor M.HH-02.HN.03.03 Tahun 2013 tanggal 31 Mei 2013 tentang Pengumuman
Hasil Verifikasi/Akreditasi Pelaksanaan Pemberian Bantuan Hukum.
• PETUNJUK PELAKSANAAN TENTANG PENGAWASAN BANKUM.
• PETUNJUK PELAKSANAAN TENTANG PEMBERIAN BANTUAN HUKUM OLEH
PARALEGAL .
ii. Assessment
B.
PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM YANG SUDAH
BERJALAN.
B.1. Sebelum Undang-undang ini diundangkan, ada beberapa praktek bantuan hukum yang
sudah berjalan:
1. Bantuan Hukum Mahkamah Agung di bawah skema SEMA 2010
Bantuan Hukum di Mahkamah Agung selama ini menggunakan skema yang diatur
dalam Surat Edaran Mahkamah Agung nomor 10 Tahun 2010, yang meliputi:
Pada awalnya diwacanakan bahwa Prodeo dan Sidang Keliling akan tetap di MA
sedangkan Posbakum masuk dalam skema rejim Bantuan Hukum ini. Namun dari
pihak Kementerian Keuangan keberatan anggaran Poskbakum diatur dalam PP tentang
Bantuan Hukum, akhirnya diputuskan bahwa Posbakum tetap dalam skema SEMA 2010.
Ada 22 Pemda (propinsi dan kabupaten/kota) yang selama ini sudah memberikan
anggaran bantuan hukum melalui APBD mereka. Mapping ini memberikan masukan
terutama dalam hal pembiayaan, besaran biaya, mekanisme penyaluran dana di daerah
dan peraturan pelaksanaan di daerah.
3. Peraturan Daerah Provinsi dan Keputusan Biro Hukum Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah.
4. Peraturan Gubernur Sumatera Barat No.29/2010 Tentang Prosedur Pemberian
Bantuan Biaya untuk Penanganan Kasus Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu.
5. Keputusan Bupati Banyuasin No.342/2008 tentang Penunjukan LBH Palembang
sebagai Kuasa Hukum Pada Kegiatan Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Miskin
Kurang Mampu di Kabupaten Musi Banyuasin Jo Keputusan Bupati Banyuasin
No. 344/2008 tentang Kriteria dan Mekanisme Pengajuan Permohonan Bantuan
Hukum Bagi Masyarakat Miskin di Kabupaten Musi Banyuasin Jo Keputusan Bupati
Banyuasin No.346/2008 tentang Penggunaan Dana Kegiatan Penanganan Kasus
Hukum Masyarakat Miskin Dalam Kabupaten Musi Banyuasin.
6. Peraturan Walikota Palembang.
7. Peraturan Walikota Semarang No.10/2010 tentang Fasilitas Bantuan Hukum Bagi
Warga Miskin.
8. Peraturan Walikota No.63/2009 tentang Pelayanan Bantuan Hukum Kepada
Peduduk Tidak Mampu.
9. Peraturan Bupati No. 8/2010 Pelaksanaan Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Miskin.
Skema Bantuan Hukum beragam. Demikian juga besarannya. Namun dengan adanya
Undang-undang Bantuan Hukum ini, sebagian besar dari mereka menyesuaikan dengan
Skema dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011. Terlebih di undang-undang
Bantuan Hukum disebutkan bahwa Pemberi Bantuan Hukum adalah OBH yang lolos
verifikasi/akreditasi dari Kemenkumham.
Nominal
No Provinsi Bantuan hukum Untuk orang Miskin Dasar Hukum
perkasus
1. Pemprov Sudah ada sejak tahun 2007. yang dibantu 2007-2013 6 Peraturan Ggubernur No.
Sumatera Barat. hanya untuk tingkat pertama. baik litigasi juta per kasus. 29 tahun 2010 tentang
dan non litigasi. ada verifikasi dr pihak setahunnya 5-10 prosedur pemberian
pemprov lgsg ke pengadilan. kurang lebih kasus. untuk tahun bantuan biaya untuk
anggaran untuk tahun 2014 sebesar 75 2014 anggaran penanganan kasus hukum
juta. perkasus naik bagi masyarakat kurang
menjadi 7.5 juta. mampu. sedang dalam
Sedangkan di Sumatera Barat, pemerintah proses pembuatan perda.
setempat menyediakan dana bantuan
hukum sebesar 35, 3 juta.
2. PEMPROV Provinsi Sumatera Selatan di tahun 2009 Anggaran per- Perda No. 8 Tahun 2012
Sumatera menganggarkan 1,5 miliar dan jumlahnya kasusnya belum Tentang Bantuan Hukum
Selatan. naik menjadi 2,8 milyar pada tahun 2010 menentu karena Cuma-Cuma, (sedang
dan 2011 dan di tahun 2012 meningkat masih menunggu revisi).
menjadi 7,4 milyar. Permenkeu.
3. PEM PROV Belum ada, karena di undang-undang Masih menunggu Perda.
Jateng. di jelaskan daerah boleh melaksanakan
kegiatan bantuan hukum untuk orang
miskin namun harus ada payung
hukumnya berupa perda.
18
Nominal
No Provinsi Bantuan hukum Untuk orang Miskin Dasar Hukum
perkasus
4. PEMPROV Pemprov Sulawesi Tengah membedakan
Sulawesi Tengah. jumlah biaya yang diberikan berdasarkan
tingkatan peradilan. Tingkat pertama
dianggarkan 10 juta rupiah per kasus,
turun menjadi 5-7 juta di tingkat
banding dan kasasi. Total anggaran yang
disediakan pada 2011 adalah Rp200 juta.
5. PEMPROV Peraturan Daerah (Perda)
Jatim. Nomor 9 Tahun 2012
tentang Bantuan Hukum
untuk Masyarakat Miskin.
6. PEMKOT Untuk Tahun Anggaran Tahun 2013
Palembang. Pemerintah Kota Palembang telah
mengganggarkan dana bantuan hukum
sebesar Rp.700.000.000,- dan telah
terserap seluruhnya. Untuk mengakses
dana bantuan hukum, pemberi bantuan
hukum mengajukan penagihan dengan
cara reimbursement dengan perincian
Rp.10.000.000,- untuk perkara perdata
dan Rp.9.700.000,- untuk perkara pidana.
Untuk tahun 2014 Pemerintah Kota
Palembang juga akan menganggarkan
dana bantuan hukum kurang lebih
sama dengan tahun 2013 yakni
Rp.700.000.000,- dimana tidak akan
diadakan seleksi lagi dan Pemerintah
Kota Palembang langsung melakukan
Penunjukan terhadap Organisasi /
Lembaga Bantuan Hukum yang sudah
terakreditasi dan terverifikasi berdasarkan
UU Bantuan Hukum No.16 tahun 2011
dan bekerja secara professional dan tidak
profit orientied.
7. PEMKAB Bogor 10 juta per kasus .
Nominal
No Provinsi Bantuan hukum Untuk orang Miskin Dasar Hukum
perkasus
9. PEMKAB
Sukabumi
10. PEMKAB
Cianjur.
11. PEMKOT
Surabaya .
12. PEMKAB Data tahun 2009 , di anggarkan untuk 30
Sumenep. kasus, perkasusnya di anggarkan sebesar
5 juta
13. PEMKAB Sinjai. Perda nomor 18 tahun
2013 Tentang Bantuan
Hukum gratis untuk
masyarakat miskin.
Kabupaten Sinjai
Provinsi Sulawesi Selatan
dengan Peraturan Bupati
nomor 8 tahun 2010
tentang pelayanan
bantuan hukum kepada
masyarakat tidak mampu.
14. PEMKOT Palu.
15. PEMKOT Anggaran tahun 2014, 60 juta Perda belum ada ,
Semarang. jadi mengacu kepada
perjanjian dengan pihak
ketiga. misalkan ada
pihak yg membutuhkan
menunjuk [pengacara
dan pengacara yang
mengajukan ke pemkot
salatiga dan dibuat
perjanjian.
16. PEMKAB Bantul.
17. PEMKAB
Karawang.
18. PEMKOT
Serang.
19. PEMPROV
Banten
20
Nominal
No Provinsi Bantuan hukum Untuk orang Miskin Dasar Hukum
perkasus
20. PEMKOT
Padang.
21. PEMKOT Di Makassar, dana bantuan hukum punya
Makassar mata anggaran sendiri dalam APBD.
Besarannya 5 juta rupiah untuk kasus
pidana dan 7 juta rupiah untuk kasus
perdata. Total anggaran yang disediakan
adalah Rp56 juta.
22. Pemkab Musi
Banyuasin
21
Adanya pemberian Bantuan Hukum oleh Pemda ini di satu sisi memperluas akses
keadilan, namun di sisi lain menjadi tantangan bagi Panitia Pengawas Daerah untuk
memastikan tidak adanya double payment atas satu perkara.
Jelas, Pemberian Bantuan Hukum sudah selama ini dilakukan oleh Lembaga-lembaga
Bantuan Hukum yang tersebar di seluruh Indonesia. Ada beragam model pemberian
bantuan hukum. Beragam model tersebut sangat mewarnai dalam pembuatan regulasi
pelaksana di mana BPHN melibatkan banyak aktivis Pengabdi Bantuan Hukum.
Masukan-masukan tersebut terutama menyangkut mekanisme, standar, pembiayaan,
pelaporan keuangan, praktek litigasi dan non litigasi, dan lain-lain.
Mapping skema ini menemukan bahwa jumlah advokat di seluruh Indonesia hanya
berkisar 27.000 orang, tentu sangat tidak seimbang dengan jumlah orang miskin dan
hampir miskin yang diperkirakan berjumlah sekitar 80 juta orang di seluruh Indonesia
ditambah konsentrasi penyebaran advokat tidak merata. Pada umumnya ada di kota-
kota besar dan Pulau Jawa. Fakta itu diperburuk dengan sedikitnya advokat yang
menjalankan aktivitas pro bono, yang sebenarnya menjadi kewajiban mereka dalam
Undang-Undang Advokat dan PP-nya.
BPHN dengan didukung oleh Program Justice For The Poor, Bank Dunia melakukan
mapping organisasi bantuan hukum di seluruh indonesia sebagai tahap pra verifikasi.
Ada 257 OBH di seluruh Indonesia yang bisa didata. Data ini sangat penting untuk
pemetaan verifikasi. Di luar dari data pemetaan ini, diperkirakan masih ada sekitar 50
organisasi bantuan hukum lainnya yang belum terdata, khususnya dari LKBH-LKBH
Perguruan Tinggi.
3 KALIMANTAN 14
4 SULAWESI 23
5 BALI 5
6 NUSA TENGGARA 13
7 MALUKU 16
8 PAPUA 6
TOTAL 257
22
Adapun Diagram Sebaran OBH menurut Hasil Pra Verifikasi ini adalah sbb:
Sulawesi
9% Jawa
44%
Kalimantan
6%
Sumatera
26%
Nampak sebaran OBH paling banyak ada di Pulau Jawa sebanyak 44 %, disusul Sumatera
sebanyak 26% dan Sulawesi sebanyak 9 %. Sebaran tersebut juga tidak merata dalam tiap
propinsinya.
Misalnya di Jawa Tengah, dari 26 OBH hasil Pra Verifikasi, sebagian besar di Semarang
yakni 13 OBH, disusul di Solo 7 OBH, kemudian Purwokerto 2 OBH. Sesudahnya, Jepara,
Salatiga, Kendal dan Magelang masing-masing memiliki 1 OBH.
Di Sumatera pun demikian. Dari 67 OBH hasil Pra Verifikasi, Propinsi Aceh memiliki
jumlah OBH terbanyak yakni 16. Sebarannya pun tidak merata. Paling banyak di Banda
Aceh yakni 8 OBH, disusul Lhokseumawe 3 OBH. Kemudian Aceh Tengah, Aceh Selatan,
Langsa, Aceh Besar, dan Pidie masing-masing 1 OBH.
Dari hasil Pra Verifikasi ini, diperoleh gambaran untuk melakukan verifikasi lapangan.
Skenario dan simulasi pun segera dilakukan. Pembuatan kluster-kluster yang didasarkan
pada perhitungan geografis yakni jarak, waktu tempuh, bandara terdekat, dan lain-lain.
Dari kluster tersebut, diperoleh Peta Verifikasi, simulasi jumlah tim verifikator, simulasi
penjadwalan, dan seterusnya.
Salah satu tahapan pra implementasi yang dilakukan adalah melakukan study visit. Ada
3 kunjungan yang dilakukan selama pra implementasi, yakni melihat praktek posbakum
dan sidang keliling, serta mempelajari langsung implementasi Bantuan Hukum di
Georgia, Eropa Timur.
b. Verifikasi/Akreditasi
1. Berbadan Hukum;
2. Mempunyai Kantor atau Sekretariat tetap;
3. Memiliki Pengurus yang meliputi Ketua, Sekretaris dan Anggota;
4. Memiliki Program Bantuan Hukum;
5. Memiliki minimal 1 (satu) advokat yang masih memiliki ijin beracara
24
Anggota :
Tim ini dibantu oleh Kelompok Kerja (POKJA) Verifikasi yang dipimpin oleh Bambang
Palasara, S.H. (Kepala Pusat Penyuluhan Hukum).
Berdasarkan Pemetaan Pra Verifikasi yang dilaksanakan oleh Justice for The Poor, beberapa
skenario dan simulasi Tim Verifikasi dilakukan. Simulasi tersebut dibuat dengan asumsi
257 OBH hasil Pra Verifikasi. Namun ternyata antusiasme Organisasi Bantuan Hukum luar
biasa. Tercatat ada 593 Organisasi Bantuan Hukum yang mendaftar atau lebih dari dua kali
lipat hasil Pra Verifikasi. Akibatnya, jadwal verifikasi administrasi dan Faktual yang semula
dijadwalkan tanggal 13-28 Maret 2013 diundur hingga 15 April 2013.
Setelah pembentukan panitia BPHN untuk melakukan verfikasi dan akreditasi kepada
OBH, dan setelah OBH-OBH mengajukan permohonan untuk dapat diverifikasi, kegiatan
selanjutnya yang dilakukan oleh BPHN adalah melakukan proses verifikasi administrasi dan
faktual di seluruh Indonesia.
Tahapan berikutnya adalah Akreditasi dengan membagi OBH berdasarkan 3 kategori yakni:
1. KATEGORI A memiliki:
a. Jumlah kasus yang ditangani paling sxedikit 1 (satu) tahun sebanyak 60 (enampuluh)
kasus
b. Jumlah program bantuan hukum nonlitigasi paling sedikit 7 (tujuh) program;
c. Jumlah advokat paling sedikit 10 (sepuluh) orang dan paralegal yang dimiliki paling
sedikit 10 (sepuluh) orang;
d. Pendidikan formal dan nonformal yang dimiliki advokat paling rendah strata I dan
paralegal yang telah mengikuti pelatihan paralegal
e. Jangkauan penanganan kasus atau lingkup wilayah provinsi dan kabupaten/kota
f. Status kepemilikan dan sarana prasarana kantor;
g. Kepengurusan lembaga
h. Anggaran dasar dan anggaran rumah tangg
i. Laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi
j. Nomor Pokok Wajib Pajak Lembaga/organisasi bantuan hukum
k. jaringan yang dimiliki Lembaga/organisasi bantuan hukum.
2. KATEGORI B memiliki:
a. jumlah kasus yang ditangani paling sedikit 1 (satu) tahun sebanyak 30 (tiga puluh)
kasus
b. jumlah program bantuan hukum nonlitigasi paling sedikit 5 (lima) program
c. jumlah advokat paling sedikit 5 (lima) orang dan paralegal yang dimiliki paling sedikit
5 (lima) orang;
d. pendidikan formal dan nonformal yang dimiliki advokat paling rendah strata I dan
paralegal yang telah mengikuti pelatihan paralegal
e. jangkauan penanganan kasus atau lingkup wilayah provinsi dan kabupaten/kota
f. status kepemilikan dan sarana prasarana kantor
g. kepengurusan lembaga lengkap;
h. anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;
26
3. KATEGORI C memiliki:
a. jumlah kasus yang ditangani paling sedikit 1 (satu) tahun sebanyak 10 (sepuluh)
kasus; jumlah program bantuan hukum nonlitigasi paling sedikit 3 (tiga) program;
b. Jumlah advokat paling sedikit 1 (satu) orang dan paralegal yang dimiliki paling
sedikit 3 (tiga) orang
c. Pendidikan formal dan nonformal yang dimiliki advokat paling rendah strata I dan
paralegal yang telah mengikuti pelatihan paralegal;
d. Jangkauan penanganan kasus atau lingkup wilayah provinsi dan kabupaten/kota
e. Status kepemilikan dan sarana prasarana kantor;
f. Kepengurusan lembaga lengkap
g. Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
h. Laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi
i. Nomor Pokok Wajib Pajak Lembaga/organisasi bantuan hukum; dan
j. Jaringan yang dimiliki Lembaga/organisasi bantuan hukum.
Dari 593 OBH yang mendaftar, ada 14 OBH yang tidak dapat diverifikasi secara faktual.
Penyebabnya beragam, dari alamat yang tidak dapat ditemukan, sudah bubar, mengundurkan
diri dan lain-lain. Pada akhirnya, ada 579 OBH yang diverifikasi secara faktual dan
administrasi.
Sebarran Organ
nisasi Baantuan Hu
ukum yang diveriifikasi, teerlihat haampir sep
paruh
diantOrganisasi
Sebaran aranya ada
a Bantuan
di Pu
ulau Jawaa (281),
Hukum kemudiaan disusu
yang diverifikasi, ul Sumate
terlihat hampirera (127)) diantaranya
separuh dan
Sulawwesi (48)..
ada di Pulau Jawa (281), kemudian disusul Sumatera (127) dan Sulawesi (48).
31; 5%
32; 6
6%
SUMATERA
A
4
48; 8% 15
56; 27%
JAWA
31; 5% KALIMANTTAN
SULAWESI
BALI & NUSSA
TENGGARA A
MALUKU &&
281; 49%
PAPUA
Pengumuman Verifikasi/Akreditasi dilakukan tanggal 30 Mei 2013 melalui website
Kemenkumham
Pengu umuman dan BPHN.
Verifika Pengumuman
asi/Akred tersebutttanggal
ditasi dilaakukan dituangkan dalam
30 Mei 2013 Surat Keputusan
melalui
Menteri
websHukum dan Hak m
ite Kemeenkumha Asasi
dan Manusia
BPHN.
B Republik
Peengumum Indonesia
man terseebut Nomor M.HH-02.HN.03.03
dituaangkan d
dalam
Tahun
Surat2013 tanggal
t Keputus 31teri
san Ment Mei 2013
Huku tentang
um dan H Asasi
Hak Pengumuman
i Manusiaa Hasil
Repub Verifikasi/Akreditasi
blik Indoonesia
Nomo or M.HH
Pelaksanaan H‐02.HN.0
Pemberian 03.03 THukum.
Bantuan ahun 20 013 tan
Ada 310 nggal 31
1 Mei
Organisasi 2
2013
Bantuan Hukumten
ntang
yang lolos
Pengu umuman Hasil V
Verifikas i/Akredit tasi Pela
aksanaan n Pembe rian Ban
Verifikasi/Akreditasi dengan rincian Akreditasi A: 10 OBH; Akreditasi B: 21 OBH; Akreditasi ntuan
Huku
C: 279 um. Ada 310 Orgganisasi Bantuan
OBH. B Hukum yyang lolos Verifik kasi/Akreditasi
dengaan rincian Akrediitasi A: 10 OBH; Akreditas
A si B: 21 OBH;
O Akrreditasi C:
C 279
OBH.
Ada
Adapun apun hasi
hasil il Verifikaasi/Akred
Verifikasi/Akreditasi ditasi ada
adalahalah sebag
sebagai gai beriku
berikut:ut:
46
36
24
2
2
21
18
16
13 14
11 10
8 7 7 8 8
5 5 6 7 5 6 5
4 4
1 2 2 3 1
3 2 1 1
BENGKULU
BANTEN
DIY
NTB
RIAU
SUMBAR
BABEL
ACEH
BALI
GORONTALO
JAMBI
JAWA TENGAH
KALIMANTAN SELATAN
MALUKU
MALUKU UTARA
NUSA TENGGARA TIMUR
DKI JAKARTA
SULAWESI TENGGARA
JAWA BARAT
JAWA TIMUR
KALIMANTAN TIMUR
LAMPUNG
PAPUA
SULAWESI SELATAN
SULAWESI UTARA
SUMATERA SELATAN
SUMATERA UTARA
KEPRI
PAPUA BARAT
SULAWESI BARAT
SULAWESI BARAT
KALIMANTAN TENGAH
KALIMANTAN TENGAH
SULAWESI TENGAH
KALIMANTAN BARAT
Adaa 4 Prop
pinsi yan
ng hanyaa memilik
ki masin
ng‐masingg 1 (satu
u) OBH yakni
Pro
opinsi Banngka Belitung, Keppulauan R
Riau, Sulaawesi Barrat dan Su
ulawesi U
Utara.
Adapun Prosentase keberhasilan OBH yang lolos verifikasi/akreditasi per pulau adalah
Adaapun Proosentase keberhaasilan OB
BH yang lolos veerifikasi/aakreditassi per
sebagai berikut:
pulau adalahh sebagaii berikut:
BALI &
& NUSA MALUKU &
M
SUMATER
RA JAW
WA KALLIMANTAN SULAWEESI
TENGGGARA PAPUA
TOTAL 156 28
81 31 48 3
32 31
LOLOS 80 15
51 14 30 2
20 15
GAGAL 76 13
30 17 18 1
12 16
% 51,28%
% 53,7
74% 45,16% 62,50%
% 62,5
50% 48,39%
Darri grafik i
Dari grafik ituitu terlihaat justru
terlihat justru OBH OBH di S
Sulawesi
di Sulawesi dan Bali
dan Bali & Nusa& Nusa T
Tenggara
Tenggara yanga yang
nampak lebih
nammpak lebiih siap daalam men ngikuti veerifikasi//akreditasi di manna 62,5%
% lolos
siap dalam mengikuti verifikasi/akreditasi di mana 62,5% lolos verifikasi, sementara OBH
verrifikasi, seementaraa OBH di JJawa dan Sumaterra lolos seeparuhnyya.
di Jawa dan Sumatera lolos separuhnya.
i. Akredittasi A: 10 OBH
tersebar di DKI Jaakarta (2)), Jawa Teengah (2), DIY, Jaw
wa Timur,, Kaliman
ntan Selattan,
NTB, NTT T dan Sullawesi Teenggara.
ii. Akreditasi B: 21
1 OBH
tersebar di Aceh (5), DKI JJakarta (4
4), Jawa B
Barat (3), Jawa Ten
ngah (2), Jawa Tim
mur,
Sumateraa Selatan,, Sumaterra Utara, Papua, Banten, Beengkulu, DDIY.
iii. Akreditasi C: 27
79 OBH
28
i. Akreditasi A: 10 OBH
tersebar di DKI Jakarta (2), Jawa Tengah (2), DIY, Jawa Timur, Kalimantan Selatan,
NTB, NTT dan Sulawesi Tenggara.
tersebar di Aceh (5), DKI Jakarta (4), Jawa Barat (3), Jawa Tengah (2), Jawa Timur,
Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Papua, Banten, Bengkulu, DIY.
– Akreditasi A, terdiri 3 LKBH, yakni: LPKBHI Fak. Syariah IAIN Walisongo Semarang,
FH Univ. Jember, LKBH Univ. Lambung Mangkurat Kalsel.
– Akreditasi B, terdiri dari 2 LKBH, yakni: LKBHI UII Jogja dan LKBH FH UPN Veteran
Jakarta.
– Akreditasi C, terdiri dari 45 LKBH
Sebagian besar LBH/Ormas yang mendaftar untuk verifikasi dan akreditasi mengalami
kesulitan dalam memenuhi persyaratan administratif. Dokumen badan hukum,
keterangan kepemilikan/sewa kantor, sistem laporan keuangan, Standar penanganan
dan laporan serta pendokumentasian kasus, AD/ART dan SOP, mekanisme complaint,
dan semacamnya, jarang sekali didokumentasikan dengan baik dan lengkap;
Rapat Kerja Nasional Bantuan Hukum ini diikuti oleh 310 Ketua Organisasi Bantuan
Hukum terakreditasi. Tema Rakernas adalah “PERWUJUDAN AKSES KEADILAN MELALUI
BANTUAN HUKUM GRATIS UNTUK RAKYAT MISKIN”. Rapat dibuka di Istana Negara
oleh Presiden Republik Indonesia, dihadiri para Menteri, Ketua Mahkamah Agung, Jaksa
Agung, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, dan
Duta Besar Australia serta pejabat terkait. Pembukaan tersebut diisi dengan:
a) Penandatanganan Kontrak dan Pakta Integitas Pemberian Bantuan Hukum yang secara
simbolis diwakili oleh Ketua LBH YLBHI Jakarta, LBH APIK Jayapura dan LBH LP3M
Aceh.
b) Pengarahan dari Presiden Republik Indonesia
1. Standard Pelayanan Bantuan Hukum oleh Pemberi Bantuan Hukum baik litigasi maupun
non litigasi
2. Pertanggungjawaban Keuangan
3. Pengawasan Bantuan Hukum.
Narasumber Rakernas ini adalah Menteri Hukum dan HAM RI, Wakil Menteri Hukum
dan HAM RI, KPK, Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kepala Pusat Penyuluhan
Hukum.
Peningkatan kapasitas ini dihadiri oleh Ketua OBH, Bendahara OBH dan seluruh
anggota Panitia Pengawas Daerah. Materi Peningkatan Kapasitas bersifat sangat teknis,
30
Pelaksanaan Peningkatan Kapasitas ini didukung oleh UNDP dan AIPJ. Peningkatan
Kapasitas Organisasi Bantuan Hukum dan Panitia Pengawas Daerah dilakukan dengan
dukungan dari UNDP di 5 (lima) Propinsi yakni Aceh (24-25 Oktober 2013), Kalimantan
Tengah (1-2 Nopember 2013), Sulawesi Tengah, Maluku (2-3 Oktober 2013) dan Maluku
Utara (5-6 Oktober 2013). Kemudian didukung juga oleh AIPJ di 4 (empat) Propinsi
yakni Nusa Tenggara Barat (17-18 Oktober 2013), Nusa Tenggara Timur (24-25 Maret
2014), Sulawesi Selatan (23-24 Desember 2013), Sulawesi Tenggara (5-6 Februari 2014)
Peningkatan kapasitas berikutnya berupa Rapat Kerja Pengawas Bantuan Hukum yang
dilakukan pada tanggal 19-21 Desember 2013 di Jakarta atas dukungan dari Yayasan
TIFA. Peserta Raker ini ialah anggota Tim Pengawas Daerah dari 15 Propinsi yang
masing-masing terdiri dari Kepala Rutan, Biro Hukum dan staff Sub Bidang Pelayanan
dan Bantuan Hukum kantor Wilayah.
Selain rakernas Pemberi Bantuan Hukum, Kemenkumham juga mengadakan rapat bagi
Panitia Pengawas Daerah. Ada tiga rapat yang sudah dilaksanakan, yakni
Dalam rapat ini, hadir sebagai peserta ialah Kepala Bidang Pelayanan Hukum dan Kepala
Sub Bidang Pelayanan Hukum dari 33 Kantor Wilayah. Dibuka dengan Pengarahan dari
Wamenkumham, acara ini menghadirkan para narasumber dari Kepala BPHN, Bappenas,
Kemenkeu, KPK, Inspektur Jenderal Kemenkumham, serta pejabat pengelola keuangan
di BPHN.
Rapat Kerja Teknis ini didukung sepenuhnya oleh Yayasan TIFA. Dalam kesempatan
ini, BPHN mengundang anggota Panitia Pengawas Daerah yang meliputi Kepala Rumah
Tahanan, Biro Hukum Pemda dan 1 (satu) orang staff Sub Bidang Penyuluhan dan
Bantuan Hukum dari 15 Kantor Wilayah. Dalam rapat yang sangat teknis ini, hadir
sebagai narasumber Kepala BPHN, Dirjen PAS, KPK, serta pejabat pengelola keuangan
BPHN.
3. Temu Konsultasi Bantuan Hukum di jajaran Kementerian Hukum dan HAM 12-14
Februari 2014
Temu Konsultasi Bantuan Hukum ini dihadiri oleh Kepala Divisi Pelayanan Hukum
sebagai ketua Panitia Pengawas Daerah tahun 2014 dan Kepala Bidang Pelayanan
Hukum sebagai sekretaris Panitia dari 33 Kantor Wilayah. Dibuka oleh Menteri Hukum
dan HAM RI, Temu Konsultasi ini menghadirkan para narasumber yakni Kepala
BPHN, Sekretaris Jenderal Kemenkumham, Inspektur Jenderal Kemenkumham, KPK,
Sekretariat TNP2K, serta pejabat pengelola keuangan di BPHN.
31
f. Sosialisasi
i. LEVEL PROPINSI.
Tahun 2012 BPHN melaksanakan sosialisasi di 15 Propinsi dengan mengundang
stakeholder di tingkat propinsi dan menghadirkan narasumber yang berkompeten.
iii. TALKSHOW
1. RRI.
2. RADIO KBR68H (direlay oleh 150 stasiun radio di seluruh Indonesia)
59. Didukung oleh UNDP, BPHN
3. SUARA ANDA METRO TV menghadirkan Kepala Badan Pembinaan Hukum
Nasional serta Direktur YLBHI Alvon Kurnia Palma.
4. Dokudrama Obrolan Hukum di TVRI.
Faktadan Fakta
g. Data dang. Data d a Reimbu
ursemen
Reimbursement nt 2013
2013
Postur Anggaran 2013
Anggaran
Postur A n 2013
20013
Pe
ersiapan
MONITORIING 6
641.011
1.873.839 (
(1,57%)
(4,59%
%)
NON
LITIGASSI
LITIGASI
13.430.7
760
(32,87%
%)
24.910.000
2 0
(60,97%)
(Daalam Ribu))
1. Highlite Jenis Layanan:
Litigasi: 1110 Perkara
ite Jenis L
1. Highli Layanan
n:
Litigasi:
Non Litigasi: 1090 Pe
1105 Kegiatan erkara
gasi: 104
Non Litig 40 Kegiattan
2. Jumlah Pemberi Bantuan Hukum yang melakukan Reimbursement:
194 OBH
h Pembe
2. Jumlah eri Bantuan Hukum yang m
melakukan Reimb
bursemeent:
3. Penyerapan Anggaran
194 OBH
H
Reimbursement 2013
3. Penye rapan Annggaran : Rp 3.063.332.500 (74 OBH)
Reim
Reimbursement mbursem
Tunggakan ment 2013 : Rp 2.497.433.600
2013 : R
Rp 3.063
3.332.5000 (74 OB
BH)
Reim mbursemment Tunnggakan 2 2013 : R Rp 2.497
7.433.6000
(140 OBH -20 OBH diantaranya termasuk yang juga sudah mendapat reimbursement
(1440 OBH ‐‐20 OBH diantara anya term masuk yaang juga sudah m
mendapat
2013)
reimmbursemment 201 13)
Total : Rp 5.560.766.100
Totall : Rp 5.56
60.766.1000
30
33
Prrosentaase Daana Ban
ntuan Hukum
m
30%
Litigaasi
Non Litigasi
70%
4. hamba atan Rea
4. hambatan alisasi An
Realisasi nggaran
Anggaran
1. P
Penerimaa manfaatt bantuan n hukum tidak mengetahu ui adanyaa UU Ban ntuan
1. Penerima
Huk kum, manfaat
hak bantuan
k dan hukumdari
keewajiban tidakPemengetahui adanya UU
enerima Bantuan Bantuan
Hukum Hukum,
yang diatur
oleh
hak h UU
dan Bantuan dari
kewajiban Huukum, se
Penerimarta mekaanisme
Bantuan Hukumb bagaiman na dan
yang diatur oleh k
kepada s
UU Bantuan siapa
per rmohonan n bantua an hukum m harus d dilakukan n.
Hukum, serta mekanisme bagaimana dan kepada siapa permohonan bantuan
hukum harusn
2. Persoalan dilakukan.
lain, b
bahwa peenerima manfaat bantuan n hukum tidak hanya
h
karrena alasan miskiin, juga alasan marjinalit
m tas sosiall, politik dan bud daya,
kelo ompok minoritas
m s dan renta,
r se
erta pen
nyandang g disabil
2. Persoalan lain, bahwa penerima manfaat bantuan hukum tidak hanya karena alasan itas. Dim
mana
kelo ompok tini
t tidakk diakom modasi olleh UU Bantuan n Hukum m. Sehiingga
miskin, juga alasan marjinalitas sosial, politik dan budaya, kelompok minoritas dan
mu uncul perrsoalan k kesulitan dalam m memenuh hi syarat admintsrratif.
renta,
serta penyandang disabilitas. Dimana kelompok tini tidak diakomodasi oleh
UU Bantuanreimbursem
3. ssistem Hukum.ment dan pelapor
Sehingga muncul an dengaan standa
persoalan ar akunta
kesulitan dalamansi yang
memenuhi sulit
me njadi mom mok bagi
syarat admintsratif. i OBH;
4. SSebaran O OBH yangg tidak meerata. Ada 4 Propiinsi yang masing‐m masing h hanya
memiliki
3. Sistem 1 (satu) O
reimbursement OBH, yak
kni Propi
dan pelaporan nsi standar
dengan Kepu
ulauan Riau,
R yang
akuntansi Bansulit
gka menjadi
Belittung,
Sulaawesi
momok bagiBa arat dan Sulawessi Utara. Demikiaan juga, sebaran OBH seecara
OBH;
kesseluruhan n hanya m menjangkau kuran ng dari 500 % kabup paten di IIndonesiaa;
4. Sebaran OBHya jumlah
Kurangny
5. K yang tidak Advokat
merata. t yang ada
Ada 4 Propinsi yang masing-masing hanya memiliki
a di OBH;
1 (satu) OBH, yakni Propinsi Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Sulawesi Barat dan
6. MMinimnyaa waktu, yyakni han nya 5 bulan terhitu ung dari tanggal 1 1 Juli hinggga 9
Sulawesi Utara. Demikian juga, sebaran OBH secara keseluruhan hanya menjangkau
Dessember 2013;
kurang
dari 50 % kabupaten di Indonesia;
Banyak O
7. B
5. Kurangnya BH yang
jumlah belum m
Advokat emiliki S
yang ada K Pengessahan Bad
di OBH; dan Huku um dari D Ditjen
Adm ministrassi Hukum Umum; sserta
6. Minimnya
8. SSumber D waktu, yakni
Daya Man hanyaKantor Wi
nusia di K 5 bulan ilayah yan
terhitungng belum
dari tanggal
m memada1 Juli hingga
ai baik se 9
ecara
kuaantitas ma
Desember aupun ku
2013; ualitas.
7. Banyak OBH yang belum memiliki SK Pengesahan Badan Hukum dari Ditjen
Administrasi Hukum Umum; serta
8. Sumber Daya Manusia di Kantor Wilayah yang belum memadai baik secara kuantitas
maupun kualitas.
34
35
C
LAYANAN BANTUAN HUKUM GRATIS
UNTUK ORANG MISKIN TAHUN 2013
36
NAN BAN
C. LAYAN NTUAN H
HUKUM G
GRATIS U
UNTUK OR
RANG MIISKIN TA
AHUN 2013
1. Jenis Layanan
Layanan
1. Jenis L
C. LAYAN
NAN BAN
NTUAN H
HUKUM G
GRATIS U
UNTUK OR
RANG MIISKIN TA
AHUN 2013
a. Litigas
si
a. Litigasi
1. Jenis L
Layanan
i. Pidana
a. Litigas
si
Prose
entase Bantu
uan Hukum Litigasi
1%
Prose
entase Bantu
uan Hukum Litigasi
1%
26%
Pidana
26%
Perdata
Pidana
Perdata PTUN
73% PTUN
73%
i. Pidana
i. Pidana
i. Pidanaa a
Jen Jen
nis Kasus
s Pidanaas Pidana
nis Kasus a Judi
1
1% 0% 0% Judi
1
1% 0% 0%
1%
% 1%
1%
%4% 2% 3%
2% %
4%
3% 1% KDRTT
0% 4% %
4% KDRTT
0% 8%
0%
% Koru
upsi
1% 8%
0%
% Koru
upsi
1% 2%
2
Lain‐‐lain
2
2%
Lain‐‐lain
34% Lakaalantas
%
11%
34%Narkkoba Lakaalantas
%
11%
0%
4%
Pembalakan
Narkkoba
0%
4% 1
14% Pembunuhan
6%
% Pembalakan
0%
0% 1% Penaadah
2%
1
14% Pembunuhan
6%
%
0%
0% 1% Penaadah
2%
32
37
ii. Perdata
ii. Perdata
ii. Perdata
Jeniss Kasuss Perdaata
1%
1%
Jeniss Kasuss Perdaata
0
0% 0%
1% 00% 1%
0% %
1%
1% 1%
2% 2 % % 3%
1% Isbath Nikaah
3% 3%
2% 2% 3% Isbath Nikaah
Jual Beli
Jual Beli
Lain‐lain
Lain‐lain
Penipuan
Penipuan
Perburuhan
Perburuhan
Perceraian
Perceraian
Rumah Tan ngga
Rumah Tan ngga
sengketa ta
sengketa ta anah
anah
Warisan
Warisan
Hutang Piu
utang
Hutang Piu
utang
86%
86% Pendidikan
nn
Pendidikan
b. Non Litigasi
itigasi
b. Non Li itigasi
b. Non Li
Pro
osenta
osentase Ban
Pro ntuan H
se Ban Hukum
ntuan H m Non Litigas
Hukum
m Non Litigassi
Drafting do
okumen huk
Drafting do kum
okumen hukkum
3%
3%
6% Investigasi kasus
kasus
6%
22%
22% Konsultasi h
hukum
Konsultasi h
hukum
Mediasi
Mediasi
31%
%5%
5% % 31%
Negosiasi
Negosiasi
14% Pemberdayyaan masya
Pemberdayyaan masyarakat
rakat
14%
9% Pendampin ngan di luar
8% 9% Pendampin ngan di luar
8% pengadilan
pengadilan
2% hukum
Penelitian h
2% hukum
Penelitian h
33
33
38
i. Konsultasi
ltasi
i. Konsul
Jeniis Kasu
us Konssultasii hukum
m
Hutangg Piutang
Jual Beli
0% 0% 1%
% KDRT
4
4% 2% Kebakaaran
6% Korupsi
16%
Lain‐laiin
5%
Narkob
ba
2% 0%
Pemalssuan
22% 0%
Pembunuhan
Penadaah
11%
Pencab
bulan/Pelecehan
Pencurrian
Penelan
ntaran Anak
1%
26% Pengan
niayaan
1%
0%
4% Penggeelapan
4%
%
1% Penipuan
4%
2% 2% Perburuhan
1%
1% Perceraaian
Perkosaaan
Perlindungan Anakk
ii. Mediasi
ii. Media
asi
Jeniss Kasuss Mediiasi
1% 1%
1%
3
3% 2%
% Huttang Piutan
ng
4%
6% Juaal Beli
3% KDRT
Lain‐lain
Pem
malsuan
10%
Pen
ncurian
Pen
nggelapan
%
3% Pen
nipuan
Perrceraian
5
5%
Perrlindungan A
Anak
3% Rum
mah Tanggaa
544%
2% Waarisan
2% Lakkalantas
Pen
nganiayaan
Sew
wa Menyew
wa
34
iii. Negossiasi
2% Lakkalantas
Pen
nganiayaan
Sew
wa Menyew
wa
39
iii. Negosiasi
iii. Negossiasi
Jen
nis Kassus Ne
egosiassi
Pencabulan/Pele
han
ceh
11%
Rumah Tangga
22%
Perliindungan
A
Anak
67%
iv. Drafting Dokumen
iv. Draftiing Doku
umen
Je
enis Kasus Drrafting Dokum
men H
Hukum
Perlindungan Anaak Hutang Piutang
3% %
3%
Jual Beeli
6%
35
Lain‐lain
L
Perceraian 33%
49%
Penipuan
Penyitaan 3%
3%
40
Jenis Kasus Pendaampinggan di luar pe
engadilan
KDRTT
Lain‐‐lain
1% Lakaalantas
1%
1% Narkkoba
1% Penccabulan/Pellecehan
3% 11%
%
Penccurian denggan pemberratan
Pene
elantaran Anak
10%
1% Pengganiayaan
12% Pengggelapan
%
6% Penipuan
%
1% Penyyelundupan
n
1%
9%
Penyyitaan
Perb
buruhan
Percceraian
2%
20%
% Perkkosaan
1% 3%
1% Perkkosaan denggan pemberratan
2% 10%
2% 3%
Perliindungan Anak
Persetubuhan
Sajam
m/Bahan Peeledak
Masuk rumah taanpa ijin
Pemalsuan
Persekongkolan
n
37
41
vi. Investigasi
vi. Investtigasi
vi. Investtigasi
Jen
nis Kasu
us Inve
estigassi Kasu
us
Jen
nis Kasu
us Inve
estigassi Kasu
us
Jual Beli
2%
% 2%
2 2%
2% 4%
4 Jual
Judi Beli
4% 2% 2%
% 2%
2 2% 4
4% Judi
Lain‐lain
4%
4%
4 Lain ‐lain
Pemmbunuhan
4
4%
Pem
mbunuhan
Penccabulan/Peelecehan
7% Penccurian
Penccabulan/Peelecehan
7% 28
8% Penc
Penccurian
curian denggan pemberratan
28
8%
Penc
Pengcurian deng
ganiayaan gan pemberratan
7%
Peng
Penganiayaan
ipuan
7%
Pen ipuan
Perkkosaan
4% Perk
Perlkosaan
indungan A
Anak
4% indungan A
Perlsetubuhan Anak
Pers
Pers
Warsetubuhan
risan
4%
1
11% Warrisan
4% Keba
akaran
1
11%
2%
2 2% Kebaakaran
Narkkoba
13%
1
2%
2 2% 1
13% Narkkoba
Percceraian
Percceraian
vii.Penellitian
vii. Penelitian
vii.Penellitian
Penelitiann Hukum
Penelitiann Hukum
Korupsi
Ko3%
3rupsi
3
3%
Perlindungan A
Anak
20% Anak
Perlindungan A
Nikah Siri 20%
3% i
Nikah Sir
3%
Narkoba
6%
Narkoba
6%
Lain‐lain
68%
Lain‐lain
68%
38
38
42
Pendid
dikan
21dikan
%
Pendid
21%
Lain‐lain
58% n
Lain‐lai
58%
ix. Penyuluhan Hukum
ix. Penyu
uluhan H
Hukum
ix. Penyu
uluhan H
Hukum
Penyyuluhan Huku
um
Penyyuluhan Huku
um
2% 1%
2%
2% 1% 1%
2% 1%
7%
7% Isbath Nikah
13%
13% Isbath Nikah
1% Juaal Beli
1% Juaal Beli
1% KDRT
1% KDRT
Lain‐lain
3
3% Lain‐lain
3
3% Narkoba
Narkoba
Penndidikan
7%
% Penndidikan
Perrburuhan
7%
% Perrburuhan
Perrceraian
Perrceraian
1% Perrkosaan
1% Perrkosaan
Perrlindungan A
Anak
Perrlindungan A
Anak
Rummah Tanggaa
61% Rummah Tanggaa
Waarisan
61%
Waarisan
43
104; 19%
%
236; 44
4%
104; 19%
%
236; 44
4%
82; 1
15%
82; 1
15%
Profiil Usia
Pene
erima B
Bantuaan Hukkum Litigasi
Profiil Usia
Pene
erima B
Bantua
10%
%
an Hukkum Litigasi
10%
% An
nak
Deewasa
An
nak
Deewasa
90%
%
90%
%
40
2
2% 1%
1% 1%
1%
3%
44 Akadem
mi
15%
2
2% 1%
Perguru
uan Tinggi
1% 1%
1% Sarjana
2
2%
3% 1%
1% 1%
1% Akadem
mi SD
15%
3% Perguruuan TinggiSMA
Akadem mi
15% 16%
Sarjana
42% Perguru SMP
uan Tinggi
SD
Sarjana Tidak dicantumkan
n
SMA
16% SD
SMP Tidak seekolah
42%
SMA
16% Tidak dicantumkan Tidak ta
n amat SD
42% SMP
18% Tidak seekolah Tidak ta amat SMP
Tidak dicantumkan n
Tidak taamat SD
Tidak seekolah
18% Tidak taamat SMP
Tidak taamat SD
18%
Tidak taamat SMP
ProfilProfil
l Usial Usia
Pene
Pene erima B
erima B Bantua
Bantuaan Huk an Huk
kum Pikum Pi
dana dana
Profill Usia
Pene
erima B
Bantuaan Hukkum Pidana
14%
%
14%
%
14%
% Anak
Dewasa
Anak
Anak Dewasa
86%
% Dewasa
86%
%
86%
%
Profill Tingkkat Penndidikaan Penerima Bantu uan
Hukum P Perdataa
Profil l Tingk
Profil kat Pen
l Tingk ndidika
kat Pen an Pen
ndidika erima erima
an Pen Bantu uan
Bantu
uan
% 1%
1% 1%
Hu kum PPerdataa Akadem
mi
7% 4%
7%
Hukum P
Perdataa Perguruan Tinggi
1%
% 1%
1% SDAkadem
1% mi
1%
% 7% 4% 1%
7%
SMA Akadem
Perguruan Tinggi mi
7% 4% SMP
%7%
26% SD Perguruan Tinggi
Tidak d
SMAdicantumkan
n
44% SD
Tidak s
SMPekolah
%
26% SMA
9% Tidak tamat SD
Tidak d
dicantumkan
n
44% SMP
%
26% Tidak M
Mencantum
Tidak sekolahmkan
Tidak d
dicantumkan
n
44% 9% Tidak tamat SD
Tidak M Tidak s
mkan ekolah
Mencantum
9% Tidak tamat SD
41 Tidak M
Mencantummkan
41
45
Prof
Prof fil Usia
Prof
fil Usia a a
afil Usia
Pene
Pene erima
Pene
erima Bantu
erima
BantuBantuan Huk
an Huk kum Pe
an Huk
kum Pe erdata
kum Pe
erdata a
a erdata
a
2%
2% 2%
An
nak
An
nak An
nak
Dewasa
Dewasa
Dewasa
98%
98%
98%
Prrofil Pe
Prrofil Pe ekerjaa
ekerjaa an Pen
an Pen nerima
nerima Bantu
Bantu uan Hu
uan Hu ukum
ukum
Prrofil Peekerjaa Littigasi
Litan Pen
tigasi nerima Bantu uan Hu
ukum
Littigasi
Guru
Guru 1%
Buruh 1%
Buruh12%
12%
Wiraswastta Ibu
Guru
Wiraswastta
22% Ibu rumah 1%
r Buruh
Tidak Bekerja 22% r tangga
rumah t
Tidak Bekerja t ta 19%
tangga
12%
5
5% Wiraswast Ibu
5 PNS PNS
5% 19%
1% Petani 22% r
rumah
1% Bekerja Karyawan
Tidak Petani13% Karyawa n t
tangga
Swasta
5 13%
5% PNS Swasta22% 19%
1% 22%
P
Pelajar Petani Karyawan
P
Pelajar
5% 13%
5% Swasta
22%
Pelajar
P
5%
Prof
Prof fil Pek
fil Pek erjaan
erjaan n Pener
n Pener rima B
rima B Bantua
Bantua n Huku
n Huku um
um
Pida
Pida ana
ana
Proffil Pekerjaan
n Penerrima B Bantuan Huku um
Ibu rumah tangga
Pida
Buruh12% ana 8%
Buruh Ibu rumah tangga
8
8%
8
12%
Wirraswasta
Wirraswasta
27%
27%
Buruh Ibu rumah tangga
Karyaw wan
Tidak Bekkerja Karyaw wan 8%
8
Tidak Bekkerja 12%
Swas sta
8% Swassta23%
8% Wirraswasta23%
Petani %
PNS Petani14% %
PNS 1% 14% 27%
1% Pelaajar
Pelaajar7% wan
% Karyaw
Tidak Bekkerja 7%%
Swassta
8%
Petani 23%
%
PNS 14%
1%
Pelaajar
7%%
42
42
46
Profiil Pekeerjaan Peneriima Baantuan
n Huku
um
Perdaata
Bu
uruh
2% 2%
1% 10% 11% Gu
uru
Ibu
u rumah tan
ngga
9%
Karyawan Swaasta
1%
%
Peelajar
Peetani
20%
44%
% PN
NS
Tid
dak Bekerja
Wiiraswasta
Profiil Jenis K
Kelamin
n
Pene Profiil Jenis K
rima Ba Kelamin
Hukum nPerdataa
D. SNAPS
SHOT KO
ONTRAK 2014 antuan H
Penerima Baantuan H Hukum Perdataa
1. JUMLA AH OBH Y YANG ME ENANDATANGAN NI KONTR RAK: 298 8 OBH
Catatan:
12 OBH ttidak ikutt penandaatanganan kontrak k karena satu dan lain hal.
12 OBH iitu ada di Propinsii Jambi (2 28%
2), Sulaweesi Selataan (2), Riaau, Sumattera Selattan,
Bengkulu u, DKI Jak
karta, NTTT, Maluku 28%
u Utara, P
Papua, Papua Baraat. Laki‐laki
Laki‐laki
Perempuan
2. POSTU UR ANGG GARAN BA ANTUAN N HUKUM M 2014
Persiapaan Pelakssanaan Ba antuan H
Hukum Perempuan
571.995.000
72%
72% 45.000.0 00.00
Pelaksanaan Ban ntuan Huk kum Litiggasi dan N
Non Litigaasi 0
Monitorring ‐ Evaaluasi dan
n Pengawwasan 4.428.005.000
RINCIAN PELAK KSANAAN N BANTU UAN HUKUM LITIG GASI DAN N
NON LIT TIGASI 30.395.000.00
Litigasi 0
12.092.640.00
Non Litiigasi Profiil Jenis K
Kelamin
n 0
Pene Profiil Jenis K
Kelamin
erima Baantuan Hukum n
Luncuraan Pembaayaran Keegiatan Liitigasi daan Non Littigasi Tah
m Pidanaa
hun
2013 2.512.360.000
Pene
erima Baantuan Hukum m Pidanaa
Keggiatan
n Anggaaran Bantuan
n Huku
um
14%
1%
14%
9% Laki‐laki
Persiap
pan Pelaksa
Laki‐laki
Bantuan Hukum Perempuan
Perempuan
86% Pelaksaanaan Bantu
Hukum m Litigasi dan
86% Litigasi
Monito
oring ‐ Evalu
Pengaw
wasan
90%
43
47
Profiil Jenis K
Kelamin
n
Pene
erima Baantuan Hukum m Litigasii
Profiil Jenis K
Kelamin
Profiil Jenis K n
Kelamin
n
Pene
erima Ba
Pene antuan Hukum
erima Baantuan Hukum m Litigasi
m Litigasiii
32%
Laki‐laki
32% Perempuan
32%
68% Laki‐laki
Laki‐laki
Perempuan
Perempuan
68%
68%
Profiil Jenis K
Kelamin
n
Pen
nerima BBantuan n Hukum
m Non
Profiil Jenis K
Kelamin
Profiil Jenis K n
Kelamin
n
Litigassi
Pen
nerima B
Pen
nerima BBantuan
Bantuan n Hukum
m Non
n Hukum
m Non
Litigassi
Litigassi
24%
Laki‐laki
24% Perempuan
24%
76% Laki‐laki
Laki‐laki
Perempuan
Perempuan
76%
76%
Profiil Jenis K
Kelamin n
Pene
erima Baantuan Hukum m Litigasii
Profi
Profiil Jenis K
Kelamin
il Jenis K
Kelamin n
n
dann Non LLitigasi
Pene
erima Ba
Pene antuan Hukum
erima Baantuan Hukum m Litigasi
m Litigasii i
dan
dann Non L Litigasi
n Non LLitigasi
47% Laki‐laki
53% Perempuan
47% Laki‐laki
47% Laki‐laki
53% Perempuan
53% Perempuan
48
49
D
SNAPSHOT KONTRAK 2014
Ibu
u rumah tan
ngga
9%
Karyawan Swaasta
1%
%
Peelajar
50 Peetani
20%
44%
% PN
NS
Tid
dak Bekerja
298 OBH
Catatan:
D. SNAPSSHOT KO ONTRAK 2014
12 OBH tidak ikut penandatanganan kontrak karena satu dan lain hal.
1. JUMLA
12 OBHAH OBH Y YANG ME
itu ada di PropinsiENANDA TANGAN
Jambi (2), NI KONTR
Sulawesi SelatanRAK: 298
(2), Riau, 8 OBH
Sumatera Selatan, Bengkulu,
Catatan:
DKI Jakarta, NTT, Maluku Utara, Papua, Papua Barat.
12 OBH ttidak ikutt penandaatanganan kontrak k karena satu dan lain hal.
12 OBH iitu ada di Propinsii Jambi (2 2), Sulaweesi Selataan (2), Riaau, Sumattera Selattan,
Bengkuluu, DKI Jak karta, NTT T, Malukuu Utara, P
Papua, Papua Baraat.
2. POSTUR 2. POSTU
ANGGARAN
UR ANGG
BANTUAN
GARAN BA
ANTUAN
N HUKUM
HUKUM 2014
M 2014
Persiapaan Pelakssanaan Baantuan H
Hukum 571.995.000
45.000.000.00
Persiapan
Pelaksa Pelaksanaan
naan Banntuan HukBantuan Hukum
kum Litig
gasi dan NNon Litigaasi 571.995.000 0
Monitor ring ‐ Eva
Pelaksanaan aluasi dan
Bantuan n Pengaw
Hukum wasan
Litigasi dan Non Litigasi 4.428.00 5.000
45.000.000.000
Monitoring - Evaluasi dan Pengawasan 4.428.005.000
RINCIAN PELAK KSANAAN N BANTU UAN HUKUM LITIG GASI DAN N
NON LIT TIGASI 30.395.000.00
RINCIAN PELAKSANAAN BANTUAN HUKUM LITIGASI
Litigasi 0
DAN NON LITIGASI
12.092.640.00
Litigasi 30.395.000.000
Non Litiigasi 0
Non Litigasi
Luncura an Pembaayaran Keegiatan Liitigasi daan Non Littigasi Tah
hun 12.092.640.000
2013
Luncuran Pembayaran Kegiatan Litigasi dan Non Litigasi Tahun 2013 2.512.36 0.000
2.512.360.000
Keggiatan
n Anggaaran Bantuan
n Huku
um
1%
9%
Persiap
pan Pelaksa
Bantuan Hukum
Pelaksaanaan Bantu
Hukum m Litigasi dan
Litigasi
Monito
oring ‐ Evalu
Pengaw
wasan
90%
43
51
Pelakksanaaan Ban
ntuan HHukum m Litigaasi
d
dan Noon Litiggasi
6%
Litigasi
27%
Non Litigasi
Luncuraan Pembayaaran Kegiat
67% Litigasi dan Non Littigasi Tahu
2013
3. JUMLAH PEKERJAAN LITIGASI DAN NON
3. JUMLA
AH PEKERJAAN L
LITIGASI DAN NON
N LITIGA
ASI
LITIGASI
Jumlah L
Litigasi : 6.034
4 Perkara
a
Jumlah Litigasi : 6.034 Perkara
Jumlah N
Non Litig gasi : 8.464
4 Kegiata
an
10 OBH A
Akredita
Melalui:asi A: 70 Litigasi +
+ 7 Pake
et Kegiata
an Non L
Litigasi
21 OBH A
Akredita
10 OBH asi B: 40
Akreditasi Litigasi +
+ 5 Pake
A: 70 Litigasi et Kegiata
+ 7 Paketan Non L
Litigasi
Kegiatan Non Litigasi
267 OBH
H Akredittasi C: 17 ket kegiattan Non Litigasi
7 Litigasii + 3 Pak
21 OBH Akreditasi B: 40 Litigasi + 5 Paket Kegiatan Non Litigasi
267 OBH Akreditasi C: 17 Litigasi + 3 Paket kegiatan Non Litigasi
E
PERLUASAN AKSES KEADILAN MELALUI
PENGUATAN SISTEM BANTUAN HUKUM
54
Salah satu komitmen Kementerian Hukum dan HAM RI sebagai Penyelenggara Bantuan
Hukum adalah Perluasan Akses Keadilan melalui Program Bantuan Hukum. Untuk
perluasan tersebut, dibutuhkan beberapa pemetaan yakni Sebaran Pemberi Bantuan
Hukum dan Kebutuhan Bantuan Hukum serta jangkauan. Di samping itu, juga dibutuhkan
Pemetaan Kebutuhan Biaya Bantuan Hukum dengan memperhatikan faktor geografis serta
jenis kasus dan jenis pendampingan. Kemudian, perluasan akses keadilan melalui bantuan
hukum juga harus didasarkan pada pemetaan Kebutuhan Verifikasi 2014.
Pemetaan Awal Kebutuhan Bantuan Hukum ini dilakukan dengan cara membandingkan data
jumlah penduduk miskin, data jumlah tahanan dan jumlah OBH di masing-masing propinsi.
Penduduk miskin diasumsikan sebagai sasaran kegiatan non litigasi dari OBH. Sedangkan
Tahanan merupakan sasaran pemberian bantuan hukum litigasi. Data Penduduk Miskin
diperoleh dari TNP2K, sementara data Tahanan diperoleh dari Ditjen Pemasyarakatan.
Untuk data Tahanan, belum dipilah yang sudah atau belum mendapat bantuan hukum,
dan belum juga dipisahkan miskin atau tidak. Juga untuk penduduk miskin belum dipilah
berapa di antara mereka yang menjadi pencari keadilan. Juga berapa di antara mereka yang
kemudian menjadi Tahanan.
Jumlah Penduduk Miskin dan Jumlah Tahanan diasumsikan sebagai Demand. Sementara
Jumlah OBH di masing-masing propinsi untuk Supply bantuan hukum. Tentu saja masih
ada beberapa akses keadilan lainnya, misalnya informal justice, praktek Pro-Bono, Sidang
keliling, Pos Pelayanan Hukum di Pengadilan, dan praktek pendampingan OBH yang
belum terakreditasi, serta bentuk akses keadilan lainnya. Karena itu kelak dibutuhkan
penelitian yang lebih mendalam mengenai jangkauan bentuk-bentuk akses keadilan secara
keseluruhan.
Pemetaaan awal kebutuhan bantuan hukum ini diharapkan memberi gambaran awal
mengenai kebutuhan bantuan hukum untuk rakyat miskin.
Salah satu hambatan keberhasilan program bantuan hukum adalah sebaran pemberi
bantuan hukum yang tidak merata. Dari Prosentase sebaran OBH yang lolos verifikasi,
terlihat hampir 50% berada di Pulau Jawa, kemudian disusul Sumatera 26%. Hal ini
sebenarnya sudah terlihat sejak mapping pra-verifikasi dimana sebaran OBH paling
banyak ada di Pulau Jawa sebanyak 44 %, disusul Sumatera sebanyak 26% dan Sulawesi
sebanyak 9 %. Sangat mungkin sebaran ini mengikuti prosentase jumlah penduduk.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik, sebaran penduduk di Pulau Jawa yang luasnya
hanya 6,9% dari Indonesia adalah 50,8%, disusul Sumatera 21% dan Sulawesi 7,2%.
Jika demikian, maka semakin banyak penduduk, maka semakin besar kebutuhan akan
bantuan hukum. Karena itulah maka sebaran OBH terkonsentrasi di Pulau Jawa.
ini mengikuti prosentase jumlah penduduk. Menurut data dari Badan Pusat
Statistik, sebaran penduduk di Pulau Jawa yang luasnya hanya 6,9% dari
Indonesia adalah 50,8%, disusul Sumatera 21% dan Sulawesi 7,2%. Jika
demikian, maka semakin banyak penduduk, maka semakin besar kebutuhan akan 55
bantuan hukum. Karena itulah maka sebaran OBH terkonsentrasi di Pulau Jawa.
PROSENTASE
SEBARAN OBH YANG LOLOS VERIFIKASI
PER ‐ PULAU
Total BALI &
NUSA
TENGGARA
6%
SUMATERA
26%
SULAWESI JAWA
10% 49%
MALUKU &
PAPUA KALIMANTAN
5% 4%
8
Tahun 201
11
Bali dan
B
Nusatenggara; Jawa; 12,19
15,63
Kalimantan; 6,92 Sumatera;; 12,56
Sulawesi; 12,2
Paapua dan
Maluuku; 25,95
Melihat diagram di atas, terlihat bagaimana sebaran OBH sama sekali tidak mengikuti
Melihat penduduk
sebaran diagram miskin.
di atass, terliha
Sebaran t bagaim
49% OBHmana seb
di Pulau baran OB
Jawa akanBH melayani
samaa sekali
12,19%tidak
mengikuti
penduduk miskin an total
sebara
dari pendu uduk miiskin.
penduduk Seb
di Pulau baran 49
9% OBH
Jawa, sementara H sebaran
di Pulaau OBH
5% Jawa diakan
melayani i 12,19%
% pendud uk miski n dari to
otal pend uduk di Pulau
Papua dan Maluku akan melayani 25,95% penduduk miskin dari seluruh Penduduk Jaw
wa, semeentara
di
sebaran 5 5% OBH di Papua dan Malu uku akan melayan ni 25,95%
% pendudu uk miskin n dari
seluruh Pendudu uk di du ua pulau u tersebu ut. Artin
nya, prossentase sebaran OBH
sebandin ng dengann prosen ntase jummlah pend duduk, naamun tiddak dengaan proseentase
jumlah penduduk k miskin d di Pulau tersebut.
56
dua pulau tersebut. Artinya, prosentase sebaran OBH sebanding dengan prosentase
jumlah penduduk, namun tidak dengan prosentase jumlah penduduk miskin di Pulau
tersebut.
Sebaran yang mengikuti distribusi Luas dan Penduduk menurut Pulau ternyata juga
tidak jika kita melihat lebih dalam per propinsi. Terlebih jika kita membandingkan
jumlah Kabupaten yang ada OBH dengan jumlah kabupaten tanpa OBH.
Jika kita melihat lebih detail sebaran OBH Terakreditasi per kabupaten di Pulau Jawa,
maka terlihat bahwa sebaran tersebut baru bisa melayani lebih dari 80% kabupaten
di Propinsi Banten, DKI Jakarta dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Di DKI Jakarta
misalnya, praktis hanya Kepulauan Seribu yang tidak memiliki OBH, sedangkan di
Daerah Istimewa Yogyakarta, hanya Kabupaten Kulonprogo yang tidak memiliki.
40 38
35
35
30
27
25
Kota/Kab yang
20 memiliki OBH
Terakreditasi
16
15
Total Kota/Kab di
11 11
Propinsi
10 8
6 6
5 5
5 4
0
Banten DI Jogjakarta DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur
Namun jika kita melihat Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, maka akan terlihat
betapa disparitas antara kabupaten dengan OBH dan tanpa OBH. Di Jawa Barat, dari
27 Kabupaten, hanya 11 Kabupaten di antaranya yang memiliki OBH (atau hanya 40
%), sementara di Jawa Tengah dari 35 Kabupaten, keberadaan OBH hanya ada di 16
Kabupaten (atau hanya 45%). Kesenjangan yang lebih lebar ada di Jawa Timur, di mana
dari 38 Kabupaten, hanya ada 11 Kabupaten yang memiliki OBH (atau hanya 28%).
Jelas perbandingan jumlah Kabupaten dengan OBH dan tanpa OBH di Jawa Barat,
Jawa Tengah dan Jawa Timur sangat timpang. Walaupun wilayah kerja OBH bisa lintas
Kabupaten asal dalam propinsi, namun 24 OBH di 11 kabupten di Jawa Timur harus
menjangkau luas wilayah hampir 48.000 km2. Sedangkan 16 OBH di 11 Kabupaten di
Jawa Barat harus melayani hampir 35.000 km2 luas wilayah. Sedangkan luas wilayan
32.500 km2 harus dijelajahi oleh 36 OBH di 16 Kabupaten di Jawa Tengah.
57
Sebaran 49% OBH di Pulau Jawa ini tentu tidak sebanding dengan sebaran Penduduk
Miskin yang mencapai 12,9% dari total penduduk pulau Jawa. Tentu saja walau hanya
12,9% prosentasenya, namun jumlah penduduk miskin di Pulau Jawa adalah 16,7 Juta
–jumlah penduduk yang harus dilayani oleh hanya 150 OBH.
Tentu akan menarik jika sebaran per propinsi ini juga memperhitungkan jumlah
penduduk miskin di masing-masing propinsi. Berikut adalah data jumlah penduduk
miskin dan jumlah OBH di Pulau Jawa.
Melihat tabel di atas, nampak 16 OBH di Jawa Barat di 11 Kabupaten harus melayani
4.648.000 penduduk miskin, dengan luas wilayah hampir 35.000 km2. Tentu ini sangat
tidak mungkin dilakukan. Demikian pula dengan 24 OBH di Jawa Timur dan 36 OBH di
Jawa Tengah yang masing-masing harus melayani lebih dari 5 juta penduduk miskin di
wilayah mereka sendiri.
Sebaran OBH di Pulau Sumatera yang mencapai 26 % juga tidak merata di tiap
kabupatennya. Berikut tabel perbandingan Kabupaten dengan OBH dan tanpa OBH di
Pulau Sumatera:
23
19
17
15
12
11
10 10
7 7
5
3 3 3
2
1 1 1 1
Aceh Bangka Bengkulu Jambi Kepulauan Lampung Riau Sumatera Sumatera Sumatera
Belitung Riau Barat Selatan Utara
Dari 10 Propinsi di Pulau Sumatera, jumlah OBH yang sebarannya hampir mencapai
separuh jumlah Kabupaten hanya di Propinsi Aceh di mana dari 23 Kabupaten, ada 10
Kabupaten yang memiliki OBH. Dengan kata lain, sekitar 43% dari seluruh kabupaten
di Propinsi Aceh telah tercover oleh keberadaan OBH. Namun di hampir semua Propinsi,
perbandingan Kabupaten dengan OBH dan tanpa OBH sangat kecil.
58
Ada 4 Propinsi yang hanya memiliki 1 Kabupaten dengan OBH, yakni Bangka Belitung,
Jambi, Kepulauan Riau dan Sumatera Selatan. Hal yang lumrah ada di Bangka Belitung
dan Kepulauan Riau, di mana dua Propinsi tersebut hanya memiliki masing-masing 1
OBH. Namun di Propinsi Jambi, dari 7 OBH yang lolos verifikasi, semua terkumpul di
1 Kabupaten. Hal yang sama terjadi di Sumatera Selatan, di mana 6 OBH terkumpul di
Palembang. Demikian juga perbandingan Kabupaten dengan OBH dan Tanpa OBH juga
sangat kecil. Bangka Belitung dan Kepulauan Riau masing-masing memiliki 1 Kabupaten
dengan OBH dari total 7 Kabupaten atau hanya 14% dari seluruh Kabupaten. Sedangkan
di Jambi, prosentasenya lebih sedikit lagi, yakni 1 dibanding 11 Kabupaten atau hanya 9
%. Yang paling kecil tentu di Sumatera Selatan, di mana hanya 1 Kabupaten dengan OBH
dari 17 Kabupaten atau hanya 5,8% dari seluruh jumlah Kabupaten.
Kemudian ada 4 Propinsi yang masing-masing memilii 3 Kabupaten dengan OBH, yakni
Bengkulu, Lampung (dari 15 Kabupaten) dan Sumatera Barat (dari 19 Kabupaten). Di
Propinsi Bengkulu, dari 10 Kabupaten, 8 OBH hanya tersebar di 3 Kabupaten. Kemudian
di Lampung, 7 OBH tersebar di 3 dari 10 Kabupaten. Sedangkan Sumatera Barat, 5 OBH
menyebar di 3 dari 19 Kabupaten.
Sedangkan Riau, propinsi dengan jumlah OBH terbanyak ketiga di Pulau Sumatera
(10 OBH), seluruh OBH tersebut hanya tersebar di 2 dari 12 Kabupaten. Kemudian
Sumatera Utara sebagai Propinsi dengan jumlah OBH terbanyak kedua di Sumatera (14
OBH), semua tersebar hanya di 5 dari 33 Kabupaten.
Jika kita melihat sebaran jumlah Penduduk miskin, maka sebaran 26% OBH di Pulau
Sumatera hanya akan melayani 12,56% Penduduk Miskinnya, atau sekitar 6,4 juta orang
miskin yang harus dilayani oleh hanya 75 OBH di Pulau Sumatera.
Jika prosentase tersebut dilihat per propinsi, maka akan terlihat jelas kesenjangannya.
Berikut data jumlah penduduk miskin dan jumlah OBH per propinsi:
Jumlah Penduduk
NO Propinsi Jumlah OBH
Miskin
1 Aceh 894.800 21
2 Sumatera Utara 1.481.300 14
3 Sumatera Barat 442.100 5
4 Riau 482.100 9
5 Jambi 272.700 5
6 Sumatera Selatan 1.074.800 5
7 Bengkulu 303.600 7
8 Lampung 1.298.700 7
9 Kepulauan Bangka Belitung 72.100 1
10 Kepulauan Riau 129.600 1
Dari Tabel tersebut, terlihat 21 OBH di Aceh akan melayani 894.800 penduduk miskin,
atau memiliki rasio 1 OBH melayani sekitar 42.600 penduduk miskin. Rasio ini lebih kecil
dari Bangka Belitung yang hanya memiliki 1 OBH yang harus melayani 72.100 penduduk
miskin atau bahkan Kepulauan Riau yang memiliki 1 OBH dan harus melayani hampir
130 ribu penduduk miskin.
59
Sebaran yang tidak merata juga terjadi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara. Wilayah yang
memiliki sebaran OBH sebanyak 6 % ini memiliki perbandingan kabupaten dengan OBH
dan tanpa OBH sebagai berikut:
20
15
5 4
2
0
Bali NTB NTT
Hanya di Nusa Tenggara Barat yang memiliki sebaran 7 OBH sampai mencakup 4
Kabupaten dari 10 Kabupaten, atau 40 % dari wilayah Propinsi. Di Bali, hanya ada 2
Kabupaten yang memiliki 5 OBH dari 9 Kabupaten. Sedangkan di Nusa Tenggara Timur,
dari 8 OBH, sebarannya hampir merata di 6 Kabupaten. Namun demikian, 6 kabupaten
itu hanya sekitar seperempat dari keseluruhan 22 kabupaten yang ada.
Sedangkan jika melihat sebaran kemiskinan, maka 20 OBH ini harus melayani lebih
kurang 2 juta orang miskin di tiga propinsi ini. Namun rasio di tiga propinsi ini juga tidak
merata. Di Bali, 5 OBH hanya melayani 166.200 penduduk miskin atau rata-rata 1 OBH
melayani 33.200 orang miskin. Sedangkan di Nusa Tenggara Barat, 7 OBH melayani
sekitar 900 ribu orang miskin. Hampir sama rasionya dengan Nusa Tenggara Barat di
mana 8 OBH melayani sekitar 1 juta orang miskin. Tentu saja perbandingan ini sangat
timpang karena sangat tidak mungkin bahkan jika 1 OBH harus melayani 33 ribu orang
miskin.
Sedangkan di wilayah Kalimantan, sebaran OBH yang mencapai 4 % sangat tidak merata
sebarannya di masing-masing Propinsi. Sebagai catatan, Propinsi Kalimantan Utara
belum dijadikan wilayah sebaran walaupun ada 1 OBH di sana karena belum ada Kantor
Wilayah Kemenkumham. Berikut perbandingan kabupaten dengan OBH dan tanpa OBH
di wilayah kalimantan:
60
25
20
20
15 14 14
13 Kota/Kab yang
memiliki OBH
Terakreditasi
10
Total Kota/Kab di
Propinsi
5
2 2 2
1
0
Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Kalimantan Timur
Sedangkan untuk sebaran penduduk Miskin, sebaran 4 % OBH hampir seimbang dengan
6 % penduduk yang dikategorikan penduduk miskin dari seluruh Penduduk di Pulau
Kalimantan. Berikut sebaran penduduk miskin di tiap propinsi di Pulau Kalimantan:
Tentu saja rasio paling kecil ada di Kalimantan Timur di mana 5 OBH melayani
hampir 250 ribu penduduk miskin, atau rata-rata 1 OBH melayani 50 ribu penduduk
miskin. Namun dengan luas wilayah yang paling besar, dengan jumlah 20 Kabupaten
dan jangkauan wilayah hampir satu setengah kali lipat pulau Jawa (Pulau Jawa hanya
127.569 Km2) dengan hanya 5 OBH jelas sangat tidak seimbang. Hal yang sama berlaku
bagi Kalimantan Tengah dengan 3 OBH di mana masing-masing OBH rata-rata harus
melayani sekitar 50 ribu penduduk miskin di luas wilayah yang sedikit lebih besar
dari Pulau Jawa. Kemudian di Kalimantan Barat yang luasnya juga sedikt lebih besar
dari Pulau Jawa, hanya ada 4 OBH yang masing-masing harus melayani hampir 100
ribu penduduk miskin. Di kalimantan Selatan yang luasnya hampir sama dengan Luas
Propinsi Jawa Timur, hanya ada 2 OBH yang masing-masing harus melayani hampir 100
ribu orang miskin –bandingkan dengan Jawa Timur yang memiliki 24 OBH.
61
Di Wilayah Sulawesi, sebaran OBH yang mencapai 10 % juga sangat tidak seimbang
dengan jumlah Kabupaten yang ada. Berikut perbandingan Kabupaten dengan OBH dan
Tanpa OBH di masing-masing Propinsi di Wilayah Sulawesi:
30
25 24
20
15 Kota/Kab. Memiliki
15 14 OBH
13
10 Jumlah Kota/Kab di
Prop
6 6
5
5
3 3
1 1 1
0
Gorontalo Sulawesi Barat Sulawesi Selatan Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Utara
Dari diagram itu terlihat hanya Sulawesi Tengah yang paling tinggi rasionya, dengan 8
OBH yang tersebar di 6 dari 13 Kabupaten. Sedangkan Sulawesi Selatan yang memiliki
jumlah OBH terbanyak yakni 13 OBH, sebarannya hanya ada di 3 dari 24 Kabupaten.
Sementara di Sulawesi Tenggara, 5 OBH tersebar di 3 dari 14 Kabupaten. Di Gorontalo,
2 OBH terpusat di 1 dari 6 Kabupaten. Sedangkan di dua propinsi yang masing-masing
memiliki 1 OBH yakni Sulawesi Barat dan Sulawesi Utara, perbandingannya juga sangat
timpang, di mana di Sulawesi Barat ada 6 Kabupaten dan di Sulawesi Utara ada 15
Kabupaten yang harus dilayani.
Sedangkan sebaran penduduk miskin, 10 % sebaran OBH ini hampir seimbang dengan
sebaran 12,2% penduduk miskin di Sulawesi. Berikut sebaran penduduk mskin di
masing-masing Propinsi:
Terlihat di Sulawesi Selatan, dengan 13 OBH, maka masing-masing harus melayani sekitar
64 ribu orang miskin yang tersebar di 24 Kabupaten. Hampir sebanding dengan Sulawesi
Tenggara di mana 5 OBH masing-masing harus melayani hampir 66 Ribu penduduk
miskin di 14 Kabupaten. Sedangkan di Sulawesi Tengah, 8 OBH harus melayani masing-
masing sekitar 53 ribu penduduk miskin di 13 Kabupaten. Di Gorontalo, masing-masing
OBH harus melayani sekitar 100 ribu penduduk miskin di 6 Kabupaten.
62
Sedangkan di wilayah Papua dan Maluku, di mana sebaran OBH hanya berkisar 5%,
sebaran per propinsi juga tidak merata. Berikut diagram sebaran OBH per propinsi di
wilayah Papua dan Maluku:
30 29
25
20
Kota/Kab. Memiliki
OBH
15 13
11
10 Jumlah Kota/Kab di
10 Prop
5 4
3
2 2
0
Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat
Dari diagram tersebut terlihat hanya di Maluku Utara di mana 6 OBH yang lolos
verifikasi/akreditasi tersebar di 4 dari 10 Kabupaten. Sedangkan di Maluku, 3 OBH
berada di 3 Kabupaten dari 11 Kabupaten yang ada. Rasio yang sangat timpang terdapat
di Papua, di mana 4 OBH tersebar hanya di 2 dari 29 Kabupaten. Sedangkan di Papua
Barat, 2 OBH tersebar di 2 dari 13 Kabupaten.
Jika melihat sebaran 4% dari seluruh OBH, maka 4% ini harus melayani 25 % penduduk
miskin di Wilayah ini. Berikut tabel sebaran penduduk miskin di wilayah Maluku dan
Papua:
Jika kita melihat besaran angka, terlihat jumlah Penduduk Miskin tidak sebanyak wilayah
lain, namun justru sebarannya merupakan paling besar yakni 25 % dari penduduk
miskin di Indonesia. Dengan kata lain, jumlah penduduk di wilayah ini memang relatif
lebih sedikit di banding wilayah lain, namun jumlah penduduk miskinnya justru paling
banyak. Belum lagi jika kita melihat luas wilayahnya. Papua, misalnya, luasnya mencapai
319.036 Km2 atau 16,7 % dari total luas wilayah di Indonesia. Luas Papua bahkan lebih
luas dari Kalimantan Timur, atau 2,5 kali dari Pulau Jawa dengan penduduk miskin
hampir 1 juta dan hanya dilayani oleh 4 OBH. Sedangkan Papua Barat dengan luas
97.024 Km2 atau mencapai sekitar 5 % dari total luas wilayah Indonesia (sedikit lebih
besar dari Sumatera Selatan) dengan hampir 250 ribu penduduk miskin hanya dilayani
63
oleh 2 OBH. Bandingkan dengan wilayah yang hampir sama, Sumatera Selatan dilayani
oleh 5 OBH. Sedangkan Maluku Utara dengan luas wilayah 31.982 Km2 atau hampir
seluas Propinsi Jawa Tengah, dengan hampir 100 ribu penduduk miskin, hanya dilayani
oleh 6 OBH. Bandingkan dengan Jawa Tengah yang dilayani oleh 36 OBH. Sedangkan
Maluku dengan luas wilayah 46.914 atau hampir sama dengan luas Propinsi Jawa Timur
dengan penduduk miskin hampir 370 ribu hanya dilayani dengan 3 OBH. Bandingkan
dengan Jawa Timur yang dilayani oleh 24 OBH.
Secara nasional, jika kita rekap, dari 511 Kabupaten/Kota, maka jumlah Kabupaten
dengan OBH hanya 127, atau 1/3 dibanding jumlah Kabupaten tanpa OBH yang
mencapai 384 Kabupaten. Berikut rekapitulasinya:
154
119
78
63
53 56
41
30
11 12 14
7
Jika melihat jumlah penduduk miskin, maka 310 OBH yang sebarannya tidak merata
dan tidak sebanding dengan sebaran penduduk miskin ini harus melayani sebanyak
30.019.000 orang miskin. Artinya 1 (satu) OBH harus melayani sekitar 97.000 orang
miskin dengan luas jangkauan wilayah yang juga tidak seimbang di masing-masing
Propinsi.
64
Setelah melihat perbandingan sebaran OBH dan sebaran penduduk miskin, diperoleh
perbandingan di mana 1 (satu) OBH harus melayani 97.000 penduduk miskin.
Keberadaan jumlah penduduk miskin tentu tidak serta merta menunjukkan jumlah
kebutuhan bantuan hukum mereka. Namun keberadaan penduduk miskin tersebut
merupakan sasaran kegiatan pemberian bantuan hukum non litigasi. Sehingga
idealnya pemberian bantuan hukum non litigasi yang memiliki audiens banyak seperti
penyuluhan hukum menjangkau seluruh penduduk miskin tersebut.
65
Untuk sasaran pemberian bantuan hukum litigasi, jumlah tahanan di rutan dapat
diasumsikan sebagai jumlah kebutuhan bantuan hukum litigasi (demand).
Jika membandingkan jumlah OBH, maka rata-rata 1 (satu) OBH harus melayani sekitar
417 tahanan. Sedangkan Kekuatan anggaran Litigasi untuk tahun 2014 hanya mencapai
6.405 perkara. Karena itulah ada kebutuhan litigasi bisa dilihat dengan mengurangkan
jumlah tahanan dengan jumlah litigasi yang dapat diberikan oleh OBH. Berikut adalah
tabel kebutuhan litigasi per pulau:
Pe
erpulau
u
70.00
00
61.095
57.951
60.00
00
50.00
00
00 37.000 35.541
40.00 3 Pe
erpulau
u
70.00
00 30.00
00
61.095
20.00
00 57.951 12.921 12.630 1
60.00
00 10.515 10.020
0
10.00
00 3.1
144 5.775 5.346
50.00
00 9
1.459 429 291 495 1.7352271.50
08
40.00
00 37.000 0
35.541
3
Sumateera Jaw
wa Keppulauan K
Kalimantan Sulawesi Maluku Papua
30.00
00
Nusa Tenggara
20.00
00 12.921 12.630 1 10.515 10.0200
10.00
00 Tahannan5 5.346
5.77 Jumlaah Litigasi Kebutuhan LLitigasi
9
1.459 3.1
144 429 291 495 1.7352271.50
08
0
ii.Sumate
era
Jangkauan Jaw
DanawaBantuan
Kep
pulauan 2014
Hukum K
Kalimantan Sulawesi Maluku Papua
Nusa Tenggara
Jika memperbangkan jumlah litigasi yang dapat diberikan oleh OBH dan kebutuhan
Tahan
nan Jumlaah LitigasiNasional
Kebutuhan LLitigasi
litigasi, maka terlihat secara nasional dana pemberian bantuan hukum litigasi
hanya
mencapai 5% dari kebutuhan litigasi secara
Jumlah Litiga asi keseluruhan.
Kebutuhan Litigasi
Nasional 5%
Jumlah Litigaasi Kebutuhan Litigasi
5%
9
95%
9
95%
66
Melihat kecilnya daya jangkau dana litigasi, jelaslah kiranya dana bantuan hukum perlu
ditambah.
Biaya Operasional penanganan perkara menjadi salah satu kendala dalam implementasi
Bantuan Hukum. Biaya 5 Juta rupiah per perkara dalam skema Bantuan Hukum dirasa
sangat kurang terutama menyangkut faktor geografis. YLBHI/LBH Jakarta sudah
melakukan penelitian mengenai besaran biaya ini. Berikut biaya Operasional Penanganan
Perkara (Perperkara) menurut hasil penelitian YLBHI/LBH Jakarta:
TUN Rp. 5 juta Rp. 6,5 juta Rp. 4,5 juta Rp. 4 juta 0
Jika melihat Pemetaan Kebutuhan di atas, maka biaya 5 Juta rupiah per perkara relatif bisa
mencukupi jika perkara tersebut berada di dalam kota, namun jika klien berada di luar kota,
maka relatif tidak mencukupi. Terlebih untuk propinsi-propinsi di wilayah timur dengan
luas wilayah lebih besar dari pulau Jawa dan kondisi geografis berupa kepulauan, maka biaya
5 Juta rupiah sangat kurang.
Karena itu, BPHN berencana untuk mengkaji ulang Keputusan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.HH-03.HN.03.03Tahun 2013 tentang Besaran
Biaya dengan memperhitungkan faktor geografis. Hal ini penting, mengingat OBH dilarang
meminta atau menerima uang dari klien atas perkara yang diajukan reimbursement-nya.
Melihat Pemetaan Awal Kebutuhan Bantuan Hukum di atas di mana sebaran OBH sangat
tidak merata dan tidak berbanding dengan sebaran penduduk miskin, maka verifikasi/
akreditasi OBH di tahun 2014 merupakan sebuah keniscayaan. Saat ini sedang dipersiapkan
pelaksanaan Verifikasi/Akreditasi OBH dengan memperhatikan setidaknya hal berikut:
Diharapkan dukungan dari seluruh Mitra Pembangunan kembali karena untuk tahun 2014,
verifikasi/akreditasi tidak ada di anggaran.
67
F
MENUJU LAYANAN BANTUAN HUKUM
YANG LEBIH BAIK
68
Untuk tahun 2014 BPHN mengembangkan sebuah aplikasi yang akan membantu dalam
keseragaman administrasi reimbursement. Aplikasi ini merupakan modifikasi dari model
database berbasis web yang lebih dahulu diuji coba.
Database berbasis web (Web-based Database) adalah sistem informasi database yang
menampung semua lalu lintas informasi dalam implementasi bantuan hukum secara online
dan realtime, termasuk dalam reimbursement, update kegiatan organisasi bantuan hukum,
dan informasi lainnya. Ada tiga hal yang ditampilkan dalam sistem ini, yakni:
Program ini didukung sepenuhnya oleh UNDP dan diujicobakan pada saat capacity building
di lima daerah proyek UNDP yakni Aceh, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Maluku dan
Maluku Utara.
Pada saat ujicoba, kendala terbesar yang dialami adalah jaringan internet yang tidak selalu
memadai. Terlebih jika pengisian aplikasi online ini dilakukan di blank spot area. Karena
itu, sangat riskan jika seluruh mekanisme reimbursement dilakukan secara online dengan
menggunakan sistem ini.
Kemudian data penerima bantuan hukum dalam aplikasi tersebut akan disimpan pada server
database yang akan menjadi basis data bantuan hukum secara keseluruhan. Pengolahan
data ini akan ditampilkan secara periodik di website.
Demikianlah aplikasi ini didesain supaya mudah digunakan bahkan oleh mereka yang tidak
terbiasa menggunakan komputer sekalipun. Aplikasi ini sudah dibagikan ke Organisasi
Bantuan Hukum yang menandatangani kontrak di 2014 melalui Panitia Pengawas Daerah.
2. DATABASE TAHANAN DARI DIREKTORAT JENDERAL
PEMASYARAKATAN
Salah satu masalah utama implementasi Bantuan Hukum tahun 2013 adalah Organisasi
Bantuan Hukum kesulitan mendapatkan calon penerima bantuan hukum. Karena itu,
BPHN bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan menyediakan database
tahanan yang belum mendapat bantuan hukum. Setidaknya ada 20.000 tahanan yang belum
69
mendapatkan bantuan hukum. Bisa diasumsikan bahwa mereka adalah tahanan miskin
karena tidak mampu membayar pengacara. Di titik inilah, nanti Organisasi Bantuan Hukum
harus melakukan verifikasi apakah tahanan tersebut termasuk miskin atau tidak.
Data tahanan tersebut diberikan kepada OBH pada saat penandatanganan kontrak bersama
dengan aplikasi database. Dengan adanya 20.000 tahanan tersebut, maka organsiasi bantuan
hukum tidak lagi kesulitan mendapatkan klien. Bahkan dapat dikatakan, jika sesuai dengan
kontrak, maka Organisasi Bantuan Hukum tentu akan kewalahan mengingat banyaknya
klien yang harus ditangani. Jika demikian, maka seharusnya penyerapan anggaran untuk
tahun 2014 sudah bukan menjadi masalah lagi.
Selain database Tahanan yang belum mendapat bantuan hukum, tahun 2014 BPHN bekerja
sama dengan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Lembaga
ini merupakan wadah koordinasi lintas sektor dan lintas pemangku kepentingan di tingkat
pusat untuk melakukan percepatan penanggulangan kemiskinan. Dibentuk berdasarkan
Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 15 tahun 2010 tentang Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan, TNP2K bertanggung jawab kepada Presiden Republik
Indonesia dan diketuai oleh Wakil Presiden Republik Indonesia.
BPHN bekerja sama dengan TPN2K mengenai database kemiskinan. TNP2K memiliki
database kemiskinan atau orang miskin se-Indonesia. Terinspirasi praktek pemberian
bantuan hukum di Australia, di mana penerima bantuan hukum adalah mereka yang ada
pada database center-link Negara Bagian Victoria atau New South Wales, maka verifikasi
kemiskinan tidak memerlukan prosedur yang rumit dan bisa menghemat waktu. Sementara
di Indonesia, sesuai Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum,
mereka yang dikategorikan miskin harus dibuktikan dengan Surat Keterangan Tidak Mampu
(SKTM) dan sejenisnya. Untuk memperoleh SKTM sendiri sudah memerlukan waktu yang
tidak sebentar, di samping birokrasi yang cukup berbelit. Tentu ini tidak sesuai dengan asas
Efektifitas dan Efisiensi sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang nomor 16 tahun 2011.
Pada akhirnya, kerjasama dengan TNP2K memberikan sebuah terobosan yakni Organisasi
Bantuan Hukum dapat menggunakan data kemiskinan yang ada di Sekretariat Daerah
(SETDA) dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) setempat. Hasil verifikasi
ini sudah bisa berlaku sebagai Surat Keterangan setara dengan SKTM. Namun jika calon
penerima bantuan hukum tidak ada dalam database kemiskinan tersebut, maka OBH harus
membantu calon penerima untuk mendapatkan SKTM dan melaporkannya sebagai data
baru.
70
Link database berikutnya adalah dengan database dari Mahkamah Agung. Pada saat laporan
ini ditulis, sedang dilakukan penjajagan dengan Tim Database Mahkamah Agung untuk
membuat link yang bertujuan untuk mempermudah Tim Pengawas Daerah dalam melakukan
verifikasi terhadap Nomor Perkara dan Nomor Putusan. Verifikasi Nomor Perkara menjadi
syarat persetujuan pengajuan reimbursement tahap 1, sedangkan Nomor Putusan untuk
reimbursement tahap 2.
Paralegal dalam kesejarahannya bukanlah profesi tetapi bagian dari dedikasi dan
gerakan kerakyatan yang berbasis pada komunitas. Paralegal Indonesia bukanlah
semata-mata asisten pengacara yang ditujukan utamanya untuk melakukan
asistensi beracara dalam proses peradilan. Karena itu, mengatur paralegal
di Indonesia harus mengacu pada sejarah dan fakta keparalegalan berbasis
komunitas.
Keberadaan Klinik Hukum kampus sangat penting dalam pemberian bantuan hukum.
Adanya 50 LKBH yang lolos verifikasi/akreditasi menegaskan eksistensi mereka. Dari antara
50 LKBH tersebut, ada 3 LBKH yang terakreditasi A, yakni: LPKBHI Fak. Syariah IAIN
Walisongo Semarang, FH Univ. Jember, LKBH Univ. Lambung Mangkurat Kalimantan
Selatan. Sedangkan Akreditasi B, terdiri dari 2 LKBH, yakni: LKBHI UII Jogja dan LKBH FH
UPN Veteran Jakarta. Melihat pentingnya keberadaan, maka diperlukan penguatan peran
LKBH. Penguatan peran ini meliputi pembuatan Juklak/Juknis Pemberian Bantuan Hukum
oleh Mahasiswa.
71
G
KETERHUBUNGAN LAYANAN
BANTUAN HUKUM
72
Pemberian Bantuan Hukum melalui skema Perma Nomor 1 Tahun 2014 menggunakan Pos
Bantuan Hukum yang ada di gedung pengadilan, baik Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama
dan Pengadilan Tata Usaha Negara. Sampai saat ini ada 56 Pengadilan Negeri, 74 Pengadilan
Agama dan 17 Pengadilan Tata Usaha Negara yang memiliki Pos Bantuan Hukum.
Layanan Pos Bantuan Hukum meliputi Konsultasi, Drafting (surat gugatan) dan Rujukan
kepada OBH terakreditasi untuk melakukan pendampingan Litigasi. Untuk saat ini sedang
dibahas bagaimana menjalin keterhubungan layanan dari Posbakum dan Organisasi
Bantuan Hukum.
Saat ini sedang dirancang sebuah program layanan rujukan berupa call-center atau hotline
service yang dilakukan oleh Klinik Bantuan Hukum kampus. Layanan telepon ini akan
memberikan rujukan Organisasi Bantuan Hukum terdekat dari si penelpon. Dengan layanan
ini, diharapkan masyarakat miskin akan mudah mengakses bantuan hukum.
73
H
DUKUNGAN DARI MITRA PEMBANGUNAN
74
Kemudian dalam implementasi pun, Para Mitra Pembangunan terus mendukung BPHN
dalam melakukan sosialisasi, peningkatan kapasitas OBH, pengembangan paralegal, dosen/
Mahasiswa, serta pengembangan program bantuan hukum pada umumnya.
Karena itu, dalam laporan ini, BPHN memberikan apresiasi setinggi-tingginya bagi semua
Mitra Pembangunan, yakni UNDP melalui SAJI Project, Australian Aid melalui program
AIPJ, Yayasan TIFA dan World Bank melalui program Justice for the Poor.
75
I
LAPORAN KEUANGAN
76
J
LAMPIRAN
80
1. REGULASI
a. Peraturan Pemerintah
LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
No.98, 2013 HUKUM. Bantuan. Syarat. Tata Cara.
Penyaluran Dana. (Penjelasan Dalam Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5421)
www.djpp.kemenkumham.go.id
81
2013, No.98 2
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi
Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan
Hukum.
2. Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin.
3. Pemberi Bantuan Hukum adalah lembaga Bantuan Hukum atau
organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan Bantuan Hukum
berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan
Hukum.
4. Pemohon Bantuan Hukum adalah orang, kelompok orang miskin atau
kuasanya yang tidak termasuk Pemberi Bantuan Hukum, atau
keluarganya yang mengajukan permohonan Bantuan Hukum.
5. Kementerian adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
6. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang hukum dan hak asasi manusia.
7. Perkara adalah masalah hukum yang perlu diselesaikan.
8. Litigasi adalah proses penanganan Perkara hukum yang dilakukan
melalui jalur pengadilan untuk menyelesaikannya.
9. Nonlitigasi adalah proses penanganan Perkara hukum yang dilakukan
di luar jalur pengadilan untuk menyelesaikannya.
10. Verifikasi adalah pemeriksaan atas kebenaran laporan, pernyataan,
dan dokumen yang diserahkan oleh Pemberi Bantuan Hukum.
11. Akreditasi adalah pengakuan terhadap Pemberi Bantuan Hukum yang
diberikan oleh Panitia Verifikasi dan Akreditasi setelah dinilai bahwa
Pemberi Bantuan Hukum tersebut layak untuk memberikan Bantuan
Hukum.
12. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang selanjutnya disingkat
APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
13. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yang selanjutnya disingkat
APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
14. Anggaran Penyelenggaraan Bantuan Hukum adalah alokasi APBN atau
APBD untuk Penyelenggaraan Bantuan Hukum yang sesuai dengan
www.djpp.kemenkumham.go.id
82
3 2013, No.98
www.djpp.kemenkumham.go.id
83
2013, No.98 4
www.djpp.kemenkumham.go.id
84
5 2013, No.98
Pasal 9
(1) Instansi yang berwenang sesuai domisili Pemberi Bantuan Hukum
wajib mengeluarkan surat keterangan alamat sementara dan/atau
dokumen lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) untuk
keperluan penerimaan Bantuan Hukum.
(2) Lurah, Kepala Desa, atau pejabat yang setingkat sesuai domisili
Pemberi Bantuan Hukum wajib mengeluarkan surat keterangan
miskin dan/atau dokumen lain sebagai pengganti surat keterangan
miskin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) untuk
keperluan penerimaan Bantuan Hukum.
Pasal 10
(1) Pemohon Bantuan Hukum yang tidak mampu menyusun permohonan
secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dapat
mengajukan permohonan secara lisan.
(2) Dalam hal permohonan Bantuan Hukum diajukan secara lisan,
Pemberi Bantuan Hukum menuangkan dalam bentuk tertulis.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani
atau dicap jempol oleh Pemohon Bantuan Hukum.
Pasal 11
(1) Pemberi Bantuan Hukum wajib memeriksa kelengkapan persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dalam waktu paling lama 1
(satu) hari kerja setelah menerima berkas permohonan Bantuan
Hukum.
(2) Dalam hal permohonan Bantuan Hukum telah memenuhi
persyaratan, Pemberi Bantuan Hukum wajib menyampaikan
kesediaan atau penolakan secara tertulis atas permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam waktu paling lama 3
(tiga) hari kerja terhitung sejak permohonan dinyatakan lengkap.
(3) Dalam hal Pemberi Bantuan Hukum menyatakan kesediaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemberi Bantuan Hukum
memberikan Bantuan Hukum berdasarkan surat kuasa khusus dari
Penerima Bantuan Hukum.
(4) Dalam hal permohonan Bantuan Hukum ditolak, Pemberi Bantuan
Hukum wajib memberikan alasan penolakan secara tertulis dalam
waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak permohonan
dinyatakan lengkap.
Pasal 12
Pemberian Bantuan Hukum oleh Pemberi Bantuan Hukum kepada
Penerima Bantuan Hukum diberikan hingga masalah hukumnya selesai
dan/atau Perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama
Penerima Bantuan Hukum tersebut tidak mencabut surat kuasa khusus.
www.djpp.kemenkumham.go.id
85
2013, No.98 6
Pasal 13
(1) Pemberian Bantuan Hukum secara Litigasi dilakukan oleh Advokat
yang berstatus sebagai pengurus Pemberi Bantuan Hukum dan/atau
Advokat yang direkrut oleh Pemberi Bantuan Hukum.
(2) Dalam hal jumlah Advokat yang terhimpun dalam wadah Pemberi
Bantuan Hukum tidak memadai dengan banyaknya jumlah Penerima
Bantuan Hukum, Pemberi Bantuan Hukum dapat merekrut paralegal,
dosen, dan mahasiswa fakultas hukum.
(3) Dalam melakukan pemberian Bantuan Hukum, paralegal, dosen, dan
mahasiswa fakultas hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus melampirkan bukti tertulis pendampingan dari Advokat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Mahasiswa fakultas hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus telah lulus mata kuliah hukum acara dan pelatihan paralegal.
Pasal 14
Pemberian Bantuan Hukum oleh Advokat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (1), tidak menghapuskan kewajiban Advokat tersebut untuk
memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 15
Pemberian Bantuan Hukum secara Litigasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 dilakukan dengan cara:
a. pendampingan dan/atau menjalankan kuasa yang dimulai dari
tingkat penyidikan, dan penuntutan;
b. pendampingan dan/atau menjalankan kuasa dalam proses
pemeriksaan di persidangan; atau
c. pendampingan dan/atau menjalankan kuasa terhadap Penerima
Bantuan Hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara.
Pasal 16
(1) Pemberian Bantuan Hukum secara Nonlitigasi dapat dilakukan oleh
Advokat, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum dalam
lingkup Pemberi Bantuan Hukum yang telah lulus Verifikasi dan
Akreditasi.
(2) Pemberian Bantuan Hukum secara Nonlitigasi meliputi kegiatan:
a. penyuluhan hukum;
b. konsultasi hukum;
c. investigasi perkara, baik secara elektronik maupun nonelektronik;
www.djpp.kemenkumham.go.id
86
7 2013, No.98
d. penelitian hukum;
e. mediasi;
f. negosiasi;
g. pemberdayaan masyarakat;
h. pendampingan di luar pengadilan; dan/atau
i. drafting dokumen hukum.
Pasal 17
Pemberian Bantuan Hukum harus memenuhi Standar Bantuan Hukum
yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
BAB III
TATA CARA PENYALURAN DANA BANTUAN HUKUM
Bagian Kesatu
Dana Penyelenggaraan Bantuan Hukum
Pasal 18
(1) Sumber pendanaan Penyelenggaraan Bantuan Hukum dibebankan
pada APBN.
(2) Selain sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pendanaan dapat berasal dari:
a. hibah atau sumbangan; dan/atau
b. sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat.
Pasal 19
(1) Daerah dapat mengalokasikan Anggaran Penyelenggaraan Bantuan
Hukum dalam APBD.
(2) Daerah melaporkan penyelenggaraan Bantuan Hukum yang sumber
pendanaannya berasal dari APBD kepada Menteri dan Menteri Dalam
Negeri.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengalokasian Anggaran
Penyelenggaraan Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah.
Pasal 20
(1) Pemberian Bantuan Hukum per Perkara atau per kegiatan hanya
dapat dibiayai dari APBN atau APBD.
(2) Pendanaan pemberian Bantuan Hukum per Perkara atau per kegiatan
dari hibah atau bantuan lain yang tidak mengikat dapat diberikan
bersamaan dengan sumber dana dari APBN atau APBD.
www.djpp.kemenkumham.go.id
87
2013, No.98 8
www.djpp.kemenkumham.go.id
88
9 2013, No.98
www.djpp.kemenkumham.go.id
89
2013, No.98 10
www.djpp.kemenkumham.go.id
90
11 2013, No.98
Pasal 28
(1) Penyaluran dana Bantuan Hukum Nonlitigasi dilakukan setelah
Pemberi Bantuan Hukum menyelesaikan paling sedikit 1 (satu)
kegiatan dalam paket kegiatan Nonlitigasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23 ayat (3) dan menyampaikan laporan yang disertai
dengan bukti pendukung.
(2) Penyaluran dana Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dihitung berdasarkan tarif per kegiatan sesuai standar biaya
pelaksanaan Bantuan Hukum Nonlitigasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21.
Pasal 29
(1) Menteri berwenang melakukan pengujian kebenaran tagihan atas
penyelesaian pelaksanaan Bantuan Hukum sebagai dasar penyaluran
dana Bantuan Hukum Litigasi dan Nonlitigasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 dan Pasal 28.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan penyaluran
Anggaran Bantuan Hukum diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Keempat
Pertanggungjawaban
Pasal 30
(1) Pemberi Bantuan Hukum wajib melaporkan realisasi pelaksanaan
Anggaran Bantuan Hukum kepada Menteri secara triwulanan,
semesteran, dan tahunan.
(2) Dalam hal Pemberi Bantuan Hukum menerima sumber pendanaan
selain dari APBN, Pemberi Bantuan Hukum melaporkan realisasi
penerimaan dan penggunaan dana tersebut kepada Menteri.
(3) Laporan realisasi penerimaan dan penggunaan dana selain dari APBN
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaporkan secara
terpisah dari laporan realisasi pelaksanaan Anggaran Bantuan Hukum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 31
(1) Untuk Perkara Litigasi, laporan realisasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30, harus melampirkan paling sedikit:
a. salinan putusan Perkara yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap; dan
b. perkembangan Perkara yang sedang dalam proses penyelesaian.
www.djpp.kemenkumham.go.id
91
2013, No.98 12
www.djpp.kemenkumham.go.id
92
13 2013, No.98
Pasal 36
(1) Menteri dalam melakukan pengawasan di daerah membentuk panitia
pengawas daerah.
(2) Panitia pengawas daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas wakil dari unsur:
a. Kantor Wilayah Kementerian; dan
b. biro hukum pemerintah daerah provinsi.
(3) Panitia pengawas daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempunyai tugas:
a. melakukan pengawasan pemberian Bantuan Hukum dan
penyaluran dana Bantuan Hukum;
b. membuat laporan secara berkala kepada Menteri melalui unit
kerja yang tugas dan fungsinya terkait dengan pemberian
Bantuan Hukum pada Kementerian; dan
c. mengusulkan sanksi kepada Menteri atas terjadinya
penyimpangan pemberian Bantuan Hukum dan/atau penyaluran
dana Bantuan Hukum melalui unit kerja yang tugas dan
fungsinya terkait dengan pemberian Bantuan Hukum pada
Kementerian.
Pasal 37
(1) Panitia pengawas daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
dalam mengambil keputusan mengutamakan prinsip musyawarah.
(2) Dalam hal musyawarah tidak tercapai, keputusan diambil
berdasarkan suara terbanyak.
Pasal 38
Menteri atas usul pengawas dapat meneruskan temuan penyimpangan
pemberian Bantuan Hukum dan penyaluran dana Bantuan Hukum
kepada instansi yang berwenang untuk ditindaklanjuti sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 39
Dalam hal Penerima Bantuan Hukum tidak mendapatkan haknya sesuai
dengan ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011
tentang Bantuan Hukum, Penerima Bantuan Hukum dapat melaporkan
Pemberi Bantuan Hukum kepada Menteri, induk organisasi Pemberi
Bantuan Hukum, atau kepada instansi yang berwenang.
Pasal 40
Dalam hal Advokat Pemberi Bantuan Hukum Litigasi tidak melaksanakan
pemberian Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
sampai dengan Perkaranya selesai atau mempunyai kekuatan hukum
tetap, Pemberi Bantuan Hukum wajib mencarikan Advokat pengganti.
www.djpp.kemenkumham.go.id
93
2013, No.98 14
Pasal 41
(1) Dalam hal ditemukan pelanggaran pemberian Bantuan Hukum oleh
Pemberi Bantuan Hukum kepada Penerima Bantuan Hukum, Menteri
dapat:
a. membatalkan perjanjian pelaksanaan Bantuan Hukum;
b. menghentikan pemberian Anggaran Bantuan Hukum; dan/atau
c. tidak memberikan Anggaran Bantuan Hukum pada tahun
anggaran berikutnya.
(2) Dalam hal Menteri membatalkan perjanjian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, Menteri menunjuk Pemberi Bantuan Hukum
lain untuk mendampingi atau menjalankan kuasa Penerima Bantuan
Hukum.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 42
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan
pelaksanaan yang mengatur mengenai Bantuan Hukum dinyatakan masih
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam
Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 43
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Ditetapkankan di Jakarta
pada tanggal 23 Mei 2013
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 23 Mei 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN
www.djpp.kemenkumham.go.id
94
TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA RI
No.5421 HUKUM. Bantuan. Syarat. Tata Cara. Penyaluran
Dana. (Penjelasan Atas Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 98)
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 42 TAHUN 2013
TENTANG
SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN HUKUM DAN
PENYALURAN DANA BANTUAN HUKUM
I. UMUM
Negara Indonesia adalah Negara Hukum, hal ini disebut secara tegas
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Adapun prinsip negara hukum adalah antara lain menuntut adanya
jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality
before the law), tidak terkecuali bagi orang atau kelompok miskin yang
selama ini belum terjangkau oleh keadilan.
Permasalahan hukum yang banyak menjerat orang atau kelompok
miskin saat ini semakin kompleks sehingga menuntut Pemerintah
untuk segera memperhatikan dan mengaturnya secara terencana,
sistematik, berkesinambungan dan mengelolanya secara profesional.
Oleh karena itu, adanya Peraturan Pemerintah mengenai Syarat dan
Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan
Hukum ini, sebagai amanat dari Pasal 15 ayat (5) dan Pasal 18
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, yang
merupakan bagian dari penyelenggaraan Bantuan Hukum diarahkan
dapat menjadi dasar hukum bagi penyusunan peraturan
penyelenggaraan Bantuan Hukum di daerah serta mencegah terjadinya
www.djpp.kemenkumham.go.id
95
No.5421 2
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas.
www.djpp.kemenkumham.go.id
96
3 No.5421
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “pejabat yang setingkat” antara
lain kepala nagari, kepala gampong, kepala kampung,
atau kepala negeri.
Huruf b
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “dokumen lain sebagai pengganti surat
keterangan miskin” antara lain surat keterangan yang
diketahui oleh pejabat penegak hukum pada tingkat
pemeriksaan
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Surat kuasa khusus pemberian Bantuan Hukum
ditandatangani atau cap jempol oleh Penerima Bantuan
Hukum.
www.djpp.kemenkumham.go.id
97
No.5421 4
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “investigasi perkara” adalah
kegiatan pengumpulan data, informasi, fakta dan analisis
secara mendalam untuk mendapatkan gambaran secara
jelas atas suatu kasus atau perkara hukum guna
kepentingan pendampingan.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
www.djpp.kemenkumham.go.id
98
5 No.5421
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pelaporan penyelenggaraan Bantuan Hukum dimaksudkan
untuk mencegah terjadinya duplikasi pendanaan Bantuan
Hukum dan sebagai bahan pelaporan penyelenggaraan
Bantuan Hukum oleh Menteri.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
www.djpp.kemenkumham.go.id
99
No.5421 6
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Yang dimaksud “pertimbangan tertentu” dalam ketentuan ini
antara lain adanya pemotongan alokasi APBN, adanya
pelanggaran perjanjian pelaksanaan Bantuan Hukum oleh
Pemberi Bantuan Hukum, dan/atau tidak baiknya kinerja
pelaksanaan Bantuan Hukum oleh Pemberi Bantuan Hukum
yang mengakibatkan perlu disesuaikannya Anggaran Bantuan
Hukum.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
www.djpp.kemenkumham.go.id
100
7 No.5421
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
www.djpp.kemenkumham.go.id
101
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Verifikasi adalah pemeriksaan atas kebenaran laporan dan dokumen yang diserahkan
oleh lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan.
2. Akreditasi adalah penilaian dan pengakuan terhadap lembaga bantuan hukum atau
organisasi kemasyarakatan yang akan memberikan bantuan hukum yang berupa
klasifikasi/penjenjangan dalam pemberian bantuan hukum.
3. Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh pemberi bantuan hukum secara
cuma-cuma kepada penerima bantuan hukum.
4. Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin.
5. Pemberi Bantuan Hukum adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi
kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum berdasarkan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.
6. Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Organisasi adalah organisasi yang
dibentuk oleh anggota masyarakat warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas
dasar kesamaan kegiatan untuk memberikan layanan bantuan hukum kepada orang
atau kelompok orang miskin.
7. Panitia adalah Panitia Verifikasi dan Akreditasi.
8. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum
dan hak asasi manusia.
BAB II
TAHAPAN VERIFIKASI DAN AKREDITASI
Pasal 2
Verifikasi dan Akreditasi dilakukan setiap 3 (tiga) tahun terhadap:
a. lembaga bantuan hukum atau Organisasi yang memberi layanan Bantuan Hukum; dan
b. Pemberi Bantuan Hukum.
Pasal 3
Tahapan dalam melakukan Verifikasi dan Akreditasi Pemberi Bantuan Hukum dilakukan
dengan cara:
a. pengumuman;
b. permohonan;
c. pemeriksaan administrasi;
d. pemeriksaan faktual;
e. pengklasifikasian Pemberi Bantuan Hukum; dan
f. penetapan Pemberi Bantuan Hukum.
Pasal 4
Verifikasi dan Akreditasi dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan
terhitung sejak pengumuman pendaftaran.
103
BAB III
PANITIA VERIFIKASI DAN AKREDITASI
Pasal 5
(1) Menteri membentuk Panitia untuk melaksanakan proses Verifikasi dan Akreditasi.
(2) Panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat ad hoc dan independen.
(3) Panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan di Ibukota Negara Republik
Indonesia.
Pasal 6
(1) Susunan keanggotaan Panitia terdiri atas:
a. 1 (satu) orang ketua merangkap anggota yang berasal dari Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia;
b. 1 (satu) orang sekretaris merangkap anggota yang berasal dari Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia; dan
c. 5 (lima) orang anggota yang terdiri atas:
1. 2 (dua) orang yang berasal dari unsur akademisi;
2. 2 (dua) orang yang berasal dari unsur tokoh masyarakat; dan
3. 1 (satu) orang yang berasal dari unsur lembaga bantuan hukum atau Organisasi.
(2) Panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Menteri.
(3) Untuk dapat diangkat menjadi Panitia harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. berumur paling rendah 35 (tiga puluh lima) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh
lima) tahun;
c. berpendidikan paling rendah strata I; dan
d. memahami tugas dan fungsi lembaga Pemberi Bantuan Hukum.
(4) Selain memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), bagi Panitia yang berasal
dari lembaga bantuan hukum atau Organisasi juga harus memenuhi syarat:
a. berpengalaman di bidang pemberian Bantuan Hukum paling singkat 2 (dua) tahun;
dan
b. tidak menjadi pengurus atau anggota partai politik.
Pasal 7
(1) Panitia bertugas menyeleksi, mengevaluasi, dan menentukan kelayakan sebagai pemberi
Bantuan Hukum dalam melaksanakan kegiatan Bantuan Hukum.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Panitia menerapkan
prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi.
Pasal 8
(1) Panitia dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, melakukan:
a. penyusunan daftar lembaga bantuan hukum atau Organisasi yang akan dilakukan
Verifikasi dan Akreditasi;
b. pengumuman pendaftaran Verifikasi dan Akreditasi lembaga bantuan hukum atau
Organisasi melalui media cetak dan/atau media elektronik, dengan masa pendaftaran
15 (lima belas) hari kerja;
104
(2) Pemeriksaan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dengan
melakukan:
a. pencocokan identitas lembaga bantuan hukum atau Organisasi;
b. pencocokan dokumen pendirian dan akta pendirian lembaga bantuan hukum atau
Organisasi; dan
c. pengecekan program pemberian Bantuan Hukum paling singkat 1 (satu) tahun sejak
akta pendirian diterbitkan dengan melampirkan bukti penanganan kegiatan baik
litigasi maupun nonlitigasi.
(3) Pemeriksaan faktual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dengan melakukan:
a. pengecekan lembaga bantuan hukum atau Organisasi telah terdaftar pada instansi
pemerintah;
b. pengecekan keberadaan kantor atau kesekretariatan;
c. pengecekan kepengurusan lembaga bantuan hukum dan organisasi; dan
d. pengecekan izin atau lisensi beracara bagi advokat.
(4) Pemberian pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g berkaitan
dengan:
a. daftar lembaga bantuan hukum atau Organisasi yang telah dilakukan Verifikasi
dan Akreditasi kepada Menteri;
b. daftar lembaga bantuan hukum atau Organisasi yang telah memenuhi persyaratan
Verifikasi dan Akreditasi; dan
c. rekomendasi penetapan sebagai Pemberi Bantuan Hukum.
Pasal 9
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, Panitia dibantu oleh kelompok kerja.
(2) Kelompok kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Badan
Pembinaan Hukum Nasional dan dipimpin oleh 1 (satu) orang ketua yang dijabat oleh
pejabat eselon 2 yang mempunyai tugas di bidang Bantuan Hukum.
(3) Salah satu unsur keanggotaan kelompok kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berasal dari Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia setempat.
(4) Kelompok kerja dibentuk dan bertanggung jawab kepada Ketua Panitia.
Pasal 10
Kelompok kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 bertugas memberikan dukungan
teknis, operasional, dan administrasi kepada Panitia.
105
BAB IV
PENGUMUMAN DAN PERMOHONAN
Pasal 11
(1) Menteri mengumumkan pelaksanaan Verifikasi dan Akreditasi bagi lembaga bantuan
hukum atau Organisasi yang berminat menjadi Pemberi Bantuan Hukum.
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimuat dalam website resmi
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
(3) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. waktu dimulai dan berakhirnya pendaftaran;
b. persyaratan yang harus dipenuhi oleh lembaga bantuan hukum atau Organisasi; dan
c. waktu pelaksanaan Verifikasi dan Akreditasi.
Pasal 12
Lembaga bantuan hukum atau Organisasi yang mengajukan permohonan Verifikasi dan
Akreditasi sebagai Pemberi Bantuan Hukum harus memenuhi syarat:
a. berbadan hukum;
b. memiliki kantor atau sekretariat yang tetap;
c. memiliki pengurus;
d. memiliki program Bantuan Hukum;
e. memiliki advokat yang terdaftar pada lembaga bantuan hukum atau Organisasi; dan
f. telah menangani paling sedikit 10 (sepuluh) kasus.
Pasal 13
(1) Syarat berbadan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 huruf a, dibuktikan
dengan surat keputusan pengesahan badan hukum oleh Menteri.
(2) Bagi lembaga bantuan hukum atau organisasi yang berada dalam struktur lembaga
pendidikan atau organisasi yang sudah berstatus badan hukum, maka lembaga bantuan
hukum atau organisasi dimaksud sudah berstatus sebagai badan hukum.
Pasal 14
(1) Permohonan Verifikasi dan Akreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 diajukan
kepada Menteri secara:
a. elektronik; atau
b. nonelektronik.
(2) Permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan
mengisi aplikasi pada website resmi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
(3) Permohonan secara nonelektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan
mengisi formulir dan disampaikan melalui Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional.
Pasal 15
Permohonan Verifikasi dan Akreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dengan
melampirkan kelengkapan syarat:
106
Pasal 16
Dalam hal permohonan disampaikan secara elektronik, lembaga bantuan hukum atau
Organisasi juga harus menyampaikan permohonan dan kelengkapan persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 kepada Panitia.
Pasal 17
(1) Permohonan yang telah memenuhi persyaratan dan dinyatakan lengkap dilakukan
Verifikasi dan Akreditasi.
(2) Pemberitahuan Pelaksanaan Verifikasi dan Akreditasi disampaikan secara tertulis kepada
lembaga bantuan hukum atau Organisasi mengenai waktu Verifikasi dan Akreditasi.
Pasal 18
(1) Dalam hal kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 belum
lengkap, Panitia memberitahukan secara tertulis kepada lembaga bantuan hukum atau
Organisasi untuk melengkapi persyaratan.
(2) Lembaga bantuan hukum atau Organisasi dalam jangka waktu paling lama 14 (empat
belas) hari kerja terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan disampaikan, harus
melengkapi kelengkapan persyaratan.
(3) Dalam hal Lembaga atau Organisasi tidak menyampaikan kelengkapan persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), permohonan Verifikasi dan Akreditasi dinyatakan
ditolak.
BAB V
PEMERIKSAAN DOKUMEN DAN PEMERIKSAAN FAKTUAL
Pasal 19
(1) Pemeriksaan atas salinan akta pendirian lembaga bantuan hukum atau Organisasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a dilakukan dengan mencocokkan salinan
akta yang asli dengan melampirkan fotokopi salinan akta yang telah dilegalisir oleh
instansi atau lembaga yang mengeluarkan salinan akta asli.
(2) Dalam hal instansi atau lembaga yang mengeluarkan salinan akta asli sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak mempunyai kantor di kota/kabupaten setempat, legalisir
dilakukan pada kepaniteraan pengadilan negeri setempat.
107
Pasal 20
Pemeriksaan atas dokumen anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 huruf b dilakukan dengan mencocokkan dokumen asli dengan
melampirkan fotokopi dokumen anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yang telah
dilegalisir.
Pasal 21
Pemeriksaan atas kepengurusan lembaga bantuan hukum atau Organisasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 huruf c dilakukan dengan mencocokkan akta pengurus lembaga
bantuan hukum atau Organisasi yang asli dengan melampirkan fotokopi akta pengurus
yang telah dilegalisir.
Pasal 22
Pemeriksaan atas legalitas advokat pada lembaga bantuan hukum atau Organisasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf d dilakukan dengan mencocokan surat
penunjukan sebagai advokat pada lembaga bantuan hukum atau Organisasi yang asli dengan
melampirkan fotokopi surat penunjukan yang telah dilegalisir oleh instansi atau lembaga
yang mengesahkan.
Pasal 23
Pemeriksaan atas surat izin beracara sebagai advokat yang masih berlaku sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 huruf e dilakukan dengan mencocokan surat izin beracara yang
asli dengan melampirkan fotokopi surat izin beracara yang telah dilegalisir oleh instansi
atau lembaga yang mengesahkan.
Pasal 24
Pemeriksaan atas dokumen mengenai status kantor lembaga bantuan hukum atau Organisasi
sebagaima dimaksud dalam Pasal 15 huruf f dilakukan dengan pengecekan langsung ke
alamat kantor dan dokumen status kantor.
Pasal 25
Pemeriksaan atas fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak lembaga bantuan hukum atau
Organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf g dilakukan dengan cara
pengecekan langsung ke kantor pajak setempat untuk mengetahui lembaga bantuan hukum
atau Organisasi telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
Pasal 26
Pemeriksaan atas laporan pengelolaan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
huruf h dilakukan dengan melaporkan pengelolaan keuangan lembaga bantuan hukum atau
Organisasi kepada Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional secara berkala.
Pasal 27
Pemeriksaan atas rencana program yang dibutuhkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
15 huruf i dilakukan untuk mengetahui lembaga bantuan hukum atau Organisasi telah
menyusun rencana program Bantuan Hukum dalam pemberian Bantuan Hukum.
Pasal 28
(1) Panitia berdasarkan hasil pemeriksaan dapat menolak atau menerbitkan sertifikasi lulus
Verifikasi.
108
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam jangka waktu 14
(empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan.
(3) Penolakan permohonan oleh Panitia diberitahukan kepada pemohon secara tertulis
dengan disertai alasan penolakannya.
(4) Hasil pelaksanaan Verifikasi disampaikan kepada Menteri dengan disertai saran dan
pertimbangan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja oleh Panitia.
(5) Hasil pelaksanaan Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menjadi bahan
pertimbangan bagi Menteri dalam pemberian Akreditasi.
BAB VI
PENGKLASIFIKASIAN PEMBERI BANTUAN HUKUM
Pasal 29
(1) Lembaga bantuan hukum atau Organisasi yang telah lulus Verifikasi diberikan Akreditasi.
(2) Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengklasifikasikan
lembaga bantuan hukum atau Organisasi berdasarkan:
a. jumlah kasus dan kegiatan yang ditangani terkait dengan orang miskin;
b. jumlah program Bantuan Hukum nonlitigasi;
c. jumlah advokat yang dimiliki;
d. pendidikan formal dan nonformal yang dimiliki advokat dan paralegal;
e. pengalaman dalam menangani atau memberikan bantuan hukum;
f. jangkauan penanganan kasus;
g. status kepemilikan dan sarana prasarana kantor;
h. usia atau lama berdirinya lembaga bantuan hukum atau Organisasi;
i. anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;
j. laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi;
k. Nomor Pokok Wajib Pajak lembaga bantuan hukum atau Organisasi; dan
l. jaringan yang dimiliki lembaga bantuan hukum atau Organisasi.
Pasal 30
(1) Hasil klasifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dengan mengkategorikan
Pemberi Bantuan Hukum menjadi:
a. Pemberi Bantuan Hukum katagori A;
b. Pemberi Bantuan Hukum katagori B; dan
c. Pemberi Bantuan Hukum katagori C.
g. kepengurusan lembaga;
h. anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;
i. laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi;
j. Nomor Pokok Wajib Pajak lembaga bantuan hukum atau Organisasi; dan
k. jaringan yang dimiliki lembaga bantuan hukum atau Organisasi.
Pasal 31
(1) Panitia dalam memberikan pertimbangan kepada Menteri mengenai lembaga bantuan
hukum atau Organisasi yang telah terakreditasi dengan melaksanakan rapat Panitia.
(2) Keputusan rapat Panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan musyawarah
untuk mencapai mufakat.
(3) Dalam hal musyawarah tidak mencapai mufakat, keputusan rapat Panitia sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diambil berdasarkan suara terbanyak.
110
BAB VII
PENETAPAN PEMBERI BANTUAN HUKUM
Pasal 32
(1) Menteri menetapkan lembaga bantuan hukum atau Organisasi yang telah terverifikasi
dan terakreditasi sebagai Pemberi Bantuan Hukum.
(2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam sertifikat yang
ditandatangani oleh Menteri.
Pasal 33
Penetapan sebagai Pemberi Bantuan Hukum berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun
terhitung sejak tanggal ditetapkan.
Pasal 34
Penetapan Pemberi bantuan hukum diumumkan melalui media cetak dan/atau media
elektronik.
Pasal 35
(1) Sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga)
tahun dan dapat diperpanjang.
(2) Pengajuan permohonan perpanjangan sertifikasi dapat dilakukan paling lambat 2 (dua)
bulan sebelum berakhirnya masa berlaku sertifikat.
(3) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dianggap sebagai
permohonan untuk dilakukan Verifikasi dan Akreditasi kembali.
Pasal 36
(1) Sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dapat dicabut jika Pemberi Bantuan
Hukum melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pencabutan sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri.
(3) Pemberi Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan
keberatan kepada Menteri dengan disertai alasan dan bukti yang kuat.
BAB VIII
PELAPORAN PENDANAAN
Pasal 37
(1) Lembaga bantuan hukum atau Organisasi wajib melaporkan hibah, sumbangan, dan/
atau sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat yang telah dimiliki pada saat
permohonan Verifikasi dan Akreditasi.
(2) Hibah, sumbangan, dan/atau sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan dalam rencana program Bantuan
Hukum.
111
(3) Format rencana program Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
Pasal 38
Pendanaan yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas Panitia dibebankan pada Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum dan hak asasi manusia dan/atau sumber pendanaan lain yang sah dan tidak
mengikat.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 39
(1) Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, lembaga bantuan hukum atau organisasi
yang belum berstatus sebagai badan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 12
huruf a, tetap dilakukan Verifikasi dan Akreditasi.
(2) Status badan hukum bagi lembaga bantuan hukum atau organisasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus dipenuhi dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan
terhitung sejak tanggal pengumuman pelaksanaan verifikasi dan Akreditasi debagaimana
dimaksud dalam pasal 11.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 40
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 6 Februari 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
-ttd-
AMIR SYAMSUDIN
112
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 8 Februari 2013
AMIR SYAMSUDIN
LAMPIRAN
REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
Penanggung Jawab,
(Nama Terang)
KEGIATAN ....
Biaya Dokumentasi :
Transport :
Pengiriman Surat :
Penanggung Jawab,
(Nama Terang)
116
TARGET
No PROGRAM/KEGIATAN OUTPUT INDIKATOR KETERANGAN
2013 2014 2015
1 2 3 4 5 6 7 8
-ttd-
AMIR SYAMSUDI
117
BERITA NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
No.870, 2013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI
MANUSIA. Bantuan Hukum. Syarat. Tata Cara.
Penyaluran Dana. Peraturan Pelaksanaan.
www.djpp.kemenkumham.go.id
118
2013, No.870 2
www.djpp.kemenkumham.go.id
119
3 2013, No.870
www.djpp.kemenkumham.go.id
120 2013, No.870 4
www.djpp.kemenkumham.go.id
5 2013, No.870 121
Pasal 7
(1) Bantuan Hukum yang diberikan kepada penggugat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 huruf a meliputi:
a. membuat surat kuasa;
b. gelar perkara di lingkungan Pemberi Bantuan Hukum;
c. membuat surat gugatan;
d. memeriksa seluruh kelengkapan dokumen yang berkenaan dengan
proses di sidang pengadilan;
e. mendaftarkan gugatan ke pengadilan negeri;
f. mendampingi dan mewakili Penerima Bantuan Hukum pada saat
mediasi;
g. mendampingi dan mewakili Penerima Bantuan Hukum saat
pemeriksaan di sidang pengadilan;
h. menyiapkan dan menghadirkan alat bukti, saksi dan/atau ahli;
i. membuat surat replik dan kesimpulan; dan/atau
j. menyiapkan memori banding atau kasasi.
(2) Bantuan Hukum yang diberikan kepada tergugat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 huruf b meliputi:
a. membuat surat kuasa;
b. gelar perkara di lingkungan organisasi Bantuan Hukum;
c. memeriksa seluruh kelengkapan dokumen yang berkenaan dengan
proses persidangan;
d. mendampingi dan mewakili Penerima Bantuan Hukum pada saat
mediasi;
e. membuat surat jawaban atas gugatan, duplik, dan kesimpulan;
f. mendampingi dan mewakili Penerima Bantuan Hukum pada saat
pemeriksaan di sidang pengadilan;
g. menyiapkan dan menghadirkan alat bukti, saksi dan/atau ahli;
dan/atau
h. menyiapkan memori banding atau kasasi.
Bagian Keempat
Standar Bantuan Hukum untuk Perkara Tata Usaha Negara
Pasal 8
Bantuan Hukum untuk perkara tata usaha negara meliputi:
a. membuat surat kuasa;
www.djpp.kemenkumham.go.id
122 2013, No.870 6
www.djpp.kemenkumham.go.id
7 2013, No.870 123
Bagian Kedua
Penyuluhan Hukum
Pasal 11
(1) Penyuluhan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2)
huruf a berupa:
a. ceramah;
b. diskusi; dan/atau
c. simulasi.
(2) Penyelenggaraan penyuluhan hukum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus didokumentasikan.
Pasal 12
(1) Penyelenggaraan penyuluhan hukum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (1) dilakukan oleh panitia yang dibentuk oleh Pemberi
Bantuan Hukum.
(2) Panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beranggotakan paling
sedikit 3 (tiga) orang yang terdiri atas:
a. 1 (satu) orang ketua;
b. 1 (satu) orang sekretaris atau moderator; dan
c. 1 (satu) orang anggota.
(3) Keanggotaan panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan
perwakilan dari unsur advokat, paralegal, dosen, dan/ atau
mahasiswa fakultas hukum yang terdaftar pada Pemberi Bantuan
Hukum.
Pasal 13
(1) Penyelenggaraan penyuluhan hukum harus memenuhi syarat:
a. peserta penyuluhan hukum berjumlah paling sedikit 30 (tiga
puluh) orang, yang dibuktikan dengan daftar hadir;
b. pelaksanaan penyuluhan hukum dilakukan dalam waktu paling
singkat 2 x 60 (dua kali enam puluh) menit;
c. lokasi penyuluhan hukum dilaksanakan di tempat kelompok orang
miskin berada; dan
d. materi yang disampaikan dalam bentuk bahan tertulis.
(2) Laporan pelaksanaan kegiatan penyuluhan hukum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam bentuk notula dan laporan
tertulis.
www.djpp.kemenkumham.go.id
124
2013, No.870 8
www.djpp.kemenkumham.go.id
125
9 2013, No.870
c. dosen; dan/atau
d. mahasiswa fakultas hukum,
yang terdaftar pada Pemberi Bantuan Hukum.
(4) Ketua panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling rendah
berpendidikan strata I di bidang hukum.
Pasal 17
(1) Penelitian hukum dilakukan terhadap permasalahan Bantuan Hukum
yang terjadi di wilayah Pemberi Bantuan Hukum.
(2) Penelitian hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di
lakukan dengan menggunakan metode penelitian hukum.
(3) Anggota panitia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) harus
mengajukan proposal penelitian hukum kepada Pemberi Bantuan
Hukum untuk melakukan penelitian hukum.
(4) Formulir proposal penelitian hukum sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Bagian Keenam
Mediasi
Pasal 18
(1) Mediasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf e
dilaksanakan berdasarkan kesepakatan para pihak untuk masalah
hukum perdata atau tata usaha negara.
(2) Mediasi dilaksanakan paling banyak 4 (empat) kali pertemuan.
(3) Setiap pertemuan mediasi harus dibuat berita acara mediasi yang
ditandatangani para pihak.
(4) Dalam hal pertemuan mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
telah selesai, laporan pelaksanaan kegiatan mediasi dibuat dalam
bentuk tertulis.
(5) Formulir laporan mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.
Bagian Ketujuh
Negosiasi
Pasal 19
(1) Negosiasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf f
dilakukan berdasarkan permintaan Penerima Bantuan Hukum pada
kantor Pemberi Bantuan Hukum atau tempat lain yang disepakati.
www.djpp.kemenkumham.go.id
126 2013, No.870 10
www.djpp.kemenkumham.go.id
11 2013, No.870 127
www.djpp.kemenkumham.go.id
128
2013, No.870 12
Bagian Kesepuluh
Drafting Dokumen Hukum
Pasal 24
(1) Drafting dokumen hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(2) huruf i diberikan dalam bentuk penyusunan:
a. surat gugatan;
b. surat jawaban;
c. replik;
d. duplik;
e. permohonan; dan/atau
f. dokumen hukum lain yang diperlukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Hasil drafting dokumen hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada Penerima Bantuan Hukum paling lama 5 (lima)
hari kerja terhitung sejak tanggal permintaan Bantuan Hukum
diterima.
(3) Laporan pelaksanaan kegiatan drafting dokumen hukum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam bentuk tertulis.
(4) Formulir laporan drafting dokumen hukum sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Bagian Kesebelas
Pendokumentasian Hukum
Pasal 25
(1) Pemberi Bantuan Hukum wajib mendokumentasikan penyelenggaraan
Bantuan Hukum.
(2) Pendokumentasian penyelenggaraan Bantuan Hukum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara mengompilasi:
a. peraturan perundang-undangan; dan
b. dokumen hukum yang telah dikeluarkan oleh Pemberi Bantuan
Hukum dalam proses litigasi dan nonlitigasi.
BAB IV
STANDAR PELAKSANA BANTUAN HUKUM
Bagian Kesatu
Advokat
Pasal 26
Untuk dapat memberikan Bantuan Hukum, advokat harus memenuhi
syarat:
www.djpp.kemenkumham.go.id
129
13 2013, No.870
www.djpp.kemenkumham.go.id
130 2013, No.870 14
www.djpp.kemenkumham.go.id
15 2013, No.870 131
www.djpp.kemenkumham.go.id
132
2013, No.870 16
www.djpp.kemenkumham.go.id
133
17 2013, No.870
BAB VI
ANGGARAN BANTUAN HUKUM
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 37
(1) Anggaran Bantuan Hukum diberikan untuk kegiatan litigasi dan
nonlitigasi.
(2) Besaran anggaran Bantuan Hukum ditentukan oleh Menteri sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai standar
biaya.
Bagian Kedua
Tata Cara Pengajuan Rencana Anggaran Bantuan Hukum
Pasal 38
Pemberi Bantuan Hukum mengajukan rencana anggaran Bantuan Hukum
secara tertulis kepada Menteri melalui Kepala Badan Pembinaan Hukum
Nasional.
Pasal 39
Pengajuan rencana anggaran Bantuan Hukum dilakukan dengan mengisi
formulir proposal pengajuan anggaran yang paling sedikit memuat:
a. identitas Pemberi Bantuan Hukum;
b. nama program;
c. tujuan program;
d. deskripsi program;
e. target pelaksanaan;
f. output yang diharapkan;
g. jadwal pelaksanaan; dan
h. rincian biaya program.
Pasal 40
Pengajuan rencana anggaran Bantuan Hukum dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 41
Formulir proposal pengajuan anggaran Bantuan Hukum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 39 tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
www.djpp.kemenkumham.go.id
134
2013, No.870 18
Bagian Ketiga
Tata Cara Pelaksanaan Penyaluran Anggaran Bantuan Hukum
Pasal 42
(1) Penyaluran anggaran Bantuan Hukum meliputi tahapan:
a. pengajuan permohonan;
b. persetujuan permohonan; dan
c. pencairan anggaran penanganan perkara dan/atau kegiatan.
(2) Pemberi Bantuan Hukum mengajukan permohonan pencairan
anggaran penanganan perkara dan/atau kegiatan kepada Menteri
melalui Kepala Kantor Wilayah disertai dokumen yang disyaratkan.
(3) Kepala Kantor Wilayah memeriksa permohonan pencairan anggaran
dan dokumen yang disyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Kepala Kantor Wilayah dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari
kerja terhitung sejak tanggal diterimanya surat permohonan dan
dokumen yang disyaratkan secara lengkap, wajib memberikan
jawaban atas hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
kepada Pemberi Bantuan Hukum.
(5) Kepala Kantor Wilayah menyampaikan permintaan pencairan
anggaran kepada Menteri melalui Kepala Badan Pembinaan Hukum
Nasional dengan tembusan kepada Pemberi Bantuan Hukum
berdasarkan jawaban hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung
sejak tanggal penyampaian jawaban atas hasil pemeriksaan.
(6) Penyampaian jawaban dan permintaan pencairan anggaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dilakukan melalui:
a. pos;
b. faksimile; dan/atau
c. surat elektronik lainnya.
Pasal 43
(1) Dokumen yang disyaratkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42
ayat (2) untuk Bantuan Hukum litigasi meliputi:
a. bukti penanganan perkara;
b. kuitansi pembayaran pengeluaran;
c. laporan keuangan penanganan kasus; dan
d. dokumentasi.
www.djpp.kemenkumham.go.id
135
19 2013, No.870
(2) Bukti penangan perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
untuk perkara pidana disesuaikan dengan tahapan pemeriksaan
berupa:
a. surat kuasa;
b. bukti dan saksi pendukung sebagai seorang tersangka atau
terdakwa;
c. pendapat hukum (legal opinion);
d. eksepsi atau keberatan;
e. pledoi atau pembelaan;
f. duplik;
g. memori banding atau kontra memori banding;
h. memori kasasi atau kontra memori kasasi; dan/atau
i. memori peninjauan kembali atau kontra memori peninjauan
kembali.
(3) Bukti penanganan perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a untuk perkara perdata disesuaikan dengan tahapan
pemeriksaan berupa:
a. surat kuasa;
b. pendapat hukum (legal opinion);
c. somasi;
d. gugatan atau jawaban gugatan;
e. tawaran mediasi atau jawaban;
f. eksepsi atau replik;
g. kesimpulan;
h. memori banding atau kontra memori banding;
i. memori kasasi atau kontra memori kasasi; dan/atau
j. memori peninjauan kembali/kontra memori peninjauan kembali.
(4) Bukti penanganan perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a untuk perkara tata usaha negara disesuaikan dengan tahapan
pemeriksaan berupa:
a. surat kuasa;
b. pendapat hukum (legal opinion);
c. somasi;
d. gugatan atau jawaban gugatan;
www.djpp.kemenkumham.go.id
136
2013, No.870 20
www.djpp.kemenkumham.go.id
137
21 2013, No.870
www.djpp.kemenkumham.go.id
138
2013, No.870 22
www.djpp.kemenkumham.go.id
139
23 2013, No.870
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 20 Juni 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 27 Juni 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN
www.djpp.kemenkumham.go.id
140
2013, No.870 24
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 22 TAHUN 2013
TENTANG
PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG SYARAT DAN TATA
CARA PEMBERIAN BANTUAN HUKUM DAN PENYALURAN
DANA BANTUAN HUKUM
www.djpp.kemenkumham.go.id
141
25 2013, No.870
…………………,………………… 20….
Nomor : ………………….
Perihal : Penyuluhan Hukum
Kepada Yth :
Dengan hormat,
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
Hari/Tanggal : …………………………………………………………………
Waktu : …………………………………………………………………
Tempat : …………………………………………………………………
…………………………………………………………………
…………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
Pemohon
…………………………….
Ttd
(Nama)
www.djpp.kemenkumham.go.id
142
2013, No.870 26
I. DATA PEMOHON
Nama : ………………………………………………….
Tempat/Tanggal Lahir : …………………………………………..........
Jenis Kelamin : ………………………………………………….
Agama : ………………………………………..………..
Pendidikan : …………………………………………..……..
Golongan Darah (*) : …………………………..……………………..
Alamat/Telepon/HP (*) : …………...........……………………………..
Pekerjaan : ………...........………………………………..
Keterangan Miskin : SKTM/JAMKESMAS/GAKIN/Terlampir
www.djpp.kemenkumham.go.id
143
27 2013, No.870
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
…………………………………
VII. Pemohon/Klien
Nama : ……………………………………………………….
Tanda tangan : ……………………………………………………….
Mengetahui,
(Nama OBH)
Direktur
www.djpp.kemenkumham.go.id
144
2013, No.870 28
………………………,……………… 20….
Nomor : ………………….
Perihal : Investigasi Kasus
Kepada Yth :
Dengan hormat,
……………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………...
Hari/Tanggal : …………………………………………………………………
Waktu : …………………………………………………………………
Tempat : …………………………………………………………………
…………………………………………………………………
…………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………...…
……………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………….........
Pemohon
…………………………….
Ttd
(Nama)
www.djpp.kemenkumham.go.id
145
29 2013, No.870
I. Latar Belakang
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
V. Tinjauan Teoritis/Konsepsional
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
………………………………
www.djpp.kemenkumham.go.id
146
2013, No.870 30
Mengetahui,
(Nama OBH)
Direktur
www.djpp.kemenkumham.go.id
147
31 2013, No.870
FORMULIR MEDIASI
Pada hari ini …………….. tanggal ………… bulan ……………… tahun …….., telah
dilaksanakan mediasi …………………………………… antara………………………
yang beralamat di ……………………………………………………… yang selanjutnya
disebut dengan PIHAK I, dengan ………………………………...…………………………
yang beralamat di ........................................ yang selanjutnya disebut PIHAK II,
dalam perkara …………………………………………………………………………..
ttd ttd
(…………………….) (……………………..)
MEDIATOR
(…………………………..)
www.djpp.kemenkumham.go.id
148
2013, No.870 32
FORMULIR NEGOSIASI
Pada hari ini …………….. tanggal …...…… bulan …………………… tahun ………..,
telah dilaksanakan negosiasi …………………………………….........................……….
Antara ………………………………… yang beralamat di ……………………………………
yang selanjutnya disebut dengan PIHAK I dengan ……………………………….........
yang beralamat di ................... yang selanjutnya disebut PIHAK II dalam perkara
…………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………
ttd ttd
(…………………….) (……………………..)
NEGOSIATOR
(…………………………..)
www.djpp.kemenkumham.go.id
149
33 2013, No.870
a. Jenis Kegiatan
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
b. Jumlah Peserta
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
d. Hasil/Output Kegiatan
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………
ttd ttd
(stempel) (stempel)
(…………………….) (……………………..)
www.djpp.kemenkumham.go.id
150
2013, No.870 34
………………………,………………… 20….
Nomor : ………………….
Perihal : Pendampingan di luar Pengadilan
Kepada Yth :
Nama Organisasi Bantuan Hukum (……………………………)
…………………………………………………………………………..
Di
Tempat
Dengan hormat,
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
Demikian permohonan ini kami ajukan untuk disetujui
Pemohon
…………………………….
Ttd
(Nama)
www.djpp.kemenkumham.go.id
151
35 2013, No.870
………………………,…………………… 20…..
Nomor : ………………….
Perihal : Drafting Dokumen Hukum
Kepada Yth :
Nama Organisasi Bantuan Hukum (……………………………)
…………………………………………………………………………..
Di
Tempat
Dengan hormat,
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
Demikian permohonan ini kami ajukan untuk disetujui
Pemohon
…………………………….
Ttd
(Nama)
www.djpp.kemenkumham.go.id
152
2013, No.870 36
PROPOSAL
PENGAJUAN ANGGARAN BANTUAN HUKUM
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
Stempel basah
…………………………………
Direktur
www.djpp.kemenkumham.go.id
153
37 2013, No.870
www.djpp.kemenkumham.go.id
154
2013, No.870 38
dalam rupiah
TA. 2013 TA. 2012 Perubahan [+/(-)]
Akun Uraian
Rp. Rp. persentase
1 ASET
11 ASET LANCAR 999,999,999 999,999,999 999.99%
111 Kas dan setara kas 999,999,999 999,999,999 999.99%
112 Piutang Jangka Pendek 999,999,999 999,999,999 999.99%
113 Persediaan 999,999,999 999,999,999 999.99%
12 ASET NON LANCAR 999,999,999 999,999,999 999.99%
121 Aset Tetap 999,999,999 999,999,999 999.99%
122 Piutang Jangka Panjang 999,999,999 999,999,999 999.99%
123 Aset Tak Berwujud 999,999,999 999,999,999 999.99%
124 Aset Lainnya 999,999,999 999,999,999 999.99%
JUMLAH ASET 999,999,999 999,999,999 999.99%
2 KEWAJIBAN
21 Kewajiban Jangka Pendek 999,999,999 999,999,999 999.99%
22 Kewajiban Jangka Panjang 999,999,999 999,999,999 999.99%
JUMLAH KEWAJIBAN 999,999,999 999,999,999 999.99%
3 EKUITAS
31 Ekuitas 999,999,999 999,999,999 999.99%
JUMLAH EKUITAS 999,999,999 999,999,999 999.99%
JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS 999,999,999 999,999,999 999.99%
a.n. Pimpinan
Direktur Keuangan,
Tn. Fulan
www.djpp.kemenkumham.go.id
155
39 2013, No.870
Tn. Fulan
www.djpp.kemenkumham.go.id
156
2013, No.870 40
dalam rupiah
TA. 2013 TA. 2012 Perubahan [+/(-)]
Akun Uraian
Rp. Rp. persentase
1 ASET
Tn. Fulan
AMIR SYAMSUDIN
www.djpp.kemenkumham.go.id
157
TENTANG
BESARAN BIAYA BANTUAN HUKUM LITIGASI DAN NON LITIGASI
6. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor 3 Tahun 2013
tentang Tata cara Verifikasi dan Akreditasi Lembaga Bantuan Hukum atau
Organisasi Kemasyarakatan (Berita Negara Republik Indonesia Nomor
222);
MEMUTUSKAN:
PERTAMA : Besaran Biaya Bantuan Hukum Litigasi dan Non Litigasi adalah
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Keputusan Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia ini.
KEDUA : Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia ini mulai berlaku
pada tanggal 01 Juli 2013.
KETIGA : Dalam hal biaya bantuan hukum litigasi dan non litigasi yang ditetapkan
dalam Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia ini telah habis
masa berlakunya dan biaya yang baru belum ditetapkan, maka biaya
bantuan hukum litigasi dan non litigasi yang ditetapkan dalam Keputusan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia ini tetap berlaku sebagai dasar
penghitungan sampai ditetapkan biaya yang baru.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 09 Juli 2013
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
AMIR SYAMSUDIN
159
c. Standard Biaya
d. Petunjuk Pelaksanaan
PETUNJUK PELAKSANAAN
TENTANG PENGAWASAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN
BANTUAN HUKUM
BAB I
PENDAHULUAN
1. Umum
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menyebutkan “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Hal ini diwujudkan dengan
memberikan jaminan hukum bagi seluruh warga negaranya. Pemberian jaminan hukum
tersebut dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan
Hukum yang mewajibkan negara untuk memberikan akses bagi warga negara, khususnya
orang miskin atau kelompok orang miskin dalam mendapatkan keadilan dan kesamaan
di hadapan hukum.
Untuk memberikan pedoman bagi Badan Pembinaan Hukum Nasional dan Kantor
Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai penyelenggara Bantuan
Hukum khususnya mengenai pengawasan dan evaluasi pelaksanaan Bantuan Hukum
secara baik dan lancar diperlukan Petunjuk Pelaksanaan tentang Pengawasan dan
Evaluasi Pelaksanaan Bantuan Hukum.
a. maksud Petunjuk Pelaksanaan ini adalah sebagai pedoman bagi Badan Pembinaan
Hukum Nasional dan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
sebagai penyelenggara Bantuan Hukum dalam rangka pengawasan dan evaluasi
terhadap pelaksanaan pemberian Bantuan Hukum oleh Pemberi Bantuan Hukum.
3. Ruang Lingkup
4. Pengertian
a. Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh pemberi bantuan hukum
secara cuma-cuma kepada penerima bantuan hukum.
b. Pemberi Bantuan Hukum adalah lembaga Bantuan Hukum atau organisasi
kemasyarakatan yang memberi layanan Bantuan Hukum.
c. Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin.
d. Pengawasan adalah …………..
e. Pemantauan adalah merupakan suatu kegiatan mengamati secara seksama suatu
keadaan atau kondisi, termasuk juga perilaku atau kegiatan tertentu, dengan tujuan
agar semua data masukan atau informasi yang diperoleh dari hasil pengamatan
tersebut dapat menjadi landasan dalam mengambil keputusan tindakan selanjutnya
yang diperlukan.
f. Evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan (input),
keluaran (output), dan hasil (outcome) terhadap rencana dan standar.
g. Panitia Pengawas Pusat dan Daerah adalah panitia yang melaksanakan pengawasan
pemberian Bantuan Hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
h. Kantor Wilayah adalah kantor wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
BAB II
PENGAWASAN
BAB III
PEMANTAUAN DAN EVALUASI
8. Pemantauan sebagaimana dimaksud pada angka 5 dilakukan secara berkala dan secara
insidental.
11. Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada angka…. dilakukan terhadap:
13. Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada angka….. dilaksanakan oleh
Panitia Pengawas Pusat dan Daerah.
14. Panitia Pengawas Pusat sebagaimana dimaksud pada angka….. terdiri atas wakil dari
unsur :
a. Badan Pembinaan Hukum Nasional berjumlah 5 (lima) orang;
b. Inspektorat Jenderal berjumlah 1 (satu) orang;
c. Biro Perencanaan Sekretariat Jenderal berjumlah 1 (satu) orang; dan
d. Kantor Perbendaharaan Negara berjumlah 1 (satu) orang.
15. Panitia Pengawas Daerah sebagaimana dimaksud pada angka….. terdiri atas wakil dari
unsur :
a. Kantor Wilayah Kementerian berjumlah 5 (lima) orang;
b. Biro hukum pemerintah daerah provinsi berjumlah 1 (satu) orang ; dan
c. Rumah Tahanan di Kantor Wilayah Kementerian berjumlah 1 (satu) orang.
16. Pemberi Bantuan Hukum wajib menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan pemberian
Bantuan Hukum kepada Menteri.
BAB IV
TUGAS PANITIA PENGAWAS PUSAT
BAB V
TUGAS PANITIA PENGAWAS DAERAH
BAB VI
PENUTUP
19. Petunjuk Pelaksanaan ini diharapkan dapat menjadi panduan kerja bagi Badan
Pembinaan Hukum Nasional dan Kantor Wilayah untuk melaksanakan pengawasan,
pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan Bantuan Hukum dengan baik dan
lancar serta berkesinambungan kepada orang miskin atau kelompok orang miskin sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
penandatanganan kontrak
166
penyusunan
167
publikasi media
168
sosialisasi
169
verifikasi
170
11.005 KELOMPOK KERJA TRANSFORMASI GENDER ACEH (KKTGA) Aceh 33.160 MAJELI
11.006 YAYASAN PENYULUHAN DAN BANTUAN HUKUM DOKTRIN PERSADA Aceh 33.161 YAYASA
(YLBHI-
11.007 BIRO BANTUAN HUKUM BANDA ACEH Aceh 33.162 LEMBAG
JEPARA
11.008 LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) SYARI'AH INDONESIA Aceh 33.163 LEMBAG
11.009 PUSAT BANTUAN HUKUM DAN HAM (PBHAM) ACEH TENGAH Aceh 33.164 YAYASA
11.010 RESTORATIVE JUSTICE WORKING GROUP (RJWG) Aceh 33.165 LEGAL
SEMAR
11.011 BIRO BANTUAN HUKUM (BBH) SENTRA KEADILAN BANDA ACEH Aceh 33.166 PERKU
UNTUK
11.012 POS BANTUAN HUKUM DAN HAM (PB-HAM) LANGSA - ACEH TIMUR Aceh 33.167 PUSAT
INDONE
11.013 LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) KEADILAN ACEH TAMIANG Aceh 33.168 LEMBAG
11.014 LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) ACEH - LEGAL AID FOUNDITION - Aceh 33.169 POS BA
LHOKSEUMAWE TENGA
11.015 YAYASAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM ANAK (LBH ANAK) ACEH Aceh 33.170 LBH BA
11.016 LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) ANAK BANGSA CABANG ACEH UTARA Aceh 33.171 ADIL IN
11.017 POS BANTUAN HUKUM DAN HAM (PB-HAM) PIDIE Aceh 33.172 LBH WA
11.018 ADVOKAT/KONSULTAN HUKUM RAMLI HUSEIN, SH & ASSOCIATES Aceh 33.173 LBH PA
11.019 MASYARAKAT TRANSPARANSI PEDULI ACEH JAYA (MATARADJA) Aceh 33.174 LKBH U
11.020 YAYASAN ADVOKASI RAKYAT ACEH Aceh 33.175 LKBH F
11.021 LEMBAGA PELATIHAN DAN PENDIDIKAN PEREMPUAN MANDIRI (LP3M) Aceh 33.176 WCC LE
12.022 YAYASAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN PERSADA Sumatera Utara 33.177 LKBH S
MEDAN
12.023 PUSAT KAJIAN DAN PERLINDUNGAN ANAK (PKPA) Sumatera Utara 33.178 LBH PE
12.024 LEMBAGA BANTUAN HUKUM MEDAN Sumatera Utara 34.179 LEMBAG
12.025 BIRO BANTUAN HUKUM LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MARGINAL Sumatera Utara 34.180 YLBH A
eh 33.157 PUSAT ADVOKASI HUKUM DAN HAM (PAHAM) JAWA TENGAH Jawa Tengah
eh 33.158 YAYASAN ATMA Jawa Tengah
eh 33.160 MAJELIS HUKUM DAN KAJIAN KEBIJAKAN PUBLIK MUHAMMADIYAH Jawa Tengah
eh 33.161 YAYASAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM INDONESIA LEMBAGA BANTUAN HUKUM Jawa Tengah
(YLBHI-LBH) SEMARANG
eh 33.162 LEMBAGA BANTUAN HUKUM HIMPUNAN KERUKUNAN TANI INDONESIA (LBH HKTI) Jawa Tengah
JEPARA
eh 33.163 LEMBAGA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN (LPP) SEKAR JEPARA Jawa Tengah
eh 33.164 YAYASAN BANTUAN HUKUM MAWAR SARON SEMARANG Jawa Tengah
eh 33.165 LEGAL RESOURCES CENTER UNTUK KEADILAN JENDER DAN HAM (LRC-KJHAM) Jawa Tengah
SEMARANG
eh 33.166 PERKUMPULAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM ASOSIASI PEREMPUAN INDONESIA Jawa Tengah
UNTUK KEADILAN (APIK) SEMARANG
eh 33.167 PUSAT BANTUAN HUKUM DEWAN PIMPINAN CABANG PERHIMPUNAN ADVOKAT Jawa Tengah
INDONESIA (PBH-DPC-PERADI) SEMARANG
eh 33.168 LEMBAGA KONSULTASI DAN BANTUAN HUKUM (LKBH) JEPARA Jawa Tengah
eh 33.169 POS BANTUAN HUKUM ADVOKAT INDONESIA (POSBAKUMADIN) KUDUS - JAWA Jawa Tengah
TENGAH
eh 33.170 LBH BANJARNEGARA Jawa Tengah
eh 33.171 ADIL INDONESIA AGENCY Jawa Tengah
matera Utara 34.181 LSM RIFKA ANNISA WOMEN CRISIS CENTER DI Jogjakarta
matera Utara 34.182 PBHI WILAYAH YOGYAKARTA DI Jogjakarta
matera Utara 34.183 LKBHI FH UII DI Jogjakarta
matera Utara 34.184 LBH APIK YOGYAKARTA DI Jogjakarta
matera Utara 34.185 PUSAT KONSULTASI DAN BANTUAN HUKUM (PKBH) FAKULTAS HUKUM DI Jogjakarta
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
matera Utara 34.186 YLBHI LBH YOGYAKARTA DI Jogjakarta
172
12.032 LEMBAGA ADVOKASI MASYARAKAT HUMBANG DAN SEKITARNYA (LAMHAS) Sumatera Utara 34.187 PUSAT
UNIVE
12.033 LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT DAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM SUARA Sumatera Utara 34.188 PUSAT
RAKYAT TAPANULI UNIVE
12.034 PERKUMPULAN SADA AHMO (PERSADA) Sumatera Utara 34.189 LEMBA
12.035 BIRO BANTUAN HUKUM UNIV MUHAMMADIYAH SUMUT Sumatera Utara 34.190 LEMBA
UNIVE
13.036 PAHAM SUMATERA BARAT Sumatera Barat 34.191 PUSAT
UNIVE
13.037 KANTOR HUKUM FIAT JUSTITIA Sumatera Barat 34.192 LEMBA
UNIVE
13.038 PERHIMPUNAN BANTUAN HUKUM DAB HAM (PBHI) WILAYAH SUMBAR Sumatera Barat 34.193 LEMBA
13.039 YAYASAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM INDONESIA (YLBHI) KANTOR LBH PADANG Sumatera Barat 34.194 LEMBA
14.042 PUSAT ADVOKASI DAN HAK ASASI MANUSIA (PAHAM) INDONESIA CABANG RIAU Riau 35.197 BIRO K
14.043 YAYASAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM INDONESIA LEMBAGA BANTUAN HUKUM Riau 35.198 YAYAS
(YLBHI-LBH) PEKANBARU
14.044 LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LANCANG Riau 35.199 SURAB
KUNING
14.045 LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) DHARMA BANGSA PEKANBARU-RIAU Riau 35.200 LEMBA
14.046 BIRO KONSULTAN DAN BANTUAN HUKUM LENTERA RIAU Riau 35.201 LBH LA
14.047 KANTOR BANTUAN HUKUM RIAU Riau 35.202 POSBA
14.048 LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT SANDREGO Riau 35.203 BIRO K
matera Utara 34.187 PUSAT KONSULTASI DAN BANTUAN HUKUM (PKBH) FAKULTAS HUKUM DI Jogjakarta
UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA
matera Utara 34.188 PUSAT KONSULTASI DAN BANTUAN HUKUM (PKBH) FAKULTAS HUKUM DI Jogjakarta
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
matera Utara 34.189 LEMBAGA KONSULTASI KESEJAHTERAAN KELUARGA (LK3) SEKAR MELATI DI Jogjakarta
matera Utara 34.190 LEMBAGA STUDI DAN BANTUAN HUKUM (LSBH) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM DI Jogjakarta
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
matera Barat 34.191 PUSAT KONSULTASI DAN BANTUAN HUKUM (PKBH) FAKULTAS HUKUM DI Jogjakarta
UNIVERSITAS GADJAH MADA
matera Barat 34.192 LEMBAGA KONSULTASI DAN BANTUAN HUKUM (LKBH) FAKULTAS HUKUM DI Jogjakarta
UNIVERSITAS JANABADRA
matera Barat 34.193 LEMBAGA KONSULTASI DAN BANTUAN HUKUM (LKBH) HANDAYANI DI Jogjakarta
matera Barat 34.194 LEMBAGA BANTUAN HUKUM DAN PENYULUH HUKUM ARMALAH DI Jogjakarta
matera Barat 34.195 YAYASAN PUSAT BANTUAN HUKUM DPC PERADI BANTUL DI Jogjakarta
u 34.196 LEMBAGA KONSULTASI DAN BANTUAN HUKUM (LKBH) KONSUMEN INDONESIA DI Jogjakarta
u 35.200 LEMBAGA ADVOKASI & BANTUAN HUKUM AL BANNA LAMONGAN Jawa Timur
matera Selatan 35.213 LKBH PIMPINAN DAERAH AISYIYAH KOTA MALANG Jawa Timur
matera Selatan 35.214 LEMBAGA KONSULTASI DAN MEDIASI MASYARAKAT MALANG Jawa Timur
matera Selatan 35.215 BKBH UNIV.MUHAMMADIYAH MALANG Jawa Timur
matera Selatan 35.216 POSBAKUMADIN PROBOLINGGO Jawa Timur
matera Selatan 35.217 PAHAM JEMBER Jawa Timur
174
16.063 WOMEN'S CRISIS CENTRE (WCC) PALEMBANG Sumatera Selatan 35.218 LKBHI
17.064 LEMBAGA KONSULTASI DAN BANTUAN HUKUM UNIVERSITAS MUHAMADIYAH Bengkulu 35.219 IKADIN
BENGKULU (LKBH-UMB)
17.065 UNIT KONSULTASI DAN BANTUAN HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS Bengkulu 35.220 FH.UN
BENGKULU
17.066 LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) BHAKTI ALUMNI UNIB Bengkulu 36.221 LEMBA
17.067 YAYASAN BANTUAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA (YBHHAM-BENGKULU) Bengkulu 36.222 LEMBA
17.068 YAYASAN PENDIDIKAN DAN BANTUAN HUKUM INDONESIA KANTOR BANTUAN Bengkulu 36.223 KANTO
HUKUM BENGKULU (YPBHI-KBHB)
17.069 LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) BINTANG KEADILAN Bengkulu 36.224 LEMBA
17.070 LEMBAGA BANTUAN HUKUM BHAKTI ALUMNI UNIB CABANG CURUP Bengkulu 36.225 LEMBA
17.071 CAHAYA PEREMPUAN WOMENS CRISIS CENTER (WCC) BENGKULU Bengkulu 36.226 LEMBA
MUHA
18.072 LEMBAGA ADVOKASI PEREMPUAN DAMAR Lampung 36.227 LEMBA
18.073 YLBHI LBH BANDAR LAMPUNG Lampung 36.228 POSB
18.074 PERHIMPUNAN BANTUAN HUKUM DAN HAM INDONESIA (PBHI) WILAYAH LAMPUNG Lampung 36.229 LEMBA
18.075 LEMBAGA KONSULTASI DAN BANTUAN HUKUM SPSI LAMPUNG Lampung 36.230 LEMBA
18.076 LEMBAGA KONSULTASI DAN BANTUAN HUKUM (LKBH) FIAT YUSTISIA Lampung 36.231 PERKU
18.077 LEMBAGA BANTUAN KESEHATAN NEGARA (LKBN) Lampung 51.232 PERH
18.078 BANTUAN HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG (BKBH FH UNILA) Lampung 51.233 KELOM
19.079 LEMBAGA PUSAT DUKUNGAN KEBIJAKAN PUBLIK BABEL (PDKP BABEL) Bangka Belitung 51.234 YAYAS
21.080 PAHAM KEPRI Kepulauan Riau 51.235 LEMBA
31.081 LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) MAWAR SARON JAKARTA DKI Jakarta 51.236 LBH A
31.082 LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) HEALING MOVEMENT DKI Jakarta 52.237 POSB
31.083 POSBAKUMADIN JAKARTA UTARA DKI Jakarta 52.238 PERSE
KEADI
31.084 PUSAT KAJIAN DAN BANTUAN HUKUM (PKBH) FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DKI Jakarta 52.239 LEMBA
TARUMANAGARA
31.085 LEMBAGA BANTUAN HUKUM FORUM KOMUNIKASI ANAK BETAWI (LBH FORKABI) DKI Jakarta 52.240 GRAV
31.086 YAYASAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM DAN KEMANUSIAAN DUTA KEADILAN DKI Jakarta 52.241 LEMBA
INDONESIA (YLBHK-DKI)
31.087 LEMBAGA KONSULTASI DAN BANTUAN HUKUM (LKBH) FAKULTAS HUKUM DKI Jakarta 52.242 LEMBA
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
31.088 LEMBAGA KONSULTASI DAN BANTUAN HUKUM (LKBH) WIRA DHARMA DKI Jakarta 52.243 YAYAS
31.089 LEMBAGA KONSULTASI DAN BANTUAN HUKUM FAKULTAS HUKUM UPN "VETERAN" DKI Jakarta 53.244 PERH
JAKARTA (LKBH FH UPN VETERAN JAKARTA)
31.090 YAYASAN SUKMA KLINIK HUKUM ULTRA PETITA DKI Jakarta 53.245 DPC P
31.091 ASSOSIASI PENASEHAT HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA INDONESIA (APHI) DKI Jakarta 53.246 LBH A
31.092 POS BANTUAN HUKUM (POSBAKUM) AISYIYAH JAKARTA DKI Jakarta 53.247 LBH T
31.093 POSBAKUMADIN JAKARTA SELATAN DKI Jakarta 53.248 POSB
31.094 RAPID AGRARIA CONFLICT APPRAISAL (RACA) INSTITUTE DKI Jakarta 53.249 Posba
175
ngkulu 36.226 LEMBAGA KONSULTASI BANTUAN HUKUM (LKBH) FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS Banten
MUHAMMADIYAH JAKARTA
mpung 36.227 LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) YUSTEK Banten
mpung 36.228 POSBAKUMADIN SERANG Banten
mpung 36.229 LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) APIK BANTEN Banten
mpung 36.230 LEMBAGA KONSULTASI BANTUAN HUKUM (LKBH) JATRA MADA Banten
mpung 36.231 PERKUMPULAN LKBH FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI IAIN Banten
mpung 51.232 PERHIMPUNAN BANTUAN HUKUM INDONESIA WILAYAH BALI Bali
mpung 51.233 KELOMPOK PEDULI PEREMPUAN DAN ANAK BALI Bali
I Jakarta 52.241 LEMBAGA STUDI DAN BANTUAN HUKUM (LSBH) NTB NTB
31.112 LEMBAGA BANTUAN HUKUM ASOSIASI PEREMPUAN INDONESIA UNTUK KEADILAN DKI Jakarta 72.267 LBH DO
(LBH APIK) JAKARTA
31.113 PUSAT ADVOKASI DAN HAK ASASI MANUSIA (PAHAM) JAKARTA DKI Jakarta 72.268 LINGKA
31.114 PUSAT ADVOKASI DAN HAK ASASI MANUSIA (PAHAM) INDONESIA DKI Jakarta 72.269 LBH PR
31.115 YAYASAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM (YLBH) MARHAENIS DKI Jakarta 72.270 KOMUN
31.116 LEMBAGA BANTUAN HUKUM FORUM PEMBELA KEBENARAN NUSANTARA (LBH DKI Jakarta 72.271 LBH SU
FORPEK)
31.117 LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (LSM) PAYUNG BANGSA DKI Jakarta 72.272 LBH KA
31.118 PERKUMPULAN PELAYANAN MASYARAKAT KOTA HURIA KRISTEN BATAK DKI Jakarta 72.273 PBHR S
PROTESTAN (PPMK HKBP) JAKARTA
31.119 LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) PENDIDIKAN DKI Jakarta 72.274 LPS HA
31.120 LEMBAGA KONSULTASI DAN BANTUAN HUKUM (LKBH) FAKULTAS HUKUM DKI Jakarta 73.275 YLBHI L
UNIVERSITAS SURYADARMA
31.121 YAYASAN FORUM ADIL SEJAHTERA DKI Jakarta 73.276 PERHIM
WILAYA
31.122 LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) STREET LAWYER LEGAL AID DKI Jakarta 73.277 UNIT K
HASAN
31.123 YAYASAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM (YLBH) KELUARGA AMANAH DKI Jakarta 73.278 YAYAS
(LBH A
177
I Jakarta 64.263 YAYASAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM (YLBH) KALIMANTAN TIMUR Kalimantan Timur
I Jakarta 64.264 LEMBAGA BANTUAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA SEKOLAH TINGGI AGAMA Kalimantan Timur
ISLAM NEGERI (LBH & HAM STAIN) SAMARINDA
I Jakarta 64.265 PUSAT KONSULTASI DAN BANTUAN HUKUM (PKBH) UNIVERSITAS BORNEO Kalimantan Timur
TARAKAN
I Jakarta 71.266 LEMBAGA BANTUAN HUKUM RUDDY CENTRE Sulawesi Utara
I Jakarta 73.276 PERHIMPUNAN BANTUAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA INDONESIA (PBHI) Sulawesi Selatan
WILAYAH SULAWESI SELATAN
I Jakarta 73.277 UNIT KONSULTASI DAN BANTUAN HUKUM (UKBH) FAKULTAS HUKUM UIVERSITAS Sulawesi Selatan
HASANUDDIN
I Jakarta 73.278 YAYASAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM PEREMPUAN INDONESIA UNTUK KEADILAN Sulawesi Selatan
(LBH APIK) MAKASSAR
178
31.124 LEMBAGA MISSI RECLASSEERING REPUBLIK INDONESIA DKI Jakarta 73.279 LEMBA
INDON
31.125 LEMBAGA BANTUAN HUKUM LEMBAGA EDUKASI DAN ADVOKASI MASYARAKAT DKI Jakarta 73.280 LEMBA
INDONESIA (LBH LEKASIA)
31.126 YAYASAN PUSAT BANTUAN HUKUM AAI "OFFICIUM NOBILE" DKI Jakarta 73.281 PUSAT
MAKAS
32.127 LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT PETANAN INDRAMAYU Jawa Barat 73.282 YAYAS
32.128 LEMBAGA BANTUAN HUKUM CIREBON Jawa Barat 73.283 YAYAS
32.129 LSM WOMEN'S CRISIS CENTRE (WCC) MAWAR BALQIS Jawa Barat 73.284 YAYAS
32.130 PBH DPC PERADI CIREBON Jawa Barat 73.285 LEMBA
REMAJ
32.134 LEMBAGA BANTUAN HUKUM PUTIH BEKASI TIMUR Jawa Barat 74.289 LBH Ke
32.135 LEMBAGA BANTUAN HUKUM FAJAR KARAWANG Jawa Barat 74.290 Posbak
32.136 LEMBAGA BANTUAN HUKUM UNIVERSITAS SUBANG Jawa Barat 74.291 Posbak
32.137 LEMBAGA BANTUAN DAN KONSULTASI HUKUM LOCAL EDUACTION CENTRE GARUT Jawa Barat 74.292 LBH Pe
32.138 LEMBAGA BANTUAN HUKUM MASYARAKAT CIBINONG BOGOR Jawa Barat 75.293 LKBH P
32.139 LEMBAGA BANTUAN HUKUM KUSUMAH BANGSA CIANJUR Jawa Barat 75.294 LBH UN
32.140 LEMBAGA BANTUAN HUKUM MASYARAKAT DEPOK Jawa Barat 73.295 LEMBA
32.141 LEMBAGA KONSULTASI DAN BANTUAN HUKUM IBLAM DEPOK Jawa Barat 81.296 LEMBA
32.142 LEMBAGA BANTUAN HUKUM AMALBI DEPOK Jawa Barat 81.297 HUMAN
33.143 LBH MIFTAKHUL JANNAH SEMARANG Jawa Tengah 81.298 YAYAS
33.144 LAW OFFICE "LAW AND JUSTICE" Jawa Tengah 82.299 DAULA
33.145 LBH PEMBELA HAM Jawa Tengah 82.300 LBH MA
33.146 LEMBAGA BANTUAN DAN KONSULTASI HUKUM "PUSPA" Jawa Tengah 82.301 LEMBA
33.147 ASOSIASI PENGACARA SYARIAH INDONESIA (APSI) Jawa Tengah 82.302 PKBH U
33.148 PERHIMPUNAN BANTUAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA (PBHI) JAWA TENGAH Jawa Tengah 82.303 LABH-H
33.152 MAJELIS HUKUM DAN HAM PIMPINAN WILAYAH AISYIYAH JAWA TENGAH Jawa Tengah 91.307 LEMBA
(LBH A
33.153 BADAN KONSULTASI DAN BANTUAN HUKUM (BKBH) FAKULTAS HUKUM Jawa Tengah 91.308 LEMBA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
33.154 BADAN MEDIASI DAN BANTUAN HUKUM (BMBH) FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS Jawa Tengah 92.309 PERHIM
SEBELAS MARET
33.155 UNIT PELAYANAN DAN BANTUAN HUKUM (UPBH) FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS Jawa Tengah 92.310 YAYAS
KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA KEARIF
179
Jakarta 73.279 LEMBAGA KAJIAN, ADVOKASI DAN BANTUAN HUKUM UNIVERSITAS MUSLIM Sulawesi Selatan
INDONESIA (LaKBH-UMI)
Jakarta 73.280 LEMBAGA BANTUAN HUKUM INDONESIA JUSTICE (LBHI- JUSTICE) Sulawesi Selatan
Jakarta 73.281 PUSAT ADVOKASI DAN BANTUAN HUKUM ORANG INDONESIA (PATUH-Oi) KOTA Sulawesi Selatan
MAKASSAR
a Barat 73.282 YAYASAN PATRIOT INDONESIA Sulawesi Selatan
a Barat 73.283 YAYASAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM MAKASSAR Sulawesi Selatan
a Barat 73.284 YAYASAN TUMBUH MANDIRI INDONESIA Sulawesi Selatan
a Barat 73.285 LEMBAGA BANTUAN HUKUM DAN ADVOKASI BADAN KOMUNIKASI PEMUDA DAN Sulawesi Selatan
REMAJA MESJID (LBHA-BKPRMI) PROVINSI SULAWESI SELATAN
a Tengah 82.304 DPD LSM ALIANSI INDONESIA, MALUKU UTARA Maluku Utara
a Tengah 91.305 POSBAKUMADIN PENGADILAN NEGERI JAYAPURA Papua
a Tengah 91.306 YAYASAN LEMBAGA STUDY DAN ADVOKASI HAM PAPUA (ELSAM PAPUA) Papua
a Tengah 91.307 LEMBAGA BANTUAN HUKUM ASOSIASI PEREMPUAN INDONESIA UNTUK KEADILAN Papua
(LBH APIK)
a Tengah 91.308 LEMBAGA BANTUAN HUKUM PAPUA Papua
a Tengah 92.309 PERHIMPUNAN BANTUAN HUKUM KEADILAN DAN PERDAMAIAN SORONG Papua Barat
a Tengah 92.310 YAYASAN MON ININ KONO (YAMIKO) PAPUA LEMBAGA PEMBERDAYAAN POTENSI Papua Barat
KEARIFAN MASYARAKAT LOKAL
180
SAMBUTAN
- Ketua PPATK;
- Ketua LPSK;
181
Mengawali sambutan ini, marilah kita memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena
atas rahmat dan ridhoNya, kita dapat hadir untuk mengikuti acara Pembukaan Rapat Kerja
Nasional Bantauan Hukum Tahun 2013 yang diselenggarakan oleh Kementerian Hukum
dan HAM R.I.
Pada kesempatan yang baik ini, saya ingin menyampaikian ucapan selamat menunaikan
ibadah puasa bagi sudara yang melaksanakannya dan selamat menyongsong idul fitri 1
syawal 1434 H. Semoga seluruh amal ibadah kita di bulan suci Ramadhan ini, diterima oleh
Allah SWT.
Bantuan Hukum untuk orang miskin adalah tugas negara dan pemerintah seperti yang
diamanahkan oleh konsitusi kita. Pasal 28D ayat (1) menyatakan : Setiap orang berhak
atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil; serta perlakuan
yang sama di hadapan hukum. Harus diakui, selama ini pemberian Bantuan Hukum yang
dilakukan belum banyak menyentuh orang atau kelompok orang miskin oleh karena itu
negara bertanggung jawab terhadap pemberian bantuan hukum bagi orang miskin sebgai
perwujudan akses terhadap keadilan (accses to justice).
Hak atas Bantuan Hukum telah diterima secara universal yang dijamin dalam Kovenan
Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and
Political Rights (ICCPR)). Pasal 16 dan Pasal 26 ICCPR menjamin semua orang
berhak memperoleh perlindungan hukum serta harus dihindarkan dari segala bentuk
diskriminasi. Sedangkan Pasal 14 ayat (3) ICCPR, memberikan syarat terkait Bantuan
Hukum yaitu:
Meskipun Bantuan Hukum tidak secara tegas dinyatakan sebagai tanggung jawab
negara, namun ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”.
Sebagai konstruksi dari negara hukum, negara mengakui dan melindungi hak asasi
manusia bagi setiap individu termasuk hak atas Bantuan Hukum.
Selama ini pemberian Bantuan Hukum belum merata sampai pada orang atau
masyarakat miskin, sehingga mereka kesulitan mendapatkan keadilan karena terhambat
ketidakmampuan mewujudkan hak-hak konstitusional dan pemberian Bantuan
Hukum dalam Undang-Undang Bantuan Hukum merupakan jaminan terhadap hak-hak
konstitusional orang atau masyarakat miskin.
Harapan ke masa depan, berlakunya Undang-undang Bantuan Hukum harus menjamin hak
konstitusional setiap orang untuk mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Keadilan tidak hanya untuk mereka yang memiliki uang dan kekuasaan, seperti selama ini
dirasakan masyarakat. Rakyat tidak mampu atau tergolong kriteria orang miskin pun
dapat menikmati keadilan karena semua orang sama di muka hukum. Oleh karena itu saya
menekankan bahwa tidak ada toleransi bagi yang menyalahgunakan dana bantuan hukum
bagi orang miskin.
Rakernas yang akan dilaksanakan hari ini berkaitan dengan kebijakan pemerintah bagaimana
cara mengimplementasikan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan
Hukum dan aturan pelaksananya dengan baik. Kebijakan ini menegaskan pentingnya akses
terhadap keadilan bagi orang miskin dan kelompok orang miskin. Negara juga mengukuhkan
bantuan hukum sebagai strategi pencapaian akses terhadap keadilan. Masyarakat miskin
biasanya identik tingkat pendidikan rendah yang berimplikasi minimnya pengetahuan
terhadap masalah hukum ketika harus berperkara di pengadilan.
Bantuan Hukum gratis untuk orang miskin menurut skema Undang-Undang Bantuan
Hukum ini meliputi pemberian bantuan hukum secara litigasi dan non litigasi meliputi
perkara pidana, perdata dan tata usaha negara, yang akan dilakukan oleh Organisasi
Bantuan Hukum, jadi peran suadara sebagai direktur atau ketuanya sangat menentukan
implementasi UU No. 16 Tahun 2011, ditambah keberadaan saudara yang ada di tengah-
tengah masyarakat lebih mengetahui permasalahan hukum yang dihadapi oleh mereka.
Kami menyadari bahwa pada tahap awal ini belum mampu menyediakan dana yang memadai
untuk bantuan hukum ini, namun kami berharap hal ini jangan menjadikan semangat
saudara menurun dalam membantu masyarakat miskin yang bermasalah dengan hukum.
Tetaplah berikan pelayanan prima kepada masyarakat miskin yang memerlukan bantuan
hukum.
183
Masyarakat tidak mampu dan awam hukum dalam mengajukan perkaranya ke pengadilan,
sering dihadapkan dengan peraturan dan bahasa hukum yang terkesan kaku dan prosedural.
Baik tahapan litigasi maupun non litigasi dilakukan sesuai aturan hukum, jika tidak,
permohonan atau gugatan yang diajukan akan ditolak pengadilan hanya karena tidak
memenuhi aspek prosedur hukum. Di sinilah peran advokat atau penasehat hukum
diperlukan untuk memberikan bantuan hukum kepada orang miskin atau kelompok orang
miskin yang dijamin oleh konsitusi kita.
Tentu saya berharap kepada organisasi bantuan hukum yang telah lulus verifikasi ini dapat
melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai dengan apa yang telah diamanahkan oleh
konsitusi kita.
Saya berharap banyak kepada saudara untuk ikut serta bersama pemerintah membangun
hukum di Indonesia agar hukum benar-benar bisa menjadi panglima di negeri kita tercinta.
Alangkah malunya kita manakala negara-negara lain peduli terhadap pembangunan hukum
justru kita sendiri yang tidak memperdulikannya. Hal ini dapat kami tafsirkan setelah
mendengar laporan dari saudara Menteri Hukum dan HAM tadi, bahwa dalam rangka
implementasi Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum di dukung oleh
beberapa mitra kerja pemerintah. Saya pada kesempatan ini menyampaikan apresiasi atas
segala dukungan tersebut, dengan harapan dukungan dari berbagai pihak ini dapat menjadi
pemicu bagi saudara-saudara pimpinan Organisasi Bantuan Hukum sebagai garda terdepan
dalam memberikan Bantuan Hukum bagi orang yang tidak mampu. Hal ini karena Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 D ayat (1) menyatakan
secara tegas bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Sebelum saya menutup sambutan ini saya berharap kepada organisasi bantuan hukum yang
lulus verifikasi dan hadir di ruangan ini agar tidak membeda-bedakan pelayanan pemberian
bantuan hukum terhadap orang atau kelompok orang miskin dengan orang kaya dan
usahakan agar dana bantuan hukum yang diberikan negara ini dikelola dengan baik dan
harus dapat dipertanggungjawabkan dengan baik pula.
Demikian yang dapat saya sampaikan melalui Rapat Kerja Nasional ini, semoga apa yang
dapat saudara berikan terhadap negara dan khususnya kepada orang miskin dan kelompok
orang miskin bernilai ibadah di sisi Allah SWT dan bersama ini dengan mengucapkan
Bismillahirrahmanirrahim Rakernas Bantuan Hukum dengan tema “Perwujudan Akses
Keadilan melalui Bantuan Hukum Gratis untuk Rakyat Miskin” secara resmi saya buka.
Terima Kasih.
Wabillahittaufiq wal hidayah Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Ttd.