Di Indonesia, kita mengenal berbagai budaya, khususnya adalah budaya-budaya islam seperti
tahlilan, slametan, syukuran, dan lain-lainnya. Budaya-budaya tersebut tentunya tidak ada di
negara Arab, bahkan di zaman Nabi Muhammad SAW dan para sahabat sekalipun. Bukan
sebuah bid’ah ataupun kesesatan, justru sebaliknya budaya-budaya tersebut memberikan
manfaat dan hikmah yang sangat besar, khususnya bagi para ahli kubur.
Nah, dalam budaya-budaya seperti tahlilan, slametan, syukuran, dan lainnya, kita akan
menemukan unsur-unsur tawassul atau washilah, biasanya kita mengenalnya dalam kalimat
“ila hadroti”. Tawassul atau washilah di sini memiliki unsur doa,
Adapun afadz dan bacaan tawassul dan washilah pada budaya-budaya tersebut sebagaimana
berikut ini, yang sudah dilengkapi dengan terjemah Indonesianya beserta sedikit keterangan
untuk mempermudah pemahaman :
اج ِه
ِ صحابِ ِه واَ ْزو ِِ ِ ٍ ِ ْ اِ ٰلى ح
َ َ َ ْ َصلَّى اهللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم َو ٰاله َوا ْ ض َرة النَّبِ ِّي ال ُْم
َ صطَ ٰفى ُم َح َّمد َ
ُ لَ ُه ُم الْ َفاتِ َحة،َوذُ ِّريَّاتِِه
ُّ ات َج ِم ْي ِع اِ ْخ َوانِِه ِم َن ااْل َنْبِيَ ِاء َوال ُْم ْر َسلِ ْي َن َوااْل َ ْولِيَ ِاء َو
الش َه َد ِاء ِ ضر ِٰ
َ ْ ثُ َّم الى َح
ص ْي َن َو َج ِم ْي ِعِ ِالصحاب ِة والتَّابِ ِع ْين والْعلَم ِاء الْع ِاملِ ْين والْمصن ِِّف ْين الْم ْخل ِ ِ َّ و
ُ َ َ ُ ََ َ ََ ََ َ َ َ َّ الصالح ْي َن َو َ
َّ صا اِ ٰلى
الش ْي ِخ َع ْب ِد ِ ِ ِ ِ ِ ِِ
ُ ُخ،ال ُْم َجاهديْ َن ف ْي َسبِْي ِل اهلل َو َجم ْي ِع ال َْماَل ئ َكة ال ُْم َق َّربِْي َن
ً ص ْو
ُ لَ ُه ُم الْ َفاتِ َحة،ْج ْياَل نِ ِّي ِ
َ الْ َقاد ِر ال
Kemudian, [ditujukan] kepada hakekat keagungan semua saudara-saudara beliau, baik para
nabi, para rosul, para wali [2], para syuhada' [3], orang-orang yang sholeh, para sabahat,
para tabi'in [4], para ulama' yang mengamalkan ilmunya, para mushonnif yang ikhlas [5],
semua pejuang di jalan Allah, dan semua Malaikat Muqorrobin [6], khusus kepada Syekh
Abdul Qodir Al-Jailani, kepada mereka semua Al-Fatihah .....
Kemudian [ditujukan] kepada semua penghuni kubur baik dari golongan muslimin (kaum
muslim laki-laki), muslimat (kaum muslim wanita), mukminin (kaum mukmin laki-laki),
mukminat (kaum mukmin wanita), baik dari timur bumi sampai baratnya, baik di darat
maupun di lautnya, khusus kepada bapak-bapak kami, ibu-ibu kami, kakek-kakek kami,
nenek-nenek kami, para syekh kami (para kyai), para syekh dari syekh-syekh kami (semua
kyai dari kyai-kyai kami), para guru kami, para guru dari guru-guru kami [KHUSUS
KEPADA ....SEBUTKAN NAMA AHLI KUBUR], dan kami mengkhususkan bagi orang yang
mana kami berkumpul di sini karena sebab dan arahnya [7]".
Catatan Penting :
[1] Kalimat "Ila Hadroti" di sini diartikan "hakekat keagungan". Sebenarnya dalam hal ini,
kalimat "Ila Hadroti" sama dengan kalimat "Ila Ruhi", perbedaannya hanya karena derajatnya
orangnya. Kalimat "Ila Hadroti" untuk orang-orang yang dicintai Allah SWT dan orang-
orang yang dekat dengan-Nya, disandarkan sebagai bentuk penghormatan dan memuliakan.
Sedangkan "Ila Ruhi" untuk orang-orang yang dianggap biasa.
[2] Para wali atau aulia' adalah para kekasih Allah SWT
[3] Para syuhada' adalah orang-orang yang mati syahid dalam perjuangan di agama Allah
SWT
[4] Para tabi'in adalah orang-orang yang mengikuti para sahabat, mereka adalah orang-orang
yang pernah menyempati hidup pada zaman sahabat.
[5] Para mushonnif adalah orang-orang yang menulis kitab dan buku-buku kajian islam,
contoh penulis kitab-kitab kuning disebut mushonnifin.
[6] Malaikat Muqorrobin adalah malaikat yang dekat dengan Allah SWT. Dalam Kitab Tafsir
al-Qurtuby dan Tafsir Ibnu Kastir dijelaskn bahwa malaikat Muqorrobin adalah malaikat
Hamalatul Arsy atau para malaikat yang menyangga Arsy.
[7] Maksud lafadz "man ijtama'na hahuna bisababihi waliajlihi" adalah orang yang
menjadikan kami sebab bisa berkumpul di majlis ini. Dalam hal ini adalah shohibul hajjah
atau orang yang mempunyai hajat.