1.
MANAJERIAL
A. MANAJERIAL
1. Program Sekolah
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 15 Tahun 2018 lampiran II tetang
Pemenuhan Beban Kerja Kepala sekolah menyebutkan bahwa salah satu rincian tugas
manajerial kepala sekolah adalah merencanakan program sekolah. Program sekolah
dapat diartikan sebagai proses perencanaan terhadap semua hal yang berhubungan
dengan penyelenggaraan pendidikan di suatu sekolah untuk mencapai tujuan secara
efektif dan efisien.
Perencanaan Program Sekolah disesuaikan dengan kondisi sekolah, potensi daerah
sekitar, kondisi sosial budaya masyarakat sekitar, dan juga kebutuhan peserta didik.
Dengan demikian, perencaan program sekolah tidak boleh menyimpang dan harus
relevan dengan visi, misi, serta tujuan penyelenggaran pendidikan pada sekolah yang
bersangkutan. Perencanaan Program sekolah yang disusun oleh kepala sekolah
dituangkan dalam Rencana Kerja Sekolah RKS).
Analisis
Lingkungan
RKT (1 Tahun)
Pelaksanaan
Monitoring dan
Evaluasi
Gambar 1. Penyusunan dan Pelaksanaan Perencanaan Program Sekolah
Kepala sekolah sebagai manajer sekolah mampu menentukan target capaian dan
tonggak keberhasilan dalam melaksanakan RKS, baik dalam Rencana Kerja Jangka
Menengah (RKJM) 4 tahun maupun Rencana Kerja Tahunan (RKT) 1 tahun sehingga
pelaksanaan perencanaan program lebih operasional dan terukur pencapaiannya.
Secara konkret, kepala sekolah menentukan tujuan atau sasaran 1 tahunan dan 4 tahun
ke depan dalam program RKJM dan RKAS, sekaligus merumuskan tonggak
keberhasilan dan output yang akan dihasilkan, baik yang bersifat kuantitatif maupun
kualitatif dan strategi pencapaiannya.
Bab I Pendahuluan
a. Latar Belakang
b. Landasan Hukum
c. Tujuan
d. Manfaat
e. Ruang Lingkup RKJM
Bab V Penutup
Berisi tujuan, harapan, kebermanfaatan RKJM, rencana pengembangan dan
rekomendasi.
Contoh RKT:
Bab I Pendahuluan
a. Latar Belakang
b. Landasan Hukum
c. Tujuan
d. Manfaat
e. Ruang Lingkup RKT
Bab IV Penutup
Berisi tujuan, harapan, kebermanfaatan RKT, rencana pengembangan dan
rekomendasi.
2. Pengelolaan SNP
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20, Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada Pasal 3 menyatakan bahwa, “pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri,
dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Departemen
Pendidikan Nasional, 2003).
Dalam konteks pendidikan nasional diperlukan standar yang harus dicapai dalam kurun
waktu tertentu dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan. Langkah-langkah strategis
dapat dicapai melalui berbagai kegiatan di dalam proses pendidikan. Apabila tidak ada
patokan yang dijadikan pedoman sudah barang tentu akan terjadi kekacauan dalam
pendidikan karena tidak mempunyai arah.
Fungsi Standar Nasional pendidikan adalah a) mengukur kualitas pendidikan, b)
pemetaan masalah pendidikan, c) penyusunan strategi dan rencana pengembangan
sesudah diperoleh data dari evaluasi belajar secara nasional seperti ujian nasional.
Standar Nasional Pendidikan memiliki fungsi sebagai dasar dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan
nasional yang bermutu, dan bertujuan untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat. Artinya, standar pendidikan merupakan fondasi dalam
membangun pendidikan Indonesia untuk mencapai mutu pendidikan Indonesia.
Kebijakan yang dapat digunakan sebagai acuan dalam mengelola pendidikan adalah
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan (Departemen Pendidikan Nasional, 2003). Pasal 4 dalam PP
tersebut menyatakan, bahwa standar nasional pendidikan merupakan sarana untuk
menjamin mutu pelayanan pendidikan. Delapan Standar Nasional Pendidikan (8 SNP)
meliputi: 1) Standar Isi; 2) Standar Proses; 3) Standar Kompetensi Lulusan; 4) Standar
Kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan; 5) Standar Sarana dan Prasarana; 6)
Standar Pengelolaan; 7) Standar Pembiayaan; dan 8) Standar Penilaian (Kemendikbud,
2012: 12). Dengan adanya standar nasional tersebut maka arah peningkatan mutu
pendidikan Indonesia menjadi lebih jelas. Bila setiap satuan pendidikan telah mencapai
atau melebihi standar nasional pendidikan tersebut, maka diharapkan mutu pendidikan
akan tercapai.
a. Pengertian Standar Nasional Pendidikan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyatakan bahwa Sistem Pendidikan Nasional adalah keseluruhan komponen
pendiidkan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional, yaitu untuk mengembangkan kemampuan, serta meningkatkan mutu
kehidupan dan martabat manusia Indonesia. Selanjutnya, sebagaimana diamanatkan di
dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan, pasal 1 dijelaskan bahwa Standar Nasional Pendidikan adalah
kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Dalam rangka penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan, maka semua fungsi
manajemen pendidikan dijalankan semaksimal mungkin agar dapat memberikan layanan
yang sesuai atau melebihi Standar Nasional Pendidikan yang ditetapkan BSNP. Namun
pada kenyatannya, tidak semua satuan pendidikan di semua jenjang dan pihak-pihak
pengambil keputusan, dapat memahami dan memiliki komitmen dalam memenuhi SNP
tersebut.
Berikut adalah gambar keterkaitan antar-Standar Nasional Pendidikan
b. Tujuan Monitoring
Monitoring Evaluasi bertujuan mendapatkan umpan balik bagi kebutuhan program yang
sedang berjalan, Kebutuhan bisa berupa biaya, waktu, personel, dan alat. Pelaksanaan
program akan mengetahui berapa biaya yang dibutuhkan, berapa lama waktu yang
tersedia untuk kegiatan tersebut Secara lebih terperinci monitoring bertujuan untuk :
1) mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan;
2) memberikan masukan tentang kebutuhan dalam melaksanakan program;
3) mendapatkan gambaran ketercapaian tujuan setelah adanya kegiatan;
4) memberikan informasi tentang metode yang tepat untuk melaksanakan kegiatan;
5) mendapatkan informasi tentang adanya kesulitan-kesulitan dan hambatan
hambatan selama kegiatan;
6) memberikan umpan balik bagi sistem penilaian program;
7) memberikan pernyataan yang bersifat penandaan berupa fakta dan nilai
c. Tujuan Evaluasi
Evaluasi memiliki tujuan yang berbeda dengan monitoring. Tujuan evaluasi terhadap
suatu program/kegiatan, seperti yang dijelaskan oleh Kirkpatrick (1994), adalah sebagai
berikut
1) Untuk menilai keefektifan program Melalui evaluasi akan diperoleh informasi apakah
tujuan program telah tercapai, dan sejauh mana pencapaiannya.
2) Untuk menunjukkan atau melihat dampak Melalui evaluasi akan bisa kita lihat
apakah program kegiatan berdampak pada kualitas sekolah.
3) Untuk memperkuat atau meningkatkan akuntabilitas Melalui laporan evaluasi,
pemangku kepentingan mendapatkan gambaran jelas bahwa sumber daya telah
dimanfaatkan dengan tepat dan sesuai peruntukannya.
4) Untuk medapatkan masukan terhadap pengambilan keputusan Apakah
pelaksanaan program sekolah yang telah dilaksanakan sudah cukup baik, atau perlu
adanya inovasi dan revisi dalam pelaksanaan program sekolah tahun berikutnya.
d. Manfaat Monitoring Evaluasi
Secara singkat manfaat dari penerapan sistem monev dalam suatu program menurut
Mulyono (2017) adalah sebagai berikut:
Secara singkat manfaat dari penerapan sistem monev dalam suatu program adalah
sebagai berikut:
1) Monev sebagai alat untuk mendukung perencanaan. Penerapan sistem Monev yang
disertai dengan pemilihan dan penggunaan indikator akan memperjelas tujuan serta
arah kegiatan untuk pencapaian tujuan tersebut. Pemilihan indikator program yang
melibatkan berbagai pihak secara partisipatif tidak saja berguna untuk mendapatkan
indikator yang tepat tetapi juga akan mendorong pemilik proyek dan berbagai pihak
yang berkepentingan untuk mendukung suksesnya program.
2) Monev sebagai alat untuk mengetahui kemajuan program. Adanya sistem Monev
yang berfungsi dengan baik memungkinkan pelaksana program mengetahui
kemajuan serta hambatan atau hal-hal yang tidak diduga yang secara potensial
dapat menghambat jalannya program secara dini. Hal terakhir bermanfaat bagi
pelaksana program untuk melakukan tindakan secara tepat waktu dalam mengatasi
masalah.
3) Monev sebagai alat akuntabilitas program dan advokasi. Monev tidak hanya
memantau aktivitas program tetapi juga hasil dari aktivitas tersebut. Informasi
pemantauan terhadap luaran dan hasil (output dan outcome) program yang
dipublikasikan dan dapat diakses oleh pemangku kepentingan akan meningkatkan
akuntabilitas program.
e. Prinsip Monitoring dan Evaluasi
Sebagaimana prinsip-prinsip evaluasi pada umumnya, pelaksanaan Monitoring dan
Evaluasi program sekolah harus menerapkan prinsip-prinsip berikut :
1) Terencana
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilakukan berdasarkan perencanaan yang
matang dan terjadwal.
2) Objektif:
Monitoring dan Evaluasi program sekolah harus mengungkap fakta sesuai dengan
kenyataan yang ada, dan didasarkan pada standar/kriteria/pedoman/juknis/juklak yang
ada.
3) Dapat dipertanggungjawabkan:
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilakukan sesuai dengan prosedur dan
metode yang tepat sehingga hasilnya dapat dipertanggung jawabkan
4) Berkesinambungan:
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilakukan secara bertahap, terus-menerus
dan berkelanjutan. Evaluasi tidak hanya dilakukan terhadap hasil yang telah dicapai,
tetapi sejak pembuatan rencana sampai dengan tahap laporan
5) Transparan
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilaksanakan secara terbuka dan hasilnya
dapat di akses oleh berbagai pihak
6) Efektif dan efisien dalam penggunaan dana, waktu, dan tenaga
7) Fungsional
Hasil Monitoring dan Evaluasi program sekolah dikatakan fungsional apabila dapat
digunakan untuk memperbaiki program sekolah yang ada pada saat itu. Dengan
demikian Monitoring dan Evaluasi program sekolah benar benar memiliki nilai guna baik
secara langsung maupun tidak langsung. Kegunaan langsung adalah untuk perbaikan
apa yang dievaluasi, sedangkan kegunaan tidak langsung adalah untuk penelitian atau
keperluan lainnya.
f. Penyusunan Program, Instrumen, dan Sistem Pelaksanaan Monitoring
Evaluasi
Rambu-rambu yang perlu diperhatikan dalam menyusun program Monitoring dan Evaluasi
adalah:
1) Program dikembangkan dari aspek-aspek Monitoring dan Evaluasi yang sesuai
dengan Standar Nasional Pendidikan (SNP).
2) Menggunakan format program yang sudah diberikan.
3) Kegiatan Monev biasanya dilakukan dalam 3 tahapan, yakni :
Tahap 1 Persiapan, meliputi kegiatan :
a) Menetapkan tujuan kegiatan Monev.
b) Membagi tugas dan tanggung jawab tim Monev, serta sumber daya yang
tersedia.
c) Mengidentifikasi dan mengembangkan instrumen/alat Monev yang
dibutuhkan.
d) Berlatih menggunakan instrumen/alat Monev.
e) Menyusun rencana kegiatan Monev
Tahap 2 Pelaksanaan Monev, meliputi kegiatan :
a) Mengorganisasikan penggunaan intrumen/alat Monev .
b) Mengumpulkan dan mendapatkan data.
c) Berkoordinasi dan bekerjasama antaranggota tim Monev.
d) Memonitor perkembangan kegiatan.
e) Memodifikasi/melakukan penyesuaian Monev jika perlu.
f) Mengidentifikasi isu/masalah yang penting, peluang, dan hasil.
g) Mengadakan pertemuan tim Monev untuk mengevaluasi hasil Monev.
Tahap 3 Pelaporan, meliputi kegiatan :
a) Berbagi hasil Monev dengan warga sekolah terkait untuk mendapatkan
masukan/umpan balik lebih lanjut dari mereka.
b) Mendiskusikan berbagai kemungkinan yang bisa dilakukan warga sekolah
untuk menindaklanjuti masukan/rekomendasi.
g. Instrumen Monitoring dan Evaluasi
Instrumen yang dapat digunakan dalam mengumpulkan data Monev adalah angket,
observasi, wawancara, dan dokumentasi.
1) Angket
Ada dua jenis angket, yaitu angket tertutup dan angket terbuka. Angket tertutup berisi
sejumlah butir pertanyaan yang menghendaki jawaban pendek, dengan alternatif
jawaban 2 atau lebih. Alternatif berupa jawaban dalam bentuk YA atau TIDAK; a, b, c, d,
e; atau 1, 2, 3, 4 dan seterusnya. Alternatif jawaban menunjukan skala nominal
sehingga angka-angka pada alternatif jawaban merupakan kode.
Sedangkan angket terbuka biasa disebut angket tidak terbatas, karena menghendaki
jawaban bebas dengan menggunakan kalimat atau kata-kata responden sendiri.
Jawaban responden sangat bervariasi karena tidak ada aturan atau rambu-rambu dalam
butir pertanyaan, sangat tergantung pada pendidikan dan pengalaman responden, dan
membutuhkan waktu yang relatif lebih lama daripada angket tertutup.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyusun angket :
a) Isi atau materi pertanyaan disesuaikan dengan kemampuan ataupun pengetahuan
responden.
b) Pertanyaan atau pernyataan yang dituliskan harus menggunakan kata dan kalimat
yang mudah difahami responden.
c) Butir pertanyaan/pernyataan tidak terlalu banyak.
d) Kemasan instrumen menarik.
e) Tata letak pertanyaan/pernyataan.
Pemberian skor pada alternatif jawaban dapat digunakan model pisah (model semantik),
skala tipe Likert atau Thurstone.
a) Skala Likert
Skala Likert paling banyak digunakan daripada yang lain, karena dipandang lebih
sederhana dan relatif lebih mudah membuatnya. Rentangan skala dapat bervariasi
antara 4 sampai dengan 7, dapat ganjil atau genap. Pernyataan kata dalam skala mulai
dari sangat setuju (SS), Setuju (S), Netral (N), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak
Setuju (STS), diwujudkan dalam bentuk angka yang menyatakan urutan (order) dari atas
ke bawah. Sehingga besar kecilnya akan menunjukan intensitas butir.
b) Skala Semantic Defferential
Instrumen jenis ini hampir sama dengan skala Likert, dapat dipergunakan untuk
mengumpulkan informasi tentang sikap seseorang terhadap suatu kebijakan yang
diambil oleh pimpinan. Perbedaannya terletak pada alternatif jawaban pada setiap butir
pertanyaan. Pada Skala Semantic Defferential, alternatif jawaban pada setiap butirnya
diberikan dengan pertanyaan yang berbeda, tergantung pada hal yang ditanyakan.
Pernyataan dua kata diletakkan pada sebelah kiri dan kanan skala, yang
menunjukan ukuran tertinggi dan terendah dari skala. Sehingga sistem skala
Semantic disebut juga dengan skala bipolar. Kelebihan instrumen jenis Semantic
Defferential dibanding dengan skala Likert adalah lebih adaptif terhadap responden dan
mengurangi kejenuhan dari responden.
Pengumpulan data dengan angket ini memiliki keuntungan dan kelemahan.
Keuntungannya dapat menjangkau responden secara luas dan dalam jumlah banyak.
Kelemahannya hanya dapat menanyakan permasalahan yang umum saja dan tidak
dapat secara mendalam. Kadang-kadang responden juga menjawab tidak sesuai
dengan keadaannya, tetapi menjawab sesuai dengan norma-etika-aturan yang berlaku
di masyarakat, misalnya jika ditanyakan tentang pelaksanaan kegiatan agama, perilaku
seksual, pendapatan dan lain-lain, tentu akan menjawab yang baik-baik saja. Hal inilah
yang dinamai dengan social desirability bias.
2) Observasi
Pengamatan atau observasi adalah teknik pengumpulan data dengan mengamati secara
langsung kejadian atau proses di lapangan. Jenis informasi yang diperoleh dapat berupa
karakteristik benda, proses interaksi benda, atau perilaku manusia baik interaksinya
dengan benda/alat maupun interaksinya dengan manusia lain.
Beberapa hal yang perlu diketahui oleh seorang observer:
a) Melakukan pengamatan secara terencana dan sistematis;
b) Mengetahui skenario aktivitas yang akan diamati;
c) Mengetahui hal-hal pokok yang perlu diperhatikan/difokuskan; dan
d) Membuat/menggunakan alat bantu berupa alat pencatat dan perekam.
Dalam pengamatan, diperlukan alat untuk mencatan atau merekam peristiwa penting
yang terjadi. Alat bantu yang dipakai dalam observasi antara lain: alat perekam, checklist,
skala penilaian, dan kartu skor. Kelebihan dari metode ini adalah pelaksana Monev dapat
mengamati secara langsung realitas yang terjadi, sehingga dapat memperoleh informasi
yang mendalam. Namun metode ini kurang dapat mengamati suatu fenomena yang
lingkupnya lebih luas, terkait dengan keterbatasan pengamat.
3) Wawancara
Wawancara (interview) merupakan proses untuk memperoleh data dengan mengadakan
tanya jawab antara pelaksana Monev dengan responden. Dalam wawancara, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu :
a) Membuat panduan wawancara agar pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan
kepada responden tidak ada yang terlewatkan atau jika berimprovisasi tidak
melenceng terlalu jauh.
b) Memperhatikan situasi dan waktu yang tepat, disesuaikan dengan kesempatan yang
dimiliki oleh responden. Penampilan pewawancara disesuaikan dengan keadaan
responden.
c) Pewawancara perlu bersikap netral terhadap semua jawaban.
4) Dokumentasi
Dalam kegiatan Monev, kadang-kadang pelaksana tidak perlu melakukan
pengumpulan/penjaringan data secara langsung dari responden. Untuk suatu tujuan
Monev tertentu, pelaksana Monev bisa menggunakan data sekunder. Data sekunder ini
merupakan data yang telah ada, atau data yang telah dikumpulkan oleh pelaksana
Monev lain ataupun hal-hal yang telah dilakukan oleh orang lain. Cara mengumpulkan
data semacam ini merupakan cara pengumpulan data dengan dokumentasi.
Kelebihan metode ini dapat menghemat waktu dan biaya yang diperlukan.
Kekurangannya pelaksana Monev hanya dapat memperoleh data yang telah ada dan
terbatas pada apa yang telah dikumpulkan. Kadang-kadang untuk dapat memperoleh
datanya terhambat oleh sistem birokrasi
h. Sistem Pelaksanaan Monev
Monev lebih dari sekadar membuat instrumen, mengambil data dan melaporkannya,
tetapi menyangkut sebuah sistem yang bekerja menurut tatanan tertentu yang
disepakati. Ada beberapa macam model sistem pelaksanaan yang dapat diterapkan.
Salah satu model yang sering digunakan dapat dilihat pada diagram berikut.
Program Pengambilan
Perbaikan
kegiatan sekolah keputusan
Pelaksanaan Program
Penyusunan Presentasi
Sosialisasi
program dan Hasil Olah
instrumen Monev Data
Brundrett dan Davies (2010) menyatakan bahwa pemimpin harus mampu berkreasi,
memberi motivasi dan bekerja dalam keseimbangan tim. Kepemimpinan pembelajaran
harus bergeser dari kepemimpinan top-down ke kepemimpinan dengan pendekatan tim.
Kepemimpinan ini mengutamakan keseimbangan perhatian pada pembelajaran dan
peran tim, serta pengembangan tim.
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (2015) dalam Peningkatan Kompetensi Kepala Sekolah dan Pengawas
Sekolah dalam Mengelola Implementasi Kurikulum 2013: Manajemen dan
Kepemimpinan Sekolah Materi Diklat Implementasi Kurikulum 2013 untuk Kepala
Sekolah menyebutkan tugas kepala sekolah sebagai pemimpin pembelajaran adalah
mengembangkan sekolah dengan berbasis data, menyelaraskan hubungan kerja,
meningkatkan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan, dan meningkatkan
motivasi warga sekolah.
Pengambilan keputusan untuk menentukan misi sekolah harus berdasarkan data.
Sedangkan dalam mengelola pembelajaran tentu harus disertai dengan menyelaraskan
hubungan kerja. Hubungan kerja antara pendidik dan tenaga kependidikan yang selaras
dan memiliki peluang untuk meningkatkan kompetensi, akan menjadi modal tumbuhnya
iklim belajar yang positif di sekolah. Jika iklim belajar di sekolah positif tentu akan
meningkatkan motivasi warga sekolah untuk semakin mengembangkan sekolah.
Dampaknya hasil belajar siswa akan meningkat. Senge (2000) menyebutkan bahwa
seorang pemimpin memfasilitasi dan mendorong suasana untuk kebebasan bertindak.
Keyakinan, ide, pendapat dan perilaku pemimpin adalah penanda budaya belajar yang
harus dilakukan dalam lingkungan sekolah.
Dalam dunia olahraga, misalnya, Alex Ferguson adalah seorang pelatih dan mantan
pemain sepak bola, yang pernah menangani Manchester United sebagai manajer-
pemimpin, di mana dia telah bertugas lebih dari 1000 pertandingan. Ferguson dianggap
sebagai salah satu pelatih terbaik dalam sejarah, dia telah memenangkan lebih banyak
trofi daripada pelatih manapun sepanjang sejarah sepak bola Inggris. Dia telah
menangani Manchester United sejak tanggal 6 November 1986 hingga 2013. Apabila
ditarik dalam konteks pendidikan di sekolah, praktik kepemimpinan yang diterapkan oleh
Alex Ferguson antara lain:
a) Kepala sekolah yang hebat adalah pemimpin dan manager yang hebat, dan
sebaliknya
b) Semua pemimpin adalah guru
c) Situasi yang berbeda membutuhkan gaya kepemimpinan yang berbeda
d) Tugas kepala sekolah adalah membangun komunitas diantara siswa, guru, orang
tua dan staff untuk berbagi tujuan.
e) Kepala sekolah harus membangun konteks dan kapasitas komunitas untuk
menjalankan ide-ide dan mengamati apa yang terjadi sampai mereka percaya diri
untuk menyelaminya sendiri.
b. Kepala Sekolah sebagai Agen Perubahan
1) Konsep Kepemimpinan Perubahan
Dunia selalu berubah. Bila perubahan itu ke arah kebaikan, kita perlu menyambut
perubahan dengan suka cita. Kalau tidak mau berubah, kita bisa ditinggalkan.
Beruntunglah kita kalau hari ini lebih baik dari kemarin. Kita akan celaka kalau hari ini
lebih buruk dari kemarin. Kita akan rugi kalau hari ini sama saja dengan kemarin. Sejarah
mencatat, adanya sebuah perusahaan raksasa di bidang telekomunikasi yang akhirnya
bangkrut karena terlambat atau tidak mau melakukan perubahan. Sebaliknya,
perusahaan dan lembaga yang dulu kita kenal kecil, sekarang menjadi besar karena
selalu melakukan perubahan di semua bidang.
Pesatnya kemajuan kehidupan masyarakat kita sekarang ini, di segala bidang dan sendi
kehidupan, berdampak luas terhadap pendidikan. Sekolah sebagai satuan pendidikan
terkecil yang menjadi ujung tombak pendidikan nasional, termasuk organisasi yang harus
juga mengalami perubahan. Perubahan organisasi di sekolah misalnya perubahan dalam
hal teknologi, struktur organisasi, kebijakan, sumber daya manusia, dan fisik
membutuhkan pengetahuan dan keterampilan serta budaya baru. Kepemimpinan
perubahan adalah sebuah upaya untuk menciptakan sebuah perubahan dalam
organisasi, sehingga membawa perubahan yang menjadikan semua komponen dalam
organisasi itu menyatu dan saling berempati untuk membawa perubahan yang dibuatnya
agar lebih bermanfaat dan memiliki nilai positif terhadap organisasi. Demikian juga,
kepemimpinan kepala sekolah menghadapi perubahan fase demi fase. Perubahan
sistem kepemimpinan di sekolah juga seharusnya dapat menjadikan mutu sekolah dalam
melayani pendidikan masyarakat lebih baik dari waktu ke waktu. Kepemimpinan
perubahan, secara umum dalam bidang organisasi adalah tindakan beralihnya suatu
organisasi dari kondisi yang berlaku kini menuju ke kondisi masa yang akan datang
menurut yang diinginkan guna meningkatkan efektivitasnya (Winardi: 2005:2).
“Seorang pemimpin adalah orang yang melihat lebih dari yang orang lain lihat, yang
melihat lebih jauh daripada yang orang lain lihat dan yang melihat sebelum orang lain
melihat.” (Leroy Eimes, penulis dan pakar kepemimpinan). Tidak semua warga sekolah
dan stakeholder sadar tentang kondisi yang sekarang. Tidak semuanya tahu dan mampu
mencapai kondisi yang diinginkan. Ada yang memandang begitu muram terhadap
kondisi pendidikan dan sekolah sekarang ini sehingga kondisi buruk itu dibiarkan saja
dan bahkan dihindari (fixed mindset). Tapi ada juga yang memandang kondisi buruk itu
sebagai sebuah tantangan yang harus hadapi dan diatasi (growth minset). Dan saudara
di pihak yang mana?
Sebagai contoh, banyak siswa mengeluh karena sekolah mereka tidak nyaman. Guru-
guru terus mengawasi mereka. Belajar di sekolah membuat mereka frustrasi,
terpinggirkan, dan tidak menginspirasi. Guru mengeluh ketidaksetaraan kualitas dan
fasilitas antara sekolah terpencil dan perkotaan sehingga membuat mereka malas
mengajar dan menjadikan alasan bagi mereka untuk mengajar dengan apa adanya.
Sekolah mengeluh karena kekurangan guru sehingga harus bekerja keras
mengupayakan adanya guru honorer. Orang tua siswa mengeluh kerepotan dengan
sistem online dan merugikan mereka. Kepala sekolah mengeluh karena dana BOS telat
cair sehingga harus bekerja keras mengendalikan keterlaksanaan dan ketercapaian
program kerja mereka. Kepala daerah pun mengeluh karena banyak guru yang tidak
kompeten berambisi jadi kepala sekolah sehingga jabatan kepala sekolah akan diberikan
ke pejabat lain.
Ada juga yang melihat kondisi saat ini justru sebagai tantangan untuk berbuat lebih baik,
lebih banyak. Mereka memandangnya sebagai ladang untuk beramal baik. Semua
kondisi tersebut mengisyaratkan betapa pentingnya kepemimpinan perubahan.
Kepemimpinan perubahan, secara khusus dalam bidang pendidikan, bisa dimaknai
sebagai upaya untuk menciptakan kondisi-kondisi baru agar hubungan antara guru dan
siswa berkembang (Ken Robinson: 2015: 72).
Agar kondisi baru di atas tercipta, fokus kepemimpinan perubahan harus mengacu pada
efektivitas kinerja kepala sekolah lalu bagaimanakah kita bisa menjadi kepala sekolah
yang efektif? Untuk memahami hal ini, perhatikan ilustrasi di bawah ini!
“Pak Bagus baru saja dipindah di sebuah sekolah. Saat melakukan supervisi, dia
menemukan beberapa kenyataan yang kurang efektif sebagai berikut:
a) Pembelajaran di sekolah itu tidak begitu menggembirakan. Hal ini ditandai dengan
nilai ujian nasional yang dicapai dari tahun ke tahun rendah.
b) Cara mengajar guru tidak kreatif dan inovatif. Semangat belajar siswa rendah.
Banyak guru dan siswa yang datang terlambat ke sekolah. Disiplin siswa rendah.
c) Llingkungan sekolah gersang, catnya buram, dan kotor.
d) Semangat guru untuk mengembangkan sekolah itu rendah. Tidak ada kerja sama di
antara mereka. Semua urusan dipegang dan ditentukan oleh salah satu wakil kepala
sekolah.
e) Tidak ada kewirausahaan di sekolah itu.
f) Belum pernah dilakukan supervisi berkelanjutan dan secara utuh sebelum ini.
g) Banyak guru yang belum memanfaatkan media pembelajaran padahal di setiap
kelas tersedia LCD Projector dan fasilitas wifi.
Melalui kepemimpinan dan perubahan yang dilakukan Pak Bagus, sekolah ini menjadi
sekolah yang memperoleh Adiwiyata pertama di Kabupaten. Sekolah ini memperoleh
predikat Adiwiyata selama tiga tahun berturut-turut dan menjadi Adiwiyata Lestari.
Lingkungan dan lembaga lain memperoleh manfaat dari sekolah yang dipimpin Pak
Bagus. Pak Bagus sering mendapat penghargaan di tingkat nasional dan beberapa kali
diundang ke Istana Negara untuk menerima penghargaan. Prestasi demi prestasi terus
diraih siswa, guru, dan sekolah ini. Sekolah ini banyak dikunjungi oleh sekolah dan
lembaga lain, dari seluruh Indonesia, bahkan beberapa negara lain juga berkunjung
untuk studi banding ke sekolah ini. Bagaimana ini bisa terjadi?
Kita pasti yakin bahwa kondisi di sekolah itu harus dan pasti bisa diubah. Perubahan ini
harus dipimpin oleh kepala sekolah. Sebuah penelitian membuktikan bahwa kehadiran
dan kepemimpinan seorang kepala sekolah memiliki peranan yang sangat besar dan
berarti bagi kemajuan sekolah. Alam mengajarkan kita, bahwa kalau memilih ikan itu
segar atau tidak, maka periksalah kepalanya. Ikan segar dapat kita ketahui dari kondisi
kepalanya yang segar, dan demikian juga sebaliknya. Lalu, bagaimana perubahan di
sekolah itu dilakukan? Berikut ini akan dibahas satu demi satu peran kepala sekolah
sebagai agen perubahan di sekolah sesuai dengan kompetensi kepala sekolah.
2) Peran Kepala Sekolah dalam Perubahan Kepribadian dan Sosial
(Mempermanusiakan/Humanizer)
“Mulailah dari diri sendiri”, begitu kata orang bijak. Untuk melakukan perubahan sebuah
lembaga, mulai dari perubahan diri sendiri. Sebelum melakukan perubahan di
sekolahnya, seorang kepala sekolah harus mau memulai perubahan dari diri sendiri dan
sosialnya. Untuk memahami hal ini, kita bisa belajar dari kasus di atas.
Untuk mengubah kondisi sekolahnya, Pak Bagus segera bekerja sama dengan komite,
orang tua, guru, siswa dan ahli pendidikan. Hal ini dimulai dari diri sendiri. Pak Bagus
berada di sekolah 30 menit sebelum jam pelajaran dimulai. Beliau adalah orang pertama
yang datang di sekolah. Pak Bagus menyambut siapa saja yang datang, baik guru
maupun siswa, di gerbang sekolah. Beliau juga pulang paling akhir. Setiap program yang
dia canangkan, dia terlebih dulu melaksanakannya. Pak Bagus tidak segan-segan untuk
mengunjungi tokoh masyarakat, kepala desa, rumah guru, komite, dan mengajak
berbicara dengan siswa untuk mengetahui ide, keinginan, dan masalah yang selama ini
mereka hadapi.
3) Peran Kepala Sekolah dalam Perubahan Pembelajaran (Katalis Budaya/Cultural
Catalist)
Jantung sekolah ada pada pembelajaran. Bila pembelajaran berhenti, berhenti pula
hakikat sekolah. Pembelajaran yang dilakukan asal-asalan akan meluluskan siswa yang
biasa-biasa saja. Dari studi kasus di atas, kita dapat mengetahui bahwa pembelajaran di
sekolah Pak Bagus tidak begitu menggembirakan. Hal ini ditandai oleh nilai ujian
nasional yang dicapai dari tahun ke tahun rendah.
Pak Bagus mencoba mengundang ahli pembelajaran. Pertama, dilakukan workshop
tentang cara mengajar guru kreatif dan inovatif. Di luar dugaan, tanggapan guru cukup
baik. Mereka menjadi bersemangat dalam mengajar. Guru yang dahulu mengajar
dengan berceramah saja, mulai mencoba metode mengajar yang baru. Tentu saja ini
harus disesuaikan dengan kompetensi yang ingin dikembangkan. Berikutnya, dilakukan
workshop tentang pendalaman materi. Guru-guru diajak kembali mendalami materi
sesuai dengan mata pelajaran yang diampu. Hal ini menjadi pembelajaran semakin
sesuai dengan tuntutan kurikulum. Semangat guru untuk mencari ilmu menjadi
meningkat. Berikutnya, Pak Bagus meminta ketuntasan belajar dan menambah jam
pengayaan. Tentu saja, Pak Bagus juga memikirkan apresiasi bagi guru yang memberi
jam pengayaan dengan bekerja sama dengan komite sekolah. Dalam waktu singkat,
ternyata nilai rata-rata ujian nasional sekolah itu naik signifikan.
Pengembangan kurikulum di sekolah itu menjadi salah satu fokus bagi kepemimpinan
perubahan. Pengembangan KTSP mengacu pada Standar Nasional Pendidikan,
Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum, dan pedoman implementasi kurikulum. KTSP
dikembangkan oleh sekolah dengan melibatkan komite sekolah, dan kemudian disahkan
oleh kepala dinas pendidikan sesuai dengan kewenangannya. Pengembangan RPP
dilakukan sebelum awal semester atau awal tahun pelajaran dimulai, namun selalu
diperbaharui sebelum pembelajaran dilaksanakan. Pengembangan RPP dilakukan oleh
guru secara mandiri dan/atau berkelompok di sekolah dikoordinasi, difasilitasi, dan
disupervisi oleh kepala sekolah. Pengembangan kurikulum sekolah dilakukan melalui
kepemimpinan perubahan dengan pendekatan dan metode baru.
4) Peran Kepala Sekolah dalam Perubahan Pengembangan Sekolah (Pembangun
Komunitas/Community Builder)
“Jika Anda sengaja membiarkan diri Anda menjadi kurang dari apa yang sebenarnya
mampu Anda capai, Anda akan tidak bahagia seumur hidup” (Abraham H. Maslow).
Tidak hanya diri sendiri yang dikembangkan, secara kelembagaan, sekolah juga harus
dikembangkan. Banyak sekolah yang berdiri lama, tetapi minim prestasi. Itulah
sebabnya, harus dilakukan perubahan secara kelembagaan. Kepala sekolah hendaknya
memimpin warga sekolah dan komite untuk merumuskan visi dan misi sekolah. Mereka
tidak hanya merumuskan, tetapi bagaimana menyiapkan langkah dan kegiatan nyata
untuk mencapai visi dan misi sekolah.
Kebetulan, sekolah tempat Pak Bagus bertugas adalah sekolah yang letaknya di desa.
Siswa yang bersekolah di sana adalah anak-anak yang nilai ujian nasionalnya rendah.
Sementara mereka yang nilai ujian nasionalnya tinggi memilih di sekolah lain. Ditambah
dengan suasana sekolah yang tidak menyenangkan dan kinerja guru seperti yang
diceritakan di atas. Salah satu kelebihan sekolah itu adalah tanahnya masih agak luas.
Melihat peluang ini, Pak Bagus bersama warga sekolah mencoba untuk mencanangkan
green and clean school. Gerakan ini dimulai dari membuat taman sekolah. Selain untuk
keindahan sekolah, taman ini dibuat untuk belajar di luar kelas. Ternyata tempat ini
menjadi titik penting dalam pengembangan sekolah. Warna kelas dicat dengan warna
yang indah dan berbeda dengan sebelumnya. Kamar kecil dibuat kering, bersih dan
wangi.
Sejak saat itu mulai ada kesadaran pada warga sekolah akan keindahan dan kebersihan.
Target ini ditingkatkan lagi untuk menjadi sekolah Adiwiyata. Dengan menggandeng
Dinas Lingkungan Hidup, mulai terbuka wawasan tentang pentingnya pelestarian alam
melalui pendidikan. Semua pembelajaran diarahkan untuk pencapaian Adiwiyata. Tidak
semua warga sekolah setuju pada awalnya. Namun seiring dengan berjalannya waktu
dan perubahan yang diciptakan, yang tadinya tidak setuju secara perlahan berubah
menjadi pelaku perubahan. Taman-taman dan koleksi tumbuhan mulai diperluas. Semua
sudut sekolah menjadi indah. Disediakan tempat mencuci tangan di muka kelas. ada
juga kolam ikan. Tidak hanya pembangunan fisik dan pembelajaran, tetapi di sekolah ini
juga dilakukan pembiasaan, melalui program Gerakan Jumat Bersih.
Usaha ini tidak sia-sia. Sekolah ini menjadi sekolah pertama yang mendapatkan
Adiwiyata di kabupaten. Tahun berikutnya, tidak hanya mempertahankan, tetapi secara
terus menerus dilakukan berbagai usaha untuk meningkatkan sarana, pembelajaran,
pembiasaan, dan pengimbasan. Tahun kedua, kembali sekolah ini mendapatkan
adiwiyata. Demikian juga untuk tahun ketiga, sehingga sekolah ini mendapatkan
Adiwiyata Lestari.
Banyak lembaga dan sekolah lain yang belajar ke sekolah ini. Tidak hanya dari kota dan
kabupaten lain, tetapi juga dari provinsi lain. Beberapa negara asing juga berkunjung,
melakukan studi banding Adiwiyata di sekolah ini. Pak Bagus menjadi sering diundang
sebagai narasumber di berbagai forum untuk berbagi pengalaman.
5) Peran Kepala Sekolah dalam Perubahan Manajemen Sumber Daya (Pembuat
Kerangka Kerja/Framework Maker)
Peningkatan mutu dan produktivitas tenaga kependidikan merupakan bagian integral dari
pengembangan manajemen sumber daya manusia di sebuah organisasi. Keberadaan
tenaga kependidikan di sekolah merupakan aset yang berharga bagi pengembangan
sekolah. Keberhasilan sekolah ditentukan dari kualitas orang-orang yang berada di
dalamnya. Mengubah sekolah adalah mengubah manusia-manusia yang ada di
dalamnya. Tenaga kependidikan akan bekerja secara optimal jika kepala sekolah
mendukung kemajuan karir mereka dengan melihat apa sebenarnya kompetensi
mereka. Biasanya, pengembangan tenaga kependidikan berbasis kompetensi akan
mempertinggi produktivitas kerja sehingga kualitas kerja pun lebih tinggi pula dan
berujung pada kepuasan stakeholder sekolah dan sekolah sebagai satuan pendidikan
diuntungkan. Pengembangan kapasitas tenaga kependidikan bisa dilakukan melalui
kepemimpinan perubahan di sekolah dengan budaya kerja yang baru.
Menyadari hal ini, Pak Bagus mencoba untuk mengembangkan sekolah dengan
memperhatikan sumber daya manusia yang ada di sekolahnya. Hubungan guru yang
semula tidak akrab dicoba dijalin melalui kegiatan outbond untuk guru dan tenaga
pendidikan. Setiap tiga bulan sekali diadakan arisan keluarga yang diadakan anjang
sana di rumah guru dan tenaga pendidikan. Semua guru dan tenaga pendidikan
diwajibkan ikut kegiatan emotional spiritual quetion (ESQ). Ada perubahan struktur wakil
kepala sekolah, koordinator, dan wali kelas. Semua kegiatan yang semula hanya
dikendalikan oleh satu orang, kini didistribusikan. Semua orang merasa bertanggung
jawab, semua orang ikut memajukan sekolah.
6) Peran Kepala Sekolah dalam Perubahan Kewirausahaan Sekolah (Perantara
Keunggulan/Power Broker)
Kewirausahaan harus dirintis dan dibelajarkan di sekolah. Ini merupakan aset untuk
menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang mandiri dan berdaya saing.
Kewirausahaan tidak hanya diajarkan, tetapi juga dipraktikkan dan dibiasakan. Jiwa
kewirausahaan juga harus ditumbuhkan.
Pak Bagus berusaha mengembangkan kewirausahaan melalui apa yang sudah dicapai
selama ini, yaitu Sekolah Adiwiyata. Pak Bagus mencoba mengembangkan
kewirausahaan melalui penanaman bibit, pelatihan Sekolah Adiwiyata, dan pengolahan
sampah. Tidak hanya Pak Bagus, guru dan siswa sering diundang untuk memberikan
pelatihan. Ada salah satu siswa yang dapat membuat topeng dari kayu. Ini juga
dikembangkan menjadi kerajinan khas dari sekolah ini dan menjadi bibit jiwa
kewirausahaan. Topeng kayu ini, diberikan kepada tamu yang datang ke sekolah
sebagai cinderamata.
7) Peran Kepala Sekolah dalam Perubahan Supervisi Pembelajaran (Penantang yang
Bersahabat/Friendly Challenger)
Kualitas kepemimpinan terkait dengan standar nasional pendidikan yang harus dipenuhi
oleh sekolah agar dapat menghasilkan mutu pendidikan yang lebih baik. Upaya untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran bisa dilakukan dengan peningkatan kualitas
profesional kepala sekolah dan guru, penciptaan iklim yang inovatif di sekolah, dan
upaya lain yang bisa dilakukan adalah melalui supervisi akademik yang secara terus
menerus dilakukan secara berkelanjutan. Sadar akan hal itu, Pak Bagus melakukan
upaya pengembangan kualitas pembelajaran di sekolah melalui kepemimpinan
perubahan dengan melakukan kegiatan supervisi akademik yang berkelanjutan untuk
semua guru di semua kelas. Tidak itu saja, Pak Bagus juga melakukan supervisi
manajerial untuk meningkatkan kualitas pelayanan tenaga administrasi sekolah,
perpustakaan, tenaga kebersihan dan keamanan dan juga guru bimbingan konseling
yang ada di sekolah itu. Bagi pak Bagus, mengamati bagaimana mereka bekerja dan
mengarahkannya bila mana mereka bekerja tidak sesuai dengan harapannya adalah
pekerjaan rutin. Pak Bagus yakin bahwa dengan cara seperti itu maka semua warga di
sekolah akan semakin baik bekerja dan memberikan pelayanan yang semakin baik dan
semakin baik lagi dari waktu ke waktu. Sebuah kesalahan bukan untuk dimarahi dan
disalahkan tetapi utnuk dikoreksi dan diperbaiki. Maka mengarahkan, mengajari,
mengingatkan menasehati, membimbing semua warga di sekolah adalah pintu bagi
peningkatan kualitas baik pembelajaran maupun pelayanan di sekolah. Pak Bagus
adalah tempat bagi mereka untuk bertanya dan belajar setiap saat.
8) Peran Kepala Sekolah dalam Perubahan Teknologi dan Informasi (Technological
Influencer)
Clayton Christensen, tokoh adminstrasi bisnis dari Harvard Business School
menyebutkan bahwa era sekarang merupakan era disrupsi yang dalam bahasa
sederhananya berarti gangguan atau mengganggu (disrupt). Disrupsi dapat diartikan
pula sebagai kekacauan (chaos), ketika dalam beberapa kasus linearitas tidak terjadi
pada variabel atau peubah, misalnya saja pergerakan dunia industri dan persaingan
kerja tidak lagi linear. Perubahan dalam banyak situasi yang semestinya smoothing,
halus dan berevolusi rapi, mendadak harus berubah penuh kejutan disertai inovasi-
inovasi baru.
Era disrupsi yang dipenuhi kemajuan teknologi informasi yang sedemikian pesatnya
adalah sebuah keniscayaan bahwa guru harus menguasai teknologi untuk kemudian
digunakan sebagai media pendukung dalam kegiatan pembelajaran.
Di dalam pembelajaran, pemanfaatan media pembelajaran sangat penting dilakukan
guru untuk dapat menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa dengan baik.
Kemajuan teknologi dewasa ini dapat dijadikan sebagai sarana untuk menyelesaikan
masalah-masalah pembelajaran.
Berdasarkan kasus di atas, ditemukan guru yang tidak memanfaatkan media
pembelajaran dengan baik, padahal di sekolah tersebut tersedia LCD projector dan
fasilitas wifi. Setelah diidentifikasi ternyata guru-guru tersebut belum menguasai TIK.
Melihat kenyataan ini, Pak Bagus sebagai kepala sekolah merasa sadar betul bahwa
salah satu keterampilan yang harus dikuasai oleh guru pada abad XII ini adalah literasi
digital. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kompetensi TIK para guru, Pak Bagus
mengundang narasumber yang kompeten untuk melatih para guru dalam pembuatan
power point , pemanfaatan internet, dan e-learning. Hasilnya, guru-guru merasa senang
dan dengan pelatihan tersebut karena ternyata dengan menguasai TIK dapat
memudahkan dalam menyampaikan materi. Selain itu, dengan tuntutan implementasi
Kurikulum 2013 di mana siswa harus dapat mencari sumber belajar lain selain guru,
kegiatan ini sangat membantu. Guru membimbing siswa untuk mencari sumber belajar
lain melalui internet dengan fasilitas wifi yang disediakan oleh sekolah.
9) Karakteristik Kepemimpinan Perubahan
“Tantangan kepemimpinan adalah untuk menjadi kuat, tapi tidak kasar, bersikap baik,
tapi tidak lemah, berani, tapi tidak menjadi pengganggu, menjadi bijaksana, tapi tidak
malas, rendah hati, tapi tidak malu-malu; bangga, tapi tidak sombong ; memiliki humor,
tetapi tanpa kebodohan”. (Jim Rohn, pengusaha, penulis dan pembicara motivasi).
Setiap manusia adalah pemimpin. Pada dasarnya kepemimpinan perubahan adalah
upaya untuk menerjemahkan visi-strategi-budaya baru dari seorang kepala sekolah
kepada setiap aksi guru dan tenaga kependidikan di sekolah yang dipimpinnya. Apabila
dilihat dari fakta yang ada di sekolah, sebagian besar permasalahan kepemimpinan
kepala sekolah adalah kesenjangan antara visi dan aksinya. Kepala sekolah harus
memiliki visi dan strategi yang jelas gambarannya.
Seringkali aksi yang dilakukan jauh dari visi dan strategi yang telah disepakati. Hal ini
karena pelaksana kegiatan di sekolah bukan kepala sekolahnya, namun guru dan tenaga
kependidikan sebagai komunitas di sekolah. Dengan demikian, guru dan tenaga
kependidikan di sekolah harus terampil menangani pekerjaan dan memahami dengan
baik visi dan strategi yang sudah disepakati bersama komunitas di sekolah. Namun
seringkali juga terjadi di sekolah adalah adanya guru atau tenaga kependidikan yang
tidak terampil menangani pekerjaan dan tidak memahami visi dan strategi yang telah
disepakati. Bisa semua atau sebagian besar atau sebagian kecil dari guru dan tenaga
kependidikan mengalami kendala seperti itu. Oleh karena itu seorang kepala sekolah
harus memahami kendala teknis yang terjadi di lapangan, sehingga semua persoalan
yang terjadi dapat diselesaikan secara lebih baik, lebih murah, atau keduanya. Inilah
yang disebut sebagai nilai baru yang muncul karena adanya kepemimpinan perubahan
di sekolah. Nilai yang memberi sekolah alternatif solusi baru dalam mengatasi semua
persoalan yang terjadi di sekolah yang lebih baik lagi dari yang sebelumnya yang sudah
ada di sekolah (Roseno Aji Affandi: 2014). Hal ini bisa dilihat pada gambar berikut ini.
Kreasi
Nilai
Idealisme- Visi-
karakter- strategi-
intuisi aksi
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tahapan-tahapan dari Sistem Informasi
Manajemen sangat perlu diperhatikan. Karena apabila manajer mampu menguasai
tahapan-tahapan tersebut maka akan semakin mudah memperoleh informasi sehingga
akan melancarkan pengambilan keputusan.
b. Menganalisis masalah dan solusinya dalam pengelolaan SIM di sekolah
Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003
menyatakan bahwa, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam pembelajaran, pendidik harus
memahami hakikat materi pelajaran yang diajarkannya dan memahami berbagai model
pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan peserta didik untuk belajar dengan
perencanaan pengajaran yang matang oleh pendidik.