NPM : 2014016081
Program Studi : Sastra Indonesia
Kelas :C
Jawaban UTS Sastra Lisan
1. Menurut Hutomo (1991:3,4), ada 8 ciri sastra lisan. Pertama, penyebaran sastra lisan dari
mulut ke mulut secara turun-temurun, budaya ini tentunya yang membuat keeksistensian
sastra lisan tetap terjaga. Kedua, sastra lisan umumnya lahir dari masyarakat pedesaan
yang belum mengenal aksara huruf, maka dari itulah sastra lisan ini hadir lebih dekat dan
banyak di sana. Ketiga, biasanya sastra lisan yang terdapat pada suatu daerah itu
menggambarkan khas dari kebudayaan mereka pada masa lampau, tetapi tidak menutup
kemungkinan ada kisah yang menyebutkan hal-hal baru sesuai dengan perubahan
masyarakat secara sosial di sana. Keempat, keunikan sastra lisan ini tidak diketahui
pengarangnya, sehingga dapat dikatakan kesusastraan lisan ini bukan hak milik
perseorangan, tetapi milik masyarakat setempat (bersifat umum). Kelima, sastra lisan
bercorak puitis, teratur, dan berulang-ulang. Hal ini dimaksudkan agar sastra lisan mudah
untuk diingat jalan ceritanya, sehingga terjaga keaslian sastra lisan walaupun diwariskan
secara turun temurun. Keenam, sastra lisan tidak mementingkan realita, tetapi lebih
menekankan pada aspek khayal atau fantasi. Ketujuh, terdiri dari berbagai macam versi.
Hal ini dikarenakan penutur yang memiliki kekhasannya masing-masing dalam
menyampaikan sebuah kisah, sehingga versi dari sebuah kisah dari generasi ke generasi
memiliki versi yang berbeda-beda pula. Kedelapan, sastra lisan menggunakan bahasa
sehari-hari, mengandung dialek, dan terkadang diucapkan tidak dengan kalimat yang
lengkap, sehingga sulit untuk dipahami.
2. Pola-pola yang disebutkan Finnegan performance tradisi lisan selalu diawali dengan
ritual persembahan atau doa-doa, hal ini dikarenakan masyarakat pada zaman dahulu
sangat erat dengan Tuhannya. Ritual yang biasanya dilakukan masyarakat ini bertujuan
untuk mendapatkan sesuatu dari penguasa alam dengan memberikan persembahan
kepada-Nya. Persembahannya biasa berupa makanan, tarian, dan hal-hal lainnya yang
mereka anggap sakral. Sedangkan, doa-doa merupakan bentuk rapalan kepada Tuhan
dengan harapan permintaan mereka dapat dikabulkan. Contohnya seperti Festival Mane’e
yang dilakukan masyarakat di Pantai Malo, Kokorotan, Sulawesi Utara sebelum pergi
menangkap ikan. Festival ini dilakukan dengan berbagai ritual dan doa agar nelayan
mendapatkan tangkapan yang banyak, serta terhindar dari berbagai marahabaya selama
menangkap ikan di laut. Uniknya lagi, bentuk rangkaian acara dari festival ini
menekankan pada doa-doa dalam bahasa adat kuno yang dirapalkan oleh pemuka adat.
Sedangkan, masyarakat setempat membuat jaring (sammy) unuk menangkap ikan, dan
membentangkannya ke laut. Ketika ikan yang terjerat di jaring sudah banyak, masyarakat
di sana akan berkumpul dan menyantap bersama hasil tangkapan mereka. Festival
Mane’e ini menginterpretasikan pola pertama dari yang disebutkan oleh Finnegan, yakni
ritual dan doa-doa. Ritual dalam festival ini yakni membentangkan jaring ke laut dengan
bergotong-royong, sedangkan doa-doa direpresentasikan oleh pemuka adat dalam bahasa
adat kuno.
3. Konsep dan perbedaan mendasar dari monogenesis dan poligenesis dapat kita pahami
dengan mengetahui terlebih dahulu kedua istilah tersebut. Monogenesis merupakan
proses penciptaan karya yang berasal dari satu karya (tunggal), kemudian menyebar ke
berbagai daerah dan di setiap daerahnya memiliki versi yang berbeda-beda. Monogenesis
ini memiliki unsur kesengajaan di dalamnya. Sedangkan, poligenesis merupakan proses
keberadaan dari karya yang muncul di berbagai daerah, dan memiliki karakteristik
struktur yang sama. Tetapi, dalam poligenesis unsur kesamaan itu tidak dilakukan secara
sengaja, sehingga dapat dikatakan bahwa teori ini menekankan bahwa persamaan itu
bukan sebuah alasan adanya sumber kebudayaan, tetapi hal lumrah yang asalnya dari diri
manusia secara universal. Berbeda dengan teori monogenesis yang menekankan
bahwasanya kebudayaan itu bersumber pada satu kebudayaan.
4. Rumusan analisis fungsi (tindakan) kisah Asal Mula Kota Cianjur berdasarkan teori
Vladimir Propp.
Kesimpulan :
Kisah ini memang memiliki struktur fungsi (tindakan) yang sama dengan dongeng rusia
yang dianalisis oleh Vladimir Propp. Akan tetapi, tidak seluruh fungsi yang dirumuskan tersebut
ada dalam kisah ini, sehingga dapat disimpulkan bahwa setiap dongeng pasti memiliki fungsi
(tindakan) yang sama, dan selalu mempertahankan kerangka struktur yang sama. Akan tetapi
setiap cerita dongeng memiliki jumlah fungsi yang berbeda pula.
REFERENSI
Ismadi, Janu. 2018. Asal Mula Kota Cianjur. Tangerang: Delta Edukasi
Prima.
File power point Kiftiawati, S.S., M.Hum.