Anda di halaman 1dari 52

GAMBARAN RAPID TEST TERHADAP HASIL SWAB TEST PADA

PASIEN RAWATAN COVID 19 RSUD CIKALONG WETAN

Pembimbing:

dr. Sanditia Gumilang, Sp.PD

dr.Pupun Lufianti

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RSUD CIKALONG WETAN
KABUPATEN BANDUNG BARAT
2020

1
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak asasi yang bersifat fundamental bagi setiap

individu. Hal ini tertuang dalam pasal 28H UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap

orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan

lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. 1

Kesehatan merupakan salah satu komponen dalam mengukur keberhasilan

pembangunan bangsa, sehingga harus dipelihara, diperjuangkan, dan dilindungi dari

berbagai ancaman penyakit dan masalah kesehatan lainnya. Selain itu, upaya

pembangunan kesehatan juga dilakukan guna mencapai tujuan Sustainable

Development Goals (SDG’s), terutama goal tentang kesehatan dan kesejahteraan.1,2

Coronavirus-19 (COVID) telah dinyatakan sebagai pandemi dunia oleh WHO

(WHO,2020). Coronavirus adalah zoonosis atau virus yang ditularkan antara hewan

dan manusia. Virus dan penyakit ini diketahui berawal di kota Wuhan, Cina sejak

Desember 2019. Per tanggal 21 Maret 2020, jumlah kasus penyakit ini mencapai

angka 275,469 jiwa yang tersebar di 166 negara, termasuk Indonesia.2

Presiden Republik Indonesia telah menyatakan status penyakit ini menjadi tahap

Tanggap Darurat pada tanggal 17 Maret 2020. Presiden juga telah mengeluarkan

Keputusan Presiden No. 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan

Corona yang diketuai oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Gugus Tugas juga bertujuan untuk meningkatkan ketahanan nasional di bidang

kesehatan; mempercepat penanganan COVID-19 melalui sinergi antar kementerian/

lembaga dan pemerintah daerah; meningkatkan antisipasi perkembangan eskalasi

2
penyebaran COVID19; meningkatkan sinergi pengambilan kebijakan operasional; dan

meningkatkan kesiapan selama masa pandemi covid-19. Puskesmas sebagai

pelayanan kesehatan tingkat pertama memiliki peraranan dalam menanggulangi

beberapa masalah terkait Covid-19.1

Saat ini sebanyak 29 negara mengonfirmasi terdapatnya kecurigaan serta

terkonfirmasi kasus COVID-19. Per-tanggal 13 Februari 2020, berdasarkan data

terakhir website oleh Center for Systems Science and Engineering (CSSE) Universitas

John Hopkins yang diperbaharui berkala, data terakhir menunjukkan total kasus lebih

dari 60.331 pasien, dengan total kematian lebih dari 1.369 pasien dan perbaikan lebih

dari 6.061 pasien.7 Saat ini data terus berubah seiring dengan waktu.

Berdasarkan data yang diambil dari PUSICOV Bandung, sampai akhir bulan

Agustus 2020 Jawa Barat mempunyai total kasus COVID 19 sebanyak 9420 kasus.

Kasus sembuh 5876 dan meninggal 262 kasus.21 Angka ini mengalami peningkatan

dibanding bulan Juli yang sebanyak 6532 kasus. Kabupaten Bandung Barat memiliki

kasus yang lebih sedikit dengan 1430 total kasus, dengan jumlah OTG 534 Orang ,

ODP 745 Orang, PDP 38 Orang , kasus positif 113 orang. Total kasus Kecamatan

Cikalong wetan 89 kasus dengan jumlah OTG 1 Orang , ODP 84 Orang, PDP 3 Orang

, kasus positif 1 orang.22

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran rapid test pada pasien rawatan covid 19 RSUD

cikalong wetan ?

3
2. Bagaimana gambaran swab test pada pasien rawatan covid 19 rsud

cikalong wetan ?

3. Bagaimana gambaran rapid test terhadap hasil swab test pada pasien

rawatan covid 19 rsud cikalong wetan ?

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

1. bahan kajian dan data dasar untuk pengembangan ambaran rapid test

terhadap hasil swab test mengenai masalah kesehatan dimasa pandemi

saat ini.

2. Mengetahui gambaran rapid test terhadap hasil swab test pada pasien

rawatan covid 19 rsud cikalong wetan.

1.3 Tujuan Khusus

1. Mengetahui gambaran rapid test terhadap hasil swab test pada pasien

rawatan covid 19 rsud cikalong wetan.

1.4.Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang ggambaran rapid
test terhadap hasil swab test pada pasien rawatan covid 19 RSUD cikalong
wetan

1.4.2 Manfaat Aplikatif


a.Bagi Institusi
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi tambahan tentang penyakit
COVID 19 khususnya bagi pengunjung RSUD Cikalong Wetan.

b.Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi gambaran rapid test terhadap
hasil swab test pada pasien rawatan covid 19 RSUD cikalong wetan
4
c.Bagi Penelitian selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai refrensi penelitian selanjutnya yang
berkaitan dengan masalah penyakit COVID 19.

5
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Epidemiologi

Pada tanggal 31 Desember 2019, Tiongkok melaporkan kasus pneumonia

misterius yang tidak diketahui penyebabnya. Dalam 3 hari, pasien dengan kasus

tersebut berjumlah 44 pasien dan terus bertambah hingga saat ini berjumlah ribuan

kasus.1 Pada awalnya data epidemiologi menunjukkan 66% pasien berkaitan atau

terpajan dengan satu pasar seafood atau live market di Wuhan, Provinsi Hubei

Tiongkok.2 Sampel isolat dari pasien diteliti dengan hasil menunjukkan adanya

infeksi coronavirus, jenis betacoronavirus tipe baru, diberi nama 2019 novel

Coronavirus (2019-nCoV).2 Pada tanggal 11 Februari 2020, World Health

Organization memberi nama virus baru tersebut Severa acute respiratory syndrome

coronavirus-2 (SARS-CoV-2) dan nama penyakitnya sebagai Coronavirus disease

2019 (COVID-19).3 Pada mulanya transmisi virus ini belum dapat ditentukan apakah

dapat melalui antara manusia-manusia. Jumlah kasus terus bertambah seiring dengan

waktu. Selain itu, terdapat kasus 15 petugas medis terinfeksi oleh salah satu pasien. 4

Salah satu pasien tersebut dicurigai kasus “super spreader”. 4,5 Akhirnya dikonfirmasi

bahwa transmisi pneumonia ini dapat menular dari manusia ke manusia. 6 Sampai saat

ini virus ini dengan cepat menyebar masih misterius dan penelitian masih terus

berlanjut. Saat ini sebanyak 29 negara mengonfirmasi terdapatnya kecurigaan serta

terkonfirmasi kasus COVID-19. Per-tanggal 13 Februari 2020, berdasarkan data

terakhir website oleh Center for Systems Science and Engineering (CSSE)

Universitas John Hopkins yang diperbaharui berkala, data terakhir menunjukkan total

kasus lebih dari 60.331 pasien, dengan total kematian lebih dari 1.369 pasien dan

perbaikan lebih dari 6.061 pasien.7 Saat ini data terus berubah seiring dengan waktu.

6
Banyak kota di Tiongkok dilakukan karantina. Kasuskasus yang ditemukan diluar

Tiongkok sampai tanggal 12 Februari 2020 tercatat ada di 28 negara diantaranya:

Amerika, Thailand, Hong Kong, Prancis, Malaysia, Singapura, Taiwan, Macau,

Jepang, Korea Selatan, Vietnam, Australia, Nepal dan lainnya.8,9 Kasus-kasus yang

ditemukan di berbagai negara tersebut sebagian besar memiliki riwayat bepergian ke

Wuhan atau berkontak dengan kasus confirmed yang memiliki riwayat bepergian ke

Wuhan.9 Empat kasus di Singapura merupakan seorang laki-laki 36 tahun, warga

negara Tiongkok Bersama keluarganya datang pada 22 januari dengan tanpa gejala

kemudian hari berikutnya 2 Diagnosis dan Penatalaksanaan Pneumonia COVID-19

mengeluh batuk dan dikonfirmasi COVID-19 pada tanggal 25 Januari 2020.10

Laporan terbaru per tanggal 9 Februari 2020 sudah terdapat 43 kasus terkonfirmasi

infeksi COVID-19 di Singapura. Beberapa diantaranya dilaporkan tidak memiliki


8,9
riwayat perjalanan ke Tiongkok. Berdasarkan data sampai dengan 12 Februari

2020, angka mortalitas di seluruh dunia 2,1% sedangkan khusus di kota Wuhan

adalah 4,9%, dan di provinsi Hubei 3,1%. Angka ini diprovinsi lain di Tiongkok

adalah 0,16%.8,9 Berdasarkan penelitian terhadap 41 pasien pertama di Wuhan

terdapat 6 orang meninggal (5 orang pasien di ICU dan 1 orang pasien non-ICU).2

Kasus kematian banyak pada orang tua dan dengan penyakit penyerta. Kasus

kematian pertama pasien lelaki usia 61 tahun dengan penyakit penyerta tumor

intraabdomen dan kelainan di liver.11 Kejadian luar biasa oleh Coronavirus bukanlah

merupakan kejadian yang pertama kali. Tahun 2002 severe acute respiratory

syndrome (SARS) disebakan oleh SARS-coronavirus (SARS-CoV) dan penyakit

Middle East respiratory syndrome (MERS) tahun 2012 disebabkan oleh MERS-

Coronavirus (MERS-CoV) dengan total akumulatif kasus sekitar 10.000 (1000-an

7
kasus MERS dan 8000-an kasus SARS). Mortalitas akibat SARS sekitar 10%

sedangkan MERS lebih tinggi yaitu sekitar 40%.5

3.2 Karakteristik

Coronavirus merupakan virus RNA strain tunggal positif, berkapsul dan tidak

bersegmen. Coronavirus tergolong ordo Nidovirales, keluarga Coronaviridae.

Coronaviridae dibagi dua subkeluarga dibedakan berdasarkan serotipe dan

karakteristik genom. Terdapat empat genus yaitu alpha coronavirus, betacoronavirus,

deltacoronavirus dan gamma coronavirus. 2,5,12

Coronavirus memiliki kapsul, partikel berbentuk bulat atau elips, sering

pleimorfik dengan diameter sekitar 50-200m.5 Semua virus ordo Nidovirales

memiliki kapsul, tidak bersegmen, dan virus positif RNA serta memiliki genom RNA

sangat panjang.12 Struktur coronavirus membentuk struktur seperti kubus dengan

protein S berlokasi di permukaan virus. Protein S atau spike protein merupakan salah

satu protein antigen utama virus dan merupakan struktur utama untuk penulisan gen.

Protein S ini berperan dalam penempelan dan masuknya virus kedalam sel host

(interaksi protein S dengan reseptornya di sel inang)

3.3 Patogenesis Patofisiologi

8
Kebanyakan Coronavirus menginfeksi hewan dan bersirkulasi di hewan.

Coronavirus menyebabkan sejumlah besar penyakit pada hewan dan kemampuannya

menyebabkan penyakit berat pada hewan seperti babi, sapi, kuda, kucing dan ayam.

Coronavirus disebut dengan virus zoonotik yaitu virus yang ditransmisikan dari

hewan ke manusia. Banyak hewan liar yang dapat membawa patogen dan bertindak

sebagai vektor untuk penyakit menular tertentu.2,5,13 Kelelawar, tikus bambu, unta dan

musang merupakan host yang biasa ditemukan untuk Coronavirus. Coronavirus pada

kelelawar merupakan sumber utama untuk kejadian severe acute respiratory

syndrome (SARS) dan Middle East respiratory syndrome (MERS). Namun pada

kasus SARS, saat itu host intermediet (masked palm civet atau luwak) justru

ditemukan terlebih dahulu dan awalnya disangka sebagai host alamiah. Barulah pada

penelitian lebih lanjut ditemukan bahwa luwak hanyalah sebagai host intermediet dan

kelelawar tapal kuda (horseshoe bars) sebagai host alamiahnya. 8,14 Secara umum, alur

Coronavirus dari hewan ke manusia dan dari manusia ke manusia melalui transmisi

kontak, transmisi droplet, rute feses dan oral.5

9
Coronavirus terutama menginfeksi dewasa atau anak usia lebih tua, dengan gejala

klinis ringan seperti common cold dan faringitis sampai berat seperti SARS atau

MERS serta beberapa strain menyebabkan diare pada dewasa. Infeksi Coronavirus

biasanya sering terjadi pada musim dingin dan semi. Hal tersebut terkait dengan

faktor iklim dan pergerakan atau perpindahan populasi yang cenderung banyak

perjalanan atau perpindahan. Selain itu, terkait dengan karakteristik Coronavirus yang

lebih menyukai suhu dingin dan kelembaban tidak terlalu tinggi. 5,12,13 Semua orang

secara umum rentan terinfeksi. Pneumonia Coronavirus jenis baru dapat terjadi pada

pasien immunocompromis dan populasi normal, bergantung paparan jumlah virus.

Jika kita terpapar virus dalam jumlah besar dalam satu waktu, dapat menimbulkan

penyakit walaupun sistem imun tubuh berfungsi normal. Orang-orang dengan sistem

imun lemah seperti orang tua, wanita hamil, dan kondisi lainnya, penyakit dapat

secara progresif lebih cepat dan lebih parah. Infeksi Coronavirus menimbulkan sistem

kekebalan tubuh yang lemah terhadap virus ini lagi sehingga dapat terjadi re-infeksi.5

Pada tahun 2002-2003, terjadi kejadian luar biasa di Provinsi Guangdong, Tiongkok

yaitu kejadian SARS. Total kasus SARS sekitar 8098 tersebar di 32 negara, total

kematian 774 kasus. Agen virus Coronavirus pada kasus SARS disebut SARS-CoV,

grup 2b betacoronavirus.

10
Penularan

Coronavirus merupakan zoonosis (ditularkan antara hewan dan manusia).

Penelitian menyebutkan bahwa SARS ditransmisikan dari kucing luwak (civet

cats) ke manusia dan MERS dari unta ke manusia. Adapun, hewan yang menjadi

sumber penularan COVID-19 ini masih belum diketahui. Masa inkubasi COVID-

19 rata-rata 5-6 hari, dengan range antara 1 dan 14 hari namun dapat mencapai

14 hari. Risiko penularan tertinggi diperoleh di hari-hari pertama penyakit

disebabkan oleh konsentrasi virus pada sekret yang tinggi. Orang yang terinfeksi

dapat langsung dapat menularkan sampai dengan 48 jam sebelum onset gejala

(presimptomatik) dan sampai dengan 14 hari setelah onset gejala. Sebuah studi

Du Z et. al, (2020) melaporkan bahwa 12,6% menunjukkan penularan

presimptomatik. Penting untuk mengetahui periode presimptomatik karena

11
memungkinkan virus menyebar melalui droplet atau kontak dengan benda yang

terkontaminasi. Sebagai tambahan, bahwa terdapat kasus konfirmasi yang tidak

bergejala (asimptomatik), meskipun risiko penularan sangat rendah akan tetapi

masih ada kemungkinan kecil untuk

terjadi penularan. Berdasarkan studi epidemiologi dan virologi saat ini

membuktikan bahwa COVID-19 utamanya ditularkan dari orang yang bergejala

(simptomatik) ke orang lain yang berada jarak dekat melalui droplet. Droplet

merupakan partikel berisi air dengan diameter >5-10 µm. Penularan droplet

terjadi ketika seseorang berada pada jarak dekat (dalam 1 meter) dengan

seseorang yang memiliki gejala pernapasan (misalnya, batuk atau bersin)

sehingga droplet berisiko mengenai mukosa (mulut dan hidung) atau konjungtiva

(mata). Penularan juga dapat terjadi melalui benda dan permukaan yang

terkontaminasi droplet di sekitar orang yang terinfeksi. Oleh karena itu..

penularan virus COVID-19 dapat terjadi melalui kontak langsung dengan orang

yang terinfeksi dan kontak tidak langsung dengan permukaan atau benda yang

digunakan pada orang yang terinfeksi (misalnya, stetoskop atau termometer).

Dalam konteks COVID-19, transmisi melalui udara dapat dimungkinkan dalam

keadaan khusus dimana prosedur atau perawatan suportif yang menghasilka

aerosol seperti intubasi endotrakeal, bronkoskopi, suction terbuka, pemberian

pengobatan nebulisasi, ventilasi manual sebelum intubasi, mengubah pasien ke

posisi tengkurap, memutus koneksi ventilator, ventilasi tekanan positif

noninvasif, trakeostomi, dan resusitasi kardiopulmoner. Masih diperlukan

penelitian lebih lanjut mengenai transmisi melalui udara.

12
3.4 Gejala Klinis

Infeksi COVID-19 dapat menimbulkan gejala ringan, sedang atau berat. Gejala

klinis utama yang muncul yaitu demam (suhu >380C), batuk dan kesulitan bernapas.

Selain itu dapat disertai dengan sesak memberat, fatigue, mialgia, gejala

gastrointestinal seperti diare dan gejala saluran napas lain. Setengah dari pasien

timbul sesak dalam satu minggu. Pada kasus berat perburukan secara cepat dan

progresif, seperti ARDS, syok septik, asidosis metabolik yang sulit dikoreksi dan

perdarahan atau disfungsi sistem koagulasi dalam beberapa hari. Pada beberapa

pasien, gejala yang muncul ringan, bahkan tidak disertai dengan demam. Kebanyakan

pasien memiliki prognosis baik, dengan sebagian kecil dalam kondisi kritis bahkan

meninggal. Berikut sindrom klinis yang dapat muncul jika terinfeksi.

Klasifikasi Klinis Berikut sindrom klinis yang dapat muncul jika terinfeksi.

a. Tidak berkomplikasi Kondisi ini merupakan kondisi teringan. Gejala yang

muncul berupa gejala yang tidak spesifik. Gejala utama tetap muncul seperti

demam, batuk, dapat disertai dengan nyeri tenggorok, kongesti hidung, malaise,

sakit kepala, dan nyeri otot. Perlu diperhatikan bahwa pada pasien dengan lanjut

usia dan pasien immunocompromises presentasi gejala menjadi tidak khas atau

atipikal. Selain itu, pada beberapa kasus ditemui tidak disertai dengan demam dan

gejala relatif ringan. Pada kondisi ini pasien tidak memiliki gejala komplikasi

diantaranya dehidrasi, sepsis atau napas pendek.

b. Pneumonia ringan Gejala utama dapat muncul seperti demam, batuk, dan

sesak. Namun tidak ada tanda pneumonia berat. Pada anak-anak dengan

pneumonia tidak berat ditandai dengan batuk atau susah bernapas atau tampak

sesak disertai napas cepat atau takipneu tanpa adanya tanda pneumonia berat.

13
Definisi takipnea pada anak:

● < 2 bulan : ≥ 60x/menit

● 2-11 bulan : ≥ 50x/menit

● 1-5 tahun : ≥ 40x/menit

c. Pneumonia berat Pada pasien dewasa

● Gejala yang muncul diantaranya demam atau curiga infeksi saluran napas

● Tanda yang muncul yaitu takipnea (frekuensi napas: > 30x/menit), distress

pernapasan berat atau saturasi oksigen pasien

2.5 Definisi kasus

a. Pasien dalam pengawasan atau kasus suspek / possible

1) Seseorang yang mengalami:

a. Demam (≥380C) atau riwayat demam

b. Batuk atau pilek atau nyeri tenggorokan

c. Pneumonia ringan sampai berat berdasarkan klinis dan/atau gambaran

radiologis. (pada pasien immunocompromised presentasi kemungkinan atipikal)

DAN disertai minimal satu kondisi sebagai berikut :

● Memiliki riwayat perjalanan ke Tiongkok atau wilayah/ negara yang

terjangkit* dalam 14 hari sebelum timbul gejala

● Petugas kesehatan yang sakit dengan gejala sama setelah merawat pasien

infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) berat yang tidak diketahui penyebab /

etiologi penyakitnya, tanpa memperhatikan riwayat bepergian atau tempat

tinggal.

14
ATAU

2) Pasien infeksi pernapasan akut dengan tingkat keparahan ringan sampai berat

dan salah satu berikut dalam 14 hari sebelum onset gejala:

a. Kontak erat dengan pasien kasus terkonfirmasi atau probable COVID-19,

ATAU

b. Riwayat kontak dengan hewan penular (jika hewan sudah teridentifikasi),

ATAU

c. bekerja atau mengunjungi fasilitas layanan kesehatan dengan kasus

terkonfirmasi atau probable infeksi COVID-19 di Tiongkok atau wilayah/negara

yang terjangkit.*

d. Memiliki riwayat perjalanan ke Wuhan dan memiliki demam (suhu ≥380C)

atau riwayat demam.

2.6 Definisi Kontak

a. Kontak Kontak didefinisikan individu yang berkaitan dengan beberapa

aktivitas sama dengan kasus dan memiliki kemiripan paparan seperti kasus.

Kontak mencakup anggota rumah, kontak keluarga, pengunjung, tetangga, teman

kuliah, guru, teman sekelas, pekerja, pekerja sosial atau medis, dan anggota group

sosial.

b. Kontak erat

Kontak erat didefinisikan seseorang yang memiliki kontak (dalam 1 meter)

dengan kasus yang terkonfirmasi selama masa simptomatiknya termasuk satu hari

sebelum onset gejala. Kontak tidak hanya kontak fisik langsung.

15
● Kontak pekerja sosial atau pekerja medis Paparan terkait perawatan kesehatan,

termasuk menangani langsung untuk pasien COVID-19, bekerja dengan petugas

kesehatan yang terinfeksi COVID-19 atau memeriksa pasien yang terkonfimari

kasus atau dalam lingkungan ruangan sama, ketika prosedur aerosol dilakukan.

● Kontak lingkungan rumah atau tempat tertutup - Berbagi lingkungan ruangan,

bekerja bersama, belajar bersama dalam jarak dekat dengan pasien COVID-19. -

Bepergian bersama pasien COVID-19 dalam segala jenis mode transportasi.

2.7 Pemeriksaan fisis

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tergantung ringan atau beratnya

manifestasi klinis.

● Tingkat kesadaran: kompos mentis atau penurunan kesadaran

● Tanda vital: frekuensi nadi meningkat, frekuensi napas meningkat, tekanan

darah normal atau menurun, suhu tubuh meningkat. Saturasi oksigen dapat

normal atau turun.

● Dapat disertai retraksi otot pernapasan

● Pemeriksaan fisis paru didapatkan inspeksi dapat tidak simetris statis dan

dinamis, fremitus raba mengeras, redup pada daerah konsolidasi, suara napas

bronkovesikuler atau bronkial dan ronki kasar.27

Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang yang dilakukan diantaranya: 1.

Pemeriksaan radiologi: foto toraks, CT-scan toraks, USG toraks Pada pencitraan

dapat menunjukkan: opasitas bilateral, konsolidasi subsegmental, lobar atau

kolaps paru atau nodul, tampilan groundglass. Pada stage awal, terlihat bayangan

multiple plak kecil dengan perubahan intertisial yang jelas menunjukkan di

16
perifer paru dan kemudian berkembang menjadi bayangan multiple ground-glass

dan infiltrate di kedua paru. Pada kasus berat, dapat ditemukan konsolidasi paru

bahkan “white-lung” dan efusi pleura (jarang)

2.Pemeriksaan spesimen saluran napas atas dan bawah

● Saluran napas atas dengan swab tenggorok(nasofaring dan orofaring)

● Saluran napas bawah (sputum, bilasan bronkus, BAL, bila menggunakan

endotrakeal tube dapat berupa aspirat endotrakeal)

Untuk pemeriksaan RT-PCR SARS-CoV-2, (sequencing bila tersedia). Ketika

melakukan pengambilan spesimen gunakan APD yang tepat. Ketika mengambil

sampel dari saluran napas atas, gunakan swab viral (Dacron steril atau rayon

bukan kapas) dan media transport virus. Jangan sampel dari tonsil atau hidung.

Pada pasien dengan curiga infeksi COVID-19 terutama pneumonia atau sakit

berat, sampel tunggal saluran napas atas tidak cukup untuk eksklusi diagnosis dan

tambahan saluran napas atas dan bawah direkomendasikan. Klinisi dapat hanya

mengambil sampel saluran napas bawah jika langsung tersedia seperti pasien

dengan intubasi. Jangan menginduksi sputum karena meningkatkan risiko

transmisi aerosol. Kedua sampel (saluran napas atas dan bawah) dapat

diperiksakan jenis patogen lain. Bila tidak terdapat RT-PCR dilakukan

pemeriksaan serologi. Pada kasus terkonfirmasi infeksi COVID-19, ulangi

pengambilan sampel dari saluran napas atas dan bawah untuk petunjuk klirens

dari virus. Frekuensi pemeriksaan 2- 4 hari sampai 2 kali hasil negative dari

kedua sampel serta secara klinis perbaikan, setidaknya 24 jam. Jika sampel

diperlukan untuk keperluan pencegahan infeksi dan transmisi, specimen dapat

diambil sesering mungkin yaitu harian.

17
3. Bronkoskopi

4. Pungsi pleura sesuai kondisi

5. Pemeriksaan kimia darah

● Darah perifer lengkap Leukosit dapat ditemukan normal atau menurun; hitung

jenis limfosit menurun. Pada kebanyakan pasien LED dan CRP meningkat.

● Analisis gas darah

● Fungsi hepar (Pada beberapa pasien, enzim liver dan otot meningkat)

● Fungsi ginjal

● Gula darah sewaktu

● Elektrolit

● Faal hemostasis ( PT/APTT, d Dimer), pada kasus berat, Ddimer meningkat ●

Prokalsitonin (bila dicurigai bakterialis)

● Laktat (Untuk menunjang kecurigaan sepsis)

6. Biakan mikroorganisme dan uji kepekaan dari bahan saluran napas (sputum,

bilasan bronkus, cairan pleura) dan darah

Kultur darah untuk bakteri dilakukan, idealnya sebelum terapi antibiotik. Namun,

jangan menunda terapi antibiotik dengan menunggu hasil kultur darah)

Pemeriksaan feses dan urin (untuk investasigasi kemungkinan penularan).

2.8 Tatalaksana

Deteksi dini dan pemilahan pasien yang berkaitan dengan infeksi COVID-19

harus dilakukan dari mulai pasien datang ke Rumah Sakit. Triase merupakan garda

terdepan dan titik awal bersentuhan dengan Rumah Sakit sehingga penting dalam

18
deteksi dini dan penangkapan kasus. Selain itu, Pengendalian Pencegahan Infeksi

(PPI) merupakan bagian vital terintegrasi dalam managemen klinis dan harus

diterapkan dari mulai triase dan selama perawatan pasien. Pada saat pasien pertama

kali teridentifikasi, isolasi pasien di rumah atau isolasi rumah sakit untuk kasus yang

ringan.7

Pada kasus yang ringan mungkin tidak perlu perawatan di rumah sakit, kecuali

ada kemungkinan perburukan cepat. Semua pasien yang dipulangkan diinstruksikan

untuk kembali ke rumah jika sakit memberat atau memburuk. Beberapa upaya

pencegahan dan kontrol infeksi perlu diterapkan prinsip-prinsip yaitu hand hygiene,

penggunaan alat pelindung diri untuk mencegah kontak langsung dengan pasien

(darah, cairan tubuh, sekret termasuk sekret pernapasan, dan kulit tidak intak),

pencegahan tertusuk jarum serta benda tajam, managemen limbah medis,

pembersihan dan desinfektan peralatan di RS serta pembersihan lingkungan RS.

Pembersihan dan desinfektan berdasarkan karakteristik Coronavirus yaitu sensitif

terhadap panas dan secara efektif dapat diinaktifkan oleh desinfektan mengandung

klorin, pelarut lipid dengan suhu 56℃ selama 30 menit, eter, alkohol, asam

perioksiasetat dan kloroform. klorheksidin tidak efektif dalam menonaktifkan virus

Terapi dan monitoring

1. Isolasi pada semua kasus Sesuai dengan gejala klinis yang muncul, baik ringan

maupun sedang. Pasien bed-rest dan hindari perpindahan ruangan atau pasien.

2. Implementasi pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI)26

3. Serial foto toraks untuk menilai perkembangan penyakit27

4. Suplementasi oksigen26 Pemberian terapi oksigen segera kepada pasien

dengan SARI, distress napas, hipoksemia atau syok. Terapi oksigen pertama sekitar

19
5l/menit dengan target SpO2 ≥90% pada pasien tidak hamil dan ≥ 92-95% pada

pasien hamil. Tidak ada napas atau obstruksi, distress respirasi berat, sianosis sentral,

syok, koma dan kejang merupakan tanda gawat pada anak. Kondisi tersebut harus

diberikan terapi oksigen selama resusitasi dengan target SpO2 ≥ 94%, jika tidak

dalam kondisi gawat target SpO2 ≥ 90%. Semua area pasien SARI ditatalaksana harus

dilengkapi dengan oksimetri, sistem oksigen yang berfungsi, disposable, alat

pemberian oksigen seperti nasal kanul, masker simple wajah, dan masker dengan

reservoir. Perhatikan pencegahan infeksi atau penularan droplet atau peralatan ketika

mentataksana atau memberikan alat pemberian oksigen kepada pasien.26 5. Kenali

kegagalan napas hipoksemia berat. Pasien dengan distress napas yang gagal dengan

terapi standar oksigen termasuk gagal napas hipoksemia berat. Pasien masih

menunjukkan usaha napas yang berat walaupun sudah diberikan oksigen dengan

masker dengan reservoir (kecepatan aliran 10-15 liter/menit). Gagal napas hipoksemia

pada ARDS biasanya gagalnya ventilasi-perfusi intrapulmonar dan biasanya harus

mendapatkan ventilasi mekanik.26 Penggunaan high-flow nasal oxygen (HFNO) atau

noninvasive ventilation (NIV) hanya digunakan untuk pasien tertentu. Pada kasus

MERS banyak kasus gagal dengan NIV dan pasien dengan HFNO atau NIV harus

dimonitoring ketat terkait perburukan klinis. Jika membandingkan terapi oksigen

standar dengan HFNO, HFNO mengurangi kebutuhan ventilasi mekanik atau intubasi.

2.9 Panduan Kesehatan Masyarakat Untuk Covid-19

2.9.1 Definisi Operasional

a. Kasus Suspek

Seseorang yang memiliki salah satu dari kriteria berikut:

a. Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)* DAN pada 14 hari

terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di

20
negara/wilayah Indonesia yang melaporkan transmisi lokal**.

b. Orang dengan salah satu gejala/tanda ISPA* DAN pada 14 hari

terakhirsebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus

konfirmasi/probable COVID-19.

c. Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat*** yang membutuhkan perawatan

di rumah sakit DAN tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang

meyakinkan

b. Kasus Probable

Kasus suspek dengan ISPA Berat/ARDS***/meninggal dengan gambaran klinis

yang meyakinkan COVID-19 DAN belum ada hasil pemeriksaan laboratorium RT-

PCR.

c. Kasus Konfirmasi

Seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi virus COVID-19 yang dibuktikan

dengan pemeriksaan laboratorium RT-PCR.

Kasus konfirmasi dibagi menjadi 2:

a. Kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik)

b. Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik)

d. Kontak Erat

Orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus probable atau konfirmasi

COVID-19. Riwayat kontak yang dimaksud antara lain:

a. Kontak tatap muka/berdekatan dengan kasus probable atau kasus konfirmasi

dalam radius 1 meter dan dalam jangka waktu 15 menit atau lebih.

b. Sentuhan fisik langsung dengan kasus probable atau konfirmasi (seperti

bersalaman, berpegangan tangan, dan lain-lain).

c. Orang yang memberikan perawatan langsung terhadap kasus probable atau

21
konfirmasi tanpa menggunakan APD yang sesuai standar.

d. Situasi lainnya yang mengindikasikan adanya kontak berdasarkan penilaian

risiko lokal yang ditetapkan oleh tim penyelidikan epidemiologi setempat

(penjelasan sebagaimana terlampir).

Pada kasus probable atau konfirmasi yang bergejala (simptomatik), untuk

menemukan kontak erat periode kontak dihitung dari 2 hari sebelum kasus timbul

gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala. Pada kasus konfirmasi yang

tidak bergejala (asimptomatik), untuk menemukan kontak erat periode kontak

dihitung dari 2 hari sebelum dan 14 hari setelah tanggal pengambilan spesimen

kasus konfirmasi.

e. Pelaku Perjalanan

Seseorang yang melakukan perjalanan dari dalam negeri (domestik) maupun luar

negeri pada 14 hari terakhir.

f. Discarded

Discarded apabila memenuhi salah satu kriteria berikut:

a. Seseorang dengan status kasus suspek dengan hasil pemeriksaan RTPCR 2 kali

negatif selama 2 hari berturut-turut dengan selang waktu >24 jam.

b. Seseorang dengan status kontak erat yang telah menyelesaikan masa karantina

selama 14 hari.

g. Selesai Isolasi

Selesai isolasi apabila memenuhi salah satu kriteria berikut:

a. Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik) yang tidak dilakukan

pemeriksaan follow up RT-PCR dengan ditambah 10 hari isolasi mandiri

sejak pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi.

b. Kasus probable/kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik) yang tidak

22
dilakukan pemeriksaan follow up RT-PCR dihitung 10 hari sejak tanggal onset

dengan ditambah minimal 3 hari setelah tidak lagi menunjukkan gejala demam

dan gangguan pernapasan.

c. Kasus probable/kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik) yang

mendapatkan hasil pemeriksaan follow up RT-PCR 1 kali negatif, dengan

ditambah minimal 3 hari setelah tidak lagi menunjukkan gejala demam dan

gangguan pernapasan. Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria selesai isolasi

pada kasus probable/kasus konfirmasi dapat dilihat dalam Bab Manajemen Klinis

h. Kematian

Kematian COVID-19 untuk kepentingan surveilans adalah kasus

konfirmasi/probable COVID-19 yang meninggal

23
2.10 Pencegahan Level Individu

Upaya Kebersihan Personal dan Rumah

Terdapat beberapa prinsip yang perlu diikuti untuk membantu mencegah

persebaran virus pernapasan, yaitu menjaga kebersihan diri/personal dan rumah

dengan cara:

1.6.1 Mencuci tangan lebih sering dengan sabun dan air setidaknya 20 detik atau

menggunakan hand sanitizer, serta mandi atau mencuci muka jika

memungkinkan, sesampainya rumah atau di tempat bekerja, setelah

membersihkan kotoran hidung, batuk atau bersin dan ketika makan atau

mengantarkan makanan.

1.6.2 Hindari menyentuh mata, hidung, dan mulut dengan tangan yang belum dicuci

1.6.3 Jangan berjabat tangan

1.6.4 Hindari interaksi fisik dekat dengan orang yang memiliki gejala sakit

1.6.5 Tutupi mulut saat batuk dan bersin dengan lengan atas dan ketiak atau dengan

tisu lalu langsung buang tisu ke tempat sampah dan segera cuci tangan

1.6.6 Segera mengganti baju/mandi sesampainya di rumah setelah berpergian

1.6.7 Bersihkan dan berikan desinfektan secara berkala pada benda- benda yang

sering disentuh dan pada permukaan rumah dan perabot (meja, kursi, dan lain-

lain), gagang pintu, dan lain-lain.

Peningkatan Imunitas Diri dan Mengendalikan Komorbid

Dalam melawan penyakit COVID-19, menjaga sistem imunitas diri merupakan

hal yang penting, terutama untuk mengendalikan penyakit penyerta (komorbid).

24
Terdapat beberapa hal yang dapat meningkatan imunitas diri pada orang yang

terpapar COVID- 19, yaitu sebagai berikut:

a. Konsumsi gizi seimbang

b. Aktifitas fisik/senam ringan

c. Istirahat cukup

d. Suplemen vitamin

e. Tidak merokok

f. Mengendalikan komorbid (misal diabetes mellitus, hipertensi, kanker).

1.7 Pencegahan Level Masyarakat

Pembatasan Interaksi Fisik (Physical contact/physical distancing)

1. Tidak berdekatan atau berkumpul di keramaian atau tempat-

tempat umum,jika terpaksa berada di tempat umum gunakanlah

masker.

2. Tidak menyelenggarakan kegiatan/pertemuan yang melibatkan banyak peserta

(mass gathering).

3. Hindari melakukan perjalanan baik ke luar kota atau luar negeri.

4. Hindari berpergian ke tempat-tempat wisata.

5. Mengurangi berkunjung ke rumah kerabat/teman/saudara dan mengurangi

menerima kunjungan/tamu.

6. Mengurangi frekuensi belanja dan pergi berbelanja. Saat benar-benar butuh,

usahakan bukan pada jam ramai.

7. Menerapkan Work From Home (WFH)

8. Jaga jarak dengan orang lain minimal 1 meter (saat mengantri, duduk di
25
bus/kereta).

9. Untuk sementara waktu, anak sebaiknya bermain sendiri di rumah.

10. Untuk sementara waktu, dapat melaksanakan ibadah di rumah.

Menerapkan Etika Batuk dan Bersin

1. Jika terpaksa harus bepergian, saat batuk dan bersin gunakan tisu lalu langsung

buang tisu ke tempat sampah dan segera cuci tangan

2. Jika tidak ada tisu, saat batuk dan bersin tutupi dengan lengan atas dan ketiak.

Karantina Kesehatan

Sesuai dengan Undang-undang No. 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan

Kesehatan, untuk mengurangi penyebaran suatu wabah perlu dilakukan Karantina

Kesehatan, termasuk Karantina Rumah, Pembatasan Sosial, Karantina Rumah Sakit,

dan Karantina Wilayah

Jaga Jarak Fisik dan Pembatasan Sosial (Physical and Social Distancing)

Pembatasan sosial adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu

wilayah. Pembatasan sosial ini dilakukan oleh semua orang di wilayah yang diduga

terinfeksi penyakit. Pembatasan sosial berskala besar bertujuan untuk mencegah

meluasnya penyebaran penyakit di wilayah tertentu. Pembatasan sosial berskala besar

paling sedikit meliputi: meliburkan sekolah dan tempat kerja; pembatasan kegiatan

keagamaan; dan/atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum. Selain itu,

pembatasan social juga dilakukan dengan meminta masyarakat untuk mengurangi

interaksi sosialnya dengan tetap tinggal di dalam rumah maupun pembatasan

penggunaan transportasi publik.

26
Pembatasan sosial dalam hal ini adalah jaga jarak fisik (physical distancing), yang

dapat dilakukan dengan cara:

1. Dilarang berdekatan atau kontak fisik dengan orang mengatur jarak terdekat

sekitar 1-2 meter, tidak bersalaman, tidak berpelukan dan berciuman.

2. Hindari penggunaan transportasi publik (seperti kereta, bus, dan angkot) yang

tidak perlu, sebisa mungkin hindari jam sibuk ketika berpergian.

3. Bekerja dari rumah, jika memungkinkan dan kantor memberlakukan ini.

4. Dilarang berkumpul massal di kerumunan dan fasilitas umum.

5. Hindari berkumpul teman dan keluarga, termasuk berkunjung/bersilaturahmi

tatap muka dan menunda kegiatan bersama. Hubungi mereka dengan telepon,

internet, dan media sosial.

6. Gunakan telepon atau layanan online untuk menghubungi dokter atau fasilitas

lainnya.

7. Jika anda sakit, Dilarang mengunjungi orang tua/lanjut usia. Jika anda tinggal

satu rumah dengan mereka, maka hindari interaksi langsung dengan mereka.

Semua orang harus mengikuti ketentuan ini. Kami menghimbau untuk

mengikuti petunjuk ini dengan ketat dan membatasi tatap muka dengan teman dan

keluarga, khususnya jika Anda:

1. Berusia 60 tahun keatas

2. Memiliki penyakit komorbid (penyakit penyerta) seperti diabetes melitus,

hipertensi, kanker,asma dan Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) dll

3. Ibu hamil

2.11 Usaha Perlindungan Diri di Sarana Publik

1. Transportasi publik:

27
a. Menjaga kebersihan dan melakukan desinfeksi,

b. Duduk berjarak minimal 1 meter,

2. Institusi pendidikan:

a. Menjaga kebersihan dan melakukan desinfeksi,

b. Tidak berkegiatan fisik saat belajar mengajar – berganti menjadi daring

3. Pusat kegiatan keagamaan:

a. Menjaga kebersihan dan melakukan desinfeksi,

b. Tidak berkegiatan keagamaan secara fisk – berganti menjadi daring

4. Pusat perbelanjaan:

a. Skrining pengunjung,

b. Hindari berkegiatan secara fisik selama melakukan perbelanjaan.

c. Menyediakan tempat cuci tangan dengan air dan sabun atau hand sanitizer.

d. Menjaga kebersihan dan melakukan disinfeksi pada tempat-tempat yang mudah

dijangkau tangan seperti pegangan tangga, tombol lift, mesin ATM, meja

restoran dll.

2.12 Peran Institusi Kesehatan

1. Puskesmas

a. Melakukan komunikasi terkait COVID-19 kepada masyarakat

b. Melakukan surveilans aktif/pemantauan terhadap OTG, ODP dan PDP di

wilayahnya

c. Melakukan pemeriksaan Rapid Test dan pengambilan spesimen untuk

konfirmasi RT-PCR

28
d. Membangun dan memperkuat kerja sama surveilans dengan tokoh masyarakat

dan lintas sektor

e. Memberitahukan kepada RT/RW apabila ada keluarga yang menjalani karantina

rumah agar mereka mendapatkan dukungan dari masyarakat di sekitarnya.

f. Memonitor keluarga yang memiliki anggota keluarga yang lanjut usia atau

memiliki penyakit komorbid.

g. Mengajak para tokoh masyarakat agar melakukan disinfeksi tempat-tempat

umum yang banyak dikunjungi masyarakat.

h. Notifikasi/pelaporan kasus 1x24 jam secara berjenjang ke Dinkes

Kab/Kota/Provinsi dan PHEOC.

2. Fasyankes lain (RS, Klinik)

a. Melakukan pemantauan dan analisis kasus Influenza Like Illness (ILI) dan

pneumonia dan ISPA Berat.

b. Melakukan surveilans aktif dan pemantauan untuk mendeteksi OTG, ODP dan

PDP di fasyankes.

c. Melakukan pemeriksaan Rapid Test dan pengambilan spesimen untuk

konfirmasi RT-PCR.

d. Melakukan komunikasi risiko dan penyebaran COVID-19 kepada pengunjung

fasyankes.

e. Notifikasi/pelaporan kasus 1x24 jam secara berjenjang ke Dinkes

Kab/Kota/Provinsi dan PHEOC.

3. Dinas Kesehatan

a. Melakukan pemantauan dan analisis kasus ILI dan pneumonia melalui Sistem

Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) dan ISPA Berat

b. Memonitor pelaksanaan surveilans COVID-19 yang dilakukan oleh puskesmas

29
c. Melakukan surveilans aktif COVID-19 rumah sakit untuk menemukan kasus

d. Melakukan penyelidikan epidemiologi dan pelacakan kontak kasus

e. Melakukan penilaian risiko di wilayah

f. Berkoordinasi dengan Fasyankes dalam pengambilan dan pengiriman spesimen

ke Laboratorium pemeriksa.

g. Membangun dan memperkuat jejaring kerja surveilans dengan lintas program

dan sektor terkait

h. Notifikasi/pelaporanmkasus 1x24 jam secara berjenjang ke Dinkes

Kab/Kota/Provinsi dan PHEOC.

2.13 Penyelidikan Epidemiologi

Dalam penanganan wabah diperlukan langkah penyelidikan epidemiologi sebagai

berikut:

1. Identifikasi kasus

2. Identifikasi faktor risiko

3. Identifikasi kontak erat

4. Pengambilan spesimen di rumah sakit rujukan

5. Penanggulangan awal

6. Pengolahan dan analisis data

7. Penyusunan laporan penyelidikan epidemiologi

Alur pelaksanaan kegiatan penyelidikan epidemiologi (termasuk formulir yang

digunakan) dapat merujuk pada Pedoman Pencegahan dan Pengendalian

Coronavirus Disease (COVID-19).

30
2.14 Peran Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota

Pemerintah Daerah, sesuai UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

dan PP 2 tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal diharapkan dapat

melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan dengan melibatkan seluruh

organisasi perangkat daerah (OPD) untuk:

1. Membuat kebijakan pemerintah daerah untuk menjamin kemudahan

pelaksanaan upaya penanggulangan COVID-19

2. Melakukan penyampaian informasi pencegahan dan penanggulangan COVID

kepada seluruh penduduk dengan mempergunakan berbagai saluran

komunikasi yang tersedia di daerah masing-masing

3. Menyiapkan pelayanan kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik, dan

Laboratorium) yang memadai sesuai kemampuan daerah untuk melakukan

deteksi dan perawatan pasien

4. Menyediakan sumber daya yang memadai untuk penanggulangan COVID-19

termasuk penyediaan anggaran, SDM, dan fasilitas lain yang diperlukan

5. Mengawasi dan melakukan tindakan perbaikan dalam hal penerapan

kekarantinaan kesehatan, pembatasan interaksi dan kontak fisik, serta prinsip

kewaspadaan umum pencegahan penyakit menular

6. Menggalang kerjasama berbagai komponen dalam penanggulangan COVID-19

termasuk antar unsur pemerintahan, dunia usaha, perguruan tinggi, organisasi

massa dan kemasyarakatan, serta berbagai komponen bangsa lain yang ada di

daerah

7. Melakukan edukasi kepada masyarakat melalui media massa dan media sosial

8. Meningkatkan pengetahuan petugas kesehatan: petugas medis, petugas

kesehatan non-medis

31
2.15 Peran Pemerintahan Kelurahan/Desa, RT-RW dan Kader Kesehatan

Pemerintahan tingkat Kelurahan/Desa sesuai kewenangannya diharapkan

mampu untuk melakukan upaya penanggulangan COVID-19 melalui:

2.15.1 Melakukan penyampaian informasi pencegahan dan penanggulangan COVID-

19 kepada seluruh penduduk dengan mempergunakan berbagai saluran

komunikasi yang tersedia di wilayah kelurahan/desa masing-masing

2.15.2 Memfasilitasi dan mendorong Para Ketua RT-RW, Kader Kesehatan, dan

Lembaga Sosial Berbasis Masyarakat untuk aktif melakukan berbagai upaya

pencegahan penularan COVID-19

2.15.3 Mendorong kesiapan dan partisipasi masyarakat untuk melakukan upaya

kebersihan personal dan kebersihan rumah sebagai bagian dari perwujudan

Gerakan Masyarakat Hidup Sehat

2.15.4 Mendorong dan mengawasi masyarakat dalam melaksanakan pembatasan

kontak fisik pada berbagai sarana yang ada seperti di tempat-tempat

keramaian, pasar lokal/desa, tempat ibadah, sarana olahraga, dan sarana

rekreasi

2.15.5 Memanfaatkan Anggaran Dana Desa/Kelurahan untuk memberikan dukungan

yang kepada masyarakat yang terdampak COVID-19 baik sebagai penderita

maupun akibat sosial ekonomi lainnya

2.15.6 Melaporkan kepada Pemerintah Daerah terkait hal-hal yang dipandang perlu

apabila ada hal-hal yang dianggap berpotensi meningkatkan penularan

COVID-19

Ketua RT-RW dan Kader Kesehatan diharapkan dapat:

a. Melakukan penyampaian informasi pencegahan dan penanggulangan COVID-

32
19 kepada seluruh penduduk dengan mempergunakan berbagai saluran

komunikasi yang tersedia di wilayah RT-RW masing-masing

b. Mendorong kesiapan dan partisipasi masyarakat untuk melakukan upaya

kebersihan personal dan kebersihan rumah sebagai bagian dari perwujudan

Gerakan Masyarakat Hidup Sehat

c. Mendorong partisipasi masyarakat dalam melaksanakan pembatasan kontak

fisik sebagai upaya nyata pencegahan penularan COVID-19

2.16 Peran Organisasi Sosial dan Kemasyarakatan

1. Membantu dalam edukasi masyarakat dapat menyediakan berbagai tools

edukasi yang sesuai dengan karakteristik atau segmen masyarakat

2. Membantu pembangunan lumbung pangan atau bantuan bahan makanan di

wilayah-wilayah rawan atau zona merah, yaitu dengan temuan kasus COVID-

19 positif dan memiliki populasi kelompok rentan yang tinggi

3. Berpartisipasi mendukung kebijakan PEMDA setempat

4. Mendukung upaya penyediaan logistik-logistik yang dibutuhkan masyarakat

maupun tenaga kesehatan

5. Mengedukasi dan mendukung masyarakat umum agar ikut berperan aktif

menyediakan kebutuhan-kebutuhan kelompok rentan dan masyarakat marginal

6. Untuk organisasi keagamaan dapat membantu dalam:

a. Merumuskan muatan edukasi COVID-19 berbasis agama

b. Mendorong para tokohnya untuk turut serta memberikan edukasi kepada

masyarakat terkait penanggulangan COVID-19

7. Selain poin-poin diatas, organisasi profesi dapat membantu dalam:

a. Menyediakan saluran komunikasi bagi masyarakat yang ingin berkonsultasi

33
secara online

b. Memberikan dukungan dan edukasi kepada masyarakat supaya masyarakat

mampu melewati masa kegawatdaruratan COVID-19 ini dengan tenang dan

tepat.

2.17 Peran Relawan

1. Membantu menyebarkan informasi akurat kepada masyarakat

2. Membantu mengedukasi dan memberikan dukungan psikologi untuk

mengurangi kepanikan masyarakat selama wabah COVID-19

3. Membantu dalam mengorganisir dan mengarahkan masyarakat yang

memerlukan informasi terkait alur tes maupun alur tindakan di masyarakat

maupun di rumah sakit.

4. Membantu dalam memantau dan memberikan informasi yang dibutuhkan oleh

OTG maupun ODP yang melaksanakan karantina rumah

5. Membantu dalam menyalurkan kebutuhan pokok masyarakat, khususnya untuk

OTG dan ODP dalam karantina rumah maupun kelompok rentan.

6. Untuk relawan medis, dapat memberikan dukungan kepada para dokter,

perawat, pekerja rumah sakit, petugas ambulans, dll. Relawan medis yang

terlatih jika dibutuhkan dapat melakukan edukasi pencegahan dan rapid test

kepada kelompok OTG di fasilitas umum dengan menggunakan APD (masker

dan sarung tangan non steril sekali pakai) dan hasil tes dilaporkan melalui

mekanisme pelaporan. Hal ini dilakukan sebagai upaya pencegahan dan

pengendalian infeksi.

2.7 Komunikasi Informasi Dan Edukasi Masyarakat (Kie) Tanpa Tatap Muka

34
Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) masyarakat tanpa tatap muka

ditujukan pada masyarakat yang ingin tahu dan masyarakat yang mencari informasi

mengenai hal-hal yang berkaitan dengan COVID-19. Alur pemeriksaan diri yang

dapat dilakukan, yaitu:

1. Masyarakat dapat menghubungi call center di BNPB (117), Kementerian

Kesehatan (119 ext 9), dan kanal informasi lainnya (misal, DKI 112,

telemedicine Gojek-Halodoc, dan sebagainya).

2. Call center akan menanyakan hal berikut:

1) Apa ada kontak erat dan fisik dengan pasien COVID-19?

● Jika ada kontak erat dengan pasien COVID-19, maka perlu mengatur

penjadwalan untuk pemeriksaan di fasilitas kesehatan terdekat

● Jika tidak ada kontak, maka masyarakat melakukan pencegahan berupa PHBS

(Perilaku Hidup Bersih dan Sehat), dilarang berdekatan, dilarang berkumpul

dan beraktifitas di rumah.

2) Apakah ada salah satu gejala (demam, batuk, sakit tenggorokan, sesak)?

● Jika ada gejala, maka harus mengatur penjadwalan untuk pemeriksaan di

fasilitas kesehatan terdekat

● Jika tidak ada gejala, maka masyarakat melakukan pencegahan berupa PHBS

(Perilaku Hidup Bersih dan Sehat), dilarang berdekatan, dilarang berkumpul,

dan beraktifitas di rumah.

Masyarakat juga dapat mengakses website yang memberikan informasi terkini

mengenai COVID-19, diantaranya adalah:

1. Website BNPB: https://www.covid19.go.id/

35
2. Website Kemenkes: https://covid19.kemkes.go.id

3. Website Provinsi DKI Jakarta: https://corona.jakarta.go.id/

4. Website Provinsi Jawa Barat: https://pikobar.jabarprov.go.id/#/

Gambar 3.1. Alur Pemeriksaan Diri COVID-19

Tatakelola Rapid Test Dan Pemeriksaan Laboratorium

Penanganan COVID-19 di Indonesia menggunakan Rapid Test (RT) Antibodi

dan/atau Antigen pada kasus kontak dari pasien positif. RT Antibodi juga digunakan

untuk deteksi kasus ODP dan PDP pada wilayah yang tidak mempunyai fasilitas

36
untuk pemeriksaan RT-PCR. Hasil Pemeriksaan RT Antibodi tetap dikonfirmasi

dengan menggunakan RT-PCR.

Di fasilitas kesehatan, pasien akan dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu:

1. Kelompok OTG

Kelompok pertama merupakan orang yang tidak memilki gejala, namun

memiliki riwayat kontak erat dengan orang yang positif COVID-19 yang disebut

Orang Tanpa Gejala (OTG). Kelompok ini akan melalui pemeriksaan RT antibodi,

jika pemeriksaan pertama menunjukkan hasil:

a. Negatif, tatalaksana selanjutnya adalah karantina mandiri dengan menerapkan

PHBS dan physical distancing; pemeriksaan ulang pada hari ke 10. Jika hasil

pemeriksaan ulang positif, maka dilanjutkan dengan pemeriksaan RT PCR

sebanyak 2 kali selama 2 hari berturut-turut, apabila tersedia fasilitas

pemeriksaan RT PCR.

b. Positif, tatalaksana selanjutnya adalah karantina mandiri dengan menerapkan

PHBS dan physical distancing; Pada kelompok ini juga akan dikonfirmasi

dengan pemeriksaan RT PCR sebanyak 2 kali selama 2 hari berturut-turut,

apabila tersedia fasilitas pemeriksaan RT PCR.

2. Kelompok ODP

Kelompok kedua merupakan orang yang terklasifikasi sebagai Orang Dalam

Pemantauan (ODP). Kelompok ini akan melalui pemeriksaan RT antibodi dan

jika pemeriksaan pertama menunjukkan hasil:

a. Negatif, tatalaksana selanjutnya adalah isolasi diri di rumah dengan menerapkan

PHBS dan physical distancing; pemeriksaan ulang pada hari ke 10. Jika hasil

pemeriksaan ulang positif, maka dilanjutkan dengan pemeriksaan RT PCR

37
sebanyak 2 kali selama 2 hari berturut-turut, apabila tersedia fasilitas

pemeriksaan RT PCR.

b. Positif, tatalaksana selanjutnya adalah isolasi diri di rumah dengan menerapkan

PHBS dan physical distancing; Pada kelompok ini juga akan dikonfirmasi

dengan pemeriksaan RT PCR sebanyak 2 kali selama 2 hari berturut-turut,

apabila tersedia fasilitas pemeriksaan RT PCR.

3. Kelompok PDP

Kelompok ketiga merupakan orang yang terklasifikasi sebagai Pasien Dalam

Pengawasan (PDP). Kelompok ini akan melalui pemeriksaan RT antibodi dan jika

pemeriksaan pertama menunjukkan hasil:

a. Negatif, tatalaksana selanjutnya adalah isolasi diri rumah dengan menerapkan

PHBS dan physical distancing; pemeriksaan ulang pada hari ke 10. Jika hasil

pemeriksaan ulang positif, maka dilanjutkan dengan pemeriksaan RT PCR

sebanyak 2 kali selama 2 hari berturut-turut. Apabila mengalami perburukan

gejala, lakukan perawatan di RS.

b. Positif, tatalaksana selanjutnya adalah isolasi diri di rumah (gejala ringan),

isolasi di RS darurat (gejala sedang), atau isolasi di RS rujukan (gejala berat);

Pada kelompok ini juga akan dikonfirmasi dengan pemeriksaan RT PCR

sebanyak 2 kali selama 2 hari berturut-turut.

Karantina Rumah/Rumah
Sakit Darurat
COVID-19

Karantina Rumah/Rumah
Sakit Darurat COVID-
19/Karantina Rumah Sakit

Gambar 6.1. Tata Kelola Karantina berdasarkan Klasifikasi

38
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah observasional karena tidak memberikan perlakuan pada

sampel tetapi hanya melakukan pengamatan. Data hasil rapid test dan swab test pasien

didapatkan dari rekam medis pasien. Rancang bangun penelitian ini adalah cross

sectional karena data diperoleh dalam waktu yang sama.

3.2 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di RSUD Cikalong Wetan dan dilakukan pada tanggal 10

Desember 2020 - 15 Januari 2021

3.3 Sampel

Sampel penelitian ini adalah pasien rawatan COVID 19 RSUD Cikalong Wetan.

Metode pengambilan sampel menggunakan total sampling.

Kriteria Inklusi:

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

1. Semua pasien rawatan COVID 19 RSUD cikalong wetan

Kriteria Ekslusi:

Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah :

1. Pasien yang data rekam medis yang tidak lengkap.

3.4 Prosedur Penelitian

39
Tahapan penelitian ini antara lain menghitung sampel, melaksanakan survei,

memverifikasi data, mengentri data, dan membuat laporan. Beberapa teknik analisis

data yang digunakan adalah secara deskriptif (tabel distribusi frekuensi dan

persentase).

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Responden berdasarkan jenis kelamin

Pada penelitian ini didapatkan responden terbanyak adalah berjenis kelamin

perempuan sebanyak 11 orang (52%) dan sisanya adalah berjenis kelamin laki - laki

sebanyak 48 orang (48%).

Tabel 4.1 Tabel distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin

Total

Jenis Kelamin N Persentasi (%)

Perempuan 17 44

Laki - laki 21 56

Jumlah 38 100

4.2 Karakteristik Responden berdasarkan hasil rapid test

Pada penelitian ini didapatkan responden dengan hasil rapid test IgG reaktif

sebanyak 12 orang (31%) dan sisanya non reaktif sebanyak 26 orang (69%).

kemudian untuk IgM dari hasil rapid test yang dilakukan didapatkan sebanyak 18

orang (47%) reaktif dan sebanyak 20 orang (53%) non reaktif.

Tabel 4.2 Tabel distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin

Rapid Test Reaktif Persentasi Non Persentasi Total Persentasi

40
(%) reaktif (%) (%)

IgG 12 31 26 69 38 100

IgM 18 47 20 53 38 100

4.3 Karakteristik Responden berdasarkan hasil swab

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan dari 38 responden

yang dilakukan rapid test kemudian dilakukan pemeriksaan swab didapatkan hasil

positif sebanyak 14 orang (36%) dan negatif 24 orang (64%).

Tabel 4.1 Tabel distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin

Total

Hasil Swab N Persentasi (%)

Positif 14 36

Negatif 24 64

Jumlah 38 100

4.4 Perbandingan IgM dan IgG reaktif terhadap hasil swab positif

Swab Positif

Rapid Test Reaktif N Persentasi (%)


IgM reaktif 7 50

IgM non reaktif 7 50

Total 14 100

IgG Reaktif 24 70

IgG Non Reaktif 10 30

Total 34 100

41
4.5 Diskusi

Penyakit COVID-19 pertama kali dilaporkan pada akhir Desember 2019 di

Wuhan, China. World Health Organization (WHO) telah mengumumkan

penyakit COVID-19 sebagai pandemi yang sudah menyebar di 216 negara.

Penyakit COVID-19 disebabkan oleh virus Severe Acute Respiratory Syndrome

Coronavirus-2 (SARS-CoV-2) yang berbentuk bulat berdiameter 60−200nm

dengan banyak paku pada kapsid virus, dan tergolong ke dalam virus RNA untai

tunggal (26 – 32 kb)23.

Penyakit ini menular ke antar manusia melalui percikan (droplet) dari hidung

atau mulut, yang dikeluarkan ketika orang dengan COVID-19 batuk, bersin, atau

berbicara (World Health Organization, 2020c). WHO memperkirakan SARS-

CoV-2 memiliki reproductive number (R0) yang cukup tinggi (R0: 1.4–2.5)

dibandingkan SARS-CoV (R0: 2–5) dan MERS-CoV (R0: <1)24.

WHO merekomendasikan metode Reverse Transcription-Polymerase Chain

Reaction (RT-PCR) sebagai gold standard diagnosis infeksi SARS-CoV-2 (World

Health Organization, 2020b). Metode RT-PCR berfungsi mendeteksi adanya

virus dalam tubuh pasien melalui reaksi rantai polimerase dengan primer atau

probe yang khusus menargetkan genom SARS-CoV-2, sehingga jumlah cDNA

SARS-CoV-2 dalam spesimen pasien dapat dihitung 23.

Ada beberapa gen target yang digunakan untuk mendeteksi SARS-CoV-2

yaitu gen E (Envelope), gen N (nukleokapsid), gen S (Spike) dan gen RdRp.

Pasien disebut terkonfirmasi COVID-19 bila pada deteksi dengan RT-PCR

ditemukan urutan unik dari RNA virus. Hasil positif RT-PCR menunjukkan

42
bahwa kemungkinan seseorang terinfeksi COVID-19, sedangkan hasil negatif

belum dapat menyingkirkan seseorang terinfeksi COVID-19. Pemeriksaan RT-

PCR untuk SARSCoV-2 saat ini merupakan tes kualitatif dan sampai sekarang

belum ada standarisasi untuk menentukan ambang batas viral load pada host yang

berbeda-beda.19

Pada daerah yang tidak ada laporan, adanya infeksi dengan SARS-CoV-2

maka pemeriksaan dengan RT-PCR disebut positif harus memenuhi kriteria

berikut: 1) tes positif nucleic acid amplification test (NAAT) harus berasal dari

dua target gen yang berbeda dengan salah satu target gen merupakan gen yang

spesifik untuk virus COVID-19 (N, RdRp) atau; 2) menggunakan satu target gen

positif dan dilanjutkan identifikasi dengan sekuensing sebagian atau seluruh

genom dari virus sepanjang sekuens target lebih besar atau berbeda dengan probe

amplicon pada yang digunakan di tes NAAT. Jika terdapat hasil yang berbeda

maka harus dilakukan pengambilan sampel ulang19.

Pada individu yang dicurigai terinfeksi COVID-19, tetapi hasil RT-PCR-nya

negatif, hal berikut patut dipikirkan antara lain19:

1) Kualitas spesimen yang buruk atau hanya mengandung sangat sedikit

sampel;

2) Virus tidak terdapat pada tempat sampel diambil;

3) Spesimen diambil pada fase infeksi yang tidak tepat seperti terlalu lambat

atau terlalu cepat;

4) Penanganan spesimen tidak baik

5) Adanya mutasi virus dan inhibisi PCR.

43
Respons antibodi manusia untuk melawan virus pada awal infeksi dapat

digunakan untuk mendukung diagnosis infeksi virus. Deteksi antibodi IgM bisa

mengindikasi adanya pajanan baru (recent exposure) SARS-CoV-2, sedangkan

deteksi antibodi IgG mengindikasi pajanan virus yang sudah lama25.

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui adanya antibodi

di dalam tubuh adalah rapid test antibody. Rapid test antibody menggunakan

prinsip lateral flow assay, yang mampu mendeteksi antibodi dalam waktu 5−30

menit, dan proses pemeriksaannya tidak membutuhkan peralatan dan kemampuan

khusus23.

Berdasarkan hasil penelitian Pan et al. (2020) yang tercantum pada Tabel 3,

IgM dan IgG pertama kali terdeteksi pada pasien terkonfirmasi COVID-19 pada

hari ke-4, deteksi adanya antibodi IgM yang terbentuk stabil bertahan sebesar

75% pada tahap menengah hingga akhir setelah onset, sementara deteksi antibodi

IgG terus meningkat selama perkembangan penyakit. Hasil ini sesuai dengan

penelitian Guo et al. (2020) yang menyatakan bahwa antibodi IgM dan IgA

sebagai penanda infeksi akut rata-rata terdeteksi pada hari kelima (hari ke 3−6),

sedangkan antibodi IgG muncul rata-rata pada hari ke-14 (10-18 hari). Studi

sebelumnya yang dilakukan oleh Hou et al. (2020) juga menunjukkan hasil yang

tidak berbeda bahwa IgM dihasilkan pada pasien COVID-19 dalam satu minggu

setelah onset gejala, kemudian mencapai tingkat puncaknya pada 2–3 minggu,

setelah itu levelnya menurun26,27,28.

Level IgG meningkat dengan cepat dan bertahan pada level tinggi selama 2

bulan. Hasil negatif palsu pada rapid test antibody bisa disebabkan karena

window period yang panjang, dan tidak diketahuinya secara pasti kapan pasien

44
terinfeksi atau berapa lama pasien terinfeksi. Ketika antibodi belum terbentuk

atau konsentrasi yang terbentuk masih rendah maupun antibodi sudah berkurang

di dalam tubuh, kadarnya tidak bisa terdeteksi oleh alat 23.

Hasil negatif palsu rapid test antibody dapat terjadi pada pasien

immunocompromised (gangguan pembentukan antibodi) yang terinfeksi COVID-

19. Terjadinya cross reactivity antibodi dengan berbagai virus lain (coronavirus,

dengue virus) juga memungkinkan adanya hasil positif palsu29.

Studi cross reactivity yang diteliti Guo et al. (2020) menunjukkan adanya

reaktivitas silang yang kuat antara plasma manusia positif-SARS-CoV dan

SARSCoV-2. Hal ini bisa disebabkan karena kedua virus menggunakan reseptor

yang sama, angiotensin-converting enzyme-2 (ACE2). Keunggulan yang dimiliki

metode RTPCR adalah kemampuan alatnya yang mampu memeriksa dalam

jumlah banyak dalam satu waktu. Namun metode RT-PCR membutuhkan teknisi

profesional yang mampu melakukan pemeriksaan RT-PCR dan menganalisis data

dengan tepat, serta peralatan khusus karena proses pengerjaannya yang relatif

lebih rumit23.

Pada metode RT-PCR, kesalahan pengerjaan yang tidak sesuai dengan

prosedur dimulai dari pra analitik misalnya identifikasi sampel yang salah, proses

pengambilan sampel yang tidak benar, kualitas spesimen yang buruk atau hanya

mengandung sangat sedikit sampel, kondisi pengiriman dan penyimpanan sampel

yang tidak akurat, kontaminasi sampel, adanya kesalahan pipetting selama

persiapan sampel manual atau aliquot, menjadi penyebab kesalahan diagnostik.

Pada tahap analitik adanya kontaminasi silang, pengujian di luar jendela

diagnostik/fase infeksi, ketidaksesuaian primer dan probe, penggabungan

45
nukleotida yang salah, serta penempelan pada target non spesifik sebagai risiko

rekombinasi aktif dan mutasi memungkinkan adanya hasil negatif palsu30.

Dilihat dari aspek pengerjaan, rapid test antibody lebih unggul jika

dibandingkan dengan metode RT-PCR karena mudah dilakukan dan menghemat

waktu. Pemeriksaan rapid test antibody tidak memerlukan peralatan yang rumit

dan khusus. Pengerjaannya pun relatif cepat, setiap pemeriksaan satu sampel

hingga hasil bisa diinterpretasi hanyamembutuhkan waktu 15−20 menit. Selain

itu pemeriksaan ini juga bisa digunakan untuk pengujian massal yang bisa

dilakukan di rumah sakit, klinik, laboratorium, di kawasan bisnis, sekolah,

bandara, pelabuhan dan stasiun kereta api. Tidak seperti pengerjaan RT-PCR

yang membutuhkan laboratorium minimal dengan fasilitas BSL-2. Penggunaan

sampel berupa serum atau plasma darah yang bisa diambil melalui vena maupun

jari tangan, juga mengurangi risiko paparan aerosol berupa batuk maupun bersin

dari pasien kepada petugas laboratorium yang mungkin terjadi saat pengambilan

sampel pada swab nasofaring atau orofaring25,26.

Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat menyarankan

penggunaan deteksi antibodi untuk membantu mengidentifikasi orang-orang yang

mungkin terpapar virus SARS-CoV-2 atau telah pulih dari infeksi COVID-19.

WHO menyampaikan deteksi antibodi digunakan untuk surveilans penyakit dan

penelitian epidemiologi19.

Di Indonesia pemeriksaan rapid test antibody digunakan sebagai pemeriksaan

skrining adanya antibodi terhadap COVID-19 misalnya pada pelaku perjalanan

lintas batas, dan penguatan pelacakan kontak seperti di lapas, pondok pesantren,

dll. Sementara pemeriksaan RT-PCR yang menggunakan sampel swab orofaring,

46
nasofaring, atau sputum dijadikan pemeriksaan konfirmasi adanya SARS-CoV-2

di dalam tubuh31.

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Metode RT-PCR masih menjadi gold standard diagnosis Covid-19. Namun

RTPCR memiliki kekurangan antara lain peralatan dan biaya pemeriksaan yang

mahal, waktu pengerjaan yang cukup lama (2-3 jam), dan risiko paparan yang tinggi.

Mengingat proses pengerjaan yang lebih kompleks maka diperlukan petugas

laboratorium dengan keahlian khusus dan berkompeten untuk mengurangi

kemungkinan kesalahan teknis.

Rapid test antibody menyediakan kemudahan dalam proses pengerjaan sampel,

biaya peralatan dan pemeriksaan yang lebih murah, tidak membutuhkan ruangan

khusus, dapat digunakan untuk pemeriksaan massal, serta mengurangi kemungkinan

risiko paparan kepada petugas. Kekurangan dari rapid test antibody yakni

kemungkinan adanya cross reactivity dengan corona virus lainnya. Hasil pemeriksaan

rapid test antibody yang reaktif tetap harus dikonfirmasi dengan tes PCR.

5.2 Saran

Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar untuk

menganalisis hasil rapid test terhadap hasil swab serta faktor - faktor yang

mempengaruhi perbedaan dari hasil rapid test dengan hasil pemeriksaan swab.

47
DAFTAR PUSTAKA

1. Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan. Jakarta: Sekretaris Negara; 2009.

2. WHO. Novel Coronavirus (2019-nCoV) Situation Report-1. Januari 21,

2020.

48
3. Huang C, Wang Y, Li X, Ren L, Zhao J, Zang Li, Fan G, etc. Clinical

features of patients infected with 2019 novel coronavirus in Wuhan, China.

The Lancet. 24 jan 2020.

4. WHO. WHO Director-General’s remarks at the media briefing on 2019-

nCov on 11 February 2020. Cited Feb 13rd 2020. Available on:

https://www.who.int/dg/speeches/detail/who-director-generals-remarks-at-

the-media-briefing-on-2019-ncov-on-11-february2020. (Feb 12th 2020) 4.

Channel News Asia. Wuhan virus outbreak: 15 medical workers infected, 1

in critical condition. [Homepage on The Internet]. Cited Jan 28th 2020.

Available

on:https://www.channelnewsasia.com/news/asia/wuhanpneumonia-outbreak-

health-workers-coronavirus-12294212 (Jan 21st 2020).

5. Wang Z, Qiang W, Ke H. A Handbook of 2019-nCoV Pneumonia Control

and Prevention. Hubei Science and Technologi Press. China; 2020.

6. Relman E, Business insider Singapore. [Homepage on The Internet]. Cited

Jan 28th 2020. Available on:https://www.businessinsider.sg/deadly-china-

wuhan-virusspreading-human-to-human-officials-confirm-2020- 1/?

r=US&IR=T.

7. John Hopkins University. Wuhan Coronavirus (2019-nCoV) Global

Cases(by John Hopkins CSSE). [Homepage on The Internet]. Cited Jan 28th

2020. Available on:

https://gisanddata.maps.arcgis.com/apps/opsdashboard/index.htm

l#/bda7594740fd40299423467b48e9ecf6. (Jan 2020)

8. Ref : Estimating the effective reproduction number of the 2019- nCoV in

China - Zhidong Cao et al., Jan. 29, 2020

49
9. Elsevier. Novel Coronavirus Information Center. ]. Cited Jan 26th 2020.

Available on: https://www.elsevier.com/connect/coronavirus-

informationcenter 10. Ministry Health of Singapore.[Homepage on The

internet]. Cited Jan 26th 2020. Available on: https://www.moh.gov.sg/news-

highlights/details/fourth-confirmed-imported-case-of-wuhancoronavirus-

infection-in-singapore

10. The Straits Times. China reports first death in Wuhan pneumonia outbreak

[Homepage on The Internet]. Cited Jan 28th 2020. Available on:

https://www.straitstimes.com/asia/east-asia/chinareports-first-death-in-

wuhan-pneumonia-outbreak.Jan 11st 2020.

11. Fehr AR, Perlman S. Coronavirus: An Overview of Their Replication and

Pathogenesis. Methods Mol Biol. 2015 ; 1282: 1– 23.

12. Korsman SNJ, van Zyl GU, Nutt L, Andersson MI, Presier W. Viroloy.

Chins: Churchill Livingston Elsevier; 2012

13. Guan, Y. et al. Isolation and characterization of viruses related to the SARS

coronavirus from animals in southern China. Science 302, 276–278 (2003).

14. Kan, B. et al. Molecular evolution analysis and geographic investigation of

severe acute respiratory syndrome coronaviruslike virus in palm civets at an

animal market and on farms. J. Virol.79, 11892–11900 (2005).

15. Li, W. et al. Bats are natural reservoirs of SARS-like coronaviruses. Science

310, 676–679 (2005)

16. International NGO Forum on Indonesian Development. Panduan SDG’s untuk

Pemerintah Daerah (Kota dan Kabupaten) dan Pemangku Kepentingan

Daerah. 2015.

50
17. KementerianKesehatan Republik Indonesia. 2020. Pedoman

Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease.

18. UU Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

19. World Health Organization (WHO). 2020. Global surveillance for human

infection with novel- coronavirus (2019-ncov).

https://www.who.int/publications-detail/global-surveillance-for- human-

infection-with-novel-coronavirus-(2019-ncov). Diakses pada 20 Maret 2020.

20. Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif.

Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.

21. Pusat Informasi COVID (PUSICOV) Bandung.2020.

https://covid19.bandung.go.id/

22. Pusat Informasi & Koordinasi (PIK) COVID - 19 Kabupaten Bandung.

https://pik.bandungbaratkab.go.id/

23. Bai, H., Cai, X., & Zhang, X. A comparison of PCR vs Immunoassay vs

Crispr-Based test. OSF Preprints. 2020.

24. Chen, J. Pathogenicity and transmissibility of 2019-nCoV—A quick

overview and comparison with other emerging viruses. Microbes and

Infection. 2020. 22(2); 69–71.

25. Li, Z., Yi, Y., Luo, X., Xiong, N., Liu, Y., Li, S. Ye, F. Development and

Clinical Application of A Rapid IgM-IgG Combined Antibody Test for

SARSCoV-2 Infection Diagnosis. Journal of Medical Virology. 2020;0–1.

26. Pan, Y., Li, X., Yang, G., Fan, J., Tang, Y., Zhao, J., Li, Y. Serological

immunochromatographic approach in diagnosis with SARS-CoV-2 infected

COVID-19 patients. Journal of Infection. 2020.

51
27. Guo, L., Ren, L., Yang, S., Xiao, M., Chang, D., Yang, F., Wang, J. Profiling

Early Humoral Response to Diagnose Novel Coronavirus Disease (COVID-

19). Clinical Infectious Diseases : An Official Publication of the Infectious

Diseases Society of America. 2020. 1–8.

28. Hou, H., Wang, T., Zhang, B., Luo, Y., Mao, L., Wang, F., … Sun, Z.

Detection of IgM and IgG antibodies in patients with coronavirus disease

2019. Clinical & Translational Immunology. 2020. 9(5), 1–8.

29. Triyani, Y., Noormartany, & Nilapsari, R. COVID-19 dan Peran

Pemeriksaan Laboratorium. In Bunga Rampai Artikel Penyakit Virus Korona

(COVID-19 )2020 ; 45–61.

30. Lippi, G., Simundic, A.-M., & Plebani, M. Potential preanalytical and

analytical vulnerabilities in the laboratory diagnosis of coronavirus disease

2019 (COVID-19). Clinical Chemistry and Laboratory Medicine (CCLM).

2020.

31. Agustina AS, Fajrunnimah R. Perbandingan Metode RT-PCR dan Tes Rapid

Antibodi untuk Deteksi COVID-19. Jurnal Kesehatan Manarang. 2020. 6;

47-54.

52

Anda mungkin juga menyukai