Oleh:
Vinsensius Crispinus Lemba
(No. Reg. 7616090443)
2009
1
KATA PENGANTAR
Salah satu sumbangsih berharga dari filsafat ilmu bagi ilmu manajemen
pendidikan adalah kajiannya yang mendalam tentang tiga hal utama dalam filsafat,
yaitu aspek ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Dalam kaitan dengan manajemen
pendidikan, ketiga aspek itu menelaah hakikat dan objek manajemen pendidikan,
cikal bakal lahirnya manajemen pendidikan dan proses pencapaian tujuan
manajemen pendidikan, serta tujuan, manfaat dan nilai dari manajemen pendidikan.
Secara mendasar filsafat memberi makna pada ketiga aspek tersebut dalam
kaitannya dengan manajemen pendidikan. Itu berarti, filsafat tidak hanya terbatas
dalam tataran rasional-sistematis dan empiris-faktual, tetapi juga pragmatis. Filsafat
bernilai tinggi dalam membantu pelbagai ilmu, khususnya manajemen pendidikan,
dalam menemukan hakikat keberadaannya secara integral.
Makalah ini mengkaji tiga aspek penting dalam filsafat yang dikaitkan dengan
pandangannya terhadap manajemen pendidikan. Penulis menyadari bahwa dalam
menyelesaikan makalah ini, penulis didukung oleh banyak pihak. Karena itu,
pertama-tama penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang
Mahabijaksana, yang telah menuntun penulis untuk menyelesaikan tugas ini. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ahmad Husen, selaku dosen matakuliah
Filsafat Ilmu, yang telah memberikan masukan-masukan berharga berkaitan dengan
inti persoalan karya tulis ini.
2
Oktober 2009
DAFTAR ISI
4
BAB I
PENDAHULUAN
Filsafat dapat dipandang sebagai ilmu yang menjadi pokok pangkal dari segala
pengetahuan, yang menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam untuk
menemukan hakikatnya. Dengan kata lain, filsafat adalah usaha untuk mengetahui
segala sesuatu. Tujuan dari filsafat adalah membicarakan keberadaan, membahas
lapisan yang terakhir dari segala sesuatu atau hal-hal yang paling mendasar.
Kelahiran dan perkembangan pelbagai ilmu tidak lepas dari peranan filsafat,
sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Pelbagai ilmu
masa kini bila diteliti lebih jauh memiliki keterkaitan erat bahkan mendasarkan diri
pada filsafat. Salah satunya adalah ilmu manajemen pendidikan yang di Indonesia
untuk saat sekarang lebih dikenal dengan sebutan Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS atau SBM, yaitu School-Based Management) sesungguhnya dapat dikaji
keberadaannya dengan menggunakan filsafat ilmu. Keberadaan Manajemen
Pendidikan dipahami dalam arti luas dan dapat dirincikan dalam beberapa pokok,
seperti hakikat, karakteristik, tujuan, objek, proses kelahiran, nilai kegunaan
Manajemen Pendidikan. Pokok-pokok rincian ini telah masuk dalam ranah filsafat
ilmu, yang dapat dibagi menjadi tiga macam lahan kajian filsafat, yaitu ontologi,
epistemologi dan aksiologi.
Ketiga lahan garapan filsafat tersebut termuat dalam tiga pertanyaan dasar, yaitu
(1.) ontologi yang bertanya tentang apa. Pertanyaan apa tersebut merupakan
pertanyaan dasar dari sesuatu. Sedangkan (2.) epistemologi mengenalinya dengan
menggunakan pertanyaan mengapa. Pertanyaan mengapa ini merupakan kelanjutan
dari mengetahui dasar dan pertanyaan mengapa merupakan kajian bagaimana cara
mengetahuinya tersebut. Sedangkan untuk (3.) aksiologi merupakan kelanjutan dari
epistemologi dengan menggunakan pertanyaan bagaimana. Pertanyaan bagaimana
5
tersebut merupakan kelanjutan dari setelah mengetahui dan cara mengetahuinya
diteruskan dengan bagaimanakah sikap kita selanjutnya. Menurut Imanuel Kant,
sistematika dalam filsafat mencangkupi tiga pertanyaan: “apa yang dapat saya
ketahui”, “apa yang dapat saya harapkan”, dan “apa yang dapat saya lakukan”.
Dalam tulisan ini, penulis akan memperlihatkan kajian filsafat dalam tiga hal
utama, yaitu landasan ontologi, epistemologi, dan aksiologi atas manajemen
pendidikan, yang selalu dikaitkan dengan manajemen berbasis sekolah (MBS).
Kajian tentang manajemen pendidikan bertolak dari pertanyaan utama, yakni (1) apa
hakikat gejala/objek manajemen pendidikan – landasan ontologis, (2) bagaimana
cara mendapatkan atau penggarapan gejala/objek manajemen pendidikan –
landasan epistemologis, (3) apa manfaat gejala/objek manajemen pendidikan –
landasan aksiologis.
1.5. Permasalahan
Bertolak dari latar belakang penulisan ini, adapun yang menjadi pokok
permasalahan kajian ini, yakni:
1.6.2. Manfaat
a. Agar mahasiswa dapat memahami hakikat dan objek manajemen pendidikan.
b. Agar mahasiswa dapat memahami sejarah munculnya manajemen
pendidikan dan bagaimana proses manajamen mencapai tujuannya
6
c. Agar mahasiswa dapat memahami dan mengalami tujuan, manfaat, dan nilai
dari manajemen pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
Kata ontologi berasal dari bahasa Yunani, yakni kata on atau ontos yang berarti
ada atau keberadaan, sesuatu yang sungguh-sungguh ada, atau kenyataan yang
sesungguhnya, dan logos yang berarti ilmu atau teori. Dengan demikian, secara
harfiah, kata ontologi berarti ilmu tentang yang ada. 1
Sebagai cabang filsafat, pendekatan ontologi membicarakan tentang yang ada.
Sedangkan dalam kaitan dengan ilmu, landasan ontologi mempertanyakan tentang
objek telaah ilmu, wujud hakiki dari objek tersebut, hubungan antara objek tersebut
dengan daya tangkap manusia, seperti berpikir, merasa, mengindra yang
membuahkan pengetahuan.2 Berkaitan dengan hal ini, landasan ontologi memiliki
dua hal mendasar, yakni hakikat dan objek suatu hal yang menjadi kajiannya.
Dalam hubungan dengan manajemen pendidikan, landasan ontologi
dimaksudkan untuk mengungkapkan jenis keberadaan yang diterapkan pada
manajemen pendidikan. Atas pengertian dari ontologi tersebut, pandangan ontologi
dari manajemen pendidikan berkaitan dengan hakikat dan objek manajemen
pendidikan. Hakikat manajemen pendidikan melingkupi pemahaman atau pengertian
dan karakteristik manajemen pendidikan. Sedangkan objek manajemen pendidikan
melingkupi sumber daya pendidikan yang dipergunakan dalam penyelenggaraan
pendidikan yang meliputi enam komponen, yakni (1) manajemen peserta didik; (2)
manajemen tenaga pendidik; (3) manajemen keuangan; (4) manajemen sarana dan
prasarana; (5) manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat; dan (6)
manajemen layanan khusus.
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu – Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar
2
7
2.3.1. Hakikat Manajemen Pendidikan
2.3.1.1. Pengertian
2.3.1.1.1. Pengertian Manajemen
Istilah pendidikan berasal dari bahasa Yunani, yakni kata paedagogy, yang
secara harfiah mengandung arti seorang anak yang pergi dan pulang sekolah
diantar seorang pelayan (paedagogos). Dalam bahasa Romawi, pendidikan
diistilahkan dengan educate yang berarti mengeluarkan sesuatu yang berada di
3
Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hal.
1.
4
Y. Harri Jalil, “Materi Kuliah Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat”, Ms (Jakarta: Universitas
Negeri Jakarta, 2009), hal. 20.
8
dalam. Dalam bahasa Inggris, pendidikan diistilahkan dengan to educate yang
berarti memperbaiki moral dan melatih intelektual. 5
Berkaitan dengan pendidikan, ada banyak pandangan yang diberikan.
Pendidikan dapat dipandang sebagai hasil peradaban suatu bangsa yang
dikembangkan sebagai filsafat pendidikannya; suatu cita-cita atau tujuan yang
menjadi motif; cara suatu bangsa berpikir dan berkelakuan, yang dilangsungkan
turun-temurun.6
Pendidikan menurut George F. Kneller dapat dipahami dalam arti luas dan dalam
arti sempit. Dalam arti luas, pendidikan merupakan tindakan atau pengalaman yang
mempengaruhi perkembangan jiwa, watak, ataupun kemauan fisik individu. Dalam
arti sempit, pendidikan adalah suatu proses mentransformasikan pengetahuan,
nilai-nilai, dan keterampilan dari generasi ke genarasi, yang dilakukan oleh
masyarakat melalui lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah, pendidikan tinggi,
atau lembaga-lembaga lain.7
Carter V. Good memandang pendidikan dalam dua arti, yakni 8 pertama,
keseluruhan proses di mana seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan
bentuk-bentuk tingkah laku lainnya yang bernilai positif dalam masyarakat di tempat
hidupnya. Kedua, proses sosial di mana orang dihadapkan pada pengaruh
lingkungan yang terpilih dan terkontrol (di sekolah), sehingga orang tersebut dapat
mengalami perkembangan kemampuan sosial maupun kemampuan individual
secara optimal.
Menurut Driyakara, inti pendidikan adalah pemanusiaan manusia muda.
Sedangkan Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan merupakan tuntutan
bagi pertumbuhan anak-anak. Artinya, pendidikan menuntut segala kekuatan kodrat
yang ada pada diri anak-anak agar mereka sebagai manusia sekaligus sebagai
anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-
tingginya.
Di dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan
diartikan sebagai “Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
5
Noeng Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Suatu Teori Pendidikan (Yogyakarta:
Rake Sarasin, 2000), hal. 19.
6
Siti Meichati, Pengantar Ilmu Pendidikan (Yogykarta: Yayasan Penerbit FIP-IKIP Yogyakarta,
1975), hal. 5.
7
Wiji Suwarno, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hal. 20.
8
Ibid., hal. 20-21.
9
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta ketermpilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara.”
Bertolak dari beberapa pengertian di atas, pendidikan dapat diartikan sebagai
berikut:
1. Pendidikan memiliki makna pembinaan kepribadian, pengembangan
kemampuan, peningkatan pengetahuan, sasaran pengaktualisasian diri
peserta didik seoptimal mungkin.
2. Dalam pendidikan, terdapat hubungan antara pendidik dan peserta didik. Ada
kedudukan antara keduanya. Tetapi keduanya memiiki daya yang sama,
yaitu saling memengaruhi guna terlaksananya proses pendidikan, suatu
proses transformasi pengetahuan, nilai, dan keterampilan yang tertuju
kepada tujuan yang diinginkan.
3. Pendidikan adalah proses sepanjang hayat sebagai perwujudan
pembentukan diri secara integral. Maksudnya, pengembangan segenap
potensi dalam rangka penentuan semua komitmen manusia sebagai individu,
sekaligius sebagai makhluk sosial dan makhluk Tuhan.
4. Aktivitas pendidikan berlangsung di dalam keluarga, sekolah, dan
masyarakat.
5. Pendidikan merupakan suatu proses pengalaman yang sedang dialami yang
memberikan pengertian, pandangan, dan penyesuaian bagi seseorang yang
menyebabkannya berkembang.
Mengingat pendidikan itu sangat penting bagi perwujudan eksistensi dan esensi
manusia, maka pendidikan harus dimiliki dan dikembangkan oleh setiap individu. Hal
ini telah mendorong manusia untuk memikirkan suatu manajemen pendidikan yang
berkualitas agar tujuan tersebut dapat dicapai.
10
pendidikan nasional.9 Manajemen pendidikan juga dapat diartikan sebagai segala
sesuatu yang berkenaan dengan pengelolaan proses pendidikan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, baik tujuan jangka pendek, menengah, maupun tujuan
jangka panjang. Dalam pemahaman inilah pendidikan di Indonesia menekankan
pentingnya manajemen berbasis sekolah, yang memberikan kewenangan penuh
kepada sekolah dan guru dalam mengatur pendidikan dan pengajaran,
merencanakan, mengorganisasi, mengawasi, mempertanggungjawabkan, mengatur,
serta memimpin sumber daya manusia serta barang-barang untuk membantu
pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan sekolah. Dalam hal ini,
manajemen pendidikan merupakan alternatif strategis untuk meningkatkan kualitas
pendidikan. Manajemen pendidikan yang benar akan mempengaruhi secara
langsung dan menentukan efektif tidaknya kurikulum, pelbagai sarana/prasarana
pendidikan, waktu mengajar, dan proses pembelajaran. Dengan demikian, upaya
peningkatan kualitas pendidikan harus dimulai dengan pembenahan manajemen
sekolah, di samping peningkatan kualitas guru dan pengembangan sumber belajar.
Dalam manajemen pendidikan dikenal dua mekanisme pengaturan, yaitu sistem
sentralisasi dan desentralisasi. Dalam sistem sentralisasi, segala sesuatu yang
berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan diatur secara ketat oleh pemerintah
pusat. Sedangkan dalam sistem desentralisasi, wewenang pengaturan tersebut
diserahkan kepada pihak sekolah.
Dalam konteks Indonesia, manajemen pendidikan lebih dipahami dalam konteks
manajemen berbasis sekolah (selanjutnya disingkat MBS). MBS dilihat sebagai
suatu sumber pembaruan manajemen pendidikan. 10 Menurut Dr. E. Mulyasa, M.Pd,
MBS merupakan konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk
menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi dan
pemerataan pendidikan agar dapat mengakomodasi keinginan masyarakat setempat
serta membangun kerja sama antara sekolah, masyarakat, dan pemerintah. 11
Pandangan ini sejalan dengan pendapat BPPN dan Bank Dunia yang melihat bahwa
MBS sebagai bentuk alternatif sekolah dalam program desentralisasi di bidang
pendidikan, yang ditandai oleh otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi
masyarakat dan dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional
9
Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi, dan Implementasi (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2007), hal. 19-20
10
Sudarwan Danim, Visi Baru Manajemen Sekolah (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hal. 39.
11
Mulyasa, Op.Cit., hal. 11.
11
Senada dengan pandangan tersebut, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia memandang MBS sebagai sebuah tawaran bagi sekolah untuk
menyediakan pendidikan yang lebih baik dan lebih memadai bagi para peserta didik.
Dengan kata lain, setiap sekolah diberikan otonomi dalam pengelolaan pendidikan
sebagai potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja para staf, menawarkan
partisipasi langsung kepada kelompok terkait, dan meningkatkan pemahaman
masyarakat terhadap pendidikan.
Berdasarkan beberapa gagasan ini, sebagai benang merah, hal mendasar dari
MBS adalah otonomi yang diberikan agar sekolah dapat leluasa mengelola sumber
daya dengan mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan serta tanggap terhadap
kebutuhan masyarakat setempat. Partisipasi masyarakat dituntut agar lebih
memahami pendidikan, membantu, serta mengontrol pengelolaan pendidikan.
Dalam konsep ini sekolah dituntut memiliki tanggung jawab yang tinggi, baik kepada
orang tua, masyarakat, maupun pemerintah.
12
organisasi sekolah, karakter MBS adalah menyediakan manajemen organisasi
kepemimpinan transformasional dalam mencapai tujuan sekolah, menyusun rencana
sekolah dan merumuskan kebijakan untuk sekolahnya sendiri, mengelola kegiatan
operasional sekolah, menjamin adanya komunikasi efektif antara sekolah dan
masyarakat, menjamin terpeliharanya sekolah yang bertanggung jawab.
Dalam hubungan dengan proses belajar-mengajar, MBS berkarakteristik antara
lain meningkatkan kualitas belajar siswa, mengembangkan kurikulum yang cocok
dan tanggap terhadap kebutuhan siswa dan masyarakat sekolah,
menyelenggarakan pengajaran yang efektif, menyediakan program pengembangan
yang diperlukan siswa. Sedangkan manajemen sumber daya manusia dalam MBS
berkarakter seperti memberdayakan staf dan menempatkan personil yang dapat
melayani keperluan semua siswa, memilih staf yang memiliki wawasan manajemen
berbasis sekolah, menyediakan kegiatan untuk pengembangan profesi pada semua
staf, menjamin kesejahteraan staf dan siswa. Dalam kaitan dengan sumber daya
dan administrasi, MBS memiliki karakteristik seperti mengidentifikasi sumber daya
yang diperlukan dan mengalokasikan sumber daya sesuai dengan kebutuhan,
mengelola dana sekolah, menyediakan dukungan administratif, mengelola dan
memelihara gedung dan sarana lainnya.
Bdk. Jasa Ungguh Muliawan, Epistemologi Pendidikan (Yogyakarta: Gadja Mada University
13
13
Manajemen peserta didik atau manajemen kesiswaan merupakan salah satu
bidang operasional manajemen pendidikan berbasis sekolah. Manajemen peserta
didik dipahami sebagai penataan dan pengaturan kegiatan yang berkaitan dengan
peserta didik, mulai masuk sampai dengan keluarnya peserta didik tersebut dari
suatu sekolah karena sudah tamat mengikuti pendidikan pada sekolah itu. 14
Manajemen ini meliputi aspek yang luas yang secara operasional membantu
pertumbuhan dan perkembangan peserta didik lewat proses pendidikan di sekolah.
Manajemen peserta didik dibutuhkan untuk mengatur pelbagai kegiatan dalam
bidang kesiswaan agar kegiatan pembelajaran di sekolah dapat berjalan lancar,
tertib dan teratur, serta mencapai tujuan pendidikan sekolah. Bidang manajemen ini
memiliki tiga tugas utama, yakni:
a. Penerimaan murid baru
Maksud dari tugas ini adalah sekolah merencanakan secara tepat penentuan
daya tampung sekolah atau jumlah siswa baru yang akan diterima. Siswa
yang telah lulus seleksi dan diterima perlu dilakukan pengelompokan dan
orientasi sehingga secara fisik, mental dan emosional siap untuk mengikuti
pendidikan di sekolah.
b. Kegiatan kemajuan belajar
Keberhasilan, kemajuan, dan prestasi belajar para siswa membutuhkan data
yang autentik, dapat dipercaya dan memiliki keabsahan. Data ini bertujuan
untuk mengetahui dan mengontrol keberhasilan atau prestasi kepala sekolah
sebagai manajer pendidikan di sekolahnya.
c. Bimbingan dan pembinaan disiplin
Pendidikan yang benar senantiasa terarah pada pembentukan kepribadian
peserta didik yang bersifat integral baik dalam hal pengetahuan, sosial-
emosional, keterampilan, dan spiritual. Untuk maksud tersebut, diperlukan
data yang lengkap tentang peserta didik. Sekolah perlu membuat pencatatan
dan ketatalaksanaan kesiswaan, dalam bentuk buku induk, buku klapper,
buku laporan keadaan siswa, buku presensi siswa, buku rapor, daftar
kenaikan kelas, buku mutasi, dan sebagainya.
14
Mulyasa, Op.Cit., hal. 46.
14
Bertolak dari tiga tugas tersebut, ada penjabaran tanggung jawab kepala sekolah
dalam mengelola bidang peserta didik, yang berhubungan dengan hal-hal berikut: 15
a. Kehadiran murid di sekolah dan masalah yang berhubungan dengan itu;
b. Penerimaan, orientasi, klasifikasi, dan penunjukan murid ke kelas dan
program studi;
c. Evaluasi dan pelaporan kemajuan belajar;
d. Program supervisi bagi murid yang mempunyai kelainan, seperti pengajaran,
perbaikan, dan pengajaran luar biasa;
e. Pengendalian disiplin murid;
f. Program bimbingan dan penyuluhan;
g. Program kesehatan dan keamanan;
h. Penyesuaian pribadi, sosial, dan emosi.
Manajemen personel sekolah meliputi unsur guru yang disebut tenaga edukatif
dan unsur karyawan yang disebut tenaga administratif. Secara terperinci dapat
disebutkan keseluruhan personel sekolah, yakni kepala sekolah, guru, pegawai tata
usaha dan penjaga sekolah. Kepala sekolah berkewajiban mendayagunakan seluruh
personel secara efektif dan efisien agar tujuan penyelenggaraan pendidikan di
sekolah tersebut tercapai secara optimal. Pendayagunaan ini ditempuh dengan jalan
memberikan tugas-tugas jabatan sesuai dengan kemampuan dan kewenangan
masing-masing individu. Karena itu, dibutuhkan job description yang jelas.
Tujuan seperti ini tercermin dalam fungsi personalia yang harus dilaksanakan
oleh pimpinan, yakni menarik, mengembangkan, menggaji, dan memotivasi personil
untuk mencapai tujuan sistem, membantu anggota mencapai posisi dan standar
perilaku, memaksimalkan perkembangan karier tenaga kependidikan, serta
menyelaraskan tujuan individu dan organisasi.
Adapun yang menjadi ruang lingkup manajemen personel sekolah, yakni:
a. Perencanaan pegawai:
15
Ibid.
16
B. Suryosubroto, Manajemen Pendidikan di Sekolah (Jakarta: Rineka Cipta, 2004)hal. 86. Lihat
juga Mulyasa, Op.Cit., hal. 42-46
15
Sebelum menyusun rencana personalia yang baik dan tepat, pimpinan perlu
melakukan analisis pekerjaan dan analisis jabatan untuk memperoleh
deskripsi pekerjaan.
b. Perekrutan pegawai:
Untuk mendapatkan pegawai yang sesuai dengan kebutuhan, perlu dilakukan
kegiatan rekruitmen, yaitu usaha untuk mencari dan mendapatkan calon-
calon pegawai yang memenuhi syarat sebanyak mungkin, untuk kemudian
dipilih calon terbaik dan tercakap.
c. Pembinaan dan pengembangan pegawai:
Pembinaan dan pengembangan pegawai mutlak perlu untuk memperbaiki,
menjaga, dan meningkatkan kinerja pegawai. Kegiatan ini dapat dilakukan
dengan cara on the job training dan in service training.
d. Promosi dan mutasi:
Setelah seorang personil dinyatakan secara resmi layak dan diangkat menjadi
pegawai, maka pimpinan perlu melakukan penempatan atau penugasan.
Pimpinan perlu memperhatikan kongruensi yang tinggi antara tugas yang
menjadi tanggung jawab pegawai dengan karakteristik pegawai.
e. Pemberhentian pegawai:
Pemberhentian pegawai merupakan fungsi personalia yang menyebabkan
terlepasnya pihak lembaga pendidikan dan personil dari hak dan kewajiban
sebagai lembaga tempat bekerja dan sebagai pegawai. Sekurang-kurangnya
ada tiga sebab yang dapat dijadikan alasan pemberhentian pegawai, yakni
pemberhentian atas permohonan sendiri, pemberhentian oleh dinas atau
pemerintah, dan pemberhentian sebab lainnya.
f. Kompensasi:
Kompensasi adalah balas jasa yang diberikan sekolah kepada pegawai, yang
dapat dinilai dengan uang dan mempunyai kecenderungan diberikan secara
tetap. Masalah kompensasi merupakan tantangan yang harus dihadapi
manajemen, karena kompensasi lebih dikaitkan dengan harkat dan martabat
manusia dari pegawai bersangkutan.
g. Penilaian pegawai
Enam fungsi terdahulu dapat berjalan dengan baik, maka dibutuhkan sistem
penilaian pegawai secara objektif dan akurat. Penilaian tenaga pendidik ini
16
difokuskan pada prestasi individu dan peran sertanya dalamn kegiatan
sekolah.
Semua fungsi di atas perlu diperhatikan secara serius agar sekolah memiliki
tenaga pendidik yang sesuai dengan kebutuhan sekolah, dengan kualifikasi dan
kemampuan yang sesuai serta dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik dan
berkualitas. Untuk itu, kepada sekolah sebagai manajer dituntut untuk mengerjakan
instrumen pengelolaan tenaga kepegawaian, seperti daftar absensi, daftar urut
kepangkatan, daftar riwayat hidup, daftar riwayat pekerjaan, dan kondite pegawai
untuk membantu kelancaran manajemen di sekolah yang dipimpinnya.
Keuangan dan pembiayaan merupakan salah satu sumber daya yang secara
langsung menunjang efektivitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Dalam
manajemen berbasis sekolah, dituntut kemampuan sekolah untuk merencanakan,
melaksanakan, dan mengevaluasi serta mempertanggung-jawabkan pengelolaan
dana secara transparan kepada masyarakat dan pemerintah.
Keuangan dan pembiayaan pada sekolah merupakan komponen produksi yang
menentukan terlaksananya kegiatan-kegiatan proses belajar-mengajar di sekolah
bersama komponen-komponen lain. Tentu saja, sekolah harus mempunyai sumber-
sumber keuangan dan pembiayaan, yang secara umum dapat dirinci dalam tiga
sumber, yakni pemerintah, orang tua atau peserta didik, dan masyarakat.
Tugas manajemen keuangan dapat dibagi atas tiga fase, yaitu financial planning,
implementation, evaluation. Perencanaan finansial disebut juga budgeting,
merupakan kegiatan yang mengkoordinasi semua sumber daya yang tersedia untuk
mencapai sasaran yang diinginkan secara sistematis. Implementation involves
accounting (pelaksanaan anggaran) merupakan kegiatan berdasarkan rencana yang
telah dibuat dan kemungkinan terjadi penyesuaian jika diperlukan. Sedangkan
evaluation involves merupakan proses evaluasi terhadap pencapaian sasaran.
Komponen utama manajemen keuangan meliputi:
a. Prosedur anggaran
b. Prosedur akuntansi keuangan
c. Pembelajaran, pergudangan, dan prosedur pendistribusian
d. Prosedur investasi
17
e. Prosedur pemeriksaan.
18
Hubungan sekolah dengan masyarakat merupakan suatu sarana yang berperan
dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan pribadi peserta didik di sekolah.
Hubungan sekolah dengan masyarakat bertujuan antara lain:
a. Memajukan kualitas pembelajaran dan pertumbuhan anak;
b. Memperkokoh tujuan serta meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan
masyarakat;
c. Menggairahkan masyarakat untuk menjalin hubungan dengan sekolah.
Kepala sekolah merupakan salah satu kunci untuk bisa menciptakan hubungan
yang baik antara sekolah dan masyarakat secara efektif. Kepala sekolah dituntut
untuk senantiasa berusaha membina dan meningkatkan hubungan kerja sama yang
baik antara sekolah dan masyarakat guna mewujudkan sekolah yang efektif dan
efisien. Hubungan yang harmonis ini akan membentuk:
a. Saling pengertian antara sekolah, orang tua, masyarakat, dan lembaga-
lembaga lain yang ada di masyarakat, termasuk dunia kerja;
b. Saling membantu antara sekolah dan masyarakat karena mengetahui
manfaat, arti dan pentingnya peranan masing-masing;
c. Kerja sama yang erat antara sekolah dengan pelbagai pihak yang ada di
masyarakat dan mereka merasa ikut bertanggung jawab atas suksesnya
pendidikan di sekolah
19
berusaha meningkatkan program pelayanan melalui kerja sama dengan unit-
unit kesehatan setempat.
c. Manajemen keamanan sekolah.
Sekolah perlu memberikan pelayanan keamanan kepada peserta didik dan
para pegawai yang ada di sekolah agar mereka dapat belajar dan
melaksanakian tugas dengan tenang dan nyaman.
17
Jalil, Op.Cit., hal. 20
20
sederhana ini, kemudian dibentuk Asosiasi Pendidikan Nasional (National Education
Association, NEA) pada tahun 1875. Pada tahun 1887, para guru di New York
membentuk sebuah asosiasi kepentingan bersama. Pada tahun 1903, para guru di
Philadelphia membentu organisasi Asosiasi Guru-Guru Philadelphia (Philadelphia
Teachers Association). Melalui asosiasi inilah para guru berjuang untuk
meningkatkan martabat hidupnya, yang hasilnya antara lain para guru memperoleh
gaji yang lebih baik. 18
Di Atlanta, para guru membentuk Persatuan Guru-Guru Sekolah Publik Atlanta.
Persatuan ini dibentuk untuk menghadapi tekanan dari dewan kota. Akhirnya, dewan
kota memberikan dana yang lebih banyak untuk pendidikan. Kemudian guru-guru
League, yang dipelopori oleh tokoh sosialis seperti Henry Linville, John Dewey,
membentuk sebuah asosiasi yang sekadar membicarakan persoalan ekonomi.
Tujuannya adalah memberi pilihan bagi para guru dalam menentukan kebijakan
sekolah (school policy) untuk memperoleh wakil di pentas pendidikan di New York,
membantu masalah-masalah sekolah, membersihkan politik Amerika Serikat dari
penyimpangan keputusan, dan meningkatkan kebebasan diskusi publik dari
masalah-masalah pendidikan.
Drucker mengemukakan bahwa manajemen pendidikan sesungguhnya lahir dari
keprihatinan terhadap dunia individu, yang dipicu oleh faktor internal dan eksternal
19
dunia pendidikan yang berdampak pada rendahnya mutu output pendidikan.
Drucker mengatakan bahwa ada beberapa alasan munculnya manajemen
pendidikan yang bersifat reformatif, yakni:
a. Kondisi-kondisi dunia pendidikan yang tidak diharapkan, seperti mutu
pelayanan pendidikan di sekolah yang rendah, pengelolaan dana pendidikan
yang tidak efisien, proses promosi guru yang berjalan lamban, dan
sebagainya. Ekses ini muncul akibat manajemen tidak dikelola secara
profesional.
b. Munculnya ketidakwajaran selama proses pendidikan di sekolah atau pada
hasil yang dicapai. Prosedur birokrasi kepegawaian yang lamban, rekruitmen
kepala sekolah secara amatiran, komunitas sekolah yang tidak kreatif,
merupakan contoh ketidakwajaran itu. Ketidakwajaran ini mendorong para
pembaru untuk mencari alternatif manajemen pendidikan baru.
18
Danim, Op.Cit., hal. 26.
19
Ibid., hal. 39.
21
c. Kebutuhan yang muncul dalam proses, yang menuntut partisipasi semua
pihak terkait dalam pendidikan.
d. Perubahan struktur organsisasi dan jenis tenaga yang diperlukan oleh pasar
tenaga kerja merupakan salah satu sumber inspirasi bagi kepala sekolah
untuk membuat keputusan inovatif di lembaganya. Keputusan ini member
tekanan kuat terhadap perubahan kurikulum dan strategi proses belajar-
mengajar, misalnya dari kecenderungan pengajaran teoretis ke pelatihan
yang bersikap praktis. Di negara-negara sentralistik, kekuatan kepala sekolah
untuk membuat keputusan relatir terbatas. Adanya manajemen pendidikan
yang reformatif dan inovatif, yakni MBS, memungkinkan adanya perubahan
struktural secara signifikan dalam skema pengelolaan sekolah.
e. Variasi kondisi demografis membuat variasi terhadap perilaku kepala sekolah
di daerah masing-masing. Contohnya, di sekolah-sekolah tradisional yang
tidak memiliki fasilitas penerangan, misalnya, kepala sekolah tidak akan
pernah memikirkan upaya menghimpun dana untuk membeli overhead
projector atau televise dalam rangka membantu kelancaran proses belajar-
mengajar.
f. Inovasi yang bersumber dari perubahan persepsi, suasana, dan makna
umumnya disebabkan oleh penerimaan dan penafsiran individu atas informasi
yang diterimanya dari lingkungan. Informasi ini dapat diperoleh melalui media
massa.
20
Jalil, Op.Cit., hal. 1
22
pendidikan, kurikulum, fasilitas dan faktor-faktor pendukung lainnya yang terlibat
dalam proses pembelajaran di sekolah.
Ada pelbagai upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas
pendidikan nasional, misalnya pengembangan kurikulum nasional dan lokal,
peningkatan kompetensi guru melalui pelatihan, pengadaan buku dan alat pelajaran,
pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, serta peningkatan
mutu manajemen sekolah.
MBS lahir untuk menjawabi pelbagai persoalan dunia pendidikan dan tuntutan
masyarakat akan kualitas output. Dilihat dari perjalanannya, kebijakan manajemen
pendidikan berbasis sekolah di Indonesia secara relatif sungguh-sungguh baru
dimulai sejak tahun 1999/2000, yaitu dengan peluncuran dana bantuan yang disebut
dengan Bantuan Operasional Manajemen Mutu (BOMM). Dana bantuan ini disetor
langsung ke rekening sekolah. Memasuki tahun anggaran 2003, dana BOMM diubah
namanya menjadi Dana Rintisan Untuk MPMBS, khususnya untuk Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama. Program ini sejalan dengan implementasi dari UU Nomor 22
Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah di bidang pendidikan dan UU Nomor 25 Tahun
2000 Tentang Program Pembangunan Nasional. Menurut UU Nomor 25 Tahun 2000
tersebut, MBS dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan kemandirian
sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan. Selanjutnya dalam UU Nomor 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan dalam pasal 50 dan
51 bahwa pengelolaan pendidikan dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan
minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah. Dalam manajemen
pendidikan seperti ini, pengelolaan pendidikan dijalankan dengan prinsip otonomi,
akuntabilitas, jaminan mutu, dan evaluasi yang transparan.
23
Dalam bagian ini, penulis mengemukakan proses-proses tersebut sesuai dengan
hakikat manajemen berbasis sekolah (MBS) yang adalah bentuk manajemen khusus
dari manajemen pendidikan pada umumnya, yang diterapkan dalam dunia
pendidikan di Indonesia.
24
Seluruh perencanaan yang menyangkut lingkup-lingkup di atas hendaknya
memperhatikan beberapa hal, yakni
a. Waktu pelaksanaan baik perencanaan jangka pendek, jangka menengah, dan
jangka panjang.
b. Sumber perencanaan baik yang berasal dari bawah (misalnya mulai dari para
guru, kepala sekolah, kantor Departemen Pendidikan Nasional tingkat
kabupaten, kantor Departemen Pendidikan Nasional tingkat propinsi, dan
kantor Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia) maupun yang
berasal dari atas (misalnya mulai dari kantor Deparemen Pendidikan Nasional
Republik Indonesia sampai kepada para guru).
c. Besarnya perencanaan, baik perencanaan makro – suatu perencanaan pada
tingkat nasional atau tingkat departemen, yaitu pada tingkat direktorat
jenderal, direktorat atau propinsi sampai tingkat kantor departemen
kabupaten – maupun perencanaan mikro, yaitu yang dilaksanakan pada
tingkat sekolah atau kelas.
d. Pendekatannya, baik yang bersifat terpadu – yang menyatukan semua
sumber untuk mencapai tujuan – maupun yang bersifat parsial, yang
memperhatikan sumber secara terpisah-pisah untuk tujuan tertentu.
e. Pelakunya, baik perencanaan individual (yang dilakukan guru secara
individu), perencanaan kelompok, maupun perencanaan lembaga (yang
berlaku dan dibuat oleh sekolah).
23
Ibid., hal. 24.
25
penguasaan tanggung jawab tertentu, pendelegasian wewenang yang diperlukan
untuk individu-individu dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Ada tiga komponen penting yang terkandung dalam aspek pengorganisasian
suatu lembaga pendidikan, yakni kerja sama, subjek/pelaksana, dan tujuan
bersama
Aspek pengorganisasian penting dalam MBS karena bermanfaat, antara lain:
1. Mengatasi terbatasnya kemampuan, kemauan, dan sumber daya yang
dimiliki.
2. Untuk mencapai tujuan yang lebih efektif dan efisien.
3. Wadah memanfaatkan sumber daya yang dimiliki secara bersama-sama.
4. Wadah mengembangkan potensi dan spesialisasi yang dimiliki seseorang.
5. Wadah mendapatkan jabatan dan pembagian kerja.
6. Wadah mencari keuntungan bersama.
7. Wadah mengelola lingkungan bersama-sama.
8. Wadah menggunakan kekuasaan dan pengawasan
9. Wadah mendapatkan penghargaan.
10. Wadah memenuhi kebutuhan manusia.
11. Wadah menambah pergaulan.
26
Kegiatan pengarahan dilakukan dengan pelbagai cara, misalnya dengan
melaksanakan orientasi tentang pekerjaan yang akan dilakukan individu atau
kelompok, memberikan petunjuk umum dan khusus baik secara lisan maupun
tertulis, secara langsung maupun tidak langsung.
27
dalam diri dan mempengaruhi semua komponen lembaga pendidikan, baik kepala
sekolah, guru, staf, anak didik, maupun orang tua dan masyarakat.
Tujuan utama dari manajemen pendidikan adalah:24
a. Manajemen pendidikan sebagai kerja sama untuk mencapai tujuan
pendidikan. Tujuan pendidikan merentang dari tujuan yang sederhana sampai
dengan tujuan yang kompleks, tergantung lingkup dan tingkat pengertian
pendidikan mana yang dimaksud.
b. Manajemen pendidikan sebagai proses untuk mencapai tujuan pendidikan.
proses ini dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pemantauan, dan penilaian.
c. Manajemen pendidikan merupakan suatu sistem. Sistem dalam hal ini
berkaitan dengan keseluruhan yang terdiri atas bagian-bagian yang saling
berinteraksi dalam suatu proses belajar.
d. Manajemen pendidikan sebagai efektivitas pemanfaatan sumber-sumber
yang ada untuk mencapai tujuan pendidikan. Sumber dalam hal ini berkaitan
dengan sumber manusia, finansial, sarana dan prasarana, maupun waktu.
e. Manajemen pendidikan berkaitan dengan kepemimpinan manajemen
pendidikan.
f. Manajemen pendidikan merupakan proses pengambilan keputusan.
g. Manajemen pendidikan sebagai komunikasi tentang segala hal berkaitan
dengan pendidikan.
h. Manajemen pendidikan sebagai kegiatan ketatausahan.
24
Ibid., hal. 15-22.
25
Mulyasa, Op.Cit., hal. 13.
28
c. Pemerataan pendidikan yang tampak pada tumbuhnya partisipasi masyarakat
terutama yang mampu dan peduli, sementara yang kurang mampu akan
menjadi tanggung jawab pemerintah.
29
BAB III
KESIMPULAN
3.3. Kesimpulan
30
ini berproses dalam fungsi-fungsi manajemen, yakni perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian.
d. Landasan aksiologi manajemen pendidikan menunjukkan tujuan, manfaat dan
nilai yang diperjuangkan dalam penyelenggaraan pendidikan. Nilai utama
yang ditonjolkan adalah otonomi, demokrasi, tanggung jawab, kreativitas,
peran serta dan kerja sama.
3.4. Saran
a. Perlu adanya pemahaman yang integral bagi setiap mahasiswa yang
mempelajari manajemen pendidikan tentang tiga landasan utama dalam
filsafat ilmu yang menyoroti hakikat manajemen pendidikan. Pemahaman
yang integral tersebut menjadi dasar kajian dan pengembangan pelbagai hal
yang berkaitan dengan manajemen pendidikan dewasa ini.
b. Penyelenggara pendidikan (sekolah) perlu mendorong setiap mahasiswa
untuk menemukan solusi-solusi alternatif yang kontekstual, yang mendukung
penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas.
31
DAFTAR PUSTAKA
Kamus:
Buku:
Danim, Sudarwan. Visi Baru Manajemen Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara, 2008
32
Suwarno, Wiji. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008
Manuskrip:
Husen, Achmad. “Filsafat Ilmu”, Bahan Kuliah. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta,
2009
33