Anda di halaman 1dari 26

UNIT KEGIATAN BELAJAR MANDIRI (UKBM)

NAMA MATA PELAJARAN : BAHASA INDONESIA


KELAS : XI
SEMESTER : 1 (GANJIL)
KOMPETENSI DASAR : MENELADANI NILAI KEHIDUPAN DALAM CERITA
PENDEK
MATERI POKOK : UNSUR-UNSUR CERPEN
ALOKASI WAKTU : 2 X 45’
TUJUAN PEMBELAJARAN : KALIAN DIMINTA DAPAT MENELADANI NILAI
KEHIDUPAN DALAM CERPEN
MATERI PEMBELAJARAN : STRUKTUR DAN KAIDAH KEBAHASAAN CERPEN

Kompetensi Inti
KI. 3.Memahami, menerapkan dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan
metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya,
dan humaniora dengan wawasan kemanusian, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait
penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian
yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
KI. 4.Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan
pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara efektif dan
kreatif, serta mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.
Komptensi Dasar
3.8 Mengidentfikasi nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam kumpulan cerita pendek yang
dibaca.
3.9 Menganalisis unsur-unsur pembangun cerita pendek dalam buku kumpulan cerita pendek.
4.8 Mendemonstrasikan salah satu nilai kehidupan yang dipelajari dalam cerita pendek.
4.9 Mengonstruksi sebuah cerita pendek dengan memperhatikan unsur-unsur pembangun cerpen.

Peta Konsep
Aspek pembelajaran meliputi:
A. Mengindentifikasi Nilai-Nilai Kehidupan dalam Cerita Pendek
Cerita pendek (cerpen) adalah kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang memberikan kesan
tunggal yang dominan dan memusatkan diri pada satu tokoh dalam satu situasi (KBBI, 2017: 263).
Cerita pendek menyajikan cerita yang hanya memiliki satu konflik. . Umumnya, cerita yang
diangkat memiliki relevansi dalam kehidupan sehari-hari. Tokoh yang ditampilkan sebagai pusat
cerita. Karakter dalam cerita pendek secara umum terdiri atas protagonis dan antagonis. Kedua
karakter tersebut merupakan cerminan nyata dalam kehidupan sehari-hari yang dapat diambil
pelajaran.

Rumah yang Terang


Karya Ahmad Tohari
Listrik sudah empat tahun masuk kampungku dan sudah banyak yang dilakukannya. Kampung
seperti mendampat injeksi tenaga baru yang membuatnya menggeliat penuh gairah. Listrik memberi
kampungku cahaya, musik, es, sampai api dan angin. Di kampungku, listrik juga membunuh bulan
di langit. Bulan tidak lagi menarik hati anak-anak. Bulan tidak lagi mampu membuat bayang-bayang
pepohonan. Tapi kampung tidak merasa kehilangan bulan. Juga tidak merasa kehilangan tiga laki-
laki yang tersengat listrik hingga mati.
Sebuah tiang lampu tertancap di depan rumahku. Seperti semasa teman-temannya sesama tiang
listrik yang membawa perubahan pada rumah yang terdekat, demikian halnya beton langsing yang
menyangga kabel-kabel di depan rumahku itu. Bedanya, yang dibawa ke rumahku adalah celoteh-
celoteh sengit dua tetangga di belakang rumahku.
Sampai sekian lama, rumahku tetap gelap. Ayahku tidak mau pasang listrik. Inilah yang membuat
tetangga di belakang rumah jengkel terusterusan. Keduanya sangat berhasrat menjadi pelanggan
listrik. Tapi hasrat mereka tak mungkin terlaksana sebelum ada dakstang di bubungan rumahku.
Rumah dua tetangga di belakang itu terlalu jauh dari tiang.
Kampungku yang punya kegemaran berceloteh seperti mendapat jalan buat berkata seenaknya
terhadap ayah. Tentu saja dua tetangga itulah sumbernya. “Haji Bakir itu seharusnya berganti nama
menjadi Haji Bakhil. Dia kaya tetapi tak mau pasang listrik. Tentu saja dia kawatir akan keluar
banyak duit.”
Kadang celoteh yang sampai di telingaku sedemikian tajam sehingga aku tak kuat lagi
menerimanya. Mereka mengatakan ayahku memelihara tuyul. “Tentu saja Haji Bakir tak mau
pasang listrik karena tuyul tidak suka cahaya terang.” Yang terakhir kedua tetangga itu
merencanakan tindakan yang lebih jauh. Entah belajar dari mana mereka menuduh ayahku telah
melanggar asas kepentingan umum. Mereka menyamakan ayahku dengan orang yang tidak mau
menyediakan jalan bagi seseorang yang bertempat tinggal di tanah yang terkurung. Konon mereka
akan mengadukan ayahku kepada lurah.
Aku sendiri bukan tidak punya masalah dengan sikap ayah. Pertama, akulah yang lebih banyak
menjadi bulan-bulanan celoteh yang kian meluas di kampungku. Ini sungguh tidak nyaman. Kedua,
gajiku sebagai propagandis pemakaian alat kontrasepsi memungkinkan aku punya radio, pemutar
pita rekaman, juga TV (karena aku masih bujangan). Maka alangkah konyolnya sementar listrik
ditawarkan sampai ke depan rumah, aku masih harus repot dengan setiap kali membeli baterei dan
nyetrum aki.
Ketika belum tahu latar belakang sikap ayah, aku sering membujuk. Lho, kenapa aku dan ayah
tidak ikut beramai-ramai bersama orang sekampung membunuh bulan? Pernah kukatakan, apabila
ayah enggan mengeluarkan uang maka pasal memasang listrik akulah yang menanggung biayanya.
Karena kata-kataku ini ayah tersinggung. Tasbih di tangan ayah yang selalu berdecik tiba-tiba
berhenti.
“Jadi kamu seperti orang-orang yang mengatakan aku bakhil dan pelihara tuyul?”
Aku menyesal. Tapi tak mengapa karena kemudian ayah mengatakan alasan yang sebenarnya
mengapa beliau tidak mau pasang listrik. Dan alasan itu tak mungkin kukatakan kepada siapa pun,
khawatir hanya mengundang celoteh yang lebih menyakitkan. Aku tak rela ayah mendapat cercaan
lebih banyak.
Betapa juga ayah adalah orang tuaku, yang membiayai sekolahku sehingga aku kini adalah
seorang propagandis pemakaian alat kontrasepsi. Lalu mengapa orang kurang menghayati status
yang kini kumiliki. Menjadi propagandis tersebut tidak hanya membawa keuntungan materi berupa
gaji dan insentif melainkan ada lagi yang lain.
Jadi, aku mengalah pada keteguhan sikap ayah. Rela setiap kali beli baterai dan nyetrum aki, dan
rela menerima celoteh orang sekampung yang tiada hentinya.
Ketika ayah sakit, beliau tidak mau dirawat di rumah sakit. Keadaan beliau makin hari makin
serius. Tapi beliau bersiteguh tak mau diopname. Aku berusaha menyingkirkan perkara yang kukira
menyebabkan ayah tak mau masuk rumah sakit.
“Apakah ayah khawatir di rumah sakit nanti ayah akan dirawat dalam ruang yang diterangi lampu
listrik? Bila demikian halnya maka akan kuusahakan agar mereka menyalakan lilin saja khusus bagi
ayah.
Tanggapan ayah ada rasa tersinggung yang terpancar dari mata beliau yang sudah biru memucat.
Ya, Tuhan, lagi-lagi aku menyesal. Dan jiwaku mendadak buntu ketika mendengar ucapan ayah
yang keluar tersendat-sendat.
“Sudahlah, Nak. Kamu lihat sendiri aku hampir mati. Sepeninggalku nanti kamu bisa secepatnya
memasang listrik di rumah ini.”
Tidak pernah sekalipun aku mendengar kata-kata ayah yang mengandung ironi demikian tajam.
Sesalku tak habis-habisnya. Dan malu. Kewahlianku melakukan pendekatan verbal yang biasa aku
lakukan selama menjadi propagandis alat kontrasepsi ternyata hanya punya arti negatif di hadapan
ayah. Lebih malu lagi karena ucapan ayah tadi adalah kata-kata terakhir yang ditujukan kepadaku.
Seratus hari sudah kematian ayah orang-orang bertahlil di rumahku sudah duduk di bawah lampu
neon dua puluh watt. Mereka memandangi lampu dan tersenyum. Dua tetangga belakang yang tentu
saja sudah pasang listrik mendekatiku.
“Nah, lebih enak dengan listrik, ya Mas?”
Aku diam karena sebal melihat gaya mereka yang pasti menghubung-hubungkan pemasangan
listrik di rumahku yang baru bisa terlaksana sesudah kematian ayah. Oh, mereka tidak tahu bahwa
aku sendiri menjadi linglung. Listrik memang sudah kupasang tapi aku justru takut menghidupkan
radio, TV, dan pemutar pita rekaman. Sore hari aku tak pernah berbuat apa pun sampai ibu yang
menghidupkan lampu. Aku enggan menjamah sakelar karena setiap kali aku melakukan hal itu tiba-
tiba bayangan ayah muncul dan kudengar keletak-keletik suara tasbihnya.
Linglung. Maka tiba-tiba mulutku nyerocos. Kepada tamu yang bertahlil aku mengatakan alasan
yang sebenarnya mengapa ayahku tidak suka listrik, suatu hal yang seharusnya tetap kusimpan.
“Ayahku memang tidak suka listrik. Beliau punya keyakinan hidup dengan listrik akan
mengundang keborosan cahaya. Apabila cahaya dihabiskan semasa hidupnya maka ayahku khawatir
tidak ada lagi cahaya bagi beliau di dalam kubur”.
Aku siap menerima celoteh dan olok-olok yang mungkin akan dilontarkan para tamu. Karena aku
sendiri pernah menertawakan pikiran ayah yang antik itu. Aneh, para tamu malah menunduk. Aku
juga menunduk, sambil berdoa tanpa sedikitpun kadar olok-olok. Kiranya ayahnya mendapat cukup
cahaya di alam sana.
Sumber: Senyum Karyamin Kumpulan Cerita Pendek, 2019: 43
Sesuai namanya, cerpen merupakan cerita yang dikemas secara pendek. Ukuran panjang dan
pendek suatu cerita relatif. Akan tetapi, cerpen umumnya merupakan cerita yang dibaca dalam
waktu singkat. Oleh karena itu, cerpen sering dianalogikan dengan ungkapan “cerita yang dapat
dibaca dalam sekali duduk”.
Untuk memahami isi cerpen, termasuk nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, diawali dengan
mengajukan beberapa pertanyaan. Dengan demikian, pemahaman terhadap isi cerpen akan lebih
mendalam. Dimulai dari pemahaman literal, interpretatif, kritis, dan kreatif.

2. Menganalisis Nilai-Nilai Kehidupan dalam Cerpen


Dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang isi cerpen, kita akan menemukan nilai dari
cerpen tersebut. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang penting, berguna, dan bermanfaat bagi
manusia.
a. Nilai agama
Nilai agama adalah nilai-nilai dalam cerpen yang berkaitan dengan aturan atau ajaran yang
bersumber dari agama tertentu. Nilai agama dapat diketahui dari deskripsi tokoh dengan ciri
fisik atau simbol-simbol agama tertentu, kutipan atau dalil yang berasal dari kitab suci, atau
penggambaran nilai-nilai kehidupan yang dilandasi ajaran agama yang universal seperti
kejujuran, kebaikan, dan lain-lain.
b. Nilai moral
Nilai moral adalah nilai-nilai dalam cerpen yang berkaitan dengan akhlak, peringai, atau
estetika. Nilai moral dapat digambarkan melalui deskripsi tokoh, hubungan antartokoh, dialog,
dan lain-lain. Nilai moral dalam cerpen berupa nilai moral yang baik dan buruk.
c. Nilai pendidikan
Nilai pendidikan adalah nilai-nilai yang berkenaan penggunaan akal/pikiran dengan pilihan
pengetahuan yang ada di sekitar. Nilai pendidikan ditunjukkan dengan penggambaran sikap, pola
pikir, cara berbicara, pengambilan tindakan atau keputusan saat tokoh cerita menyelesaikan
masalah.
d. Nilai budaya
Nilai budaya adalah nilai-nilai yang berkenaan dengan kebiasaan, tradisi atau adat istiadat
yang berlaku pada suatu daerah. Nilai budaya ditujukan dengan penggambaran adat istiadat,
kebiasaan yang berlaku di tempat para tokoh, bahasa dan gaya bicara tokoh yang mencerminkan
bahasa tertentu, serta nilai-nilai yang hanya berlaku di tempat tinggal tokoh tersebut.

e. Nilai sosial
Nilai sosial adalah nilai-nilai yang berkenaan dengan tata pergaulan antarindividu di dalam
masyarakat. Nilai sosial ditunjukkan dengan penggambaran antartokoh di dalam masyarakatnya,
baik melalui narasi maupun dialog.

B. Mendemonstrasikan Nilai Kehidupan yang Dipelajari dalam Teks Cerita Pendek


1. Menentukan Nilai-Nilai Kehidupan dalam Teks Cerita Pendek
Sebuah cerpen menjadi menarik bagi pembaca karena ada sesuatu yang bermakna dalam cerpen
tersebut. Hal itu biasanya berupa cerita yang sesuai dengan dunia nyata atau kebutuhannya. Cerpen
bertujuan memberikan hiburan atau pengalaman hidup bagi pembacanya. Manfaat yang langsung
dapat dirasakan ketika membaca cerita pendek yaitu dapat memberikan hiburan, perasaan senang,
atau kenikmatan batin. Dengan membaca cerpen. seolah-olah kita ikut merasakan dan menjalani
kehidupan bersama tokoh-tokoh dalam cerpen. Membaca suatu cerpen juga membuat kita belajar
tentang kehidupan; kita dapat menjadi lebih bijak dalam menghadapi beragam peristiwa yang
dihadapi dalam hidup dan mengambil tindakan solusinya dengan bijaksana.

2. Mempresentasikan Sebuah Teks Cerita Pendek dengan Nilai Kehidupan


Wangon Jatilawang
Karya Ahmad Tohari
Mendengar dongeng itu, kedua tamuku yang berbaju lengan panjang dan bersepatu bagus
tersenyum. Kali ini senyumnya lepas. Kukira mereka membenarkan sikap emakku terhadap Sulam,
entahlah. Sementara itu, aku teringat Sulam yang saat ini pasti dalam perjalanan menuju Pasar
Jatilawang. Kadang dalam perjalanan antara Wangon dan Jatilawang Sulam pintar meniru gaya
penyiar tv meski suara yang keluar dari mulutnya hampir tidak punya makna apa pun.
Memasuki bulan puasa, Sulam tetap singgah ke rumahku setiap hari. Akan tetapi, sikapnya
berubah. Dia kelihatan malu ketika menyantap nasi yang kuberikan. Setiap kali dalam kesempatan
berbeda, Sulam selalu berkata, Pak, wong gemblung boleh tidak puasa, kan?”
“Ya, kamu boleh tidak berpuasa. Anakku yang masih kecil juga tidak berpuasa.”
“Akan tetapi, aku bukan anak kecil, Pak. Aku wong gemblung,” kata Sulam serius.
“Ah, siapa yang mengatakan kamu demikian?”
Sulam tidak menjawab. Kemampuan nalarnya kukira sangat terbatas. Inilah rupanya yang
menyebabkan semua orang yang tinggal di antara Wangon dan Jatilawang mengatakan Sulam wong
gemblung. Kukira mereka memang tidak mempunyai istilah lain. Sebutan itu menempal kepada
Sulan sejak dia masih anak-anak. Emak Sulam yang sama-sama menderita keterbelakangan mental,
meninggal dan rumah kecil itu punah tidak lama kemudian. Sulam yang sebatang kara, lalu menjadi
anak Pasar Jatilawang dan Pasar Wangon.
Dekat hari Lebaran, pagi-pagi sekali, Sulam sudah berada di rumahku. Aku tak melihat
kedatangannya dan tiba-tiba saja dia sudah duduk di ruang makan. Wajahnya kelihatan bimbang.
Nasi dan sekeping uang yang kuletakkan di atas meja di depannya, tidak segera menarik
perhatiannya. Ketika kutanya mengapa demikian, Sulam malah balik bertanya; “Sudah hampir
Lebaran ya, Pak?”
“Ya, empat atau lima hari lagi. Kenapa?”
Sulam menunduk. Terbengong-bengong sehingga muncul semua tanda keterbelakangannya.
“Mestinya Lebaran ditunda sampai Emak pulang.”
“Hus! Lebaran tidak boleh ditunda. Nanti semua orang marah.”
“Akan tetapi, Emak belum pulang. Dia sedang pergi ke kota membeli baju.”
“Oh, aku tahu sekarang. Kamu tak usah menunggu Emakmu. Nanti aku yang
memberimu baju.”
Sulam mengangkat muka lalu tersenyum aneh. Nasi di depannya dimakan dengan lahap,
sementara aku pergi ke belakang mengurus ayam. Kukira aku cukup lama di kandang ayam; tapi
ketika aku masuk kembali ke rumah. Sulam masih duduk di ruang makan.
“Sudah hampir Lebaran ya, Pak?”
“Oh iya. Nanti kamu akan memakai baju yang baik. Akan tetapi, aku tidak menyerahkan baju itu
kepadamu sekarang. Nanti saja tepat pada hari Lebaran kamu pagi-pagi kemari.”
“Di Pasar Wangon dan Jatilawang orang-orang sudah membeli baju baru.”
“Ya, tetapi untukmu, nanti saja. Aku tidak bohong. Bila baju itu kuberikan sekarang, wah repot.
Kamu pasti akan mengotorinya dengan lumpur sebelum Lebaran tiba?”
“Aku kan wong gemblung, Pak.”
“Nanti dulu, aku tidak berkata demikian.”
Aku ingin berkata lebih banyak. Namun, Sulam melangkah pergi. Wajahnya murung. Aku
mengikutinya sampai ke pintu halaman. Dari belakang kuperhatikan langkahnya yang pendek-
pendek, menyeret-nyeret ujung celananya yang kombor dan kelewat panjang, celana pemberian
orang. Mobil-mobil masih menyalakan lampu kecil, karena pagi sangat berkabut mendahului Sulam.
Makin jauh tubuh Sulam makin samar. Sebelum seratus meter jauhnya, Sulam telah raib dalam
keremangan pagi berkabut.
Aku mulai menyesal, mengapa tidak memenuhi permintaan Sulam akan baju dan celana yang
layak. Mengapa aku khawatir tentang kebiasaan Sulam yang suka mengotori baju yang kuberikan
atau menukarnya begitu saja dengan sebungkus nasi rames di Pasar Wangon. Sebenarnya aku tidak
cukup mengerti tentang lelaki kerdil yang setiap hari menyusuri jalan raya antara Wangon dan
Jatilawang itu. Dengan demikian, aku sungguh tidak layak mengaku sebagai sahabat Sulam.
Jam tujuh pagi hari itu juga penyesalanku menghunjam ke dasar hati. Seorang tukang becak
sengaja datang ke rumahku
“Pak, Sulam mati tertabrak truk di batas Kota Jatilawang!”
Bisa jadi tukang becak itu masih berkata banyak. Namun kalimat pertamanya yang kudengar
sudah cukup. Aku tak ingin mendengar ceritanya lebih jauh. Aku malu, perih. Demikian malu
sehingga aku tak berani menjenguk mayat Sulam di Jatilawang meski istriku berkali-kali
menyuruhku ke sana. Sulam telah menyindirku dengan cara yang paling sarkastik sehingga aku
mengerti bahwa diriku sama sekali tidak lebih baik daripadanya atau memang demikianlah keadaan
yang sesungguhnya. Karena dalam hati sejak lama aku percaya, setiap hari Tuhan tak pernah jauh
dari diri Sulam. Aku yang konon telah mencoba bersuci jiwa hampir sebulan lamanya, malah
menampik permintaan Sulam yang terakhir. Padahal, sungguh aku mampu memberikannya.
Menjelang pagi di hari Lebaran, Sulam datang lagi dalam angan-anganku. Dia sama sekali tidak
meminta baju yang telah kujanjikan. Dia hanya menatapku dengan wajah yang jernih dengan
senyum yang sangat mengesankan. Kemudian Sulam gaib sambil meninggalkan suara tawa ceria
yang panjang. Namun, aku perih mendengarnya. Malu.
Sumber: Wangon Jatilawang, Ahmad Tohari, 2019
Berbagai makna atau sesuatu yang penting lainnya bisa jadi kita temukan setelah membaca
cerpen tersebut sampai tuntas. Kebermaknaan cerpen tersebut tampak pada temanya atau yang lebih
umum dinyatakan dalam amanat, ajaran moral, atau pesan didaktis yang hendak disampaikan
pengarang kepada pembaca melalui karyanya. Amanat tersirat di balik kata-kata yang disusun dan
juga berada di balik tema yang diungkapkan. Oleh karena itu, amanat selalu berhubungan dengan
tema cerita.
Tulislah nilai-nilai kehidupan yang terdapat dalam teks cerita pendek “Wangon Jatilawang”.
Tulislah pula pengalaman-pengalaman yang pernah Anda alami yang terkait dengan nilai-nilai
kehidupan yang terdapat dalam teks cerpen tersebut!

C. Menganalisis Unsur-Unsur Pembangun Cerita Pendek


1. Menentukan Unsur-Unsur Pembangun Cerita Pendek
Cerita pendek memiliki dua unsur pembangun, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur
intrinsik adalah unsur pembangun cerpen yang berasal dari dalam cerpen itu sendiri.
Unsur intrinsik cerpen terdiri atas tema, amanat, penokohan, alur, latar,
dan gaya bahasa. Berikut penjelasannya.
a. Tema
Dalam sebuah cerpen, tema merupakan roh atau nyawa dari setiap karya cerpen. Dengan kata
lain tema merupakan ide atau gagasan dasar yang melatarbelakangi keseluruhan cerita yang ada
dari cerpen. Tema suatu cerita menyangkut segala persoalan, di antaranya masalah kemanusian,
kekuasaan, kasih sayang, dan kecemburuan. Cara menentukan tema adalah dengan mencari apa
yang dibahas dalam teks cerpen tersebut.
b. Amanat
Amanat adalah pesan moral atau pelajaran yang dapat kita petik dari cerita pendek tersebut. Di
dalam suatu cerpen, amanat biasanya tidak ditulis secara langsung, melainkan tersirat dan akan
bergantung sesuai pemahaman pembaca akan cerita pendek tersebut.
c. Penokohan
Penokohan merupakan cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-
tokoh dalam cerita. Adapun penggambaran karakteristik tokoh sebagai berikut.
1) Teknik analitik langsung
Pengarang menuliskan langsung watak tokoh dalam penulisanya
Hasan tersenyum pahit. Dilihatnya tangan dan jari-jarinya. Tulang bersalut kulit semata.
Diraba pipinya, cekung. Pernah badannya berat 58 kilo. Minggu yang lalu cuma 47 kilo lagi.
2) Penggambaran fisik dan perilaku tokoh
Seorang gadis berambut panjang terusai basah kena hujan menghampiriku. Ah, dia tidak
menghampiriku. Dia hanya ingin mencari perlindungan dari guyuran hujan sepertiku. Celana
dan kaus hitamnya basah. Setelah sampai di dekatku, dia memberi senyuman. Barisan giginya
putih rapi. Bibirnya tipis. Gadis itu cantik aku membatin. Ah, apa peduliku dengan
kecantikannya! Dalam perjalananku keliling beberapa kota untuk pementasan, selalu saja
dapat kutemui gadis-gadis cantik “terpajang” di etalase-etalase kampus, pertokoan, dan pasar.
Mereka dipermak, dirias sedemikian rupa menjadi sebuah kamuflase fashion dan make up.
3) Penggambaran lingkungan kehidupan tokoh
Desa Karangsaga tidak kebagian listrik. Padahal, kampung-kampung tetangganya sudah
terang semua. Desa itu gelap gulita kalau malam; ditambah cepat becek kalau hujan tiba.
Banyak anjing berkeliaran di sana, beberapa di antararanya tidak jelas empunya.
4) Penggambaran tata kebahasaan tokoh
Pernah kukatakan, apabila ayah enggan mengeluarkan uang maka pasal memasang listrik
akulah yang menanggung biayanya. Karena kata-kataku ini ayah tersinggung. Tasbih di
tangan ayah yang selalu berdecik tiba-tiba berhenti.
5) Pengungkapan jalan pikiran tokoh
Ia ingin menemui anak gadisnya itu tanpa ketakutan; ingin ia mendekapnya, mencium bau
keringatnya. Dalam pikirannya, cuma anak gadisnya yang masih mau menyambutnya. Dan
mungkin ibunya, seorang janda yang renta tubuhnya, masih berlapang dada menerima
kepulangannya.

6) Penggambaran oleh tokoh lain


Ia paling pandai bercerita, menyanyi, dan menari. Tak jarang ia bertandang ke rumah
sambil membawa aneka brosur barang-barang promosi. Yang menjengkelkan saua, seluruh
keluargaku jadi menaruh perhatian kepadanya.
d. Alur
Alur adalah urutan jalan cerita dalam cerpen yang disampaikan oleh penulis. Dalam
menyampaikan cerita, ada tahapan-tahapan alur yang disampaikan oleh sang penulis. Tahap-
tahap alur antara lain tahap perkenalan, tahap penanjakan, tahap klimaks, anti klimaks, dan tahap
penyelesaian.
e. Latar
Latar (setting) meliputi tempat, waktu, dan budaya yang digunakan dalam suatu cerita. Latar
dalam suatu cerita bisa bersifat faktual maupun imajinatif. Latar berfungsi memperkuat atau
mempertegas keyakinan pembaca terhadap jalannya cerita.
Dengan demikian, apabila pembaca sudah menerima latar sebagai sesuatu yang benar adanya,
maka cenderung akan lebih siap dalam menerima pelaku ataupun kejadian-kejadian dalam latar
itu.
f. Gaya bahasa
Dalam cerita, penggunaan bahasa berfungsi untuk menciptakan suatu nada atau suasana
persuasif serta merumuskan dialog yang mampu memperlihatkan hubungan dan interaksi antara
sesama tokoh. Kemampuan sang penulis mempergunakan bahasa secara cermat dapat
menjelmakan suatu suasana yang berterus terang atau satiris, simpatik atau menjengkelkan,
objektif atau emosional.
Bahasa dapat menimbulkan suasana yang tepat untuk adegan yang seram, adegan romantis,
ataupun peperangan, keputusan, maupun harapan. Bahasa dapat pula digunakan pengarang untuk
menandai karakter seseorang tokoh. Karakter jahat dan bijak dapat digambarkan dengan jelas
melalui kata-kata yang digunakannya. Demikian pula dengan tokoh anak-anak dan dewasa, dapat
pula dicerminkan dari kosakata ataupun struktur kalimat yang digunakan oleh tokoh-tokoh yang
bersangkutan.

2. Menelaah Teks Cerpen Berdasarkan Struktur dan Kaidah


Struktur cerpen merupakan rangkaian cerita yang membentuk cerpen itu sendiri. Dengan
demikian, struktur cerpen tidak lain berupa unsur yang berupa alur, yakni berupa jalinan cerita yang
terbentuk oleh hubungan sebab akibat ataupun secara kronologis. Secara umum jalan cerita terbagi
ke dalam bagian-bagian berikut.
a. Pengenalan situasi cerita (exposition, orientation)
Dalam bagian ini, pengarang memperkenalkan para tokoh, menata adegan dan hubungan
antartokoh.
b. Pengungkapan peristiwa (complication)
Dalam bagian ini disajikan peristiwa awal yang menimbulkan berbagai masalah, pertentangan,
ataupun kesukaran-kesukaran bagi para tokohnya.
c. Menuju pada adanya konfik (rising action)
Dalam bagian ini terjadi peningkatan perhatian kegembiraan, kehebohan, ataupun keterlibatan
berbagi situasi yang menyebabkan bertambahnya kesukaran tokoh.
d. Puncak konfik (turning point)
Bagian ini disebut klimaks. Inilah bagian cerita yang paling besar dan mendebarkan. Pada
bagian pula, ditentukannya perubahan nasib beberapa tokohnya. Misalnya, apakah dia kemudian
berhasil menyelesaikan masalahnya atau gagal.
e. Penyelesaian (ending atau koda)
Sebagai akhir cerita, pada bagian ini berisi penjelasan tentang sikap ataupun nasib-nasib yang
dialami tokohnya setelah mengalami peristiwa puncak itu. Namun ada pula, cerpen yang
penyelesaian akhir cerita diserahkan kepada imaji pembaca. Jadi, akhir ceritanya itu dibiarkan
menggantung, tanpa ada penyelesaian.
Cerpen tergolong ke dalam jenis teks fiksi naratif. Dengan demikian, terdapat pihak yang
berperan sebagai tukang cerita (pengarang). Terdapat beberapa kemungkinan posisi pengarang di
dalam menyampaikan ceritanya, yakni sebagai berikut.
a. Berperan langsung sebagai orang pertama, sebagai tokoh yang terlibat dalam cerita yang
bersangkutan. Dalam hal ini pengarang menggunakan kata orang pertama dalam menyampaikan
ceritanya, misalnya aku, saya, kami.
b. Berperan sebagai orang ketiga, berperan sebagai pengamat. Ia tidak terlibat di dalam cerita.
Pengarang menggunakan kata dia untuk tokoh-tokohnya.

Cerpen juga memiliki ciri-ciri kebahasaan seperti berikut.


a. Menggunakan kalimat bermakna lampau, yang ditandai oleh fungsi-fungsi keterangan yang
bermakna kelampauan, seperti ketika itu, beberapa tahun yang lalu, telah terjadi.
b. Menggunakan kata yang menyatakan urutan waktu (konjungsi kronologis), misalnya sejak saat
itu, setelah itu, mula-mula, kemudian.
c. Menggunakan kata kerja yang menggambarkan suatu peristiwa yang terjadi, seperti menyuruh,
membersihkan, menawari, melompat, menghindar.
d. Menggunakan kata kerja yang menunjukkan kalimat tak langsung sebagai cara menceritakan
tuturan seorang tokoh oleh pengarang. Contoh: mengatakan bahwa, menceritakan tentang,
mengungkapkan, menanyakan, menyatakan, menuturkan.
e. Menggunakan kata kerja yang menyatakan sesuatu yang dipikirkan atau dirasakan oleh tokoh.
Contoh: merasakan, menginginkan, mengarapkan, mendambakan, mengalami.
f. Menggunakan banyak dialog. Hal ini ditunjukkan oleh tanda petik ganda (“....”) dan kata kerja
yang menunjukkan tuturan langsung.
Contoh:
1) Alam berkata, “Jangan diam saja, segera temui orang itu!”
2) “Di mana keberadaan temanmu sekarang?” tanya Ani pada temannya.
3) “Tidak. Sekali saya bilang, tidak!” teriak Lani.
g. Menggunakan kata-kata sifat (descriptive language) untuk menggambarkan tokoh, tempat, atau
suasana.
Contoh:
Segala sesuatu tampak berada dalam kendali sekarang: Bahkan, kamarnya sekarang sangat rapi
dan bersih. Segalanya tampak tepat berada di tempatnya sekarang, teratur rapi dan tertata dengan
baik. Ia adalah juru masak terbaik yang pernah dilihatnya, ahli dalam membuat ragam makanan
Timur dan Barat ‘yang sangat sedap’. Ayahnya telah menjadi pencandu beratnya.

MENGASOSIASI
Carilah sebuah cerpen yang menarik bagi Anda! Identifkasilah unsur-unsur pembangun cerita dan ciri-
ciri kebahasaan teks cerpen tersebut!
Kerjakan dalam format tabel berikut!
Struktur Cerpen Kutipan Penjelasan
Pengenalan cerita
Pengungkapan peristiwa
Menuju konflik
Puncak konflik
Penyelesaian
Simpulan

Soal Latihan
1. Apakah saja unsur pembangun dalam cerita pendek?
2. Apakah yang dimaksud unsur intrinsik cerita pendek?
3. Apakah yang dimaksud dengan penokohan?
4. Sebutkan struktur cerpen!
5. Apa sajakah pronomina persona yang sering digunakan dalam cerpen?

D. Mengonstruksi Cerita Pendek dengan Memperhatikan Unsur-Unsur Pembangunnya


1. Menentukan Unsur-unsur Pembangun Cerita Pendek
Topik cerpen dapat diambil dari kehidupan diri sendiri ataupun pengalaman orang lain. Seorang
penulis cerpen memperlakukan pengalaman itu sesuai dengan emosi dan nuraninya sendiri, memilih
dan merangkai kata-kata yang mengandung unsur emosi agar mampu membangkitkan suasana
”emosi”, agar terasa tidak hambar dan menarik. Memilih kata-kata memerlukan kemampuan yang
apik dan kreatif. Kata-kata atau ungkapan yang dipilih adalah kata-kata yang mempribadi, dibiarkan
mengalir apa adanya agar tercipta sebuah karya yang segar, menarik, dan alamiah.
2. Menelaah Teks Cerita Pendek Berdasarkan Struktur dan Kaidah
Menulis karangan jarang yang bisa sekali jadi. Aada saja kesalahan atau kekeliruan yang harus
diperbaiki, baik itu berkaitan dengan isi tulisan, sistematikanya, keefektifan kalimat, kebakuan kata,
ataupun ejaan/tanda bacanya. Oleh karena itu, peninjauan ulang atau langkah penyuntingan atas
karangan yang telah dibuat merupakan sesuatu yang penting dilakukan. Berikut beberapa persoalan
yang diperhatikan berkenaan dengan penyempurnaan karangan.
a. Mengemukakan ide yang tepat dalam karangan.
b. Memperbaiki sistematika penulisan, misalnya uraian yang bolak-balik dan banyaknya
pengulangan akan menjadikan karangan tidak menarik dibaca.
c. Menyederhanakan karangan yang bertele-tele atau mengembangkan jarangan yang terlalu
sederhana.
d. Menggunakan bahasa yang baik, kalimat yang efektif, kejelasan makna kata-katanya. Dalam hal
ini, buku ejaan dan tata bahasa dan kamus diperlukan untuk dijadikan rujukan, terutama ketika
ingin memastikan kebenaran atau ketepatan penggunaan bahasa.

Evaluasi Kompetensi Siswa 4


A. Berilah tanda silang (X) pada huruf a, b, c, d, atau e di depan jawaban yang benar!
Bacalah teks berikut untuk menjawab soal nomor 1–5!
... Akibat rasa kaget yang luar biasa, Gendari merasakan perutnya sakit tiada terkira. Bercak darah
mulai merembes dari balik kain panjangnya, disusul sesuatu berwarna hitam, kental dan berbau amis.
Kiranya Gendari telah melahirkan.
Namun, bukan jabang bayi yang keluar, melainkan segumpal daging yang berdenyut-denyut dan
bergerak-gerak mengerikan. Mengetahui hal demikian, Gendari menjerit histeris. Ia merasa sangat
terpukul dan kecewa. Dengan marah ia menendang apa pun di hadapannya. Mulutnya tak henti
meracau, mengutuk para dewa, menyumpah-serapahi suaminya, juga mencaci-maki Pandu dan Dewi
Kunti.
Gendari menangis menggerung-gerung. Suaranya terdengar hingga ke telinga Resi Abyasa yang
kebetulan lewat di sekitar kaputren. Dengan kesaktian yang dimilikinya, sang resi segera paham apa
yang sedang terjadi. Perlahan Resi Abyasa mendekati Gendari, lalu membisikinya dengan kalimat
menenangkan, "Bersabarlah, Nakmas Ayu. Apa pun bentuknya, segumpal darah ini adalah putra-
putramu. Lihatlah!" ...
1. Pernyataan yang benar tentang kutipan cerita tersebut adalah ....
a. Menurut ciri-cirinya, kutipan cerita tersebut adalah cerita rakyat mite/mitos.
b. Kutipan cerita tersebut adalah legenda karena terdapat kemustahilan di dalamnya.
c. Tokoh-tokoh dalam kutipan cerita tersebut adalah tokoh dalam cerita pewayangan.
d. Latar istana sentris sangat dominan dalam kutipan cerita hikayat tersebut.
c. Kutipan cerita tersebut merupakan cerita pelipur lara karena ceritanya mengharukan.
2. Hal yang ditonjolkan dalam kutipan cerita tersebut adalah ...
a. amanat d. alur/ plot
b. point of view e. latar/ setting
c. penokohan
3. Kutipan tersebut menunjukkan ... dalam cerita.
a. alur
b. suspens
c. klimaks
d. antiklimaks
e. latar
4. Kutipan cerita tersbut menggunakan alur ....
a. progresif
d. regresif
b. campuran
e. sorot balik
c. loncat
5. Cerita tersebut diadaptasi dari ....
a. cerita babad (genre sastra jawa, karya”nya babad mengandung campuran, mitos, sejarah.
Sebagian besar babad ditulis dalam macapat.)
b. cerita panji (
c. cerita mite
d. cerita sage
c. cerita legenda
6. Pernyataan yang tidak benar tentang perbedaan cerita novel dengan cerita pendek adalah ....
a Tokoh dalam cerita pendek mengalami perubahan nasib .
b. Hanya terdapat satu masalah pokook dalam cerita.
c. Tokoh-tokoh cerita novel dideskripsikan secara lengkap.
d. Klimaks cerita novel cenderung lambat dan kompleks.
c. Tokoh dalam cerita novel mengalami perubahan nasib .
7. Berikut yang bukan merupakan ciri-ciri cerpen adalah ....
a. jalan ceritanya pendek
b. memiliki jumlah sekitar 10.000 kata
c. berasal dari kehidupan sehari-hari
d. penggambaran semua kisah tokohnya
e. permasalahan cerita sangat dalam dan kompleks
8. Penulis mulai memperkenalkan tokoh-tokoh, dan latar yang ada di dalam cerita. Hal ini termasuk
dalam tahapan alur....
a. perkenalan
b. pemunculan masalah
c. menuju konflik
d. ketegangan
e. penyelesaian

Perhatikan pernyataan-pernyataan berikut untuk menjawab soal nomor 9 dan 10


(1) Pengarang menggambarkan watak-watak tokoh dengan mendeskripsikan wataknya secara
langsung.
(2) Teknik ini sangat sederhana karena tidak membutuhkan banyak deskripsi,
(3) Tokoh dihadirkan ke hadapan pembaca dengan tegas, tidak berbelit-belit.
(4) Pembaca tidak perlu berpikir lagi akan watak tokoh tersebut
(5) Pengarang tetap memperhatikan, mempertahankan, dan mencerminkan konsistensi karakter dan
pola kedirian setiap tokoh.
9. Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut, hal yang dibahas adalah teknik penokohan ….
a. analitik d. psikis
b. dramatik e. sederhana
c. fisik
10. Kekurangan dari teknik penokohan tersebut adalah ....
a. terdapat konsistensi dalam pemberian sifat dan watak tokoh
b. terdapat konsistensi dalam pemberian sikap dan peilaku tokoh
c. terdapat konsistensi dalam dan perkataan/dialog tokoh
d. kecil kemungkinan terjadi salah tafsir oleh pembaca
e. pembaca tidak ikut aktif berpikir dan menafsirkan karakter tokoh cerita
11. Cermatilah pernyataan berikut!
Pengarang menampilkan tokoh secara tidak langsung atau tidak mendeskripsikan secara
eksplisit sifat dan serta tingkah laku tokoh sehingga pembaca harus menafsirkan sendiri setiap
bentuk ucapan, pikiran, perbuatan, bentuk fisik, lingkungan, reaksi, ucapan, dan pendapat karakter
tersebut. Peengarang membuat setiap tokoh memperlihatkan karakter-karakternya melalui tingkah
laku, peristiwa yang terjadi, dan lain sebagainya. Hal-hal seperti kejadian-kejadian yang terjadi di
sebuah karya fiksi tidak hanya untuk memperkembangkan plot, tetapi menceritakan pendirian
masing-masing tokoh. Teknik penokohan ini lebih efektif karena berfungsi ganda, kaitan yang erat
antara berbagai unsur fiksi seperti contoh plot, latar, dan sebagainya. Teknik ini lebih realistik,
sangatlah mungkin tokoh berubah karakternya karena pengaruh lingkungan baru, teman baru,
pekerjaan, dan lainnya.
Berdasarkan pernyataan tersebut, hal yang dibahas adalah ....
a. teknik penokohan analitik
b. teknik penokohan dramatik
c. teknik penokohan fisik
d. teknik penokohan psikis
e. teknik penokohan sederhana
12. Faktor-faktor dari dalam diri pengarang yang memengaruhi dalam menulis cerita disebut ....
a. latar belakang pengarang
b. unsur ekstrinsik cerita
c. sudut pandang pengarang
d. kondisi sosial pengarang
e. latar belakang masyarakat
13. Faktor-faktor di dalam lingkungan sosial yang memengaruhi dalam menulis/mengarang sebuah
karya disebut ....
a. latar belakang pengarang
b. unsur ekstrinsik cerita
c. sudut pandang pengarang
d. kondisi sosial pengarang
e. latar belakang masyarakat
Bacalah teks berikut untuk menjawab soal nomor 14 dan 15!
Pagi itu, aku sedang berjalan menghirup udara segar. Tanpa sengaja, aku melihat seorang anak
kecil sedang mengorek-ngorek tong sampah. Kudengar anak itu berkata dengan lemah. ”Ibu, Ayah,
mengapa engkau tidak membawa Igun bersamamu? Aku lapar, Bu. Aku haus, Ayah. Kepada siapa
Igun harus meminta? Ke mana Igun harus mencari? Rupanya anak itu bernama Igun.
14. Sudut pandang yang digunakan pengarang dalam kutipan cerita tersebut yaitu ....
a. orang pertama pelaku sampingan
b. orang pertama pelaku utama
c. orang ketiga mahatahu
d. orang ketiga di luar cerita
e. orang ketiga di dalam cerita
15. Latar yang menonjol dalam kutipan cerita tersebut adalah ....
a. waktu
b. tempat
c. sosial
d. suasana
e. budaya
Perhatikan teks berikut untuk menjawab soal nomor 16–18!
(1) Gelap! (2) Hitam pekat, tiada warna, tiada cahaya. (3) Itulah pemandangan yang selalu
menemaniku di setiap hari. (4) Memang tidak mudah untuk terbiasa dengan kegelapan, tanpa celah
bagi cahaya untuk masuk. (5) Aku benci keadaanku ini.
16. Teks cerita tersebut bercerita tentang ....
a. tokoh cerita yang tidak mempunyai pekerjaan
b. tokoh cerita yang tidak dapat menggerakkan tubuhnya karena sakit
c. tokoh cerita yang tidak dapat membaca sehingga miskin ilmu
d. tokoh cerita yang tidak dapat mendengar (tunarungu)
e. tokoh cerita yang tidak dapat melihat (tunanetra)
17. Latar suasana sedih yang paling menonjol ditunjukkan oleh diksi dalam kalimat ....
a. (1), (2), dan (3)
b. (1), (2), dan (5)
b. (1), (3), dan (5)
c. (2), (3), dan (4)
e. (3), (4), dan (5)
18. Gaya pengisahan dalam cerita tersebut adalah ....
a. diaan
b. diaan mahatahu
c. diaan terbatas
d. akuan
e. akuan dan diaan

Perhatikan teks berikut untuk menjawab soal nomor 19 dan 20!


... Pada suatu pagi ketika hendak bekerja Elisa melihat kakek tua yang terjatuh saat berjalan. Kakek
tua itu tampaknya sangat lelah sehingga tersungkur. Elisa segera membantu kakek tersebut dan
mengobati luka kakek. Setelah cukup beristirahat Elisa menawarkan untuk mengantarkan si kakek.
Akan tetapi, kakek itu menolak ...
19. Nilai yang ditonjolkan dalam kutipan cerita tersebut adalah ....
a. nilai religius
b. nilai sosial
c. nilai moral
d. nilai pendidikan
e. nilai ekmonomi
20. Karakter yang tidak sesuai dengan tokoh Elisa dalam kutipan cerita tersebut adalah ....
a. penolong
b. penyabar
c. jujur
d. rendah hati
e. bertanggung jawab
21. Nilai yang menjelaskan sifat baik dan buruknya perilaku tokoh cerita adalah ....
a. nilai agama
b. nilai moral
c. nilai sosial
d. nilai budaya
e. nilai pendidikan

Bacalah kutipan cerita berikut untuk menjawab soal nomor 22 dan 23!
Betapa juga ayah adalah orang tuaku. Jadi, aku mengalah pada keteguhan sikap ayah. Rela setiap
kali beli baterai dan nyetrum aki, dan rela menerima celoteh orang sekampung yang tiada hentinya.
22. Latar suasana dalam kutipan cerita tersebut menonjolkan ....
a. konflik verbal antartokoh
b. konflik pikiran tokoh
c. konflik psikis tokoh
d. konflik fisik antartokoh
e. konflik batin tokoh
23. Nilai yang ditonjolkan dalam kutipan cerita tersebut adalah ....
a. nilai agama
b. nilai moral
c. nilai sosial
d. nilai budaya
e. nilai pendidikan
24. Nilai yang berkenaan penggunaan akal/pikiran dengan penggambaran sikap, pola pikir, cara
berbicara, pengambilan tindakan atau keputusan saat tokoh cerita menyelesaikan masalah disebut
nilai....
a. agama d. budaya
b. moral e. pendidikan
c. sosial
Bacalah kutipan cerita berikut untuk menjawab soal nomor 25 dan 26!
Lampu di beranda depan rumah sudah dipasang ibu. Zulbahri juga bercerita, kadang-kadang
lambat, tetapi sering cepat-cepat. Angin mendesir-desirkan daun-daun jarak. Bulan semakin terang.
Zulbahri berhenti bicara. Dari kantongnya dikeluarkan sehelai kertas, diberikan kepada ayah. Air teh
yang disediakan ibu, tidak disinggung-singgungnya. Ia berdiri dengan merunduk, lalu meninggalkan
kami.
25. Latar yang sesuai dengan kutipan cerita tersebut adalah ....
a. tengah malam di pinggir sungai
b. fajar hari di sebuah ruang makan
c. selepas magrib di sebuah teras rumah
d. senja hari di taman depan rumah
e. menjelang pagi di depan sebuah rumah
26. Majas yang menonjol dalam kutipan cerita tersebut adalah ....
a. perumpamaan d. hiperbola
b. metafora e. ironi
c. personifikasi
27. Kebahasaan di dalam teks cerpen yang berfungsi untuk meningkatkan efek makna,
memperkenalkan dan membandingkan suatu hal dengan hal lain yang lebih umum. hal ini mengacu
pada pengertian ....
a. diksi cerpen d. ragam bahasa cerpen
b. kosakata cerpen e. gaya bahasa cerpen
c. gaya pengisahan cerpen

28. Cermatilah teks berikut!


Segala sesuatu tentangnya sudah tampak berubah sekarang. Tampilannya rapi dan sopan.
Bahkan, ia menjadi ramah, murah senyum, dan acuh terjadap orang-orang di sekitarnya. Mata
yang dulu sembab dan tak jarang berubah merah menyalak sudah sirna. Hanya aura kebahagiaan
yang menyelimutinya.
Kebahasaan yang dominan digunakan dalam kutipan teks cerita pendek tersebut adalah ....
a. kalimat tidak langsung
b. descriptive language
c. kalimat bermakna lampau
d. figurative language
e. kalimat imperatif
29. Figurative language merupakan istilah untuk ....
a. diksi d. majas
b. kosakata e. gaya bahasa
c. gaya pengisahan
30. Berikut yang bukan merupakan contoh peribahasa adalah ....
a. air beriak tanda tak dalam
b. adat pasang turun naik
c. bagaikan abu di atas tanggul
d. berjuang sampai titik darah penghabisan
e. menang jadi arang, kalah jadi abu

B. Lengkapilah pernyataan-pernyataan berikut dengan jawaban yang tepat!


1. Cerita pendek yang tokoh-tokohnya binatang untuk meberikan pelajaran moral adalah ….
# Fabel
2. Genre cerita pendek yang berbentuk khayalan, angan-angan atau imajinasi pengarang yang
diceritakan dalam alur normal, sedikit dilebihkan dalam yang semua unsur ceritanya sehingga
terkesan tidak realistis adalah ….
# Cerita Fantasi
3. Cerita tentang kepahlawanan, misalnya Ramayana dan Mahabharata termasuk dalam jenis
#Epos atau Wiracarita
4. Teknik penokohan secara langsung dan sederhana dalam cerita disebut ….
# Tehnik Penokohan analitik
5. Nilai yang berkenaan dengan kebiasaan, tradisi - adat istiadat yang pada suatu daerah disebut ….
# Nilai budaya
6. Gagasan dasar yang melatarbelakangi keseluruhan masalah cerita adalah ….
# Tema
8. Tingkat pendidikan, keyakinan, latar budaya dan sosial pengarang termasuk …cerita.
# Unsur Eksrinsik
9. Perbedaan karakter tokoh-tokoh cerita akan membangun … cerita.
# Konflik
7. Pelajaran yang dapat dipetik pembaca setelah membaca suatu cerita pendek disebut ….
# Amanat Cerita
10.Amanat sebuah cerita pendek biasanya dapat diambil dari struktur bagian ….
#Koda

C. Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut dengan singkat dan jelas!


1. Sebutkan ciri-ciri teks cerita pendek!
 Memiliki alur tunggal dan lurus.
 Penokohan begitu sederhana,singkat serta tak mendalam.
 Memiliki bentuk tullisan yang padat, singkat, dan lebih pendek dibanding novel.
 Sumber cerita berasal dari kehidupan sehari-hari.
 Tulisannya kurang dari 10.000 kata

2. Jelaskan struktur teks cerpen secara umum!


 Pengenalan situasi cerita (exposition, orientation)
Dalam bagian ini, pengarang memperkenalkan para tokoh, menata adegan dan hubungan
antartokoh.
 Pengungkapan peristiwa (complication)
Dalam bagian ini disajikan peristiwa awal yang menimbulkan berbagai masalah, pertentangan,
ataupun kesukaran-kesukaran bagi para tokohnya.
 Menuju pada adanya konfik (rising action)
Dalam bagian ini terjadi peningkatan perhatian kegembiraan, kehebohan, ataupun keterlibatan
berbagi situasi yang menyebabkan bertambahnya kesukaran tokoh.
 Puncak konfik/Klimaks (turning point)
Inilah bagian cerita yang paling besar dan mendebarkan. Pada bagian ini pula, ditentukannya
perubahan nasib beberapa tokohnya. Misalnya, apakah dia kemudian berhasil menyelesaikan
masalahnya atau gagal.
 Penyelesaian (ending atau koda)
pada bagian ini berisi penjelasan tentang sikap ataupun nasib-nasib yang dialami tokohnya setelah
mengalami peristiwa puncak itu. Namun ada pula, cerpen yang penyelesaian akhir cerita diserahkan
kepada imaji pembaca. Jadi, akhir ceritanya itu dibiarkan menggantung, tanpa ada penyelesaian.

3. Sebutkan unsur-unsur intrinsik cerpen!


a. Tema
tema merupakan ide atau gagasan dasar yang melatarbelakangi keseluruhan cerita yang ada
dari cerpen. Tema suatu cerita menyangkut segala persoalan, di antaranya masalah kemanusian,
kekuasaan, kasih sayang, dan kecemburuan. Cara menentukan tema adalah dengan mencari apa
yang dibahas dalam teks cerpen tersebut.
b. Amanat
Amanat adalah pesan moral atau pelajaran yang dapat kita petik dari cerita pendek tersebut. Di
dalam suatu cerpen, amanat biasanya tidak ditulis secara langsung, melainkan tersirat dan akan
bergantung sesuai pemahaman pembaca akan cerita pendek tersebut.
c. Penokohan
Penokohan merupakan cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-
tokoh dalam cerita. Adapun penggambaran karakteristik tokoh sebagai berikut.
d. Alur
Alur adalah urutan jalan cerita dalam cerpen yang disampaikan oleh penulis. Dalam
menyampaikan cerita, ada tahapan” alur yang disampaikan oleh sang penulis antara lain tahap
perkenalan, tahap penanjakan, tahap klimaks, anti klimaks, dan tahap penyelesaian.
e. Latar
Latar (setting) meliputi tempat, waktu, dan budaya yang digunakan dalam suatu cerita. Latar
dalam suatu cerita bisa bersifat faktual maupun imajinatif. Latar berfungsi memperkuat atau
mempertegas keyakinan pembaca terhadap jalannya cerita.

f. Sudut pandang
Sudut pandang merupakan strategi yang digunakan oleh pengarang cerpen untuk menyampaikan
ceritanya. Baik itu sebagai orang pertama, kedua, ketiga. Bahkan acapkali para penulis
menggunakan sudut pandang orang yang berada di luar cerita.

G. Gaya bahasa
Dalam cerita, penggunaan bahasa berfungsi untuk menciptakan suatu nada atau suasana
persuasif serta merumuskan dialog yang mampu memperlihatkan hubungan dan interaksi antara
sesama tokoh. Kemampuan sang penulis mempergunakan bahasa secara cermat dapat
menjelmakan suatu suasana yang berterus terang atau satiris, simpatik atau menjengkelkan,
objektif atau emosional.

4. Apakah yang dimaksud dengan amanat?


Amanat adalah pesan moral atau pelajaran yang dapat kita petik dari cerita pendek tersebut. Di
dalam suatu cerpen, amanat biasanya tidak ditulis secara langsung, melainkan tersirat dan akan
bergantung sesuai pemahaman pembaca akan cerita pendek tersebut.

5. Tulislah teknik-teknik yang digunakan pengarang dalam menggambarkan karakter tokoh cerita!
 Teknik analitik langsung
Pengarang menuliskan langsung watak tokoh dalam penulisanya
Hasan tersenyum pahit. Dilihatnya tangan dan jari-jarinya. Tulang bersalut kulit semata. Diraba
pipinya, cekung. Pernah badannya berat 58 kilo. Minggu yang lalu cuma 47 kilo lagi.
 Teknik dramatikal yaitu pengarang tidak secara langsung menuliskan watak tokoh melainkan
menggunakan beberapa cara, yaitu penggambaran fisik dan perilaku tokoh, penggambaran
lingkungan kehidupan tokoh, penggambaran tata kebahasaan tokoh, pengungkapan jalan pikiran
tokoh, penggambaran tokoh oleh tokoh lain, dan cara tokoh menyelesaikan masalah

6. Sebutkan jenis-jenis sudut pandang/gaya pengisahan yang digunakan dalam teks cerita!
Sudut pandang orang pertama atau sudut pandang akuan (menggunakan kata ganti saya, aku,
beta, dll). Sudut pandang pertama terbagi menjadi 2 yaitu sudut pandang akuan sertaan (pelaku
utama) yaitu orang pertama sebagai pelaku utama dan merupakan tokoh yang terlibat dalam
masalah serta sudut pandang akuan tidak sertaa (pelaku sampingan) yaitu orang pertama
sebagai pelaku sampingan
 Sudut pandang orang ketiga atau sudut pandang diaan (menggunakan kata ganti,dia, mereka,
atau menggunakan nama tokoh, dll). Sudut pandang orang ketiga terbagi menjadi 2 yaitu sudut
pandang diaan serbatahu yaitu mengetahui segala hal seluk beluk tentang si tokoh yang
diceritakan dan sudut pandang diaan terbatas yaitu hanya menyampaikan apa adanya.

7. Bacalah kutipan cerpen berikut!


Pagi ini cuaca begitu cerah sehingga dapat mengubah suasana jiwaku yang penat karena
setumpuk tugas yang terbengkelai menjadi teringankan. Namun, sekarang aku harus mulai
bangkit dari tidurku dan bergegas untuk mandi karena pagi ini aku harus bekerja keras.
Jelaskan sudut pandang/gaya pengisahan dalam teks cerita tersebut!
# Sudut pandang orang pertama pelaku utama

8. Apakah yang dimaksud sudut pandang orang ketiga serbatahu?


# dalam sudut pandang ini, si penulis tidak hanya menceritakan satu tokoh saja, melainkan semua
tokoh yang ada di dalam ceritanya.

9. Jelaskan pengertian plot klimaks dan antiklimaks dalam cerita!


# Plot klimaks atau disebut juga dengan turning point adalah puncak dari sebuah konflik. Klimaks
merupakan tahap di mana permasalahan atau ketegangan berada pada titik paling puncak. Sedangkan
plot antiklimaks merupakan tahap dimana konflik mulai menurun. Pada tahap ini masalah mulai dapat
diatasi dan ketegangan berangsur-angsur menghilang.

10. Sebutkan unsur-unsur ekstrinsik suatu cerita/prosa!


- Latar belakang masyarakat
Latar belakang masyarakat adalah hal yang mendasari seorang penulis membuat sebuah
cerpen yang mana menyangkut kondisi lingkungan masyarakat. Ada beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi penulis antara lain ideologi negara, kondisi politik, kondisi
sosial, dan kondisi ekonomi
- Latar belakang pendidikan
Latar belakang pendidikan penulis misal dari apabila penulis memiliki latar belakang
pendidikan kedokteran, ia akan membuat cerita atau karya yang memiliki topik seputar
kesehatan.
- Latar belakang penulis
Latar belakang penulis adalah faktor yang ada dalam diri penulis sehingga mendorong
penulis dalam membuat cerpen. Ada beberapa faktor latar belakang penulis antara lain
riwayat hidup penulis, kondisi psikologis, dan aliran sastra penulis
- Nilai-nilai yang terkandung dalam cerpen meliputi nilai agama, nilai sosial, nilai moral,
nilai budaya, dan nilai pendidik

Perbaikan
Suatu hari Roro Mendut bertemu Pranacitra yang selalu mencarinya. Mereka pun berencana untuk
melarikan diri. Sesampainya di kerajaan, Roro mendut pun menceritakan ihwal pertemuannya dengan
Pranacitra dan rencana mereka untuk melarikan diri dari kerajaan Mataram kepada dua orang selir
Tumenggung Wiraguna yang tidak setuju Tumenggung menambah selir lagi. Namun sayang, usaha
mereka diketahui oleh pengawal kerajaan. Roro Mendut pun dibawa kembali ke kerajaan.
Roro Mendut meronta-ronta. Dan saat tangannya terlepas dari genggaman Tumenggung
Wiraguna, secepat kilat ia menyambar keris milik Tumenggung Wiraguna dan segera berlari ke
makam Pranacitra. Tumenggung Wiraguna berusaha menyusul untuk menghentikan Roro Mendut.
Tetapi terlambat, Roro Mendut telah menancapkan keris itu ke tubuhnya, dan ia pun roboh di atas
makam Pranacitra.
Tumenggung Wiraguna sangat menyesal. Seandainya ia tidak memaksa Roro Mendut menjadi
selirnya, tentu ia tak akan bunuh diri. Sebagai ungkapan penyesalannya, maka ia pun memakamkan
Roro Mendut satu liang dengan Pranacitra.
Sumber: http://menujukeluargaindah.blogspot.com/2013/01/roro-mendut-ceritarakyat-jawa-
tengah.html dengan pengubahan
1. Sebutkan tokoh/pelaku cerita dalam kutipan cerpen tersebut!
2. Jelaskan latar dalam kutipan cerpen tersebut!
3. Jelaskan gaya pengisahan dalam kutipan cerpen tersebut!
4. Uraikan masalah yang terdapat dalam kutipan cerpen tersebut!
5. Jelaskan nilai-nilai yang terkandung dalam kutipan cerpen tersebut!

Pengayaan
Identifikasilah struktur, unsur-unsur pembangun, dan nilai-nilai dalam teks cerita berikut!

Ketika Jaka Kendil Merajuk


oleh: Lilik Fatimah Azzahra
Belakangan ini anakmas kesayangan Simbok, si Jaka Kendil, merajuk. Ia bilang ke Simbok
kepingin menikah, tapi oleh Simbok tidak digubris. Bukan apa-apa, Simbok merasa kurang sreg
saja sebab calon istri yang diinginkan oleh Jaka Kendil adalah putri seorang Akuwu. Jelas
Simbok tidak berani. Simbok merasa minder. Ketidakberanian Simbok itulah yang membuat
Jaka Kendil purik, tidak mau makan.
Jaka Kendil membuang muka setiap kali simbok menyendukkan nasi di atas piringnya. Ia
tdak mau melirik ke arah nasi itu. Namun, diam-diam ia menyembunyikan ubi benem di balik
selimutnya. Nanti begitu Simbok pergi, baru ia habiskan ubi benem itu dengan lahap.
Jaka Kendil juga menolak dijagongi Simbok. Ia lebih suka nangkring di atas pohon mangga,
berlama-lama duduk di sana sembari membayangkan wajah cantik putri Akuwu yang
ditaksirnya.
Melihat putra kesayangan merajuk seperti itu, hati Simbok merasa gundah. Lalu curhatlah
Simbok kepada teman sejawatnya, Yu Jum, yang sama-sama berprofesi sebagai buruh
penumbuk padi.
"Yu, kalau anakmu ngambek, apa yang kamu lakukan?" Simbok berbasa-basi sembari
memasukkan serumpun padi ke dalam lumpang. Yu Jum perlahan meletakkan alunya.
"Anakku tidak pernah ada yang purikan, tuh, Mbok. Semua manut-manut saja."
"Wah, enak kalau begitu. Lah, ini, Si Jaka Kendil, purik minta kawin."
"Kawinkan saja dia, Mbok. Kan beres urusannya."
"Tidak bisa semudah itu, Yu. Sebab yang diincar si Jaka itu putri seorang Akuwu."
Yu Jum tertawa. Suara tawanya terdengar cempreng. Beberapa ekor burung yang hinggap
di atap pondok sampai kaget dan giras mabur.
"Bantu mencari jalan keluarnya, Yu. Aku khawatir, sebab si Jaka Kendil itu kalau ngambek
tidak mau makan nasi selama berhari-hari."
Yu Jum seketika menghentikan tawanya. Perempuan kurus berkulit hitam kecokelatan itu
tercenung.
"Wah, sudah gawat itu, Mbok. Harus segera diambil tindakan. Ayolah, lamar saja putri
Akuwu itu. Daripada nanti anakmu gering."
***
Menunggu kepulangan Simbok dari sawah, membuat mata Jaka Kendil terkantuk-kantuk.
Apalagi sejak ia ngambek tidak mau makan, Simbok jadi jarang menanak nasi. Alhasil, ia harus
repot-repot mbenem ubi ke dalam abu tungku yang masih menyala.
Derit pintu membuatnya turun dari ambin. Dilihatnya Simbok sudah berdiri di ambang pintu
dengan wajah sumringah.
"Tole, sore ini juga, Simbok akan melamar putri Akuwu sesuai dengan keinginanmu,"
Simbok berkata dengan riang. Jaka Kendil terperangah. Ia sedikit kaget. "Sudah jangan
melongo begitu. Ayo segera berbenah," Simbok menepuk pundak Jaka Kendil perlahan. Tentu
saja hati anakmas Jaka Kendil teramat girang. Tanpa menunggu perintah dua kali, ia bergegas
menukar pakaian.
***
Akuwu memiliki tiga orang putri. Ketiganya cantik-cantik. Tapi Simbok tidak tahu putri yang
mana yang diinginkan Jaka Kendil.
Keluarga Akuwu menyambut kedatangan tamu tak diundang itu dengan terheran-heran.
Apalagi kalau bukan karena penampilan Simbok dan Jaka Kendil. Simbok terlihat begitu ndeso
dan miskin. Demikian juga Jaka Kendil, ia amat bogel, perutnya jemblung semirip tempayan
yang biasa dipakai oleh Ibu-ibu untuk menyimpan air. Wajahnya jauh dari kata tampan.
Mulutnya lebar. Hidungnya ambles.
Namun begitu, keluarga Akuwu tidak kuasa mengusir mereka. Keluarga terpandang itu tetap
menerima Simbok dan anaknya secara baik-baik. Bahkan, ketiga putri cantik diminta untuk
bertemu muka dengan Jaka Kendil. Meski apa yang dilakukan Akuwu itu hanya sekadar basa-
basi. Sebab sang Akuwu tahu, ketiga putrinya tidak bakal ada yang mau menerima pinangan
pemuda buruk rupa itu.
Siapa juga yang sudi menikah dengan lelaki bogel, jelek dan dekil seperti itu? Tidak. Akuwu
sendiri tidak akan rela melepaskan salah satu putrinya dipersunting oleh orang yang sungguh
jauh dari impiannya.
Benarlah. Putri sulung tanpa menunggu lama segera mengangkat tangan disertai gelengan
kepala, pertanda bahwa ia menolak pinangan Jaka Kendil. Putri kedua pun melakukan hal
yang sama.
Mata Simbok sudah berkaca-kaca. Hatinya sungguh sedih dan malu atas penolakan kedua
putri Akuwu itu. "Sudah kubilang, kan, Le. Jangan seperti pungguk merindukan bulan," Simbok
mulai terisak. Jaka Kendil segera memeluk pundak Simboknya, mencoba menenangkan
perempuan tua yang sudah mengasuhnya itu.
"Masih ada seorang putri yang belum memberikan jawabannya, Mbok. Jadi jangan
menyerah," Jaka Kendil membisiki Simboknya.
Putri ketiga, tidak bersikap seperti kedua kakaknya. Putri itu hanya diam membisu. Menatap
Simbok dan Jaka Kendil secara bergantian.
"Den Ayu tidak usah sungkan memberi jawaban. Kami ini memang orang miskin dan anak
saya, si Jaka Kendil ini, memang ditakdirkan buruk rupa. Meski begitu, saya sangat
menyayanginya," Simbok beringsut dari duduknya. Menatap Jaka Kendil dengan pandangan
kasih seorang Ibu.
Di luar langit mendadak tersapu mendung. Simbok berdiri dari duduknya diikuti oleh Jaka
Kendil. Keduanya ingin segera pamit pulang. Ibu dan anak itu sudah kehilangan harap.
Namun yang terjadi selanjutnya sungguh di luar dugaan. Putri bungsu nan jelita itu
mendekati Jaka Kendil. Tangannya yang halus terulur. Dengan senyum mengembang sang
putri berkata, "Kangmas, aku menerima pinanganmu."
Jlegeerrr!
Petir menyambar disertai hujan deras mengguyur. Tubuh bogel dan dekil di hadapan
keluarga Akuwu mendadak sirna. Tubuh itu beralih rupa menjadi seorang pangeran tampan.
Kiranya, ketulusan cinta sang putri telah membebaskan Jaka Kendil dari kutukan.
Simbok pun menangis lagi. Tapi kali ini menangisnya Simbok karena bahagia.
***
Sumber: https://www.kompasiana.com/elfat67/59a3e751201ebd3fe261f312/dongeng-
ketika-jaka-kendil-merajuk

PERBAIKAN
1. Tokoh/pelaku cerita dalam kutipan sinopsi tersebut adalah Roro Mendut, Prancitra, dan
Tumenggung Wiraguna
2. Latar:
a. Tempat : kerajaan, makam Pranacitra
b. Waktu : -
c. Suasana : sedih, haru, tragis
d. Sosial/budaya : kehidupan di lingkungan kerajaan pada zaman dahulu
3. Gaya pengisahan dalam kutipan sinopsis tersebut menggunakan sudut pandang orang ketiga/diaan
mahatahu.
4. Masalah atau konflik yang terdapat dalam kutipan sinopsis tersebut adalah kawin paksa dan
kesewenang-wenangan penguasa/orang yang punya jabatan tinggi.
5. Nilai-nilai yang terkandung dalam kutipan sinopsis tersebut adalah
a. Nilai moral: Karakter antagonis Tumenggung Wiraguna yang memaksakan kehendaknya
walaupun melewati batas keajaran.
c. Nilai pendidikan: Sikap yang ditunjukkan oleh tokoh tumenggung Wiraguna menjadi tanda bahwa
penggunaan akal/pikiran dengan pilihan pengetahuan yang ada di sekitarnya bermutu rendah.
d. Nilai budaya: Kebiasaan, tradisi atau adat istiadat yang berlaku di suatu daerah pada zaman dahulu
yang menunjukkan bahwa penguasa mempunyai otoritas kekuasaan yang mutlak dalam segala
hal.
e. Nilai sosial: Hubungan yang terlalu marjinal, ada garis tegas yang menjadi diskriminasi hak antara
rakyat jelata dengan orang-orang istana/kerajaan.
PENGAYAAN
Identifikasi Struktur
Ketika Jaka Kendil Merajuk
oleh: Lilik Fatimah Azzahra
Orientasi
Belakangan ini anakmas kesayangan Simbok, si Jaka Kendil, merajuk. Ia bilang ke Simbok kepingin
menikah, tapi oleh Simbok tidak digubris. Bukan apa-apa, Simbok merasa kurang sreg saja sebab
calon istri yang diinginkan oleh Jaka Kendil adalah putri seorang Akuwu. Jelas Simbok tidak
berani. Simbok merasa minder. Ketidakberanian Simbok itulah yang membuat Jaka Kendil purik,
tidak mau makan.
Komplikasi
Jaka Kendil membuang muka setiap kali simbok menyendukkan nasi di atas piringnya. Ia tdak mau
melirik ke arah nasi itu. Namun, diam-diam ia menyembunyikan ubi benem di balik selimutnya.
Nanti begitu Simbok pergi, baru ia habiskan ubi benem itu dengan lahap.
Jaka Kendil juga menolak dijagongi Simbok. Ia lebih suka nangkring di atas pohon mangga, berlama-
lama duduk di sana sembari membayangkan wajah cantik putri Akuwu yang ditaksirnya.
Melihat putra kesayangan merajuk seperti itu, hati Simbok merasa gundah. Lalu curhatlah Simbok
kepada teman sejawatnya, Yu Jum, yang sama-sama berprofesi sebagai buruh penumbuk padi.
"Yu, kalau anakmu ngambek, apa yang kamu lakukan?" Simbok berbasa-basi sembari memasukkan
serumpun padi ke dalam lumpang. Yu Jum perlahan meletakkan alunya.
"Anakku tidak pernah ada yang purikan, tuh, Mbok. Semua manut-manut saja."
"Wah, enak kalau begitu. Lah, ini, Si Jaka Kendil, purik minta kawin."
"Kawinkan saja dia, Mbok. Kan beres urusannya."
"Tidak bisa semudah itu, Yu. Sebab yang diincar si Jaka itu putri seorang Akuwu."
Yu Jum tertawa. Suara tawanya terdengar cempreng. Beberapa ekor burung yang hinggap di atap
pondok sampai kaget dan giras mabur.
"Bantu mencari jalan keluarnya, Yu. Aku khawatir, sebab si Jaka Kendil itu kalau ngambek tidak mau
makan nasi selama berhari-hari."
Yu Jum seketika menghentikan tawanya. Perempuan kurus berkulit hitam kecokelatan itu tercenung.
"Wah, sudah gawat itu, Mbok. Harus segera diambil tindakan. Ayolah, lamar saja putri Akuwu itu.
Daripada nanti anakmu gering."
***
Menunggu kepulangan Simbok dari sawah, membuat mata Jaka Kendil terkantuk-kantuk. Apalagi
sejak ia ngambek tidak mau makan, Simbok jadi jarang menanak nasi. Alhasil, ia harus repot-
repot mbenem ubi ke dalam abu tungku yang masih menyala.
Derit pintu membuatnya turun dari ambin. Dilihatnya Simbok sudah berdiri di ambang pintu dengan
wajah sumringah.
"Tole, sore ini juga, Simbok akan melamar putri Akuwu sesuai dengan keinginanmu," Simbok berkata
dengan riang. Jaka Kendil terperangah. Ia sedikit kaget. "Sudah jangan melongo begitu. Ayo
segera berbenah," Simbok menepuk pundak Jaka Kendil perlahan. Tentu saja hati anakmas Jaka
Kendil teramat girang. Tanpa menunggu perintah dua kali, ia bergegas menukar pakaian.
***
Evaluasi
Akuwu memiliki tiga orang putri. Ketiganya cantik-cantik. Tapi Simbok tidak tahu putri yang mana
yang diinginkan Jaka Kendil.
Keluarga Akuwu menyambut kedatangan tamu tak diundang itu dengan terheran-heran. Apalagi kalau
bukan karena penampilan Simbok dan Jaka Kendil. Simbok terlihat begitu ndeso dan miskin.
Demikian juga Jaka Kendil, ia amat bogel, perutnya jemblung semirip tempayan yang biasa
dipakai oleh Ibu-ibu untuk menyimpan air. Wajahnya jauh dari kata tampan. Mulutnya lebar.
Hidungnya ambles.
Namun begitu, keluarga Akuwu tidak kuasa mengusir mereka. Keluarga terpandang itu tetap menerima
Simbok dan anaknya secara baik-baik. Bahkan, ketiga putri cantik diminta untuk bertemu muka
dengan Jaka Kendil. Meski apa yang dilakukan Akuwu itu hanya sekadar basa-basi. Sebab sang
Akuwu tahu, ketiga putrinya tidak bakal ada yang mau menerima pinangan pemuda buruk rupa
itu.
Siapa juga yang sudi menikah dengan lelaki bogel, jelek dan dekil seperti itu? Tidak. Akuwu sendiri
tidak akan rela melepaskan salah satu putrinya dipersunting oleh orang yang sungguh jauh dari
impiannya.
Benarlah. Putri sulung tanpa menunggu lama segera mengangkat tangan disertai gelengan kepala,
pertanda bahwa ia menolak pinangan Jaka Kendil. Putri kedua pun melakukan hal yang sama.
Mata Simbok sudah berkaca-kaca. Hatinya sungguh sedih dan malu atas penolakan kedua putri Akuwu
itu. "Sudah kubilang, kan, Le. Jangan seperti pungguk merindukan bulan," Simbok mulai terisak.
Jaka Kendil segera memeluk pundak Simboknya, mencoba menenangkan perempuan tua yang
sudah mengasuhnya itu.
"Masih ada seorang putri yang belum memberikan jawabannya, Mbok. Jadi jangan menyerah," Jaka
Kendil membisiki Simboknya.
Resolusi
Putri ketiga, tidak bersikap seperti kedua kakaknya. Putri itu hanya diam membisu. Menatap Simbok
dan Jaka Kendil secara bergantian.
"Den Ayu tidak usah sungkan memberi jawaban. Kami ini memang orang miskin dan anak saya, si
Jaka Kendil ini, memang ditakdirkan buruk rupa. Meski begitu, saya sangat menyayanginya,"
Simbok beringsut dari duduknya. Menatap Jaka Kendil dengan pandangan kasih seorang Ibu.
Di luar langit mendadak tersapu mendung. Simbok berdiri dari duduknya diikuti oleh Jaka Kendil.
Keduanya ingin segera pamit pulang. Ibu dan anak itu sudah kehilangan harap.
Namun yang terjadi selanjutnya sungguh di luar dugaan. Putri bungsu nan jelita itu mendekati Jaka
Kendil. Tangannya yang halus terulur. Dengan senyum mengembang sang putri berkata,
"Kangmas, aku menerima pinanganmu."
Koda
Jlegeerrr!
Petir menyambar disertai hujan deras mengguyur. Tubuh bogel dan dekil di hadapan keluarga Akuwu
mendadak sirna. Tubuh itu beralih rupa menjadi seorang pangeran tampan. Kiranya, ketulusan
cinta sang putri telah membebaskan Jaka Kendil dari kutukan.
Simbok pun menangis lagi. Tapi kali ini menangisnya Simbok karena bahagia.
***
Sumber: https://www.kompasiana.com/elfat67/59a3e751201ebd3fe261f312/dongeng-ketika-jaka-
kendil-merajuk

Anda mungkin juga menyukai