Anda di halaman 1dari 15

KINETIKA REAKSI

KINETIKA REAKSI

A. Tujuan
Mahasiswa mampu menjelaskan kinetika suatu reaksi kimia dan menentukan waktu
kadaluwarsa obat.

B. Dasar Teori
Cabang ilmu kimia yang khusus mempelajari tentang laju reaksi disebut kinetika
kimia. Tujuan utama kinetika kimia adalah menjelaskan bagaimana laju bergantung pada
konsentrasi reaktan dan mengetahui mekanisme suatu reaksi berdasarkan pengetahuan
tentang laju reaksi yang diperoleh dari eksperimen (Oxtoby, 2001). Laju reaksi didefinisikan
sebagai perubahan konsentrasi per satuan waktu. Laju reaksi kimia terlihat dari perubahan
konsentrasi molekul reaktan atau konsentrasi molekul produk terhadap waktu. Laju
reaksi tidak tetap melainkan berubah terus menerus seiring dengan perubahan konsentrasi
(Chang, 2006).
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi adalah sebagai berikut :
1. Konsentrasi
Suatu zat yang bereaksi mempunyai konsentrasi yang berbeda-beda. Konsentrasi
menyatakan pengaruh kepekatan atau zat yang berperan dalam proses reaksi. Semakin
besar nilai konsentrasi, maka laju reaksi akan semakin cepat. Hal ini dikarenakan zat yang
konsentrasinya besar mengandung jumlah partikel yang lebih banyak, sehingga partikel-
partikelnya tersusun lebih rapat, akan sering bertumbukan dibandingkan dengan partikel
yang susunannya renggang, sehingga kemudian terjadinya reaksi semakin besar (Utami,
2009).
2. Suhu
Kenaikan suhu dapat mempercepat laju reaksi karena dengan naiknya suhu, energi
kinetik partikel zat-zat meningkat sehingga memungkinkan semakin banyaknya
tumbukan efektif yang menghasilkan perubahan. Berdasarkan teori tumbukan, reaksi
terjadi bila molekul bertumbukan dengan energi yang cukup besar disebut energi aktivasi.
3. Luas permukaan
Luas permukaan mempercepat laju reaksi karena semakin luas permukaan zat akan
semakin banyak bagian zat yang saling bertumbukan dan semakin besar peluang adanya
tumbukan efektif yang menghasilkan perubahan. Semakin luas permukaan zat dan
semakin kecil ukuran partikel zat, maka reaksi pun akan semakin cepat (Oxtoby, 2001).
4. Katalis
Katalis adalah suatu zat yang berfungsi mempercepat terjadinya reaksi, tetapi pada
akhir reaksi dapat diperoleh kembali. Fungsi katalis adalah menurunkan energi aktivasi
sehingga jika ke dalam suatu reaksi ditambahkan katalis, maka reaksi akan lebih mudah
terjadi (Utami, 2009). Kehadiran katalis dalam suatu reaksi dapat memberikan
mekanisme alternatif untuk menghadirkan hasil reaksi dengan energi yang lebih rendah
dibandingkan dengan reaksi tanpa katalis
Energi pengaktifan yang lebih rendah menunjukkan bahwa jumlah bagian dari
molekul-molekul yang memiliki energi kinetik cukup untuk bereaksi jumlahnya lebih
banyak. Jadi kehadiran katalis adalah meningkatkan adanya tumbukan yang efektif, yang
berarti juga memperbesar laju reaksi (Supardi, 2008). Reaksi kimia terjadi karena adanya
tumbukan yang efektif antara partikel-partikel zat yang bereaksi.
Tumbukan efektif adalah tumbukan yang mempunyai energi cukup untuk
memutuskan ikatan-ikatan pada zat yang bereaksi. Sebelum suatu tumbukan terjadi, partikel-
partikel memerlukan suatu energi minimum yang disebut energi pengaktifan atau energi
aktivasi (Ea). Energi pengaktifan atau energi aktivasi adalah energi minimum yang
diperlukan untuk berlangsungnya suatu reaksi. Ketika reaksi sedang berlangsung akan
terbentuk zat kompleks teraktivasi. Zat kompleks teraktivasi berada pada puncak energi. Jika
reaksi berhasil, maka zat kompleks teraktivasi akan terurai menjadi zat hasil reaksi (Utami,
2009).
Dalam suatu reaksi kecepatan terurainya suatu zat padat mengikuti reaksi orde nol,
orde I ataupun orde II, yang persamaan tetapan kecepatan reaksinya tercantum di bawah ini :
Orde nol
C Dimana :
k= K = tetapan kecepatan reaksi
t
Co = konsentrasi mula-mula zat
Orde I
C = konsentrasi pada waktu t
2,303 Co 2,303 C o
k= log atau k = log X = jumlah obat yang terurai pada waktu t
t C t C o−X
C = Co-X = konsentrasi mula-mula jumlah
Orde II yang terurai pada waktu t
X
k=
C o ( C o− X ) t

Waktu Paro Obat


Waktu paro dihitung dengan rumus :
Co
Orde 0  t1/2 = 0,5
Ko
0,693
Orde 1  t1/2 =
K1
1
Orde 2  t1/2 =
Co. K 2
Persamaan yang menyatakan hubungan antara pengaruh temperatur terhadap
kecepatan reaksi suatu reaksi orde I :
−Ea
log k = log A +
2,303 RT

Dimana :
Ea = tenaga aktivasi (tenaga yang dibutuhkan agar suatu molekul
dapat bereaksi).
K = suatu tetapan yang berhubungan dengan frekuensi tabrakan antar
reaktan-reaktan
R = tetapan gas (2,0 kalori/derajat/molar)
T = temperatur absolut (C0 + 273) K

Penentuan waktu kadaluwarsa


Waktu kadaluwarsa biasanya dihitung dari t90% pada temperatur kamar (k27%). Untuk
reaksi tingkat I (orde I) :

dC / dt = -k C’
Ct t

∫ dC/ C = -k ∫ dt
Co to

ln Ct – ln C o = -k (t-t o)
ln Ct / C o = -kt
ln C o / Ct = kt

Untuk t90%
( 100 ) %
ln = k t90%
( 100−10 ) %
ln 100 / 90 = k t90%
0,105 = k t90%
t90% = 0,105 / k

C. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan :
No Nama Alat Jumlah
.
1. Tabung reaksi 15 buah
2. Rak tabung 1 buah
3. Pipet tetes 1 buah
4. Termometer 1 buah
5. Pro pipet 1 buah
6. Beaker 250 ml 1 buah
7. Pipet ukur 10 ml 1 buah
8. Pipet ukur 5 ml 1 buah
9. Penjepit tabung 1 buah
10. Spektrofotometer 1 buah

Bahan yang digunakan :


No Nama Bahan
.
1. Asetosal
2. Aquadest
3. Alkohol
4. Larutan FeCl3 dalam asam nitrat

D. Cara Kerja

15 tabung reaksi
@10 ml sampel asetosal (0,2 g/L)
5 tabung di suhu 5 tabung di suhu 5 tabung di suhu
percobaan 40⁰ C percobaan 55⁰ C percobaan 70⁰ C

Hentikan reaksi
Ambil sampel pada menit ke
dengan direndam
0, 10, 20, 30, 40
dengan air es

Pembentukan warna dengan 2


tetes FeCl3

Baca di Spektrofotometri
Visibel λ 525 nm

Hitung konsentrasi dengan


persamaan y = 0,128 x + 0,004

Diperoleh data Ct vs t, Log Ct


vs t, 1/Ct vs t

Penentuan orde reaksi, waktu


paro, dan waktu kadaluwarsa

E. Data praktikum dan perhitungan


Penetapan kadar asam salisilat
Absorbansi
t (waktu) 0
40 C 530C 700C
0 menit 0,013 0,028 0,132
10 menit 0,023 0,049 0,167
20 menit 0,094 0,062 0,172
30 menit 0,015 0,078 0,192
40 menit 0,021 0,084 0,212
 Kurva baku y = 0,128x + 0,004

y−0,004 10
 x= . M BM Asam Salisilat = 138
0,128 1000. BM as . salisilat
y−0,004 10
 x= . M
0,128 1000.138
y−0,004
 x= x 7,24 x 10-5
0,128
massa asetosal
 Co = BM asetosal = 180
BM asetosal
0,2 gram
=
180
= 1,11 x 10-3
= 111 x 10-5
Penentuan orde reaksi
Suhu 400C
t (menit) X (molar) Ct = C0 – X (molar) Log Ct (molar) 1/Ct (molar)
0 5,09511 x 10-6 0,001104905 -2,956675104 905,0552748
10 1,07563 x 10-5 0,001094149 -2,960923711 913,9526798
20 5,09511 x 10-5 0,001053954 -2,977178424 948,8081886
30 6,22736 x 10-6 0,001098678 -2,959129755 910,1851699
40 9,62409 x 10-6 0,001095281 -2,960474526 913,0078813

Suhu 530C
t (menit) X (molar) Ct = C0 – X (molar) Log Ct (molar) 1/Ct (molar)
0 1,3587 x 10-5 0,001096413 -2,960025807 912,0650342
10 2,54755 x 10-5 0,001070938 -2,970235874 933,7613073
20 3,28351 x 10-5 0,001063578 -2,973230696 940,2226216
30 4,18931 x 10-5 0,00105452 -2,976945209 948,2988172
40 4,52899 x 10-5 0,001051123 -2,978346383 951,363276

Suhu 700C
t (menit) X (molar) Ct = C0 – X (molar) Log Ct (molar) 1/Ct (molar)
0 7,24638 x 10-5 0,001037536 -2,983996728 963,8217628
10 9,22781 x 10-5 0,000945258 -3,024449568 1057,912061
20 9,51087 x 10-5 0,000942428 -3,025752033 1061,089539
30 0,000106431 0,000931105 -3,031001307 1073,992645
40 0,000117754 0,000919783 -3,036314806 1087,213425

Dari data diatas, kita dapat menentukan kinetika reaksi mengikuti orde ke berapa,
dengan mencari nilai r lalu mendapatkan r yang paling tinggi. Jika r tertinggi pada t (menit)
vs Ct maka mengikuti orde 0, jika r tertinggi pada t(menit) vs log Ct ialah orde 1 dan untuk r
pada t(menit) vs 1/Ct tertinggi maka kinetika reaksi terebut mengikuti orde 2.
Dari kurva diatas dapat diketahui untuk suhu 400C ini mengikuti kinetika reaksi orde
nol, suhu 530C mengikuti kinetika reaksi orde I dan suhu 70 0C mengikuti kinetika reaksi orde
II. Untuk mencari nilai k, t1/2 dan t90% kami mengikuti teori yakni menggunakan orde 1.
Perhitungan k :

log Ct = log C0 -

kt
2,303
Waktu (menit) Nilai K
0
40 C 530C 700C
0 Tidak dapat didefinisikan Tidak dapat didefinisikan Tidak dapat didefinisikan
10 1421,313924 1436,826771 1546,076634
20 714,5584402 719,1380468 773,3707025
30 473,4842345 480,0243215 516,4753221
40 355,2746556 360,1877715 388,0351452
K rata-rata 741,1578136 749,0442276 805,9894509

Dari perhitungan setiap suhu pemanasan, didapat:


No. T (0C) T (K) 1/T (K) K Log K
1 40 313 3,19488818 x 10-3 741,1578136 2,869910691
2 53 326 3,06748466 x 10-3 749,0442276 2,874507462
3 70 343 2,91545190 x 10-3 805,9894509 2,906329358

Persamaan regresi linier 1/T vs log K


A = 3,289999447
B = -132,8474737
R = -0,937086497
Y = Bx + A
= -132,847x + 3,290

Rumus Arrhenius
−Ea
Log k = log A +
2,303 RT

Y B Ax
Untuk suhu kamar kami menggunakan T = 250C + 273 = 298 K
Y = -132,847x + 3,290
1
X=
= -132,847 (4,03587 x 10-4) + 3,290 RT
= -0,053615322 + 3,290 1
X=
8,314 x 298
= 3,2363847 1
X=
Y = log k 2477,7806
K = antilog K X = 4,035869843 x 10-4

= 1723,39449
0,693
T1/2 =
k
0,693
=
1723,39449
= 4,021133896 x 10-4 menit
= 0,024126803 detik
0,105
T90% =
k
0,105
=
1723,39449
= 6,092627115 x 10-5 menit
= 3,655576269 x 10-3 detik

F. Pembahasan
Praktikum kinetika reaksi ini bertujuan untuk menjelaskan kinetika suatu reaksi kimia
dan menentukan waktu kadaluwarsa obat. Kinetika reaksi kimia merupakan bidang ilmu yang
mempelajari laju reaksi kimia serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Reaksi kimia
adalah proses perubahan zat pereaksi menjadi produk. Seiring dengan bertambahnya waktu
reaksi, maka jumlah zat peraksi semakin sedikit, sedangkan produk semakin banyak. Laju
reaksi dinyatakan sebagai laju berkurangnya pereaksi atau laju terbentuknya produk. Faktor-
faktor yang mempercepat kadaluwarsa obat meliputi faktor internal yaitu proses peruraian
obat itu sendiri dan karena faktor eksternal yaitu oksigen, temperatur, cahaya dan
kelembapan.
Orde reaksi berkaitan dengan pangkat dalam hukum laju reaksi, reaksi yang
berlangsung dengan konstan, tidak bergantung pada konsentrasi pereaksi disebut orde reaksi
nol. Reaksi orde pertama lebih sering menampakkan konsentrasi tunggal dalam hukum laju,
dan konsentrasi tersebut berpangkat satu. Rumusan yang paling umum dari hukum laju reaksi
orde dua adalah konsentrasi tunggal berpangkat dua atau dua konsentrasi masing-masing
berpangkat satu. Salah satu metode penentuan orde reaksi memerlukan pengukuran laju
reaksi awal dari sederet percobaan. Metode kedua membutuhkan pemetaan yang tepat dari
fungsi konsentrasi pereaksi terhadap waktu. Untuk mendapatkan grafik garis lurus.
Laju menyatakan seberapa cepat atau seberapa lambat suatu proses berlangsung. Laju
juga menyatakan besarnya perubahan yang terjadi dalam satu satuan waktu. Satuan waktu
dapat berupa detik, menit, jam, hari atau tahun. Perubahan konsentrasi mula-mula dijadikan
acuan untuk mengetahui kecepatan dekomposisi obat atau waktu paruh obat, yang dinyatakan
dengan tetapan laju reaksi (k). Waktu paruh obat merupakan waktu yang dibutuhkan obat
untuk terurai menjadi setengahnya. Waktu paruh obat berguna untuk mengetahui seberapa
lama suatu sediaan itu stabil.
Pada praktikum ini kami menggunakan senyawa asetosal. Asam asetil salisilat yang
lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin merupakan salah satu senyawa yang secara luas
digunakan, aspirin digunakan sebagai obat analgetik, antipiretik, dan antiinflamasi yang
sangat luas digunakan. Struktur asetosal dapat dilihat pada gambar 1 dibawah ini :

Dosis aspirin 80 mg per hari (dosis tunggal dan rendah) dapat menghasilkan efek
antiplatelet (penghambat agregasi trombosit). Secara normal, trombosit tersebar dalam darah
dalam bentuk tidak aktif, tetapi menjadi aktif karena berbagai rangsangan. Membran luar
trombosit mengandung berbagai reseptor yang berfungsi sebagai sensor peka atas sinyal-
sinyal fisiologik yang ada dalam plasma. Efek antiplatelet aspirin adalah dengan menghambat
sintesis tromboksan A2 (TXA2) dari asam arakidonat dalam trombosit oleh adanya proses
asetilasi irreversibel dan inhibisi siklooksigenase, suatu enzim penting dalam sintesis
prostaglandin dan tromboksan A2.
Aspirin diabsorpsi dengan cepat dan praktis lengkap terutama di bagian pertama
duodenum. Namun, karena bersifat asam sebagian zat diserap pula di lambung. Aspirin
diserap dalam bentuk utuh, dihidrolisis menjadi asam salisilat terutama dalam hati.
Pada dosis biasa, efek samping utama aspirin adalah gangguan pada lambung. Aspirin
adalah suatu asam dengan harga pKa 3,5 sehingga pada pH lambung tidak terlarut sempurna
dan partikel aspirin dapat berkontak langsung dengan mukosa lambung. Akibatnya mudah
merusak sel mukosa lambung bahkan sampai timbul perdarahan pada lambung. Gejala yang
timbul akibat perusakan sel mukosa lambung oleh pemberian aspirin adalah nyeri epigastrum,
indigest rasa seperti terbakar, mual dan muntah. Oleh karena itu sangat dianjurkan aspirin
diberi bersama makanan dan cairan volume besar untuk mengurangi gangguan saluran cerna.
Perlakuan
pertama yang dilakukan
pada percobaan ini
adalah dengan
memasukkan larutan
asetosal yang telah
diencerkan dengan
aquadest dan alkohol
(etanol 70%) kedalam
15 buah tabung reaksi
masing - masing
sebanyak 10 ml. Tujuan
dari penambahan
aquadest supaya asetosal
terdegradasi menjadi
asam salisilat dan untuk
penambahan alkohol
(etanol 70%) yakni
untuk menghambat
reaksi degradasi yang
terjadi secara terus -
menerus. Selanjutnya,
tabung reaksi tersebut
diletakkan pada waterbath
untuk dipanaskan.
Dilakukan pemanasan karena pada percobaan ini menggunakan metode elevated yaitu suatu
metode yang digunakan untuk mempercepat reaksi suatu obat dengan memanaskannya pada
temperatur yang lebih tinggi. Dengan metode ini kita dapat mempercepat terurainya molekul
atau senyawa-senyawa dalam obat dengan pemanasan. Adapun alasan digunakan metode
elevated karena metode ini cukup mudah dilakukan dengan hasil yang akurat.
Pada percobaan ini suhu yang digunakan untuk memanaskan larutan yaitu 400C, 530C
dan 700C. Tabung reaksi dipanaskan selama 0, 10, 20, 30 dan 40 menit lalu dikeluarkan dari
waterbath. Asetosal akan terdegradasi menjadi senyawa penyusunnya yaitu asam salilisat dan
asam asetat.
Kemudian didinginkan dengan es batu. Es batu ini berfungsi untuk menghentikan
kecepatan pemisahan yang terjadi pada saat asetosal dipanaskan. Setelah semua tabung
didinginkan dan didiamkan di sebuah gelas kimia kosong, maka kelima tabung reaksi yang
melalui proses pemanasan tadi diteteskan dengan larutan FeCl 3 1% dalam asam nitrat
sebanyak dua tetes. Adapun tujuan ditetesi larutan FeCl3 1% adalah agar terbentuk kompleks
antara Fe3+ dengan asam salisilat sehingga terjadi perubahan warna dari bening menjadi
keunguan yang tidak terlalu pekat.
Dalam percobaan
larutan asam salisilat berubah
warna menjadi ungu. Perubahan
warna tersebut dipengaruhi oleh
terbentuknya senyawa
kompleks karena terikatnya
atom Fe pada atom O pada
salah satu gugus pada asam
salisilat secara kordinasi,
sehingga membentuk senyawa
kompleks dimana atom F sebagai atom pusat yang menerima pasangan elektron bebas dari
atom O sebagai ligannya. Perubahan warna tersebut diperlukan agar larutan asam salisilat
dapat diukur nilai serapan atau absorbansinya pada alat spektrofotometer. Secara sederhana,
prinsip kerja spektrofotometer ialah dengan memancarkan sinar tampak yang kemudian
melewati suatu larutan dan diserap oleh larutan yang dilewati sehingga serapannya tersebut
yang dikatakan sebagai absorbansi. Namun, sinar tampak tersebut hanya dapat melewati
larutan berwarna, sehingga untuk larutan yang tidak berwarna perlu diwarnakan terlebih
dahulu.
Spektrofotometer visibel menggunakan kuvet dan blanko. Setiap 10 menit berikutnya
diambil lagi 1 tabung berikutnya dan dilakukan hal yang sama dengan yang dilakukan pada
tabung awal yakni mendinginkan dengan es batu (untuk menghentikan kecepatan pemisahan
yang terjadi pada saat asetosal dipanaskan) lalu diukur absorbansinya. Perlakuan diteruskan
hingga tabung ke lima pada tiap suhu.
Setelah dibaca nilai absorbansinya pada spektrofotometer visibel maka nilainya
dimasukkan ke persamaan kurva baku asetosal y = 0,128x + 0,004. Dengan y = nilai
absorbansi, maka akan didapatkan nilai x atau kadar asam salisilat. Setelah mengetahui kadar
asam salilisat tersebut maka perhitungan dilanjutkan ke C0, C, C0-C  Ct, log Ct, 1/Ct.
Untuk mengetahui orde kinetika reaksi, kita harus mencari nilai r 2 tertinggi, nilai r2 diperoleh
dari persamaan linier x dan y, dimana x adalah t (menit) dan y adalah Ct, log Ct dan 1/Ct.
Regresi merupakan suatu alat ukur yang juga dapat digunakan untuk mengukur ada atau
tidaknya korelasi antarvariabel.
Harga Ct digunakan untuk menentukan reaksi orde nol. Karena pada orde nol waktu
paro berbanding lurus dengan konsentrasi reaktan (t vs Ct). Sedangkan untuk reaksi orde satu
dipakai harga log Ct karena pada reaksi orde satu tidak terpengaruh oleh konsentrasi awal
dari reaktan (t vs log Ct). Selanjutnya harga 1/Ct digunakan untuk menentukan reaksi orde
dua, karena pada reaksi orde dua waktu paro berbanding terbalik dengan konsentrasi awal
reaktan (t vs 1/Ct). Setelah pada masing-masing suhu di hitung harga Ct, log Ct dan 1/Ct
maka selanjutnya dicari harga A, B dan r dari masing-masing suhu dengan menggunakan
kalkulator.
Pada praktikum kinetika reaksi ini, orde reaksi yang kami peroleh ialah pada suhu
400C mengikuti kinetika reaksi orde nol dengan nilai r 2 pada t (menit) vs Ct ialah 0,5621;
suhu 530C mengikuti kinetika reaksi orde satu dengan nilai r 2 pada t (menit) vs log Ct ialah
0,8846; dan suhu 700C mengikuti kinetika reaksi orde dua dengan nilai r 2 pada t (menit) vs
1/Ct ialah 0,7224. Secara teori asetosal mengikuti orde reaksi satu hal itu dikarenakan laju
reaksi tergantung pada konsentrasi suatu reaktan dalam formulasi. Tidak sesuai teori untuk
suhu 400C dan 700C hal ini dikarenakan data absorbansi yang dihasilkan tidak benar,
seharusnya semakin tinggi waktu (menit) serta suhu maka absorbansinya semakin naik.
Namun pada data suhu 400C nilai absorbansinya naik turun, mungkin dikarenakan kuvet yang
tidak bersih atau campuran asetosal dengan aquades serta alkohol yang sudah terkontaminasi
oleh senyawa lain (asetosal dicampur oleh laboran). Maka dari itu, untuk mencari nilai k, t 1/2
dan t90% kami mengikuti teori yakni menggunakan orde satu.
Untuk selanjutnya dicari nilai k dengan persamaan Arrhenius Log k= log A +

−Ea
. Ekstrapolasi nilai k pada suhu kamar (250C), didapatkan nilai k = 1723,39449.
2,303 RT
Selanjutnya dicari waktu paro (t1/2) dan juga waktu kadaluwarsa (t90%). Arti dari t90% ialah
waktu dimana (D) mencapai 0.90 (D)0 atau 10% dari (D)0 mengalami dekomposisi. Dari
perhitungan didapatkan nilai t1/2 ialah 0,024126803 detik. Dimana waktu yang diperlukan
untuk separuh reaktan mengalami degradasi ialah 0,024126803 detik. Sedangkan nilai t90%
yaitu 3,655576269 x 10-3 detik yang berarti obat tersebut akan kadaluwarsa pada
3,655576269 x 10-3 detik. Harga t1/2 dan t90% sangat kecil dikarenakan oleh banyak faktor
diantaranya adalah alat praktikum serta alat baca absorbansi yang kurang bersih, human
error, penguraian yang salah karena terkontaminasi oleh senyawa yang lain dan bahkan
asetosal yang digunakan pada praktikum ini sudah kadaluwarsa.
Aplikasi kestabilan obat dalam bidang farmasi yaitu kestabilan suatu zat merupakan
faktor yang harus diperhatikan dalam membuat formulasi suatu sediaan farmasi. Hal penting
ini mengingat suatu sediaan biasanya diproduksi dalam jumlah yang besar dan memerlukan
waktu yang lama dapat mengalami penguraian dan mengakibatkan dosis yang diterima pasien
berkurang, dan adakalanya hasil urai tersebut bersifat toksik sehingga membahayakan jiwa
pasien. Oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan suatu zat
sehingga dapat dipilih kondisi pembuatan sediaan yang tepat sehingga kestabilan obat terjaga.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan suatu zat atau obat ialah faktor-faktor
lingkungan (suhu, cahaya, oksigen, moisture, karbon dioksida), Obat atau eksipien dalam
bentuk sediaan (ukuran partikel obat, pH), kontaminasi miroba, adanya kontaminasi logam,
dan pelucutan (keluarnya zat tertentu) dari wadah.

G. Kesimpulan
 Asetosal adalah obat yang mudah terdegradasi menjadi asam salisilat dan asam asetat.
 Orde reaksi berfungsi dalam menentukan waktu paro (t1/2) dan waktu kadaluwarsa
(t90%) dari suatu obat.
 Pada praktikum kinetika reaksi ini, orde reaksi yang kami peroleh ialah pada suhu
400C mengikuti kinetika reaksi orde nol dengan nilai r 2 pada t (menit) vs Ct ialah
0,5621; suhu 530C mengikuti kinetika reaksi orde satu dengan nilai r2 pada t (menit)
vs log Ct ialah 0,8846; dan suhu 700C mengikuti kinetika reaksi orde dua dengan nilai
r2 pada t (menit) vs 1/Ct ialah 0,7224. Tidak sesuai teori untuk suhu 400C dan 700C
karena secara teori asetosal mengikuti orde reaksi satu hal itu dikarenakan laju reaksi
tergantung pada konsentrasi suatu reaktan dalam formulasi.
 Kesalahan dalam penentuan orde dikarenakan data absorbansi yang naik turun dan
tidak linier, hal ini mungkin dikarenakan karena kuvet tidak bersih atau campuran
asetosal dengan aquades serta alkohol telah terkontaminasi dengan senyawa lain.
 Untuk mencari nilai k, t1/2 dan t90% kami mengikuti teori yakni menggunakan orde
satu.
 Harga waktu paro (t1/2) ialah 0,024126803 detik.
 Sedangkan harga waktu kadaluwarsa asetosal (t90%) yaitu 3,655576269 x 10-3 detik.
 Harga t1/2 dan t90% sangat kecil dikarenakan oleh banyak faktor diantaranya adalah alat
praktikum serta alat baca absorbansi yang kurang bersih, human error, penguraian
yang salah karena terkontaminasi oleh senyawa yang lain dan bahkan asetosal yang
digunakan pada praktikum ini sudah kadaluwarsa.

Daftar Pustaka

Chang, Raymond. 2006. Kimia Dasar : Konsep-Konsep Inti Jilid 2. Jakarta : Erlangga.

Oxtoby, David W. Dkk. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern Jilid I. Jakarta : Erlangga.

Supardi, Dkk. 2008. Kimia Dasar II. Semarang : PT UNNES Press.

Utami, Budi. Dkk. 2009. Kimia Untuk SMA/MA KELAS XI Program Ilmu Alam. Jakarta:
Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Lampiran

Pengambilan Larutan Percobaan (Asetosal)

Alat dan bahan untuk pratikum Tambahkan larutan asetosal yang


kinetika reaksi diencerkan alkohol dan aquadest
sebanyak 20 ml

Tabung yang akan dipanaskan di waterbath pada

Anda mungkin juga menyukai