I.
TUJUAN PERCOBAAN
1. Menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan suatu zat.
2. Menentukan energi aktivasi dari reaksi penguraian suatu zat.
3. Menentukan waktu paruh dan waktu kadaluarsa suatu zat.
4. Menggunakan data kinetika kimia untuk memperkirakan kestabilan suatu zat.
II.
DASAR TEORI
Kestabilan suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam membuat
formulasi suatu sediaan farmasi. Hal ini penting mengingat suatu sediaan biasanya
diproduksi dalam jumlah yang besar dan memerlukan waktu yang lama untuk mencapai
ke tangan suatu pasien yang membutuhkannya. Obat yang disimpan dalam jangka waktu
yang lama dapat mengalami penguraian dan mengakibatkan dosis yang diterima oleh
pasien berkurang. Adakalanya hasil urai dari obat tersebut bersifat toksis sehingga dapat
membahayakan jiwa pasien. Oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi kestabilan suatu zat sehingga dapt dipilih suatu kondisi dimana kestabilan
obat tersebut optimum.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan suatu zat antara lain adalah
panas, cahaya, kelembapan, oksigen, pH, mikroorganisme dan bahan tambahan yang
digunakan dalam formula obat tersebut.
Pada umumnya pengujian kestabilan kimia suatu zat dapat dilakukan dengan cara
kinetika kimia. Cara ini tidak memerlukan waktu yang lama sehingga praktis digunakan
dalam bidang farmasi. Prinsip kinetika kimia dalam bidang farmasi juga diterapkan dalam
proses disolusi, absorpsi, distribusi dan eliminasi. Jumlah zat padat yang melarut ke
dalam larutan per satuan waktu disebut waktu disolusi. Jumlah zat yang diabsorpsi dari
tempat pemberian persatuan waktu adalah laju absorpsi. Dan jumlah obat yang
dieliminasi per satuan waktu disebut laju eliminasi.
Hal-hal yang penting diperhatikan dalam penentuan kestabilan kimia suatu zat
dengan cara kinetika kimia adalah :
Kecepatan reaksi
cC +
dD
1d ( A)
1d ( B )
1d (C )
1d ( D )
=
=
=
adt
bdt
cdt
ddt
V = k (A)a (B)b
k = konstanta kecepatan reaksi
Seringkali pengaruh konsentrasi reaktan terhadap laju reaksi dapat diketahui dari
orde reaksinya. Orde reaksi adalah jumlah atom atau molekul yang terlibat dalam reaksi
yang konsentrasinya menentukan laju reaksi. Sebagian besar senyawa farmasi terurai
menurut reaksi yang dapat dianggap orde nol, orde pertama, atau orde pertama semu,
meskipun banyak senyawa tersebut terurai dengan mekanisme yang rumit.
Reaksi Orde Satu
Reaksi ini terjadi bila laju reaksi tergantung pada pangkat satu konsentrasi suatu
reaktan tunggal (laju = k.C). Suatu zat akan terurai langsung menjadi satu atau
beberapa senyawa yang lebih kecil. Laju reaksi berbanding langsung dengan
konsentrasi zat yang bereaksi, dengan persamaan :
dC
k .C
dt
2,303
Co
log
t
C
suatu fraksi zat yang terurai dapat dihitung. Waktu paruh obat (t ) adalah waktu
yang diperlukan obat untuk terurai sebanyak 50%.
t=
0,693
k
dc
k .C
dt
dc
k .dt
dt
Setelah integrasi
ln Ct = ln Co kt
Maka
Waktu paruh
t=
2,303
Co
log
t
Ct
Waktu kadaluarsa
t 90
2,303
log 2
k
0,693
k
Satuan k = detik -1
2,303
100 0,105
log
k
90
k
= A.e-Ea/RT
Ea
ketergantungan
pada
temperatur
tergantung
pada
mekanisme
pembatasan penguraian.
III.
Beaker glass
Erlenmeyer
Gelas ukur
Botol semprot
Timbangan analitik
Batang pengaduk
Ultrasonic Branson
Bahan :
IV.
Natrium sitrat
Asetosal
KHP
Indikator Phenolftalein
Es batu
CARA KERJA
Larutkan Na sitrat di dalam air panas sebanyak kurang lebih 1/3 dari 500 ml
(volume labu ukur).
Setelah homogen, masukkan larutan tersebut ke dalam labu ukur 500 ml lalu ad
kan dengan aquadest bebas CO2 hingga batas labu ukur.
Titrasi larutan tersebut menggunakan larutan NaOH baku untuk mendapatkan titik
akhir pada suhu kamar.
Lakukan langkah-langkah tersebut diatas dengan suhu dan waktu yang berbeda
dan catat hasilnya.
V.
DATA PENGAMATAN
Data Pembakuan NaOH dengan KHP
No.
1.
2.
3.
Berat KHP
100,1 mg
99,70 mg
100,2 mg
Volume NaOH
0,00 3,88 ml
0,00 3,86 ml
0,00 3,92 ml
Normalitas NaOH
0,1263 N
0,1265 N
0,1252 N
X = 0,126 N
Data Pengamatan :
No
Suhu
O
( C)
Kamar
40OC
50OC
60OC
Waktu
(menit)
0
10
40
70
100
10
40
70
100
10
40
70
100
I
0,00 6,10
0,00 5,98
0,00 6,30
0,00 6,28
0,00 6,48
0,00 6,16
0,00 6,80
0,00 6,98
0,00 7,20
0,00 6,26
0,00 6,92
0,00 8,00
0,00 8,72
Rata-rata
0,00 - 6,08
0,00 5,99
0,00 6,32
0,00 6,28
0,00 6,49
0,00 6,21
0,00 6,65
0,00 6,97
0,00 7,21
0,00 6,27
0,00 6,91
0,00 7,99
0,00 8,74
VI. PERHITUNGAN
Suhu kamar :
Sampel dipipet 5 ml dari labu takar 500,0 ml
5
x 13,50 gram = 135 mg
500
y/BE +
(135 y)
180,16
= mgrek NaOH
60,05
= ml NaOH x 0,126 N
138,12
Suhu 40C:
a. t10 8294,106 (135-y) + 24883,6992y + 10818,608y = 5,99 x 0,126
1494266,137
1119704,31 8294,106y + 24883,6992y + 10818,608y = 0,7547 x 1494266,137
27408,2012y = 8018,3436
y = 0,2925 mg/5 ml
C10 = 135 0,2925 = 26,94 mg/ml
5
b. t40 1119704,31 + 27408,2012y = 6,32 x 0,126 x 1494266,137
27408,2012y = 70209,7002
y = 2,5616 mg/5 ml
C40 = 135 2,5616
= 26,49 mg/ml
5
c. t70 1119704,31 + 27408,2012y = 6,28 x 0,126 x 1494266,137
27408,2012y = 62678,60
y = 2,2868 mg/5 ml
C70 = 135 48,47 = 26,54 mg/ml
5
d. t100 1119704,31 + 27408,2012y = 6,49 x 0,126 x 1494266,137
27408,2012y = 102216,8809
y = 3,7294 mg/5 ml
C100 = 135 3,7294
= 26,25 mg/ml
Suhu 50C
a. t101119704,31 + 27408,2012y = 6,21 x 0,126 x 1494266,137
27408,2012y = 49499,1715
y = 1,806 mg/5 ml
C10 = 135 1,806 = 26,64 mg/ml
5
b. t40 1119704,31 + 27408,2012y = 6,65 x 0,126 x 1494266,137
27408,2012y = 132341,2862
y = 4,8285 mg/5 ml
C40 = 135 4,8285 = 26,03 mg/ml
5
c. t70 1119704,31 + 27408,2012y = 6,97 x 0,126 x 1494266,137
27408,2012y = 192590,0968
y = 7,027 mg/5 ml
C70 = 135 7,027 = 25,59 mg/ml
5
d. t100 1119704,31 + 27408,2012y = 7,21 x 0,126 x 1494266,137
27408,2012y = 237776,7048
y = 8,6754 mg/5 ml
C100 = 135 8,6754 = 25,26 mg/ml
5
Suhu 60C
a. t10 1119704,31 + 27408,2012y = 6,27 x 0,126 x 1494266,137
27408,2012y = 60795,8235
y = 2,2181 mg/5 ml
C10 = 135 2,2181 = 26,56 mg/ml
5
b. t40 1119704,31 + 27408,2012y = 6,91 x 0,126 x 1494266,137
27408,2012y = 181293,4448
y = 6,6146 mg/5 ml
C40 = 135 6,6146 = 25,68 mg/ml
5
c. t70 1119704,31 + 27408,2012y = 7,99 x 0,126 x 1494266,137
27408,2012y = 384633,1808
y = 14,0335 mg/5 ml
C70 = 135 14,0335 = 24,19 mg/ml
5
C
(mg/m
l)
40
10
40
70
100
26,94
26,49
26,54
26,25
50
10
40
70
100
26,64
26,03
25,59
25,26
60
10
40
70
100
26,56
25,68
24,19
23,16
suhu
C
log C
persamaan garis
Y= 1,43021,4304 1,1033x10-4X
1,4231
1,4239
1,4191
Y=1,42691,4255 2,5567x10-4X
1,4155
1,4081
1,4024
Y= 1,43301,4242 6,8167x10-4X
1,4096
1,3836
1,3647
Y =1,4302-1,1033x10-4X
Kemiringan garis (slope) = b = -k/2,303
-k = - 1,1033 x 10-4 x 2,303
k = 2,54 x 10-4
b. Persamaan garis pada t = 500C
Y = 1,4269-2,5567x10-4X
Kemiringan garis (slope) = b = -k/2,303
-k = - 2,5567 x 10-4 x 2,303
k = 5,89 x 10-4
c. Persamaan garis pada t = 600C
Y = 1,4330-6,8167x10-4X
Kemiringan garis (slope) = b = -k/2,303
-k = 6,8167x 10-4 x 2,303
k = 1,57 x 10-3
Suhu (kelvin)
313
323
k
0,000254
0,000589
1/T
3,1949.10-3
3,0960.10-3
Log k
-3,5952
-3,2299
333
0,00157
3,0030.10-3
-2,8041
10
2. Menentukan energi aktivasi (Ea) dan faktor frekuensi (A) dari persamaan garis
Y =9,5475 4117,9311 X , maka :
Kemiringan garis (slope) = b = - Ea / 2,303 R
4117,9311 = -Ea / 2,303 x 1,987 kal/derajat mol
Ea
= 18843,904 kal/mol
PEMBAHASAN
Langkah pertama yang dilakukan dalam percobaan ini adalah melakukan pembakuan
larutan NaOH. Tujuannya adalah untuk mengetahui Normalitas dari NaOH. Untuk
pembakuan NaOH digunakan zat baku primer, yaitu KHP (Kalium Hidro Phtalat) karena
sifatnya yang cenderung tidak higroskopis, mudah ditimbang, mempunyai tingkat
kemurnian yang tinggi, BE besar, tidak mudah teroksidasi oleh udara, dan dapat larut
sempurna dalam konsentrasi yang umum dipakai pada saat analisis. Konsentrasi NaOH
yang didapat kemudian digunakan dalam penentuan kestabilan asetosal.
Selanjutnya uji yang dilakukan adalah menentukan konsentrasi asetosal dalam
berbagai temperatur. Untuk membuat larutan asetosal di dalam air digunakan natrium
sitrat karena sifat asetosal yang sangat sukar larut dalam air. kelarutan asetosal di dalam
11
air adalah 1:3000, maka dengan adanya natrium sitrat dalam air maka kelarutan asetosal
dalam air dapat lebih mudah. Kemudian dibantu dengan alat ultrasonik Branson agar
asetosal lebih mudah larut lagi.
Asetosal dalam larutan natrium sitrat tersebut diencerkan ke dalam labu takar 500 ml
yang kemudian dipipet 25 ml ke dalam masing-masing 12 labu Erlenmeyer. Lalu
masukkan 4 labu masing-masing ke dalam tiga oven dengan suhu berbeda, 40 0C, 500C,
600C. Jangan lupa labu-labu tersebut harus ditutup dengan rapat untuk mencegah asetosal
yang akan menguap. Kemudian labu-labu tersebut dikeluarkan pada waktu yang telah
ditentukan, yaitu 10, 40, 70, dan 100 menit. Setelah dikeluarkan, labu harus langsug
dimasukkan ke dalam es untuk mencegah reaksi yang masih berlangsung akibat kenaikan
suhu. Apabila proses pendinginan dilakukan di ruangan biasa, dikhawatirkan reaksi masih
berjalan sehingga perhitungan jumlah asetosal yang terurai pada suhu tersebut menjadi
tidak akurat. Setelah dingin, larutan asetosal tersebut dipipet sebanyak 5 ml dan masingmasing dimasukkan ke dalam 3 labu Erlenmeyer. Setelah itu larutan 5 ml tersebut
ditambahkan 10,0 ml aquadest dingin dan ditambahkan 2 tetes indikator pp, tujuan
pengenceran menggunakan aqua bebas CO2 dingin adalah untuk memperkecil
kemungkinan terjadinya reaksi kembali karena pada saat suhu masih sedikit lebih tinggi
molekul-molekul di dalam larutan bergerak cepat sehingga banyak terjadi tumbukan antar
partikel yang akan menyebabkan terjadinya reaksi. Tetapi apabila diencerkan maka jarak
antar molekul akan semakin jauh sehingga tumbukan antar partikel semakin jarang terjadi
dan pada akhirnya tidak akan terjadi reaksi.
Tujuan penambahan indikator pp sebelum melakukan titrasi adalah supaya titik akhir
yang dihasilkan dapat terlihat dengan jelas, yaitu perubahan warna dari tidak berwarna
menjadi merah muda.
Zat pentiter adalah NaOH yang telah dibakukan dengan KHP, dan masing-masing
dititrasi triplo.
Asetosal mulai terurai pada saat 25 ml larutan asetosal dipanaskan pada suhu tertentu
di dalam oven. Kemudian dipipet 5 ml dan ditambah 10,0 ml aqua bebas CO 2 dingin. Dari
data dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu maka akan semakin banyak volume NaOH
yang diperlukan untuk mentitrasi larutan asetosal. Hal ini disebabkan oleh makin
bertambahnya molekul asetosal yang terurai menjasi asam sehingga larutan NaOH yang
akan bereaksi dengan asam semakin banyak pula. Bertambahnya penguraian asetosal
menjadi asam salisilat dan asam asetat dikarenakan energi kinetik molekul makin besar
maka makin sering terjadi kecenderungan asam untuk membebaskan diri dari asetosal.
12
COOH
+ H2O
+ CH3COOH
O C CH3
OH
O
Asetosal
Asam salisilat
Asam asetat
Uraian diatas dapat diartikan bahwa semakin tinggi suhu, maka semakin banyak
asetosal yang terurai sehingga makin banyak asam yang dititrasi oleh NaOH.
Dari data percobaan didapat penyimpangan-penyimpangan grafik titrasi yang
disebabkan oleh :
Reaksi tetap berjalan setelah labu dikeluarkan dari dalam oven. Setelah dikeluarkan
dari dalam oven, labu langsung dimasukkan ke dalam es batu, tetapi karena
temperatur larutan asetosal di dalam labu masih dalam keadaan panas, maka
kemungkinan masih ada reaksi penguraian yang terjadi.
Kesalahan mengatur timing pada saat mengeluarkan labu dari dalam oven.
Air bebas CO2 yang sudah tercemar dengan udara sekitar sehingga kemungkinan ada
CO2 yang masuk.
Dari hasil titrasi tersebut dapat dihitung nilai k pada masing-masing temperatur
menggunakan persamaan orde satu dan persamaan Arrhenius . selain itu dapat diketahui
besarnya energi aktivasi (Ea), t , (waktu paruh) dan harga shelf life (t90) yaitu tetapan
yang digunakan untuk mengetahui kestabilan kimia suatu obat dan untuk penetapan
waktu kadaluarsa dari suatu sediaan obat dihitung mulai dari waktu diproduksinya obat
tersebut.
VIII. KESIMPULAN
Berdasarkan data hasil percobaan diperoleh :
1.
Ea = 18843,904 kal/mol
13
IX.
2.
k = 2,5259 x 10-4
3.
4.
DAFTAR PUSTAKA
M. Alfred, S. James, C. Arthur, Farmasi fisik 2 Dasar-dasar Kimia Fisik dalam Ilmu
Farmasetik, edisi ketiga, Penterjemah Yoshita, UI Press, 1993
D. Joshita, Buku Petunjuk Praktikum Farmasi Fisika, 2002
14