Anda di halaman 1dari 8

Laporan Praktikum Farmakologi II

SINERGISME DAN ANTAGONISME

disusun oleh:

SHIFT B
Kelompok 1

Aisya Sabrina 2008109010003


Naja Nafissa 2008109010005
Nura Qamara 2008109010008
Elvira 2008109010016

LABORATORIUM FARMAKOLOGI II
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM-BANDA ACEH
2022
No Laporan Praktikum

I Judul Percobaan
II Pendahuluan
III Prinsip Percobaan
IV Tujuan Percobaan
V Subjek Coba
VI Alat dan Bahan
VII Prosedur Kerja
VIII Hasil Pengamatan Tabel 1. Data Hasil pengamatan pada kelinci I (Antagonis)
Pengamatan
Refleks
Kelinci Perlakuan Diameter
Terhadap
Pupil
Cahaya
Sebelum Diberi
Mata Kanan 0.9 cm +
Obat
Sebelum Diberi
Mata Kiri 0,8 cm  +
Obat
3 tetes larutan
Mata Kanan Pilokarpin HCl 0,6 cm  +
0,5%
3 tetes larutan
Atropin Sulfat 1,2 cm  -
Mata Kiri 0,5%
3 tetes larutan
Mata Kanan Atropin Sulfat 0,5 cm  -
(+10 menit) 0,5%

Tabel 2. Data Hasil pengamatan pada kelinci II (Antagonis)


Pengamatan
Refleks
Kelinci Perlakuan Diameter Terhadap
Pupil
Cahaya
Sebelum Diberi
Mata Kanan 0,6 cm  +
Obat
Sebelum Diberi
Mata Kiri 0,7 cm  +
Obat
3 tetes larutan
Mata Kanan Atropin Sulfat 0,7 cm  -
0,5%
3 tetes larutan
Pilokarpin HCl 0,5 cm  +
Mata Kiri 0,5%
3 tetes larutan
Mata Kanan Pilokarpin HCl 0,6 cm  +
(+10 menit) 0,5%

VIII Perhitungan Dosis

IX Pembahasan Dalam pengobatan tidak jarang menggunakan lebih dari satu


obat. Dua obat yang digunakan pada waktu bersamaan yang mana
dapat saling mempengaruhi khasiatnya masing-masing
(antagonisme dan sinergisme). Suatu obat dapat mengalami
berbagai macam interaksi di dalam tubuh manusia ketika sedang
berada dalam fase farmakodinamik. Fase farmakodinamika adalah
suatu kejadian yang dialami oleh suatu obat setelah fase
farmakokinetik, dimana pada saat ini obat telah berinteraksi dengan
reseptor sehingga menghasilkan efek. Suatu obat juga dapat
mengalami interaksi dengan senyawa lain, termasuk senyawa obat.
Interaksi antar suatu senyawa obat dapat berupa sinergisme atau
antagonisme. Sinergisme adalah jika dua obat atau lebih diberikan
bersama-sama, obat yang satu dapat memperkuat atau mempunyai
efek sinergis terhadap obat yang lain, berarti kadang-kadang
efeknya lebih besar daripada efek gabungan dari kedua obat dari
golongan obat yang sama. Sedangkan apabila sebaliknya (interaksi
tersebut melemahkan efek) maka disebut antagonisme.

Ketika dua obat digunakan bersama, efeknya dapat menjadi


aditif (hasilnya adalah apa yang diharapkan ketika menambahkan
secara bersama efek dari masing-masing obat yang diminum secara
independen), sinergis (menggabungkan obat mengarah ke efek yang
lebih besar dari yang diharapkan), atau antagonis (menggabungkan
obat-obatan mengarah ke efek yang lebih kecil dari yang
diharapkan). Kadang-kadang ada kebingungan tentang apakah obat
bersifat sinergis atau aditif, karena efek individu dari masing-
masing obat dapat berbeda dari pasien ke pasien. Interaksi sinergis
mungkin bermanfaat bagi pasien, tetapi juga dapat meningkatkan
risiko overdosis. Sinergi dan antagonisme dapat terjadi selama fase
interaksi yang berbeda antara obat, dan suatu organisme. Sebagai
contoh, ketika sinergi terjadi pada tingkat reseptor seluler ini disebut
agonisme, dan zat yang terlibat disebut agonis. Di sisi lain, dalam
kasus antagonisme, zat yang terlibat dikenal sebagai agonis terbalik.
Respon berbeda dari reseptor terhadap aksi obat telah menghasilkan
sejumlah klasifikasi, seperti “agonis parsial dan agonis kompetitif”.

Pada praktikum kali ini dilakukan uji coba pengaruh dan


interaksi obat (sinergisme dan antagonisme) terhadap hewan coba
yaitu kelinci. Namun, percobaan yang dilakukan hanya percobaan
antagonisme saja. Obat yang digunakan pada percobaan
antagonisme ini yaitu Pilokarpin HCL 0,5% dan Atropin Sulfat
0,5% yang diberikan melalui tetes mata. Hewan coba yang
digunakan pada percobaan ini adalah kelinci (Oryctolagus
cuniculus) yang memiliki ciri khas yakni pupil matanya yang jelas
terlihat sehingga memudahkan pengamatan terhadap interaksi
sinergisme dan antagonisme. Atropin merupakan obat antagonis-
muskarinik. Sedangkan Pilokarpin adalah obat agonis-muskarinik.

Sebelum membahas terkait hasil percobaan yang telah dilakukan


tentang antagonisme. Sedikit pembahasan terkait sinergisme yang
tidak dilakukan saat praktikum, dimana Atropin dan Tropikamid
digunakan dalam percobaan sinergisme karena keduanya berasal
dari golongan obat yang sama, yaitu obat antagonis-muskarinik.
Sehingga tidak ada yang perlu diamati dari kelinci karena obat yang
digunakan berasal dari golongan yang sama. Oleh karena itu, hanya
dilakukan percobaan antagonisme dimana Atropin dan Pilokarpin
digunakan karena keduanya memiliki efek yang berlawanan, yakni
sebagai antagonis-muskarinik (Atropin) dan agonis-muskarinik
(Pilokarpin). Adanya perbedaan efek ini berfungsi sebagai
pembanding, sehingga efek interaksi obat dapat dilihat dan
disimpulkan. Atropin dapat memberikan efek midriasis (dilatasi otot
pupil mata), sedangkan Pilokarpin memberikan efek miosis
(kontraksi otot pupil mata). Pengamatan dilakukan terhadap organ
mata (Organum visus) dari Kelinci.

Hasil pengamatan pada kelinci I, dimana diameter awal pupil


yang dimiliki kelinci tersebut yaitu, pupil mata sebelah kiri 0,8 cm
dan pupil mata sebelah kanan 0,9 cm. setelah diberi perlakuan pada
mata sebelah kanan setelah ditetesi pilokarpin, pupil mata kelinci
berkonstraksi (pupil mata mengecil) dengan diameter pupilnya yaitu
0,6 cm. Hal tersebut terjadi karena pilokarpin merupakan obat
kolinergik kerja langsung, yaitu kerja obat ini berikatan dengan
reseptor kolinergik pada mata. Saat disenterkan cahaya pada mata
yang diberi perlakuan tadi, pupil menjadi semakin mengecil . hal
tersebut sesuai dengan teori yang ada, dimana setelah pemberian
obat pilokarpin mata akan bereaksi terhadap cahaya. onset yang
dimiliki oleh perlakuan terhadap mata kanan kelinci yang ditetesi
pilokarpin adalah 1 menit 15 detik dan durasinya 9 menit 58 detik.

Mata kiri kelinci juga diberi perlakuan yang sama namun dengan
obat yang berbeda, obat yang digunakan yaitu Atropin Sulfat.
Keadaan awal pupil mata kelinci sebelah kiri yaitu 0,8 cm, setelah
ditetesi Atropin Sulfat mata kelinci mengalami midriasis atau
pelebaran pupil mata menjadi 1 cm dengan onset 39 detik, setelah
itu melebar lagi menjadi 1,2 cm pada waktu ke 4 menit 58 detik,
durasi yang dimilikinya yaitu 8 menit 50 detik. Atropin sulfat
menyebabkan terjadinya midriasis pada mata kelinci karena Atropin
adalah antagonis kompetitif untuk reseptor asetilkolin muskarinik
tipe M1, M2, M3, M4, dan M5, yang akan menyebabkan inhibisi
parasimpatis reseptor asetilkolin di otot polos. Sebagai antagonis
asetilkolin nonselektif, atropin akan memblokir tempat reseptor
asetilkolin. Efek konstriksi pupil tergantung dari aktivasi reseptor
kolin. Akibat atropin yang memblokir tempat reseptor asetilkolin
nonselektif tadi, membuat atropin menghalangi aktivasi dari
reseptor kolin sehingga menyebabkan midriasis (pelebaran pupil
mata). Setelah itu diberi perlakuan dengan diberikan cahaya senter
pada mata kelinci dan hasil yang didapatkan yaitu mata kelinci tidak
memberikan refleks terhadap cahaya. Hal tersebut sesuai dengan
teori yang ada dimana atropine sulfat membuat mata tidak
memberikan refleks terhadap cahaya.

Mata kanan kelinci yang pada awalnya ditetesi pilokarpin,


selanjutnya diberi perlakuan setelah 10 menit dengan ditetesi
Atropin sulfat. Mata kelinci mengecil menjadi 0,5 cm. hal tersebut
tidak sesuai dengan teori yang ada. Berdasarkan teori, mata kelinci
yang pada awalnya ditetesi pilokarpin dan setelah 10 menit ditetesi
atropin seharusnya mengalami midriasis, karena Atropin merupakan
obat antikolinergik yang bekerja secara antagonis kompetitif dengan
Asetilkolin untuk berikatan dengan reseptor kolinergik, dimana
sebelumnya pilokarpin berikatan pada reseptor kolinergik pada
mata, tetapi ikatannya reversible sehingga setelah diteteskan
atropine, harusnya pilokarpin terlepas dari ikatannya dan reseptor
kolinergik dapat diduduki oleh atropine. Sehingga Atropin
menyebabkan penurunan rangsangan simpatis sehingga terjadi
midriasis yaitu relaksasi dari otot sfingter iris. Namun hal tersebut
tidak terjadi karena adanya kesalahan saat dilakukan perlakuan
tersebut.

X. Kesimpulan Kesimpulan yang didapat dari hasil percobaan ini yaitu:


1. Interaksi antagonisme dapat terjadi pada pemberian obat atropin
sulfat dan pilokarpin pada mata kelinci.
2. Pemberian antopin sulfat dapat meningkatkan diameter pupil
kelinci atau terjadi dilatasi menjadi 1,2 cm dari keadaan normal
yaitu 0,8 cm.
3. Pemberian pilokarpin dapat menurunkan diameter pupil kelinci
atau terjadi kontriksi menjadi 0,7 cm dari keadaan normal yaitu
0,5 cm.
4. Pengamatan refleks terhadap cahaya pada mata yang diberikan
pilokarpin terjadi refleks cahaya dengan mengecilnya pupil,
sedangkan pada pemberian obat antropin sulfat tidak terjadi
refleks dengan pupil mata tetap besar.
XI. Daftar Pustaka
XIII Pengesahan Darussalam, 31 Maret 2022
Mengetahui,

(Rudy Darma)
LAMPIRAN

Gambar 2. Hasil percobaan tabung I-V

Gambar 1.Hasi percobaan tabung VI-XIII

Anda mungkin juga menyukai