Anda di halaman 1dari 4

Urgensi Tahajjud dalam Ibadah

Basharidlo Thoriq Bintoro

 Kata Pengantar

Allah Swt. telah menciptakan manusia dan jin, tiada lain dan tiada bukan hanyalah
untuk beribadah kepada-Nya. Lantas sebagai hamba-Nya patut untuk ta’at atas segala
perintah dan larangan-Nya. Tiada lain manusia diarahkan supaya berada pada jalan yang
lurus, dimana jalan tersebut adalah Syari’at-Nya. Makanya ibadah itu adalah salah satu
syari'at dari-Nya untuk membuktikan keimanan seorang hamba kepada-Nya.

Alhamdulillah penulis dapat menghadirkan sebuah karya sederhana, dimana karya


ini adalah “secuil” dari khazanah ilmu yang ada, mudah-mudahan makalah ini dapat
menjadikan sebuah permulaan bagi penulis untuk selalu menuangkan segala ilmunya
dengan “da’wah bil-kitabah” yang merupakan wujud dari sebuah pengamalan “’Ilm
yuntafa'u Bih” dan semoga karya ini dapat menjawab persoalan yang ada dikalangan
masyarakat, mempersoalkan kualitas ibadah hamba kepada Rabbnya.

Tak ada gading yang tak retak, segala kritik dan saran akan selalu penulis terima
dengan hati yang terbuka, karna kesuksesan hadir dibalik sebuah kegagalan. Oleh karena itu,
atas segala kebaikannya penulis ucapkan jazâkumul-‘Llah khairan katsîran.

 Pendahuluan

Islam dibangun atas lima asas, diantaranya; Syahadat, Shalat, Zakat, Shaum, dan
Haji. Diantara lima asas tersebut, tak dapat seseorang meloncat kepada tingkatan Zakat
sebelum menyempurnakan Shalat, juga tak dapat seseorang meloncat kepada tingkatan
Shaum sebelum menyempurnakan Zakat, dan seterusnya. Analoginya, tidak dapat seseorang
naik kelas dari kelas satu misalnya, langsung ke kelas enam. Akan tetapi, harus menaiki
tingkatan secara bertahap, jika seseorang berada di kelas satu misalnya, lalu sudah
memenuhi kriteria “lolos” di kelas satu, maka orang itu mampu untuk meneruskan
perjuangannya ke kelas dua, begitupun seterusnya. Begitupun Shalat, seseorang tidak dapat
beranjak untuk Zakat sebelum memenuhi kriteria orang yang benar-benar patuh ta’at
kepada Rabbnya dalam Shalatnya, karena hal yang demikian akan “mencederai” amalan itu
sendiri. Misalnya, seseorang Zakat bukan semata-mata karena Allah, tapi ingin dilihat oleh
orang disekitarnya, hingga dicap sebagai orang yang dermawan, itulah satu “perumpamaan”
orang yang mencederai amalannya, karena belum memenuhi kriteria “khusyuk” dalam
shalat. Lantas bagaimana seseorang dapat menjadikan semua amalannya itu “berkualitas”?
Salah satunya adalah dengan sebuah amalan, yang dimana amalan itu ghalibnya pada waktu
orang-orang beristirahat. Dimana seorang hamba mencurahkan segala keluh-kesahnya di
dunia kepada Rabbnya pada malam hari, salah satu amalannya yaitu dengan “Tahajjud”.

 Rumusan Masalah

Salah satu bukti seseorang “totalitas” dalam ibadahnya yaitu dengan “tahajjud”
dimana amalan ini dilaksanakan pada malam suntuk, yang hanya orang-orang tertentu saja
yang melaksanakannya, dengan memaksakannya ataupun sudah terbiasa dengannya. Maka
dari itu, tidak pantas kiranya, orang yang mengaku-ngaku sudah “totalitas” amalannya, tapi
belum pernah sekalipun ia mengamalkan amalan tahajjud ini. Maka dari itu, di makalah ini
akan sedikit dikupas mengapa “tahajjud” dinilai sebagai bukti kualitas ibadah seorang
hamba.

 Pembahasan
Tahajjud secara bahasa, telah Allah Swt. singgung di dalam Firman-Nya makna
Tahajjud;

ٗ ‫ُّك َم َق ٗاما م َّۡحم‬


‫ُودا‬ َ ‫ك َع َس ٰ ٓى أَن َي ۡب َع َث‬
َ ‫ك َرب‬ َ َّ‫َوم َِن ٱلَّ ۡي ِل َف َت َهجَّ ۡد ِبهِۦ َنافِلَ ٗة ل‬

Dan pada sebagian malam, lakukanlah shalat tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan
bagimu: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji. 1

Ini menjadi penjagaan Allah Swt terhadap nabi-Nya Saw lantaran Allah Swt memerintah
Nabi-Nya untuk melaksanakan tahajjud supaya kemuliaan serta keutaman tercapai pada
maqam (kedudukan) Nabi Saw yaitu kedudukan yang terpuji di hari kiamat kelak. 2 Adapun
Makna lainnya yaitu, bangunlah untuk membaca al-Qur`an. Dan ini adalah dorongan untuk
melaksanakan shalat di waktu malam. 3Ini menjadi dalil bahwa tahajjud itu Sunnah
(dikecualikan bagi Nabi Saw [Wajib]), lantaran lafazh perintah tersebut dipalingkan kepada
lafazh Sunnah, karena ada dalil yang memalingkannya;

‫س َف َقا َل َيا َرسُو َل هَّللا ِ أَ ْخ ِبرْ نِي َم َاذا‬ ْ ِ ‫أَنَّ أَعْ َر ِاب ًّيا َجا َء إِلَى َرس‬
ِ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َثائ َِر الرَّ أ‬
َ ِ ‫ُول هَّللا‬
‫ت ْال َخ ْمس إِاَّل أَنْ َت َّط َّو َع َش ْي ًئا‬ ِ ‫صلَ َوا‬ َّ ‫ض هَّللا ُ َعلَيَّ مِنْ ال‬
َّ ‫صاَل ِة َف َقا َل ال‬ َ ‫َف َر‬

Ada seorang 'Arab Baduy datang kepada Rasululloh shallallahu 'alaihi wasallam dalam
keadaan kepalanya penuh debu lalu berkata; "Wahai Rasulullah, kabarkan kepadaku apa
yang telah Allah wajibkan buatku tentang shalat?". Maka Beliau shallallahu 'alaihi wasallam
menjawab: "Shalat lima kali kecuali bila kamu mau menambah dengan yang tathowwu'
(sunnat) ".4

Adapun sunnah yang dimaksud yaitu, sunnah muakkadah. Lantaran Shalat tahajjud
adalah shalat yang paling utama setelah shalat fardhu, maka dari itu dianjurkan bagi seorang
hamba untuk menjaga dan merutinkan shalat tahajjud. Sebagaimana yang disabdakan oleh
Rasulullah Saw;

َ‫ص َي ِام َبعْ د‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم أَ ْف‬


ِّ ‫ض ُل ال‬ َ ِ ‫َعنْ أَ ِبي ه َُري َْر َة َرضِ َي هَّللا ُ َع ْن ُه َقا َل َقا َل َرسُو ُل هَّللا‬
‫صاَل ةُ اللَّي ِْل‬
َ ‫ض ِة‬ َ ‫صاَل ِة َبعْ َد ْال َف ِري‬ َ ‫ان َش ْه ُر هَّللا ِ ْالم َُحرَّ ُم َوأَ ْف‬
َّ ‫ض ُل ال‬ َ ‫ض‬َ ‫َر َم‬

1
QS. al-Isrâ` [17]: 79
2
Syarh Riyadhus-Shalihin, karya Imam an-Nawawi
3
Mufradât fî gharîbil-Qur`ân, karya ar-Raghib al-Ashfahani
4
Shahih Bukhari kitab ash-shaum bab wujûb shaum ramadhân no. 1891
Abu Hurairah radliallahu 'anhu ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Seutama-utama puasa setelah Ramadlan ialah puasa di bulan Muharram, dan seutama-
utama shalat sesudah shalat Fardlu, ialah shalat malam." 5

Oleh karena itu, menjaga shalat tahajjud itu ditekankan. Lalu bagaimana pelaksanaan shalat
tahajjud yang Rasulullah Saw. Contohkan? Hal ini dijawab dengan hadits yang diriwayatkan
oleh Ibn Umar;

‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َوه َُو َعلَى ْال ِم ْن َب ِر َما َت َرى فِي‬ َ َّ‫ْن ُع َم َر َقا َل َسأ َ َل َر ُج ٌل ال َّن ِبي‬ ِ ‫َعنْ َع ْب ِد هَّللا ِ ب‬
َ ‫صلَّى َوإِ َّن ُه َك‬
‫ان َيقُو ُل‬ َ ‫ت لَ ُه َما‬ ْ ‫صلَّى َوا ِح َد ًة َفأ َ ْو َت َر‬ َ ‫ْح‬ َ ‫صب‬ ُّ ‫صاَل ِة اللَّي ِْل َقا َل َم ْث َنى َم ْث َنى َفإِ َذا َخشِ َي ال‬ َ
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم أَ َم َر ِب ِه‬ َ ‫اجْ َعلُوا آخ َِر‬
َ َّ‫صاَل ِت ُك ْم ِو ْترً ا َفإِنَّ ال َّن ِبي‬

dari 'Abdullah bin 'Umar berkata, "Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam yang pada saat itu sedang di atas mimbar, "Bagaimana cara shalat malam?" Beliau
menjawab: "Dua rakaat dua rakaat. Apabila dikhawatirkan masuk shubuh, maka shalatlah
satu rakaat sebagai witir (penutup) bagi shalatnya sebelumnya." Ibnu 'Umar berkata,
"Jadikanlah witir sebagai shalat terakhir kalian, karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
memerintahkan hal yang demikian."

Adapun, jikalau seseorang belum terbiasa bangun di malam hari karena berat, maka boleh
didahulukan witirnya sebelum tidurnya, sebagaimana Hadits riwayat Jabir Ra;

ْ‫اف أَنْ اَل َيقُو َم مِنْ آخ ِِر اللَّي ِْل َف ْليُوتِرْ أَوَّ لَ ُه َو َمنْ َطم َِع أَن‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َمنْ َخ‬
َ ِ ‫َقا َل َرسُو ُل هَّللا‬
ِ ‫ض ُل و َقا َل أَبُو ُم َع‬
‫او َي َة‬ َ ‫صاَل َة آخ ِِر اللَّي ِْل َم ْشهُو َدةٌ َو َذل َِك أَ ْف‬
َ َّ‫َيقُو َم آخ َِرهُ َف ْليُوتِرْ آخ َِر اللَّي ِْل َفإِن‬
ٌ‫ُورة‬
َ ‫َمحْ ض‬

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang khawatir tidak bisa
bangun di akhir malam, hendaklah ia melakukan witir di awal malam. Dan siapa yang
berharap mampu bangun di akhir malam, hendaklah ia witir di akhir malam, karena shalat di
akhir malam disaksikan (oleh para malaikat) dan hal itu adalah lebih afdlal (utama)." Abu
Mu'awiyah berkata; "Mahdlurah (dihadiri oleh para malaikat)." 6

Kemudian shalat tahajjud adalah kebutuhan bagi para penghafal al-Qur`an, untuk
senantiasa melatih hafalannya di malam harinya, sekaligus “bermuhasabah” kepada
Rabbnya, sebagaimana sabda Nabi Saw agar para penghafal al-Qur`an senantiasa menjaga
witirnya;

‫آن أَ ْو ِترُوا َفإِنَّ هَّللا َ ِو ْت ٌر ُيحِبُّ ْال ِو ْتر‬


ِ ْ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َيا أَهْ َل ْالقُر‬
َ ِ ‫َقا َل َرسُو ُل هَّللا‬

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata; wahai ahli Al Qur'an, shalat witirlah kalian
karena Allah adalah Dzat yang Maha Tunggal dan menyukai sesuatu yang ganjil. 7

5
Sunan an-Nasa`i kitab qiyâmil-lail wa tathawu'in-nahâr bab fadhl shalatil-lail no. 1614
6
Shahih Muslim kitab al-masâjid wa mawâdhi'us-shalât bab man khâfa `an lâ yaqûma min âkhiril-lail fal-yûtir
`awwalahu no. 755
7
Sunan Abu Dawud kitab ash-Shalat bab istihbâbul-witr no. 1416
Adapun persoalan apakah tahajjud, dan witir itu sama? Itu bukan jadi persoalan,
hanyasanya witir itu raka’at ganjil yang ada pada shalat tahajjud, adapun orang yang
melaksanakan shalat sebelum tidurnya (di awal malam) itu dikategorikan dia shalat witir,
tapi bukan shalat tahajjud, maka dari itu tahajjud lebih diprioritaskan bagi setiap hamba
yang mampu, dan memang harus dipaksakan, demi meraih mahabbah-Nya. Lalu berbagai
Fadhilah yang didapat dari shalat tahajjud, dimana seorang hamba senantiasa dirindukan
oleh Rabbnya yang dimana pada waktu sepertiga akhir malam itu adalah waktu dimana Allah
Swt. Turun untuk memperhatikan mana hamba-Nya yang sibuk berdoa kepada-Nya;

َ ‫ك َو َت َعالَى ُك َّل لَ ْيلَ ٍة إِلَى ال َّس َما ِء ال ُّد ْن َيا ح‬


‫ِين‬ َ ‫ار‬ َ ِ ‫أَنَّ َرسُو َل هَّللا‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َقا َل َي ْن ِز ُل َر ُّب َنا َت َب‬
‫يب لَ ُه َمنْ َيسْ أَلُنِي َفأُعْ طِ َي ُه َمنْ َيسْ َت ْغفِ ُرنِي َفأ َ ْغف َِر لَ ُه‬
َ ‫ث اللَّي ِْل اآْل ِخ ُر َيقُو ُل َمنْ َي ْدعُونِي َفأَسْ َت ِج‬ ُ ُ‫َي ْب َقى ُثل‬

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Rabb Tabaaraka wa Ta'ala kita turun di
setiap malam ke langit dunia pada sepertiga malam terakhir dan berfirman: "Siapa yang
berdo'a kepadaKu pasti Aku kabulkan dan siapa yang meminta kepadaKu pasti Aku penuhi
dan siapa yang memohon ampun kepadaKu pasti Aku ampuni". 8

Itulah salah satu, dari berbagai Fadhilah yang ada di dalam shalat tahajjud. Oleh karena itu,
tahajjud menjadi “Urgensi” bagi seorang hamba untuk meningkatkan, kualitas ibadahnya
kepada Rabbnya.

 Kesimpulan
Shalat tahajjud menjadi “Urgensi” manakala seorang hamba berkeinginan untuk
meningkatkan kualitas ibadahnya. Mengapa tidak? Lantaran banyak di dalamnya terkandung
berbagai fadhilah tersendiri, yang tidak didapatkan pada ibadah yang lainnya. Maka dari itu
shalat tahajjud ini menjadi salah satu bukti “totalitas” seorang hamba dalam melaksanakan
ibadah semata-mata mengharap ridho-Nya. Maka dari itu, istilah “lillah” itu bukan semata-
mata dilisan, tapi diamalkan. Mudah-mudahan dari berbagai penjelasan yang terdapat
dalam makalah ini, menambahkan semangat untuk terus menggapai ridho-Nya dalam
tuntunan yang dicontohkan oleh utusan-Nya (Rasulullah Saw) maka dari itu, jadikanlah dunia
ini sebagai kendaraan, untuk menuju ke akhirat-Nya kelak.

Wal-‘Llahu a'lam

8
Shahih Bukhari bab ad-du`â fîs-shalâti min âkhiril-lail no. 1145

Anda mungkin juga menyukai