Anda di halaman 1dari 3

Sejarah Peci, Sukarno Orang RI Pertama yang Memadukan dengan Jas

Kini peci tidak menandakan Anda adalah Muslim

ANTARA FOTO/Yusran Uccang

Vanny El Rahman Verified

20 Agustus 2020

Jakarta, IDN Times - Peci, jika merujuk kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adalah
penutup kepala yang terbuat dari kain atau sebagainya. Peci biasanya berbentuk meruncing di
kedua ujungnya dan biasanya digunakan oleh para pria. Nama lainnya adalah kopiah atau
songkok.

Saat ini, peci sudah memiliki banyak varian. Selain peci hitam polos yang identik dengan
Sukarno, ada juga peci putih yang biasanya digunakan untuk pergi haji, dan peci bulat yang
terbuat dari rotan. Tidak sedikit publik figur yang memiliki peci dengan gayanya masing-masing.

Sebenarnya, peci merupakan sunah yang diajarkan Nabi Muhammad SAW kepada umatnya.
Sebab, peci menjadi alat yang membantu untuk menyempurnakan salat agar dahi saat bersujud
tidak terhalang rambut. Bisa dikatakan peci merupakan anjuran dalam ajaran Islam.

Meski begitu, banyak pemimpin non-Muslim di Indonesia yang berpotret menggunakan peci,
seperti Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Harry Tanoesoedibjo, atau Ignasius Jonan. Dengan
kata lain, peci sudah menjadi identitas bangsa dan tidak semata-mata identik digunakan oleh
mereka yang beragama Islam.

Lantas, bagaimana sebenarnya sejarah peci? Kemudian, bagaimana peci yang awalnya identik
dengan umat Muslim bisa menjadi identitas bangsa? Yuk baca artikelnya.

1. Peci dibawa masuk ke Tanah Melayu oleh pedagang Arab

Berdasarkan keterangan Rozan Yunos dalam The Origin of The Songkok or Kopiah, peci
diperkenalkan oleh para pedagang Arab yang masuk ke wilayah Asia Tenggara. Lebih khusus
mereka yang masuk ke Tanah Melayu, seperti Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam.

Dalam tulisan yang dimuat The Brunei Times edisi 23 September 2007, peci lumrah di kalangan
masyarakat sejak ajaran Islam mulai diminati oleh penduduk setempat.

Ketika beraktivitas, para pedagang Arab menggunakan penutup kepala yang terbuat dari kain
atau sorban yang dikenal dengan nama turban. Namun, turban baru digunakan oleh para ulama
atau tokoh agama Islam. Seiring berjalannya waktu, ajaran Islam yang disebarkan oleh para
pedagang mulai diterima oleh masyarakat.

"Ketika Islam datang ke Brunei Darussalam, sekitar 600 atau 700 tahun yang lalu, popularitas
penutup kepala (sejenis turban) mulai mendapat perhatian lebih. Sebelum peci, kebudayaan
Brunei sudah mengenal dastar atau tanjak," tulis Rozan.

Rozan menjelaskan, asal-muasal masuknya peci ke Tanah Melayu masih mengalami


perdebatan. Sebab, di beberapa negara, terlihat adanya penutup kepala yang lebih serupa
dengan peci. Seperti fez di Turki, tarboosh di Mesir, rumi cap di India dan Pakistan, atau kepi di
Prancis. Kendati begitu, penutup kepala khas Arab lebih diterima oleh kalangan Muslim Melayu
karena penutup kepala merupakan sunah Nabi Muhammad.

Baca Juga: Putera Sang Fajar, Julukan Ida Ayu Nyoman Rai untuk Sukarno

2. Peci diperkirakan sudah ada di Jawa sejak abad 15

Dilansir dari historia.id, peci sudah terkenal di Indonesia sejak abad 15. Peci terkenal di Giri,
salah satu pusat penyebaran Islam di Jawa. Kala itu, Raja Ternate Zainal Abidin sempat belajar
agama di Madrasah Giri. Sekembalinya ke kampung halaman, dia membawa peci sebagai buah
tangan. Saking berharganya peci, penutup kepala tersebut bisa ditukar dengan rempah-rempah
atau cengkih.

Memasuki era kolonial, Belanda sempat ingin mengubah gaya berpakaian kaum lelaki di Jawa.
Berbagai pakaian yang saat itu terkenal di Barat mulai ditawarkan kepada penduduk Jawa.
Alhasil, pria Jawa yang dekat dengan orang Belanda mulai meniru gaya berpakaian Barat.
Menariknya adalah blangkon atau peci tek pernah lepas dari kepala mereka, meski gaya
pakaian mereka berubah.

"Topi Eropa sama sekali tak populer. Demikian pula topi gaya kolonial. Kuluk atau tutup kepala
berbentuk kerucut teropong yang digunakan oleh par priyayi, dapat dikatakan hilang dari
kebiasaan. Tutup kepala yang dililitkan dengan berbagai cara makin lama makin jarang," tulis
Denys Lombard.

3. Sukarno menjadikan peci hitam sebagai identitas nasional


Surabaya, Juni 1921, tatkala Sukarno mengikuti rapat Jong Java, diyakini sebagai titik balik peci
sebagai identitas bangsa. Kala itu Sukarno melihat rekan-rekannya yang berdebat dengan
berbagai lagak tanpa penutup kepala. Mereka ingin tampil layaknya orang Barat. Tidak sedikit
kaum intelegensia yang membenci pakaian daerah, seperti blangkon dan sarung. Pakaian
tersebut seolah menandakan kaum kelas bawah.

Tampil memecah perdebatan, Sukarno muda berhasil merebut perhatian rekan-rekannya.


"...Kita memerlukan sebuah simbol dari kepribadian Indonesia. Peci yang memiliki sifat khas ini,
mirip yang dipakai oleh para buruh bangsa Melayu, adalah asli milik rakyat kita. Menurutku,
marilah kita tegakkan kepala kita dengan memakai peci ini sebagai lambang Indonesia
Merdeka,” tegas Sukarno.

Itulah kali pertama Sukarno mengenakan peci di hadapan publik. Keesokan harinya, bapak
proklamator bangsa itu dikenal sebagai tokoh yang memadukan antara peci dengan jas. Sejarah
mencatat, sebenarnya bukan Sukarno tokoh intelektual pertama yang mengenakan peci.

Pada 1913, ketika tiga serangkai, Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo, dan Ki Hajar
Dewantara, diundang pada rapat Sociaal Democratische Arbeiders Partij (SDAP), masing-masing
dari mereka sudah mengenakan penutup kepala sebagai identitasnya. Tjipto saat itu
menggunakan kopiah dari beludru hitam.

Sebagai tokoh nasionalis, Sukarno berhasil menyebarkan citra peci sebagai identitas bangsa.
Kini peci dipakai pada acara resmi kenegaraan. Peci bukan lagi penanda bahwa penggunanya
adalah seorang Muslim. Lebih dari itu, kini peci telah menjadi busana formal.

MemperingatiHUT ke-75 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, IDN Times meluncurkan


kampanye #MenjagaIndonesia. Kampanye ini didasarkan atas pengalaman unik dan bersejarah
bahwa sebagai bangsa, kita merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI dalam situasi
pandemik COVID-19, di saat mana kita bersama-sama harus membentengi diri dari serangan
virus berbahaya. Di saat yang sama, banyak hal yang perlu kita jaga sebagai warga bangsa, agar
tujuan proklamasi kemerdekaan RI, bisa dicapai.

https://www-idntimes-
com.cdn.ampproject.org/v/s/www.idntimes.com/news/indonesia/amp/vanny-rahman/sejarah-
peci-soekarno-orang-ri-pertama-yang-memadukannya-dengan-jas?

Anda mungkin juga menyukai