Anda di halaman 1dari 30

PERSALINAN SECTIO CAESAREA (SC)

Diajukan untuk memenuhi tugas mata Keperawatan Maternitas


Dosen Pengampu: Irisana Tambunan, S.Kep., Ners., MKM

Disusun oleh:
Kelompok 6
Siti Aisah 191FK01122
Sitti Maliyya ‘A.B 191FK01125
Syalida asa azkia 191FK01129
Tingkat 2C

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA


FAKULTAS D-III KEPERAWATAN
2021
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT


yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga kita dapat
menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah
KEPERAWATAN MATERNITAS dengan judul KONSEP PERSALINAN
SECTIO CAESARIA (SC)

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari


kesempurnaan dikarenakan terbatasnya pengetahuan dan pemahaman yang kami
miliki, oleh karena itu kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukkan
bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia
pendidikan.

Bandung, 27 April 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii

BAB I ......................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2

1.3 Tujuan.....................................................................................................2

BAB II .....................................................................................................................4

PEMBAHASAN ....................................................................................................4

2.1 Definisi ...............................................................................................................4

2.2 Etiologi ...............................................................................................................4

2.3 Manifestasi klinis ...............................................................................................5

2.4 Patofisiologi ......................................................................................................5

2.5 Pemeriksaan penunjang .....................................................................................6

2.6 Penatalaksanaan ................................................................................................7

2.7 Jenis jenis sectio caesaria ...................................................................................8

2.8 Klasifikasi .........................................................................................................9

2.9 Pengkajian .......................................................................................................11

2.10 Diagnosa.........................................................................................................18

2.11 Intervensi .......................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Selain risiko dari tindakan, sectio caesarea sendiri berpengaruh

terhadap kehamilan berikutnya karena persalinan dengan riwayat bekas

sectio caesarea merupakan persalinan yang berisiko tinggi (Mochtar,

2002) Pada masa dulu sectio caesarea dilakukan atas indikasi yang

terbatas pada panggul sempit dan placenta previa. Meningkatnya angka

kejadian sectio caesarea pada waktu sekarang ini justru antara lain

disebabkan karena berkembangnya indikasi dan makin kecilnya risiko dan

mortalitas pada sectio caesarea karena kemajuan tehnik operasi dan

anestesi, serta ampuhnya antibiotika (Mochtar, 2002).

Saat ini sectio caesarea bukan lagi hanya indikasi medis, tetapi banyak

faktor yang bukan medis yang dapat mempengaruhi, misalnya faktor

ekonomi, kepercayaan atau adat istiadat mengenai tanggal kelahiran anak

dan lain-lain (Gondo, 2005). Selain itu, kehamilan diatas usia 35 tahun

berisiko 3 kali lebih besar menjalani persalinan dengan sectio caesarea

dibanding dengan usia di bawah 35 tahun (Wirakusumah, 1994).

Angka kejadian sectio caesarea di Indonesia menurut data survey

nasional pada tahun 2007 adalah 921.000 dari 4.039.000 persalinan atau

sekitar 22,8% dari seluruh persalinan (Rasjidi, 2009). Menurut penelitian

Sarmana (2004) angka sectio caesarea di Rumah Sakit Santa Elisabeth

1
Medan sebesar 27,76 % dan sebesar 13,88 % diantaranya merupakan

sectio caesarea tanpa indikasi medis yaitu atas permintaan ibu bersalin itu

sendiri (Sarmana, 2004).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi sectio caesaria?

2. Apa saja etiologi sectio caesaria?

3. Bagaimana manifestasi sectio caesaria?

4. Bagaimana patofisiologi sectio caesaria?

5. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien sectio

caesaria?

6. Apa saja penatalaksanaan medis sectio caesaria?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui definisi sectio caesaria

2. Mengetahui Apa saja etiologi sectio caesaria

3. Mengetahui Bagaimana manifestasi sectio caesaria

4. Mengetahui Bagaimana patofisiologi sectio caesaria

5. Mengetahui Apa saja pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada

pasien sectio caesaria

6. Mengetahui Apa saja penatalaksanaan medis sectio caesaria

2
3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan dengan membuat sayatan pada dinding

uterus melalui dinding depan perut. (amru sofian,2012). Sectio Caesarea adalah

suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatann pada dinding uterus

melalui dinding depan perut atau vagina (Mochtar, 1998 dalam Siti, dkk 2013)

2.2 Etiologi

1) Etiologi yang berasal dari ibu

Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para

tua disertai kelainan letak ada, disproporsi sefalo pelvik

(disproporsi janin / panggul ), ada sejarah kehamilan dan

persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul, Plasenta

previa terutama pada primigravida, solutsio plasenta tingkat I – II,

komplikasi kehamilan yang disertai penyakit ( jantung, DM ).

Gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri, dan

sebagainya).

2) Etiologi yang berasal dari janin

Fetal distress / gawat janin, mal presentasi dan mal posisi

4
kedudukan janin, prolapsus tali pusat dengan pembukaan

kecil, kegagalan persalinan vakum atau forceps ekstraksi.

(Nurarif &Hardhi, 2015).

2.3 Manifestasi Klinis

1. Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior)

2. Panggul sempit

3. Disporsi sefalopelvik : yaitu ketidak seimbanga antara ukuran

kepala dan ukuran panggul

4. Rupture uteri mengancam

5. Partus lama prolong lebar (prolonged labor)

6. Partus tak maju (obstructed labor)

7. Distosia serviks

8. Preeklamsia dan hipertensi

9. Malpresentasi janin (letak lintang, letak bokong, presentasi dahi

dan muka/ letak defleksi, presentasi rangkap, gemeli).

2.4 Patofisiologi

Pembedahan SC merupakan tindakan insisi pada abdomen yang

menyebabkan terputusnya kontinuitas jaringan, saraf-saraf, pembuluh

darah di sekitar daerah insisi. Selain itu akan merangsang

pengeluaran bahan-bahan yang dapat menstimulus reseptor nyeri

seperti histamine, serotonin, bradikinin, ion kalium, substansi P dan

5
prostaglandin, serta mengakibatkan adanya respon nyeri (Kozier, 2010).

Ketika ibu mengalami nyeri maka akan takut melakukan mobilisasi dini

karena kepercayaan seseorang terhadap budayanya apabila sering

bergerak setelah melahirkan maka benang jahitannya akan terputus

dan lebih sakit jika melakukan mobilisasi dan ibu semakin takut

untuk melakukannya (Chapman, 2006 dalam S Anis Satus, 2017).

Mobilisasi dini post sc sangat perlu dilakukan jika tidak akan

memberi dampak terhadap ibu seperti peningkatan suhu, perdarahan

abnormal, thrombosis, involusi yang tidak baik, aliran darah

tersumbat, peningkatan intensitas nyeri (Suryani, 2010 dalam S anis

Satus, 2017).

2.5 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin

b. Pemantauan EKG

c. JDL dengan diferensial

d. Elektrolit

e. Hemoglobin/Hematokrit

f. Golongan Darah

g. Urinalis

h. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi

i. Pemeriksaan sinar X sesuai indikasi.

6
j. Ultrasound sesuai pesanan. (Tucker,Susan martin,1998. Dalambuku

Aplikasi Nanda 2015).

2.6 Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medis dan perawatan setelah dilakukan sectio caesarea

(Prawirohardjo, 2007) yaitu:

1) Perdarahan dari vagina harus dipantau dengan cermat.

2) Fundus uteri harus sering dipalpasi untuk memastikan bahwa uterus

tetap berkontraksi dengan kuat.

3) Pemberian analgetik dan antibiotik.

4) Periksa aliran darah uterus paling sedikit 30 ml/jam

5) Pemberian cairan intra vaskuler, 3 liter cairan biasanya memadai untuk

24 jam pertama setalah pembedahan.

6) Ambulasi satu hari setelah pembedahan klien dapat turun sebentar dari

tempat tidur dengan bantuan orang lain.

7) Perawatan luka: insisi diperiksa setiap hari, jahitan kulit (klip) diangkat

pada hari ke empat setelah pembedahan.

7
8) Pemeriksaan laboratorium: Hematokrit diukur pagi hari setelah

pembedahan untuk memastikan perdarahan pasca operasi atau

mengisyarakatkan hipovolemia.

Perwatan Post Operasi

1) Perawatan awal

2) Letakan pasien dalam posisi pemulihan.

3) Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam

pertama, kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat

kesadaran tiap 15 menit sampai sadar.

4) Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi.

5) Transfusi jika diperlukan.

6) Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera

kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca

bedah.

2.7 Jenis jenis sectio caesaria

a) Jenis operasi Setiocaesarea :

a. Setio caesarea abdomen

b. Setio caesarea transperitonealis

8
b) Setio caesarea vaginalis :

Menurut arah sayatan pada Rahim, Setiocaesarea dapat dilakukan sebagai berikut :

a. Sayatan memanjang (longitudinal) menurut kronig

b. Sayatan melintanng (transversal) menurut kerr

c. Sayatan huruf T (T-Incision)

c) Setiocaesarea klasik (Corporal)


Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada

segmen bawah Rahim (low cervical transfersal) kira-kira sepanjang 10

cm tetapi saat ini tekhnik ini jarang dilakukan karena memiliki

bannyak kekurangan namun pada kasus seperti operasi berullang yang

memiliki banyak perlenketan organ cara ini dapat dipertimbangkan.

d) Setiocaesarea ismika (profunda )

Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada

segmen bawah Rahim (low servical transfersal) kira-kira sepanjang 10

cm.

2.8 Klasifikasi

Klasifikasi Sectio Caesarea menurut (Hary Oxorn dan Wiilliam R. Forte,

2010).

1) Segmen bawah : Insisi melintang

Karena cara ini memungkinkan kelahiran per abdominam yang

aman sekalipun dikerjakan kemudian pada saat persalinan dan

sekalipun dikerjakan kemudian pada saat persalinan dan sekalipun

9
rongga Rahim terinfeksi, maka insisi melintang segmenn bawah

uterus telah menimbulkan revolusi dalam pelaksanaan obstetric.

2) Segmen bawah : Insisi membujur

Cara membuka abdomen dan menyingkapkan uterus sama

seperti insisi melintang, insisi membujur dibuat dengan scalpel

dan dilebarkan dengan gunting tumpul untuk menghindari cedera

pada bayi.

3) Sectio Caesarea klasik

Insisi longitudinal digaris tengah dibuat dengan scalpel

kedalam dinding anterior uterus dan dilebarkan keatas serta

kebawah dengan gunting yang berujung tumpul. Diperlukan luka

insisi yang lebar karena bayi sering dilahirkan dengan bokong

dahulu. Janin serta plasenta dikeluarkan dan uterus ditutup dengan

jahitan tiga lapis. Pada masa modern ini hamper sudah tidak

dipertimbangkan lagi untuk mengerjakan Sectio Caesarea klasik.

Satu-satunya indikasi untuk prosedur segmen atas adalah kesulitan

teknis dalam menyingkapkan segmenn bawah.

4) Sectio Caesarea Extraperitoneal

Pembedahan Extraperitoneal dikerjakan untuk mennghindari

perlunya histerektomi pada kasus-kasus yang menngalami infeksi

luas dengan mencegahh peritonitis generalisata yang sering

bersifat fatal. Ada beberapa metode Sectio Caesarea

10
Extraperitoneal, seperti metode Waters, Latzko, dan Norton, T.

tekhnik pada prosedur ini relative lebih sulit, sering tanpa sengaja

masuk kedalam vacuum peritoneal dan isidensi cedera vesica

urinaria meningkat. Metode ini tidak boleh dibuang tetapi tetap

disimpan sebagai cadangan kasus-kasus tertentu.

5) Histerektomi Caesarea

Pembedahan ini merupakan Sectio Caesarea yang dilanjutkan

denngan pengeluaran uterus. Jika mmuungkin histerektomi harus

dikerjakan lengkap (histerektomi total). Akan tetapi, karena

pembedahan subtoral lebih mmudah dan dapatt dikerjakan lebih

cepat, maka pemmbedahan subtoral menjadi prosedur pilihan jika

terdapat perdarahan hebat dan pasien terjadi syok, atau jika pasien

dalam keadaan jelek akibat sebab-sebab lain. Pada kasus-kasus

semacam ini lanjutan pembedahan adalah menyelesaikannya

secepat mungkin.

2.9 Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawattan dan

merupakan suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai

sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.

(Nursalam, 2009). Pengkajian merupakan proses yang kontinu dilakukan

setiap tahap proses keperawatan. Semua tahap proses keperawatan

tergantung pada pengumpulan data (informasi) yang lengkap dan akurat.

11
(Padila, 2015).

1. Identitas umum

Identitas umum meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, alamat,

tanggal dan jam masuk rumah sakit, sumber informasi, diterima dari,

dan cara dating.

2. Riwayat perawatan
a. Keluhan utama

Keluhan utama yang biasa dirasakan klien postpartum adalah

nyeri seprti ditusuk-tusuk, panas, perih, mules, dan sakit pada

jahitan perineum (Mohamed & Saied, 2012).

b. Riwayat penyakit sekarang

Kapan timbul masalah, riwayat trauma, ppenyebab, gejala timbul

tiba-tiiba/perlahan, lokasi, obat yang diiminum, dan cara

penanggulangan. (Suratun, 2008).

c. Riwayat penyakit keluarga


Meliputi penyakit yang pernah diderita keluarga baik penyakit kronis,
keturunan, maupun menular. (Potter & Perry, 2009).
d. Riwayat seksualitas/reproduksi
Kebanyakan klien enggann diajak untuk berhubungan dengan pasangan.
Frekuensi untuk melakukan hubungan juga berkurang, karena pasien
masih merasakan sakit pda area bekas operasi.
1) Usia menarche, siklus haid, lama haid, haid terakhir.

2) Masalah dalam mentruasi, apakah ibu pernah pap smear.

3) Penggunan kontrasepsi sebelumnya (IUD, suntik, implant,


oral)
4) Riwayat reproduksi
12
3. Pengkajian psikososial
Pengkajian factor emosional, perilaku, dan social pada masa

pascapartum memungkinkan perawat mengidentifikasi kebutuhan ibu

dan keluarga terhadap dukungan, penyuluhan, dan bimbingan

antisipasi, respons mereka terhadap pengalaman kehamilan dan

persalinan dan perawattan pascapartum dan faktor-faktor yang

memengaruhi pengembanan tanggung jawabb menjadi orang tua baru.

Perawat juga mengkaji pengetaahuan dan kemampuan ibu yang terkait

dengan perawatan diri, perawatan bayi baru lahir, dan pemeliharaan

kesehatan serta perasaan tentang diri dan gambaran dirinya.

4. Pemeriksaan fisik

a. Tanda-tannda vital

Suhu tubuh diukur setiap 4 sampai 8 jam selama beberapa hari

pasca partum karena demam biasanya merupakan gejala awal

infeksi. Suhu tubuh 38ºC mungkin disebabkan oleh dehidrasi atau

karena awitan laktasi dalam 2 sampaii 4 hari. Demam yang

menetap atau berulang diatas angka ini pada 24 jam pertama dapat

menandakann adanya infeksi.

Brakikardi merupakan perubahan fisiologis normal selama 6

sampai 10 hari pascapartum dengan frekuensi nadi 40 sampai 70

kali/ menit. Frekuensi diatas 100 kali/menit (takikardi) dapat

menunjukkan adannya infeksi, hemoragi, nyeri, arau kecemasan.

13
Nadi yang cepat dan dangkal yang dihubungkan dengan hipotensi

menunjukkan hemoragi, syok, atau emboli.

Tekanan darah umumnya tetap dalam batasan normal selama

kehamilam. Wanita pascapartum dapat mengalami hipotensi

ortostik karena diuresis dan diaphoresis, yang menyebabkan

pergeseran volume cairan kardiovaskuler. Hipotensi menetap atau

berat dapat merupakan tanda syok atau emboli. Peningkatan

tekanan darah menunjukkan hipertensii akibat kehamilan, yang

dapat muncul pertama kali pada masa pascapartum. Kejanng

eklamsia dilaporkan terjadi sampai lebih dari 10 hari pascaparum

(Cuningham, et al , 1993 dalam Sharon J, dkk 2011). Nadi dan

tekanan darah diukur setiap 4 sampai 8 jam, kecuali jika ada

penyimpangan dari nilai normal sehingga perlu diukur lebih sering.

b. Pernafasan

Menurut sholikah (2011) klien post operasi Secticaesarea

terjadi peningkatan pernafasan, lihat adannya tarikan dinding dada,

frekuensi pernapasan, irama nafas serta kedalaman bernapas.

c. Kepala dan muka

Amati kesimetrisan muka, amati ada atau tidaknya

hiperpigmentasi pada wajah ibu (cloasmagravidanum), amati

warna dari keadaan rambut, kaji kerontokan dan kebersiihan

rambut, kaji pembengkakan pada muka.

14
d. Mata

Amati ada atau tidaknya peradangan pada kelopak mata,

kesimetrisan kanan dan kiri, amati keadaan konjungtiva

(konjungtivitis atau anemis), sclera (ikterik atau indikasi

hiperbilirubin atau gangguan pada hepar), pupil (isokor kanan dan

kiri (normal), reflek pupil terhadap cahaya miosis atau mengecil,

ada atau tidaknya nyeri tekan atau peningkatan tekanan intraokuler

pada kedua bola mata.

e. Hidung

Amati keadaan septum apakah tepat di tengah, kaji adanya

masa abnormal dalam hidung dan adanya skret, kaji adanya nyeri

tekan pada hidung.

f. Telinga

Amati kesimetrisan, warna dengan daerah sekitar, ada atau

tidaknya luka, kebersihan telinga amati ada tidaknya serumen dan

otitis media

g. Mulut

Amati bibir apa ada kelainan kogenital (bibir sumbing), warna,

kesimetrisan, sianosis atauu tidak, pembengkakan, lesi, amati

adanya stomatitis pada mulut, amati jumlah dan bentuk gigi, warna

dan kebersihan gigi.

h. Leher

15
Amati adanya luka, kesimetrisan dan masa abnormal, kaji

adanya distensi vena jugularis, dan adanya pembesaran kelenjar

tiroid.

i. Paru-paru

Kesimetrisan bentuk/postur dada, gerakann nafas (frekuensi

irama, kedalaman, dan upaya pernafasan/pengggunaan otot- otot

bantu pernafasan), warna kulit, lesi, edema,

pembengkakan/penonjolan, kaji pergerrakan dada, massa dan lesi,

nyeri, tractile fremitus apakah normal kanan dan kiri, perkusi

(normalnya berbunyi sonor), kaji bunyi (normalnya kanan dan kiri

terdengar vesiikuler).

j. Cardiovaskuler

Terjadi peningkatan frekuensi nadi, irama tidak teratur, serta

peningkatan tekanan darah.

k. Payudara

Pengkajian payudara selama masa pascapartum meliputu

inspeksi ukuran, bentuk, warna, dan kesimetrisan serta palpasi

konsistensi apakah ada nyeri tekan guna menentukan status laktasi.

Pada 1 sampai 2 hari pertama pascapartum, payudara tidak banyak

berubah kecil kecuali skresi kolostrum yang banyak. Pada ibu

menyusui, saat ASI mulai diproduksi, payudara menjadi lebih

besar, keras, dan hangat dan mungkin terasa berbenjol-benjol atau

16
bernodul. Wanita sering mengalami ketidaknyamanandengan

awitan awal laktasi. Pada wanita yang tidak menyusui, perubahan

ini kurang menonjol dan menghilang dalam beberapa hari. Banyak

wanita mengalami pembengkakan nyata seiring dengan awitan

menyusui. Payudara menjadi lebih besar dan teraba keras dan

tegang, dengan kulit tegang dan mengkilap serta terlihatnya

pembesaran vena berwarna biru. Payudara dapat terasa sangat nyeri

dan teraba panas saat disentuh.

l. Abdomen

Apakah kembung, asites, terdapat nyeri tekan, lokasi massa,

lingkar abdomen, bising usus, tampak linea nigra attau alba, striae

livida atau albican, terdapat bekas luka operasi Sectiocaesarea.

(Anggraini, 2010) mengkaji luka jahitan post Sectiocaesarea yang

meliputi kondisi luka (melintang atau membujur, kering atau

basah, adanya nanah atau tidak), dan mengkaji kondisi jahitan

(jahitan menutup atau tidak, terdapat tanda-tanda infeksi serta

warna kemerahan pada sekitar area jahitan luka post

Sectiocaesarea atau tidak).

m. Ekstermitas bawah

Pengkajian pascapartum pada ekstermitas bawah meliputi

inspeksi ukuran, bentuk, kesimetrisan, warna, edema, dan varises.

Suhu dan pembengkakan dirasakan dengan palpasi. Tanda-tanda

17
tromboflebitis adalah bengkak unilateral, kemerahan, panas, dan

nyeri tekan, biasanya terjadi pada betis. Trombosis pada vena

femoralis menyebabkan nyeri dan nyeri tekan pada bagiian distal

pahha dan daerah popliteal.

Tanda homan, muncunya nyeri betis saat gerakan dorsofleksi

n. Genetalia

Melihat kebersihan dari genetalia pasien, adanya lesi atau

nodul dan mengkaji keadaan lochea. Lochea yang berbau

menunjukkan tanda-tanda resiiko infeksi. (Handayani, 2011)

2.10 Diagnosa

Diagnosa keperawatan pada pasien post Sectio Caesarea

menurut Nurarif & Kusuma, 2015) adalah :

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d obstruksi jalan nafas

(respon obat anestesi)

2. Nyeri akut b.d agen injuri fisik ( pembedahan, trauma

jalan lahir, episiotomi).

3. Gangguan pola tidur b.d kelemahan.

4. Resiko infeksi b.d faktor resiko: episiotomi, laserasi jalan

lahir, bantuan pertolongan persalinan.

5. Defisit perawatan diri : mandi/kebersihan diri, makan,

toileting, b.d kelelahan post partum.

18
6. Resiko perdarahan

2.11 Intervensi

1. Dx 1: ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d obstruksi jalan nafas


(respon obat anastesi).

Tujuan:

Kriteria hasil: - Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang


bersih, tidak ada sianosis dan dyspnea (mampu
mengeluarkan putum, mampu bernafas dengan mudah,
tidak ada pursed lips).

- Menunjukan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa


tercekik, irama nafas, frekuensi, pernafasan dalam
rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)

- Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang


dapat menghambat jalan nafas.

Intervensi :

• Pastikan kebutuhan oral/tracheal suctioning

R/ Hidrasi yang adekuat membantu mempertahankan sekresi tetap


encer dan meningkatkan ekspektorasi

• Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning

R/ Ronki dan mengi mengidentifikasikan sekresi dan ketidakmampuan


untuk membersihkan jalan nafas

• Informasian pada klien dan keluarga tentang suctioning

R/Memberi pengertian kepada klien/ keluarga tentang terapi yang


dilakukan

• Minta klien nafas dalam sebelum suctioning dilakukan

R/ Memaksimalkan upaya batuk, ekspansi paru, dan drainase

19
• Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi
suksion nasotrakeal

R/ Oksigen tambahan diperlukan selama distress pernafasan

2. Dx 2: Nyeri akut b.d agen injuri fisik ( pembedahan, trauma jalan lahir,
episiotomi).

Tujuan:

Kriteria hasil: - Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu


menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi
nyeri, mencari bantuan)

- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan manajemen nyeri

- Mampu mengenali nyeri (skala, Intensitas, frekuensi dan tanda


nyeri)

Intervensi:

• Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,


karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi

R/ Nyeri merupakan pengalam subjektif. Pengkajian berkelanjutan


diperlukan untuk mengevaluasi efektivitas medikasi dan
kemajuan penyembuhan. Perubahan pada karakteristik

• Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

R/ Isyarat non verbal dapat atau tidak dapat mendukung intensitas


nyeri klien, tetapi mungkin merupakan satu satunya indikator
jika klien tidak dapat menyatakan secara verba

• Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui


pengalaman nyeri pasien.

R/ Meyakinkan klien untuk mendapatkan perawatan yang intensif

• Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri

R/ Menentukan kultur pada klien

• Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau

20
R/ Dapat membedakan nyeri saat ini dari pola nyeri sebelumnya

3. Dx 3: Gangguan pola tidur b.d kelemahan

Tujuan:

Kriteria hasil : - Jumlah jam tidur dalam batas normal 6-8 jam/hari

- Pola tidur, kualitas dalam batas normal

- Perasaan seger sesudah tidur atau istirahat

Intervensi:

• Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat

R/ Meningkatkan relaksasi dan kesiapan tidur

• Fasilitas untuk mempertahankan aktivitas sebelum tidur


(membaca)

R/ Meningkatkan kesiapan untuk tidur

• Ciptakan lingkungan yang nyaman

R/ meningkatkan koping klien

• Kolaborasi pemberian obat tidur

R/ Medikasi terjadwal dapat meningkatkan istirahat atau tidur

• Diskusikan dengan pasien dan keluarga tentang teknik tidur


pasien

R/ Mengatasi dan meningkatkan kesiapan untuk tidur

4. Dx 4: Resiko infeksi b.d faktor resiko: episiotomi, laserasi jalan lahir,

bantuan pertolongan persalinan.

Tujuan:

Kriteria hasil: - Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi

mendeskpripsikan proses penularan, faktor yang

21
mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya

- Menunjukan kemampuan untuk mencegah

timbulnya infeksi

- Jumlah leukosit dalam batas normal

- Menunjukan perilaku hidup sehat

Intervensi:

• Intrusuikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat

berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien

R/ Faktor ini dapat menjadi kunci yag paling sederhana

tetapi merupakan kunci terpenting untuk pencegahan

infeksi yang didapat dirumah sakit

• Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan

R/ mengurangi resiko infeksi

• Tingkatkan intake nutrisi

R/ Fungsi imun dipengaruhi oleh asupan nutrisi

• Berikan terapi antibiotic bila perlu Infectionprotection

(proteksi terhadap infeksi

R/ Terapi bersifat sistemik dan diarahkan pada organisme

teridentifikasi tertentu seperti bakteri anaerob, jamur, dan

basili gram negative

• Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal

R/ Untuk menentukan adanya infeksi

22
5. Dx 5: Defisit perawatan diri : mandi/kebersihan diri, makan,

toileting, b.d kelelahan post partum

Tujuan:

Kriteria hasil: - Perawatan diri ostonomi: tindakan pribadi

mempertahankan osttonomi untuk eliminasi

- perawatan diri : aktivitas kehidupan sehari-hari ADL

mampu untuk melakukan aktivitas perawatan fisik dan

pribadi secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu

- perawatan diri : hygiene mampu ntuk membersihkan

tubuh secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu

- perawatan diri hygiene oral : mampu untuk merawat

mulut dan gigi secara mandiri dengan atau tanpa alat

bantu

- mampu mempertahankan mobilitas yang diperlukan

untuk ke kamar mandi dan menyediakan perlengkapan

mandi

- membersihkan dan mengeringkan tubuh

- mengungkapkan secara verbal kepuasan tentang

kebersihan tubuh dan hygiene.

Intervensi:

• Pertibangkan budaya pasien ketika mempromosikan

aktivitas perawatn diri

23
R/ Mengetahui apa yang dibutuhkan oleh klien

• Pertimbangkan usia pasien ketika mempromosikan

aktiviats perawatan diri

R/ Memberikan informasi untuk ambulasi rencana

• menentukan jumlah dan jenis bantuan yang dibutuhkan

R/ Membuat rencana untuk memenuhi kebutuhan

• Tempat handuk, sabun,deodoran alat pencukur, dan

aksesoris lainnya yang dibutuhkan disamping tempat

tidur atau dikamar mandi

R/ individual Mempukan klien untuk mengatur diri sendiri

• Menyediakan artiekl pribadi yang diinginkan (misalnya :

deodorant,sikat gigi, sabun mandi, sampo, lotion dan

produk aromaterapi).

R/ Meningkatkan partisipasi dalam asuhan

• Menyediakan lingkungan yangetrapeutik dengan

memastikan hangat, santai, pengalaman pribadi, dan

personal

R/ Meredakan ketidaknyaman dan menjaga privasi klien

• Memfasilitasi diri mandi pasien, sesuai

R/ Partisipasi klien dalam perawatan diri dapat meringankan

atas persepsi kehilangan kemandirian

• Memantau pembersihan kuku menurut kemampuan

24
perawatan diri pasien

R/ Menegtahui keadaan bersih klien

• Memantau integritas kulit pasien

R/ Melihat perubahan keadaan fisik klien

• Memberikan bantuan sampai pasien sepenuhnya dapat

mengasumsika

R/ partisipasi

6. Dx 6: Resiko perdarahan

Tujuan :

Kriteria hasil : - Tidak ada hematuria dan hematemesis

- Kehilangan darah yang terlihat

- Tekanan dalam batas normal sistol diastole

- Tidak ada Perdarahan pervagina

- Tidak ada distensi abdormal

Intervensi:

• Monitoring ketat tanda-tanda perdarahan

R/ Mengetahui tanda resiko perdarahan

• Catat nilai Hb dan HT sebelum dan sesudah terjadinya

perdarahan

R/ Membantu menentukan kebutuhan penggantian darah

• Pertahankan bed rest selama perdarahan aktif

R/ Mengurangi pengeluaran darah berlebiH

25
• Lindungi pasien dari trauma yang dapat menyebabkan

perdarahan

R/ Mengurangi pengeluaran darah berlebih

• Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake makanan

yang banyak mengandung vitamin K

R/ Asupan nutrisi untuk menggantikan output

26
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.poltekeskupang.ac.id/1035/1/KTI%20%28IVHA%29.pdf

http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/

https://www.academia.edu/35538979/LAPORAN_PENDAHULUAN_ASUHAN_K

EPERAWATAN_PADA_POST_PARTUM_SC_SECTIO_CAESAREA

27

Anda mungkin juga menyukai