Anda di halaman 1dari 13

KOMPARASI KADAR VITAMIN C DALAM APEL MERAH DAN APEL

HIJAU DI SWALAYAN MENGGUNAKAN METODE


SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET

Karya Tulis Ilmiah

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Kesehatan pada Program

Studi D-3 Analisis Farmasi dan Makanan

Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi”Yayasan Pharmasi Semarang”

Erina Candra Wati

1021611022

PROGRAM STUDI D-3 ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI “YAYASAN PHARMASI SEMRANG’

2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Apel (Malus domestica) merupakan tanaman buah tahunan berasal dari Asia Barat
yang beriklim sub tropis. Apel dapat tumbuh di Indonesia setelah tanaman apel ini
beradaptasi dengan iklim Indonesia, yaitu iklim tropis (Baskara, 2010).
Penanaman apel di Indonesia dimulai sejak tahun 1934 dan berkembang pesat
pada tahun 1960 hingga sekarang. Apel di Indonesia dapat tumbuh dan berbuah
baik di dataran tinggi, khususnya di Malang (Batu dan Poncokusumo) dan
Pasuruan (Nongkojajar), Jawa Timur (Fajri, 2011).

Menurut Widiyanto (2016), seiring dengan meningkatnya pengetahuan


masyarakat akan banyaknya manfaat buah apel bagi kesehatan merupakan salah
satu alasan masyarakat mengkonsumsi buah apel untuk kesehatan. Kandungan
buah apel berupa zat pektin (sejenis serat), quercetin (bahan anti kanker dan anti
radang) serta vitamin C yang tinggi merupakan sebagian alasan mengapa ahli
sangat menyarankan masyarakat untuk mengkonsumsi buah apel secara teratur.

Banyak orang menyukai Apel merah maupun Apel hijau ini lantaran
memiliki rasa yang manis dan memiliki tekstur yang sangatlah lembut. Dan buah
ini juga sering kali dibuat jus. Jus apel merupakan sebuah minuman jus yang
terbuat dari buah Apel merah maupun hijau. Manfaat dari minuman ini sangat
banyak sekali dan tidak lepas karena kandungan yang ada di dalamnya. Satu apel
berukuran sedang mengandung 4 gram serat makanan, yang dapat memenuhi
sekitar 17% asupan serat harian yang disarankan. Masih dengan takaran yang
sama, apel mampu menyediakan 14% kebutuhan harian vitamin C Anda.
Vitamin C dan beta karotin yang merupakan anti oksidan alami pun banyak
terdapat dalam apel. Buah ini juga merupakan sumber vitamin B kompleks seperti
riboflavin, thianmin, dan pyridoksin (vitamin B6). Ada juga kandungan potasium,
fosfor, dan kalsium meski dalam jumlah kecil.
Satu apel berukuran sedang mengandung 4 gram serat makanan, yang dapat
memenuhi sekitar 17% asupan serat harian yang disarankan. Masih dengan
takaran yang sama, apel mampu menyediakan 14% kebutuhan harian vitamin C
Anda.

Vitamin C dan beta karotin yang merupakan anti oksidan alami pun banyak
terdapat dalam apel. Buah ini juga merupakan sumber vitamin B kompleks seperti
riboflavin, thianmin, dan pyridoksin (vitamin B6). Ada juga kandungan potasium,
fosfor, dan kalsium meski dalam jumlah kecil.

Masyarakat pada umumnya cenderung memilih untuk mengkonsumsi sari


buah instan (atau biasa disebut jus) yang praktis dan mudah didapat daripada
meluangkan waktu untuk mengkonsumsi buah aslinya. Jus apel siap minum
merupakan salah satu cara yang efektif untuk mendapatkan vitamin dan
mineral,dengan jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh.

Namun masyarakat kebanyakan tidak menghiraukan berapa kadar vit c


pada minuman jus buah instan tersebut. Maka kali ini saya akan melakukan
Komparasi kadar vitamin c dalam apel merah dan apel hijau di Swalayan
menggunakan metode Spektrofotometri Ultraviolet.
1.2 Rumusan Masalah
1 Berapa kadar vit c dalam jus buah apel merah dan apel hijau
2 Berapa kadar vit c dalam jus apel merah dan apel hijau

1.3 Batasan Masalah


1 Sampel yang digunakan adalah jus apel merah dan apel hijau.Menggunakan
metode Spektrofotometri UV untuk mengetahui kadar vit c dalam buah apel
merah dan apel hijau yang dibuat jus.

1.4 Tujuan Penelitin


1 Untuk mengetahui kadar vit c dalam jus apel merah dan apel hijau tersebut.
2 Untuk mengetahui berapa Jumlah kadar vit c dalam buah apel merah dan apel
hijau setelah di jus.

1.5 Manfaat Penelitian


1 Mengetahui kadar vit c dalam buah apel merah dan apel hijau setelah di jus.
2 Menambah pengetahuan terhadap pembaca tentang Jumlah kadar vit c dalam
buah apel merah dan apel hijau setelah di jus.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Apel
Apel (Malus domestica Borkh.) termasuk rajanya buah komersial karena
konsumennya luar biasa banyaknya. Di Indonesia, apel diperkenalkan oleh
orang Belanda dan dikembangkan oleh orang Indonesia. Sayangnya daerah di
Indonesia yang cocok ditanami apel masih sangat terbatas. Daerah Batu,
Malang, merupakan sentra apel di Indonesia karena tanaman ini banyak
diusahakan sebagai suatu usaha tani. Oleh penduduk di Malang tanaman ini
ditanam di pekarangan maupun di kebun (Untung, 1996).
Penelitian menunjukkan bahwa memakan apel sebutir sehari memperkecil
risiko terkena asma, arthritis, dan penyakit kulit (Untung, 1996). Selain
dimakan segar, apel bisa diolah menjadi jam (selai), jeli, dan sari buah. Meski
namanya olahan, tetapi bukan berarti yang dipakai apel busuk atau cacat.
Biasanya yang diolah apel berukuran kecil atau buah apel hasil penjarangan.
Kandungan pektin pada apel sekitar 24%. Pektin yang dapat membentuk gel
bila ditambah gula pada pH tertentu, memegang peranan penting dalam
industri jeli, sari buah, dan selai (Untung, 1996).

2.2 Vitamin
Vitamin merupakan suatu senyawa organik yang sangat diperlukan tubuh
untuk proses metabolisme dan pertumbuhan yang normal. Vitamin-vitamin
tidak dapat dibuat oleh tubuh manusia dalam jumlah yang cukup, oleh karena
itu harus diperoleh dari bahan pangan yang dikonsumsi. Sebagai perkecualian
adalah vitamin D, yang dapat dibuat dalam kulit asalkan kulit mendapat
cukup kesempatan kena sinar matahari (Winarno, 1980; Andarwulan dan
Koswara, 1992).
Vitamin adalah senyawa-senyawa organik yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan normal dan mempertahankan hidup hewan, termasuk manusia
yang secara alami tidak mampu untuk mensintesis senyawa-senyawa tersebut
melalui proses anabolisme. Senyawa-senyawa tersebut diperlukan dan efektif
dalam jumlah sedikit, tidak menghasilkan energi dan tidak digunakan sebagai
unit pembangun struktur tubuh organisme, tetapi sangat penting untuk
tranformasi energi dan pengaturan metabolisme tubuh (Andarwulan dan
Koswara, 1992).
Vitamin dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu vitamin yang dapat
larut dalam air dan vitamin yang dapat larut dalam lemak. Jenis vitamin yang
larut dalam air adalah vitamin B kompleks dan vitamin C. Vitamin yang
dapat larut dalam lemak adalah vitamin A, D, E, dan K, serta provitamin A
yaitu ß-karoten. Bahan makanan yang kaya akan vitamin adalah sayur-
sayuran dan buah-buahan (Sudarmadji., dkk, 1989)
Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 176,13 dengan
rumus molekul C6H8O6. Vitamin C dalam bentuk murni merupakan kristal
putih, tidak berwarna, tidak berbau dan mencair pada suhu 190 - 192°C.
Senyawa ini bersifat reduktor kuat dan mempunyai rasa asam. Sifat-sifat
tersebut terutama disebabkan adanya struktur enediol yang berkonyugasi
dengan gugus karbonil dalam cincin lakton. Bentuk vitamin C yang ada di
alam terutama adalah L-asam askorbat. Biasanya D-asam askorbat ditambah
ke dalam bahan pangan sebagai antioksidan, bukan sebagai sumber vitamin C
(Andarwulan dan Koswara, 1992; Tjokonegoro, 1985). Vitamin C mudah
larut dalam air (1g dapat larut sempurna dalam 3 ml air), sedikit larut dalam
alkohol (1 g larut dalam 50 ml alkohol absolut atau 100 ml gliserin) dan tidak
larut dalam benzena, eter, kloroform, minyak dan sejenisnya. Vitamin C tidak
stabil dalam bentuk larutan, terutama jika terdapat udara, logam-logam seperti
Cu, Fe, dan cahaya (Andarwulan dan Koswara, 1992; Tjokonegoro, 1985).
Rumus bangun vitamin C dapat dilihat pada gambar di bawah ini (Ditjen
POM, 1995)

2.4 Rumus bangun vitamin C


Vitamin C suatu zat gizi yang luar biasa, telah dikenal sebagai suatu senyawa
utama tubuh yang dibutuhkan dalam berbagai proses penting, mulai dari
pembuatan kolagen, karnitin pengangkut lemak, hormon adrenalin dan
kortison, pengangkut elektron dalam berbagai reaksi enzimatik, pelindung
integritas pembuluh darah, pemacu gusi yang sehat, pelindung radiasi,
pengatur tingkat kolesterol, pendetoksifikasi radikal bebas, senyawa
antibakteria dan antivirus, serta pemacu imunitas (Goodman, 2000; Khomsan,
2002). Vitamin C juga dikenal sebagai senyawa ampuh untuk menangkal
radikal bebas. Beberapa di antara radikal bebas itu bersifat toksik dan sangat
reaktif. Untuk mengganti elektron yang hilang, radikal bebas melakukan
serangkaian reaksi kimia yang menyebabkan kerusakan pada membran sel,
mutasi DNA, mempercepat penuaan, dan penyebab penumpukan lemak.
Pemakaian vitamin C sebagai salah satu antioksidan alami secara luas
dianjurkan dalam mengobati dan mendetoksifikasi (mengurangi sifat racun)
keadaan tersebut (Khomsan, 2002). Vitamin C (asam askorbat) bersifat sangat
sensitif terhadap pengaruhpengaruh luar yang menyebabkan kerusakan seperti
suhu, oksigen, enzim, kadar air, dan katalisator logam.
2.5 Fungsi Vitamin C

Fungsi vitamin C di dalam tubuh bersangkutan dengan dengan sifat


alamiahnya sebagai antioksidan yang berperan serta di dalam banyak proses
metabolisme yang berlangsung di dalam jaringan tubuh, antioksidan adalah
senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan
elektronnya dengan cuma-cuma kepada molekul radikal bebas tanpa
terganggu sama sekali dan dapat memutus reaksi berantai dan radikal bebas
(Sediaoetama, 2008).
Salah satu fungsi utama vitamin C berkaitan dengan sintesis kolagen.
Kolagen adalah sejenis protein yang merupakan salah satu komponen utama
dari jaringan ikat, tulang, gigi, pembuluh darah dan mempercepat proses
penyembuhan (Sediaoetama, 2008). Kekurangan asupan vitamin C dapat
menyebabkan penyakit sariawan atau skorbut. Bila terjadi pada anak (6 - 12
bulan), gejala-gejala penyakit skorbut ialah terjadinya pelembekan tenunan
kolagen, infeksi, dan demam. Pada anak yang giginya telah keluar, gusi
membengkak, empuk dan terjadi pendarahan. Pada orang dewasa skorbut
terjadi setelah beberapa bulan menderita kekurangan vitamin C dalam
makanannya. Gejalanya ialah pembengkakan dan perdarahan pada gusi, luka
lambat sembuh sehingga mudah berdarah dan mengalami infeksi berulang.
Akibat yang parah dari keadaan ini ialah gigi menjadi goyah dan dapat lepas
(Winarno, 2002). Vitamin C dapat terserap sangat cepat dari alat pencernaan
masuk ke dalam saluran darah dan dibagikan ke seluruh jaringan tubuh. Pada
umumnya tubuh menahan vitamin C sangat sedikit. Kelebihan vitamin C
dibuang melalui air kemih. Karena itu bila seseorang mengkonsumsi vitamin
C dalam jumlah besar (megadose), sebagian besar akan dibuang keluar,
terutama bila orang tersebut biasa mengkonsumsi makanan yang bergizi
tinggi (Winarno, 2002). Menurut Silalahi (2006), apabila akan mengkonsumsi
suplemen vitamin C maka tidak boleh lebih dari 2000 mg per hari, meskipun
vitamin C akan dibuang melalui urin, vitamin C dalam dosis tinggi dapat
menyebabkan sakit kepala, peningkatan jumlah urin, diare dan mual. Bagi
seseorang dengan kecenderungan pembetukan batu ginjal, diharapkan untuk
tidak mengkonsumsi vitamin C dalam dosis tinggi. Kebutuhan harian vitamin
C bagi orang dewasa adalah sekitar 60 mg, untuk wanita hamil 95 mg, anak-
anak 45 mg, dan bayi 35 mg, namun karena banyaknya polusi di lingkungan
antara lain oleh adanya asap-asap kendaraan bermotor dan asap rokok maka
penggunaan vitamin C perlu ditingkatkan hingga dua kali lipatnya yaitu 120
mg (Silalahi, 2006).
2.3 Metode Penetapan Kadar Vitamin C
Ada beberapa metode dalam penentuan kadar vitamin C yaitu: a. Metode
titrasi iodimetri Iodium akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang
mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil dibandingkan iodium, dimana
dalam hal ini potesial reduksi iodum +0,535 volt, karena vitamin C
mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil (+0,116 volt) dibandingkan
iodium sehingga dapat dilakukan titrasi langsung dengan iodium
(Andarwulan dan Koswara, 1992; Sudjadi dan Rohman, 2008). Deteksi titik
akhir titrasi pada iodimetri ini dilakukan dengan menggunakan indikator
amilum yang akan memberikan warna biru kehitaman pada saat tercapainya
titik akhir titrasi (Sudjadi dan Rohman, 2008). Metode ini dapat juga
digunakan untuk pemeriksaan harian terhadap sediaan vitamin C yang tidak
mengandung senyawa mereduksi lainnya (Watson, 2010). Larutan baku lain
yang dapat digunakan berdasarkan sifat mereduksi asam askorbat adalah
serium (IV) ammonium sulfat atau kalium iodat (Sudjadi dan Rohman, 2008).
Kandungan vitamin C dalam larutan murni dapat ditentukan secara titrasi
menggunakan larutan 0,01 N iodin. Menurut Andarwulan dan Koswara
(1992), metode iodimetri tidak efektif untuk mengukur kandungan vitamin C
dalam bahan pangan, karena adanya komponen lain selain vitamin C yang
juga bersifat pereduksi. Senyawa-senyawa tersebut mempunyai titik akhir
yang sama dengan warna titik akhir titrasi vitamin C dengan iodin.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Obyek Penelitian

Obyek penelitian yang digunakan adalah kandungan kadar vitamin C


dalam buah apel merah dan buah apel hijau di swalayan

3.2 Sampel dan Teknik Sampling

3.2.1 Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah apel


merah dan buah apel hijau di swalayan

3.2.2 Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan adalah random sampling yaitu


simple random sampling.

3.3 Variabel Penelitian

3.3.1 Variabel Bebas

Variabel bebas dari penelitian ini adalah buah apel merah dan buah
apel hijau

3.3.2 Variabel Terikat

Variabel terikat dari penelitian ini adalah kadar vitamin C dalam buah
apel merah dan buah apel hijau di swalayan

3.3.3 Variabel Kontrol

Variabel kontrol dalam penelitian adalah sampel yang digunakan 100


gr buah apel merah dan buah apel hijau, penetapan kadar vitamin C dengan
spektrofotometri UV.

3.4 Alat dan Bahan Penelitian


3.5.1 Alat

1. Spektrofotometer ultra violet


2. Kuvet
3. Labu takar 50,0mL, labu takar 10,0mL, labu takar 100,0mL
4. Corong kaca
5. Mortir dan stamper
6. Kertas saring
7. Beaker glass
8. Blander
9. Pipet volume 2.0mL, 3,0mL, 4,0mL, 5,0mL, 6,0mL, 10,0mL,
25,0mL

3.5.2 Bahan

1. Sampel buah apel merah dan buah apel hijau Baku vitamin C
2. (C6H8O6)
3. HCL 0,1N
4. Aquades

3.5 Prosedur Kerja

3.5.1 Uji Kuantitatif

1. Pembuatan larutan utama vitamin C1000 ppm

1. Ditimbang vitamin C (C6H8O6) sebanyak 100 mg.


2. Kemudian dimasukan ke dalam labu takar 100mL.
3. Dilarutkan dengan HCL 0,1N sampai tanda batas,
dihomogenkan.

2. Pembuatan larutan baku antara vitamin C

1. Dipipet 10,0 mL larutan baku utama vitamin C 1000ppm


2. Dimasukan ke dalam labu takar 100 mL.
3. Ditambah HCL 0,1N sampai tanda batas
4. Dihomogenkan
3.5.2 Uji Kualitatif
Masing-masing sampel dimasukan ke dalam tabung reaksi yang
berbeda kemudian ditambahkan pereaksi masing-masing FeCl3, I2,
Cuprifil (CuSO4 + NaOH) hingga terbentuk warna.
3.6 Skema Kerja

3.6.1 Uji Kuantitatif

a. Pembuatan Larutan Baku Utama Vitamin C 1000 ppm

Ditimbang vitamin C sebanyak 100 mg.

Dimasukan ke dalam labu takar 100 ml

Dilarutkan dengan HCL 0,1 N sampai tanda batas

Dihomogenkan

b. Pembuatan Larutan Baku antara Vitamin C

Dipipet 10,0 ml larutan baku utama vitamiin C 1000 ppm

dimasukan ke dalam labu takar 100 mL

Ditambah HCL 0,1 N sampai tanda batas

Dihomogenkan
c. Pembuatan Kurva Kalibrasi (Larutan baku seri)

Dipipet larutan baku antara vitamin C dimasukan ke dalam labu takar 50,0
mL masing-masing sebesar 2mL, 3mL, 4mL, 5mL, dan 6mL (4ppm, 6ppm,
8ppm, 10ppm, dan 12ppm

Ditambahkan HCL 0,1N hingga tanda batas, dihomogenkan

Diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum yang telah diperoleh

d. Penentuan Panjang gelombang maksimum larutan vitamin C

Diambil deret tengah

Diukur serapan maksimum pada panjang gelombang 200-400 nm


e. Uji Penentuan Kadar Sampel

Buah apel dikupas, dipotong kecil-kecil, kemudian dibilas

Setelah diblender, ditimbang 5 g

Dimasukan dalam labu takar 100mL

Ditambahkan HCL 0,1 N sampai tanda batas

Dihomogenkan

Diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum yang didapat yaitu


243 nm

3.6.2 Uji Kualitatif


Masing-masing sampel dimasukan dalam tabung reaksi berbeda

Ditambah FeCL3 Ditambah Cuprifil Ditambah I2


(CuSO4 + NaOH)

Anda mungkin juga menyukai